Click here to load reader
Upload
karina-miswandhi
View
18
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari – hari kita tidak bisa lepas dari kegiatan komunikasi,
kenyataannya memang komunikasi secara mutlak merupakan bagian integral dari kehidupan
kita, tidak terkecuali kita yang berstatus sebagai perawat yang tugas sehari – harinya
berhubungan dengan klien, dengan keluarga klien, sesama teman, dengan atasan, dokter dan
sebagainya.
Komunikasi adalah saran yang efektif dalam memudahkan perawat melaksanakan
peran dan fungsinya dengan baik.
Komunikasi terapeutik dilakukan pada seluruh klien yang memerlukan bantuan di
bidang kesehatan, diantaranya adalah komunikasi terapeutik yang dilakukan pada pasien
dengan gangguan sensoris.
Gangguan sensoris pada klien atau individu di dalam masyarakat umumnya antara
lain disebabkan oleh gangguan anatomic organ, gangguan fisiologik organ, kematangan/
maturasi, degenerasi, kognitif persepsi.
Dalam berkomunikasi pada klien dengan kelompok khusus yang memiliki gangguan
sensoris seperti gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, dan gangguan bicara. Sering
kali perawat berhadapan dengan kesulitan-kesulitan, hal ini berkaitan dengan masalah yang
berbeda - beda pada setiap klien kelompok khusus oleh karena itu diperlukan keahlian dan
keterampilan khusus bagi perawat dalam berkomunikasi dengan klien tersebut
Oleh karena kesulitan – kesulitan tersebut diatas, maka kelompok tertarik untuk
membahas masalah komunikasi terapeutik pada kelompok khusus.
1
1.2 Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa/i dapat mengetahui tentang Komunikasi Terapeutik Pada
Kelompok Khusus.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa/i dapat memahami :
1. Definisi komunikasi terapeutik
2. Fase-fase dalam komunikasi terapeutik
3. Teknik-teknik komunikasi
4. Sikap komunikasi terapeutik
5. Faktor-faktor penghambat komunikasi
6. Teknik-teknik komunikasi pada klien dengan kelompok khusus
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah proses dimana perawat yang menggunakan pendekatan
terencana mempelajari klien. Proses memfokuskan pada klien namun direncenakan dan di
pimpin oleh seorang professional ( Keltner, Schwecke, dan Bostrom 1991 ).
Komunikasi terapeutik adalah hubungan perawat-klien yang harmonis sehingga
perawat dapat merubah prilaku klien untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (stuart
& sunden).
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama
antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha
mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan
yang dilakukan dalam perawatan. Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian
tingkah laku pasien dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi
pada tahap perawatan. Sedangkan pada tahap preventif kegunaannya adalah mencegah
adanya tindakan yang negative terhadap pertahanan diri pasien.
Tujuan komunikasi terapeutik adalah :
a. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran, serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal
yang diperlukan.
b. Mengurangi keraguan,pasien, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
c. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
3
2.2 Fase-fase dalam Komunikasi Terapeutik
Fase komunikasi terapeutik dalam hubungan perawat dengan pasien terdiri dari
beberapa yaitu :
a. Fase prainteraksi
Gali perasaan, fantasi dan rasa takut dalam diri sendiri
Analisis kekuatan dan keterbatasan professional diri sendiri
Kumpulkan data tentang pasien jika memungkinkan
Rencanakan untuk pertemuan pertama dengan pasien
b. Fase perkenalan / orientasi
Tetapkan alasan pasien untuk mencari bantuan
Bina rasa percaya
Gali pikiran, perasaan, dan tindakan – tindakan pasien
Identifikasi masalah pasien
Tetapkan tujuan dengan pasien
Rumuskan bersama kontrak yang bersifat saling menguntungkan
c. Fase kerja
Gali stressor yang relevan
Tingkatkan pengembangan penghayatan dan penggunaan mekanisme koping
pasien yang konstruktif
d. Fase terminasi
Bina realitas tentang perpisahan
Tinjau kemajuan terapi dan pencapaian tujuan - tujuan
Gali secara timbal balik perasaan penolakan
4
2.3 Teknik-teknik Komunikasi Terapeutik
Menurut Wilson, Kneils, Stuart & Sundeen teknik-teknik komunikasi terapeutik
dibagi dalam beberapa :
1. Mendengarkan
Perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang disampaikan
klien serta berupaya untuk memahami perasaan klien. Sikap yang dibutuhkan adalah
pandang klien saat sedang bicara, tidak menyilangkan kaki dan tangan, hindari
gerakan yang tidak perlu, condongkan tubuh kearah lawan bicara, anggukan kepala
jika klien membicarakan hal yang penting atau memerlukan umpan balik.
