31
HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Profil SMA Negeri 3 Bogor SMA Negeri 3 Bogor yang terletak di Jalan Pakuan No.4 Bogor, resmi berdiri pada tanggal 1 Juli 1981. Awalnya sekolah ini bernama SMA Baranangsiang yang didirikan oleh Bapak Ali Sadikin. Gedung di Jalan Pakuan ini pernah dipergunakan oleh SMAN 2, SMAN 3, dan SMAN 4 hingga akhirnya ditetapkan bahwa SMAN 3 Bogor lah yang berhak menempati lokasi tersebut. SMAN 3 Bogor memiliki 25 kelas dan siswa lebih dari 1000 orang serta telah tumbuh dan berkembang menjadi salah satu sekolah favorit di Bogor. Salah satu prestasi yang terukir adalah selalu terjadi peningkatan jumlah siswa yang diterima di PTN baik melalui jalur SPMB maupun jalur USMI (Ujian Saringan Masuk). Dalam menunjang seluruh aktivitas akademik dan non-akademik, SMAN 3 Bogor dibina oleh 59 guru tetap, 6 guru tidak tetap, 8 orang bagian tata usaha, dan 9 orang pembantu umum. Kelas Akselerasi SMA Negeri 3 Bogor Mulai tahun ajaran 2002/2003 SMAN 3 Bogor diberi kepercayaan oleh Dinas Pendidikan Kota Bogor untuk membuka kelas Akselerasi yaitu kelas percepatan yang membuat siswa dapat menyelesaikan pendidikan di SMA dalam waktu hanya 2 tahun saja. Layanan pembelajaran yang menyamaratakan kemampuan siswa ternyata bertentangan dengan kenyataan bahwa setiap orang memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu perubahan dalam hal strategi pelayanan pembelajaran dengan memberikan pelayanan sesuai dengan minat dan kemampuan siswa. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengelompokkan siswa dalam kelas akselerasi. Tujuan dari adanya program kelas akselerasi ini antara lain, memberikan layanan kepada anak berbakat untuk mewujudkan bakat dan kemampuannya secara optimal, memberikan kesempatan pada siswa untuk menyelesaikan pendidikan lebih awal (2 tahun), mengembangkan kemampuan intelektual, emosional, dan spiritual secara komprehensif dan optimal sesuai dengan potensi siswa, serta

Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

  • Upload
    dokhue

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

HASIL

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Profil SMA Negeri 3 Bogor

SMA Negeri 3 Bogor yang terletak di Jalan Pakuan No.4 Bogor, resmi

berdiri pada tanggal 1 Juli 1981. Awalnya sekolah ini bernama SMA

Baranangsiang yang didirikan oleh Bapak Ali Sadikin. Gedung di Jalan Pakuan

ini pernah dipergunakan oleh SMAN 2, SMAN 3, dan SMAN 4 hingga akhirnya

ditetapkan bahwa SMAN 3 Bogor lah yang berhak menempati lokasi tersebut.

SMAN 3 Bogor memiliki 25 kelas dan siswa lebih dari 1000 orang serta telah

tumbuh dan berkembang menjadi salah satu sekolah favorit di Bogor. Salah satu

prestasi yang terukir adalah selalu terjadi peningkatan jumlah siswa yang diterima

di PTN baik melalui jalur SPMB maupun jalur USMI (Ujian Saringan Masuk).

Dalam menunjang seluruh aktivitas akademik dan non-akademik, SMAN 3 Bogor

dibina oleh 59 guru tetap, 6 guru tidak tetap, 8 orang bagian tata usaha, dan 9

orang pembantu umum.

Kelas Akselerasi SMA Negeri 3 Bogor

Mulai tahun ajaran 2002/2003 SMAN 3 Bogor diberi kepercayaan oleh

Dinas Pendidikan Kota Bogor untuk membuka kelas Akselerasi yaitu kelas

percepatan yang membuat siswa dapat menyelesaikan pendidikan di SMA dalam

waktu hanya 2 tahun saja. Layanan pembelajaran yang menyamaratakan

kemampuan siswa ternyata bertentangan dengan kenyataan bahwa setiap orang

memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda. Oleh karena itu, perlu dilakukan

suatu perubahan dalam hal strategi pelayanan pembelajaran dengan memberikan

pelayanan sesuai dengan minat dan kemampuan siswa. Salah satu cara yang dapat

dilakukan adalah dengan mengelompokkan siswa dalam kelas akselerasi. Tujuan

dari adanya program kelas akselerasi ini antara lain, memberikan layanan kepada

anak berbakat untuk mewujudkan bakat dan kemampuannya secara optimal,

memberikan kesempatan pada siswa untuk menyelesaikan pendidikan lebih awal

(2 tahun), mengembangkan kemampuan intelektual, emosional, dan spiritual

secara komprehensif dan optimal sesuai dengan potensi siswa, serta

Page 2: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

34

mengembangkan kreativitas siswa secara optimal untuk melanjutkan pendidikan

pada jenjang yang lebih tinggi dan hidup di masyarakat secara mandiri.

Kelas RSBI SMA Negeri 3 Bogor

Era Globalisasi menuntut kemampuan daya saing yang kuat dalam

teknologi, manajemen, dan sumber daya manusia. Dalam upaya mewujudkan hal

tersebut, Pemerintah melakukan berbagai inovasi di bidang pendidikan. Salah

satunya dengan mendirikan kelas Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).

RSBI adalah sekolah nasional yang menyiapkan peserta didiknya berdasarkan

standar nasional pendidikan Indonesia namun dengan taraf Internasional sehingga

lulusannya memiliki kemampuan daya saing Internasional. SMAN 3 Bogor

sebagai penyelenggara pendidikan berkeyakinan bahwa paradigma baru

pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik

seoptimal mungkin melalui fasilitas yang dilaksanakan dengan proses pendidikan

yang bermartabat, pro perubahan (kreatif, inovatif, dan experimentatif), serta

dapat menumbuhkembangkan bakat, minat dan kemampuan peserta didik. Dengan

demikian penyelenggaraan kelas RSBI di SMAN 3 Bogor dapat memfasilitasi

peserta didik agar mempunyai daya saing Internasional, menghasilkan lulusan

yang berkelas Nasional dan Internasional serta meletakkan dasar kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, dan keterampilan untuk hidup mandiri

dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Program pendidikan yang akan dilaksanakan oleh kelas Rintisan Sekolah

Bertaraf Internasional (SBI) antara lain, lama peserta didik belajar adalah 3 tahun

untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris

dengan menggunakan kurikulum nasional dan Internasional, menggunakan bahasa

pengantar bilingual (Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia), menggunakan

teknologi komunikasi Informasi (ICT), dan menerapkan model pembelajaran yang

bertujuan mendorong siswa menjadi kreatif, inovatif, dinamis, dan mandiri.

Fasilitas belajar yang diberikan, yaitu ruang kelas yang memenuhi standar

Internasional, pembelajaran berbasis ICT, Laboratorium IPA dan Bahasa. Selain

itu juga tersedia akses internet dan ruang multimedia.

Page 3: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

35

Profil SMA Negeri 8 Bogor

SMAN 8 Kota Bogor didirikan pada tanggal 5 Oktober 1994. Awalnya

sekolah ini berdiri dengan nama SMAN 1 Kedunghalang yang diresmikan oleh

kepala kantor Wilayah Pendidikan dan Kebudayaan provinsi Jawa Barat. Pada

awalnya, SMAN 1 Kedunghalang belum mempunyai gedung sendiri sehingga

harus menyatu dengan SMAN 6 Kota Bogor. Sekolah ini dikepalai pertama kali

oleh bapak Drs. Yusupandi dengan guru sebanyak 25 orang dan murid berjumlah

200 orang. Pada tahun 1994 SMAN 1 Kedunghalang ini berganti nama menjadi

SMAN 8 Kota Bogor yang digunakan sampai dengan sekarang.

Sekolah yang beralamat di Jalan BTN Ciparigi No. 60, Desa Ciparigi,

Kecamatan Bogor Utara ini memiliki visi menjadi sekolah yang nyaman dengan

sumber daya manusia yang berkualitas dan berwawasan teknologi berlandaskan

iman dan taqwa. Selain itu, SMAN 8 juga memiliki beberapa misi, antara lain,

meningkatkan prestasi akademik lulusan, membentuk peserta didik yang

berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur, meningkatkan prestasi ekstra

kurikuler, menumbuhkan minat baca, meningkatkan kemampuan berbahasa

Inggris, serta meningkatkan wawasan berbasis teknologi bagi pendidik dan

peserta didik.

Karakteristik Contoh

Jenis Kelamin

Jumlah contoh pada penelitian ini adalah sebanyak 86 orang yang berasal

dari tiga kelompok kelas yang berbeda, yaitu 26 contoh dari kelas akselerasi, 30

contoh dari kelas RSBI, dan 30 contoh dari kelas reguler. Lebih dari separuh

contoh dari masing-masing kelas tersebut terdiri atas contoh yang berjenis

kelamin perempuan, yaitu persentase masing-masing kelas sebesar 61,5 persen di

kelas akselerasi, 60 persen di kelas RSBI, dan 66,7 persen di kelas reguler (Tabel

2).

Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Contoh Akselerasi RSBI Reguler Total

n % n % n % n %

Laki-laki 10 38,5 12 40,0 10 33,3 32 37,2

Perempuan 16 61,5 18 60,0 20 66,7 54 62,8

Total 26 100,0 30 100,0 30 100,0 86 100,0

Page 4: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

36

Usia

Usia contoh secara keseluruhan tergolong ke dalam remaja awal (13-16

tahun) dan remaja akhir (17-18 tahun). Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa data

menyebar dengan rata-rata usia ketiga jenis contoh adalah 16 tahun. Seluruh

contoh pada kelas akselerasi termasuk dalam kategori remaja awal, yaitu berada

pada kisaran usia 13 sampai 16 tahun. Lebih dari separuh contoh pada kelas RSBI

(53,3%) dan kelas reguler (53,3%) termasuk ke dalam kategori remaja awal. Hasil

uji beda one way anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata

dalam hal usia (p<0,01) antara kelas akselerasi, RSBI, dan juga reguler.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan usia

Urutan Kelahiran

Urutan kelahiran diklasifikasi menjadi anak sulung, anak tengah, dan anak

bungsu. Terlihat bahwa data menyebar dengan rata-rata urutan kelahiran ketiga

kelompok contoh adalah anak sulung. Ketiga kelompok contoh memiliki

persentase paling besar pada urutan anak sulung. Lebih dari separuh contoh pada

kelas akselerasi (61,5%) merupakan anak sulung. Pada kelas RSBI, hampir

separuh contoh juga merupakan anak sulung (46,7%), dan separuh contoh pada

kelas reguler (50,0%) pun merupakan anak sulung. Orang tua cenderung

memberikan tuntutan dan menetapkan standar yang tinggi bagi anak sulung. Hal

tersebut dapat membuat anak meraih keberhasilan dan memiliki pekerjaan yang

lebih baik dibandingkan saudara kandungnya. Akan tetapi, tekanan untuk menjadi

berhasil tersebut dapat menjadi alasan mengapa anak sulung seringkali memiliki

rasa bersalah, lebih cemas, dan kesulitan menghadapi situasi yang menimbulkan

stres (Santrock 2003).

Kelompok Usia Contoh

(Tahun)

Akselerasi RSBI Reguler Total

n % n % n % n %

Remaja awal (13-16) 26 100,0 16 53,3 16 53,3 58 67,4

Remaja akhir (17-18) 0 0,0 14 46,7 14 46,7 28 32,6

Total 26 100,0 30 100,0 30 100,0 86 100,0

Mean±SD (tahun) 15,27±0,533 16,50±0,572 16,47±0,507 16,12±0,773

p-value 0,000

Page 5: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

37

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan urutan kelahiran

Karakteristik Keluarga

Usia Orang tua

Berdasarkan Hurlock (1980), usia dibagi menjadi tiga kategori yakni

dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir (> 60

tahun). Terlihat bahwa data menyebar dengan rata-rata usia ayah dan ibu ketiga

jenis contoh berada pada kategori dewasa madya (41-60 tahun). Hampir seluruh

ayah contoh di kelas akselerasi (96,1%), kelas RSBI (92.8%), dan kelas reguler

(93,3%) berada pada kategori dewasa madya atau kisaran 41 sampai dengan 60

tahun. Begitupun untuk usia ibu contoh pada kelas akselerasi dan RSBI.

Tabel 5 Sebaran contoh menurut usia orang tua contoh

Keterangan: * sebanyak dua orang ayah dari kelas SBI telah meninggal dunia

Kelompok Urutan

Kelahiran Contoh

Akselerasi RSBI Reguler Total

n % n % n % n %

Anak sulung 16 61,5 14 46,7 15 50,0 45 52,3

Anak tengah 4 15,4 8 26,7 7 23,3 19 22,1

Anak bungsu 6 23,1 8 26,7 8 26,7 22 25,6

Total 26 100,0 30 100,0 30 100,0 86 100,0

Mean±SD (tahun) 1,62±0,852 1.80±0,847 1,77±0,858 1,73±0,846

Kelompok Usia

Orangtua

(Tahun)

Akselerasi RSBI* Reguler Total

n % n % n % n %

Ayah

Dewasa muda (18-40) 1 3,8 0 0,0 2 6,7 3 3,7

Dewasa madya (41-60) 25 96,1 26 92,8 28 93,3 79 94,0

Dewasa lanjut (>60) 0 0,0 2 7,14 0 0,0 2 2,3

Total 26 100,0 28 100,0 30 100,0 84 100,0

Mean±SD (tahun) 47,77±5,078 50,21±6,332 47,09±8,962 48,21±5,248

p-value 0,900

Ibu

Dewasa muda (18-40) 2 7,6 2 6,6 8 26,6 12 14,0

Dewasa madya (41-60) 24 92,3 28 93,3 22 73,3 74 86,0

Dewasa lanjut (>60) 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Total 26 100,0 30 100,0 30 100,0 86 100,0

Mean±SD (tahun) 44,19±3,666 45,43±4,248 41,83±2,925 43,80±3,922

p-value 0,001

Page 6: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

38

Hampir seluruh ibu contoh berada pada kategori dewasa madya, yaitu

kelas akselerasi sebesar 92,3 persen dan kelas RSBI sebesar 93,3 persen. Pada

kelas reguler, hampir tiga per empat (73,3%) ibu contoh berada pada kategori

dewasa madya dan sisanya termasuk ke dalam kategori dewasa muda, yaitu

sebesar 6,8 persen berada pada kisaran usia 18 sampai dengan 40 tahun. Hasil uji

beda one way anova menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata

dalam usia ayah contoh (p>0,05), namun terdapat perbedaan dalam hal usia ibu

contoh (p<0,05) dari ketiga kelompok kelas tersebut.

Pendidikan Orang tua

Tingkat pendidikan orang tua diukur berdasarkan pendidikan formal

terakhir yang pernah diikuti orang tua contoh, yaitu tidak tamat SD; SD/sederajat;

SMP/sederajat; SMA/sederajat; D1, D2, dan D3; serta S1, S2, dan S3. Tabel 6

menunjukkan bahwa data menyebar dengan rata-rata pendidikan ayah pada ketiga

kelompok contoh adalah lulusan S1/S2/S3, sedangkan pendidikan ibu pada ketiga

kelompok contoh adalah SMA/sederajat.

Tabel 6 Sebaran contoh menurut pendidikan orang tua contoh

Kelompok

Pendidikan Orangtua

Akselerasi RSBI* Reguler Total

n % n % n % n %

Ayah

Tidak Tamat SD 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0

SD 0 0,0 0 0,0 2 6,7 2 2,3

SMP 0 0,0 1 3,6 2 6,7 3 3,5

SMA/sederajat 3 11,5 6 21,4 15 50,0 24 28,6

D1/D2/D3 4 15,4 2 7,1 1 3,3 7 8,4

S1/S2/S3 19 73,1 19 67,8 10 33,3 48 57,2

Total 26 100,0 28 100,0 30 100,0 84 100,0

Mean±SD (tahun) 4,62±0,697 4,39±0,956 3,50±1,225 4,14±1,099

p-value 0,001

Ibu

Tidak Tamat SD 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0

SD 0 0,0 2 6,7 3 10,0 5 5,8

SMP 0 0,0 0 0,0 7 23,3 7 8,1

SMA/sederajat 3 11,5 13 43.3 15 50,0 31 36,0

D1/D2/D3 5 19,2 2 6,7 0 0,0 7 8,1

S1/S2/S3 18 69,2 13 43,3 5 16,7 36 41,9

Total 26 100,0 30 100,0 30 100,0 86 100,0

Mean±SD (tahun) 4,58±0,703 3,80±1,215 2,90±1,155 3,72±1,252

p-value 0,000

Page 7: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

39

Lebih dari separuh ayah contoh pada kelas akselerasi (73,1%) dan kelas

RSBI (67,8%) menempuh pendidikan hingga S1/S2/S3. Pada kelas reguler,

separuh ayah contoh menempuh pendidikan hingga SMA/sederajat. Lebih dari

separuh ibu contoh pada kelas akselerasi menempuh pendidikan hingga S1/S2/S3,

yaitu sebesar 69,2 persen. Pada kelas RSBI, sebesar 43,3 persen ibu contoh

menempuh pendidikan hingga S1/S2/S3 dan 43,3 persen lainnya menempuh

pendidikan hingga SMA/sederajat. Separuh ibu contoh pada kelas reguler (50,0%)

telah menempuh pendidikan hingga SMA/sederajat. Hasil uji beda one way Anova

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata dalam hal pendidikan ayah

(p<0,05) dan pendidikan ibu (p<0,01) antara kelas akselerasi, RSBI, dan juga

reguler.

Pekerjaan Orang tua

Jenis pekerjaan orang tua merupakan pekerjaan utama yang dilakukan

orang tua untuk menghidupi keluarga, yaitu tidak bekerja, petani, buruh tani,

wiraswasta, swasta , PNS/ABRI, pensiunan, dokter, supir, dan pekerjaan lainnya.

Terlihat bahwa data menyebar dengan rata-rata pekerjaan ayah pada ketiga jenis

contoh adalah pegawai swasta, sedangkan pekerjaan ibu pada ketiga jenis contoh

adalah ibu rumah tangga. Hampir separuh ayah contoh pada ketiga jenis kelas ini

bekerja di perusahaan swasta, yaitu kelas akselerasi sebesar 46,2 persen, kelas

RSBI sebesar 36,7 persen, dan kelas reguler sebesar 40,0 persen.

Pada kelas akselerasi, ibu contoh memiliki pekerjaan yang cukup beragam.

Sebesar 30,8 persen ibu contoh pada kelas akselerasi tidak bekerja. Lebih dari

separuh ibu contoh pada kelas RSBI tidak bekerja (56,7%). Pada kelas reguler,

hampir seluruh ibu contoh tidak bekerja (90%). Menurut Gunarsa S & Gunarsa Y

(2004), orangtua yang menempuh pendidikan tinggi cenderung lebih

mengembangkan diri dan pengetahuannya, lebih terbuka untuk mengikuti

perkembangan masyarakat dan perkembangan informasi dibandingkan dengan

orangtua berpendidikan rendah. Dapat dilihat juga bahwa sebagian besar contoh

dengan orang tua yang berlatar belakang pendidikan tinggi berada pada kelas

akselerasi dan RSBI, dimana kelas tersebut merupakan salah satu bentuk kelas

yang berbeda dengan kelas biasanya dan mengutamakan kemajuan teknologi.

