konci.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/18/2019 konci.pdf

    1/87

    PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAHDAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN

    ANGGARAN BELANJA MODAL

    Studi Kasus Pada Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Barat

    SKRIPSI

    Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Salah Satu Syarat DalamMenempuh Ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi

    pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama

    Disusun oleh :

    NAMA : FITRIA MEGAWATI SULARNONPM : 0109U287

    FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIDYATAMA

    Terakreditasi (Accredited)SK. Ketua Badan Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT)

    Nomor: 014/BAN-PT/AK-XII/S1/VI/2009Tanggal 12 Juni 2009

    BANDUNG2013

  • 8/18/2019 konci.pdf

    2/87

    ABSTRAK

    Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana AlokasiUmum Terhadap Pengalokasian Belanja Modal

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pertumbuhan Ekonomi,Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh secarasignifikan terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat.

    Metode penelitian yang digunakan merupakan metode deskriptif denganmenggunakan data sekunder yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik Jawa Barat.Metode pengumpulan data yang digunakan adalah Dokumentasi dan StudiKepustakaan dengan pendekatan kuantitatif. Analisis dalam penelitian inimenggunakan analisis regresi linier berganda. Setelah data dikumpulkan, datadianalisis menggunakan program SPSS untuk menguji Pertumbuhan Ekonomi,Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh secarasignifikan terhadap Belanja Modal baik secara parsial dengan uji T dan simultandengan uji F. Alat analisis yang digunakan yaitu menggunakan perangkat SPSS(Statistic Product and Service Solution) Versi 19.0.

    Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel PDRB memiliki thitung sebesar 6,045 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, dimana nilai sigdibawah 0,05, sehingga variabel PDRB berpengaruh secara parsial terhadap BelanjaModal dan memiliki koefisien positif sebesar 2,963. Variabel PAD memiliki t hitungsebesar 2,996 dengan nilai signifikansi sebesar 0,003, dimana nilai sig dibawah 0,05,sehingga variabel PAD berpengaruh secara parsial terhadap Belanja Modal danmemiliki koefisien positif sebesar 0,399. Variabel DAU memiliki t hitung sebesar

    1,936 dengan nilai signifikansi sebesar 0,055, dimana nilai sig diatas 0,05, sehinggavariabel DAU tidak berpengaruh secara parsial terhadap Belanja Modal dan memilikikoefisien positif sebesar 0,057.

    Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan juga PDRB, PAD dan DAUdiperoleh nilai F hitung sebesar 75,169 dengan tingkat signifikansi 0,000, jauh lebihkecil dari 0,05. Dengan kata lain, PDRB, PAD dan DAU secara simultan berpengaruhterhadap pengalokasian Belanja Modal.

    Kata Kunci : Belanja Modal, Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah(PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU).

  • 8/18/2019 konci.pdf

    3/87

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Penelitian

    Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU 22/1999 (direvisi

    menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintahan Daerah memisahkan dengan tegas antara

    fungsi Pemerintahan Daerah (Eksekutif) dengan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat

    Daerah (Legislatif). Berdasarkan pembedaan fungsi tersebut, menunjukkan bahwa

    antara legislatif dan eksekutif terjadi hubungan keagenan (Halim, 2001; Halim

    &Abdullah, 2006). Pada pemerintahan, peraturan perundang-undangan secara

    implisit merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif, dan publik.

    Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang dilaksanakan

    secara efektif mulai tanggal 1 Januari 2002, merupakan kebijakan yang dipandang

    sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi pemerintahan yang

    sesungguhnya. Seperti dikemukakan oleh Menteri Keuangan Budiono (Sidik, et al

    2002), tujuan otonomi adalah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan

    kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan,dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.

    Adapun yang mendorong diberlakukannya otonomi daerah adalah dikarenakan tidak

    meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga menyebabkan

    ketimpangan antara pemerintah pusat dan daerah.

    Dengan ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999, pemerintah di daerah

    mendapat kewenangan ”riil” yang lebih besar dalam mengatur dirinya sendiri. Hal inimenimbulkan peningkatan tanggungjawab penyelenggaraan pemerintahan

    (penyediaan barang publik dan pembangunan ekonomi) di tingkat daerah yang sangat

    besar, khususnya pada bidang pendidikan yang merupakan unsur esensial dalam

    pembangunan daerah dan telah menjadi salah satu bagian utama kebutuhan

    penduduk. Namun, kemampuan daerah untuk mempertahankan dan meningkatkan

  • 8/18/2019 konci.pdf

    4/87

    penyelenggaraan pendidikan tersebut dapat dikatakan sangat terbatas, mengingat

    peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih rendah dalam penerimaan APBD

    daerah kota/kabupaten dan kesiapan sumber daya manusia (SDM) serta kemampuan

    manajemen sektor pendidikan di tingkat daerah masih sangat terbatas.

    Fenomena yang ada bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi pada

    Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal sangat kecil, sedangkan pada Dana

    Alokasi Umum terjadi peningkatan yang besar. Hal ini mengakibatkan tidak ada

    peranan atas Pendapatan Asli Daerah terhadap kegiatan daerah yang mana seharusnya

    PAD menjadi sumber utama untuk membiayai kegiatan daerah, sehingga DAU

    menjadi sumber utama untuk membiayai kegiatan daerah.Pelaksanaan otonomi daerah yang menitikberatkan pada daerah kabupaten

    dan kota ditandai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan dari Pemerintah

    pusat ke Pemerintah daerah yang bersangkutan. Hal tersebut menegaskan bahwa

    Pemda memiliki kewenangan untuk menentukan alokasi sumberdaya yang dimiliki

    untuk belanja-belanja daerah dengan menganut asas kepatuhan, kebutuhan, dan

    kemampuan daerah yang tercantum dalam anggaran daerah.

    Anggaran sektor publik berisi rencana kegiatan yang dipresentasikan dalam

    bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan

    Pemda yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemda dan DPRD, dan ditetapkan

    dengan peraturan daerah. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah yang

    merupakan pedoman bagi Pemda dalam memberikan pelayanan kepada publik dalam

    masa satu tahun anggaran. APBD terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan

    pembiayaan daerah.

    Pemerintah daerah dapat terselanggara karena adanya dukungan berbagai

    faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya roda organisasi

    pemerintahan dalam rangka pencapaian tujuan. Faktor keuangan merupakan faktor

    utama yang merupakan sumber daya finansial bagi pembiayaan penyelenggaraan roda

    pemerintah daerah. Keuangan daerah adalah keseluruhan tatanan, perangkat,

  • 8/18/2019 konci.pdf

    5/87

    kelembagaan, dan kebijakan penganggaran yang meliputi pendapatan dan belanja

    daerah. Sumber-sumber penerimaan daerah terdiri atas sisa lebih perhitungan

    anggaran tahun lalu, Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagi hasil pajak dan bukan

    pajak, sumbangan dan bantuan, serta penerimaan pembangunan.

    Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam

    pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk provinsi maupun

    kabupaten dan kota. Proses penyusunan anggaran pasca UU 22/1999 (dan UU

    32/2004) melibatkan dua pihak: eksekutif dan legislatif, masing-masing melalui

    sebuah tim atau panitia anggaran. Adapun eksekutif sebagai pelaksanaoperasionalisasi daerah berkewajiban membuat draft/rancangan APBD, yang hanya

    bisa diimplementasikan kalau sudah disahkan oleh DPRD dalam proses ratifikasi

    anggaran.

    Penyusunan APBD diawali dengan membuat kesepakatan antara eksekutif

    dan legislatif tentang Kebijakan Umum APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran yang

    akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan anggaran

    belanja. Eksekutif membuat rancangan APBD sesuai dengan Kebijakan Umum

    APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran yang kemudian diserahkan kepada legislatif

    untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai Peraturan

    Daerah (Perda). Dalam perspektif keagenan, hal ini merupakan bentuk kontrak

    (incomplete contract ), yang menjadi alat bagi legislatif untuk mengawasi pelaksanaan

    anggaran oleh eksekutif.

    Berlakunya Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan

    Keuangan Pusat dan Daerah, membawa perubahan mendasar pada sistem dan

    mekanisme pengelolaan pemerintahan daerah. UU ini menegaskan bahwa untuk

    pelaksanaan kewenangan Pemda (Pemerintah Daerah), Pempus (Pemerintah Pusat)

    akan mentransferkan dana perimbangan kepada Pemda. Dana Perimbangan tersebut

    terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan bagian

    daerah dari bagi hasil pajak pusat. Disamping itu, Pemerintah Daerah juga memiliki

  • 8/18/2019 konci.pdf

    6/87

    sumber pendanaan sendiri berupa PAD, pinjaman daerah, maupun lain-lain

    penerimaan daerah yang sah. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan

    kepada Pemda (Prakosa, 2004).

    Namun, pada praktiknya, transfer dari Pempus merupakan sumber pendanaan

    utama Pemda untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari, yang oleh Pemda

    “dilaporkan” di perhitungan APBD. Tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi(kalau tidak mungkin menghilangkan) kesenjangan fiskal antar pemerintah dan

    menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri

    (Simanjuntak dalam Sidik et al, 2002).

