26
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Diare adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,2009). 2.1.2 Etiologi 1. Faktor Infeksi a. Infeksi internal, yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare.

komunitas diare

  • Upload
    neni

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

komunitas diare

Citation preview

BAB IIPEMBAHASAN2.1 Landasan Teori2.1.1 DefinisiDiareadalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen(Whaley & Wongs,2009).

2.1.2 Etiologi

1. Faktor Infeksia. Infeksi internal, yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare.

b. Infeksi bakteri :Vibrio coma, Echeseria coli, Salmonella, Shigella, Compilobacter, Yersenia dan Acromonas.c. Infeksi virus :Entero virus (Virus echo, Coxechasi dan Poliomyelitis), Adeno virus, Rota virus dan Astrovirus.

d. Infeksi parasit : Cacing, protozoa dan jamur.

e. Infeksi parenteral, yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti otitis media akut, tonsilopharingitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak dibawah 2 tahun.

2. Faktor Malabsorbsia. Malabsorbsi karbohidrat

b. Malabsorbsi lemak.

c. Malabsorbsi protein

3. Faktor makanan

Makanan yang ada telah basi, beracun atau adanya alergi terhadap makanan

4. Faktor psikologis

Adanya rasa takut dan cemas

2.1.3 Klasifikasi

Klasifikasi diare menurut WHO tahun 2005

1. Diare cair akut :

a. Diare lebih dari 3 kali sehari berlangsung kurang dari 14 hari.

b. Tidak mengandung darah.

2. Kolera :

a. Diare air cucian beras yang sering dan banyak dan cepat menimbulkan dehidrasi berat, atau

b. Diare dengan dehidrasi berat selama terjadi KLB kolera, atau

c. Diare dengan hasil kultur tinja positif untuk V. Cholerae 01atau 0139

3. Disentri : diare berdarah

4. Diare persisten : diare berlangsung selama 14 hari atau lebih

5. Diare dengan gizi buruk : Diare jenis apapun yang disertai tanda gizi buruk.

6. Diare terkait antibiotik : Mendapat pengobatan antibiotik oral spektrum luas

7. Invaginasi :

a. Dominan darah dan lendir dalam tinja.

b. Massa intra abdomen

c. Tangisan keras dan kepucatan pada bayi.

2.1.4 Manifestasi Klinis

Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi makin tampak. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun membesar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang, dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik. (Mansjoer, 2009)

Penentuan Derajat Dehidrasi WHO

NoTanda dan gejalaDehidrasi RinganDehidrasi sedangDehidrasi Berat

1Keadaan

UmumSadar,

gelisah, hausGelisah,

mengantukMengantuk, lemas,

anggota gerak dingin,

berkeringat, kebiruan,

mungkin koma, tidak sadar

2Denyut

nadiNormal

kurang dari

120/menitCepat dan

lemah 120-

140/menitCepat, haus, kadangkadang

tak teraba,

kurang dari 140/menit

3PernapasanNormalDalam, mungkin cepatDalam dan cepat

4Ubun ubun besarNormalCekungSangat cekung

2.1.5 Komplikasi

Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti:1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik).2. Renjatan hipovolemik3. Hypokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan pada elektrokardiogram). 4. Hipoglikemia. 5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena kerusakan vili mukosa usus halus. 6. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik. 7. Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah penderita juga mengalami kelaparan.

2.1.6 Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan diare menurut RI antara lain dengan rehidrasi, nutrisi, medikamentosa :1. Rehidrasi

Diare cair membutuhkan pengganti cairan dan elektrolit tanpa melihat etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah yang telah hilang melalui diare dan atau muntah, ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin, pernafasan, dan ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung. Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat masing-masing anak atau golongan umur,

2. Nutrisi. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindari efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada anak dengan diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta memperhatikan faktor yang mempengaruhi gizi anak, maka diperlukan persyaratan diet sebagai berikut yakni pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24 jam pertama, makanan cukup energy dan protein, makanan tidak merangsang, makanan diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna, makanan diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering. Pemberian ASI diutamakan pada bayi, pemberian cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan, pemberian vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup,

