4
127 “KONDISI POSTMODERN KESUSASTRAAN INDONESIA”: SEBUAH LAPORAN SEJARAH SASTRA INDONESIA Indra Tjahyadi Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Filsafat, Universitas Panca Marga Probolinggo, Jalan Yos Sudarso Pabean Dringu, Probolinggo 67271, Telepon 0335- 422715, 427923, Faks. (0335) 427923), Pos-al: [email protected] Judul Buku : Kondisi Postmodern Kesusastraan Indonesia. Penulis : Ribut Wijoto. Penerbit : Dewan Kesenian Jawa Timur. Tahun Terbit : November, 2009. Jumlah Halaman : 278 halaman. Di antara cabang-cabang studi sastra yang lain, studi sejarah sastralah yang paling kurang diminati oleh para pene- liti, akademisi, dan intelektual publik sastra Indonesia. Persoalan kurang me- madainya pendokumentasian data-data sastra yang dimiliki oleh bank-bank data sastra yang ada di Indonesia, dapat dika- takan, merupakan penyebab utama dari kurang diminatinya cabang studi sastra yang satu ini. Akibatnya mereka yang tertarik untuk melakukan studi ini kerap kali menuai kesulitan. Oleh karena itu, tak heran apabila banyak dari mereka yang tadinya berminat untuk melakukan studi ini tiba-tiba putus asa di tengah jalan dan memilih berbalik arah untuk memilih bentuk studi dari cabang studi sastra yang lain. Memang kita bisa saja menyalah- kan, bahwa peneliti tersebut, akademisi tersebut, atau intelektual publik sastra Indonesia tersebut tidak memiliki integ- ritas yang cukup. Akan tetapi, pernyata- an ini akan lebih sahih apabila sarana- sarana untuk melakukan studi sejarah sastra sudah dilengkapi. Apabila peng- adaan sarana pendukung untuk melaku- kan studi sejarah sastra sudah dileng- kapi, maka kita bisa dengan mudah menyematkan kesalahan pada para pene- liti, akademisi, dan intelektual publik sastra Indonesia atas kelangkaan studi sejarah sastra. Sebab, dalam kasus ini, bukan sarana pendukungnya yang tidak kompeten melainkan integritas mereka- lah yang kurang memiliki kompetensi dan kapabilitas dalam melakukan studi sejarah sejarah. Studi sastra, menurut Darma (2004:2), terdiri atas tiga cabang, yaitu teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Teori sastra adalah cabang studi sastra yang berupa kaidah-kaidah untuk diterapkan dalam analisis karya sastra (Darma. 2004:2). Ia merupakan studi prinsip-prinsip, kategori-kategori, dan kriteria-kriteria (Wellek, 1990:38), atau studi sastra yang berusaha menjelaskan konsep-konsep, kriteria-kriteria, dan kai- dah-kaidah sastra (Suroso, 2009:13). Kritik sastra disebut juga studi karya- karya konkret (Wellek, 1990:38). Ia merupakan cabang studi sastra yang ber-

˝KONDISI POSTMODERN KESUSASTRAAN INDONESIA ...basan tampil dalam ujud manusia selaku subjek pencari kebenaran. Manusia bu-kan objek yang dikendalikan oleh struk-tur dan sistem tertentu

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ˝KONDISI POSTMODERN KESUSASTRAAN INDONESIA ...basan tampil dalam ujud manusia selaku subjek pencari kebenaran. Manusia bu-kan objek yang dikendalikan oleh struk-tur dan sistem tertentu

127

“KONDISI POSTMODERN KESUSASTRAAN INDONESIA”: SEBUAHLAPORAN SEJARAH SASTRA INDONESIA

Indra Tjahyadi

Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Filsafat, Universitas Panca MargaProbolinggo, Jalan Yos Sudarso Pabean Dringu, Probolinggo 67271, Telepon 0335- 422715,

427923, Faks. (0335) 427923), Pos-al: [email protected]

Judul Buku : Kondisi Postmodern Kesusastraan Indonesia.Penulis : Ribut Wijoto.Penerbit : Dewan Kesenian Jawa Timur.Tahun Terbit : November, 2009.Jumlah Halaman : 278 halaman.

