45
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hapir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pasien. Maka tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anstesi dan perawat) di samping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif. Ada tiga faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien, jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut faktor pasien merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit 1

Konsep Dasar Porioperatif

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Terima Kasih

Citation preview

Page 1: Konsep Dasar Porioperatif

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hapir

semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan

bagi pasien. Maka tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap

yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka

alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien

dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan

dan tindakan pembiusan. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap

tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi.

Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara

fisik maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap

tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter

bedah, dokter anstesi dan perawat) di samping peranan pasien yang kooperatif selama

proses perioperatif.

Ada tiga faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien,

jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut faktor

pasien merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit tersebut tidakan

pembedahan adalah hal yang baik/benar. Tetapi bagi pasien sendiri pembedahan mungkin

merupakan hal yang paling mengerikan yang pernah mereka alami. Mengingat hal terebut

diatas, maka sangatlah pentig untuk melibatkan pasien dalam setiap langkah – langkah

perioperatif. Tindakan perawatan perioperatif yang berkesinambungan dan tepat akan

sangat berpengaruh terhadap suksesnya pembedahan dan kesembuhan pasien.

B. Tujuan

Mengetahui apa yang dimaksud dengan perawatan perioperatif, dari fase

perawatan praoperatif, intraopratif, dan fase postoperatif.

1

Page 2: Konsep Dasar Porioperatif

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perawatan Perioperatif

Perawatan perioperatif adalah periode sebelum, selama dan sesudah operasi

berlangsung. Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman

pembedahan pasien. Keperawatan perioperatif adalah fase penatalaksanaan pembedahan

yang merupakan pengalaman yang unik bagi pasien.

Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien.

( Keperawatan medikal-bedah : 1997 )

Kata perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencangkup 3 fase pengalaman

pembedahan yaitu praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif.

a.    Fase Praoperatif

Merupakan ijin tertulis yang ditandatangani oleh klien untuk melindungi dalam proses

operasi yang akan dilakukan. Prioritas pada prosedur pembedahan yang utama adalah

inform consent yaitu pernyataan persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan yang

akan dilakukan yang berguna untuk mencegah ketidaktahuan klien tentang prosedur yang

akan dilaksanakan dan juga menjaga rumah sakit serta petugas kesehatan dari klien dan

keluarganya mengenai tindakan tersebut. Pada periode pre operatif yang lebih

diutamakan adalah persiapan psikologis dan fisik sebelum operasi.

b.   Fase Intraoperatif

Dimulai ketika pasien masuk ke bagian atau ruang bedah dan berakhir saat pasien

dipindahkan ke ruang pemulihan. Lingkup aktifitas keperawatan, memasang infus,

memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh

sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien.

2

Page 3: Konsep Dasar Porioperatif

c.   Fase Posotperatif

Dimulai pada saat pasien masuk ke ruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi

tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Lingkup aktifitas keperawatan, mengkaji

efek agen anestesi, membantu fungsi vital tubuh, serta mencegah komplikasi.

Peningkatan penyembuhan pasien dan penyuluhan, perawatan tindak lanjut, rujukan yang

penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan.

B. Standar Praktik Keperawatan Perioperatif

1. Standar I : Pengumpulan data tentang status kesehatan pasien bersifat sistematis dan kontinu. Data dapat dilihat kembali dan dikomunikasikan pada orang yang tepat.

2. Standar II : Diagnosis keperawatan berasal dari data status kesehatan.

3. Standar III : Rencana asuhan keperawatan mencakup tujuan yang berasal dari diagnosis keperawatan

4. Standar IV : Rencana asuhan keperawatan menentukan tindakan keperawatanp’’’puntuk mencapai tujuanp

5. Standar V : Rencana untuk asuhan keperawatan tersebut diimplementasikan.

6. Standar VI : Rencana untuk asuhan keperawatan tersebut dievaluasi.

7. Standar VII : Pengkajian ulang pasien, pertimbangan ulang diagnosis keperawatan, menyusun kembali tujuan, dan modifikasi dan implementasi rencana asuhan keperawatan adalah sebuah proses yang berkesinambungan.

 

3

Page 4: Konsep Dasar Porioperatif

C. Legal Aspek Pembedahan

Di abad ini kita dihadapkan kepada berbagai tantangan dan masalah-masalah baru

dalam berbagai bidang. Bidang yang dahulunya tidak menjadi persoalan, kini mulai

mendesak menuntut pengaturannya oleh hukum, karena melalui sanksi etik dirasakan

kurang kuat. Yang dimaksudkan di sini adalah bidang hukum kedokteran-keperawatan

yang di negara kita masih sangat muda usianya. Kemajuan yang pesat dari ilmu

pengetahuan dan teknologi kedokteran-keperawatan telah menggoyahkan fondasi

tradisional dari hubungan dokter-perawat-pasien-rumah sakit sehingga diperlukan aspek

legalitas dalam pelayanan kesehatan. Informed Consent atau Persetujuan Tindakan Medis

(PTM) merupakan ijin tertulis yang dibuat secara sadar dan sukarela dari pasien sebelum

dilakukan tindakan medis terhadapnya. Ijin tersebut melindungi klien terhadap kelalaian

dan melindungi ahli bedah terhadap tuntutan dari suatu lembaga hukum.

Tanggung jawab perawat dalam hal ini adalah untuk memastikan bahwa PTM telah

didapat secara sukarela dari klien oleh dokter. The right of information and second

opinion merupakan salah satu bentuk HAM klien dalam bidang pelayanan kesehatan

yang harus dihargai oleh tim kesehatan. Sehingga, sebelum menyatakan kesanggupan

atau penolakannya, klien harus mendapatkan informasi sejelas-jelasnya dan alternatif-

alternatif yang dapat diambila oleh klien. Informasi yang perlu dijelaskan antara lain :

kemungkinan resiko, komplikasi, perubahan bentuk tubuh, kecacatan, dan pengangkatan

bagian tubuh yang dapat terjadi selama operasi.

PTM diperlukan pada saat :

prosedur invasif

menggunakan anesthesia

prosedur non-bedah yang resikonya lebih dari sekedar resiko ringan

(arteriogram)

terapi radiasi dan kobalt.

 

4

Page 5: Konsep Dasar Porioperatif

Yang dapat memberikan PTM :

1.  klien yang sudah cukup umur

2.   anggota keluarga yang bertanggung jawab atau wali sah apabila klien belum cukup

umur, tidak sadar, atau tidak kompeten

3. individu di bawah umur dengan kondisi khusus (menikah).

