23

Click here to load reader

Komunikasi Dalam Keperawatan Oleh Kelompok 5

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas

Citation preview

Page 1: Komunikasi Dalam Keperawatan Oleh Kelompok 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari – hari kita tidak bisa lepas dari kegiatan komunikasi,

kenyataannya memang komunikasi secara mutlak merupakan bagian integral dari kehidupan

kita, tidak terkecuali kita yang berstatus sebagai perawat yang tugas sehari – harinya

berhubungan dengan klien, dengan keluarga klien, sesama teman, dengan atasan, dokter dan

sebagainya.

Komunikasi adalah saran yang efektif dalam memudahkan perawat melaksanakan

peran dan fungsinya dengan baik.

Komunikasi terapeutik dilakukan pada seluruh klien yang memerlukan bantuan di

bidang kesehatan, diantaranya adalah komunikasi terapeutik yang dilakukan pada pasien

dengan gangguan sensoris.

Gangguan sensoris pada klien atau individu di dalam masyarakat umumnya antara

lain disebabkan oleh gangguan anatomic organ, gangguan fisiologik organ, kematangan/

maturasi, degenerasi, kognitif persepsi.

Dalam berkomunikasi pada klien dengan kelompok khusus yang memiliki gangguan

sensoris seperti gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, dan gangguan bicara. Sering

kali perawat berhadapan dengan kesulitan-kesulitan, hal ini berkaitan dengan masalah yang

berbeda - beda pada setiap klien kelompok khusus oleh karena itu diperlukan keahlian dan

keterampilan khusus bagi perawat dalam berkomunikasi dengan klien tersebut

Oleh karena kesulitan – kesulitan tersebut diatas, maka kelompok tertarik untuk

membahas masalah komunikasi terapeutik pada kelompok khusus.

1

Page 2: Komunikasi Dalam Keperawatan Oleh Kelompok 5

1.2 Tujuan penulisan

Adapun tujuan penulisan adalah sebagai berikut :

1.      Tujuan Umum

Diharapkan mahasiswa/i dapat mengetahui tentang Komunikasi Terapeutik Pada

Kelompok Khusus.

2.      Tujuan Khusus

Diharapkan mahasiswa/i dapat memahami :

1. Definisi komunikasi terapeutik

2. Fase-fase dalam komunikasi terapeutik

3. Teknik-teknik komunikasi

4. Sikap komunikasi terapeutik

5. Faktor-faktor penghambat komunikasi

6. Teknik-teknik komunikasi pada klien dengan kelompok khusus

2

Page 3: Komunikasi Dalam Keperawatan Oleh Kelompok 5

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah proses dimana perawat yang menggunakan pendekatan

terencana mempelajari klien. Proses memfokuskan pada klien namun direncenakan dan di

pimpin oleh seorang professional ( Keltner, Schwecke, dan Bostrom 1991 ).

Komunikasi terapeutik adalah hubungan perawat-klien yang harmonis sehingga

perawat dapat merubah prilaku klien untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (stuart

& sunden).

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama

antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha

mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan

yang dilakukan dalam perawatan. Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian

tingkah laku pasien dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi

pada tahap perawatan. Sedangkan pada tahap preventif kegunaannya adalah mencegah

adanya tindakan yang negative terhadap pertahanan diri pasien.

Tujuan komunikasi terapeutik adalah :

a. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran, serta

dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal

yang diperlukan.

b. Mengurangi keraguan,pasien, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan

mempertahankan kekuatan egonya.

c. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

3

Page 4: Komunikasi Dalam Keperawatan Oleh Kelompok 5

2.2 Fase-fase dalam Komunikasi Terapeutik

Fase komunikasi terapeutik dalam hubungan perawat dengan pasien terdiri dari

beberapa yaitu :

a. Fase prainteraksi

Gali perasaan, fantasi dan rasa takut dalam diri sendiri

Analisis kekuatan dan keterbatasan professional diri sendiri

Kumpulkan data tentang pasien jika memungkinkan

Rencanakan untuk pertemuan pertama dengan pasien

b. Fase perkenalan / orientasi

Tetapkan alasan pasien untuk mencari bantuan

Bina rasa percaya

Gali pikiran, perasaan, dan tindakan – tindakan pasien

Identifikasi masalah pasien

Tetapkan tujuan dengan pasien

Rumuskan bersama kontrak yang bersifat saling menguntungkan

c.       Fase kerja

Gali stressor yang relevan

Tingkatkan pengembangan penghayatan dan penggunaan mekanisme koping

pasien yang konstruktif

d.      Fase terminasi

Bina realitas tentang perpisahan

Tinjau kemajuan terapi dan pencapaian tujuan - tujuan

Gali secara timbal balik perasaan penolakan

4

Page 5: Komunikasi Dalam Keperawatan Oleh Kelompok 5

2.3 Teknik-teknik Komunikasi Terapeutik

Menurut Wilson, Kneils, Stuart & Sundeen teknik-teknik komunikasi terapeutik

dibagi dalam beberapa :