Di antara cabang-cabang studi sastrayang lain, studi sejarah sastralah yangpaling kurang diminati oleh para pene-liti, akademisi, dan intelektual publiksastra Indonesia. Persoalan kurang me-madainya pendokumentasian data-datasastra yang dimiliki oleh bank-bank datasastra yang ada di Indonesia, dapat dika-takan, merupakan penyebab utama darikurang diminatinya cabang studi sastrayang satu ini. Akibatnya mereka yangtertarik untuk melakukan studi ini kerapkali menuai kesulitan. Oleh karena itu,tak heran apabila banyak dari merekayang tadinya berminat untuk melakukanstudi ini tiba-tiba putus asa di tengahjalan dan memilih berbalik arah untukmemilih bentuk studi dari cabang studisastra yang lain.

Memang kita bisa saja menyalah-kan, bahwa peneliti tersebut, akademisitersebut, atau intelektual publik sastraIndonesia tersebut tidak memiliki integ-ritas yang cukup. Akan tetapi, pernyata-an ini akan lebih sahih apabila sarana-sarana untuk melakukan studi sejarahsastra sudah dilengkapi. Apabila peng-

adaan sarana pendukung untuk melaku-kan studi sejarah sastra sudah dileng-kapi, maka kita bisa dengan mudahmenyematkan kesalahan pada para pene-liti, akademisi, dan intelektual publiksastra Indonesia atas kelangkaan studisejarah sastra. Sebab, dalam kasus ini,bukan sarana pendukungnya yang tidakkompeten melainkan integritas mereka-lah yang kurang memiliki kompetensidan kapabilitas dalam melakukan studisejarah sejarah.

Studi sastra, menurut Darma(2004:2), terdiri atas tiga cabang, yaituteori sastra, kritik sastra, dan sejarahsastra. Teori sastra adalah cabang studisastra yang berupa kaidah-kaidah untukditerapkan dalam analisis karya sastra(Darma. 2004:2). Ia merupakan studiprinsip-prinsip, kategori-kategori, dankriteria-kriteria (Wellek, 1990:38), ataustudi sastra yang berusaha menjelaskankonsep-konsep, kriteria-kriteria, dan kai-dah-kaidah sastra (Suroso, 2009:13).Kritik sastra disebut juga studi karya-karya konkret (Wellek, 1990:38). Iamerupakan cabang studi sastra yang ber-

Page 2: ˝KONDISI POSTMODERN KESUSASTRAAN INDONESIA ...basan tampil dalam ujud manusia selaku subjek pencari kebenaran. Manusia bu-kan objek yang dikendalikan oleh struk-tur dan sistem tertentu

128

konsentrasi pada penerapan kaidah-kaidah tertentu dalam analisis karya sas-tra (2004:2—3). Di dalam cabang studisastra ini dilakukan analisis, penafsiran,serta penilaian terhadap sebuah teks(wacana) sastra (Suroso, 2009:13). Seja-rah sastra adalah cabang studi sastrayang bersifat diakronis (dari zaman kezaman) (Hartoko, 1986:126). Dalam ca-bang studi ini sastra dibicarakan darisatu periode ke periode lainnya (Suroso,2009:13). Bagi Wellek (1990:38), ketigacabang studi sastra tersebut memilikikedudukan yang sama pentingnya dalamstudi sastra:

“… adalah kenyataan bahwa ketigabidang tadi tidak dapat dipisahkan satusama lain. Tak mungkin kitamenyusun: teori sastra tanpa kritiksastra atau sejarah sastra, sejarah sastratanpa kritik sastra dan teori sastra, dankritik sastra tanpa teori sastra dansejarah sastra.”

Baru-baru ini, tepatnya pada bulanNovember 2009, Dewan Kesenian JawaTimur (DKJT) menerbitkan sebuah bukuyang berjudul Kondisi Postmodern Ke-susastraan Indonesia (KPKI). Menurutpenulisnya, Ribut Wijoto, buku ini sebe-narnya lebih merupakan kumpulan esai-esai sastra yang pernah ia tulis dandipublikasikan di berbagai media, baikcetak maupun internet, di Indonesia, dandinyatakan dalam pengantarnya: “Bukuini berisi 25 esai sastra saya” (2009:7).Meskipun demikian, ini tidak berartibahwa buku KPKI ini adalah benar-benar sebuah buku kumpulan esai. Tidakadanya label kumpulan esai atau anto-logi esai pada sampul membuat KPKIseakan-akan hadir dengan citra sebagaibukan sebuah kumpulan esai. Apalagihal ini didukung dengan sistematikapenyajian di dalamnya yang lebihmenyerupai buku nonkumpulan esai.