2. Menunujukkan penerimaan
Menerima tidak berarti menyetujui, menerima berarti bersedia mendengarkan orang
lain tanpa menunjukkan ketidak setujuan atau keraguan. Perawat harus waspada
terhadap ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menyatakan tidak setuju, seperti
mengerutkan kening, menggeleng, yang menyatakan tidak setuju. Sikap yang
dibutuhkan adalah mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan, umpan balik
memastikan isyarat non verbal, cocok dengan komunikasi verbal, menghindari
perdebatan.
3. Broad opening
Perawat memberi beberapa pertanyaan yang memungkinkan klien mengungkapkan
perasaannya.
4. Mengulang ( Restarting )
Melalui pengulangan kembali kata – kata klien, perawat memberi umpan balik bahwa
ia mengerti dan berharap komunikasi dilanjutkan.
5. Klarifikasi
Menjelaskan kembali ungkapan pikiran yang dikemukakan klien yang kurang jelas
bagi perawat agar tidak terjadi salah pengertian.
5
6. Mengarahkan pembicaraan
Perawat membantu klien untuk memfokuskan pembicaraan agar lebih spesifik atau
terarah. Tujuannya membatasi pembicaraannya. Hal yang perlu diperhatikan jangan
memutuskan pembicaraan. Teknik ini biasanya digunakann untuk mendapat data /
informasi tentang suatu masalah yang dialami pasien.
7. Membagi persepsi
Perawat mengungkapkan persepsinya tentang pasien dan meminta umpan balik dari
pasien.
8. Refleksi
Perawat mengulang kembali apa yang dibicarakan klien untuk menunjukkan kalau
perawat mendengar dan mengerti apa yang dibicarakan klien. Refleksi ini memberi
kesempatan kepada klien untuk memahami sikap dan perasaannya sendiri. Keraguan
– keraguan diungkapkan oleh orang lain dengnan caranya sendiri. Teknik ini
digunakan untuk mengungkapkan agar masalahnya menjadi lebih jelas.
9. Identifikasi Tema
Perawat mengidentifikasin informasi yang disampaikan klien selama percakapan di
ekspresikan ke dalam masalah klien dan bagaimana pemecahannya.
10. Diam ( Silence )
Diam akan memberi kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir
pikirannya. Penggunaan metoda ini memerlukan keterampilan dan ketepatan waktu
jika tidak akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam menggungkapkan klien
berkomunikasi dengan dirinya sendiri.
11. Memberi informasi
Perawat berupaya memberi fakta untuk meningkatkan pengetahuan klien.
6
12. Saran
Merupakan teknik komunikasi yang baik bila digunakan pada waktu yang tepat dan
konstruktif.
13. Memberikan penghargaan
Penghargaan janganlah sampai menjadi beban dalam arti jangan sampai klien
berupaya keras dan melakukan segala – galanya demi untuk mendapatkan persetujuan
atau pujian atas perbuatannya. Memberikan salam kepada klien dengan menyebutkan
namanya menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan
tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.
14. Memberi kesempatan untuk memulai pembicaraan
Memberi kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topic
pembicaraan untuk klien yang ragu – ragu dan tidak pasti tentang perasaannya. Dalam
interaksi ini perawat dapat menstimuluskan untuk mengambil inisiatif dan merasakan
bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.
15. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir seluruh
pembicaraan. Teknik ini juga mengindikasikan bahwa perawat mengikuti apa yang
sedang dibicarakan dan tertarik apa yang akan dibicarakan selanjutnya.