1. Mendengarkan

Perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang disampaikan

klien serta berupaya untuk memahami perasaan klien. Sikap yang dibutuhkan adalah

pandang klien saat sedang bicara, tidak menyilangkan kaki dan tangan, hindari

gerakan yang tidak perlu, condongkan tubuh kearah lawan bicara, anggukan kepala

jika klien membicarakan hal yang penting atau memerlukan umpan balik.

2. Menunujukkan penerimaan

Menerima tidak berarti menyetujui, menerima berarti bersedia mendengarkan orang

lain tanpa menunjukkan ketidak setujuan atau keraguan. Perawat harus waspada

terhadap ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menyatakan tidak setuju, seperti

mengerutkan kening, menggeleng, yang menyatakan tidak setuju. Sikap yang

dibutuhkan adalah mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan, umpan balik

memastikan isyarat non verbal, cocok dengan komunikasi verbal, menghindari

perdebatan.

3. Broad opening

Perawat memberi beberapa pertanyaan yang memungkinkan klien mengungkapkan

perasaannya.

4. Mengulang ( Restarting )

Melalui pengulangan kembali kata – kata klien, perawat memberi umpan balik bahwa

ia mengerti dan berharap komunikasi dilanjutkan.

5. Klarifikasi

Menjelaskan kembali ungkapan pikiran yang dikemukakan klien yang kurang jelas

bagi perawat agar tidak terjadi salah pengertian.

5

Page 6: Komunikasi Dalam Keperawatan Oleh Kelompok 5

6. Mengarahkan pembicaraan

Perawat membantu klien untuk memfokuskan pembicaraan agar lebih spesifik atau

terarah. Tujuannya membatasi pembicaraannya. Hal yang perlu diperhatikan jangan

memutuskan pembicaraan. Teknik ini biasanya digunakann untuk mendapat data /

informasi tentang suatu masalah yang dialami pasien.

7. Membagi persepsi

Perawat mengungkapkan persepsinya tentang pasien dan meminta umpan balik dari

pasien.

8. Refleksi

Perawat mengulang kembali apa yang dibicarakan klien untuk menunjukkan kalau

perawat mendengar dan mengerti apa yang dibicarakan klien. Refleksi ini memberi

kesempatan kepada klien untuk memahami sikap dan perasaannya sendiri. Keraguan

– keraguan diungkapkan oleh orang lain dengnan caranya sendiri. Teknik ini

digunakan untuk mengungkapkan agar masalahnya menjadi lebih jelas.

9. Identifikasi Tema

Perawat mengidentifikasin informasi yang disampaikan klien selama percakapan di

ekspresikan ke dalam masalah klien dan bagaimana pemecahannya.

10. Diam ( Silence )

Diam akan memberi kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir

pikirannya. Penggunaan metoda ini memerlukan keterampilan dan ketepatan waktu

jika tidak akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam menggungkapkan klien

berkomunikasi dengan dirinya sendiri.

11. Memberi informasi

Perawat berupaya memberi fakta untuk meningkatkan pengetahuan klien.

6

Page 7: Komunikasi Dalam Keperawatan Oleh Kelompok 5

12. Saran

Merupakan teknik komunikasi yang baik bila digunakan pada waktu yang tepat dan

konstruktif.

13. Memberikan penghargaan

Penghargaan janganlah sampai menjadi beban dalam arti jangan sampai klien

berupaya keras dan melakukan segala – galanya demi untuk mendapatkan persetujuan

atau pujian atas perbuatannya. Memberikan salam kepada klien dengan menyebutkan

namanya menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan

tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.

14. Memberi kesempatan untuk memulai pembicaraan

Memberi kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topic

pembicaraan untuk klien yang ragu – ragu dan tidak pasti tentang perasaannya. Dalam

interaksi ini perawat dapat menstimuluskan untuk mengambil inisiatif dan merasakan

bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.

15. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir seluruh

pembicaraan. Teknik ini juga mengindikasikan bahwa perawat mengikuti apa yang

sedang dibicarakan dan tertarik apa yang akan dibicarakan selanjutnya.

16. Meringkas

Meringkas dan pengulangan ide utama yang telah di komunikasikan secara singkat

metode ini bermanfaat untuk mengingat topic – topic yang telah dibahas sebelum

meneruskan pembicaraan selanjutnya.

7

Page 8: Komunikasi Dalam Keperawatan Oleh Kelompok 5

2.4 Sikap dalam Komunikasi Terapeutik

Berikut ini adalah beberapa sikap komunikasi terapeutik yaitu :

a. Berhadapan

Arti dari posisi ini adalah “ saya siap untuk anda “

b. Mempertahankan kontak mata

Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan

keinginan untuk tetap berkomunikasi.

c. Membungkuk kearah klien

Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.

d. Mempertahankan sikap terbuka

Tidak melipat kaki atau tangan, menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.

e. Tetap rileks

Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam

memberi respon pada klien.

Dimbley dan Burton ( 1992 ) mengatakan bahwa bahasa tubuh mempunyai beberapa

unsur :

1. Gerak tubuh

2. Ekspresi wajah

3. Pandangan

4. Postur

5. Jarak tubuh dan kedekatan

6. Sentuhan

7. Pakaian

8

Page 9: Komunikasi Dalam Keperawatan Oleh Kelompok 5

2.5 Faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik

1. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi. Kurang cakap berbicara ( terutama di

depan umum ), berbicara tersendat – sendat, menyebabkan pendengar menjadi jengkel

dan tidak sabar.

2. Sikap yang kurang tepat. Seorang dosen yang sedang mengajar di depan kelas, sambil

duduk diatas meja akan memberi kesan kurang baik bagi siswanya.

3. Kurang pengetahuan. Seorang yang kurang pengetahuannya jarang membaca atau

mendengarkan radio atau televisi. Akan mengalami kesulitan dalam mengikuti

pembicaraan orang lain.

4. Kurang memahami sistem social.

5. Prasangka yang tidak beralasan.

6. Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara komunikator dengan

reseptor berjauhan.

7. Tidak ada persamaan persepsi.

8. Indera yang rusak.

9. Berbicara yang berlebihan. Berbicara berlebihan sering kali akan mengakibatkan

penyimpangan dari pokok pembicaraan.

10. Mendominir pembicaraan.

9

Page 10: Komunikasi Dalam Keperawatan Oleh Kelompok 5

2.6 Komunikasi Terapeutik pada Kelompok Khusus

( tuna netra, tuna rungu, dan tuna wicara )

1. Pasien dengan Gangguan Pengelihatan ( tuna netra )

Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, misal :

conea, lensa mata, kekeruhan humor vitreus, maupun kerusakan cornea, serta

kerusakan saraf penghantar inpuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi antara

lain dialami klien dengan kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus

hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total.

Akibat kerusakan visual kemampuan menangkap rangsang ketika

berkomunikasi sangat bergantung pada pendengaran dan sentuhan. Oleh karena itu

komunikasi yang di lakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan

karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang

dapat di transper melalui indera yang lain. Sebagai contoh ketika melakukan orientasi

ruangan, klien harus mendapat keterangan yang memvisualisasi kondisi ruang rawat

secara lisan, misalnya dengan menerangkan letak meja dan kursi, menerangkan

berapa langkah posisi tempat tidur dari pintu, letak kamar mandi dan sebagainya.

Berikut adalah teknik – teknik yang perlu diperhatikan selama berkomunikasi

dengan klien yang mengalami gangguan penglihatan.

a. Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami kebutaan

parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran perawat ketika anda

berada di dekatnya.

b. Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama dan peran.

c. Berbicara dengan menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak

memungkinkannya menerima pesan nonverbal secara visual. Nada suara anda

memegang peranan besar dan bermakna bagi klien.

d. Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata – kata sebelum

melakukan sentuhan pada klien.

e. Orientasikan klien pada suara – suara yang terdengar di sekitarnya.

f. Orientasikan klien pada lingkungannya bila klien dipindah ke lingkungan yang

asing baginya.