    Adanya transfer dana ini bagi Pemda merupakan sumber pendanaan dalammelaksanakan kewenangannya, sedangkan kekurangan pendanaan diharapkan dapat

    digali melalui sumber pendanaan sendiri yaitu PAD. Namun kenyatannya, transfer

    dari pemerintah pusat merupakan sumber dana utama pemerintah daerah untuk

    membiayai operasi utamanya sehari-hari atau belanja daerah, yang oleh pemerintah

    daerah dilaporkan diperhitungkan dalam APBD. Harapan pemerintah pusat dana

    transfer tersebut dapat digunakan secara efektif dan efisien oleh pemerintah daerah

    untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

    Lingkup anggaran menjadi relevan dan penting di lingkungan pemerintah

    daerah. Hal ini terkait dengan dampak anggaran terhadap kinerja pemerintah,

    sehubungan dengan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada

    masyarakat. Selanjutnya, DPRD akan mengawasi kinerja pemerintah melalui

    anggaran. Bentuk pengawasan ini sesuai dengan agency theory yang mana

    pemerintah daerah sebagai agen dan DPRD sebagai prinsipal. Hal ini menyebabkan

    penelitian di bidang anggaran pada pemerintah daerah menjadi relevan dan penting.

    Anggaran sektor publik pemerintah daerah dalam APBD sebenarnya

    merupakan output pengalokasian sumberdaya. Adapun pengalokasian sumberdaya

    merupakan permasalahan dasar dalam penganggaran sektor publik (Key 1940 dalam

    Fozzard, 2001). Keterbatasan sumberdaya sebagai pangkal masalah utama dalam

    pengalokasian anggaran sektor publik dapat diatasi dengan pendekatan ilmu ekonomi

  • 8/18/2019 konci.pdf

    7/87

    melalui berbagai teori tentang teknik dan prinsip seperti yang dikenal dalam public

    expenditure management (Fozzard, 2001). Tuntutan untuk mengubah struktur

    belanja menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami

    kapasitas fiskal rendah (Halim, 2001).

    Pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan

    pemerintah daerah setempat dalam rangka meningkatkan tingkat kepercayaan publik.

    Pergesaran ini ditujukan untuk peningkatan investasi modal dalam bentuk aset tetap,

    yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Semakin tinggi

    tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik,

    karena aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah.

    Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja

    modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini

    didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran

    pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Oleh karena itu,

    dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah seharusnya

    mengubah komposisi belanjanya. Selama ini belanja daerah lebih banyak digunakan

    untuk belanja rutin yang relatif kurang produktif. Saragih (2003) menyatakan bahwa

    pemanfaatan belanja hendaknya dialokasikan untuk hal-hal produktif, misal untuk

    melakukan aktivitas pembangunan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Stine (1994)

    menyatakan bahwa penerimaan pemerintah hendaknya lebih banyak untuk program-

    program layanan publik. Kedua pendapat ini menyiratkan pentingnya mengaloksikan

    belanja untuk berbagai kepentingan publik.

    Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti mengambil judul “Pengaruh

    Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD),Dan Dana Alokasi

    Umum (DAU) terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (Studi Kasus

    Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat)”.

  • 8/18/2019 konci.pdf

    8/87

    1.2 Identifikasi Masalah

    Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai

    berikut:

    1. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap anggaran belanja modal.

    2. Apakah pendapatan asli daerah (PAD) berpengaruh terhadap anggaran belanja

    modal.

    3. Apakah dana alokasi umum (DAU) berpengaruh terhadap anggaran belanja

    modal.

    1.3 Maksud dan Tujuan PenelitianMaksud dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk memperoleh pemahaman

    yang lebih mendalam tentang Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana

    Alokasi Umum dan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.

    Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris pada: pertama,

    pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap anggaran belanja modal. Kedua, pengaruh

    pendapatan asli daerah (PAD) terhadap anggaran belanja modal. Ketiga, pengaruh

    dana alokasi umum (DAU) terhadap anggaran Belanja Modal.

    1.4 Kegunaan Penelitian

    Dari hasil penelitian ini penulis mengharapkan dapat memberikan manfaat

    sebagai berikut :

    1. Bagi penulis

    Sebagai pembelajaran awal dalam melakukan penelitian, juga menambah

    pengetahuan dan pemahaman tentang pertumbuhan ekonomi serta hubungankeuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah beserta

    pengelolaan keuangan daerah, dan kaitannya dengan pembangunan daerah

    otonom sesuai dengan tujuan awal konsep desentralisasi dan sebagai salah

  • 8/18/2019 konci.pdf

    9/87

    satu syarat dalam menempuh ujian Sarjana Ekonomi pada program studi

    Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama.

    2. Bagi pemerintah pusat dan daerah

    Diharapan penelitian ini memberikan masukan mengenai pengembangan atas

    peningkatan PAD, sehingga di masa mendatang daerah otonom dapat

    mengembangkan dan membangun daerahnya dengan sumber pendanaan dan

    hasil kekayaan daerah masing-masing. Diharapkan konsep desentralisasi

    sesungguhnya dapat terwujudsecepatnya. Pemerintah daerah tidak

    menggantungkan diri kepada pemerintah pusat terus menerus paling tidakdapat di minimalisirkan sehingga semakin mandiri.

    3. Bagi peneliti lain

    Hail penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi, bahan

    rujukan dan referensi bagi pengembangan dan pengkajian konsep tentang

    bagaimana pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU dan PAD terhadap

    Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Penelitian ini juga bermanfaat untuk

    kemungkinan penelitian topik-topik yang berkaitan, baik yang bersifat

    lanjutan, melengkapi, maupun menyempurnakan.

    1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dimana

    data diperoleh dari dokumen Laporan Realisasi APBD yang diperoleh dari situs

    Dirjrn Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah : (www.djpk.depkeu.go.id). Waktu

    penelitian dimulai pada bulan Desember 2012 sampai dengan Januari 2013.

  • 8/18/2019 konci.pdf

    10/87

    BAB IITINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian

    2.1.1 Akuntansi Pemerintahan

    Menurut Indra Bastian (2001) Akuntansi Pemerintahan merupakan

    mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana

    masyarakat di lembaga-lembaga tinggi Negara dan departemen-departemendibawahnya, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha

    Milik Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat dan yayasan social, maupun pada

    proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta. Sedangkan Kustadi Arinta

    (1996) menyebutkan bahwa Akuntansi Pemerintahan adalah aplikasi akuntansi

    dibidang keuangan Negara (public finance). Dalam hal ini khususnya tahapan

    pelaksanaan anggaran (budget execution) termasuk segala pengaruh yang

    ditimbulkannya, baik yang bersifat seketika maupun yang lebih permanen pada

    semua tingkatan dan unit pemerintahan.

    2.1.1.1 Ruang Lingkup Akuntansi Pemerintahan

    Secara teoritis, akuntansi sektor publik merupakan bidang akuntansi yang

    mempunyai ruang lingkup lembaga-lembaga tinggi Negara dan departemen-

    departemen dibawahnya seperti pemerintah daerah, yayasan, partai politik, perguruan

    tinggi dan organisasi-organisasi non profit.

    Menurut Bastian (2003) dari berbagai diskusi yang telah dilakukan, didapat:

    1) Organisasi sektor publik dapat dibatasi dengan organisasi-organisasi yang

    menggunakan dana masyarakat, sehingga perlu melakukan pertanggungjawaban

  • 8/18/2019 konci.pdf

    11/87

    kepada masyarakat, di Indonesia akuntansi pemerintahan mancakup beberapa

    bidang utama yakni:

    (1) Akuntansi pemerintah pusat

    (2) Akuntansi pemerintah daerah

    (3) Akuntansi Parpol dan LSM

    (4) Akuntansi yayasan

    (5) Akuntansi pendidikan dan kesehatan (puskesmas, rumah sakit dan

    sekolah)

    (6) Akuntansi tempat peribadatan (Mesjid, Gereja, Wihara, Kuil)

    2) Aktifitas yang mendekatkan diri ke pasar tidak pernah ditujukan untukmemindahkan organisasi sektor publik ke swasta.

    2.1.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada hakikatnya merupakan

    salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan

    pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah. APBD ditetapkan dengan

    Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari

    tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

    Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan

    keuangan daerah menyatakan bahwa:

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBDadalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dandisetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkandengan Peraturan daerah.

    Menurut Saragih (2003) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

    (APBD) dijelaskan bahwa:

  • 8/18/2019 konci.pdf

    12/87

    “Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatugambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam

    meningkatkan potensi perekonomian daerah.”

    Menurut Halim (2004) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

    (APBD) yaitu :

    “Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu anggarandaerah yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut: rencana kegiatan suatudaerah beserta uraiannya secara rinci, adanya sumber penerimaan yangmerupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubung denganaktifitas-aktifitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batasmaksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan, jenis kegiatandan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka, periode anggaran, yaitu biasanya satu tahun.”

    Dari beberapa kutipan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan

    pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan

    Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) serta ditetapkan dengan Peraturan

    Daerah. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 menyatakan bahwa

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun berdasarkan pendekatan

    kinerja, yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil

    kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau output yang ditetapkan.

    Selanjutnya dikatakan bahwa Pemerintah Daerah bersama-sama DPRD menyusun

    Arah dan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang

    memuat petunjuk dan ketentuan umum yang disepakati sebagai pedoman dalam

    penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD harus

    memuat sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja, standar pelayanan yang

    diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan, serta

    bagian pendapatan APBD yang digunakan untuk membiayai belanja administrasi

    umum, belanja operasi dan pemeliharaan dan Belanja Modal.

  • 8/18/2019 konci.pdf

    13/87

    2.1.2.1 Struktur APBD

    Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja

    daerah (APBD) merupakan satu kesatuan yang terdiri atas tiga bagian, yaitu

    pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayan daerah.