Posmodernisme tumbuh dengan lo-gika nonstandard. Pemikiran yang linier,terpola, atau mengikuti konstruksi atau

paradigma yang ada, seperti yangdiinsyafi oleh modernisme, tidak lagidiyakini. Ini disebabkan karena menurutkaum posmodernis, model logika moder-nisme tidak lagi mampu untuk menjawabmasalah-masalah yang berkembang pe-sat saat ini. Selain itu, merujuk padaMuhadjir (2001:199), penolakan posmo-dernis terhadang logika modernismekarena modernisme telah mengendalikanmanusia secara teknis dengan membuatmanusia menggunakan prinsip-prinsip,sistem pembuktian, model logika, sertacara tertentu dalam berfikir rasional yangjustru membuat manusia bukan menjadidirinya sendiri, tetapi membuat manusialebih menjadi objek dari sistem yangdiajukan oleh modernisme Meskipundemikian, penolakan posmodenisme ter-hadap pemikiran modernisme bukan ber-arti bahwa ia tidak rasional. Posmoder-nisme tetap mengakui rasionalitas, tetapiia memberi kebebasan kepada manusiauntuk menempuh jalan kritis-kreatif-di-vergen dalam mencari kebenaran terse-but. Kondisi ini muncul sebab posmo-dernisme tidak bertujuan untuk mem-buktikan kebenaran, melain hendak men-cari kebenaran (Muhadjir, 2001:199).

Di dalam era posmodernisme, kebe-basan tampil dalam ujud manusia selakusubjek pencari kebenaran. Manusia bu-kan objek yang dikendalikan oleh struk-tur dan sistem tertentu untuk mencarikebenaran, melainkan adalah subjek pen-cari kebenaran, dan bukannya pembuktikebenaran. Penempatan kembali manu-sia sebagai subjek yang bebas ini, mem-buat gaya tulis kaum posmodernis hadirdengan gaya yang lebih santai, tidak ter-ikat dengan kaidah-kaidah gaya penulis-an ilmiah yang baku dan kaku.

Seluruh pembahasan dalam bukuKPKI ditulis Wijoto dengan gaya penulisesai. Menurut Budiman (1982:15), esaimerupakan tulisan yang bersifat pribadisekali. Pada suatu esai, yang utamabukanlah pokok persoalannya, melain-kan cara pengarang mengemukakan per-

Page 3: ˝KONDISI POSTMODERN KESUSASTRAAN INDONESIA ...basan tampil dalam ujud manusia selaku subjek pencari kebenaran. Manusia bu-kan objek yang dikendalikan oleh struk-tur dan sistem tertentu

129

soalannya. Dengan kata lain, apa yangutama dalam esai adalah bayangan kepri-badian pengaranya. Ini karena seorangesais adalah orang yang terpikat. Orangyang jatuh cinta pada persoalan ataufenomena, sehingga dalam menulis se-orang esais akan bersikap seakan-akan iamenulis kepada dan untuk dirinya saja,seperti seseorang yang merenungkan ke-indahan percintaannya.

Pernyataan Budiman tersebut, kira-nya, memiliki pertalian dengan pernyata-an Wijoto (2009:9) yang diungkapkansecara eksplisit dalam kata pengantaruntuk buku tersebut:

“Ada kisah aneh dalam penciptaan esaiini. Ialah, saat itu, saya sedang jatuhcinta. Akibatnya, bahasa dan perspektifsaya salam melihat puisi menjadi amatmelanko-feminis … Saat itu sayamengalami keterpengaruhan pikir yanglucu. Ada terjadi gumpalan salingmempengaruhi antara perempuantempat saya jatuh cinta, simulakraBaudrillard, dan puisi Sitok.”

Motif yang berakar dan bersumberdari keberadaan manusia sebagai indivi-du yang mempribadi dan menyub-jekmerupakan titik berangkat Wijoto tatkalamenuliskan esai-esainya. Tidak ada ob-jektivitas yang membangun berjarak an-tara fenomena dan subjek tatkala Wijotomenuliskan esai-esainya. Semua feno-mena ia renggut, sehingga ia sehinggasemua fenomena menjadi hal yang sa-ngat pribadi baginya.