Page 8: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

40

Tabel 7 Sebaran contoh menurut pekerjaan orang tua contoh

Pendapatan keluarga

Pendapatan biasanya bukan hanya diukur dari pemasukan yang diterima

oleh kepala keluarga saja, melainkan dari seluruh anggota dalam keluarga

tersebut. Pendapatan orang tua diperoleh dari pendapatan total keluarga,

dikelompokkan menjadi kurang dari sama dengan dari Rp1.000.000,00; antara

Rp1.000.001,00 sampai dengan Rp2.000.000,00; antara Rp2.000.001,00 sampai

dengan Rp3.000.000,00; antara Rp3.000.001,00 sampai dengan Rp4.000.000,00;

antara Rp4.000.001,00 sampai dengan Rp5.000.000,00; dan lebih dari sama

dengan Rp5.000.001,00. Tabel 8 menunjukkan bahwa data menyebar dengan rata-

rata pendapatan keluarga ketiga contoh berada pada rentang Rp.4.000.001,00

sampai dengan Rp5.000.000,00. Sebanyak lebih dari separuh keluarga contoh

pada kelas akselerasi (69,2%) dan kelas RSBI (60,0%) memiliki pendapatan

Kelompok Pekerjaan

Orangtua

Akselerasi RSBI Reguler Total

n % n % n % n %

Ayah

Tidak bekerja 0 0,0 3 10,0 0 0,0 3 3,5

Wiraswasta 1 3,8 6 20,0 3 10,0 10 11,6

PNS 11 42,3 7 23,3 9 30,0 27 31,4

Swasta 12 46,2 11 36,7 12 40,0 35 40,7

ABRI 0 0,0 2 6,7 3 10,0 5 5,8

Buruh 0 0,0 0 0,0 2 6,7 2 2,3

Pensiunan 1 3,8 1 3,3 0 0,0 2 2,3

Dokter 1 3,8 0 0,0 0 0,0 1 1,2

Sopir 0 0,0 0 0,0 1 3,3 1 1,2

Total 26 100,0 30 100,0 30 100,0 86 100,0

Mean±SD (tahun) 3,88±1,275 3,23±1,331 3,83±1,177 3,60±1,268

Ibu

Tidak bekerja 8 30,8 17 56,7 27 90,0 52 60,5

Wiraswasta 3 11,5 2 6,7 1 3,3 6 7,0

PNS 7 26,9 8 26,7 2 6,7 17 19,8

Swasta 7 26,9 2 6,7 0 0,0 9 10,5

ABRI 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Buruh 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Pensiunan 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 1,2

Dokter 1 3,8 1 3,3 0 0,0 1 1,2

Sopir 0 0 0 0 0 0,0 0 0,0

Total 26 100,0 30 100,0 30 100,0 86 100,0

Mean±SD (tahun) 2,92±1,671 2,00±1,414 1,17±0,531 1,93±1,396

Page 9: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

41

dengan kisaran lebih dari atau sama dengan Rp 5.000.000,00 Sedangkan pada

kelas reguler, sepertiga keluarga contoh (33,3%) memiliki pendapatan pada

kisaran antara Rp 3.000.001 sampai dengan Rp 4.000.000. Hasil uji beda one way

anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata dalam pendapatan

keluarga contoh (p<0,01) antara kelas akselerasi, RSBI, dan juga reguler.

Tabel 8 Sebaran contoh menurut pendapatan keluarga contoh

Besar Keluarga

Data besar keluarga dikelompokan berdasarkan data BKKBN (1998) yaitu

keluarga kecil (≤ 4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (≥ 8 orang). Data dalam

penelitian ini menyebar dengan rata-rata besar keluarga ketiga contoh adalah

dengan lima hingga tujuh anggota keluarga atau terkategori ke dalam keluarga

sedang. Tabel 9 menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga contoh pada

kelas akselerasi (57,7%), kelas RSBI (73,3%), dan kelas reguler (53,3%) termasuk

dalam kategori keluarga sedang, yaitu terdiri atas lima sampai tujuh orang anggota

keluarga.

Tabel 9 Sebaran contoh menurut besar keluarga contoh

Kelompok Pendapatan

Orangtua (per bulan)

Akselerasi RSBI Reguler Total

n % n % n % n %

≤ 1.000.000 0 0,0 0 0,0 1 3,3 1 1,2

1.000.001-2.000.000 0 0,0 2 6,7 7 23,3 9 10,5

2.000.001-3.000.000 0 0,0 2 6,7 3 10,0 5 5,8

3.000.001-4.000.000 1 3,8 3 10,0 10 33,3 14 16,3

4.000.001-5.000.000 7 26,9 5 16,7 3 10,0 15 17,4

≥5.000.001 18 69,2 18 60,0 6 20,0 42 48,8

Total 26 100,0 30 100,0 30 100,0 86 100,0

Mean±SD (tahun) 5,65±0,562 5,17±1,262 3,83±1,510 4,85±1,419

p-value 0,000

Kelompok Besar Keluarga Akselerasi RSBI Reguler Total

n % n % n % n %

Keluarga kecil (≤4 orang) 11 42,3 8 26,7 14 46,7 33 38,4

Keluarga sedang (5-7 orang) 15 57,7 22 73,3 16 53,3 53 61,6

Keluarga besar (≥8 orang) 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Total 26 100,0 30 100,0 30 100,0 86 100,0

Mean±SD (tahun) 1,58±0,504 1,73±0,450 1,53±0,507 1,62±0,489

p-value 0,236

Page 10: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

42

Konsep Diri

Konsep diri dibagi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi internal dan

eksternal. Masing-masing dimensi tersebut dibagi lagi ke dalam beberapa

subdimensi. Dimensi internal terdiri atas identitas diri, tingkah laku, dan kepuasan

diri, sedangkan dimensi eksternal terdiri atas diri fisik, etik moral, diri personal,

diri keluarga, dan diri sosial. Tabel 10 menjelaskan kategori contoh berdasarkan

dimensi yang diukur pada masing-masing kelas.

Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa hampir seluruh contoh

memiliki konsep diri yang positif, yaitu sebanyak 97,6 persen dan kelas reguler

memiliki skor konsep diri yang lebih tinggi (100%) dibandingkan kelas RSBI

(96,7%) dan akselerasi (96,2). Persentase paling besar pada keseluruhan contoh

berada pada subdimensi identitas diri etik moral (95,3%) dan kepuasan etik moral

(95,3%) pada kategori positif. Berbeda dengan kelas akselerasi dan RSBI, ternyata

pada subdimensi identitas diri etik moral, seluruh contoh pada kelas reguler

memiliki konsep diri yang tergolong positif. Pada subdimensi kepuasan diri etik

moral, seluruh contoh pada kelas RSBI memiliki konsep diri yang positif

(Lampiran 8).

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebanyak hampir tiga per empat

keseluruhan contoh memiliki konsep diri negatif pada subdimensi tingkah laku

diri sosial (70,9%). Persentase paling rendah dalam subdimensi ini adalah pada

kelas akselerasi, yaitu sebanyak lebih dari separuh contoh yang memiliki konsep

diri negatif (65,4%). Hasil uji beda one way anova menunjukkan bahwa tidak

terdapat perbedaan konsep diri (p>0,05) antara kelas akselerasi, RSBI, dan juga

reguler.

Tabel 10 Sebaran contoh menurut konsep diri contoh pada berbagai model

pembelajaran

Konsep Diri Akselerasi RSBI Reguler Total

n % n % n % n %

Positif 25 96,2 29 96,7 30 100,0 84 97,6

Negatif 1 3,8 1 3,3 0 0,0 2 2,4

Total 26 100,0 30 100,0 30 100,0 86 100,0

Mean±SD 72,81±5,72 73,78±6,50 73,08±6,17 73,24±6,10

p-value 0,827

Page 11: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

43

Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional terbagi menjadi lima dimensi, yaitu kesadaran diri,

pengaturan diri, motivasi, empati, dan ketrampilan sosial atau seni membina

hubungan. Berdasarkan hasil penelitian, pada dimensi kesadaran diri separuh

contoh pada kelas akselerasi termasuk dalam kategori sedang (50,0%). Lain

halnya dengan kelas RSBI dan kelas reguler, lebih dari separuh contoh (63,3%

dan 63,3%) tergolong dalam kategori yang tinggi. Secara keseluruhan, lebih dari

separuh contoh dapat digolongkan dalam kategori tinggi (58,1%). Dengan kata

lain, ketiga kelas tersebut sudah memiliki kesadaran terhadap emosi yang

dirasakan dengan sangat baik. Kesadaran diri memang belum menjamin

penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk

mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi (Lampiran 9).

Mengelola emosi atau pengaturan diri merupakan kemampuan individu

dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras,

sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Dalam hal ini, lebih dari

separuh contoh (65,4%) pada kelas akselerasi tergolong ke dalam kategori sedang.