    “Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1)dikelompokkan atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanja menurut kelompok belanja terdiridari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pembiayaan daerah terdiridari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan

    pembiayaan mencakup sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaransebelumnya (SiLPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaandaerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali

    pemberian pinjaman, dan penerimaan piutang daerah. Pengeluaran pembiayaan mencakup pembentukan dana cadangan, penyertaan modal(investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok utang dan pemberian pinjaman daerah.”

    Sedangkan menurut Halim (2004) terkait dengan struktur Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Modal yaitu:

    “Pendapatan dibagi menjadi 3 kategori yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD),Dana Perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanjadigolongkan menjadi 4 yakni belanja aparatur daerah, belanja pelayanan

    publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan dan belanja tak tersangka.Belanja aparatur daerah diklasifikasi menjadi 3 kategori yaitu belanjaadministrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan dan belanjamodal/pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi 3yakni belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan dan

    belanja modal. Pembiayaan dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan yaitu: sumber penerimaan daerah dan sumber pengeluaran

    daerah. Sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah adalah : sisa lebihanggaran tahun lalu, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan assetdaerah yang dipisahkan dan transfer dari dana cadangan. Sumber

    pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas: pembayaran utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dana cadangandan sisa lebih anggaran tahun sekarang.”

  • 8/18/2019 konci.pdf

    14/87

    Dari kedua kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa struktur Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Modal terdiri atas tiga bagian, yaitu:

    1) Anggaran pendapatan yang terdiri atas:

    a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi

    daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain.

    b. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil (DBH),

    Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

    c. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.

    2) Anggaran Belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan

    tugas pemerintahan di daerah.

    3) Pembiayaan yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali

    dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran

    yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

    2.1.2.2 Fungsi APBD

    Fungsi APBD pada dasarnya sama dengan fungsi APBN. Dalam artikel yang

    peneliti baca ( http://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran Pendapatan Belanja Daerah )

    disebutkan bahwa fungsi APBD terdiri dari:

    “1) Fungsi otorisasi 2) Fungsi perencanaan3) Fungsi pengawasan4) Fungsi alokasi5) Fungsi distribusi6) Fungsi stabilitas” Penjelasan dari fungsi APBD di atas adalah sebagai berikut:

    1) Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk

    merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa

    dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk

    dilaksanakan.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran%20Pendapatan%20Belanja%20Daerahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran%20Pendapatan%20Belanja%20Daerahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran%20Pendapatan%20Belanja%20Daerahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran%20Pendapatan%20Belanja%20Daerah

  • 8/18/2019 konci.pdf

    15/87

    2) Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi

    pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang

    bersangkutan.

    3) Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah

    menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan

    penyelenggaraan pemerintah daerah.

    4) Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus

    diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran,

    dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas

    perekonomian daerah.5) Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam

    penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan.

    6) Fungsi stabilitas memiliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat

    untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental

    perekonomian daerah.

    2.1.3 Pertumbuhan Ekonomi

    Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan pertumbuhan perekonomian

    suatu Negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama

    periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan

    kapasitas pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi

    keberhasilan pembangunan ekonomi. Menurut Boediono (1985) pertumbuhan

    ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita. Perekonomian dikatakan

    mengalami pertumbuhan apabila tingkat kegiatan ekonomi meningkat dari satu periode berikutnya, berarti jumlah barang dan jasa yang dihasilkan bertambah besar

    pada tahun berikutnya yang berarti bahwa produktivitas dari faktor-faktor yang

    dimasukkan dalam produksi menyebabkan pertumbuhan ekonomi meningkat.

  • 8/18/2019 konci.pdf

    16/87

    Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ciri pokok dalam proses

    pembangunan, hal ini diperlukan berhubungan dengan kenyataan adanya

    pertambahan penduduk. Bertambahnya penduduk dengan sendirinya menambah

    kebutuhannya akan pandang, sandang, pemukiman, pendidikan dan pelayanan

    kesehatan.

    Infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak pada

    pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai, maka masyarakat

    dapat melakukan aktivitas sehari-harinya secara aman dan nyaman, yang akan

    berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat. Dengan adanya

    infrastruktur yang memadai, akan menarik investor untuk membuka usaha di daerahtersebut.

    Pertumbuhan ekonomi sering diukur dengan menggunakan Pertumbuhan

    Produk Domestik Bruto (PDB/PDRB). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

    pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit

    usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir

    yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

    Penyajian angka-angka dalam PDRB dibedakan menjadi dua, yaitu PDRB

    atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah dari barang dan jasa yang

    dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku pada tahun bejalan setiap tahun,

    sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa

    yang dihitung dengan memakai harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai

    tahun dasar. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat

    pergeseran dan struktur ekonomi, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan

    digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.

    Dari artikel yang peneliti baca

    ( http://infostatntb.wordpress.com/pengertian-pdrb-2/metode-perhitungan-pdrb/ )

    terdapat tiga pendekatan umum yang dapat digunakan untuk menghitung angka-

    angka PDRB, yaitu:

    http://infostatntb.wordpress.com/pengertian-pdrb-2/metode-perhitungan-pdrb/http://infostatntb.wordpress.com/pengertian-pdrb-2/metode-perhitungan-pdrb/http://infostatntb.wordpress.com/pengertian-pdrb-2/metode-perhitungan-pdrb/http://infostatntb.wordpress.com/pengertian-pdrb-2/metode-perhitungan-pdrb/

  • 8/18/2019 konci.pdf

    17/87

    “1) Pendekatan Produksi 2) Pendekatan Pendapatan

    3) Pendekatan Pengeluaran” Penjelasan dari ketiga pendekatan umum diatas adalah sebagai berikut:

    1) Pendekatan produksi adalah menghitung nilai tambah dari

    barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan cara

    mengurangi output dari masing-masing sektor atau sub sektor dengan biaya

    antaranya. Pendekatan ini bisa juga disebut pendekatan nilai tambah. Nilai

    tambah merupakan nilai yang ditambahkan pada barang dan jasa yang dihasilkan

    oleh unit produksi dalam proses produksi dari input antara yang dikeluarkanuntuk menghasilkan barang dan jasa tersebut. Nilai yang ditambahkan ini sama

    dengan balas jasa faktor produksi atas ikut sertanya dalam proses produksi.

    2) Pendekatan pendapatan adalah nilai tambah dari setiap

    kegiatan ekonomi dihitung dengan jalan menjumlahkan semua balas jasa faktor

    produksi yaitu upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung

    neto. Untuk sektor pemerintahan dan usaha-usaha yang sifatnya tidak mencari

    untung, surplus usaha tidak diperhitungkan. Yang termasuk dalam surplus usaha

    adalah bunga, sewa tanah dan keuntungan. Metode pendekatan pendapatan ini

    banyak dipakai pada sektor yang produksinya berupa jasa seperti sektor

    pemerintahan.

    3) Pendekatan pengeluaran bertitik tolak pada pengguna akhir

    barang dan jasa di wilayah domestik. Jadi Produk Domestik Regional dihitung

    dengan cara menghitung berbagai komponen pengeluaran akhir yang membentuk

    Produk Domestik Regional Bruto tersebut. Secara umum pendekatan

    pengeluaran dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

    a) Melalui pendekatan penawaran yang terdiri dari metode arus

    barang dan metode penjualan eceran.

    b) Metode pendekatan permintaan yang terdiri dari pendekatan

    survei pendapatan dan pengeluaran rumah tangga, metode data anggaran

  • 8/18/2019 konci.pdf

    18/87

    belanja, metode balance sheet dan metode statistic perdagangan luar negeri.

    Pada prinsipnya cara ini dimaksudkan untuk memperkirakan komponen-

    komponen permintaan akhir seperti konsumsi rumah tangga, konsumsi

    lembaga swasta nirlaba, konsumsi pemerintah, pembentukan modal bruto

    dan perdagangan antar wilayah (termasuk ekspor dan impor).

    Pertumbuhan ekonomi yang dinyatakan dengan kenaikan output (Produk

    Domestik Bruto) dan pendapatan riil per kapita memang bukanlah satu-satunya

    sasaran di Negara-negara berkembang, namun kebijakan ekonomi dalam

    meningkatkan pertumbuhan output perlu dilakukan karena merupakan syarat penting

    untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat dan untuk mendukung tujuan kebijakan

    pembangunan lainnya.

    2.1.3.1 Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan belanja Modal

    Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh

    positif pada pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2004). Syarat fundamental untuk

    pertumbuhan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang

    dengan pertambahan penduduk. Bertambahnya infrastruktur dan perbaikannya oleh

    pemerintah daerah diharapkan akan memacu pertumbuhan aekonomi daerah.

    2.1.4 Alokasi Anggaran Belanja Daerah

    Menurut Peraturan Pemerintahan No. 58 Tahun 2005, Belanja daerah adalah

    kewajiban Pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan bersih.

    Selanjutnya, dalam operasionalisasinya pada Anggaran Pendapatan dan Belanja

    Daerah (APBD), sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.25 Tahun 2009, belanja daerah merupakan bagian dari pengeluaran daerah,

    disamping pengeluaran pembiayaan daerah yang disusun dengan pendekatan prestasi

    kerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan agar

    pemerintah daerah berupaya menetapkan target capaian baik dalam konteks daerah,

  • 8/18/2019 konci.pdf

    19/87

    satuan kerja dan kegiatan sejalan dengan urusan yang menjadi kewenangannya.

    Dalam hal ini, belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang

    dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh

    kelompok masyarakat, khususnya dalam pemberian pelayanan umum.