16. Meringkas
Meringkas dan pengulangan ide utama yang telah di komunikasikan secara singkat
metode ini bermanfaat untuk mengingat topic – topic yang telah dibahas sebelum
meneruskan pembicaraan selanjutnya.
7
2.4 Sikap dalam Komunikasi Terapeutik
Berikut ini adalah beberapa sikap komunikasi terapeutik yaitu :
a. Berhadapan
Arti dari posisi ini adalah “ saya siap untuk anda “
b. Mempertahankan kontak mata
Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan
keinginan untuk tetap berkomunikasi.
c. Membungkuk kearah klien
Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
d. Mempertahankan sikap terbuka
Tidak melipat kaki atau tangan, menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
e. Tetap rileks
Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam
memberi respon pada klien.
Dimbley dan Burton ( 1992 ) mengatakan bahwa bahasa tubuh mempunyai beberapa
unsur :
1. Gerak tubuh
2. Ekspresi wajah
3. Pandangan
4. Postur
5. Jarak tubuh dan kedekatan
6. Sentuhan
7. Pakaian
8
2.5 Faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik
1. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi. Kurang cakap berbicara ( terutama di
depan umum ), berbicara tersendat – sendat, menyebabkan pendengar menjadi jengkel
dan tidak sabar.
2. Sikap yang kurang tepat. Seorang dosen yang sedang mengajar di depan kelas, sambil
duduk diatas meja akan memberi kesan kurang baik bagi siswanya.
3. Kurang pengetahuan. Seorang yang kurang pengetahuannya jarang membaca atau
mendengarkan radio atau televisi. Akan mengalami kesulitan dalam mengikuti
pembicaraan orang lain.
4. Kurang memahami sistem social.
5. Prasangka yang tidak beralasan.
6. Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara komunikator dengan
reseptor berjauhan.
7. Tidak ada persamaan persepsi.
8. Indera yang rusak.
9. Berbicara yang berlebihan. Berbicara berlebihan sering kali akan mengakibatkan
penyimpangan dari pokok pembicaraan.
10. Mendominir pembicaraan.
9
2.6 Komunikasi Terapeutik pada Kelompok Khusus
( tuna netra, tuna rungu, dan tuna wicara )
1. Pasien dengan Gangguan Pengelihatan ( tuna netra )
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, misal :
conea, lensa mata, kekeruhan humor vitreus, maupun kerusakan cornea, serta
kerusakan saraf penghantar inpuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi antara
lain dialami klien dengan kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus
hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total.
Akibat kerusakan visual kemampuan menangkap rangsang ketika
berkomunikasi sangat bergantung pada pendengaran dan sentuhan. Oleh karena itu
komunikasi yang di lakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan
karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang
dapat di transper melalui indera yang lain. Sebagai contoh ketika melakukan orientasi
ruangan, klien harus mendapat keterangan yang memvisualisasi kondisi ruang rawat
secara lisan, misalnya dengan menerangkan letak meja dan kursi, menerangkan
berapa langkah posisi tempat tidur dari pintu, letak kamar mandi dan sebagainya.
Berikut adalah teknik – teknik yang perlu diperhatikan selama berkomunikasi
dengan klien yang mengalami gangguan penglihatan.
a. Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami kebutaan
parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran perawat ketika anda
berada di dekatnya.
b. Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama dan peran.
c. Berbicara dengan menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak
memungkinkannya menerima pesan nonverbal secara visual. Nada suara anda
memegang peranan besar dan bermakna bagi klien.
d. Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata – kata sebelum
melakukan sentuhan pada klien.
e. Orientasikan klien pada suara – suara yang terdengar di sekitarnya.
f. Orientasikan klien pada lingkungannya bila klien dipindah ke lingkungan yang
asing baginya.
10
Syarat-Syarat Komunikasi Pada Klien Dengan Gangguan Penglihatan
Dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien dengan gangguan sensori
penglihatan, perawat dituntut untuk menjadi komunikator yang baik sehingga terjalin
hubungan terapeutik yang efektif antara perawat dan klien, untuk itu syarat yang
harus dimiliki oleh perawat dalam berkomunikasi dengan pasien dengan
gangguan sensori penglihatan adalah :
1. Adanya kesiapan artinya pesan atau informasi, cara penyampaian, dan
saluarannya harus dipersiapkan terlebih dahulu secara matang.