10

Page 11: Komunikasi Dalam Keperawatan Oleh Kelompok 5

Syarat-Syarat Komunikasi Pada Klien Dengan Gangguan Penglihatan

Dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien dengan gangguan sensori

penglihatan, perawat dituntut untuk menjadi komunikator yang baik sehingga terjalin

hubungan terapeutik yang efektif antara perawat dan klien, untuk itu syarat yang

harus dimiliki oleh perawat dalam berkomunikasi dengan pasien dengan

gangguan sensori penglihatan adalah : 

1. Adanya kesiapan artinya pesan atau informasi, cara penyampaian, dan

saluarannya harus dipersiapkan terlebih dahulu secara matang.

2. Kesungguhan artinya apapun ujud dari pesan atau informasi tersebut tetap

harus disampaikan secara sungguh-sungguh atau serius.

3. Ketulusan artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada

indiviu lain pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang

disampaikan itu merupakan sesuatu yang baik dan memang perlu serta

berguna untuk sipasien.

4. Kepercayaan diri artinya jika perawat mempunyai kepercayaan diri maka hal

ini akan sangat berpengaruh pada cara penyampaiannya kepada pasien.

5. Ketenangan artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang akan disampaikan,

perawat harus bersifat tenang, tidak emosi maupun memancing emosi pasien,

karena dengan adanya ketenangan maka informasi akan lebih jelas baik dan

lancar.

6. Keramahan artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari

kegiatan komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat

akan menimbulkan perasaan tenang, senang dan aman bagi penerima.

7. Kesederhanaan artinya di dalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat

sederhana baik bahasa, pengungkapan dan penyampaiannya. Meskipun

informasi itu panjang dan rumit akan tetapi kalau diberikan secara sederhana,

berurutan dan jelas maka akan memberikan kejelasan informasi dengan baik.

Hal-Hal yang perlu Diperhatikan Dalam Komunikasi Pada Klien Gangguan

Penglihatan

1. Dalam berkomunikasi pertimbangkan isi dan nada suara

2. Periksa lingkungan fisik

3. Perlu adanya ide yang jelas sebelum berkomunikasi

4. Komunikasikan pesan secara singkat

11

Page 12: Komunikasi Dalam Keperawatan Oleh Kelompok 5

5. Komunikasikan hal-hal yang berharga saja.

6. Dalam merencanakan komunikas, berkosultasilah dengan pihak lain agar 

memperoleh dukungan.

2. Pasien dengan Gangguan Pendengaran ( tuna rungu )

Gangguan pendengaran dapat terjadi berupa penurunan pendengaran hingga

tuli. Bentuk tuli yang selama ini dikenal ialah tuli perspektif dan tuli konduktif. Tuli

perspektif adalah tuli yang terjadi akibat kerusakan system saraf, sedangkan tuli

konduktif terjadi akibat kerusakan struktur penghantar rangsang suara.

Pada umumnya klasifikasi anak tunarungu dibagi atas dua golongan atau kelompok

besar yaitu tuli dan kurang dengar.

1.    Tuli

Orang tuli adalah seseorang yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar

sehingga membuat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik itu memakai

atau tidak memakai alat dengar .

2.    Kurang dengar

Kurang dengar adalah seseorang yang mengalami kehilangan sebagian

kemampuan mendengar, akan tetapi ia masih mempunyai sisa pendengaran dan

pemakaian alat bantu dengar memungkinkan keberhasilan serta membantu proses

informasi bahasa melalui pendengaran.

Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering

digunakan ialah media visual. Klien menangkap pesan bukan dari suara yang

dikeluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya.

Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien ini sehingga dalam melakukan

komunikasi, upayakan supaya sikap dan gerakan anda dapat ditangkap oleh indra

visualnya.

Berikut adalah teknik – teknik komunikasi yang dapat digunakan klien dengan

gangguan pendengaran :

a.     Orientasikan kehadiran diri anda dengan cara menyentuh klien atau memposisikan

diri di depan klien.

b.     Usahakan menggunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan

untuk memudahkan klien membaca gerak bibir anda.

12

Page 13: Komunikasi Dalam Keperawatan Oleh Kelompok 5

c.     Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan klien dan pertahankan sikap

tubuh dan mimic wajah yang lazim.

d.    Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah sesuatu ( misalnya

makanan atau permen karet ).

e.     Gunakan bahasa pantomin bila memungkinkan dengan gerakan sederhana dan

perlahan.

f.      Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan diperlukan.

g.     Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan pesan

dalam bentuk tulisan atau gambar ( symbol ).

Hal-Hal yang perlu Diperhatikan Dalam Komunikasi Pada Klien Gangguan

Pendengaran.