Lebih dari separuh contoh pada kelas RSBI tergolong ke dalam kategori sedang

(56,7%) dan lebih dari tiga per empat contoh pada kelas reguler termasuk dalam

kategori sedang (86,7%). Secara keseluruhan, lebih dari separuh contoh pada

ketiga kelas tersebut digolongkan ke dalam kategori sedang (69,8%). Melihat hal

ini, dapat dikatakan bahwa contoh dapat menangani perasaan mereka sehingga

dapat terungkap dengan tepat atau selaras. Jika contoh sudah bisa mengelola

emosi dengan baik, maka akan tercapai keseimbangan dalam diri contoh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi yang dimiliki oleh lebih

dari tiga per empat contoh (76,9%) pada kelas akselerasi tergolong ke dalam

kategori sedang. Sebanyak lebih dari tiga per empat motivasi contoh dalam kelas

RSBI (83,3%) termasuk ke dalam kategori sedang. Begitupun dengan kelas

reguler, lebih dari separuh contoh (60,0%) dalam kelas ini termasuk ke dalam

kategori sedang dan hampir separuh (40,0%) contoh pada kelas reguler yang

tergolong kategori tinggi. Perbedaan ini terjadi karena kelas XI akselerasi

merupakan satu-satunya kelas di sekolah tersebut, sehingga persaingan hanya

terjadi di antara siswa-siswi di kelas itu saja. Lain halnya dengan kelas reguler

Page 12: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

44

yang memiliki persaingan yang jauh lebih besar dan banyak, yaitu sebanyak lima

kelas XI IPA.

Penelitian lain menyebutkan bahwa motivasi contoh pada kelas akselerasi

didominasi oleh motivasi ekstrinsik atau yang berasal dari luar diri contoh

(keluarga, teman, dll.). Berbeda dengan kelas RSBI dan reguler yang memiliki

motivasi intrinsik lebih besar dibandingkan motivasi ekstrinsiknya. Kurniawan

(2010) menyatakan bahwa adanya kelas akselerasi menjadi gengsi tersendiri bagi

masyarakat dan terkadang ada orang tua yang “ngotot” untuk memasukkan

anaknya ke kelas tersebut. Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab motivasi

contoh kelas akselerasi lebih rendah karena mereka mendapatkan dorongan lebih

besar dari orang tua dibandingkan keinginan mereka sendiri untuk masuk ke kelas

akselerasi. Secara keseluruhan, sebanyak lebih dari separuh motivasi dari ketiga

kelompok contoh (59,3%) termasuk ke dalam kategori sedang.

Pada dimensi empati, hampir separuh (54,7%) dari keseluruhan contoh

pada ketiga jenis kelas memiliki empati dengan kategori sedang. Pada dimensi ini,

lebih dari separuh contoh pada kelas akselerasi (65,4%) dan kelas RSBI (56,7%)

tergolong ke dalam kategori sedang. Akan tetapi, sebanyak lebih dari separuh

contoh pada kelas reguler (56,7%) memiliki empati yang termasuk ke dalam

kategori tinggi. Hal ini membuktikan bahwa contoh memiliki kemampuan untuk

memahami perasaan orang lain dan bisa menyesuaikan diri dengan berbagai

macam orang di lingkungan yang berbeda.

Menurut Besk (1998), anak-anak yang cerdas dapat menyesuaikan diri

secara emosional lebih baik, lebih sedikit memiliki masalah-masalah emosional,

dan lebih mampu mengatasi masalah yang dihadapinya dibandingkan dengan

anak-anak biasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh

(84,6%) pada kelas akselerasi memiliki ketrampilan sosial dengan kategori

sedang. Sedangkan pada kelas RSBI, lebih dari separuh contoh (56,7%) berada

pada kategori sedang. Begitupun dengan kelas reguler, sebanyak 56,7 persen

contoh atau lebih dari separuh contoh berada pada kategori sedang dan sisanya

berada pada kategori tinggi.

Dalam hal ini, kelas akselerasi memiliki persentase yang lebih banyak

pada kategori sedang. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan jadwal serta

Page 13: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

45

jumlah kelas akselerasi yang merupakan satu-satunya di sekolah. Hal tersebut

dapat mendorong ketrampilan sosial yang berbeda dengan kelas lain yang

memiliki kesamaan jadwal serta lebih banyak berinteraksi dengan siswa di kelas

lain yang berbeda. Penelitian ini menunjukkan bahwa sebesar lebih dari separuh

dari keseluruhan contoh (65,1%) memiliki ketrampilan sosial dalam kategori

sedang atau cukup baik. Penelitian ini juga ternyata sesuai dengan penelitian

sebelumnya yang menyatakan bahwa orang-orang yang mampu membaca

perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuaikan diri secara emosional,

lebih populer, lebih mudah bergaul, dan lebih peka.

Hasil ini senada dengan teori yang ada sebelumnya yang menyatakan

bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan kognitif yang baik belum tentu

diimbangi dengan kecerdasan emosional yang baik pula. Kelas akselerasi dan

RSBI memang didominasi oleh anak-anak dengan IQ di atas rata-rata dan

mengikuti persyaratan lain seperti tes masuk sebelum mereka diterima di kelas

tersebut. Dengan begitu, contoh pada kelas akselerasi dan RSBI pun dapat

dikatakan memiliki kecerdasan di atas rata-rata atau di atas kelas reguler biasanya.

Pada dimensi ketrampilan sosial terlihat bahwa bukan hanya contoh yang

cerdas secara kognitif saja yang memiliki kemampuan untuk melakukan interaksi

sosial yang baik karena tidak menutup kemungkinan bahwa contoh yang memiliki

kecerdasan di bawahnya pun memiliki kemampuan berinteraksi sosial yang sama

baiknya. Hal ini didukung dengan hasil uji beda one way anova menunjukkan

bahwa terdapat perbedaan kecerdasan emosional (p<0.05) antara kelas akselerasi,

RSBI, dan juga reguler (Tabel 11).

Tabel 11 Sebaran contoh menurut kecerdasan emosional contoh pada berbagai

model pembelajaran

Kecerdasan Emosional Akselerasi RSBI Reguler Total

n % n % n % n %

Rendah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Sedang 19 73,1 17 56,7 15 50,0 51 59,3

Tinggi 7 26,9 13 43,3 15 50,0 35 40,7

Total 26 100,0 30 100,0 30 100,0 86 100,0

Mean±SD 76,48±4,71 79,66±6,12 80,14±5,09 78,87±5,54

p-value 0.028

Page 14: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

46

Tingkat Stres

Pada kenyataannya, bukan hanya orang dewasa saja yang bisa mengalami

stres, melainkan remaja di sekolah pun dapat merasakannya. Stres yang dialami

remaja bisa disebabkan oleh aktivitas yang dilakukan setiap hari, hubungan

dengan teman sepermainan, atau karena adanya masalah belajar serta hasil belajar

di sekolah. Gejala stres yang dialami oleh seseorang juga bisa berupa stres fisik

dan stres psikologis. Tabel 12 menunjukkan perbedaan tingkat stres yang dialami

oleh remaja pada tiga jenis kelas yang berbeda.

Dalam penelitian ini hampir seluruh contoh (94,2%) pada ketiga kelas

tersebut mengalami gejala stres fisik yang tergolong rendah. Pada kelas akselerasi,

sebanyak hampir seluruh contoh (96,2%) menunjukkan gejala stres fisik rendah.

Begitu juga dengan kelas RSBI dan reguler, sebanyak hampir seluruh contoh

menunjukkan gejala stres fisik yang rendah. Dengan kata lain, contoh dalam

ketiga jenis kelas tersebut hampir tidak pernah mengalami gejala stres fisik dalam

aktivitas yang dilakukannya sehari-hari.

Tabel 12 Sebaran contoh menurut tingkat stres contoh pada berbagai model

pembelajaran

Dimensi Tingkat Stres Akselerasi RSBI Reguler Total

n % n % n % n %

Stres Fisik Rendah 25 96,2 29 96,7 27 90,0 81 94,2

Sedang 1 3,8 1 3,3 3 10,0 5 5,8

Tinggi 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Total 26 100,0 30 100,0 30 100,0 86 100,0

Mean±SD 45,00±7,90 43,33±8,69 40,91±9,63 42,99±8,86

p-value 0,227

Stres Psikologis Rendah 20 76,9 20 66,7 22 73,3 62 72,1

Sedang 6 23,1 10 33,3 8 26,7 24 27,9

Tinggi 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0.0

Total 26 100,0 30 100,0 30 100,0 86 100,0

Mean±SD 53,75±9,04 54,46±9,75 51,08±9,59 53,07±9,49

p-value 0.223

Tingkat Stres Rendah 23 88,5 24 80,0 29 96,7 76 88,4

Sedang 3 11,5 6 20,0 1 3,3 10 11,6

Tinggi 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Total 26 100,0 30 100,0 30 100,0 86 100,0

Mean±SD 1,12±0,326 1,20±0,407 1,03±0,183 1,12±0.322

p-value 0,356

Page 15: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

47

Sebanyak lebih dari tiga per empat contoh di kelas akselerasi (76,9%) dan

lebih dari separuh contoh pada kelas RSBI (66,7%) mengalami gejala stres

psikologis dalam kategori rendah. Begitu juga dengan kelas reguler, sebanyak

hampir tiga per empat contoh (73,3%) termasuk dalam kategori rendah. Hal ini

diduga berkaitan dengan jenis aktivitas yang dimiliki serta alokasi waktu masing-

masing contoh pada ketiga jenis kelas. Namun, lebih dari tiga per empat dari

ketiga kelompok contoh tersebut mengalami gejala stres psikologis yang

tergolong rendah (88,4%). Secara umum, ketiga kelompok contoh lebih banyak

merasakan gejala stres psikologis dibandingkan stres fisik, yaitu sebesar 27,9

persen pada kategori sedang. Hasil uji beda one way anova menunjukkan bahwa

tidak terdapat perbedaan gejala stres (p>0,05) antara kelas akselerasi, RSBI, dan

juga reguler.

Strategi Koping

Masalah yang dialami ataupun emosi yang dirasakan oleh seseorang akan

menyebabkan perasaan ketidaknyamanan terhadap diri dan lingkungan sekitarnya.