3. Medikamentosa. Antobiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin, obat-obat anti diare meliputi antimotilitas seperti loperamid, difenoksilat, kodein, opium, adsorben seperti norit, kaolin, attapulgit, anti muntah termasuk prometazin dan kloropomazin. Berdasarkan derajat dehidrasi maka terapi pada penderita diare dibagi menjadi tiga yaitu rencana pengobatan A, B, dan C yang diuraikan sebagai berikut:

a. Rencana pengobatan A

Rencana pengobatan A digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi, meneruskan terapi diare dirumah, memberikan terapi awal bila anak terkena diare lagi. Cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti oralit, makanan cair, air matang. Gunakanlah larutan untuk anak seperti dijelaskan dalam tabel berikut:

Kebutuhan Oralit Per Kelompok Umur Umur

(Tahun)3 jam pertama atau tidak haus atau sampai tidak gelisah lagiSelanjutnya tiap kali mencret

< 11 gelas gelas

1-53 gelas1 gelas

>56 gelas4 gelas

b. Rencana pengobatan B Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan dan sedang dengan cara 3 jam pertama diberikan 75ml/kg BB, berat badan anak tidak diketahui, berikan oralit paling sedikit sesuai tabel berikut:

Jumlah Oralit yang diberikan pada 3 jam pertama umur5 tahun

Jumlah oralit3006001200

Berikan anak yang menginginkan lebih banyak oralit, dorong juga ibu untuk meneruskan ASI. Bayi kurang dari 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, berikan juga 100-200ml air masak. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih rencana A, B, dan C untuk melanjutkan.c. Rencana pengobatan CRencana pengobatan C digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat berat. Pertama-tama berikan cairan intravena, nilai setelah 3 jam. Jika keadaan anak sudah cukup baik maka berikan oralit. Setelah 1-3 jam berikutnya nilai ulang anak dan pilihlah rencana pengobatan yang sesuai.2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium dari diare adalah: 1. Pemeriksaan tinja 2. Makroskopis dan mikroskopis3. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula. 4. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.5. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah menurut ASTRUP (bila memungkinkan).6. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal. 7. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).8. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasite secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

2.1.8 Cara Penularan

Menurut junadi, purnawan dkk, (2002), bahwa penularan penyakit diare pada balita biasanya melalui jalur fecal oral terutama karena:

1. Menelan makanan yang terkontaminasi (makanan sapihan dan air).

2. Beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan kuman perut :

a. Tidak memadainya penyediaan air bersih,

b. kekurangan sarana kebersihan dan pencemaran air oleh tinja,

c. penyiapan dan penyimpanan makanan tidak secara semestinya.

Cara penularan penyakit diare adalah Air (water borne disease), makanan (food borne disease), dan susu (milk borne disease). Menurut Budiarto (2002) bahwa secara umum faktor resiko diare pada dewasa yang sangat berpengaruh terjadinya penyakit diare yaitu faktor lingkungan (tersedianya air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah, pembuangan air limbah), perilaku hidup bersih dan sehat, kekebalan tubuh, infeksi saluran pencernaan, alergi, malabsorbsi, keracunan, imunodefisiensi, serta sebab-sebab lain. Sedangkan menurut Sutono (2008) bahwa pada balita faktor resiko terjadinya diare selain faktor intrinsic dan ekstrinsik juga sangat dipengaruhi oleh perilaku ibu dan pengasuh balita karena balita masih belum bisa menjaga dirinya sendiri dan sangat bergantung pada lingkungannya. Dengan demikian apabila ibu balita atau ibu pengasuh balita tidak bisa mengasuh balita dengan baik dan sehat maka kejadian diare pada balita tidak dapat dihindari. Diakui bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya diare tidak berdiri sendiri, tetapi sangat kompleks dan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan satu sama lain, misalnya faktor gizi, sanitasi lingkungan, keadaan social ekonomi, keadaan social budaya, serta faktor lainnya. Untuk terjadinya diare sangat dipengaruhi oleh kerentanan tubuh, pemaparan terhadap air yang tercemar, system pencernaan serta faktor infeksi itu sendiri. Kerentanan tubuh sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, status gizi, perumahan padat dan kemiskinan.