    Klasifikasi Belanja daerah berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi dua

    yaitu Belanja Operasi dan Belanja Modal. Belanja Operasi merupakan belanja yang

    memberikan manfaat atau akan terpakai habis dalam menjalankan kegiatan

    operasional pemerintahan selama tahun berjalan. Sedangkan Belanja Modal adalah

    belanja yang memberikan manfaat lebih dari 1 tahun dan nilainya material.Penentuan

    tingkat materialitas belanja perlu dituangkan dalam Peraturan Kepala daerah. Berikut jenis-jenis belanja diantaranya:

    1) Belanja Operasi

    Belanja Operasi terdiri dari:

    (1) Belanja Pegawai

    (2) Belanja Barang

    (3) Belanja Bunga

    (4) Belanja Subsidi

    (5) Belanja Hibah

    (6) Belanja Bantuan Sosial

    (7) Belanja Bantuan Keuangan

    2) Belanja Modal

    (1) Belanja Tanah

    (2) Belanja Peralatan dan Mesin

    (3) Belanja Gedung dan Bangunan

    (4) Belanja jalan, Irigasi dan Jaringan

    (5) Belanja Aset Tetap Lainnya

    3) Belanja Tak terduga

  • 8/18/2019 konci.pdf

    20/87

    2.1.5 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

    Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 33

    Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka

    18 bahwa:

    “Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yangdiperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan

    peraturan perundang- undangan.” Menurut Halim (2004) tentang pengertian Pendapatan Asli daerah (PAD)

    yaitu:

    “Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkanmenjadi empat jenis pendapatan, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil

    perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yangdipisahkan, lain- lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.”

    Sedangkan menurut Mardiasmo (2002) tentang pengertian Pendapatan Asli

    Daerah (PAD) yaitu:

    “Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh darisektor pajak daerah, retribusi daerah hasil perusahaan milik daerah, hasil

    pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan AsliDaerah yang sah. Sebagaimana disebutkan bahwa Pendapatan Asli daerahmerupakan penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah,maka diharapkan tiap-tiap pemerintah daerah dapat membangun infrastrukturekonomi baik di daerahnya masing-masing guna meningkatkan pendapatannya.”

    Dari beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Asli

    Daerah (PAD) merupakan pendapatan yang diperoleh dari penerimaan daerah yang

    berasal dari sumber ekonomi asli daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah

    sesuai dengan peraturan-peraturan. Adapun kelompok Pendapatan Asli Daerah yang

    dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, diantaranya:

  • 8/18/2019 konci.pdf

    21/87

    1) Pajak Daerah

    Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

    dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah:

    “Iuran yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalanlangsung yang seimbang dan dapat dipaksakan berdasarkan peraturan

    Perundang- Undangan yang berlaku.” Menurut H. Mohammad Zain (2010) mengemukakan bahwa pajak daerah

    adalah:

    “Kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau

    badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidakmendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluanDaerah bagi sebesar-besarnya kemak muran rakyat.”

    Pajak tersebut digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah

    daerah. Jenis-jenis pajak daerah adalah:

    (1) Pajak Hotel

    Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan yang

    khusus disediakan bagi orang yang menginap/istirahat, memperoleh pelayanan

    dan/atau fasilitas lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang

    sama, kecuali untuk perkotaan atau perkantoran.

    (2) Pajak Restoran dan Rumah Makan

    Pajak restoran dan rumah makan adalah pajak atas pelayanan restoran. Restoran

    atau rumah makan adalah tempat menyantap makanan dan/atau minuman yang

    disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk jasa boga atau catering.

    (3) Pajak Hiburan

    Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan ketangkasan dan/atau keramaian dengan nama dan

    bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut

    bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga.

  • 8/18/2019 konci.pdf

    22/87

    (4) Pajak Reklame

    Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggara reklame.Reklame adalah benda,

    alat, pembuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk

    tujuan komersial.

    (5) Pajak Penerangan Jalan

    Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan

    ketentuan bahwa diwilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan yang

    dibayarkan oleh pemerintah daerah.

    (6) Pajak Bahan Galian Golongan C

    Pajak pengambilan bahan galian golongan c adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan c sesuai dengan peraturan Perundang-

    Undangan yang berlaku. Bahan galian golongan c terdiri dari asbes, batu tulis,

    batu setengah permata, batu kapur, batu apung, gips, pasir, phospat, tanah liat

    dan lain-lain.

    (7) Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Pemukiman

    Pajak yang dikenakan terhadap pengambilan dan pemanfaatan air, baik air bawah

    tanah maupun air permukaan untuk digunakan orang pribadi atau badan kecuali

    untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat.

    2) Retribusi Daerah

    Sumber pendapatan lain yang dapat dikategorikan dalam pendapatan asli

    daerah adalah retribusi daerah. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai

    pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau

    diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (UU

    No. 28 Tahun 2009).

    Retribusi daerah dapat dibagi dalam beberapa kelompok yakni retribusi jasa

    umum, retribusi jasa usaha, retribusi perizinan. Yang mana dapat diuraikan sebagai

    berikut:

  • 8/18/2019 konci.pdf

    23/87

    (1) Retribusi jasa umum, adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan

    oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta

    dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

    (2) Retribusi jasa usaha, adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah

    daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula

    disediakan oleh sektor swasta.

    (3) Retribusi perizinan tertentu, adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah

    daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang

    dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan ataskegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana,

    sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga

    kelestarian lingkungan.

    3) Pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan

    Salah satu penyebab diberlakukannya otonomi daerah adalah tingginya

    campur tangan pemerintah pusat dalam pengelolaan roda pemerintahan daerah.

    Termasuk didalamnya adalah pengelolaan kekayaan daerah berupa sumber daya

    alam, sumber daya manusia dan sektor industry. Dengan adanya otonomi daerah

    maka inilah saatnya bagi daerah untuk mengelola kekayaan daerahnya seoptimal

    mungkin guna meningkatkan pendapatan asli daerah. Undang-undang mengizinkan

    pemerintah daerah untuk mendirikan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), BUMD

    ini bersama sektor swasta atau Asosiasi Pengusaha Daerah diharapkan dapat

    memberikan kontribusi bagi daerah sehingga dapat menunjang kemandirian daerah

    dalam pembangunan perekonomian daerah.

  • 8/18/2019 konci.pdf

    24/87

    4) Lain-lain Pendapatan yang Sah

    Lain-lain pendapatan yang sah yang dapat digunakan untuk membiayai

    belanja daerah dapat diupayakan oleh daerah dengan cara-cara yang wajar dan tidak

    menyalahi peraturan yang berlaku. Alternatif untuk memperoleh pendapatan ini bisa

    dilakukan dengan melakukan pinjaman kepada pemerintah pusat, pinjaman kepada

    pemerintah daerah lain, pinjaman kepada lembaga keuangan dan non keuangan,

    pinjaman kepada masyarakat, dan juga bias dengan menerbitkan obligasi daerah.

    2.1.5.1 Hubungan Antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Belanja

    Modal

    Daerah yang ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai akan

    berpengaruh pada tingkat produktivitas masyarakatnya dan akan menarik investor

    untuk menanamkan modalnya pada daerah tersebut yang pada akhirnya akan

    menambah pendapatan asli daerah. Peningkatan PAD diharapkan mampu

    memberikan efek yang signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal

    oleh pemerintah.

    Peningkatan invesatasi modal (belanja modal) diharapkan mampu

    meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan

    tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari

    adanya peningkatan PAD. Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas sektor

    publik akan berujung pada peningkatan pendapatan daerah. Pelaksanaan

    desentralisasi membuat pembangunan menjadi prioritas utama pemerintah daerah

    untuk menunjang peningkatan PAD.

    2.1.6 Dana Alokasi Umum (DAU)

    Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang dana

    perimbangan atau Dana Alokasi Umum, bahwa:

  • 8/18/2019 konci.pdf

    25/87

    “Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yangdialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk

    membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisai.”

    Implikasinya, DAU dialokasikan kepada setiap daerah dalam rangka

    menjalankan kewenangan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik

    kepada masyarakat. DAU yang merupakan transfer pemerintah pusat kepada daerah

    bersifat “block grant”, yang berarti daerah diberi keleluasaan dalam penggunaannya

    sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah dengan tujuan untuk menyeimbangkan

    kemampuan keuangan antar daerah.

    Kebijakan DAU merupakan instrumen penyeimbang fiskal antar daerah,

    sebab tidak semua daerah mempunyai struktur dan kemampuan fiskal yang

    sama (horizontal fiscal imbalance). DAU sebagai bagian dari kebijakan transfer fiskal

    dari pusat ke daerah (intergovernmental transfer) berfungsi sebagai faktor

    pemerataan fiskal antara daerah-daerah serta memperkecil kesenjangan kemampuan

    fiskal atau keuangan antar daerah (Saragih, 2003).

    Bagi daerah yang relatif minim Sumber Daya Alam (SDA), DAU

    merupakan sumber pendapatan penting guna mendukung operasional pemerintah

    sehari-hari serta sebagai sumber pembiayaan pembangunan (Saragih, 2003 ). Tujuan

    DAU di samping untuk mendukung sumber penerimaan daerah juga sebagai

    pemerataan (equalization) kemampuan keuangan pemerintah daerah (Saragih, 2003).

    2.1.6.1 Tahapan Perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU)

    1) Tahapan AkademisKonsep awal penyusunan kebijakan atas implementasi formula DAU

    dilakukak oleh Tim Independen dari berbagai universitas dengan tujuan untuk

    memperoleh kebijakan perhitungan DAU yang sesuai dengan ketentuan undang-

    undang dan karakteristik otonomi daerah di Indonesia.