1. Penekanan intonasi dan gerak bibir

2. Menurunkan jarak.

3. Gunakan isyarat kata-kata atau bahasa yang berbentuk tindakan.

4. Pengulangan kata.

5. Menyentuh klien.

6. Menjaga kontak mata.

7. Jangan melakukan pembicaraan ketika sedang mengunyah.

8. Gunakan bahasa pantomin bila memungkinkan dengan gerak sederhana dan

perlahan.

9. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari jika bisa dan diperlukan

10. Jika ada sesuatu yang sulit dikomunikasikan coba sampaikan dalam bentuk

tulisan, gambar atau simbol.

11. Gunakan bahasa, kalimat, kata-kata yang sederhana.

3. Pasien dengan Gangguan Bicara/Bisu ( tuna wicara )

Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual, kerusakan pita

suara, ataupun gangguan persyarafan. Berkomunikasi dengan klien dengan gangguan

wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan

benar. Klien yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi

dengan menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan gambar.

Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara, teknik yang

digunakan dalam berkomunikasi dengan klien gangguan wicara adalah :

13

Page 14: Komunikasi Dalam Keperawatan Oleh Kelompok 5

a. Dengarkan dengan penuh perhatian, kessabaran, dan jagan

menginterupsi

b. Ajukan pertanyaan sederhana yang hanya membutuhkan jawaban

“ya” dan “tidak”.

c. Berikan waktu untuk terbentuknya pemahaman dan respon.

d. Gunakan petunjuk visual ( kata-kata, gambar, dan objek ) jika

mungkin.

e. Hanya ijinkan satu orang untuk berbicara pada satu waktu.

f. Jangan berteriak atau berbicara terlalu keras.

g. Beritahu klien jika anda tidak mengerti.

h. Bekerja sama dengan ahli terapi bicara jika dibutuhkan.

Dalam melakukan komunikasi dengan klien dengan gangguan wicara hal-hal berikut

perlu diperhatikan :

1. Perawat benar-benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir klien.

2. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali

kata- kata yang diucapkan klien.

3. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topik.

4. Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan pelan.

5. Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima

dengan baik.

6. Apabila perlu, gunakan bahasa tulisan dan simbol.

7. Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi lisan

dengan klien untuk menjadi mediator komunikasi.

Alat bantu yang digunakan untuk berkomunikasi dengan klien gangguan wicara :

1. Papan tulis dan spidol

2. Papan komunikasi dengan kata, huruf, atau gambar yang umum untuk

menunjukkan kebutuhan dasar

3. Alarm pemanggil

4. Bahasa isyarat

5. Penggunaan kedipan mata atau gerakan jari untuk respon sederhana ( “ya” dan

“tidak” )

14

Page 15: Komunikasi Dalam Keperawatan Oleh Kelompok 5

BAB III

KESIMPULAN

Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan

pengalaman perbaikan emosi bagi klien. Dalam hal ini perawat memakai dirinya secara

terapeutik dan memakai beberapa tehnik komunikasi agar perilaku klien berubah kearah yang

positif seoptimal mungkin.

Agar perawat dapat berperan efektif dan terapeutik ia harus menganalisa dirinya :

kesadaran diri, klarifikasi nilai, perasaan, kemampuan sebagai rool model. Seluruh perilaku

dan pesan yang disampaikan perawat verbal atau non verbal hendaknya bertujuan terapeutik

untulk klien.

Komunikasi pada klien kelompok khusus, memiliki teknik-teknik yang sedikit

berbeda, misalnya pada klien dengan gangguan penglihatan komunikasi sangat bergantung

pada pendengaran dan sentuhan. Oleh karena itu komunikasi yang di lakukan harus

mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat

mungkin harus digantikan oleh informasi yang dapat di transper melalui ondera yang lain.

Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering

digunakan ialah media visual. Klien menangkap pesan bukan dari suara yang dikeluarkan

orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi

sangat penting bagi klien ini sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap

dan gerakan anda dapat ditangkap oleh indra visualnya.

Berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara memerlukan kesabaran

supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar. Klien yang mengalami gangguan

wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat atau

menggunakan tulisan dan gambar

15

Page 16: Komunikasi Dalam Keperawatan Oleh Kelompok 5

DAFTAR PUSTAKA

Kariyoso, Pengantar Komunikasi Bagi Siswa Perawat. EGC ; Jakarta 1994

Purwanto, Heri, Komunikasi Untuk Perawat. EGC ; Jakarta 1994

Tamsuri, Anas. Ns. S. Kep, Komunikasi Dalam Keperawatan. EGC ; Jakarta 2006

16