2. Kesungguhan artinya apapun ujud dari pesan atau informasi tersebut tetap
harus disampaikan secara sungguh-sungguh atau serius.
3. Ketulusan artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada
indiviu lain pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang
disampaikan itu merupakan sesuatu yang baik dan memang perlu serta
berguna untuk sipasien.
4. Kepercayaan diri artinya jika perawat mempunyai kepercayaan diri maka hal
ini akan sangat berpengaruh pada cara penyampaiannya kepada pasien.
5. Ketenangan artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang akan disampaikan,
perawat harus bersifat tenang, tidak emosi maupun memancing emosi pasien,
karena dengan adanya ketenangan maka informasi akan lebih jelas baik dan
lancar.
6. Keramahan artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari
kegiatan komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat
akan menimbulkan perasaan tenang, senang dan aman bagi penerima.
7. Kesederhanaan artinya di dalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat
sederhana baik bahasa, pengungkapan dan penyampaiannya. Meskipun
informasi itu panjang dan rumit akan tetapi kalau diberikan secara sederhana,
berurutan dan jelas maka akan memberikan kejelasan informasi dengan baik.
Hal-Hal yang perlu Diperhatikan Dalam Komunikasi Pada Klien Gangguan
Penglihatan
1. Dalam berkomunikasi pertimbangkan isi dan nada suara
2. Periksa lingkungan fisik
3. Perlu adanya ide yang jelas sebelum berkomunikasi
4. Komunikasikan pesan secara singkat
11
5. Komunikasikan hal-hal yang berharga saja.
6. Dalam merencanakan komunikas, berkosultasilah dengan pihak lain agar
memperoleh dukungan.
2. Pasien dengan Gangguan Pendengaran ( tuna rungu )
Gangguan pendengaran dapat terjadi berupa penurunan pendengaran hingga
tuli. Bentuk tuli yang selama ini dikenal ialah tuli perspektif dan tuli konduktif. Tuli
perspektif adalah tuli yang terjadi akibat kerusakan system saraf, sedangkan tuli
konduktif terjadi akibat kerusakan struktur penghantar rangsang suara.
Pada umumnya klasifikasi anak tunarungu dibagi atas dua golongan atau kelompok
besar yaitu tuli dan kurang dengar.
1. Tuli
Orang tuli adalah seseorang yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar
sehingga membuat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik itu memakai
atau tidak memakai alat dengar .
2. Kurang dengar
Kurang dengar adalah seseorang yang mengalami kehilangan sebagian
kemampuan mendengar, akan tetapi ia masih mempunyai sisa pendengaran dan
pemakaian alat bantu dengar memungkinkan keberhasilan serta membantu proses
informasi bahasa melalui pendengaran.
Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering
digunakan ialah media visual. Klien menangkap pesan bukan dari suara yang
dikeluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya.
Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien ini sehingga dalam melakukan
komunikasi, upayakan supaya sikap dan gerakan anda dapat ditangkap oleh indra
visualnya.
Berikut adalah teknik – teknik komunikasi yang dapat digunakan klien dengan
gangguan pendengaran :
a. Orientasikan kehadiran diri anda dengan cara menyentuh klien atau memposisikan
diri di depan klien.
b. Usahakan menggunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan
untuk memudahkan klien membaca gerak bibir anda.
12
c. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan klien dan pertahankan sikap
tubuh dan mimic wajah yang lazim.
d. Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah sesuatu ( misalnya
makanan atau permen karet ).
e. Gunakan bahasa pantomin bila memungkinkan dengan gerakan sederhana dan
perlahan.
f. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan diperlukan.
g. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan pesan
dalam bentuk tulisan atau gambar ( symbol ).
Hal-Hal yang perlu Diperhatikan Dalam Komunikasi Pada Klien Gangguan
Pendengaran.