Kriteria untuk PTM yang sah :

1. Persetujuan diberikan dengan sukarela : persetujuan yang absah harus diberikan

dengan bebas tanpa tekanan

2. Subjek tidak kompeten : definisi legal, individu yang tidak otonom dan tidak dapat

membrikan atau menyimpan persetujuan (klien RM, koma)

3. Subjek yang di-informed : formulir consent harus tertulis meskipun hukum tidak

membutuhkan dokumentasi tertulis (prosedur dan resiko, manfaat dan alternatif,

dll)

4. Subjek mampu memahami : informasi harus tertulis dan diberikan dalam bahasa

yang dapat dimengerti oleh klien. Pertanyaan harus dijawab untuk memfasilitasi

pemahaman jika materinya membingungkan.

 

D. Tipe Pembedahan

Menurut Fungsinya (tujuannya) :

1.  diagnostik : biopsi, laparotomi eksplorasi

2.   kuratif (ablatif) : tumor, appendiktomi

3.   reparative : memperbaiki luka multiple

5

Page 6: Konsep Dasar Porioperatif

4.   ekonstruktif atau kosmetik : mammoplasti, perbaikan wajah

5.   paliatif : menghilangkan nyeri, memperbaiki.....;;.......

masalah (gastrostomi - ketidakmampuan

menelan

6.   transplantasi : penanaman organ tubuh untuk mengganti-

kan organ atau struktur tubuh yang

malfungsi ( cangkok ginjal, kornea )

 

Menurut tingkat Urgensinya :

1.   Kedaruratan

Klien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yang diakibatkannya

diperkirakan dapat mengancam jiwa (kematian atau kecacatan fisik), tidak dapat

ditunda.

Contoh :

-     perdarahan hebat

-      luka tembak atau tusuk

-      luka bakar luas

-      obstruksi kandung kemih atau usus

-      fraktur tulang tengkorak

6

Page 7: Konsep Dasar Porioperatif

2.      Urgen

Klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 – 30 jam.

Contoh :

-     infeksi kandung kemih akut

-     batu ginjal atau batu pada uretra

3.      Diperlukan

Klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam beberapa minggu atau

bulan.

Contoh :

-    katarak

-     gangguan tiroid

-     hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih

4.      Elektif

Klien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu membahayakan jika tidak

dilakukan.

Contoh :

-     hernia simpel

-     perbaikan vagina

-     perbaikan skar/cikatrik/jaringan parut

7

Page 8: Konsep Dasar Porioperatif

5.      Pilihan

Keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada klien (pilihan pribadi klien).

Contoh : bedah kosmetik.

 

Menurut Luas atau Tingkat Resiko :

1.  Mayor

Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko

yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien.

Contoh : bypass arteri koroner

2.  Minor

Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi lebih

kecil dibandingkan dengan operasi mayor.

Contoh :

-    katarak

-    operasi plastik pada wajah

 

8

Page 9: Konsep Dasar Porioperatif

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Dasar Penyakit Otitis Media Kronis

Gambaran Umum Penyakit

Otitis Media kronis Dextra merupakan radang kronis di telinga tengah, biasanya

berhubungan dengan radang tuba Eustachius dan mastoiditis kronis yang merupakan

kelanjutan otitis media akut supuratif ( Syamsuhidayat dan Jong, 1997 )

Peradangan ini dapat dianggap aktif dan inaktif. Aktif merujuk pada adanya infeksi

dengan pengeluaran secret telinga akibat perubahan patologi dasar seperti kolesteatoma

atau jaringan granulasi. Inaktif merujuk pada sekuele dari infeksi aktif terdahulu yang

telah “ terbakar habis “. ( Higler, 1977 )

B.  Anatomi dan Fisiologi

Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks

(pendengaran dan keseimbangan) Anatominya juga sangat rumit . Indera pende¬ngaran

berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat

penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan

berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan

mendengar. Deteksi awal dan diagnosis akurat gangguan otologik sangat penting. Di

antara mereka yang dapat membantu diagnosis dan atau menangani kelainan otologik

adalah ahli otolaringologi, pediatrisian, internis, perawat, ahli audiologi, ahli patologi

wicara dan pendidik. Perawat yang terlibat dalam spesialisasi otolaringologi, saat ini

dapat raemperoleh sertifikat di bidang keperawatan otorinolaringologi leher dan kepala

(CORLN= cerificate in otorhinolaringology-head and neck nursing).

9

Page 10: Konsep Dasar Porioperatif

Anatomi Telinga Luar

Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius

eksternus, dipisahkan dari telinga tengah oleh struktur seperti cakram yang dinamakan

membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang

lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama

oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus

membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis

auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal

mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus

auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus

panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan

fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi

kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam

kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi

seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel

kulit tua dan serumen ke bagian luar telinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat

antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.

Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral

dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana

timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga,

Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan

translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli

(tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan

dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal. Telinga tengah

mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli dipertahankan

pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua

jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga

tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana

suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela

10

Page 11: Konsep Dasar Porioperatif

bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak

tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah

mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke

telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.

Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm,

menghubungkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat

terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap

atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan

tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.

Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengaran

(koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus

fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek

anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirin. Ketiga

kanalis semisi posterior, superior dan lateral terletak membentuk sudut 90 derajat satu

sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ akhir

reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang. Koklea

berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah

lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ

Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna mengisinya,Labirin membranosa

terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan

cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa

tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organ

Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang dina¬makan endolimfe. Terdapat

keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam;

banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan

angular menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan

merangsang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang

berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi

kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga

11

Page 12: Konsep Dasar Porioperatif

mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis

VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk), yang muncul dari

koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis,

utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII). Yang bergabung

dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis (nervus

kranialis VII). Kanalis auditorius internus mem-bawa nervus tersebut dan asupan darah

ke batang otak

Keseimbangan dan Pusing

Kelainan sistem keseimbangan dan vestibuler mengenai lebih dari 30juta orang Amerika

yang berusia 17 tahun ke atas dan mengakibatkan lebih dari 100.000 patah tulang

panggul pada populasi lansia setiap tahun. Keseimbangan badan dipertahankan oleh kerja

sama otot dan sendi tubuh (sistem proprioseptif), mata (sistem visual), dan labirin (sistem

vestibuler). Ketiganya membawa informasi me¬ngenai keseimbangan, ke otak (sistem

serebelar) untuk koordinasi dan persepsi korteks serebelar. Otak, tentu saja, mendapatkan

asupan darah dari jantung dan sistem arteri. Satu gangguan pada salah satu dari daerah ini

seperti arteriosklerosis atau gangguan penglihatan, dapat mengakibatkan gangguan

keseimbangan. Aparatus vestibularis telinga tengah memberi unipan balik menge¬nai

gerakan dan posisi kepala, mengkoordinasikan semua otot tubuh, dan posisi mata selama

gerakan cepat gerakan kepala.