  • 8/18/2019 konci.pdf

    26/87

    2) Tahapan Administratif

    Tahapan ini Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Perimbangan

    Keuangan melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk penyiapan data dasar

    perhitungan DAU termasuk didalamnya kegiatan konsolidasi dan verifikasi data

    untuk mendapatkan validitas dan kemutakhiran data yang akan digunakan.

    3) Tahapan Teknis

    Merupakan tahapan pembuatan simulasi penghitungan DAU yang akan

    dikonsultasikan Pemerintah kepada DPR RI dan dilakukan berdasarkan formula DAU

    sebagaimana diamanatkan Undang-Undang dengan menggunakan data yang tersedia

    serta memperhatikan hasil rekomendasi pihak akademis.4) Tahapan Politis

    Merupakan tahapan akhir, pembahasan perhitungan dan alokasi DAU antara

    Pemerintah dengan Panitia kerja Belanja Daerah Panitia Anggaran DPR RI untuk

    konsultasi dan mendapatkan persetujuan hasil perhitungan DAU.

    2.1.6.2 Hubungan Antara Dana Alokasi Umum dengan Belanja Modal

    Pemerintah pusat mengharapkan dengan adanya desentralisasi fiskal

    pemerintah daerah lebih mengoptimalkan kemampuannya dalam mengelola sumber

    daya yang dimiliki sehingga tidak hanya mengandalkan DAU. Dengan adanya

    transfer DAU dari Pemerintah Pusat maka daerah bisa lebih fokus untuk

    menggunakan PAD yang dimilikinya untuk membiayai belanja modal yang

    menunjang tujuan pemerintah yaitu meningkatkan pelayanan publik.

    2.1.7 Belanja Modal

    Menurut Halim (2004) tentang pengertian Belanja Modal, yaitu:“Belanja Modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnyamelebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaandaerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti

    biaya pemeliharaan pa da Kelompok Belanja Administrasi Umum.”

  • 8/18/2019 konci.pdf

    27/87

    Berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal

    53 ayat (1):

    “Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 huruf c digunakanuntuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau

    pembangunan asset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih daridua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, sepertidalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan,irigasi dan jaringan dan asset tetap lainnya.”

    Dari kedua kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa Belanja Modal

    dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah asset

    tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi,termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya

    mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas

    asset.

    Berdasarkan Keputusan Menteri dalam Negeri nomor 29 Tahun 2002,

    belanja modal dibagi menjadi:

    “1) Belanja Publik, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secaralangsung oleh masyarakat umum.

    2) Belanja Aparatur, yaitu belanja yang manfaatnya tidak secara langsungdinikmati oleh masyarakat, tetapi dirasakan secara langsung oleh aparatur.”

    Dari artikel yang penelitian baca

    ( http://www.ksap.org/Riset&Artikel/Art16.pdf ) Belanja Modal dapat dikategorikan

    dalam 5 kategori utama:

    “1) Belanja Modal Tanah2) Belanja Modal Peralatan dan Mesin3) Belanja Modal Gedung dan Bangunan4) Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

    5) Belanja Modal Fisik Lainnya”

    http://www.ksap.org/Riset&Artikel/Art16.pdfhttp://www.ksap.org/Riset&Artikel/Art16.pdfhttp://www.ksap.org/Riset&Artikel/Art16.pdfhttp://www.ksap.org/Riset&Artikel/Art16.pdf

  • 8/18/2019 konci.pdf

    28/87

    Penjelasan dari 5 kategori Belanja Modal diatas adalah sebagai berikut:

    1) Belanja Modal Tanah

    Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk

    pengadaan, pembelian, pembebasan penyelesaian untuk balik nama dan sewa,

    pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat dan

    pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai

    tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

    2) Belanja Modal Peralatan dan Mesin

    Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan

    untuk pengadaan, penambahan, penggantian dan peningkatan kapasitas peralatandan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari dua belas

    bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

    3) Belanja Modal Gedung dan Bangunan

    Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan

    untuk pengadaan, penambahan, penggantian dan termasuk pengeluaran untuk

    perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan

    yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi

    siap pakai.

    4) Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

    Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang

    digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan

    pembangunan, pembuatan serta perawatan dan termasuk pengeluarn untuk

    perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan, irigasi dan jaringan yang

    menambah kapasitas sampai jalan, irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi

    siap pakai.

    2) Belanja Modal Fisik Lainnya

    Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk

    pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan

    serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam

  • 8/18/2019 konci.pdf

    29/87

    kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan

    jalan, irigasi dan jaringan termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal

    kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan

    barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku dan jurnal ilmiah.

    Berikut ini adalah table komponen biaya yang termasuk dalam belanja

    modal:

    Table 2.1Jenis Belanja Modal dan Komponen-Komponennya

    Jenis Belanja Modal Komponen Biaya yang Dimungkinkan di dalamBelanja Modal

    Belanja Modal Tanah 1) Belanja Modal Pembebasan Tanah2) Belanja Modal Pembayaran Honor Tim Tanah3) Belanja Modal Pembuatan Sertifikat Tanah4) Belanja Modal Pengurugan dan Pematangan Tanah5) Belanja Modal Biaya Pengukuran Tanah6) Belanja Modal Perjalanan Pengadaan Tanah

    Belanja Modal Gedungdan Bangunan

    1) Belanja Modal Bahan Baku Gedung dan Bangunan2) Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor

    Pengelola Teknis Gedung dan Bangunan3) Belanja Modal Sewa Peralatan Gedung dan

    Bangunan4) Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan

    Gedung dan Bangunan5) Belanja Modal Perizinan Gedung dan Bangunan6) Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran

    Bangunan Lama Gedung dan Bangunan7) Belanja Modal Honor Perjalanan Gedung dan

    BangunanBelanja Modal Peralatandan Mesin

    1) Belanja Modal Bahan Baku Peralatan dan Mesin2) Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor

    Pengelola Teknis Peralatan dan Mesin3) Belanja Modal Sewa Peralatan dan Mesin4) Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan

    Peralatan dan Mesin5) Belanja Modal Perizinan Peralatan dan Mesin6) Belanja Modal Pemasangan Peralatan dan Mesin7) Belanja Modal Honor Perjalanan Peralatan dan

    Mesin

  • 8/18/2019 konci.pdf

    30/87

    Belanja Modal Jalan,Irigasi dan Jaringan

    1) Belanja Modal Bahan Baku Jalan dan Jembatan2) Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor

    Pengelola Teknis Jalan dan Jembatan3) Belanja Modal Sewa Peralatan Jalan danJembatan

    4) Belanja Modal Perencanaan dan PengawasanJalan dan Jembatan

    5) Belanja Modal Perizinan jalan dan Jembatan6) Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran

    Bangunan Lama Jalan dan Jembatan7) Belanja Modal Honor Perjalanan Jalan dan

    Jembatan8) Belanja Modal bahan baku Irigasi dan Jaringan

    9) Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan HonorPengelola Teknis Irigasi dan Jraingan10) Belanja Modal Sewa Peralatan Irigasi dan

    Jaringan11) Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan

    Irigasi dan Jaringan12) Belanja Modal Perizinan Irigasi dan Jaringan13) Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran

    Bangunan Lama Irigasi dan Jaringan14) Belanja Modal Honor Perjalanan Irigasi dan

    Jaringan

    Belanja Modal FisikLainnya 1) Belanja Modal Bahan Baku Fisik Lainnya2) Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan HonorPengelola Teknis Fisik Lainnya

    3) Belanja Modal Sewa Peralatan Fisik Lainnya4) Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Fisik

    Lainnya5) Belanja Modal Perizinan Fisik Lainnya6) Belanja Modal Jasa Konsultan Fisik Lainnya

    2.2 Kerangka PemikiranBelanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka

    pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan

    manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran

  • 8/18/2019 konci.pdf

    31/87

    untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa

    manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.

    Belanja Modal pada umumnya dialokasikan untuk perolehan asset tetap yang

    dapat digunakan sebagai sarana pembangunan daerah. Dengan berkembang pesatnya

    pembangunan diharapkan terjadi peningkatan kemandirian daerah dalam membiayai

    kegiatannya terutama dalam hal keuangan. Untuk dapat mengetahui terjadinya

    peningkatan kemandirian daerah, pendapatan asli daerah bisa dijadikan sebagai tolak

    ukurnya karena PAD ini sendiri merupakan komponen yang penting yang

    mencerminkan bagaimana sebuah daerah dapat mendanai sendiri kegiatannya melalui

    komponen pendapatan yang murni dihasilkan melalui daerah.

    Anggaran daerah merupakan salah satu alat yang memegang peranan penting

    dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan didalamnya tercermin kebutuhan

    masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber kekayaan daerah.

    APBN merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah Negara yang disetujui oleh

    Dewan Perwakilan Rakyat/DPR (UU Keuangan Negara, 2002).

    Tujuan utama proses perumusan anggaran adalah menterjemahkan

    perencanaan ekonomi pemerintah, yang terdiri dari perencanaan input dan output

    dalam satuan keuangan. Oleh karena itu, proses perumusan anggaran harus dapat

    menggali dan mengendalikan sumber-sumber dana publik. Proses pembuatan satu

    tahun anggaran tersebut dikenal dengan istilah penganggaran.

    Anggaran sektor publik pemerintah daerah dalam APBD sebenarnya

    merupakan output pengalokasian sumber daya. Adapun pengalokasian sumber daya

    merupakan permasalahan yang paling mendasar dalam penganggaran sektor publik.