Kentalnya pemikiran posmodernis-me pada Wijoto juga dapat dilihat daripilihan esai pembuka dari buku KPKIini. Buku ini dibuka dengan sebuah esaiyang berjudul Krisis Kepenyairan Kita(2009:17—23). Di dalam esai ini Wijotomemaparkan bahwa telah terjadi krisisdalam dunia perpuisian Indonesia. Sebu-ah krisis yang diakibatkan oleh munculdan menguatnya ketunggalan gaya danperspektif puitika dalam puisi Indonesia.Wijoto melihat bahwa ketunggalan gaya

dan perpektif puitika merupakan halyang buruk, sebab hanya dengan kebera-gaman gaya dan perspektif puitikalah se-buah lapangan perpuisian dapat hidupsecara dinamis.

Modernisme muncul dengan utopiaakan kemajuan. Bagi modernisme kema-juan hanya bisa diraih dengan kemut-lakan-kemutlakan. Kemutlakan-kemut-lakan tersebut mengandaikan adanyakepastian-kepastian kebenaran. Kepasti-an-kepastian tersebut mengandaikan ada-nya ketunggalan-ketunggalan kebenarandan masyarakat mereka (masyarakatmodernisme) disatukan oleh hal tersebut,utopia kemajuan yang disadarkan padakemutalakan-kemutlakan, kepastian-ke-pastian, dan ketunggalan-ketunggalantersebut. Dalam perkembangannya, apayang diajukan oleh modernisme inimenuai kegagalannya. Akibatnya, tata-nan kehidupan masyarakat mengalamigoncangan. Oleh karena itu, bagi posmo-dernis, kehidupan manusia saat ini tidakdisatukan oleh utopia kemajuan sebagai-mana yang terjadi di zaman modern,melainkan oleh khayalan katastropi(Baudrillard, 2001:50).

Kiranya, ini pula yang menjadipenyebab mengapa Wijoto menempat-kan esainya yang berjudul KrisisKepenyairan Kita menjadi esai pembukabagi bukunya tersebut. Ini adalah sebuahmetafora. Sebuah metafora akan kondisikatastorpik yang ada di dalam kesastraankita kini yang disebabkan oleh kegagalanutopia sastra Indonesia modern. Kiranya,inilah yang ingin disampaikan olehWijoto melalui bukunya tersebut bahwazaman telah berubah adalah kenyataanyang tak dapat dielakkan. Hal itu haruspula disikapi dengan perubahan carapandang atasnya sebab hanya hal terse-but yang dapat manusia, bukan dari ka-tastropik, tetapi dalam kenyataan bahwakebenaran manusia adalah kebenarankebebasan manusia, sebagaimana yangdiperlihat-kan oleh Wachowski bersau-dara dalam filmnya The Matrix.

Page 4: ˝KONDISI POSTMODERN KESUSASTRAAN INDONESIA ...basan tampil dalam ujud manusia selaku subjek pencari kebenaran. Manusia bu-kan objek yang dikendalikan oleh struk-tur dan sistem tertentu

130

DAFTAR PUSTAKA

Baudrillard, Jean. 2001. GalaksiSimulacra. Diterjemahkan oleh M.Imam Aziz. Jogjakarta: LKIS.

Budiman, Arief. 1982. Esai TentangEsai. Dalam, Satyagraha Hoerip(ed.), Sejumlah Masalah Sastra.Jakarta: Sinar Harapan.

Darma, Budi. 2004. Pengantar TeoriSastra. Jakarta: Pusat BahasaDepartemen Pendidikan Nasional.

Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. 1986.Pemandu di Dunia Sastra. Jogja-karta: Kanisius.

Muhadjor, Noeng. 2001. Filsafat Ilmu:Positivisme, PostPositivisme, danPostModernisme. Jogjakarta: Rake-sarasin.

Suroso, Puji Santosa, dan Pardi Suratno.2009. Kritik Sastra: Teori, Metodo-logi, dan Aplikasi. Jogjakarta: Al-matera.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990.Teori Kesusastraan. Diterjemahkanoleh Melani Budianta. Jakarta: Gra-media.

Wijoto, Ribut. 2009. Kondisi Postm-odern Kesusastraan Indonesia. Su-rabaya: Dewan Kesenian Jawa Ti-mur.