Hal tersebut ternyata memicu seseorang untuk berusaha menghilangkan rasa tidak

nyaman yang dialami melalui berbagai strategi, baik itu terkait dengan masalah

yang dihadapi ataupun penyesuaian diri terhadap masalah yang sedang dihadapi

saat itu. Strategi koping atau cara beradaptasi terhadap masalah yang dilakukan

seseorang terbagi menjadi dua, yaitu strategi koping yang terfokus pada masalah

dan yang terfokus pada emosi. Pada penelitian ini, hampir tiga per empat contoh

pada kelas akselerasi (73,1%) dan kelas RSBI (66,7%) menggunakan strategi

koping terfokus masalah pada kategori sedang. Begitupun dengan kelas reguler,

lebih dari tiga per empat contoh (80,0%) menggunakan strategi koping terfokus

masalah pada kategori sedang.

Pada strategi koping terfokus emosi, lebih dari separuh contoh (65,4%)

pada kelas akselerasi berada pada kategori sedang. Begitu juga dengan kelas RSBI

dan reguler, lebih dari separuh contoh pada kedua kelas ini pun berada pada

kategori sedang. Secara keseluruhan, ketiga kelompok contoh lebih banyak

menggunakan strategi terfokus emosi (emotion focused coping) dengan persentase

sebesar 39,5 persen pada kategori tinggi.

Page 16: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

48

Tabel 13 Sebaran contoh menurut strategi koping contoh pada berbagai model

pembelajaran

Dimensi Strategi Koping Akselerasi RSBI Reguler Total

n % n % n % n %

Problem Focused Coping Rendah 1 3,8 0 0,0 0 0,0 1 1,2

Sedang 19 73,1 20 66,7 24 80,0 63 73,3

Tinggi 6 23,1 10 33,3 6 20,0 22 25,6

Total 26 100,0 30 100,0 30 100,0 86 100,0

Mean±SD 74,29±9,41 78,27±6,27 74,77±6,88 75,85±7,67

p-value 0,136

Emotion Focused Coping Rendah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Sedang 17 65,4 16 53,3 19 63,3 52 60,5

Tinggi 9 34,6 14 46,7 11 36,7 34 39,5

Total 26 100,0 30 100,0 30 100,0 86 100,0

Mean±SD 77,43±6,89 79,61±6,91 77,88±7,77 78,35±7,20

p-value 0,097

Tabel 14 memperlihatkan bahwa lebih dari separuh contoh pada kelas

akselerasi (57,7%) dan RSBI (56,7%) serta separuh contoh pada kelas reguler

(50%) menggunakan strategi koping terfokus emosi (emotion focused coping).

Hasil uji beda one way anova menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

strategi koping (p>0,05) antara kelas akselerasi, RSBI, dan juga reguler.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan kecenderungan strategi koping yang

digunakan

Jenis Strategi Koping Akselerasi RSBI Reguler

n % n % n %

Problem focused coping 8 30,8 11 36,7 8 26,7

Emotion focused coping 15 57,7 17 56,7 15 50

Kombinasi antara problem focused coping

dan emotion focused coping 3 11,5 2 6,6 7 23,3

Total 26 100,0 30 100,0 30 100,0

Hubungan antara Karakteristik Contoh dan Karakteristik Keluarga dengan

Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan Strategi Koping

Contoh

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif

antara pendidikan ibu dengan kecerdasan emosional contoh (r=-0,308**). Hal ini

berarti sebesar 30,8 persen data keduanya berhubungan, semakin tinggi

pendidikan ibu maka dapat menurunkan kecerdasan emosional contoh. Hal ini

diduga terjadi karena pendidikan yang tinggi belum tentu menentukan kualitas

pengasuhan seorang ibu terhadap anaknya. Ibu yang berpendidikan tinggi juga

Page 17: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

49

cenderung bekerja di luar rumah sehingga akan mempengaruhi gaya pengasuhan

yang diberikan ibu terhadap anak. Anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan

emosi yang positif, akan memiliki kecerdasan emosional yang baik pula.

Penerapan emosi yang positif yang diberikan oleh pengasuh akan berdampak pada

perkembangan kecerdasan emosi anak kelak.

Pendidikan yang tinggi juga cenderung mendorong ibu untuk bekerja di

luar rumah. Hal ini menyebabkan waktu yang tercurah untuk anak akan semakin

berkurang sehingga menyebabkan semakin berkurang pula kelekatan secara emosi

antara ibu dan anak. Kenyataan ini akan berdampak pada kecerdasan emosional

yang dimiliki oleh anak tersebut. Dalam penelitian ini terdapat hubungan yang

negatif antara pekerjaan ibu dengan kecerdasan emosional contoh dengan nilai

koefisien korelasi sebesar (r=-0,243*) yang berarti ibu yang bekerja akan

menurunkan kecerdasan emosional contoh.

Tabel 15 Hubungan antara karakteristik contoh dan karakteristik keluarga dengan

konsep diri, kecerdasan emosional, tingkat stres, dan strategi koping contoh

Variabel Konsep Diri Kecerdasan

Emosional

Tingkat

Stres

Strategi

Koping

Karakteristik Contoh

Usia 0,078 0,048 -0,106 -0,023

Urutan Kelahiran -0,122 -0,058 -0,047 0,000

Karakteristik Keluarga

Usia Ayah -0,163 -0,077 0,188 0,043

Usia Ibu -0,033 0,022 0,049 0,000

Pendidikan Ayah 0,029 -0,024 0,106 0,075

Pendidikan Ibu -0,161 -0,308** 0,176 -0,075

Pekerjaan Ayah -0,123 -0,019 0,194 0,010

Pekerjaan Ibu -0,002 -0,243* 0,036 -0,131

Pendapatan Keluarga 0,102 -0,020 0,247* 0,213*

Besar Keluarga 0,027 0,091 0,018 0,283**

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa

terdapat hubungan yang positif antara pendapatan keluarga dengan tingkat stres

(r=0,247*). Hal ini berarti sebesar 24,7 persen data keduanya berhubungan,

semakin besar pendapatan suatu keluarga maka semakin tinggi pula stres yang

dirasakan contoh. Pendapatan cenderung berkorelasi dengan pengeluaran

individu, semakin besar pendapatan maka akan sebanding dengan uang yang

dikeluarkan karena kebutuhan yang semakin bertambah. Hal ini menyebabkan

tingkat stres yang semakin meningkat karena banyaknya aktivitas yang dilakukan

di sekolah diduga membutuhkan biaya yang tidaklah sedikit. Selain itu, hal ini

Page 18: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

50

diduga terjadi karena stres yang dirasakan contoh sebagian besar bukanlah yang

berkaitan dengan hal ekonomi, melainkan berkaitan dengan aktivitas sekolah.

Tingkat stres yang semakin tinggi akan mendorong individu untuk

melakukan suatu penyesuaian dalam kehidupan sehari-hari agar tetap dapat

melanjutkan aktivitasnya seperti biasa. Hal ini menyebabkan semakin besar

pendapatan keluarga juga akan membuat strategi koping yang dilakukan semakin

tinggi (r=0,213*). Hasil penelitian menyatakan bahwa sebesar 21,3 persen data

keduanya berhubungan. Selain itu, dalam penelitian juga ditemukan bahwa besar

keluarga berkorelasi positif dengan strategi koping. Semakin banyak anggota

keluarga contoh maka semakin tinggi pula kemampuan contoh dalam melakukan

penyesuaian terhadap masalah-masalah yang dihadapi, baik itu melalui problem

focused coping maupun emotion focused coping. Hal ini dibuktikan dengan nilai

koefisien korelasi sebesar 0,283** yang berarti sebesar 28,3 persen data keduanya

berhubungan. Semakin besar suatu keluarga maka semakin tinggi pula

kemampuan contoh dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi atau

kemampuan contoh untuk beradaptasi terhadap masalah yang dihadapi akan

semakin baik.

Menurut Billing dan Moos (1984), seseorang yang cenderung

menggunakan strategi terfokus masalah dalam menangani situasi stres

menunjukkan tingkat depresi yang lebih rendah baik selama dan setelah situasi

stres. Menurut Atkinson, Atkinson, Smith, dan Bem (2000), orang menggunakan

strategi terfokus emosi dengan tujuan untuk mencegah emosi negatif yang dapat

menguasai dirinya dan melakukan tindakan untuk memecahkan masalahnya.

Dengan hasil ini, diduga bahwa jumlah anggota keluarga ternyata cukup penting

karena dapat mengurangi beban stres atau masalah yang sedang dihadapi contoh.

Hubungan antara Konsep Diri dan Kecerdasan Emosional terhadap Tingkat

Stres dan Strategi Koping Contoh

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap variabel dalam penelitian ini

tidak semuanya memiliki hubungan yang positif, ada beberapa di antaranya yang

memiliki hubungan negatif. Penelitian juga memperlihatkan bahwa terdapat

hubungan antara konsep diri dengan kecerdasan emosional dengan nilai koefisien

korelasi sebesar 0,640**. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 64,0 persen data

Page 19: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

51

keduanya berhubungan yang berarti terdapat hubungan yang positif antara konsep

diri dengan kecerdasan emosional. Semakin baik konsep diri maka semakin tinggi

pula kecerdasan emosional contoh.

Tabel 16 Hubungan antara konsep diri dengan kecerdasan emosional contoh

Variabel Kecerdasan Emosional

Konsep Diri Rendah Sedang Tinggi Total

n % n % n % n %

Positif 0 0,0 49 57,0 35 40,7 84 97,7

Negatif 0 0,0 2 2,3 0 0,0 2 2,3

Total 0 0,0 51 59,3 35 40,7 86 100,0

Koefisien korelasi (r) 0,640**

Skor rata-rata contoh yang memiliki kecerdasan emosional yang tergolong

tinggi juga ternyata memiliki konsep diri yang positif dengan persentase sebesar

40,7 persen. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsep diri contoh maka

semakin tinggi pula kemampuannya dalam mengelola emosi (Tabel 16).