Pusing

Sering digunakan pada pasien dan pemberi perawatan kesehatan untuk menggambarkan

setiap gangguan sensasi orientasi ruang, namun tidak spesifik dan tidak bisa

menggambarkan dengan jelas. Karena gangguan keseimbangan adalah sesuatu yang

hanya bisa dirasakan oleh pasien, penting untuk menentukan apa gejala yang sebenarnya

dirasakan oleh pasien.

12

Page 13: Konsep Dasar Porioperatif

Vertigo

didefinisikan sebagai halusinasi atau ilusi gerakan gerakan seseorang lingkungan

seseorang yang dirasakan. Kebanyakan orang yang menderita vertigo menggambarkan

rasa berputar putar atau merasa seolah-olah benda berputar mengitari. Vertigo adalah

gejala klasik yang dialami ketika te disfungsi yang cukup cepat dan asimetris sistem

vestibuler perifer (telinga dalam).

Ataksia

adalah kegagalan koordinasi muskuler dan dapat terjadi pada pasien dengan penyakit

vestibuler. Sinkope, pingsan, dan kehilangan kesadaran bukan merupakan bentuk vertigo,

juga merupakan karakteristik masalah telinga biasanyaji menunjukkan adanya penyakit

sistem kardiovaskuler.

Prinsip Fisiologi yang Mendasari Konduksi Bunyi

Bunyi memasuki telinga melalui kanalis auditorius ekternus dan menyebabkan membrana

timpani bergetar Getaran menghantarkan suara, dalam bentuk energi mekanis, melalui

gerakan pengungkit osikulus oval. Energi mekanis ini kemudian dihantarkan cairan

telinga dalam ke koklea, di mana akani menjadi energi elektris. Energi elektris ini

berjalan melalui nervus vestibulokoklearis ke nervus sentral, di mana akan dianalisis dan

diterjemahkan dalam bentuk akhir sebagai suara.   Selama proses

penghantaran,gelombang suara menghadapi masa yang jauh lebih kecil, dari aurikulus

yang berukuran sampai jendela oval yang sangat kecil, yang meng akibatkan peningkatan

amplitudo bunyi.

Fisiologi fungsional jendela oval dan bulat

Memegang peran yang penting. Jendela oval dibatasi oleh anulare fieksibel dari

stapes dan membran yang sangat lentur, memungkinkan gerakan penting,dan berlawanan

selama stimulasi bunyi, getaran stapes menerima impuls dari membrana timpani bulat

yang membuka pada sisi berlawanan duktus koklearis dilindungi dari gelombang bunyi

oleh menbran timpani yang utuh, jadi memungkinkan gerakan cairan telinga dalam oleh

stimulasi gelombang suara. pada membran timpani utuh yang normal, suara merangsang

13

Page 14: Konsep Dasar Porioperatif

jendela oval dulu, dan terjadi jedai sebelum efek terminal stimulasi mencapai jendela

bulat. namun waktu jeda akan berubah bila ada perforasi pada membran timpani yang

cukup besar yang memungkinkan gelombang bunyi merangsang kedua jendela oval dan

bulat bersamaan. Ini mengakibatkan hilangnya jeda dan menghambat gerakan maksimal

motilitas cairan telinga dalam dan rangsangan terhadap sel-sel rambut pada organ Corti.

Akibatnya terjadi penurunan kemampuan pendengaran.

Gelombang bunyi dihantarkan oleh membrana timpani ke osikuius telinga tengah

yang akan dipindahkan ke koklea, organ pendengaran, yang terletak dalam labirin di

telinga dalam. Osikel yang penting, stapes, yang menggo dan memulai getaran

(gelombang) dalam cairan yang berada dalam telinga dalam. Gelombang cairan ini, pada

gilirannya, mengakibatkan terjadinya gerakan mem¬brana basilaris yang akan

merangsang sel-sel rambut organ Corti, dalam koklea, bergerak seperti gelombang.

Gerakan membrana akan menimbulkan arus listrik yang akan merangsang berbagai

daerah koklea. Sel rambut akan memulai impuls saraf yang telah dikode dan kemudian

dihantarkan ke korteks auditorius dalam otak, dan kernudian didekode menjadi pesan

bunyi.

Pendengaran dapat terjadi dalam dua cara. Bunyi yang dihantarkan melalui

telinga luar dan tengah yang terisi udara berjalan melalui konduksi udara. Suara yang

dihantararkan melalui tulang secara langsung ke telinga dalam dengan cara konduksi

tulang. Normalnya, konduksi udara merupakan jalur yang lebih efisien; namun adanya

defek pada membrana timpani atau terputusnya rantai osikulus akan memutuskan

konduksi udara normal dan mengaki¬batkan hilangnya rasio tekanan-suara dan

kehilangan pendengaran konduktif.

C.  Etiologi

Menurut Syamsuhidayat dan Jong (1997) penyakit ini biasanya terjadi jika otitis

media akut yang tidak diobati secara tuntas menyebar dari telinga tengah ke tulang di

sekitarnya, yaitu prosesus mastoideus, juga akibat perforasi traumatic membrane timpani,

gangguan faal tuba Eustachius dan cholesteatoma.

14

Page 15: Konsep Dasar Porioperatif

D.  Patofisiologi

Bakteri menyebar dari telinga tengah ke udara mastoid sel, di mana peradangan

menyebabkan kerusakan pada struktur bertulang. Bakteri yang paling sering

menyebabkan otitis media adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,

dan gram-negatif bacilli seperti Pseudomonas aeruginosa. Bakteri lainnya termasuk

Moraxella catarrhalis, dan spesies Mycobacterium. Beberapa otitis media disebabkan

oleh cholesteatoma, yang merupakan kantong keratinizing dari squamous epithelium di

tengah telinga yang biasanya hasil dari berulang- infeksi telinga ( Prince dan Wilson,

1995 )  

E.  Tanda dan Gejala

a.   Otorrhoe bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)

tergantung stadium peradangannya. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas

kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Sekret yang sangat bau berwarna

kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya.

b.   Gangguan pendengaran yang biasanya konduktif dapat pula bersifat campuran.

Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologis sangat hebat,

karena daerah yang sakit ataupun kolesteatoma dapat menghantarkan bunyi

dengan efektif ke fenestra ovalis.

c.       Nyeri.

d.      Vertigo yang memberi kesan adanya fistula

F. Penatalaksanaan

1. Terapi konservatif

Terapi konservatif untuk otitis media kronik pada dasarnya berupa nasehat untuk

menjagatelinga agar tetap kering, serta pembersihan telinga dengan penghisap secara

hati-hati. Untuk membersihkan dapat digunakan hydrogen peroksida atau alcohol

dengan menggunakan aplikator kawat berujung kapas untuk mengangkat jaringan

15

Page 16: Konsep Dasar Porioperatif

yang sakit dan supurasi yang tak berhasil keluar. Kemudian dapat diberikan bubuk

atau obat tetes yang biasanya mengandung antibiotic dan steroid. Antibiotik dapat

membantu dalam mengatasi eksaserbasi akut otitis media kronik, namun antibiotic

tidak sepenuhnya berguna untuk mengobati penyakit ini, sebab pada otitis media

kronik telah ada perubahan patologi yang membandel (Higler, 1997)

 2. Tindakan Operasi (pembedahan)

Menurut Higler (1997), tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,

memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau

kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

Adapun teknik operasinya adalah sebagai berikut :

Mastoidektomi Mastoidektomi adalah prosedur pembedahan untuk menghilangkan proses infeksi pada tulang mastoid. Tujuan mastoidektomi adalah menghindari kerusakan lebih lanjut terhadap organ telinga dan sekitarnya.Indikasi mastoidektomi :

1. untuk mengobati mastoiditis yang sudah tidak respon terhadap antibiotika.2. melakukan operasi pada keganasan disekitar telinga.3. Mencegah komplikasi lebih lanjut dari mastoiditis : meningitis, abses otak,

trombosis pada vena otak.4. Kolesteatoma5. dalam rangka memperbaiki trauma pada n. VII

Tulang MastoidTulang mastoid adalah tulang keras yang terletak di belakang telinga, didalamnya

terdapat rongga seperti sarang lebah yang berisi udara. Rongga-rongga udara ini ( air cells ) terhubung dengan rongga besar yang disebut antrum mastoid. Kegunaan air cells ini adalah sebagai udara cadangan yang membantu pergerakan normal dari gendang telinga, namun demikian hubungannnya dengan rongga telinga tengah juga bisa mengakibatkan perluasan infeksi dari telinga tengah ke tulang mastoid yang disebut sebagai mastoiditis

Struktur didalam tulang Mastoid : antrum mastoid ( rongga di belakang epitimpani/ atik). Aditus ad antrum adalah saluran yang menghubungkan antrum dengan epitimpani. Lempeng dura (dura plate ) adalah lempeng tips yang keras dibanding tulang sekitarnya yang membatasi rongga mastoid dengan sinus lateralis. Sudut sinodura adalah sudut yang dibentuk oleh pertemuan duramater fosa media dan fosa posterior otak dengan sinus lateral di posterior. Sudut ini ditemukan dengan membuang sebersih-bersihnya sel-sel pneumatisasi mastoid di bagia posterior inferior lempeng dura dan postero superior

16

Page 17: Konsep Dasar Porioperatif

lepeng sinus. Sudut keras/ solid angel / hard angel adalah penulangan yang keras sekali yang dibentuk oleh pertemuan 3 kanalis semisirkularis. Segitiga trautmann adalah daerah yang terletak di balik antrum yang dibatasi oleh sinus sigmoid, sinus lateral ( sinus petrosus superior), dan tulang labirin. Batas medialnya adalah lempeng dura fosa posterior.

Anatomi yang paling penting diketahui untuk melakukan operasi Mastoidektomi adalah :1. Anatomi Auricula ( Telinga Luar )2. Anatomi Kavum Timpani3. Anatomi Tulang temporal4. Anatomi N Fasialis

Telinga Luar /Auris EksternaTerdiri dari : Daun telinga (Auricula ) dan liang telinga (CAE)Daun telinga : merupakan lipatan kulit yang membungkus fibrokartilago kecuali pada lobulus dan antara tragus-anti helix.Liang Telinga :

- Lubangnya disebut meatus akustikus eksternaus- Salurannya disebut Kanalis Auditorius Eksternus

Liang telinga terdiri dari :- Bagian tulang rawan : 1/3 bagian lateral ( 8mm), merupakan kelanjutan aurikula,

terdapat kelenjar-kelenjar ( folikel rambut, kelenjar sebasea, kel seruminosa)- Bagian Tulang : 2/3 bagian medial (16 mm). Tidak mengandung folikel rambut.- Penyempitan (Isthmus) pada juctura kartilago-osea

Kavum Timpani

Pembagian Telinga Tengah Secara Anatomis1. Membrana Timpani2. Kavum Timpani3. Tuba Eustachii4. Antrum Mastoid dan selulaenya

Pembagian Telinga Tengah secara Fisiologisa. Timpani Anterior

1. Mesotimpani2. Hipo Timpani3. Tuba Auditiva

b. Timpani Posterior1. Epi Timpani2. Retrotimpani (Antrum dan Selulae)

Isi Kavum Timpani :1. Tulang Pendengaran2. Ligamen : malei lateral, malei superior, inkudis posterior3. Tendo otot : m. tensor timpani, m. stapeideus4. Saraf : Korda timpani, n. stapeideus

Bentuk kavum timpani adalah kubus tidak beraturan dengan volume + 2,5 cc

17

Page 18: Konsep Dasar Porioperatif

Batas-Batas Kavum Timpani Batas Lateral : membran timpani Batas Medial : ( mudah cedera ) promontorium, oval window, round window,

prominensia kanalis fasialis, pleksus timpanikus. Promontorium dibentuk oleh tonjolan basis koklea. Oval window terletak di postero superior, Round Window di postero inferior dinding medial kavum timpani. Resesus fasialis adalah suatu cekungan di dinding posterior kavum timpani yang kedalamannya bervariasi dibatasi sebelah medial oleh kanalis fasialis dan kompleks stilod dan di lateral oleh tulang timpani.

Batas Superior : Tegmen timpani, terdapat sutura petrosquamosa. Batas Inferior : Bulbus Jugularis, nervus fascialis Batas Anterior : Tuba Eustachii, semikanal m. tensor timpani, arteria karotis Batas Posterior : eminensia piramidalis, aditus ad antrum, tepat keluarnya korda

timpani, fosa inkudis , dibaliknya terdapat antrum dan mastoid.

Isi Kavum timpani : Osikel, tendo m tensor timpani, m.stapeideus, n. korda timpani. Fungsi otot m.

tensor timpani dan m. Stapedeus memegang peranan penting sebagai proteksi telinga

18

Page 19: Konsep Dasar Porioperatif

akan suara-suara yang keras dari luar, dimana M. Stapedius lebih protektif dibandingkan M. Tensor Timpani.