    Dalam era desentralisasi fiskal, pemerintah pusat memberikan dana

    perimbangan kepada pemerintah daerah yang terdiri dari Dana Alokasi Umum

    (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Sebagaimana

  • 8/18/2019 konci.pdf

    32/87

  • 8/18/2019 konci.pdf

    33/87

    Kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

    Gambar 2.1Skema Kerangka Pemikiran

    2.3 Hipotesis Penelitian

    Kebijakan otonomi daerah merupakan pendelegasian kewenangan yang

    disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan, sarana dan prasaran serta

    sumber daya manusia (SDM) dalam kerangka desentralisasi fiskal. Dalam

    menghadapi desentralisasi fiskal menunjukkan bahwa potensi fiskal pemerintah

    daerah antara satu dengan daerah yang lain bisa jadi sangat beragam. Perbedaan ini

    pada gilirannya dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang beragam pula.

    Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita (Boediono,

    1985). Secara tradisional, pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk peningkatan yang

    berkelanjutan Produk Domestik Regional Daerah / PDRB (Saragih, 2003 ; Kuncoro,

    2004). Hasil penelitian yang dilakukan Lin & Liu (2000) menunjukkan desentralisasi

    Pertumbuhan Ekonomi

    (X1)

    Pendapatan Asli Daerah(X2)

    Dana Alokasi Umum

    (X3)

    Belanja Modal(Y)

  • 8/18/2019 konci.pdf

    34/87

  • 8/18/2019 konci.pdf

    35/87

    Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan kemandirian daerah,

    pemerintah daerah otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus

    kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi

    masyarakat (UU 32/2004). Kemampuan daerah untuk menyediakan pendanaan yang

    berasal dari daerah sangat tegantung pada kemampuan merealisasikan potensi

    ekonomi tersebut menjadi bentuk-bentuk kegiatan ekonomi yang mampu

    menciptakan perguliran dana untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan.

    Besarnya kewenangan legislatif dalam proses penyususan anggaran (UU

    32/2004) membuka ruang bagi legislatif untuk “memaksakan” kepentingan pribadinya. Posisi legislatif sebagai pengawasan bagi pelaksanaan kebijakan

    pemerintah daerah, dapat digunakan untuk memprioritaskan preferensinya dalam

    penganggaran. Untuk merealisasikan kepentingan pribadinya, politisi memliki

    preferensi atas alokasi yang mengandung lucrative opportunities dan memiliki

    dampak politik jangka panjang. Oleh karena itu, legislatif akan merekomendasi

    eksekutif untuk menaikkan alokasi pada sektor-sektor yang mendukung

    kepentingannya. Legislatif cenderung mengusulkan pengurangan atas alokasi untuk

    pendidikan, kesehatan, dan belanja publik lainnya yang tidak bersifat job programs

    dan targetable .

    Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang terdiri dari Pajak

    Daerah, Retribusi Daerah, Pendapatan dari Laba Perusahaan Daerah dan lain-lain

    Pendapatan Yang Sah. Studi tentang pengaruh pendapatan daerah ( local own source

    revenue ) terhadap pengeluaran daerah sudah banyak dilakukan (misalnya Aziz et al,

    2000; Blackley, 1986; Joulfaian & Mokeerjee, 1990; Legrenzi & Milas, 2001; von

    Furstenberg et al, 1986). Hipotesis yang menyatakan bahwa pendapatan daerah

    (terutama pajak) akan mempengaruhi anggaran belanja pemerintah daerah dikenal

    dengan nama tax-spend hypothesis (Aziz et al, 2000; Doi, 1998; von Furstenberg et

    al, 1986). Dalam hal ini, pengeluaran pemerintah daerah akan disesuaikan dengan

  • 8/18/2019 konci.pdf

    36/87

    perubahan dalam penerimaan pemerintah daerah atau perubahan pendapatan terjadi

    sebelum perubahan pengeluaran.

    Daerah yang ditunjang dengan sarana dan prasarana memadai akan

    berpengaruh pada tingkat produktivitas masyarakatnya dan akan menarik investor

    untuk menanamkan modalnya pada daerah tersebut yang pada akhirnya akan

    menambah pendapatan asli daerah. Peningkatan PAD diharapkan mampu

    memberikan efek yang signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal

    oleh pemerintah.

    Peningkatan investasi modal (belanja modal) diharapkan mampu

    meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkantingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari

    adanya peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002). Dengan kata lain, pembangunan

    berbagai fasilitas sektor publik akan berujung pada peningkatan pendapatan daerah.

    Pelaksanaan desentralisasi membuat pembangunan menjadi prioritas utama

    pemerintah daerah untuk menunjang peningkatan PAD.

    Studi Abdullah (2004) menemukan adanya perbedaan preferensi antara

    eksekutif dan legislatif dalam pengalokasian spread PAD ke dalam belanja sektoral.

    Alokasi untuk infrastruktur dan DPRD mengalami kenaikan, tapi alokasi untuk

    pendidikan dan kesehatan justru mengalami penurunan. Abdullah (2004) menduga

    power legislatif yang sangat besar menyebabkan diskresi atas penggunaan spread

    PAD tidak sesuai dengan preferensi publik. Berdasarkan landasan teoritis dan

    temuan-temuan empiris di atas, hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut:

    H2 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap pengalokasian

    anggaran Belanja Modal.

    Untuk memberi dukungan terhadap pelaksanaan otonomi daerah telah

    diterbitkan UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

    Daerah. Sumber pembiayaan pemerintah daerah didalam rangka perimbangan

    keuangan pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi,

    dekonsentrasi, dan pembantuan. Adapun sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan

  • 8/18/2019 konci.pdf

    37/87

    desentralisasi terdiri atas Pendapatan Asli daerah (PAD), Dana Perimbangan,

    Pinjaman Daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah.

    Dana alokasi umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang

    dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk

    membiayai kebutuhan pengeluarannya didalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

    Berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, hal

    tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat

    kepada pemerintah daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan

    didalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah

    secara leluasa dapat menggunakan dana ini apakah untuk memberi pelayanan yanglebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain yang tidak penting. Adapun

    cara mengihitung dana alokasi umum menurut ketentuan adalah sebagai berikut :

    a. Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari

    penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.

    b. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah provinsi dan untuk daerah

    kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi umum

    sebagaimana ditetapkan diatas.

    c. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu

    ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk daerah

    kabupaten/kota yang bersangkutan.

    d. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan proporsi

    bobot daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

    Pemerintah pusat mengharapkan dengan adanya desentralisasi fiskal

    pemerintah daerah lebih mengoptimalkan kemampuannya dalam mengelola sumberdaya yang dimiliki sehingga tidak hanya mengandalkan DAU. Dengan adanya

    transfer DAU dari Pemerintah Pusat maka daerah bisa lebih fokus untuk

    menggunakan PAD yang dimilikinya untuk membiayai belanja modal yang

    menunjang tujuan pemerintah yaitu meningkatkan pelayanan publik.

  • 8/18/2019 konci.pdf

    38/87

    Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan oleh Holtz-Eakin et. al.

    (1985) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari

    pemerintah pusat dengan belanja pemerintah daerah. Secara spesifik mereka

    menegaskan bahwa variabel-variabel kebijakan pemerintah daerah dalam jangka

    pendek disesuaikan ( adjusted ) dengan transfer yang diterima, sehingga

    memungkinkan terjadinya respon yang non-linier dan asymmetric . Landasan teoritis

    dan temuan-temuan empiris di atas, menghasilkan hipotesis sebagai berikut:

    H3 : Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap pengalokasian

    anggaran Belanja Modal.

  • 8/18/2019 konci.pdf

    39/87

    BAB III

    OBJEK DAN METODE PENELITIAN

    3.1 Objek Penelitian

    Menurut pendapat Suharsimi (2002) Objek Penelitian adalah variabel atau

    apa yang menjadi titik perhatian suatu penulisan. Dalam penelitian ini yang menjadi

    objek penelitian adalah Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana

    Alokasi Umum (DAU) dan Belanja Modal. Penelitian ini dilakukan untuk melihat

    pengaruh dari Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana

    Alokasi Umum (DAU) terhadap efektivitas pengalokasian anggaran belanja modal.

    3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

    Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang

    mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

    dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bukan hanya ditujukan

    untuk orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan

    sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh

    karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek tersebut (Sugiyono, 2004).

    Populasi penelitian ini adalah seluruh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi

    Jawa Barat.

    Berdasarkan pengertian populasi tersebut yang menjadi populasi pada

    penelitian ini adalah Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Produk Domestik

    Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat pada tahun 2007-2011.

    Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

    populasi tersebut dan sampel yang diambil dari populasi diharapkan betul-betul

    representatif atau mewakili populasi. Kesimpulan yang ditarik dari sampel akan

    mampu diberlakukan untuk keseluruhan populasi (Sugiyono, 2004).

  • 8/18/2019 konci.pdf

    40/87

    Sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik

    nonprobability sampling. Menurut Sugiyono (2004:), “Teknik nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan

    sama bagi setiap unsur anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel”, dimanateknik yang digunakan yaitu purposive sampling atau pengambilan anggota sampel

    dari populasi dilakukan dengan pertimbangan tertentu.