1. Memberantas sumber penularan penyakit, baik dengan mengobati penderita maupun carrier atau dengan meniadakan reservoir penyakit,

2. Mencegah terjadinya penyebaran kuman, baik ditempat umum maupun dilingkungan rumah,

3. Meningkatkan taraf hidup rakyat, sehingga dapat memperbaiki dan memelihara kesehatan,

4. Terhadap faktor lingkungan, mengubah atau mempengaruhi faktor lingkungan hidup sehingga faktorfaktor yang tidak baik dapat diawasi sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kesehatan manusia.

2.1.9 Pencegahan Diare

Pengobatan diare dengan upaya rehidrasi oral, angka kesakitan bayi dan anak balita yang disebabkan diare makin lama makin menurun. Menurut Suharti (2007), bahwa kesakitan diare masih tetap tinggi ialah sekitar 400 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu jalan pintas yang sangat ampuh untuk menurunkan angka kesakitan suatu penyakit infeksi baik oleh virus maupun bakteri. Untuk dapat membuat vaksin secara baik, efisien, dan efektif diperlukan pengetahuan mengenai mekanisme kekebalan tubuh pada umumnya terutama kekebalan saluran pencernaan makanan.

1. Pemberian ASI ASI adalah makanan paling baik untuk bayi, komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan, tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. Menurut Supariasa dkk (2002), bahwa ASI adalah makanan bayi yang paling alamiah, sesuai dengan kebutuhan gizi bayi dan mempunyai nilai proteksi yang tidak bisa ditiru oleh pabrik susu manapun. Tetapi pada pertengahan abad ke-18 berbagai pernyataan penggunaan air susu binatang belum mengalami berbagai modifikasi. Pada permulaan abad ke-20 sudah dimulai produksi secara masal susu kaleng yang berasal dari air susu sapi sebagai pengganti ASI. ASI steril berbeda dengan sumber susu lain, susu formula, atau cairan lain disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan ini disebut disusui secara penuh. Menurut Sulastri (2009), bahwa bayi-bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 4-6 bulan, setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih). ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibody dan zat-zat lain yang dikandungnya, ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4x lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol.

2. Makanan pendamping ASI Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Menurut Supariasa dkk (2002) bahwa pda masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan. Untuk itu menurut Shulman dkk (2004) bahwa ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan pendamping ASI yang lebih baik, yaitu:a. perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari), setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4 - 6x sehari, teruskan pemberian ASI bila mungkin. b. Tambahkan minyak, lemak, gula, kedalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk energy. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacangkacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau kedalam makanannya.

c. Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak, suapi anak dengan sendok yang bersih.

d. Masak atau rebus makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.

3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) bahwa untuk melakukan pola perilaku hidup bersih dan sehat dilakukan beberapa penilaian antara lain adalah:a. Penimbangan balita. Apabila ada balita pertanyaannya adalah apakah sudah ditimbang secara teratur keposyandu minimal 8 kali setahun,

b. Gizi, anggota keluarga makan dengan gizi seimbang,

c. Air bersih, keluarga menggunakan air bersih (PAM, sumur) untuk keperluan sehari-hari,

d. Jamban keluarga, keluarga buang air besar dijamban/WC yang memenuhi syarat kesehatan,

e. Air yang diminum dimasak terlebih dahulu,

f. Mandi menggunakan sabun mandi,

g. Selalu cuci tangan sebelum makan dengan menggunakan sabun,

h. Pencucian peralatan menggunakan sabun,

i. Limbah,

j. Terhadap faktor bibit penyakit 2.2 Epidemiologi Diare

2.2.1 Penyebab diare berdasarkan epidemiologi

Penyebab diare ditinjau dari host, agent dan environment, yang diuraikan sebagai berikut:

1. Host

Menurut Widjaja (2004), bahwa host yaitu diare lebih banyak terjadi pada balita, dimana daya tahan tubuh yang lemah/menurun system pencernaan dalam hal ini adalah lambung tidak dapat menghancurkan makanan dengan baik dan kuman tidak dapat dilumpuhkan dan betah tinggal di dalam lambung, sehingga mudah bagi kuman untuk menginfeksi saluran pencernaan. Jika terjadi hal demikian, akan timbul berbagai macam penyakit termasuk diare.2. Agent

Agent merupakan penyebab terjadinya diare, sangatlah jelas yang disebabkan oleh faktor infeksi karena faktor kuman, malabsorbsi dan faktor makanan. Aspek yang paling banyak terjadi diare pada balita yaitu infeksi kuman e.colli, salmonella, vibrio chorela (kolera) dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebih dan patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika kondisi lemah) pseudomonas. (Widjaja, 2004).