Pembagiannya : Epitimpani ( lebih atas dari membran timpani ), Meso timpani ( Setinggi membran timpani , hipotimpani ( lebih bawah dari m. timpani ).

Tulang Temporal Bagian-bagiannya : terdiri dari pars mastoid, pars squamosa, pars timpanika dan

pars petrosa. Sutura yang sering kali tidak menutup secra sempurna adalah sutura petrosquamosa , letaknya di posterosuperior aurikula, sehingga kejadian ini sering terdapat pada mastoiditis anak. Yang perlu dicermati pada tulang temporal adalah :

1. Processus Zigomaticus, terdapat sebuah tonjolan yang disebut spina supra meatus Henle yang letaknya pada fosa mastoidea sedikit ke belakang atas liang telinga. Pada bagian ini juga terletak segitiga imajiner MacEwen yang berbatas ke superior dengan linea temporalis, ke anterior pada tepi posterior liang telinga dan sisi posterior adalah garis imajiner yang tegak lurus pada linea temporalis dan menyinggung dinding paling posterior liang telinga.

2. Tulang Timpani , membentuk sebagin besar dinding liang telinga.3. Processus mastoid/ Tip Mastoid4. Pneumatisasi tulang mastoid. Pneumatisasi terbentuk hampir lengkap pada usia 4-

6 th. Terdapat 3 tipe pneumatisasi : pneumatik, diploik, sklerotik. Bila proses Pneumatisasi sempurna disebut tipe pneumatik, bila Pneumatisasi sebagian disebut tipe diploik dan bila tidak terjadi Pneumatisasi disebut tipe sklerotik

19

Page 20: Konsep Dasar Porioperatif

N. FasialisN. Fasialis terutama merupakan saraf motorik yang mengurus ekspresi wajah,

tetapi juga somatosensoris dan sektretomotoris dari serabut-serabut n. intermedius. Setalah melewati MAI kemudian masuk ke kanalis falopii berjalan ke lateral

sampai diatas basis koklea untuk kemudian menukik tajam ke postrior membentuk genu eksterna . Di rongga mastoid n. fasialis dibagi menjadi pars horisontalis ( pars timpani, pars vertikalis ( pars mastoid ).

Setelah keluar dari semen mastoid keluar 3 cabang yaitu ke m. stapedius, ke lidah sebagai n. korda timpani yang juga membawa saraf sekretomotor ke kelenjar submandibula dan submaksila. N. Fasialis ke posterior auricula sebagai n. auricularis posterior.

20

Page 21: Konsep Dasar Porioperatif

Alat Operasi1. Mikroskop operasi, dengan fokus lensa obyektif 25 cm shg tangan operator

leluasa untuk operasi. 2. Set alat :

a. Wullstein Retraktor minimal 2 buah, ( gigi 3, gigi 2 )b. Scalpel handlec. Blade scalpel no 15 dan 11d. Klem arterie. Spuit 3 ml dan 5 ml dengan jarumf. Spekulum telingag. Needle holder 13 cmh. Mosquito forcepi. Cauter dan kabelnya serta power suplaynyaj. Guntingk. Berbagai macam Forcep mikrol. Resparatorium Periosm. Macam 2 Hak (hook)n. Handpiece : straight & angelo. Mata Bor : ada 3 macam

1. cutting buur/ kasar untuk mengikis tulang dengan cepat2. polizing burr/ lebih halus permukaannya3. diamond buur/ lebih halus dan tajam untuk bekerja di tempat-

tempat rentan.

21

Page 22: Konsep Dasar Porioperatif

Bisa disediakan bebagai ukuran dgn diameter 1mm (kecil), 3mm (sedang ) dan 6 mm ( besar ). Jika dana terbatas cukup beli jenis cutting dan polizing, karena jenis diamond sangat mahal. Kalau hanya melakukan mastoidektomi simpel tanpa timpanotomi posterior maka tidak perlu membeli diamond. Ukuran kecil sedang dan besar sebaiknya disediakan.

p. Dinamo Injakan kaki q. Mesin pengeborr. Pahat dan Palus. Kurett. Sucction dan sucction tipu. Elevator freer

Insisi Mastoidektomi Ada 3 pendekatan :

1. Pendekatan Transkanal.2. Pendekatan Endaural.3. Pendekatan Retro Aurikuler.

Yang sering kita lakukan adalah pendekatan Retroaurikuler (post aurikuler) karena pendekatan ini memungkinkan visualisasi yang lebih luas.

Insici Kulit daerah retroaurikula : pada dewasa sebaiknya melengkung dimulai 0,5 cm dari ujung insersi auricula atas kengikuti insersi auricula sampai ke tip mastoid. Pada anak usia dibawah 4 th tip mastoid belum terbentuk sempurna sehingga nervus fasialis tidak terlindungi. Maka insisi tidak usah melengkung untuk menghindari n. Fasialis.

Pendekatan operasi retroaurikuler : lakukan insisi kulit 0,5 cm dari lipatan retroaurikuler, kemudian jaringan lunak didiseksi sehingga mencapai daerah dinding liang telinga. Selanjutnya, secara tumpul kulit liang dilepaskan dari dinding tulang ke medial sampai terlihat anulus timpanikus, dilanjutkan dengan incisi melingkar pada kulit telinga bagian posterior untuk memaparkan liang telinga dari arah posterior.

1. Teknik Operasi Mastoidektomi Simpel ( Sederhana )Mastoidektomi simpel adalah tindakan membuka kortek mastoid dari arah

permukaan luarnya, dalam rangka membuang jaringan patologis seperti pembusukan tulang atau jaringan lunak. Caranya dengan menemukan antrum dan membuka aditus ad antrum bila tersumbat. Mastoidektomi simple ini juga da 2 macam : yang lengkap (membuang sel-sel mastoid termasuk yang di sudut sinodura, sel mastoid di tegmen mastoid, di segitiga trautmann, sampai sel-sel mastoid di mastoid tip) dan teknik tidak lengkap yaitu cukup membuang jaringan patologik , membuka aditus ad antrum , sedangkan pneumatisasi mastoid yang masih utuh tidak perlu dibuang.

Pada keadaan sehari-hari mastoidektomi yang lengkap jarang diperlukan, cukup hanya membuang jaringan yang busuk, membuka korteks mastoid sampai ke antrum dan membuka sumbatan aditus ad antrum.