    Berdasarkan pengertian sampel tersebut maka yang menjadi sampel pada

    penelitian ini adalah Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan Provinsi Jawa Barat

    tahun anggaran 2007-2011 dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi

    Jawa Barat tahun anggaran 2007-2011. Dari populasi yang berjumlah 26 (17

    Kabupaten dan 9 Kotamadya), peneliti hanya meneliti sampel sebanyak 23 (15

    Kabupaten dan 8 Kotamadya) yang sesuai dengan kriteria sebagai berikut :

    1. Kabupaten dan Kotamadya Provinsi Jawa Barat.

    2. Kabupaten dan Kotamadya yang memiliki Laporan Realisasi Anggaran yang

    lengkap minimal 5 tahun (2007-2011).

    3. Kabupaten dan Kotamadya yang memiliki laporan Produk Domestik Regional

    Bruto (PDRB) yang lengkap minimal 5 tahun (2007-2011).

    4. Kabupaten dan Kotamadya yang mengalami peningkatan dalam Produk

    Domestik Regional Bruto (PDRB) minimal 5 tahun (2007-2011).

    5. Kabupaten dan Kotamadya yang laporan keuangannya telah diaudit.

    Berdasarkan kelima kriteria diatas, maka jumlah Kabupaten dan Kota yang

    akan dijadikan sampel penelitian sebanyak 23 (15 Kabupaten dan 8 Kota), dengan

    rincian sebagai berikut :

  • 8/18/2019 konci.pdf

    41/87

    Table 3.1Sampel Penelitian

    No Nama Kabupaten No Nama Kota1 Kab. Bandung 1 Kota Bandung

    2 Kab. Sukabumi 2 Kota Sukabumi

    3 Kab. Cianjur 3 Kota Bogor

    4 Kab. Garut 4 Kota Cirebon

    5 Kab. Tasikmalaya 5 Kota Bekasi

    6 Kab. Ciamis 6 Kota Depok

    7 Kab. Kuningan 7 Kota Cimahi8 Kab. Cirebon 8 Kota Tasikmalaya

    9 Kab. Majalengka

    10 Kab. Sumedang

    11 Kab. Indramayu

    12 Kab. Subang

    13 Kab. Purwakarta

    14 Kab. Karawang

    15 Kab. Bekasi

    Sumber : Badan Pusat Statistik, data diolah (2013)

    3.3 Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data merupakan suatu cara atau proses yang sistematis

    dalam pengumpulan, pencatatan dan penyajian fakta untuk tujuan tertentu. Metode

    pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini terdiri dari:

    1) Pengumpulan data skunder

    Jenis data yang digunakan berupa data sekunder. Menurut Moh. Nazir

    (2003) data sekunder yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi dan

    tidak memerlukan pengolahan lebih lanjut yakni data runtut waktu ( time series)

    berupa APBD kabupaten/kota se-Jawa Barat periode 2007-2011. Data diperoleh dari

  • 8/18/2019 konci.pdf

    42/87

    media internet melalui situs www.djpk.depkeu.go.id , situs resmi pemda yang

    menerbitkan data APBD dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat.

    2) Metode penelitian deskriptif

    Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

    deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang berusaha mengumpulkan, menyajikan,

    serta menganalisis data sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai

    objek yang diteliti.

    Menurut Moh. Nazir (2003) metode Deskriptif adalah sebagai berikut:

    “Metode deskriptif adalah metode dalam meneliti status, sekelompok

    manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran ataupunsuatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalahmembuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual danakurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomenayang diselidiki”.

    3) Penelitian Kepustakaan (Library Research)

    Teknik ini dilakukan baik secara Library Research maupun Internet

    Research , untuk memperoleh data dan menambah wawasan teoritis yang akan

    digunakan untuk kepentingan peneliti dengan maksud untuk memperoleh data

    pendukung yang berfungsi sebagai tinjauan pustaka guna mendukung data sekunder

    yang diperoleh serta referensi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

    3.4 Operasionalisasi Variabel Penelitian

    Menurut Sugiyono (2004) Operasional variabel adalah suatu cara untuk

    mengukur suatu konsep dan bagaimana konsep harus diukur sehingga terdapat

    variabel-variabel yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Variabel-variabel inidigunakan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai objek yang akan diteliti

    dimana data yang diperoleh, dikumpulkan dan dianalisis kemudian dibandingkan

    dengan landasan teoritis yang diperoleh dari literature dan kemudian ditarik

    kesimpulan.

  • 8/18/2019 konci.pdf

    43/87

    Sedangkan menurut Sugiyono (2004) variabel penelitian adalah sesuatu hal

    yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga

    diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

    Variabel merupakan segala sesuatu yang menjadi objek pengamatan dalam

    penelitian yang merupakan suatu konsep yang memiliki variasi nilai. Variabel yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah:

    1) Variabel Bebas (X)

    Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang dianggap

    berpengaruh terhadap variabel lain. Variabel independen dalam penelitian ini

    diantaranya:X1 = Pertumbuhan Ekonomi

    X2 = Pendapatan Asli Daerah (PAD)

    X3 = Dana Alokasi Umum (DAU)

    2) Variabel Terikat (Y)

    Variabel dependen (Dependent variable) merupakan variabel yang tergantung

    atau dapat dipengaruhi oleh variabel lain. Sehingga yang menjadi variabel

    dependen dalam penelitian ini adalah Belanja Modal. Pengertian mengenai

    Belanja Modal telah dijelaskan dalam bab sebelumnya.

    Table 3.2Variabel Independen

    Variabel Indikator SkalaPengukuran

    InstrumenPenelitian

    1. Pertumbuhan

    Ekonomi (X 1)

    1. PDRB Harga Berlaku Rasio Laporan Hasil

    Pertumbuhan

    Ekonomi

    Kabupaten/Kota

    di Jawa Barat

  • 8/18/2019 konci.pdf

    44/87

    2. Pendapatan

    Asli Daerah

    (X2)

    3. Dana Alokasi

    Umum (X 3)

    1. Pajak Daerah

    2. Retribusi Daerah

    3. Hasil Pengelolaan

    Kekayaan Daerah

    yang Dipisahkan

    1. Dana transfer umum

    Rasio

    Rasio

    Laporan APBD

    Laporan APBD

    Table 3.3Variabel Dependen

    Variabel Indikator SkalaPengukuran

    InstrumenPenelitian

    1. Belanja Modal (Y) 1. Belanja Modal

    Tanah

    2. Belanja Modal

    Peralatan dan

    Mesin

    3. Belanja Modal

    Gedung dan

    Bangunan

    4. Belanja Modal

    Jalan, Irigasi dan

    Jaringan

    5. Belanja Modal

    Aset Tetap lainnya

    Rasio Laporan APBD

  • 8/18/2019 konci.pdf

    45/87

    3.5 Metode Analisis Data

    3.5.1 Analisis Statistik dan Pengujian Hipotesis

    Setelah data yang akan diteliti sudah terkumpul, maka dilakukanlah analisis

    data. Analisis data ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran jawaban atas

    variabel-variabel yang diteliti dari data yang sudah terkumpul terkait dengan rumusan

    dan hipotesis yang diajukan. Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan

    data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel

    dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan

    perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk

    menguji hipotesis yang telah diajukan (Sugiyono, 2004).

    3.5.1.1 Uji Asumsi Klasik

    Hasan (2005) menyat akan “dalam penggunaan analisis regresi terdapat beberapa asumsi yang dapat menghasilkan estimator yang tidak bias yang terbaik dari

    model regresi yang diperoleh dari metode kuadrat terkecil”. Dengan terpenuhinyaasumsi tersebut maka hasil yang diperoleh dapat dikatakan mendekati atau sama

    dengan kenyataan dan juga lebih akurat. Asumsi tersebut dikenal dengan asumsi

    klasik. Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi

    regresi yang dilakukan benar-benar terbebas dari adanya gejala heteroskedastisitas,

    gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi. Uji asumsi klasik dalam penelitian

    ini terdiri dari uji normalitas, uji multikolinieritas, uji autokorelasi, dan uji

    heteroskedastisitas.

    1) Uji Normalitas

    Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

    variabel terikat dan veriabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau

    tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau

    mendekati normal. Cara untuk mendeteksi normalitas adalah dengan melihat

    penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik dengan dasar

    pengambilan keputusan sebagai berikut :

  • 8/18/2019 konci.pdf

    46/87

    a) Jika data (titik) menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis

    diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

    b) Jika data (titik) menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti

    arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

    2) Uji Multikolinieritas

    Pengujian asumsi ini untuk menunjukkan adanya hubungan linear antara

    variabel-variabel bebas dalam model regresi maupun untuk menunjukkan ada

    tidaknya derajat kolinearitas yang tinggi diantara variabel-variabel bebas. Jika

    antar variabel bebas berkorelasi dengan sempurna maka disebut

    multikolinearitasnya sempurna ( perfect multicoliniarity ), yang berarti modelkuadrat terkecil tersebut tidak dapat digunakan. Indikator untuk mendeteksi ada

    tidaknya multikolinearitas adalah menguji asumsi tersebut dengan uji korelasi

    antar variabel independen dengan matriks korelasi.

    Menurut Ghozali (2006) , bahwa ada atau tidaknya multikolinearitas dapat

    diketahui dengan menganalisis nilai toleransi serta Variance Inflation Factor

    (VIF). Suatu variabel dikatakan terbebas dari asumsi multikolinieritas apabila

    nilai VIF > 1.0 dan nilai toleransi < 1.0. Nugroho (2005) membatasi nilai VIF

    tidak lebih dari 10 dan nilai toleransi tidak kurang dari 0.1.