Pada penelitian ini, konsep diri memiliki hubungan yang negatif dengan

tingkat stres contoh yang diperkuat dengan nilai koefisien korelasi sebesar -

0,382**. Hal ini berarti sebesar 38,2 persen data keduanya berhubungan. Dengan

nilai ini dapat diartikan semakin baik konsep diri seseorang, semakin rendah

gejala stres yang ia rasakan. Hal ini diduga stres yang disebabkan oleh tingginya

aktivitas contoh di sekolah ternyata dapat diperkecil karena konsep diri yang

positif yang telah terbentuk di dalam diri contoh.

Tabel 17 Hubungan antara konsep diri dengan tingkat stres contoh

Variabel Tingkat stres

Konsep Diri Rendah Sedang Tinggi Total

n % n % n % n %

Positif 76 88,4 8 9,3 0 0,0 84 97,7

Negatif 0 0,0 2 2,3 0 0,0 2 2,3

Total 76 88,4 10 11,6 0 0,0 86 100,0

Koefisien korelasi (r) 0,382**

Skor rata-rata contoh yang memiliki konsep diri yang positif ternyata

memiliki tingkat stres dengan kategori rendah, yaitu sebesar 88,4 persen. Dalam

penelitian ini pun tidak ditemukan contoh yang memiliki konsep diri yang negatif

dan juga tingkat stres yang tergolong tinggi (Tabel 17).

Page 20: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

52

Penelitian ini juga memperlihatkan nilai koefisien korelasi antara konsep

diri dengan strategi koping terfokus masalah adalah sebesar 0,334**. Hal ini

menunjukkan bahwa sebesar 33,4 persen data keduanya berhubungan yang berarti

terdapat hubungan yang positif antara konsep diri dengan strategi koping terfokus

masalah contoh. Begitupun dengan strategi koping terfokus emosi. Terdapat

hubungan yang positif antara konsep diri dengan strategi koping terfokus emosi

dengan koefisien korelasi sebesar 0,265*. Hal ini memperlihatkan bahwa sebesar

26,5 persen data keduanya berhubungan. Semakin baik konsep diri seseorang

maka semakin baik pula strategi koping yang dilakukan saat menghadapi masalah,

baik strategi koping terfokus masalah maupun terfokus emosi.

Tabel 18 menunjukkan besar skor rata-rata contoh yang memiliki konsep

diri yang positif ternyata memiliki kemampuan yang tinggi untuk menyelesaikan

masalah yang dihadapi, yaitu 24,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa contoh

yang memiliki konsep diri yang baik akan memiliki kemampuan untuk

menyelesaikan masalahnya dengan baik pula.

Tabel 18 Hubungan antara konsep diri dengan strategi terfokus masalah contoh

Variabel Strategi terfokus masalah (problem focused coping)

Konsep Diri Rendah Sedang Tinggi Total

n % n % n % n %

Positif 1 1,2 62 72,1 21 24,4 84 97,7

Negatif 0 0,0 1 1,2 1 1,2 2 2,3

Total 1 1,2 63 73,3 22 25,6 86 100,0

Koefisien korelasi (r) 0,334**

Skor rata-rata contoh yang memiliki konsep diri yang positif ternyata

memiliki kemampuan yang tinggi untuk mengelola emosi saat menghadapi

masalahnya, yaitu sebesar 38,4 persen. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang

dikemukakan oleh White (1974) dalam Sussman dan Steinmentz (1988), yaitu

salah satu faktor yang mempengaruhi strategi koping adalah konsep diri (Tabel

20).

Page 21: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

53

Tabel 19 Hubungan antara konsep diri dengan strategi terfokus emosi contoh

Variabel Strategi terfokus emosi (emotion focused coping)

Konsep Diri Rendah Sedang Tinggi Total

n % n % n % n %

Positif 0 0,0 51 59,3 33 38,4 84 97,7

Negatif 0 0,0 1 1,2 1 1,2 2 2,3

Total 0 0,0 52 60,5 34 39,5 86 100,0

Koefisien korelasi (r) 0,265**

Kecerdasan emosional memiliki hubungan dengan tingkat stres yang

ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,249*. Hal ini berarti 24,9

persen keduanya saling berhubungan negatif sehingga semakin tinggi kecerdasan

emosional maka semakin rendah tingkat stres yang dirasakan contoh. Kemampuan

contoh dalam mengendalikan emosi ternyata berhubungan dengan bagaimana

contoh menghadapi dan menanggapi stres yang dialami sehingga sebanyak

apapun masalah yang hadapi, ternyata dapat dikendalikan oleh kemampuannya

dalam mengelola emosi. Contoh yang memiliki skor rata-rata kecerdasan

emosional tinggi ternyata mengalami gejala stres yang tergolong rendah (38,4%).

Dengan kata lain, contoh yang memiliki kemampuan mengelola emosi akan dapat

lebih baik pula mengelola perasaan serta pikirannya sehingga akan lebih terhindar

dari stres.

Tabel 20 Hubungan antara kecerdasan emosional dengan tingkat stres contoh

Variabel Tingkat stres

Kecerdasan emosional Rendah Sedang Tinggi Total

n % n % n % n %

Rendah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Sedang 43 50,0 8 9,3 0 0,0 51 59,3

Tinggi 33 38,4 2 2,3 0 0,0 35 40,7

Total 76 88,4 10 11,6 0 0,0 86 100,0

Koefisien korelasi (r) -0,249**

Tingkat stres yang rendah dan terbentuknya kecerdasan emosional contoh

ternyata juga berhubungan dengan cara contoh menyelesaikan masalahnya

(strategi koping). Kecerdasan emosional memiliki hubungan dengan strategi

koping terfokus masalah dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,403**. Ini

berarti sebesar 40,3 persen keduanya saling berhubungan positif (Tabel 21).

Page 22: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

54

Tabel 21 Hubungan antara kecerdasan emosional dengan strategi terfokus masalah

contoh

Variabel Strategi terfokus masalah (problem focused coping)

Kecerdasan emosional Rendah Sedang Tinggi Total

n % n % n % n %

Rendah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Sedang 1 1,2 42 48,8 8 9,3 51 59,3

Tinggi 0 0,0 21 24,4 14 16,3 35 40,7

Total 1 1,2 63 73,3 22 25,6 86 100,0

Koefisien korelasi (r) 0,403**

Tabel 22 menunjukkan bahwa ecerdasan emosional juga memiliki hubungan

yang positif dengan strategi koping terfokus emosi dengan nilai koefisien korelasi

sebesar 0,474**. Hal ini memperlihatkan bahwa sebesar 47,4 persen keduanya

saling berhubungan. Hal ini berarti semakin tinggi kecerdasan emosional maka

semakin tinggi pula kemampuan contoh dalam menyelesaikan masalah yang

dihadapi serta mengelola emosi sebagai salah satu bentuk penyesuaian terhadap

masalahnya. Hal ini berarti contoh yang cerdas secara emosi memiliki strategi

dalam penyelesaian masalah yang dihadapi sehingga tidak menimbulkan stres

yang berkepanjangan. Namun, dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa tidak

terdapat hubungan antara tingkat stres dan strategi koping contoh.

Tabel 22 Hubungan antara kecerdasan emosional dengan strategi terfokus emosi

contoh

Variabel Strategi terfokus emosi (emotion focused coping)

Kecerdasan emosional Rendah Sedang Tinggi Total

n % n % n % n %

Rendah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Sedang 0 0,0 38 44,2 13 15,1 51 59,3

Tinggi 0 0,0 14 16,3 21 24,4 35 40,7

Total 0 0,0 52 60,5 34 39,5 86 100,0

Koefisien korelasi (r) 0,474**

Page 23: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

55

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsep diri, kecerdasan

emosional, tingkat stres, dan strategi koping remaja pada berbagai model

pembelajaran. Penelitian ini dilakukan pada siswa remaja kelas XI pada kelas

akselerasi, kelas RSBI, dan juga kelas reguler. Hal ini didasari oleh pemikiran

bahwa remaja merupakan generasi penerus bangsa yang kelak diharapkan akan

memiliki sumber daya manusia yang mampu berdaya saing dengan negara-negara

lain. Peningkatan sumber daya manusia Indonesia dapat dibangun melalui jenis

pendidikan yang diberikan. Saat ini pendidikan di Indonesia banyak diwarnai oleh

berbagai metode baru, misalnya dengan adanya kelas akselerasi (percepatan) dan

juga kelas bertaraf Internasional (RSBI).

Kedua kelas ini diciptakan dengan tujuan untuk meningkatkan kemajuan

di bidang pendidikan. Kelas akselerasi merupakan pemberian layanan pendidikan

sesuai potensi siswa berbakat dengan memberikan kesempatan untuk

menyelesaikan program reguler dalam jangka waktu yang lebih cepat

dibandingkan dengan teman-teman sebayanya (Departemen Pendidikan 2002).

Sekolah Bertaraf RSBI (SBI) bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan

Indonesia dengan kualitas global atau Internasional melalui penggunaan dua

bahasa serta ditunjang oleh teknologi yang canggih seperti komputer, internet, dan

fasilitas lain yang mendukung. Dalam pelaksanaannya, kelas akselerasi pun

menggunakan beberapa syarat masuk, salah satunya adalah tes IQ sehingga sudah

dapat dipastikan bahwa siswa-siswi yang masuk ke dalam kelas ini adalah mereka

yang memiliki kecerdasan kognitif yang cukup tinggi.

Goleman (1995) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang tidak dapat

dipisahkan antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi seseorang.

Seseorang yang cerdas secara kognitif belum tentu cerdas secara emosi atau

sebaliknya. Kecerdasan kognitif bukan satu-satunya penentu keberhasilan

seseorang, melainkan kecerdasan emosi yang dimilikilah yang akan menentukan

keberhasilan tersebut. Menurut Edwards (1992) diacu dalam Santos (2009), ibu

merupakan orang yang sangat penting yang dapat mempengaruhi perkembangan

kecerdasan kognitif anak remaja. Selain kecerdasan emosional, usia siswa SMA

Page 24: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

56

yang tergolong ke dalam masa remaja ini juga akan melewati proses pembentukan

konsep diri mereka. Saat masa remaja, mereka akan dihadapkan pada berbagai

pilihan dan lingkungan yang berbeda dan hal tersebut akan mempengaruhi pola

pikir dan tingkah laku mereka. Pada masa ini juga masalah mulai timbul, baik itu

yang berasal dari keluarga maupun hal yang berkaitan dengan sekolah. Melalui

kegiatan yang cukup padat di sekolah, akan dilihat pula hal yang mereka alami

saat memiliki masalah serta cara yang mereka lakukan untuk menghadapi masalah

tersebut.

Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas akselerasi, kelas RSBI, dan juga

kelas reguler. Seluruh siswa kelas XI akselerasi tergolong ke dalam usia remaja

awal (13-16 tahun), berbeda dengan kelas RSBI dan reguler yang di dalamnya

terdapat siswa dengan usia remaja akhir (17-18 tahun). Kebanyakan siswa dari

tiap kelas berjenis kelamin perempuan dan merupakan anak sulung. Menurut

Santrock (2003), urutan kelahiran anak akan mempengaruhi sikap dan perilaku

orang tua terhadap anak tersebut. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004), anak

sulung memiliki tanggung jawab yang lebih besar dan dituntut untuk lebih dewasa

serta dapat memberikan contoh bagi adik-adiknya. Oleh karena itu, orang tua

cenderung lebih khawatir terhadap anak sulung dibandingkan pada adik-adiknya

dan menetapkan batas-batas tingkah laku anak.

Dilihat dari usia orang tua, usia ayah dan ibu contoh dari ketiga kelas

sebagian besar berada pada usia dewasa madya (41-60 tahun). Terdapat perbedaan

pada kelas akselerasi dan RSBI dengan kelas reguler dalam hal pendidikan orang

tua. Sebagian besar ayah pada kelas akselerasi dan RSBI menempuh pendidikan

hingga S1/S2/S3 sedangkan ayah contoh pada kelas reguler lebih banyak

menempuh pendidikan hingga SMA/sederajat. Begitupun dengan pendidikan ibu,

sebagian besar ibu contoh pada kelas akselerasi menempuh pendidikan hingga

jenjang S1/S2/S3. Namun, ibu contoh pada kelas RSBI rata-rata menempuh

pendidikan hingga jenjang S1/S2/S3 dan juga SMA/sederajat, dan separuh ibu

contoh pada kelas reguler menempuh pendidikan hingga SMA/sederajat.

Menurut Sumarwan (2002), pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan

yang dilakukan seseorang dan akan mempengaruhi besar pendapatan yang

diterimanya. Pekerjaan orang tua contoh pada ketiga kelas sebagian besar adalah

Page 25: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

57

pegawai swasta dan ibu merupakan ibu rumah tangga. Pendapatan keluarga

contoh pada kelas akselerasi dan RSBI sebagian besar berkisar lebih dari sama

dengan Rp 5.000.000,00 sedangkan kelas reguler berkisar antara Rp 3.000.001,00-

4.000.000,00. Keluarga contoh dari ketiga kelas termasuk ke dalam kelompok

keluarga sedang yang terdiri atas lima hingga tujuh orang anggota keluarga.

Penelitian menunjukkan bahwa ketiga kelompok contoh memiliki konsep

diri yang positif dan kelas reguler memiliki skor konsep diri yang lebih tinggi

dibandingkan kelas akselerasi dan RSBI. Dimensi yang memiliki persentase

paling besar dengan kategori positif adalah subdimensi identitas diri etik moral

dan kepuasan diri etik moral. Kepuasan diri terkait dengan penghargaan seseorang

terhadap dirinya. Semakin jauh perbedaan antara gambaran tentang siapa dirinya

dengan gambaran seseorang tentang bagaimana seharusnya ia menjadi, maka akan

menimbulkan harga diri yang rendah. Sebaliknya, semakin sedikit perbedaan

gambaran diri dengan gambaran seseorang tentang bagaimana seharusnya akan

menciptakan harga diri yang tinggi (Calhoun 1990).

Dimensi yang berada pada kategori negatif adalah subdimensi tingkah laku

diri sosial. Contoh pada kelas akselerasi memiliki persentase paling rendah di

antara kedua kelompok contoh lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan

jumlah kelas dengan model yang sama di sekolah tersebut. Kelas akselerasi

berjumlah satu kelas pada setiap angkatan sehingga memungkinkan kurangnya

interaksi dengan model kelas serupa, sedangkan kelas RSBI dan reguler memiliki

lebih banyak kelas dengan model yang sama. Hal ini dapat menyebabkan

perbedaan dalam hal interaksi contoh dengan lingkungannya. Selain itu, contoh

pada kelas akselerasi yang memiliki usia yang lebih muda bisa menjadi pemicu

lemahnya rasa percaya diri contoh untuk bergaul dengan kelas dengan model

pembelajaran yang berbeda. Doll dan Lyon (1998) diacu dalam Caldarella,

Christensen, Kramer, dan Kronmiller (2009) menyatakan bahwa menunjukkan

rasa empati, kemauan untuk berbagi, dan bekerja sama merupakan hal yang

penting dalam menjalin suatu hubungan pertemanan dan menciptakan hubungan

yang positif.

Terdapat beberapa alasan peranan konsep diri dalam menentukan perilaku

seseorang, antara lain konsep diri dapat mempertahankan keselarasan batin, sikap,

Page 26: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

58

dan pandangan individu terhadap dirinya yang akan sangat mempengaruhi

individu dalam menafsirkan pengalamannya serta dapat menentukan pengharapan

individu (Pudjigjoyanti 1988 diacu dalam Harlock 1991). Dalam penelitian ini

juga tidak ditemukan perbedaan yang nyata dalam hal konsep diri contoh pada

berbagai model pembelajaran.

Penelitian juga menunjukkan bahwa keseluruhan contoh memiliki

kecerdasan emosional yang termasuk dalam kategori sedang. Akan tetapi, separuh

contoh kelas reguler memiliki skor kecerdasan emosional yang termasuk ke dalam

kategori sedang dan tinggi. Dalam penelitan juga diperoleh hasil bahwa kelas

reguler memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi dibandingkan kelas

akselerasi dan kelas RSBI. Dimensi yang memiliki persentase terbesar pada

kategori tinggi adalah dimensi kesadaran diri. Hal ini berarti contoh dapat

mengenali perasaan yang dirasakan saat perasaan itu timbul. Menurut Cherniss

(2006) diacu dalam Joseph, Berry, dan Deshpande (2009), kecerdasan emosional

seseorang akan berdampak pada hasil dari pekerjaan yang dilakukan seseorang,

keefektifan dalam sebuah kepemimpinan, dan juga kepuasan dalam bermacam-

macam pekerjaan.

Gottman dan DeClaire (2007) menyatakan bahwa kesadaran emosi

merupakan kemampuan seseorang mengenali atau merasakan emosi yang timbul,

mengidentifikasi perasaan-perasaan yang ada, dan peka terhadap hadirnya emosi

dalam diri orang lain. Kesadaran diri ini memang belum menjamin penguasaan

emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan

emosi sehingga individu mudah menguasai emosi. Penelitian ini menunjukkan

terdapatnya perbedaan yang nyata antara kecerdasan emosional contoh pada

berbagai model pembelajaran.

Menurut Higgins (1982) diacu dalam Astuti (2007), faktor-faktor yang

berperan dalam stres merupakan kombinasi antara faktor internal (individual) dan

faktor eksternal (lingkungan). Faktor internal misalnya rasa percaya diri, motivasi,

keyakinan individu secara umum tentang kehidupan sekitarnya, dan kemampuan

beradaptasi. Sedangkan faktor eksternal seperti hal yang berhubungan dengan

pekerjaan, non pekerjaan, serta perubahan dalam kehidupan. Dalam hal ini faktor

Page 27: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

59

eksternal yang dirasakan oleh contoh diduga berhubungan dengan aktivitas

sekolah seperti tugas ataupun kegiatan lain di sekolah.

Gejala stres yang dirasakan oleh keseluruhan contoh tergolong rendah dan

jenis gejala stres yang lebih banyak dirasakan oleh contoh adalah gejala

psikologis. Dalam penelitian ini juga tidak ditemukan perbedaan yang nyata

dalam hal tingkat stres contoh pada model pembelajaran yang berbeda. Kelas

akselerasi dan RSBI yang memiliki aktivitas yang lebih padat dibandingkan kelas

reguler ternyata memiliki tingkat stres yang tergolong rendah. Hal ini terkait

dengan tingkat pendidikan orang tua dan juga pendapatan orang tua. Sebagian

besar orang tua contoh di kedua kelas tersebut memiliki pendidikan yang cukup

tinggi yang disertai juga dengan pendapatan di atas rata-rata. Dengan begitu,

kebutuhan akan fasilitas belajar pun akan dengan mudah terpenuhi (internet,

peralatan sekolah, dll.).

Pendidikan orang tua yang tinggi juga diduga menyebabkan semakin

tinggi pula standar orang tua terhadap anak, salah satunya dalam hal pendidikan.

Kurniawan (2010) menyatakan bahwa adanya kelas akselerasi menjadi gengsi

tersendiri bagi masyarakat dan terkadang ada orang tua yang “ngotot” untuk

memasukkan anaknya ke kelas tersebut. Hal ini diduga menjadi salah satu

penyebab motivasi contoh kelas akselerasi lebih rendah karena mereka

mendapatkan dorongan lebih besar dari orang tua dibandingkan keinginan mereka

sendiri untuk masuk ke kelas akselerasi. Perbedaan aktivitas di antara kelas yang

umum dan kelas eksklusif juga diduga mempengaruhi stres yang dirasakan

contoh. Menurut Kenny dan Rice (1995) diacu dalam Brougham, Zail, Mendoza,

dan Miller (2009), hubungan dalam keluarga seperti dukungan sosial dan adanya

kesempatan untuk memberikan pendapat menjadi salah satu faktor yang dapat

menurunkan tingkat stres seseorang.

Menurut Lazarus (1976) diacu dalam Sussman dan Steinmetz (1988),

gejala stres didasarkan pada kondisi lingkungan sosial tertentu dan stres ini dapat

mempengaruhi kesehatan fisik orang yang mengalami stres. Jika kondisi stres

terus menerus terjadi, emosi seorang individu akan berpindah-pindah di antara

emosi-emosi tersebut tergantung pada keberhasilan individu dalam

Page 28: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

60

menyelesaikannya. Emosi yang dirasakan seperti kecemasan, kemarahan, apati,

dan gangguan kognitif.

Koping atau kemampuan untuk mengatasi masalah merupakan suatu

proses yang digunakan oleh individu untuk menangani tuntutan yang dapat

menimbulkan stres. Dalam penelitian ini tidak ditemukan perbedaan yang nyata

dari strategi koping yang dilakukan oleh contoh. Keseluruhan contoh dalam

penelitian ini memiliki strategi koping yang tergolong sedang yang artinya strategi

koping yang dilakukan sudah cukup baik dan diduga mampu menangani

permasalahan yang dihadapi contoh. Jenis strategi koping yang lebih banyak

digunakan oleh contoh adalah emotion focused coping, yaitu strategi yang

digunakan untuk mencegah emosi negatif yang dapat menguasai dirinya dan

melakukan tindakan untuk memecahkan masalahnya (Atkinson, Atkinson, Smith,

dan Bem 2000).

Selanjutnya penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

positif antara konsep diri dengan kecerdasan emosional. Hal ini menunjukkan

bahwa semakin tinggi konsep diri maka semakin tinggi pula kecerdasan

emosional contoh. Hasil ini juga diduga bahwa contoh yang memiliki konsep diri

yang tinggi akan mampu mengenali dan mengelola emosi diri, memiliki motivasi

dan empati yang baik, serta mampu membina hubungan yang baik pula dengan

teman-temannya.

Konsep diri memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat stres (fisik

dan psikologis). Hal ini berarti semakin tinggi konsep diri maka semakin rendah

tingkat stres contoh. Hal ini mencerminkan bahwa konsep diri yang dimiliki oleh

seseorang ternyata dapat menekan stres yang dirasakan individu. Saat individu

memiliki konsep diri yang baik maka akan lebih mudah mengendalikan perasaan

dan emosi yang dirasakan, baik dalam bentuk reaksi fisik maupun psikologis.

Dalam penelitian ini ditemukan hubungan yang positif antara konsep diri

dengan strategi koping terfokus masalah dan terfokus emosi. Hal ini berarti

semakin tinggi konsep diri maka semakin tinggi pula strategi koping contoh

dalam menyelesaikan masalah atau mengelola emosi yang dirasakan saat

menghadapi masalah. Saat individu memiliki konsep diri yang baik maka ia juga

akan memiliki cara yang baik dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

Page 29: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

61

Dengan begitu, stres dirasakan tidak akan berkepanjangan dan tidak mengganggu

aktivitas belajar di sekolah.

Penelitian ini juga menunjukkan terdapat hubungan yang negatif antara

kecerdasan emosional dengan reaksi psikologis tingkat stres dan hubungan yang

positif dengan strategi koping terfokus masalah dan emosi. Hal ini berarti semakin

tinggi kecerdasan emosional maka semakin rendah tingkat stres psikologis contoh.

Dengan hasil ini, dapat dikatakan bahwa saat individu memiliki kemampuan

untuk mengenali emosi dirinya, mengelola emosinya dengan baik, memiliki

motivasi dan empati, serta dapat beradaptasi dengan lingkungan maka stres yang

dirasakan akan dapat ditekan sehingga tidak akan berkepanjangan. Salah satu

dimensi lain dari kecerdasan emosional adalah stres tolerance, yaitu kemampuan

untuk menghadapi kejadian dan situasi yang penuh tekanan serta menanganinya

secara aktif dan positif tanpa harus terjatuh. Selain itu individu juga akan mampu

mengatasi stres tersebut melalui hal yang lebih positif yang berhubungan dengan

keadaan psikologisnya.

Parker dan Endler (1996) diacu dalam Astuti (2007) menyatakan bahwa

salah satu cara yang dilakukan dalam mengatasi masalah adalah dengan

mengendalikan emosi-emosi yang tidak menyenangkan daripada menghadapi

sumber stres secara langsung. Stres juga dapat dikonstruksikan dalam sesuatu

yang positif yang dapat mengarahkan individu secara instrinsik untuk tetap aktif

dan melakukan penerimaan terhadap masalah yang sedang dihadapi. Menurut

Fabella (1993) diacu dalam Astuti (2007), terdapat jenis stres yang merugikan

karena stres ini terjadi saat tubuh dan pikiran tidak mampu beradaptasi dengan

sumber stres dan kondisi ini akan menimbulkan perasaan yang tidak

menyenangkan.

Konsep diri yang positif ternyata dapat menekan stres yang dialami oleh

individu. Ketika seseorang memiliki konsep diri yang baik dan positif serta

mampu mengelola perasaannya dengan baik, menumbuhkan hubungan saling

percaya, dan menyelaraskan diri dengan bermacam macam orang maka individu

akan lebih mampu menerima setiap permasalahan yang dirasakan. Menurut

Erikson (1950) diacu dalam Megawangi (2007), dalam mencari identitas dirinya,

seorang remaja perlu memiliki konsep diri yang positif sehingga dapat

Page 30: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

62

meningkatkan kepercayaan diri remaja tersebut. Hal ini disebabkan kepercayaan

diri yang rendah berhubungan erat dengan beberapa masalah remaja, misalnya

stres, depresi, kenakalan remaja, bunuh diri, dan lain sebagainya.

Hal ini juga dibuktikan dalam penelitian yang menunjukkan bahwa

semakin tinggi kecerdasan emosional, semakin tinggi pula strategi koping yang

dilakukan, baik strategi terfokus masalah maupun strategi terfokus emosi.

Menurut Santrock (2003), remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dengan

meledak-ledak, melainkan menggerutu, tidak mau berbicara, atau dengan suara

keras mengritik orang yang menjadi penyebab amarahnya tersebut. Mereka akan

menunggu waktu dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya melalui

cara-cara yang dapat lebih diterima.

Stres terjadi jika seseorang dihadapkan pada peristiwa yang dirasakan

sebagai hal yang dapat mengancam kesehatan fisik atau psikologisnya (Gunarsa

dan Gunarsa 2004). Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa tidak terdapat

hubungan antara tingkat stres dengan strategi koping yang dilakukan contoh.

Dengan kata lain, bagaimanapun tingkat stres siswa tidak akan menentukan jens

strategi koping yang dilakukan. Hal ini berkaitan juga dengan tingkat stres contoh

yang tergolong rendah. Keseluruhan contoh hampir tidak pernah merasakan stres

sehingga tidak menuntut mereka untuk beradaptasi dengan masalah yang

dihadapi. Selain itu, diduga adanya perbedaan jenis kepribadian yang dimiliki

oleh masing-masing contoh dapat mempengaruhi contoh dalam menerima

masalah yang dialami.

Menurut Schneiders (1964) diacu dalam Yulianti (2010), salah satu faktor

yang mempengaruhi strategi koping seseorang adalah perkembangan dan

kematangan, bentuk-bentuk penyesuaian diri individu berbeda pada setiap tahap

perkembangan dan kematangan individu dalam segi intelektual, sosial, moral, dan

emosi. Hal ini dapat mempengaruhi cara individu tersebut dalam melakukan

penyesuaian diri. Saat remaja, seorang individu cenderung lebih menyadari siklus

emosionalnya, misalnya perasaan bersalah karena marah.

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah dalam hal penarikan contoh. Pemilihan

kelas pada kedua sekolah yang menjadi lokasi penelitian dilakukan secara

Page 31: Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan ... V... · untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum nasional

63

purposive. Hal ini dilakukan atas dasar perizinan dengan pihak sekolah yang

bersangkutan. Selain itu, kelas XI IPA akselerasi yang merupakan satu-satunya

kelas di sekolah menyebabkan peneliti hanya dapat menggunakan kelas tersebut

sebagai contoh meskipun jumlah siswa di kelas tersebut secara keseluruhan adalah

26 orang. Hal ini juga menyebabkan tidak dapat dilakukan teknik simple random

sampling untuk penarikan contoh di kelas akselerasi. Keterbatasan lainnya adalah

waktu yang disediakan oleh pihak sekolah dalam satu hari untuk mengisi

kuesioner adalah ± 30 menit untuk beberapa kuesioner. Hal ini membuat contoh

terlihat terburu-buru dan kurang fokus dalam mengisi kuesioner.