Dalam melakukan operasi mastoidektomi harus bisa membayangkan secara 3 dimensi landmark yang harus diingat :

1. dinding posterior liang telinga

22

Page 23: Konsep Dasar Porioperatif

2. spina supra meatal henle3. linea temporalis4. segitiga MacEwen5. Processus mastoid6. Tegmen mastoid7. Sinus lateralis8. kanalis semisirkularis horisontalis9. muskulus digastrikus10. Fossa inkudis11. kanalis fasialis12. korda timpani.

Tetap harus diperhatikan adanya kemungkinan anomali letak.Tindakan membuang mastoid harus dilakukan secara bertahap landai dari luar ke

dalam, dimulai dengan apa yang disebut mastoidektomi superfisial, kemudian identifikasi tegmen mastoid dan sinus lateralis, dilanjutkan dengan mastoidektomi dalam, memasuki antrum mastoid ke arah kavum timpani menemukan inkus lalu identifikasi kanalis semisrkularis lateralis , mengidentifikasi n.VII dan mengikuti jalannya dengan mengidentifikasi lebih dulu fossa inkudis dan m. Digastrikus. Tindakan dapat dilanjutkan ke arah depan atas untuk memvisualisasi sebagian maleus dan inkus dan membuka aditus ad antrum.

2. Teknik Pengeboran menuju Antrum Mastoid

Patokan pada tahap ini adalah dinding belakang liang telinga, linea temporalis, spina henle, segitiga Mc. Ewen, Prosesus mastoid. Pada tahap ini mata bor yang dipakai adalah yang paling besar. Untuk menghisap serpihan tulang akibat pengeboran digunakan ujung penghisap yang besar. Sebelum dibor permukaan tulang diirigasi dulu agar serbuk tulang tidak berterbangan. Diharapkan daerah pengeboran tetap basah yang berguna untuk meredam panas yang ditimbulkan oleh gesekan mata bor.

Pengeboran pertama adalah disepanjang linea temporalis dari depan ke belakang, kemudian persis di belakang liang telinga sedalam kira-kira 2-3 mm ke arah atas sehingga bertemu dengan garis pengeboran pertama di linea temporalis , ke arah bawah sampai paling sedikit setinggi lantai liang telinga. Patokan untuk menemukan antrum adalah segitiga Mc. Ewen, yaitu segitiga imajiner yang dibentuk oleh linea temporalis dan dinding posterior liang telinga. Batas belakangnya bisa dikatakan garis tegak lurus linea temporalis yang menyinggung dinding posterior liang telinga.

Spina supra meatus yang sudah tak kelihatan atau hancur akan mengakibatkan kita kesulitan menemukan antrum mastoid. Pengeboran dilanjutkan ke seluruh korteks mastoid dengan kedalaman bertahap, melandai luas ke belakang dengan bagian terdalam di daerah segitiga Mc. Ewen yang merupakan daerah yang menutupi antrum mastoid.

Pengeboran di dalam korteks mastoid harus cukup luas sebelum mengebor lebih dalam untuk dapat mengenali landmark dengan lebih baik. Pengeboran yang sempit tetapi dalam sering mengganggu orientasi dan cenderung mengakibatkan kerusakan serta tidak sempurnannya membersihkan sel mastoid. Luas pengeboran tergantung kebutuhan membuang sel pneumatisasi yang sakit dan jaringan di dalamnya, ke belakang sampai

23

Page 24: Konsep Dasar Porioperatif

sinus sigmoid, ke atas sampai tegmen mastoid dan ke bawah ke seluruh prosesus sampai ujung mastoid.

Kesulitan mencari antrum mastoid terjadi karena :

Pengeboran dilakukan terlalu rendah atau jauh linea temporalis.

Antrum letaknya belakang dinding posterior saluran telinga luar, lateral dari anulus timpanikus.

Spina supra meatus yang sudah tak kelihatan atau hancur.

Melupakan adanya septum korner pada beberapa kasus yang disebut sebagai lamina petro skuamosa.

Tulang mastoid diploic atau sklerotik yang sering disertai dengan penurunan letak tegmen dan sinus sigmoideus ke depan.

Identifikasi Bagian-Bagian Penting 1. Identifikasi Tegmen Mastoid dan Tegmen timpani

Tegmen mastoid dan tegmen timpani adalah lempeng tulang yang membatasi rongga mastoid dan kavum timpani dengan duramater. Lempeng ini lebih keras dari tulang mastoid, permukaan lebih halus dan perubahan warna menjadi merah muda. Pengeboran didaerah ini tidak boleh menggunakan bor yang kasar karena bisa menyebabkan fraktur tulang tegmen yang tipis. Disarankan menggunakan mata bor diamond.

2. Identifikasi Sinus Lateral

24

Page 25: Konsep Dasar Porioperatif

Sinus lateral atau sinus transversus atau sinus sigmoid, harus dicapai dengan mengebor jauh ke belakang tergantung luasnya pneumatisasi mastoid. Sinus sigmoid ini dipisahkan dengan rongga mastoid oleh lempeng sinus (sinus plate). Tercapainya daerah ini ditandai dengan adanya warna kebiruan dan permukaannya menjadi lebih halus. Gunakan juga mata bor diamond bila mendekati daerah ini.

3. Identifikasi Antrum MastoidDengan melanjutkan pengeboran langsung di belakang liang telinga dengan menjaga dinding liang telinga tetap utuh tetapi tipis, maka di sebelah dalam segitiga imajiner Mc. Ewen akan ditemukan antrum mastoid. Disebelah dalam antrum mastoid akan ditemukan dinding tulang kanalis semisirkularis . Syarat menemukan Antrum mastoid harus didapatkan ruangan yang relatif lebih luas dibanding sekitarnya dan mempunyai hubungan dengan kavum timpani melalui aditus ad antrum. Luas antrum bervariasi untuk tulang dengan pneumatisasi yang baik ukuran antrum besar, untuk tulang yang skelotik ukuran antrum kecil dan sangat jarang antrum tidak terbentuk.

4. Identifikasi Aditus Ad AntrumAditus ad Antrum bisa ditemukan dengan menyusuri bagian anterior superior pertemuan dinding belakang liang telinga dengan tegmen mastoid. Patensi dari aditus ad antrum merupakan syarat keberhasilan timpanoplasti .

5. Fosa InkudisFosa inkudis paling mudah dicapai dengan mengebor bagian tulang zigomatikus yang menutupi antrum dekat dengan bayangan inkus apabila area pengeboran dipenuhi cairan irigasi. Gunakan mata bor diamond atau pahat kecil karena resiko menyentuh tulang pendengaran.