3. Environment

Faktor lingkungan sangat menentukan dalam hubungan interaksi antara penjamu (host) dengan faktor agent. Lingkungan dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu lingkungan biologis (flora dan fauna disekitar manusia) yang bersifat biotik: mikroorganisme penyebab penyakit, reservoir penyakit infeksi (binatang, tumbuhan), vector pembawa penyakit, tumbuhan dan binatang pembawa sumber bahan makanan, obat, dan lainnya. Dan juga lingkungan fisik, yang bersifat abiotic: yaitu udara, keadaan tanah, geografi, air dan zat kimia. Keadaaan lingkungan yang sehat dapat ditunjang oleh sanitasi lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan dan kebiasaan masyarakat untuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pencemaran lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan agent yang berdampak pada host (penjamu) sehingga mudah untuk timbul berbagai macam penyakit, termasuk diare.2.2.2 Gambaran Epidemiologi

Kejadian diare di negara berkembang antara 3,5- 7 episode setiap anak pertahun dalam dua tahun pertama dan 2-5 episode pertahun dalam 5 tahun pertama kehidupan. Departemen kesehatan RI dalam surveinya tahun 2000 mendapatkan angka kesakitan diare sebesar 301/ 1000 penduduk, berarti meningkat dibanding survei tahun 1996 sebesar 280/ 1000 penduduk, diare masih merupakan penyebab kematian utama bayi dan balita dan penyebab nomor 3 kunjungan ke Puskesmas.

Tabel Cakupan Penderita Diare Dalam Lima Tahun TerakhirTahunJumlah Penderita Yang Dilaporkan

20004.771.340 penderita

20012.873.414 penderita

20021.788.492 penderita

20031.950.745 penderita

2004596.050 penderita

Tabel : insiden diare dan diare balita, serta period prevalence diare menurut provinsi, Indonesia 2013PropinsiInsiden DiareInsiden

balita Diare Period

DiarePrevalence

DD/GDD/GDD/G

Aceh4,15,09,010,27,49,3

Sumatera Utara2,1 3,3 4,9 6,7 4,3 6,7

Sumatera Barat 2,3 3,1 5,6 7,1 4,8 6,6

Riau 1,6 2,3 4,1 5,2 3,5 5,4

Jambi 1,4 1,9 3,5 4,1 3,5 4,8

Sumatera Selatan 1,3 2,0 3,9 4,8 2,9 4,5

Bengkulu 1,6 2,0 5,3 6,3 3,8 5,2

Lampung 1,3 1,6 3,5 3,9 2,9 3,7

Bangka Belitung 1,2 1,9 3,5 3,9 2,1 3,4

Kepulauan Riau 1,1 1,7 3,0 3,7 2,3 3,5

DKI Jakarta 2,5 4,3 6,7 8,9 5,0 8,6

Jawa Barat 2,5 3,9 6,1 7,9 4,9 7,5

Jawa Tengah 2,3 3,3 5,4 6,5 4,7 6,7

DI Yogyakarta 1,7 3,1 3,9 5,0 3,8 6,6

Jawa Timur 2,3 3,8 5,1 6,6 4,7 7,4

Banten 2,4 3,5 6,3 8,0 4,3 6,4

Bali 1,9 2,8 4,0 5,0 3,6 5,5

Nusa Tenggara Barat 2,6 4,1 5,3 6,6 5,3 8,5

Nusa Tenggara Timur 2,6 4,3 4,6 6,7 6,3 10,9

Kalimantan Barat 1,3 1,9 3,5 4,4 2,8 3,9

Kalimantan Tengah 1,8 2,6 4,4 5,5 3,7 5,4

Kalimantan Selatan 1,7 3,3 3,9 5,6 3,2 6,3

Kalimantan Timur 1,5 2,4 2,6 3,3 3,4 5,3

Sulawesi Utara 1,8 3,0 2,9 4,2 4,1 6,6

Sulawesi Tengah 2,2 4,4 3,8 6,8 4,5 8,8

Sulawesi Selatan 2,8 5,2 5,3 8,1 5,6 10,2

Sulawesi Tenggara 2,0 3,4 3,9 5,9 4,1 7,3

Gorontalo 2,1 3,6 4,5 5,9 4,3 7,1

Sulawesi Barat 2,5 4,7 4,5 7,2 5,3 10,1

Sulawesi Barat 2,5 4,7 4,5 7,2 5,3 10,1

Maluku 1,8 2,9 4,6 6,6 3,7 6,0

Maluku Utara 0,9 1,8 2,5 4,6 2,6 4,7

Papua Barat 1,7 2,2 5,1 5,6 3,9 5,2

Papua 4,1 6,3 6,8 9,6 8,7 14,7

Indonesia 0,3 1,2 2,2 3,5 5,2 6,7

Tabel : insiden diare dan diare balita, serta period prevalence diare menurut karakteristik, Indonesia 2013KarakteristikInsiden DiareInsiden BalitaDiarePeriode

DiarePrevalence

DD/GDD/GDD/G

Kelompok umur (tahun)

< 1 5,5 7,0 8,6 11,2

1-4 5,1 6,7 9,2 12,2

5-14 2,0 3,0 4,1 6,2

15-24 1,7 3,2 3,5 6,3

25-34 1,9 3,1 3,8 6,4

35-44 1,9 3,2 4,2 6,7

45-54 2,2 3,6 4,5 7,3

55-64 1,9 3,2 4,3 6,8

65-74 2,3 3,4 4,7 7,0

75 2,7 3,7 5,1 7,4

Kelompok umur balita (bulan)

0-11 5,5 7,0

12-23 7,6 9,7

24-35 5,8 7,4

36-47 4,3 5,6

48-59 3,0 4,2

Jenis Kelamin

Laki-laki 2,2 3,4 5,5 7,1 4,5 7,0

Perempuan 2,3 3,6 4,9 6,3 4,5 7,1

Pendidikan

Tidak sekolah 2,5 3,8 5,2 8,0

Tidak tamat SD/MI 2,1 3,3 4,4 6,9

Tamat SD/MI 2,1 3,3 4,3 6,8

Tamat SMP/MTS 1,7 3,0 3,7 6,3

Tamat SMA/MA 1,6 2,8 3,5 5,8

Tamat D1-D3/PT 1,4 2,5 3,2 5,3

Pekerjaan

Tidak bekerja 2,0 3,2 4,0 6,5

Pegawai 1,6 2,7 3,6 5,7

Wiraswasta 1,9 3,1 3,8 6,3

Petani/Nelayan/Buruh 2,0 3,3 4,4 7,1

Lainnya 1,9 3,3 4,3 7,1

Tempat Tinggal

Perkotaan 2,1 3,5 5,0 6,6 4,3 6,8

Perdesaan 2,3 3,5 5,3 6,9 4,8 7,3

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 2,9 4,5 6,2 8,6 5,7 9,3

Menengah Bawah 2,4 3,6 5,4 6,9 4,8 7,3

Menengah 2,2 3,5 5,4 7,2 4,5 6,9

Menengah Atas 2,1 3,3 4,9 6,2 4,3 6,7

Teratas1,8 2,8 4,3 5,3 3,7 5,7

Lima provinsi dengan insiden dan period prevalen diare tertinggi adalah Papua (6,3% dan 14,7%), Sulawesi Selatan (5,2% dan 10,2%), Aceh (5,0% dan 9,3%), Sulawesi Barat (4,7% dan 10,1%), dan Sulawesi Tengah (4,4% dan 8,8%) .

Berdasarkan karakteristik penduduk, kelompok umur balita adalah kelompok yang paling tinggi menderita diare. Berdasarkan kuintil indeks kepemilikan, semakin rendah kuintil indeks kepemilikan, maka semakin tinggi proporsi diare pada penduduk. Petani/nelayan/buruh mempunyai proporsi tertinggi untuk kelompok pekerjaan (7,1%), sedangkan jenis kelamin dan tempat tinggal menunjukkan proporsi yang tidak jauh berbeda .