1. Penekanan intonasi dan gerak bibir
2. Menurunkan jarak.
3. Gunakan isyarat kata-kata atau bahasa yang berbentuk tindakan.
4. Pengulangan kata.
5. Menyentuh klien.
6. Menjaga kontak mata.
7. Jangan melakukan pembicaraan ketika sedang mengunyah.
8. Gunakan bahasa pantomin bila memungkinkan dengan gerak sederhana dan
perlahan.
9. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari jika bisa dan diperlukan
10. Jika ada sesuatu yang sulit dikomunikasikan coba sampaikan dalam bentuk
tulisan, gambar atau simbol.
11. Gunakan bahasa, kalimat, kata-kata yang sederhana.
3. Pasien dengan Gangguan Bicara/Bisu ( tuna wicara )
Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual, kerusakan pita
suara, ataupun gangguan persyarafan. Berkomunikasi dengan klien dengan gangguan
wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan
benar. Klien yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan gambar.
Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara, teknik yang
digunakan dalam berkomunikasi dengan klien gangguan wicara adalah :
13
a. Dengarkan dengan penuh perhatian, kessabaran, dan jagan
menginterupsi
b. Ajukan pertanyaan sederhana yang hanya membutuhkan jawaban
“ya” dan “tidak”.
c. Berikan waktu untuk terbentuknya pemahaman dan respon.
d. Gunakan petunjuk visual ( kata-kata, gambar, dan objek ) jika
mungkin.
e. Hanya ijinkan satu orang untuk berbicara pada satu waktu.
f. Jangan berteriak atau berbicara terlalu keras.
g. Beritahu klien jika anda tidak mengerti.
h. Bekerja sama dengan ahli terapi bicara jika dibutuhkan.
Dalam melakukan komunikasi dengan klien dengan gangguan wicara hal-hal berikut
perlu diperhatikan :
1. Perawat benar-benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir klien.
2. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali
kata- kata yang diucapkan klien.
3. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topik.
4. Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan pelan.
5. Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima
dengan baik.
6. Apabila perlu, gunakan bahasa tulisan dan simbol.
7. Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi lisan
dengan klien untuk menjadi mediator komunikasi.
Alat bantu yang digunakan untuk berkomunikasi dengan klien gangguan wicara :
1. Papan tulis dan spidol
2. Papan komunikasi dengan kata, huruf, atau gambar yang umum untuk
menunjukkan kebutuhan dasar
3. Alarm pemanggil
4. Bahasa isyarat
5. Penggunaan kedipan mata atau gerakan jari untuk respon sederhana ( “ya” dan
“tidak” )
14
BAB III
KESIMPULAN
Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan
pengalaman perbaikan emosi bagi klien. Dalam hal ini perawat memakai dirinya secara
terapeutik dan memakai beberapa tehnik komunikasi agar perilaku klien berubah kearah yang
positif seoptimal mungkin.
Agar perawat dapat berperan efektif dan terapeutik ia harus menganalisa dirinya :
kesadaran diri, klarifikasi nilai, perasaan, kemampuan sebagai rool model. Seluruh perilaku
dan pesan yang disampaikan perawat verbal atau non verbal hendaknya bertujuan terapeutik
untulk klien.
Komunikasi pada klien kelompok khusus, memiliki teknik-teknik yang sedikit
berbeda, misalnya pada klien dengan gangguan penglihatan komunikasi sangat bergantung
pada pendengaran dan sentuhan. Oleh karena itu komunikasi yang di lakukan harus
mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat
mungkin harus digantikan oleh informasi yang dapat di transper melalui ondera yang lain.
Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering
digunakan ialah media visual. Klien menangkap pesan bukan dari suara yang dikeluarkan
orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi
sangat penting bagi klien ini sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap
dan gerakan anda dapat ditangkap oleh indra visualnya.
Berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara memerlukan kesabaran
supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar. Klien yang mengalami gangguan
wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat atau
menggunakan tulisan dan gambar
15
DAFTAR PUSTAKA
Kariyoso, Pengantar Komunikasi Bagi Siswa Perawat. EGC ; Jakarta 1994
Purwanto, Heri, Komunikasi Untuk Perawat. EGC ; Jakarta 1994
Tamsuri, Anas. Ns. S. Kep, Komunikasi Dalam Keperawatan. EGC ; Jakarta 2006
16