6. N. Fasialis pars vertikalisPars verikalis N VII dimulai persis disebelah anteromedial kanalis semiskularis lateralis. Patokan untuk menemukan perjalanan nervus ini adalah fosa inkudis dan digastric ridge. Kanalis fasialis dapat ditemukan disekitar garis yang menghubungkan fosa inkudis dengan digastric ridge. Pada mastoid dengan pneumatisasi yang baik, digastric ridge membagi sel-sel mastoid menjadi kompartemen anterior dan kompatemen posterior sehingga untuk mengidentifikasinya sebaiknya dilakukan pengeboran sampai ditemukan alur yang mengandung serat otot.Harus diingat bahwa letak N. VII bervariasi pada setiap orang. Gunakan mata bor diamon dan dengan arah dari superior ke inferior. Dengan menipiskan kanalis fasialis akan tampak perubahan warna N VII. Harus diidentifikasi juga korda timpani yang meninggalkan N. VII pada dataran yang lebih rendah dari liang telinga.

25

Page 26: Konsep Dasar Porioperatif

AtikotomiAtikotomi dikenal sebagai epitimpanotomi atau timpanotomi anterior adalah

tindakan membuka atap kavum timpani dengan tetap menjaga keutuhan dinding liang telinga dan daerah sekutum serta tulang-tulang pendengaran agar struktur epitimpani dapat dilihat secara lurus melalui mikroskop operasi. Atikotomi dilakukan untuk membuang jaringan kolesteatoma luas yang mencapai epitimpanum, tujuan lain untuk menghubungkan rongga mastoid dengan kavum timpani. Atikotomi bisa juga dilakukan dari arah korteks mastoid ( transmastoid ), dan melalui liang teliga ( trans meatal ).

Pemilihan Canal Wall Up atau Canal Wall DownEradikasi kolesteatoma kavum timpani dan kavum mastoid pada tingkat tertentu

akan memerlukan apakah mastoidektomi dinding utuh ( canal wall up ) atau dinding runtuh ( canal wall down ) . Pemilihan kedua teknik tersebut masih memiliki perdebatan karena masing-masing memiliki kekuarangan dan kelebihan.

Canal Wall Up tujuannya membersihkan kolesteatoma atau jaringan patologik di daerah kavum timpani dan rongga mastoid dengan mempertahankan keutuhan dinding belakang liang telinga. Canal Wall up memerlukan tindakan timpanotomi posterior sehingga teknik ini lebih sulit. Sedangkan tindakan timpanotomi posterior adalah membuka rongga mastoid secara luas sehingga memudahkan akses ke resesus fasialis.

Timpanotomi PosteriorTimpanotomi posterior adalah tindakan membuka resesus fasialis dari arah

mastoid ke kavum timpani dengan tetap menjaga keutuhan dinding belakang liang telinga. Resesus fasilais adalah suatu cekungan yang kedalamannya bervariasi di daerah dinding belakang kavum timpani. Patokan untuk menemukan resus fasialis adalah berada di bawah fosa inkudis, dilateral dari genu eksterna n. VII, sebelah medial korda timpani, dan posterolateral tepi posterior liang telinga.

Pada pneumatisasi mastoid yang baik, resesus fasialis ini merupakan kumpulan air cells dan berupa hubungan antara kavum timpani dan rongga mastoid sehingga dapat berupa tempat penjalaran infeksi selain melalui aditus ad antrum.

26

Page 27: Konsep Dasar Porioperatif

Canal Wall Down adalah modifikasi dari mastoidektomi radikal (modified Radical Mastoidectomy).

3. Mastoidektomi RadikalMastoidektomi radikal klasik adalah tindakan membuang seluruh sel-sel mastoid

di rongga mastoid, meruntuhkan seluruh dinding belakang liang telinga, membersihkan seluruh sel mastoid yang mempunyai drainase ke kavum timpani yaitu pembersihan total sel-sel mastoid di sudut sinodura, di daerah segitiga trautmann, disekitar kanalis fasialis, di sekitar liang telinga yaitu di prosesus zigomatikus, juga di prosesus mastoid sampai ke ujung mastoid. Kemudian membuang inkus dan maleus, hanya stapes dan sisa stapes yang dipertahankan, sehingga terbentuk kavitas operasi yang merupakan gabungan rongga mastoid, kavum timpani, dan liang telinga. Mukosa Kavum Timpani juga harus dibuang seluruhnya, muara tuba Eustachii ditutup dengan tandur jaringan lunak. Maksud tindakan ini adalah membuang seluruh jaringan patologis dan meninggalkan kavitas operasi yang kering, namun harapan ini sering kali gagal. Mastoidektomi Radikal Modifikasi ( Timpanoplasti dinding Runtuh ) digunakan untuk mengatasi hal ini.

4. Mastoidektomi Radikal Modifikasi ( Timpanoplasti Dinding Runtuh / Canal Wall Down)

Sama seperti Mastoidektomi radikal hanya bedanya mukosa kavum timpani dan sisa-sisa tulang pendengaran dipertahankan setelah proses patologis dibersihkan sebersih-bersihnya. Tuba Eustachius dibersihkan dari jaringan patologis ( dipertahankan ). Kavitas operasi ditutup dengan fasia m. temporalis baik berupa tandur bebas ( free Fascia graft) ataupun sebagai jabir fasia m. temporalis. Dilakukan juga rekonstruksi tulang-tulang pendengaran.

Teknik mastodektomi ini harus menggunakan incisi retro aurikula dengan alasan didapatkan jaringan yang cukup lumayan untuk jabir, akan diperoleh fasia m. temporalis yang lebih lebar, memperoleh paparan yang luas pada korteks,terutama ke mastoid tip dan diperoleh sudut yang paling baik dalam usaha merendahkan Facial Ridge.

Dengan membuang korteks mastoid dan amputasi ujung mastoid serta merendahkan facial ridge, akan menyebabkan jaringan lunak diluarnya jatuh (collaps ) ke dalam sehingga luas kavitas operasi jauh berkurang.

Penutupan Luka Operasi dan PembalutanKavitas operasi harus dibersihkan dulu dari kepingan-kepingan tulang dan debu

dengan irigasi cairan fisiologis. Kemudian jaringan lunak ditutup lapis demi lapis, kulit dan periosteum dijahit dengan benang yang bisa diserap badan (cut gut ). Untuk mencegah hematom terkumpul di kavitas operasi, dipasang drain kecil atau tampon rol.

Liang telinga ditampon dengan spongostan dan tampon yang diberi salep antibiotika, setelah itu dipasang perban mastoid.

Perawatan paska OperasiInfus dengan cairan antibiotika tetap terpasang dalam rangka mengatasi dehidrasi

apabila pasien muntah-muntah hebat karena terangsangnya labirin atau post narkose. Observasi fungsi motorik n. VII krn narkose sering menyebabkan parese tidak jelas.

27

Page 28: Konsep Dasar Porioperatif

Perban dibuka sekitar 3 hari, tampon liang telinga bagian luar sebaiknya diangkat sekalian dan pada hari ketujuh lepas jahitan,. Setelah itu pasien diinstruksikan untuk menetes obat tetes telinga pada malam hari. Antibiotika tergantung tergantung tanda-tanda infeksi yang ditemukan. Pasien boleh mandi asalkan sebelumnya liang telinga ditutup baik-baik dengan kapas yang diberi salep. Gelfoam/ spongostan dapat diangkat pada minggu ke 2 atau 3. Audiometri nada murni dilakukan setelah 3-4 bulan paska operasi. Pasien ini idealnya diikuti sampai bertahun-tahun paska-operasi.

Komplikasi Mastoidektomi

Komplikasi segera :1. Paresis n. Fasialis2. kerusakan korda timpani3. tuli saraf4. Trauma pada osikel5. gangguan keseimbangan6. fistel labirin , trauma Labirin7. trauma pada sinus sigmoid, bulbus jugularis, bocornya LCS 8. Infeksi

Komplikasi Kemudian :1. Kolesteatoma rekuren2. reperforasi3. Lateralisasi tandur/jabir4. stenosis liang telinga luar, displasia.

Trauma N. Fasialis Trauma N. Fasialis paling sering pada pars vertikalis waktu melakukan

mastoidektomi, bisa juga terjadi pada pars horisontalis waktu memanipulasi daerah stapes. Trauma panas tidak langsung seperti panas yang ditimbulkan pengeboran, keruskan pembuluh darah yang mendarahi saraf juga bisa menyebabkan kelumpuhan.

Paresis yang terjadi segera setelah operasi bisa dilakukan operasi dekompresi. Paresis yang terjadi kemudian biasanya disebabkan karena inflamasi saja dan mempunyai prognosis yang bagus.

Trauma pada LabirinTrauma operasi pada labirin sukar diketahui dengan segera, sebab vertigo paska

operasi dapat terjadi hanya karena iritasi selama operasi, belum tentu karena cedera operasi. Trauma pada labirin ini bisa mengakibatkan tuli saraf total.

Glossary/ Daftar Istilah :1. segitiga imajiner MacEwen yang berbatas ke superior dengan linea temporalis,

ke anterior pada tepi posterior liang telinga dan sisi posteriornya adalah garis imajiner yang tegak lurus pada linea temporalis dan menyinggung dinding paling posterior liang telinga.

28

Page 29: Konsep Dasar Porioperatif

2. Linea Temporalis : letak perlekatan m. Temporalis, merupakan petunjuk batas fosa media dura.

3. Spina Supra Meatal Henle : terletak pada postero superior meatus akustikus eksternus, apabila hancur akan menyulitkan proses pengeboran untuk menemukan antrum mastoid.

4. Septum Koener : garis fusi / sutura petrosquamosa, juga membagi korteks mastoid superfisial dan profunda.

5. Segitiga trautmann adalah daerah yang terletak di balik antrum yang dibatasi oleh sinus sigmoid, sinus lateral ( sinus petrosus superior), dan tulang labirin. Batas medialnya adalah lempeng dura fosa posterior.

6. Lempeng dura (dura plate ) adalah lempeng tips yang keras dibanding tulang sekitarnya yang membatasi rongga mastoid dengan sinus lateralis/sinus sigmoid.

7. Sudut sinodura adalah sudut yang dibentuk oleh pertemuan duramater fosa media dan fosa posterior otak dengan sinus lateral di posterior.

8. Resesus fasialis adalah suatu cekungan di dinding posterior kavum timpani yang kedalamannya bervariasi dibatasi sebelah medial oleh kanalis fasialis dan kompleks stilod dan di lateral oleh tulang timpani.

G. Diagnosa Keperawatan Yang Lazim Muncul

Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada pre intra dan post operatif. Pada

pasien yang dilakukan Radikal Mastoidektomy dengan general anesthesia (Nanda,

2007 ) adalah :

1 Diagnosa pre operatif

      Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prosedur operasi

2. Diagnosa intra operatif.

a. Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit yang berhubungan dengan

prosedur pembedahan dan tehnik anestesi

b.  Resiko tinggi terhadap infektif pola nafas yang berhubungan  dengan

     agen-agen anestesi

c.  Resiko infeksi  berhubungan dengan efek tindakan pembedahan

3. Diagnosa post operatif.

a.   Nyeri berhubungan dengan agen-agen yang menyebabkan cedera.

b.   Resiko cidera berhubungan dengan efek obat anesthesi.

c.    Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invansif

29

Page 30: Konsep Dasar Porioperatif

BAB IV

PENUTUP

A.   Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tatanan atau gambaran umum tentang

Konsep Perioperatif dan dokumentasi keperawatan pada perioperatif adalah asuhan

keperawatan yang diberikan (pre operatif ), selama (intra opertif), dan setelah

pembedahan (post operatif). Pendokumentasian pada tahap peri operatif sangat

penting karena menyangkut keberhasilan atau tidaknya pembedahan dan sebagai

bukti legal apabila terjadi masalah pada saat pembedahan. kkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk

B.   Saran

Kita sebagai perawat harus mempelajari benar-benar tentang konsep perioperatif dan

pendokumentasian perioperatif karena menyangkut masa depan  dan menyangkut

nyawa pasien atau klien. Pada setiap tahapan perioperatif harus selalu di catat untuk

pendokumentasian yang legal ,apabila ada masalah pada saat pembedahan kita bisa

memberikan bukti kalau yang kita lakukan sudah memenuhi prosuder yang ada.

Mempelajari ini sangat penting bagi perawat.

30

Page 31: Konsep Dasar Porioperatif

DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Christantie, 2002, Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah :

Preoperatif Nursing, Tidak dipublikasikan, Yogyakarta.

Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti, 2005, Kiat Sukses menghadapi

Operasi, Sahabat Setia, Yogyakarta.

Shodiq, Abror, 2004, Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito

Yogyakarta, Tidak dipublikasikan, Yogyakarta.

Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong, 1998, Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi,

EGC, Jakarta

Muttaqin, Arif.2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif.Jakarta : Salemba Medika

Smeltzer, dan Bare, 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Brunner

Suddarth. Jakarta : EGC

Arif Muttaqin Kumala Sari. Asuhan Keperawatan Perioperatif. Salemba Medika

Barbara J. Gruendemann Billie Fernsebner. Buku Ajar Keperawatan Perioperatif,

Volume 2, EGC

31