    3) Uji Autokorelasi

    Uji Auotokorelasi ini digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model

    regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan. Autokorelasi berarti terdapat

    korelasi antara anggota sampel atau data pengamatan yang diurutkan berdasarkan

    waktu, sehingga munculnya suatu datum dipengaruhi oleh datum sebelumnya

    (Hasan. 2005 ). Autokolerasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang

    waktu berkaitan satu sama lain. Jika ada masalah autokolerasi, maka model

    regresi yang seharusnya signifikan, menjadi tidak layak untuk dipakai (Singgih

    Santoso, 2000). Terdapat beberapa cara untuk menghitung autokorelasi dalam

    regresi antara lain metode grafik dan uji Durbin-Watson . Rumus yang digunakan

    dalam uji autokorelasi ini adalah sebagai berikut :

  • 8/18/2019 konci.pdf

    47/87

    Ghozali (2003) mendeteksi autokorelasi dengan indicator sebagai berikut :

    a) Jika nilai DW hitung > batas atas (du) tabel, berarti terdapat autokorelasi.

    b) Jika nilai DW hitung < batas atas (du) tabel, berarti terdapat autokorelasi.

    4) Uji Heteroskedastisitas

    Penyimpangan uji asumsi klasik ini adalah adanya gejala

    heteroskedastisitas, artinya varians variabel dalam model tidak sama.

    Konsekuensi dari adanya gejala heteroskedastis adalah penaksir yang diperoleh

    tidak efisien, baik dalam sampel besar maupun kecil walaupun penaksir

    diperoleh menggambarkan populasinya dalam arti tidak bias.

    Cara untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat

    grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya

    (SRESID). Deteksi ada tidaknya heteroskedastis dapat dilakukan dengan melihat

    ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatteroplot antara SRESID dan ZPRED

    dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual

    (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di studentized . Dengan dasar analisissebagai berikut:

    a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentudan teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka

    mengindikasikan terjadinya heteroskedastis.

    b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di

    bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastis.

    3.5.1.2 Analisis Regresi Linier Berganda

    Analisis regresi ganda digunakan oleh peneliti, bila peneliti bermaksud

    meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen (kriterium), bila

    dua atau lebih variabel independen sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaik

    turunkan nilainya). Jadi analisis regresi berganda akan dilakukan bila jumlah variabel

    independennya minimal dua (Sugiyono, 2004).

  • 8/18/2019 konci.pdf

    48/87

    Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model analisis regresi

    berganda bertujuan untuk memprediksi kekuatan pengaruh seberapa variabel

    independen terhadap variabel dependen (Sekaran, 1992). Untuk mempermudah

    melakukan perhitungan secara statistik, maka semua analisis yang dilakukan dalam

    penelitian ini akan diolah dengan bantuan software SPSS 19.0. Berikut ini merupakan

    model regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini:

    Y = + ß1PAD + ß2DAU + ß3PDRB + e

    Dimana :

    Y = Belanja Modal (BM)

    α = Konstanta

    ß = Slope atau koefisien regresi atau intersep

    PAD = Pendapatan Asli Daerah (PAD)

    DAU = Dana Alokasi Umum (DAU)

    PDRB = Pendapatan Asli Daerah (PDRB)

    e = error

    3.5.1.3 Penetapan Tingk at Signifikansi (α)

    Tingkat signifikan (significant level) yang ditetapkan dalam penelitian ini

    adalah sebesar 5% atau 0,05 karena dinilai cukup untuk menguji hubungan antara

    variabel-variabel yang diuji atau menunjukan bahwa korelasi antara kedua variabel

    cukup nyata. Tingkat signifikansi 0,05 artinya adalah kemungkinan besar dari hasil

    penarikan kesimpulan mempunyai probabilitas 95% atau toleransi kesalahan sebesar

    5%.

    3.5.1.4 Analisis Koefisien DeterminasiBesarnya kontribusi pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli

    Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal

    kemudian dapat diketahui dengan menggunakan rumus koefisien determinasi.

    Koefisien determinasi adalah suatu bilangan yang biasanya dinyatakan dalam % yang

  • 8/18/2019 konci.pdf

    49/87

    diperoleh dari bentuk kuadrat koefisien korelasi yang dapat menunjukkan besarnya

    pengaruh variabel X terhadap variabel Y.

    Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

    model dalam menerangkan variasi variabel independen. Koefisien determinasi ini

    digunakan karena dapat menjelaskan kebaikan dari model regresi dalam memprediksi

    variabel dependen. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi maka akan semakin

    baik pula kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen

    (Ghozali, 2006). Dalam mencari nilai koefisien determinasi rumus yang digunakan

    adalah sebagai berikut:

    KP = r 2 x 100%Dimana : KP = Nilai Koefisien Penentu

    R = Nilai Koefisien Korelasi

    Nilai Kd tidak pernah negatif dan paling besar sama dengan satu. Dengan

    demikian berlakulah rumus 0 ≤ Kd ≤ 1. Koefisien determinasi ini dinyatakan dalam% sehingga hasilnya perlu dikalikan 100%.

    Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada tidaknya

    pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen.

    Tingkat signifikansi digunakan untuk menguji apakah sebuah hipotesis diterima atau

    ditolak.

    3.5.1.5 Pengujian Hipotesis

    Untuk menjawab permasalahan sebagaimana diungkapkan pada rumusan

    masalah, maka dilakukan pengujian hipotesis. Karena hipotesis yang terdapat pada

    penelitian ini terdiri dari empat hipotesis, maka pengujian hipotesisnya juga terdiri

    dari empat. Tiga hipotesis di uji secara parsial dan satu hipotesis di uji secara bersama-sama atau simultan.

    1) Pengujian Hipotesis parsial (Uji t)

    Uji t (t-test) digunakan untuk menguji hipotesis secara parsial guna

    menunjukan pengaruh tiap variabel independen secara individu terhadap variabel

  • 8/18/2019 konci.pdf

    50/87

    dependen. Uji t adalah pengujian koefisien regresi masing-masing variabel

    independen terhadap variabel dependen untuk mengetahui seberapa besar

    pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk menguji

    hipotesis secara parsial peneliti menggunakan bantuan software SPSS 19.0.

    Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada tidaknya

    pengaruh antara variabel independen (variabel bebas) dan variabel dependen

    (variabel terikat). Dimana hipotesis nol (H ο) yaitu hipotesis tentang tidak adanya

    pengaruh. Sedangkan hipotesis alternatif (H а) merupakan hipotesis yang

    menunjukan adanya pengaruh.

    Adapun hipotesis statistik secara parsial yang akan diuji dalam penelitian iniadalah sebagai berikut :

    Hο1: β1 ≤ 0, Pertumbuhan Ekonomitidak memiliki pengaruh positif secarasignifikan terhadap anggaran Belanja Modal.

    Hа1 : β1 > 0, Pertumbuhan Ekonomi memiliki pengaruh positif secara signifikanterhadap anggaran Belanja Modal.

    Hο2:β2≤ 0, Pendapatan Asli Daerah tidak memiliki pengaruh positif secarasignifikan terhadap anggaran Belanja Modal.

    Hа2 : β2 > 0, Pendapatan Asli Daerah memiliki pengaruh positif secarasignifikan terhadap anggaran Belanja Modal.

    Hο3 : β3 ≤ 0, Dana Alokasi Umum tidak memiliki pengaruh positif secarasignifikan terhadap anggaran Belanja Modal.

    Hа3 : β3 > 0, Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh positif secarasignifikan terhadap anggaran Belanja Modal.

    Kriteria pengambilan keputusan :

    Hο ditolak jika sig. t < 0,05

    Hο diterima jika sig. t > 0,05

  • 8/18/2019 konci.pdf

    51/87

    2) Pengujian Secara Simultan (Uji f)

    Uji F merupakan pengujian hubungan regresi secara simultan yang bertujuan

    untuk mengetahui apakah seluruh variabel independen bersama-sama

    mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Untuk

    menguji hipotesis secara simultan tersebut peneliti menggunakan bantuan

    software SPSS 19.0.

    Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada atau

    tidaknya pengaruh secara simultan variabel independen mempengaruhi variabel

    dependen. Dimana hipotesis nol (Hο) yaitu hipotesis tentang tidak adanya

    pengaruh, umumnya diformulasikan untuk ditolak. Sedangkan hipotesis alternatif(H a) merupakan hipotesis yang diajukan peneliti dalam penelitian ini. Adapun

    hipotesisnya sebagai berikut :

    Hο : βο = β1 = β2 = β3 = 0, artinya tidak ada pengaruh signifikan secara simultanantara variabel independen yaitu Pertumbuhan Ekonomi (X 1), Pendapatan Asli

    Daerah (X 2) dan Dana Alokasi Umum (X 3) terhadap variabel dependen yaitu

    anggaran Belanja Modal (Y).

    Hа : βο ≠ β

    1 ≠ β

    2≠ β

    3≠ 0, artinya ada pengaruh signifikan secara simultan antara

    variabel independen yaitu Pertumbuhan Ekonomi (X 1), Pendapatan Asli Daerah

    (X2) dan Dana Alokasi Umum (X 3) terhadap variabel dependen yaitu anggaran

    Belanja Modal (Y).

    Kriteria pengambilan keputusan :

    Hο ditolak jika Sig. F < 0,05

    Hο diterima jika Sig. F > 0,05

  • 8/18/2019 konci.pdf

    52/87

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil Penelitian

    Hasil penelitian ini telah dilakukan oleh penulis tentang Pengaruh

    Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum

    (DAU) terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal pada 23 Kabupaten dan

    Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2007-2011 sebagai berikut: