Upload
eva-febrina
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/18/2019 konci.pdf
1/87
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAHDAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN
ANGGARAN BELANJA MODAL
Studi Kasus Pada Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Barat
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Salah Satu Syarat DalamMenempuh Ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi
pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama
Disusun oleh :
NAMA : FITRIA MEGAWATI SULARNONPM : 0109U287
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIDYATAMA
Terakreditasi (Accredited)SK. Ketua Badan Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT)
Nomor: 014/BAN-PT/AK-XII/S1/VI/2009Tanggal 12 Juni 2009
BANDUNG2013
8/18/2019 konci.pdf
2/87
ABSTRAK
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana AlokasiUmum Terhadap Pengalokasian Belanja Modal
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pertumbuhan Ekonomi,Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh secarasignifikan terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat.
Metode penelitian yang digunakan merupakan metode deskriptif denganmenggunakan data sekunder yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik Jawa Barat.Metode pengumpulan data yang digunakan adalah Dokumentasi dan StudiKepustakaan dengan pendekatan kuantitatif. Analisis dalam penelitian inimenggunakan analisis regresi linier berganda. Setelah data dikumpulkan, datadianalisis menggunakan program SPSS untuk menguji Pertumbuhan Ekonomi,Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh secarasignifikan terhadap Belanja Modal baik secara parsial dengan uji T dan simultandengan uji F. Alat analisis yang digunakan yaitu menggunakan perangkat SPSS(Statistic Product and Service Solution) Versi 19.0.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel PDRB memiliki thitung sebesar 6,045 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, dimana nilai sigdibawah 0,05, sehingga variabel PDRB berpengaruh secara parsial terhadap BelanjaModal dan memiliki koefisien positif sebesar 2,963. Variabel PAD memiliki t hitungsebesar 2,996 dengan nilai signifikansi sebesar 0,003, dimana nilai sig dibawah 0,05,sehingga variabel PAD berpengaruh secara parsial terhadap Belanja Modal danmemiliki koefisien positif sebesar 0,399. Variabel DAU memiliki t hitung sebesar
1,936 dengan nilai signifikansi sebesar 0,055, dimana nilai sig diatas 0,05, sehinggavariabel DAU tidak berpengaruh secara parsial terhadap Belanja Modal dan memilikikoefisien positif sebesar 0,057.
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan juga PDRB, PAD dan DAUdiperoleh nilai F hitung sebesar 75,169 dengan tingkat signifikansi 0,000, jauh lebihkecil dari 0,05. Dengan kata lain, PDRB, PAD dan DAU secara simultan berpengaruhterhadap pengalokasian Belanja Modal.
Kata Kunci : Belanja Modal, Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah(PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU).
8/18/2019 konci.pdf
3/87
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU 22/1999 (direvisi
menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintahan Daerah memisahkan dengan tegas antara
fungsi Pemerintahan Daerah (Eksekutif) dengan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (Legislatif). Berdasarkan pembedaan fungsi tersebut, menunjukkan bahwa
antara legislatif dan eksekutif terjadi hubungan keagenan (Halim, 2001; Halim
&Abdullah, 2006). Pada pemerintahan, peraturan perundang-undangan secara
implisit merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif, dan publik.
Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang dilaksanakan
secara efektif mulai tanggal 1 Januari 2002, merupakan kebijakan yang dipandang
sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi pemerintahan yang
sesungguhnya. Seperti dikemukakan oleh Menteri Keuangan Budiono (Sidik, et al
2002), tujuan otonomi adalah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan
kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan,dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
Adapun yang mendorong diberlakukannya otonomi daerah adalah dikarenakan tidak
meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga menyebabkan
ketimpangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Dengan ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999, pemerintah di daerah
mendapat kewenangan ”riil” yang lebih besar dalam mengatur dirinya sendiri. Hal inimenimbulkan peningkatan tanggungjawab penyelenggaraan pemerintahan
(penyediaan barang publik dan pembangunan ekonomi) di tingkat daerah yang sangat
besar, khususnya pada bidang pendidikan yang merupakan unsur esensial dalam
pembangunan daerah dan telah menjadi salah satu bagian utama kebutuhan
penduduk. Namun, kemampuan daerah untuk mempertahankan dan meningkatkan
8/18/2019 konci.pdf
4/87
penyelenggaraan pendidikan tersebut dapat dikatakan sangat terbatas, mengingat
peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih rendah dalam penerimaan APBD
daerah kota/kabupaten dan kesiapan sumber daya manusia (SDM) serta kemampuan
manajemen sektor pendidikan di tingkat daerah masih sangat terbatas.
Fenomena yang ada bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi pada
Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal sangat kecil, sedangkan pada Dana
Alokasi Umum terjadi peningkatan yang besar. Hal ini mengakibatkan tidak ada
peranan atas Pendapatan Asli Daerah terhadap kegiatan daerah yang mana seharusnya
PAD menjadi sumber utama untuk membiayai kegiatan daerah, sehingga DAU
menjadi sumber utama untuk membiayai kegiatan daerah.Pelaksanaan otonomi daerah yang menitikberatkan pada daerah kabupaten
dan kota ditandai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan dari Pemerintah
pusat ke Pemerintah daerah yang bersangkutan. Hal tersebut menegaskan bahwa
Pemda memiliki kewenangan untuk menentukan alokasi sumberdaya yang dimiliki
untuk belanja-belanja daerah dengan menganut asas kepatuhan, kebutuhan, dan
kemampuan daerah yang tercantum dalam anggaran daerah.
Anggaran sektor publik berisi rencana kegiatan yang dipresentasikan dalam
bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan
Pemda yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemda dan DPRD, dan ditetapkan
dengan peraturan daerah. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah yang
merupakan pedoman bagi Pemda dalam memberikan pelayanan kepada publik dalam
masa satu tahun anggaran. APBD terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan
pembiayaan daerah.
Pemerintah daerah dapat terselanggara karena adanya dukungan berbagai
faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya roda organisasi
pemerintahan dalam rangka pencapaian tujuan. Faktor keuangan merupakan faktor
utama yang merupakan sumber daya finansial bagi pembiayaan penyelenggaraan roda
pemerintah daerah. Keuangan daerah adalah keseluruhan tatanan, perangkat,
8/18/2019 konci.pdf
5/87
kelembagaan, dan kebijakan penganggaran yang meliputi pendapatan dan belanja
daerah. Sumber-sumber penerimaan daerah terdiri atas sisa lebih perhitungan
anggaran tahun lalu, Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagi hasil pajak dan bukan
pajak, sumbangan dan bantuan, serta penerimaan pembangunan.
Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam
pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk provinsi maupun
kabupaten dan kota. Proses penyusunan anggaran pasca UU 22/1999 (dan UU
32/2004) melibatkan dua pihak: eksekutif dan legislatif, masing-masing melalui
sebuah tim atau panitia anggaran. Adapun eksekutif sebagai pelaksanaoperasionalisasi daerah berkewajiban membuat draft/rancangan APBD, yang hanya
bisa diimplementasikan kalau sudah disahkan oleh DPRD dalam proses ratifikasi
anggaran.
Penyusunan APBD diawali dengan membuat kesepakatan antara eksekutif
dan legislatif tentang Kebijakan Umum APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran yang
akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan anggaran
belanja. Eksekutif membuat rancangan APBD sesuai dengan Kebijakan Umum
APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran yang kemudian diserahkan kepada legislatif
untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai Peraturan
Daerah (Perda). Dalam perspektif keagenan, hal ini merupakan bentuk kontrak
(incomplete contract ), yang menjadi alat bagi legislatif untuk mengawasi pelaksanaan
anggaran oleh eksekutif.
Berlakunya Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah, membawa perubahan mendasar pada sistem dan
mekanisme pengelolaan pemerintahan daerah. UU ini menegaskan bahwa untuk
pelaksanaan kewenangan Pemda (Pemerintah Daerah), Pempus (Pemerintah Pusat)
akan mentransferkan dana perimbangan kepada Pemda. Dana Perimbangan tersebut
terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan bagian
daerah dari bagi hasil pajak pusat. Disamping itu, Pemerintah Daerah juga memiliki
8/18/2019 konci.pdf
6/87
sumber pendanaan sendiri berupa PAD, pinjaman daerah, maupun lain-lain
penerimaan daerah yang sah. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan
kepada Pemda (Prakosa, 2004).
Namun, pada praktiknya, transfer dari Pempus merupakan sumber pendanaan
utama Pemda untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari, yang oleh Pemda
“dilaporkan” di perhitungan APBD. Tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi(kalau tidak mungkin menghilangkan) kesenjangan fiskal antar pemerintah dan
menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri
(Simanjuntak dalam Sidik et al, 2002).
Adanya transfer dana ini bagi Pemda merupakan sumber pendanaan dalammelaksanakan kewenangannya, sedangkan kekurangan pendanaan diharapkan dapat
digali melalui sumber pendanaan sendiri yaitu PAD. Namun kenyatannya, transfer
dari pemerintah pusat merupakan sumber dana utama pemerintah daerah untuk
membiayai operasi utamanya sehari-hari atau belanja daerah, yang oleh pemerintah
daerah dilaporkan diperhitungkan dalam APBD. Harapan pemerintah pusat dana
transfer tersebut dapat digunakan secara efektif dan efisien oleh pemerintah daerah
untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Lingkup anggaran menjadi relevan dan penting di lingkungan pemerintah
daerah. Hal ini terkait dengan dampak anggaran terhadap kinerja pemerintah,
sehubungan dengan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Selanjutnya, DPRD akan mengawasi kinerja pemerintah melalui
anggaran. Bentuk pengawasan ini sesuai dengan agency theory yang mana
pemerintah daerah sebagai agen dan DPRD sebagai prinsipal. Hal ini menyebabkan
penelitian di bidang anggaran pada pemerintah daerah menjadi relevan dan penting.
Anggaran sektor publik pemerintah daerah dalam APBD sebenarnya
merupakan output pengalokasian sumberdaya. Adapun pengalokasian sumberdaya
merupakan permasalahan dasar dalam penganggaran sektor publik (Key 1940 dalam
Fozzard, 2001). Keterbatasan sumberdaya sebagai pangkal masalah utama dalam
pengalokasian anggaran sektor publik dapat diatasi dengan pendekatan ilmu ekonomi
8/18/2019 konci.pdf
7/87
melalui berbagai teori tentang teknik dan prinsip seperti yang dikenal dalam public
expenditure management (Fozzard, 2001). Tuntutan untuk mengubah struktur
belanja menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami
kapasitas fiskal rendah (Halim, 2001).
Pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan
pemerintah daerah setempat dalam rangka meningkatkan tingkat kepercayaan publik.
Pergesaran ini ditujukan untuk peningkatan investasi modal dalam bentuk aset tetap,
yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Semakin tinggi
tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik,
karena aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah.
Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja
modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini
didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran
pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Oleh karena itu,
dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah seharusnya
mengubah komposisi belanjanya. Selama ini belanja daerah lebih banyak digunakan
untuk belanja rutin yang relatif kurang produktif. Saragih (2003) menyatakan bahwa
pemanfaatan belanja hendaknya dialokasikan untuk hal-hal produktif, misal untuk
melakukan aktivitas pembangunan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Stine (1994)
menyatakan bahwa penerimaan pemerintah hendaknya lebih banyak untuk program-
program layanan publik. Kedua pendapat ini menyiratkan pentingnya mengaloksikan
belanja untuk berbagai kepentingan publik.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti mengambil judul “Pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD),Dan Dana Alokasi
Umum (DAU) terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (Studi Kasus
Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat)”.
8/18/2019 konci.pdf
8/87
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap anggaran belanja modal.
2. Apakah pendapatan asli daerah (PAD) berpengaruh terhadap anggaran belanja
modal.
3. Apakah dana alokasi umum (DAU) berpengaruh terhadap anggaran belanja
modal.
1.3 Maksud dan Tujuan PenelitianMaksud dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk memperoleh pemahaman
yang lebih mendalam tentang Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum dan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris pada: pertama,
pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap anggaran belanja modal. Kedua, pengaruh
pendapatan asli daerah (PAD) terhadap anggaran belanja modal. Ketiga, pengaruh
dana alokasi umum (DAU) terhadap anggaran Belanja Modal.
1.4 Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini penulis mengharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
1. Bagi penulis
Sebagai pembelajaran awal dalam melakukan penelitian, juga menambah
pengetahuan dan pemahaman tentang pertumbuhan ekonomi serta hubungankeuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah beserta
pengelolaan keuangan daerah, dan kaitannya dengan pembangunan daerah
otonom sesuai dengan tujuan awal konsep desentralisasi dan sebagai salah
8/18/2019 konci.pdf
9/87
satu syarat dalam menempuh ujian Sarjana Ekonomi pada program studi
Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama.
2. Bagi pemerintah pusat dan daerah
Diharapan penelitian ini memberikan masukan mengenai pengembangan atas
peningkatan PAD, sehingga di masa mendatang daerah otonom dapat
mengembangkan dan membangun daerahnya dengan sumber pendanaan dan
hasil kekayaan daerah masing-masing. Diharapkan konsep desentralisasi
sesungguhnya dapat terwujudsecepatnya. Pemerintah daerah tidak
menggantungkan diri kepada pemerintah pusat terus menerus paling tidakdapat di minimalisirkan sehingga semakin mandiri.
3. Bagi peneliti lain
Hail penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi, bahan
rujukan dan referensi bagi pengembangan dan pengkajian konsep tentang
bagaimana pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU dan PAD terhadap
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Penelitian ini juga bermanfaat untuk
kemungkinan penelitian topik-topik yang berkaitan, baik yang bersifat
lanjutan, melengkapi, maupun menyempurnakan.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dimana
data diperoleh dari dokumen Laporan Realisasi APBD yang diperoleh dari situs
Dirjrn Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah : (www.djpk.depkeu.go.id). Waktu
penelitian dimulai pada bulan Desember 2012 sampai dengan Januari 2013.
8/18/2019 konci.pdf
10/87
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian
2.1.1 Akuntansi Pemerintahan
Menurut Indra Bastian (2001) Akuntansi Pemerintahan merupakan
mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana
masyarakat di lembaga-lembaga tinggi Negara dan departemen-departemendibawahnya, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha
Milik Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat dan yayasan social, maupun pada
proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta. Sedangkan Kustadi Arinta
(1996) menyebutkan bahwa Akuntansi Pemerintahan adalah aplikasi akuntansi
dibidang keuangan Negara (public finance). Dalam hal ini khususnya tahapan
pelaksanaan anggaran (budget execution) termasuk segala pengaruh yang
ditimbulkannya, baik yang bersifat seketika maupun yang lebih permanen pada
semua tingkatan dan unit pemerintahan.
2.1.1.1 Ruang Lingkup Akuntansi Pemerintahan
Secara teoritis, akuntansi sektor publik merupakan bidang akuntansi yang
mempunyai ruang lingkup lembaga-lembaga tinggi Negara dan departemen-
departemen dibawahnya seperti pemerintah daerah, yayasan, partai politik, perguruan
tinggi dan organisasi-organisasi non profit.
Menurut Bastian (2003) dari berbagai diskusi yang telah dilakukan, didapat:
1) Organisasi sektor publik dapat dibatasi dengan organisasi-organisasi yang
menggunakan dana masyarakat, sehingga perlu melakukan pertanggungjawaban
8/18/2019 konci.pdf
11/87
kepada masyarakat, di Indonesia akuntansi pemerintahan mancakup beberapa
bidang utama yakni:
(1) Akuntansi pemerintah pusat
(2) Akuntansi pemerintah daerah
(3) Akuntansi Parpol dan LSM
(4) Akuntansi yayasan
(5) Akuntansi pendidikan dan kesehatan (puskesmas, rumah sakit dan
sekolah)
(6) Akuntansi tempat peribadatan (Mesjid, Gereja, Wihara, Kuil)
2) Aktifitas yang mendekatkan diri ke pasar tidak pernah ditujukan untukmemindahkan organisasi sektor publik ke swasta.
2.1.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada hakikatnya merupakan
salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan
pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah. APBD ditetapkan dengan
Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari
tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan
keuangan daerah menyatakan bahwa:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBDadalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dandisetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkandengan Peraturan daerah.
Menurut Saragih (2003) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) dijelaskan bahwa:
8/18/2019 konci.pdf
12/87
“Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatugambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam
meningkatkan potensi perekonomian daerah.”
Menurut Halim (2004) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) yaitu :
“Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu anggarandaerah yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut: rencana kegiatan suatudaerah beserta uraiannya secara rinci, adanya sumber penerimaan yangmerupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubung denganaktifitas-aktifitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batasmaksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan, jenis kegiatandan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka, periode anggaran, yaitu biasanya satu tahun.”
Dari beberapa kutipan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) serta ditetapkan dengan Peraturan
Daerah. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 menyatakan bahwa
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun berdasarkan pendekatan
kinerja, yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil
kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau output yang ditetapkan.
Selanjutnya dikatakan bahwa Pemerintah Daerah bersama-sama DPRD menyusun
Arah dan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang
memuat petunjuk dan ketentuan umum yang disepakati sebagai pedoman dalam
penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD harus
memuat sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja, standar pelayanan yang
diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan, serta
bagian pendapatan APBD yang digunakan untuk membiayai belanja administrasi
umum, belanja operasi dan pemeliharaan dan Belanja Modal.
8/18/2019 konci.pdf
13/87
2.1.2.1 Struktur APBD
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja
daerah (APBD) merupakan satu kesatuan yang terdiri atas tiga bagian, yaitu
pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayan daerah.
“Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1)dikelompokkan atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanja menurut kelompok belanja terdiridari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pembiayaan daerah terdiridari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan
pembiayaan mencakup sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaransebelumnya (SiLPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaandaerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali
pemberian pinjaman, dan penerimaan piutang daerah. Pengeluaran pembiayaan mencakup pembentukan dana cadangan, penyertaan modal(investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok utang dan pemberian pinjaman daerah.”
Sedangkan menurut Halim (2004) terkait dengan struktur Anggaran
Pendapatan dan Belanja Modal yaitu:
“Pendapatan dibagi menjadi 3 kategori yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD),Dana Perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanjadigolongkan menjadi 4 yakni belanja aparatur daerah, belanja pelayanan
publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan dan belanja tak tersangka.Belanja aparatur daerah diklasifikasi menjadi 3 kategori yaitu belanjaadministrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan dan belanjamodal/pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi 3yakni belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan dan
belanja modal. Pembiayaan dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan yaitu: sumber penerimaan daerah dan sumber pengeluaran
daerah. Sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah adalah : sisa lebihanggaran tahun lalu, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan assetdaerah yang dipisahkan dan transfer dari dana cadangan. Sumber
pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas: pembayaran utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dana cadangandan sisa lebih anggaran tahun sekarang.”
8/18/2019 konci.pdf
14/87
Dari kedua kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa struktur Anggaran
Pendapatan dan Belanja Modal terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1) Anggaran pendapatan yang terdiri atas:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain.
b. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil (DBH),
Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
c. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
2) Anggaran Belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan
tugas pemerintahan di daerah.
3) Pembiayaan yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran
yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
2.1.2.2 Fungsi APBD
Fungsi APBD pada dasarnya sama dengan fungsi APBN. Dalam artikel yang
peneliti baca ( http://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran Pendapatan Belanja Daerah )
disebutkan bahwa fungsi APBD terdiri dari:
“1) Fungsi otorisasi 2) Fungsi perencanaan3) Fungsi pengawasan4) Fungsi alokasi5) Fungsi distribusi6) Fungsi stabilitas” Penjelasan dari fungsi APBD di atas adalah sebagai berikut:
1) Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk
merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa
dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk
dilaksanakan.
http://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran%20Pendapatan%20Belanja%20Daerahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran%20Pendapatan%20Belanja%20Daerahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran%20Pendapatan%20Belanja%20Daerahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran%20Pendapatan%20Belanja%20Daerah
8/18/2019 konci.pdf
15/87
2) Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan.
3) Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah
menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan
penyelenggaraan pemerintah daerah.
4) Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus
diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran,
dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian daerah.5) Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam
penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan.
6) Fungsi stabilitas memiliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat
untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian daerah.
2.1.3 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan pertumbuhan perekonomian
suatu Negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama
periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan
kapasitas pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi
keberhasilan pembangunan ekonomi. Menurut Boediono (1985) pertumbuhan
ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita. Perekonomian dikatakan
mengalami pertumbuhan apabila tingkat kegiatan ekonomi meningkat dari satu periode berikutnya, berarti jumlah barang dan jasa yang dihasilkan bertambah besar
pada tahun berikutnya yang berarti bahwa produktivitas dari faktor-faktor yang
dimasukkan dalam produksi menyebabkan pertumbuhan ekonomi meningkat.
8/18/2019 konci.pdf
16/87
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ciri pokok dalam proses
pembangunan, hal ini diperlukan berhubungan dengan kenyataan adanya
pertambahan penduduk. Bertambahnya penduduk dengan sendirinya menambah
kebutuhannya akan pandang, sandang, pemukiman, pendidikan dan pelayanan
kesehatan.
Infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak pada
pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai, maka masyarakat
dapat melakukan aktivitas sehari-harinya secara aman dan nyaman, yang akan
berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat. Dengan adanya
infrastruktur yang memadai, akan menarik investor untuk membuka usaha di daerahtersebut.
Pertumbuhan ekonomi sering diukur dengan menggunakan Pertumbuhan
Produk Domestik Bruto (PDB/PDRB). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit
usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
Penyajian angka-angka dalam PDRB dibedakan menjadi dua, yaitu PDRB
atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah dari barang dan jasa yang
dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku pada tahun bejalan setiap tahun,
sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa
yang dihitung dengan memakai harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai
tahun dasar. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat
pergeseran dan struktur ekonomi, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan
digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.
Dari artikel yang peneliti baca
( http://infostatntb.wordpress.com/pengertian-pdrb-2/metode-perhitungan-pdrb/ )
terdapat tiga pendekatan umum yang dapat digunakan untuk menghitung angka-
angka PDRB, yaitu:
http://infostatntb.wordpress.com/pengertian-pdrb-2/metode-perhitungan-pdrb/http://infostatntb.wordpress.com/pengertian-pdrb-2/metode-perhitungan-pdrb/http://infostatntb.wordpress.com/pengertian-pdrb-2/metode-perhitungan-pdrb/http://infostatntb.wordpress.com/pengertian-pdrb-2/metode-perhitungan-pdrb/
8/18/2019 konci.pdf
17/87
“1) Pendekatan Produksi 2) Pendekatan Pendapatan
3) Pendekatan Pengeluaran” Penjelasan dari ketiga pendekatan umum diatas adalah sebagai berikut:
1) Pendekatan produksi adalah menghitung nilai tambah dari
barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan cara
mengurangi output dari masing-masing sektor atau sub sektor dengan biaya
antaranya. Pendekatan ini bisa juga disebut pendekatan nilai tambah. Nilai
tambah merupakan nilai yang ditambahkan pada barang dan jasa yang dihasilkan
oleh unit produksi dalam proses produksi dari input antara yang dikeluarkanuntuk menghasilkan barang dan jasa tersebut. Nilai yang ditambahkan ini sama
dengan balas jasa faktor produksi atas ikut sertanya dalam proses produksi.
2) Pendekatan pendapatan adalah nilai tambah dari setiap
kegiatan ekonomi dihitung dengan jalan menjumlahkan semua balas jasa faktor
produksi yaitu upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung
neto. Untuk sektor pemerintahan dan usaha-usaha yang sifatnya tidak mencari
untung, surplus usaha tidak diperhitungkan. Yang termasuk dalam surplus usaha
adalah bunga, sewa tanah dan keuntungan. Metode pendekatan pendapatan ini
banyak dipakai pada sektor yang produksinya berupa jasa seperti sektor
pemerintahan.
3) Pendekatan pengeluaran bertitik tolak pada pengguna akhir
barang dan jasa di wilayah domestik. Jadi Produk Domestik Regional dihitung
dengan cara menghitung berbagai komponen pengeluaran akhir yang membentuk
Produk Domestik Regional Bruto tersebut. Secara umum pendekatan
pengeluaran dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a) Melalui pendekatan penawaran yang terdiri dari metode arus
barang dan metode penjualan eceran.
b) Metode pendekatan permintaan yang terdiri dari pendekatan
survei pendapatan dan pengeluaran rumah tangga, metode data anggaran
8/18/2019 konci.pdf
18/87
belanja, metode balance sheet dan metode statistic perdagangan luar negeri.
Pada prinsipnya cara ini dimaksudkan untuk memperkirakan komponen-
komponen permintaan akhir seperti konsumsi rumah tangga, konsumsi
lembaga swasta nirlaba, konsumsi pemerintah, pembentukan modal bruto
dan perdagangan antar wilayah (termasuk ekspor dan impor).
Pertumbuhan ekonomi yang dinyatakan dengan kenaikan output (Produk
Domestik Bruto) dan pendapatan riil per kapita memang bukanlah satu-satunya
sasaran di Negara-negara berkembang, namun kebijakan ekonomi dalam
meningkatkan pertumbuhan output perlu dilakukan karena merupakan syarat penting
untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat dan untuk mendukung tujuan kebijakan
pembangunan lainnya.
2.1.3.1 Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan belanja Modal
Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh
positif pada pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2004). Syarat fundamental untuk
pertumbuhan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang
dengan pertambahan penduduk. Bertambahnya infrastruktur dan perbaikannya oleh
pemerintah daerah diharapkan akan memacu pertumbuhan aekonomi daerah.
2.1.4 Alokasi Anggaran Belanja Daerah
Menurut Peraturan Pemerintahan No. 58 Tahun 2005, Belanja daerah adalah
kewajiban Pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan bersih.
Selanjutnya, dalam operasionalisasinya pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.25 Tahun 2009, belanja daerah merupakan bagian dari pengeluaran daerah,
disamping pengeluaran pembiayaan daerah yang disusun dengan pendekatan prestasi
kerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan agar
pemerintah daerah berupaya menetapkan target capaian baik dalam konteks daerah,
8/18/2019 konci.pdf
19/87
satuan kerja dan kegiatan sejalan dengan urusan yang menjadi kewenangannya.
Dalam hal ini, belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang
dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh
kelompok masyarakat, khususnya dalam pemberian pelayanan umum.
Klasifikasi Belanja daerah berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi dua
yaitu Belanja Operasi dan Belanja Modal. Belanja Operasi merupakan belanja yang
memberikan manfaat atau akan terpakai habis dalam menjalankan kegiatan
operasional pemerintahan selama tahun berjalan. Sedangkan Belanja Modal adalah
belanja yang memberikan manfaat lebih dari 1 tahun dan nilainya material.Penentuan
tingkat materialitas belanja perlu dituangkan dalam Peraturan Kepala daerah. Berikut jenis-jenis belanja diantaranya:
1) Belanja Operasi
Belanja Operasi terdiri dari:
(1) Belanja Pegawai
(2) Belanja Barang
(3) Belanja Bunga
(4) Belanja Subsidi
(5) Belanja Hibah
(6) Belanja Bantuan Sosial
(7) Belanja Bantuan Keuangan
2) Belanja Modal
(1) Belanja Tanah
(2) Belanja Peralatan dan Mesin
(3) Belanja Gedung dan Bangunan
(4) Belanja jalan, Irigasi dan Jaringan
(5) Belanja Aset Tetap Lainnya
3) Belanja Tak terduga
8/18/2019 konci.pdf
20/87
2.1.5 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka
18 bahwa:
“Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yangdiperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang- undangan.” Menurut Halim (2004) tentang pengertian Pendapatan Asli daerah (PAD)
yaitu:
“Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkanmenjadi empat jenis pendapatan, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yangdipisahkan, lain- lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.”
Sedangkan menurut Mardiasmo (2002) tentang pengertian Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yaitu:
“Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh darisektor pajak daerah, retribusi daerah hasil perusahaan milik daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan AsliDaerah yang sah. Sebagaimana disebutkan bahwa Pendapatan Asli daerahmerupakan penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah,maka diharapkan tiap-tiap pemerintah daerah dapat membangun infrastrukturekonomi baik di daerahnya masing-masing guna meningkatkan pendapatannya.”
Dari beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Asli
Daerah (PAD) merupakan pendapatan yang diperoleh dari penerimaan daerah yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan-peraturan. Adapun kelompok Pendapatan Asli Daerah yang
dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, diantaranya:
8/18/2019 konci.pdf
21/87
1) Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah:
“Iuran yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalanlangsung yang seimbang dan dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
Perundang- Undangan yang berlaku.” Menurut H. Mohammad Zain (2010) mengemukakan bahwa pajak daerah
adalah:
“Kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidakmendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluanDaerah bagi sebesar-besarnya kemak muran rakyat.”
Pajak tersebut digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah
daerah. Jenis-jenis pajak daerah adalah:
(1) Pajak Hotel
Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan yang
khusus disediakan bagi orang yang menginap/istirahat, memperoleh pelayanan
dan/atau fasilitas lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang
sama, kecuali untuk perkotaan atau perkantoran.
(2) Pajak Restoran dan Rumah Makan
Pajak restoran dan rumah makan adalah pajak atas pelayanan restoran. Restoran
atau rumah makan adalah tempat menyantap makanan dan/atau minuman yang
disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk jasa boga atau catering.
(3) Pajak Hiburan
Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan ketangkasan dan/atau keramaian dengan nama dan
bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut
bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga.
8/18/2019 konci.pdf
22/87
(4) Pajak Reklame
Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggara reklame.Reklame adalah benda,
alat, pembuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk
tujuan komersial.
(5) Pajak Penerangan Jalan
Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan
ketentuan bahwa diwilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan yang
dibayarkan oleh pemerintah daerah.
(6) Pajak Bahan Galian Golongan C
Pajak pengambilan bahan galian golongan c adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan c sesuai dengan peraturan Perundang-
Undangan yang berlaku. Bahan galian golongan c terdiri dari asbes, batu tulis,
batu setengah permata, batu kapur, batu apung, gips, pasir, phospat, tanah liat
dan lain-lain.
(7) Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Pemukiman
Pajak yang dikenakan terhadap pengambilan dan pemanfaatan air, baik air bawah
tanah maupun air permukaan untuk digunakan orang pribadi atau badan kecuali
untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat.
2) Retribusi Daerah
Sumber pendapatan lain yang dapat dikategorikan dalam pendapatan asli
daerah adalah retribusi daerah. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (UU
No. 28 Tahun 2009).
Retribusi daerah dapat dibagi dalam beberapa kelompok yakni retribusi jasa
umum, retribusi jasa usaha, retribusi perizinan. Yang mana dapat diuraikan sebagai
berikut:
8/18/2019 konci.pdf
23/87
(1) Retribusi jasa umum, adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan
oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta
dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
(2) Retribusi jasa usaha, adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah
daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula
disediakan oleh sektor swasta.
(3) Retribusi perizinan tertentu, adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah
daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang
dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan ataskegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana,
sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga
kelestarian lingkungan.
3) Pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan
Salah satu penyebab diberlakukannya otonomi daerah adalah tingginya
campur tangan pemerintah pusat dalam pengelolaan roda pemerintahan daerah.
Termasuk didalamnya adalah pengelolaan kekayaan daerah berupa sumber daya
alam, sumber daya manusia dan sektor industry. Dengan adanya otonomi daerah
maka inilah saatnya bagi daerah untuk mengelola kekayaan daerahnya seoptimal
mungkin guna meningkatkan pendapatan asli daerah. Undang-undang mengizinkan
pemerintah daerah untuk mendirikan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), BUMD
ini bersama sektor swasta atau Asosiasi Pengusaha Daerah diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi daerah sehingga dapat menunjang kemandirian daerah
dalam pembangunan perekonomian daerah.
8/18/2019 konci.pdf
24/87
4) Lain-lain Pendapatan yang Sah
Lain-lain pendapatan yang sah yang dapat digunakan untuk membiayai
belanja daerah dapat diupayakan oleh daerah dengan cara-cara yang wajar dan tidak
menyalahi peraturan yang berlaku. Alternatif untuk memperoleh pendapatan ini bisa
dilakukan dengan melakukan pinjaman kepada pemerintah pusat, pinjaman kepada
pemerintah daerah lain, pinjaman kepada lembaga keuangan dan non keuangan,
pinjaman kepada masyarakat, dan juga bias dengan menerbitkan obligasi daerah.
2.1.5.1 Hubungan Antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Belanja
Modal
Daerah yang ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai akan
berpengaruh pada tingkat produktivitas masyarakatnya dan akan menarik investor
untuk menanamkan modalnya pada daerah tersebut yang pada akhirnya akan
menambah pendapatan asli daerah. Peningkatan PAD diharapkan mampu
memberikan efek yang signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal
oleh pemerintah.
Peningkatan invesatasi modal (belanja modal) diharapkan mampu
meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan
tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari
adanya peningkatan PAD. Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas sektor
publik akan berujung pada peningkatan pendapatan daerah. Pelaksanaan
desentralisasi membuat pembangunan menjadi prioritas utama pemerintah daerah
untuk menunjang peningkatan PAD.
2.1.6 Dana Alokasi Umum (DAU)
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang dana
perimbangan atau Dana Alokasi Umum, bahwa:
8/18/2019 konci.pdf
25/87
“Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yangdialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk
membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisai.”
Implikasinya, DAU dialokasikan kepada setiap daerah dalam rangka
menjalankan kewenangan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik
kepada masyarakat. DAU yang merupakan transfer pemerintah pusat kepada daerah
bersifat “block grant”, yang berarti daerah diberi keleluasaan dalam penggunaannya
sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah dengan tujuan untuk menyeimbangkan
kemampuan keuangan antar daerah.
Kebijakan DAU merupakan instrumen penyeimbang fiskal antar daerah,
sebab tidak semua daerah mempunyai struktur dan kemampuan fiskal yang
sama (horizontal fiscal imbalance). DAU sebagai bagian dari kebijakan transfer fiskal
dari pusat ke daerah (intergovernmental transfer) berfungsi sebagai faktor
pemerataan fiskal antara daerah-daerah serta memperkecil kesenjangan kemampuan
fiskal atau keuangan antar daerah (Saragih, 2003).
Bagi daerah yang relatif minim Sumber Daya Alam (SDA), DAU
merupakan sumber pendapatan penting guna mendukung operasional pemerintah
sehari-hari serta sebagai sumber pembiayaan pembangunan (Saragih, 2003 ). Tujuan
DAU di samping untuk mendukung sumber penerimaan daerah juga sebagai
pemerataan (equalization) kemampuan keuangan pemerintah daerah (Saragih, 2003).
2.1.6.1 Tahapan Perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU)
1) Tahapan AkademisKonsep awal penyusunan kebijakan atas implementasi formula DAU
dilakukak oleh Tim Independen dari berbagai universitas dengan tujuan untuk
memperoleh kebijakan perhitungan DAU yang sesuai dengan ketentuan undang-
undang dan karakteristik otonomi daerah di Indonesia.
8/18/2019 konci.pdf
26/87
2) Tahapan Administratif
Tahapan ini Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk penyiapan data dasar
perhitungan DAU termasuk didalamnya kegiatan konsolidasi dan verifikasi data
untuk mendapatkan validitas dan kemutakhiran data yang akan digunakan.
3) Tahapan Teknis
Merupakan tahapan pembuatan simulasi penghitungan DAU yang akan
dikonsultasikan Pemerintah kepada DPR RI dan dilakukan berdasarkan formula DAU
sebagaimana diamanatkan Undang-Undang dengan menggunakan data yang tersedia
serta memperhatikan hasil rekomendasi pihak akademis.4) Tahapan Politis
Merupakan tahapan akhir, pembahasan perhitungan dan alokasi DAU antara
Pemerintah dengan Panitia kerja Belanja Daerah Panitia Anggaran DPR RI untuk
konsultasi dan mendapatkan persetujuan hasil perhitungan DAU.
2.1.6.2 Hubungan Antara Dana Alokasi Umum dengan Belanja Modal
Pemerintah pusat mengharapkan dengan adanya desentralisasi fiskal
pemerintah daerah lebih mengoptimalkan kemampuannya dalam mengelola sumber
daya yang dimiliki sehingga tidak hanya mengandalkan DAU. Dengan adanya
transfer DAU dari Pemerintah Pusat maka daerah bisa lebih fokus untuk
menggunakan PAD yang dimilikinya untuk membiayai belanja modal yang
menunjang tujuan pemerintah yaitu meningkatkan pelayanan publik.
2.1.7 Belanja Modal
Menurut Halim (2004) tentang pengertian Belanja Modal, yaitu:“Belanja Modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnyamelebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaandaerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti
biaya pemeliharaan pa da Kelompok Belanja Administrasi Umum.”
8/18/2019 konci.pdf
27/87
Berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal
53 ayat (1):
“Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 huruf c digunakanuntuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau
pembangunan asset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih daridua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, sepertidalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan,irigasi dan jaringan dan asset tetap lainnya.”
Dari kedua kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa Belanja Modal
dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah asset
tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi,termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya
mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas
asset.
Berdasarkan Keputusan Menteri dalam Negeri nomor 29 Tahun 2002,
belanja modal dibagi menjadi:
“1) Belanja Publik, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secaralangsung oleh masyarakat umum.
2) Belanja Aparatur, yaitu belanja yang manfaatnya tidak secara langsungdinikmati oleh masyarakat, tetapi dirasakan secara langsung oleh aparatur.”
Dari artikel yang penelitian baca
( http://www.ksap.org/Riset&Artikel/Art16.pdf ) Belanja Modal dapat dikategorikan
dalam 5 kategori utama:
“1) Belanja Modal Tanah2) Belanja Modal Peralatan dan Mesin3) Belanja Modal Gedung dan Bangunan4) Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
5) Belanja Modal Fisik Lainnya”
http://www.ksap.org/Riset&Artikel/Art16.pdfhttp://www.ksap.org/Riset&Artikel/Art16.pdfhttp://www.ksap.org/Riset&Artikel/Art16.pdfhttp://www.ksap.org/Riset&Artikel/Art16.pdf
8/18/2019 konci.pdf
28/87
Penjelasan dari 5 kategori Belanja Modal diatas adalah sebagai berikut:
1) Belanja Modal Tanah
Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
pengadaan, pembelian, pembebasan penyelesaian untuk balik nama dan sewa,
pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat dan
pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai
tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.
2) Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan
untuk pengadaan, penambahan, penggantian dan peningkatan kapasitas peralatandan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari dua belas
bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.
3) Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan
untuk pengadaan, penambahan, penggantian dan termasuk pengeluaran untuk
perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan
yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi
siap pakai.
4) Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan
pembangunan, pembuatan serta perawatan dan termasuk pengeluarn untuk
perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan, irigasi dan jaringan yang
menambah kapasitas sampai jalan, irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi
siap pakai.
2) Belanja Modal Fisik Lainnya
Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan
serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam
8/18/2019 konci.pdf
29/87
kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan
jalan, irigasi dan jaringan termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal
kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan
barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku dan jurnal ilmiah.
Berikut ini adalah table komponen biaya yang termasuk dalam belanja
modal:
Table 2.1Jenis Belanja Modal dan Komponen-Komponennya
Jenis Belanja Modal Komponen Biaya yang Dimungkinkan di dalamBelanja Modal
Belanja Modal Tanah 1) Belanja Modal Pembebasan Tanah2) Belanja Modal Pembayaran Honor Tim Tanah3) Belanja Modal Pembuatan Sertifikat Tanah4) Belanja Modal Pengurugan dan Pematangan Tanah5) Belanja Modal Biaya Pengukuran Tanah6) Belanja Modal Perjalanan Pengadaan Tanah
Belanja Modal Gedungdan Bangunan
1) Belanja Modal Bahan Baku Gedung dan Bangunan2) Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor
Pengelola Teknis Gedung dan Bangunan3) Belanja Modal Sewa Peralatan Gedung dan
Bangunan4) Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan
Gedung dan Bangunan5) Belanja Modal Perizinan Gedung dan Bangunan6) Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran
Bangunan Lama Gedung dan Bangunan7) Belanja Modal Honor Perjalanan Gedung dan
BangunanBelanja Modal Peralatandan Mesin
1) Belanja Modal Bahan Baku Peralatan dan Mesin2) Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor
Pengelola Teknis Peralatan dan Mesin3) Belanja Modal Sewa Peralatan dan Mesin4) Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan
Peralatan dan Mesin5) Belanja Modal Perizinan Peralatan dan Mesin6) Belanja Modal Pemasangan Peralatan dan Mesin7) Belanja Modal Honor Perjalanan Peralatan dan
Mesin
8/18/2019 konci.pdf
30/87
Belanja Modal Jalan,Irigasi dan Jaringan
1) Belanja Modal Bahan Baku Jalan dan Jembatan2) Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor
Pengelola Teknis Jalan dan Jembatan3) Belanja Modal Sewa Peralatan Jalan danJembatan
4) Belanja Modal Perencanaan dan PengawasanJalan dan Jembatan
5) Belanja Modal Perizinan jalan dan Jembatan6) Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran
Bangunan Lama Jalan dan Jembatan7) Belanja Modal Honor Perjalanan Jalan dan
Jembatan8) Belanja Modal bahan baku Irigasi dan Jaringan
9) Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan HonorPengelola Teknis Irigasi dan Jraingan10) Belanja Modal Sewa Peralatan Irigasi dan
Jaringan11) Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan
Irigasi dan Jaringan12) Belanja Modal Perizinan Irigasi dan Jaringan13) Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran
Bangunan Lama Irigasi dan Jaringan14) Belanja Modal Honor Perjalanan Irigasi dan
Jaringan
Belanja Modal FisikLainnya 1) Belanja Modal Bahan Baku Fisik Lainnya2) Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan HonorPengelola Teknis Fisik Lainnya
3) Belanja Modal Sewa Peralatan Fisik Lainnya4) Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Fisik
Lainnya5) Belanja Modal Perizinan Fisik Lainnya6) Belanja Modal Jasa Konsultan Fisik Lainnya
2.2 Kerangka PemikiranBelanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan
manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran
8/18/2019 konci.pdf
31/87
untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa
manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.
Belanja Modal pada umumnya dialokasikan untuk perolehan asset tetap yang
dapat digunakan sebagai sarana pembangunan daerah. Dengan berkembang pesatnya
pembangunan diharapkan terjadi peningkatan kemandirian daerah dalam membiayai
kegiatannya terutama dalam hal keuangan. Untuk dapat mengetahui terjadinya
peningkatan kemandirian daerah, pendapatan asli daerah bisa dijadikan sebagai tolak
ukurnya karena PAD ini sendiri merupakan komponen yang penting yang
mencerminkan bagaimana sebuah daerah dapat mendanai sendiri kegiatannya melalui
komponen pendapatan yang murni dihasilkan melalui daerah.
Anggaran daerah merupakan salah satu alat yang memegang peranan penting
dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan didalamnya tercermin kebutuhan
masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber kekayaan daerah.
APBN merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah Negara yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat/DPR (UU Keuangan Negara, 2002).
Tujuan utama proses perumusan anggaran adalah menterjemahkan
perencanaan ekonomi pemerintah, yang terdiri dari perencanaan input dan output
dalam satuan keuangan. Oleh karena itu, proses perumusan anggaran harus dapat
menggali dan mengendalikan sumber-sumber dana publik. Proses pembuatan satu
tahun anggaran tersebut dikenal dengan istilah penganggaran.
Anggaran sektor publik pemerintah daerah dalam APBD sebenarnya
merupakan output pengalokasian sumber daya. Adapun pengalokasian sumber daya
merupakan permasalahan yang paling mendasar dalam penganggaran sektor publik.
Dalam era desentralisasi fiskal, pemerintah pusat memberikan dana
perimbangan kepada pemerintah daerah yang terdiri dari Dana Alokasi Umum
(DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Sebagaimana
8/18/2019 konci.pdf
32/87
8/18/2019 konci.pdf
33/87
Kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1Skema Kerangka Pemikiran
2.3 Hipotesis Penelitian
Kebijakan otonomi daerah merupakan pendelegasian kewenangan yang
disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan, sarana dan prasaran serta
sumber daya manusia (SDM) dalam kerangka desentralisasi fiskal. Dalam
menghadapi desentralisasi fiskal menunjukkan bahwa potensi fiskal pemerintah
daerah antara satu dengan daerah yang lain bisa jadi sangat beragam. Perbedaan ini
pada gilirannya dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang beragam pula.
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita (Boediono,
1985). Secara tradisional, pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk peningkatan yang
berkelanjutan Produk Domestik Regional Daerah / PDRB (Saragih, 2003 ; Kuncoro,
2004). Hasil penelitian yang dilakukan Lin & Liu (2000) menunjukkan desentralisasi
Pertumbuhan Ekonomi
(X1)
Pendapatan Asli Daerah(X2)
Dana Alokasi Umum
(X3)
Belanja Modal(Y)
8/18/2019 konci.pdf
34/87
8/18/2019 konci.pdf
35/87
Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan kemandirian daerah,
pemerintah daerah otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi
masyarakat (UU 32/2004). Kemampuan daerah untuk menyediakan pendanaan yang
berasal dari daerah sangat tegantung pada kemampuan merealisasikan potensi
ekonomi tersebut menjadi bentuk-bentuk kegiatan ekonomi yang mampu
menciptakan perguliran dana untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan.
Besarnya kewenangan legislatif dalam proses penyususan anggaran (UU
32/2004) membuka ruang bagi legislatif untuk “memaksakan” kepentingan pribadinya. Posisi legislatif sebagai pengawasan bagi pelaksanaan kebijakan
pemerintah daerah, dapat digunakan untuk memprioritaskan preferensinya dalam
penganggaran. Untuk merealisasikan kepentingan pribadinya, politisi memliki
preferensi atas alokasi yang mengandung lucrative opportunities dan memiliki
dampak politik jangka panjang. Oleh karena itu, legislatif akan merekomendasi
eksekutif untuk menaikkan alokasi pada sektor-sektor yang mendukung
kepentingannya. Legislatif cenderung mengusulkan pengurangan atas alokasi untuk
pendidikan, kesehatan, dan belanja publik lainnya yang tidak bersifat job programs
dan targetable .
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang terdiri dari Pajak
Daerah, Retribusi Daerah, Pendapatan dari Laba Perusahaan Daerah dan lain-lain
Pendapatan Yang Sah. Studi tentang pengaruh pendapatan daerah ( local own source
revenue ) terhadap pengeluaran daerah sudah banyak dilakukan (misalnya Aziz et al,
2000; Blackley, 1986; Joulfaian & Mokeerjee, 1990; Legrenzi & Milas, 2001; von
Furstenberg et al, 1986). Hipotesis yang menyatakan bahwa pendapatan daerah
(terutama pajak) akan mempengaruhi anggaran belanja pemerintah daerah dikenal
dengan nama tax-spend hypothesis (Aziz et al, 2000; Doi, 1998; von Furstenberg et
al, 1986). Dalam hal ini, pengeluaran pemerintah daerah akan disesuaikan dengan
8/18/2019 konci.pdf
36/87
perubahan dalam penerimaan pemerintah daerah atau perubahan pendapatan terjadi
sebelum perubahan pengeluaran.
Daerah yang ditunjang dengan sarana dan prasarana memadai akan
berpengaruh pada tingkat produktivitas masyarakatnya dan akan menarik investor
untuk menanamkan modalnya pada daerah tersebut yang pada akhirnya akan
menambah pendapatan asli daerah. Peningkatan PAD diharapkan mampu
memberikan efek yang signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal
oleh pemerintah.
Peningkatan investasi modal (belanja modal) diharapkan mampu
meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkantingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari
adanya peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002). Dengan kata lain, pembangunan
berbagai fasilitas sektor publik akan berujung pada peningkatan pendapatan daerah.
Pelaksanaan desentralisasi membuat pembangunan menjadi prioritas utama
pemerintah daerah untuk menunjang peningkatan PAD.
Studi Abdullah (2004) menemukan adanya perbedaan preferensi antara
eksekutif dan legislatif dalam pengalokasian spread PAD ke dalam belanja sektoral.
Alokasi untuk infrastruktur dan DPRD mengalami kenaikan, tapi alokasi untuk
pendidikan dan kesehatan justru mengalami penurunan. Abdullah (2004) menduga
power legislatif yang sangat besar menyebabkan diskresi atas penggunaan spread
PAD tidak sesuai dengan preferensi publik. Berdasarkan landasan teoritis dan
temuan-temuan empiris di atas, hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut:
H2 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap pengalokasian
anggaran Belanja Modal.
Untuk memberi dukungan terhadap pelaksanaan otonomi daerah telah
diterbitkan UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah. Sumber pembiayaan pemerintah daerah didalam rangka perimbangan
keuangan pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi,
dekonsentrasi, dan pembantuan. Adapun sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan
8/18/2019 konci.pdf
37/87
desentralisasi terdiri atas Pendapatan Asli daerah (PAD), Dana Perimbangan,
Pinjaman Daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah.
Dana alokasi umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk
membiayai kebutuhan pengeluarannya didalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, hal
tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan
didalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah
secara leluasa dapat menggunakan dana ini apakah untuk memberi pelayanan yanglebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain yang tidak penting. Adapun
cara mengihitung dana alokasi umum menurut ketentuan adalah sebagai berikut :
a. Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari
penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.
b. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah provinsi dan untuk daerah
kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi umum
sebagaimana ditetapkan diatas.
c. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu
ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk daerah
kabupaten/kota yang bersangkutan.
d. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan proporsi
bobot daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Pemerintah pusat mengharapkan dengan adanya desentralisasi fiskal
pemerintah daerah lebih mengoptimalkan kemampuannya dalam mengelola sumberdaya yang dimiliki sehingga tidak hanya mengandalkan DAU. Dengan adanya
transfer DAU dari Pemerintah Pusat maka daerah bisa lebih fokus untuk
menggunakan PAD yang dimilikinya untuk membiayai belanja modal yang
menunjang tujuan pemerintah yaitu meningkatkan pelayanan publik.
8/18/2019 konci.pdf
38/87
Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan oleh Holtz-Eakin et. al.
(1985) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari
pemerintah pusat dengan belanja pemerintah daerah. Secara spesifik mereka
menegaskan bahwa variabel-variabel kebijakan pemerintah daerah dalam jangka
pendek disesuaikan ( adjusted ) dengan transfer yang diterima, sehingga
memungkinkan terjadinya respon yang non-linier dan asymmetric . Landasan teoritis
dan temuan-temuan empiris di atas, menghasilkan hipotesis sebagai berikut:
H3 : Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap pengalokasian
anggaran Belanja Modal.
8/18/2019 konci.pdf
39/87
BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Menurut pendapat Suharsimi (2002) Objek Penelitian adalah variabel atau
apa yang menjadi titik perhatian suatu penulisan. Dalam penelitian ini yang menjadi
objek penelitian adalah Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Belanja Modal. Penelitian ini dilakukan untuk melihat
pengaruh dari Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana
Alokasi Umum (DAU) terhadap efektivitas pengalokasian anggaran belanja modal.
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bukan hanya ditujukan
untuk orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan
sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh
karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek tersebut (Sugiyono, 2004).
Populasi penelitian ini adalah seluruh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Barat.
Berdasarkan pengertian populasi tersebut yang menjadi populasi pada
penelitian ini adalah Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat pada tahun 2007-2011.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut dan sampel yang diambil dari populasi diharapkan betul-betul
representatif atau mewakili populasi. Kesimpulan yang ditarik dari sampel akan
mampu diberlakukan untuk keseluruhan populasi (Sugiyono, 2004).
8/18/2019 konci.pdf
40/87
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik
nonprobability sampling. Menurut Sugiyono (2004:), “Teknik nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan
sama bagi setiap unsur anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel”, dimanateknik yang digunakan yaitu purposive sampling atau pengambilan anggota sampel
dari populasi dilakukan dengan pertimbangan tertentu.
Berdasarkan pengertian sampel tersebut maka yang menjadi sampel pada
penelitian ini adalah Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan Provinsi Jawa Barat
tahun anggaran 2007-2011 dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi
Jawa Barat tahun anggaran 2007-2011. Dari populasi yang berjumlah 26 (17
Kabupaten dan 9 Kotamadya), peneliti hanya meneliti sampel sebanyak 23 (15
Kabupaten dan 8 Kotamadya) yang sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
1. Kabupaten dan Kotamadya Provinsi Jawa Barat.
2. Kabupaten dan Kotamadya yang memiliki Laporan Realisasi Anggaran yang
lengkap minimal 5 tahun (2007-2011).
3. Kabupaten dan Kotamadya yang memiliki laporan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) yang lengkap minimal 5 tahun (2007-2011).
4. Kabupaten dan Kotamadya yang mengalami peningkatan dalam Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) minimal 5 tahun (2007-2011).
5. Kabupaten dan Kotamadya yang laporan keuangannya telah diaudit.
Berdasarkan kelima kriteria diatas, maka jumlah Kabupaten dan Kota yang
akan dijadikan sampel penelitian sebanyak 23 (15 Kabupaten dan 8 Kota), dengan
rincian sebagai berikut :
8/18/2019 konci.pdf
41/87
Table 3.1Sampel Penelitian
No Nama Kabupaten No Nama Kota1 Kab. Bandung 1 Kota Bandung
2 Kab. Sukabumi 2 Kota Sukabumi
3 Kab. Cianjur 3 Kota Bogor
4 Kab. Garut 4 Kota Cirebon
5 Kab. Tasikmalaya 5 Kota Bekasi
6 Kab. Ciamis 6 Kota Depok
7 Kab. Kuningan 7 Kota Cimahi8 Kab. Cirebon 8 Kota Tasikmalaya
9 Kab. Majalengka
10 Kab. Sumedang
11 Kab. Indramayu
12 Kab. Subang
13 Kab. Purwakarta
14 Kab. Karawang
15 Kab. Bekasi
Sumber : Badan Pusat Statistik, data diolah (2013)
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan suatu cara atau proses yang sistematis
dalam pengumpulan, pencatatan dan penyajian fakta untuk tujuan tertentu. Metode
pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini terdiri dari:
1) Pengumpulan data skunder
Jenis data yang digunakan berupa data sekunder. Menurut Moh. Nazir
(2003) data sekunder yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi dan
tidak memerlukan pengolahan lebih lanjut yakni data runtut waktu ( time series)
berupa APBD kabupaten/kota se-Jawa Barat periode 2007-2011. Data diperoleh dari
8/18/2019 konci.pdf
42/87
media internet melalui situs www.djpk.depkeu.go.id , situs resmi pemda yang
menerbitkan data APBD dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat.
2) Metode penelitian deskriptif
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang berusaha mengumpulkan, menyajikan,
serta menganalisis data sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai
objek yang diteliti.
Menurut Moh. Nazir (2003) metode Deskriptif adalah sebagai berikut:
“Metode deskriptif adalah metode dalam meneliti status, sekelompok
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran ataupunsuatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalahmembuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual danakurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomenayang diselidiki”.
3) Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Teknik ini dilakukan baik secara Library Research maupun Internet
Research , untuk memperoleh data dan menambah wawasan teoritis yang akan
digunakan untuk kepentingan peneliti dengan maksud untuk memperoleh data
pendukung yang berfungsi sebagai tinjauan pustaka guna mendukung data sekunder
yang diperoleh serta referensi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.4 Operasionalisasi Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2004) Operasional variabel adalah suatu cara untuk
mengukur suatu konsep dan bagaimana konsep harus diukur sehingga terdapat
variabel-variabel yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Variabel-variabel inidigunakan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai objek yang akan diteliti
dimana data yang diperoleh, dikumpulkan dan dianalisis kemudian dibandingkan
dengan landasan teoritis yang diperoleh dari literature dan kemudian ditarik
kesimpulan.
8/18/2019 konci.pdf
43/87
Sedangkan menurut Sugiyono (2004) variabel penelitian adalah sesuatu hal
yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
Variabel merupakan segala sesuatu yang menjadi objek pengamatan dalam
penelitian yang merupakan suatu konsep yang memiliki variasi nilai. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Variabel Bebas (X)
Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang dianggap
berpengaruh terhadap variabel lain. Variabel independen dalam penelitian ini
diantaranya:X1 = Pertumbuhan Ekonomi
X2 = Pendapatan Asli Daerah (PAD)
X3 = Dana Alokasi Umum (DAU)
2) Variabel Terikat (Y)
Variabel dependen (Dependent variable) merupakan variabel yang tergantung
atau dapat dipengaruhi oleh variabel lain. Sehingga yang menjadi variabel
dependen dalam penelitian ini adalah Belanja Modal. Pengertian mengenai
Belanja Modal telah dijelaskan dalam bab sebelumnya.
Table 3.2Variabel Independen
Variabel Indikator SkalaPengukuran
InstrumenPenelitian
1. Pertumbuhan
Ekonomi (X 1)
1. PDRB Harga Berlaku Rasio Laporan Hasil
Pertumbuhan
Ekonomi
Kabupaten/Kota
di Jawa Barat
8/18/2019 konci.pdf
44/87
2. Pendapatan
Asli Daerah
(X2)
3. Dana Alokasi
Umum (X 3)
1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah
3. Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan
1. Dana transfer umum
Rasio
Rasio
Laporan APBD
Laporan APBD
Table 3.3Variabel Dependen
Variabel Indikator SkalaPengukuran
InstrumenPenelitian
1. Belanja Modal (Y) 1. Belanja Modal
Tanah
2. Belanja Modal
Peralatan dan
Mesin
3. Belanja Modal
Gedung dan
Bangunan
4. Belanja Modal
Jalan, Irigasi dan
Jaringan
5. Belanja Modal
Aset Tetap lainnya
Rasio Laporan APBD
8/18/2019 konci.pdf
45/87
3.5 Metode Analisis Data
3.5.1 Analisis Statistik dan Pengujian Hipotesis
Setelah data yang akan diteliti sudah terkumpul, maka dilakukanlah analisis
data. Analisis data ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran jawaban atas
variabel-variabel yang diteliti dari data yang sudah terkumpul terkait dengan rumusan
dan hipotesis yang diajukan. Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan
data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel
dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan
perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk
menguji hipotesis yang telah diajukan (Sugiyono, 2004).
3.5.1.1 Uji Asumsi Klasik
Hasan (2005) menyat akan “dalam penggunaan analisis regresi terdapat beberapa asumsi yang dapat menghasilkan estimator yang tidak bias yang terbaik dari
model regresi yang diperoleh dari metode kuadrat terkecil”. Dengan terpenuhinyaasumsi tersebut maka hasil yang diperoleh dapat dikatakan mendekati atau sama
dengan kenyataan dan juga lebih akurat. Asumsi tersebut dikenal dengan asumsi
klasik. Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi
regresi yang dilakukan benar-benar terbebas dari adanya gejala heteroskedastisitas,
gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi. Uji asumsi klasik dalam penelitian
ini terdiri dari uji normalitas, uji multikolinieritas, uji autokorelasi, dan uji
heteroskedastisitas.
1) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel terikat dan veriabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau
tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau
mendekati normal. Cara untuk mendeteksi normalitas adalah dengan melihat
penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik dengan dasar
pengambilan keputusan sebagai berikut :
8/18/2019 konci.pdf
46/87
a) Jika data (titik) menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b) Jika data (titik) menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti
arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
2) Uji Multikolinieritas
Pengujian asumsi ini untuk menunjukkan adanya hubungan linear antara
variabel-variabel bebas dalam model regresi maupun untuk menunjukkan ada
tidaknya derajat kolinearitas yang tinggi diantara variabel-variabel bebas. Jika
antar variabel bebas berkorelasi dengan sempurna maka disebut
multikolinearitasnya sempurna ( perfect multicoliniarity ), yang berarti modelkuadrat terkecil tersebut tidak dapat digunakan. Indikator untuk mendeteksi ada
tidaknya multikolinearitas adalah menguji asumsi tersebut dengan uji korelasi
antar variabel independen dengan matriks korelasi.
Menurut Ghozali (2006) , bahwa ada atau tidaknya multikolinearitas dapat
diketahui dengan menganalisis nilai toleransi serta Variance Inflation Factor
(VIF). Suatu variabel dikatakan terbebas dari asumsi multikolinieritas apabila
nilai VIF > 1.0 dan nilai toleransi < 1.0. Nugroho (2005) membatasi nilai VIF
tidak lebih dari 10 dan nilai toleransi tidak kurang dari 0.1.
3) Uji Autokorelasi
Uji Auotokorelasi ini digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan. Autokorelasi berarti terdapat
korelasi antara anggota sampel atau data pengamatan yang diurutkan berdasarkan
waktu, sehingga munculnya suatu datum dipengaruhi oleh datum sebelumnya
(Hasan. 2005 ). Autokolerasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang
waktu berkaitan satu sama lain. Jika ada masalah autokolerasi, maka model
regresi yang seharusnya signifikan, menjadi tidak layak untuk dipakai (Singgih
Santoso, 2000). Terdapat beberapa cara untuk menghitung autokorelasi dalam
regresi antara lain metode grafik dan uji Durbin-Watson . Rumus yang digunakan
dalam uji autokorelasi ini adalah sebagai berikut :
8/18/2019 konci.pdf
47/87
Ghozali (2003) mendeteksi autokorelasi dengan indicator sebagai berikut :
a) Jika nilai DW hitung > batas atas (du) tabel, berarti terdapat autokorelasi.
b) Jika nilai DW hitung < batas atas (du) tabel, berarti terdapat autokorelasi.
4) Uji Heteroskedastisitas
Penyimpangan uji asumsi klasik ini adalah adanya gejala
heteroskedastisitas, artinya varians variabel dalam model tidak sama.
Konsekuensi dari adanya gejala heteroskedastis adalah penaksir yang diperoleh
tidak efisien, baik dalam sampel besar maupun kecil walaupun penaksir
diperoleh menggambarkan populasinya dalam arti tidak bias.
Cara untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat
grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya
(SRESID). Deteksi ada tidaknya heteroskedastis dapat dilakukan dengan melihat
ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatteroplot antara SRESID dan ZPRED
dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual
(Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di studentized . Dengan dasar analisissebagai berikut:
a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentudan teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasikan terjadinya heteroskedastis.
b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastis.
3.5.1.2 Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi ganda digunakan oleh peneliti, bila peneliti bermaksud
meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen (kriterium), bila
dua atau lebih variabel independen sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaik
turunkan nilainya). Jadi analisis regresi berganda akan dilakukan bila jumlah variabel
independennya minimal dua (Sugiyono, 2004).
8/18/2019 konci.pdf
48/87
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model analisis regresi
berganda bertujuan untuk memprediksi kekuatan pengaruh seberapa variabel
independen terhadap variabel dependen (Sekaran, 1992). Untuk mempermudah
melakukan perhitungan secara statistik, maka semua analisis yang dilakukan dalam
penelitian ini akan diolah dengan bantuan software SPSS 19.0. Berikut ini merupakan
model regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini:
Y = + ß1PAD + ß2DAU + ß3PDRB + e
Dimana :
Y = Belanja Modal (BM)
α = Konstanta
ß = Slope atau koefisien regresi atau intersep
PAD = Pendapatan Asli Daerah (PAD)
DAU = Dana Alokasi Umum (DAU)
PDRB = Pendapatan Asli Daerah (PDRB)
e = error
3.5.1.3 Penetapan Tingk at Signifikansi (α)
Tingkat signifikan (significant level) yang ditetapkan dalam penelitian ini
adalah sebesar 5% atau 0,05 karena dinilai cukup untuk menguji hubungan antara
variabel-variabel yang diuji atau menunjukan bahwa korelasi antara kedua variabel
cukup nyata. Tingkat signifikansi 0,05 artinya adalah kemungkinan besar dari hasil
penarikan kesimpulan mempunyai probabilitas 95% atau toleransi kesalahan sebesar
5%.
3.5.1.4 Analisis Koefisien DeterminasiBesarnya kontribusi pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli
Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal
kemudian dapat diketahui dengan menggunakan rumus koefisien determinasi.
Koefisien determinasi adalah suatu bilangan yang biasanya dinyatakan dalam % yang
8/18/2019 konci.pdf
49/87
diperoleh dari bentuk kuadrat koefisien korelasi yang dapat menunjukkan besarnya
pengaruh variabel X terhadap variabel Y.
Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel independen. Koefisien determinasi ini
digunakan karena dapat menjelaskan kebaikan dari model regresi dalam memprediksi
variabel dependen. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi maka akan semakin
baik pula kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen
(Ghozali, 2006). Dalam mencari nilai koefisien determinasi rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut:
KP = r 2 x 100%Dimana : KP = Nilai Koefisien Penentu
R = Nilai Koefisien Korelasi
Nilai Kd tidak pernah negatif dan paling besar sama dengan satu. Dengan
demikian berlakulah rumus 0 ≤ Kd ≤ 1. Koefisien determinasi ini dinyatakan dalam% sehingga hasilnya perlu dikalikan 100%.
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada tidaknya
pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Tingkat signifikansi digunakan untuk menguji apakah sebuah hipotesis diterima atau
ditolak.
3.5.1.5 Pengujian Hipotesis
Untuk menjawab permasalahan sebagaimana diungkapkan pada rumusan
masalah, maka dilakukan pengujian hipotesis. Karena hipotesis yang terdapat pada
penelitian ini terdiri dari empat hipotesis, maka pengujian hipotesisnya juga terdiri
dari empat. Tiga hipotesis di uji secara parsial dan satu hipotesis di uji secara bersama-sama atau simultan.
1) Pengujian Hipotesis parsial (Uji t)
Uji t (t-test) digunakan untuk menguji hipotesis secara parsial guna
menunjukan pengaruh tiap variabel independen secara individu terhadap variabel
8/18/2019 konci.pdf
50/87
dependen. Uji t adalah pengujian koefisien regresi masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk menguji
hipotesis secara parsial peneliti menggunakan bantuan software SPSS 19.0.
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada tidaknya
pengaruh antara variabel independen (variabel bebas) dan variabel dependen
(variabel terikat). Dimana hipotesis nol (H ο) yaitu hipotesis tentang tidak adanya
pengaruh. Sedangkan hipotesis alternatif (H а) merupakan hipotesis yang
menunjukan adanya pengaruh.
Adapun hipotesis statistik secara parsial yang akan diuji dalam penelitian iniadalah sebagai berikut :
Hο1: β1 ≤ 0, Pertumbuhan Ekonomitidak memiliki pengaruh positif secarasignifikan terhadap anggaran Belanja Modal.
Hа1 : β1 > 0, Pertumbuhan Ekonomi memiliki pengaruh positif secara signifikanterhadap anggaran Belanja Modal.
Hο2:β2≤ 0, Pendapatan Asli Daerah tidak memiliki pengaruh positif secarasignifikan terhadap anggaran Belanja Modal.
Hа2 : β2 > 0, Pendapatan Asli Daerah memiliki pengaruh positif secarasignifikan terhadap anggaran Belanja Modal.
Hο3 : β3 ≤ 0, Dana Alokasi Umum tidak memiliki pengaruh positif secarasignifikan terhadap anggaran Belanja Modal.
Hа3 : β3 > 0, Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh positif secarasignifikan terhadap anggaran Belanja Modal.
Kriteria pengambilan keputusan :
Hο ditolak jika sig. t < 0,05
Hο diterima jika sig. t > 0,05
8/18/2019 konci.pdf
51/87
2) Pengujian Secara Simultan (Uji f)
Uji F merupakan pengujian hubungan regresi secara simultan yang bertujuan
untuk mengetahui apakah seluruh variabel independen bersama-sama
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Untuk
menguji hipotesis secara simultan tersebut peneliti menggunakan bantuan
software SPSS 19.0.
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada atau
tidaknya pengaruh secara simultan variabel independen mempengaruhi variabel
dependen. Dimana hipotesis nol (Hο) yaitu hipotesis tentang tidak adanya
pengaruh, umumnya diformulasikan untuk ditolak. Sedangkan hipotesis alternatif(H a) merupakan hipotesis yang diajukan peneliti dalam penelitian ini. Adapun
hipotesisnya sebagai berikut :
Hο : βο = β1 = β2 = β3 = 0, artinya tidak ada pengaruh signifikan secara simultanantara variabel independen yaitu Pertumbuhan Ekonomi (X 1), Pendapatan Asli
Daerah (X 2) dan Dana Alokasi Umum (X 3) terhadap variabel dependen yaitu
anggaran Belanja Modal (Y).
Hа : βο ≠ β
1 ≠ β
2≠ β
3≠ 0, artinya ada pengaruh signifikan secara simultan antara
variabel independen yaitu Pertumbuhan Ekonomi (X 1), Pendapatan Asli Daerah
(X2) dan Dana Alokasi Umum (X 3) terhadap variabel dependen yaitu anggaran
Belanja Modal (Y).
Kriteria pengambilan keputusan :
Hο ditolak jika Sig. F < 0,05
Hο diterima jika Sig. F > 0,05
8/18/2019 konci.pdf
52/87
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini telah dilakukan oleh penulis tentang Pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum
(DAU) terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal pada 23 Kabupaten dan
Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2007-2011 sebagai berikut: