Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
41
KONTROVERSI MUSHHAF AL-QUR�AN BERWAJAH PUISI
KARYA HB. YASSIN
(Studi tentang Tatacara Penulisan dan Layout Mushhaf Al-Qur�an)
Dr. Islah Gusmian
IAIN Surakarta
Jl. Pandawa, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah
Abstrak
HB. Yassin yang dikenal sebagai �Paus sastra� di Indonesia membuat terjemah Al-
Qur�an dengan wajah puitis, yang disebut Mushhaf Al-Qur�an Berwajah Puisi. Gagasan
ini kemudian melahirkan kontroversi di kalangan umat Islam Indonesia karena hasil
kerja Yassin tersebut dianggap berbeda dengan mushhaf standar yang dipegangi umat
Islam. Tulisan ini mencoba mengkaji tatacara penulisan dan layout Mushhaf Al-Qur�an
Berwajah Puisi.
Key word: HB. Yassin, puitisasi Al-Qur�an, tatacara penulisan, lay out.
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Pada awal tahun 1990-an, muncul
gagasan mengenai puitisasi Al-Qur�an dari
HB. Jassin, seorang sastrawan besar di
Indonesia.73
Yang dia maksud dengan
puitisasi Al-Qur�an adalah cara
menampilkan tulisan ayat-ayat Al-Qur�an
dalam wajah yang puitis. Kreasi HB. Jassin
73HB. (Hans Bague) Jassin, dikenal sebagai
�Paus Sastra Indonesia�. Lahir, di Gorontalo,
Sulawesi Utara, 31 Juli 1917. Di samping dikenal
sebagai kritikus sastra, Jassin juga pengarang ulung.
Beberapa karyanya, di antaranya: Gema Tanah Air,
Tifa Penyair dan Daerahnya, Kesusastraan
Indonesia Baru Masa Jepang.
ini muncul ketika dia memeriksa kembali
karyanya, Al-Qur�anul Karim Bacaan
Mulia cetakan ketiga saat hendak dicetak
ulang. Sejak semula, HB. Jassin memang
menerjemahkan Al-Qur�an dengan
menggunakan bahasa Indonesia yang baik;
dalam hal ini dia telah melahirkan
terjemahan dengan bahasa yang puitis,
yang dia beri nama Bacaan Mulia.74
Dalam proses pemeriksaan ulang
terhadap karyanya itu, HB. Jassin melihat
berbagai mushhaf Al-Qur�an �baik
terbitan Indonesia, Turki, Mesir maupun
74HB. Jassin, et al. Kontroversi Al-Qur�an
Berwajah Puisi H.B. Jassin Penyusun (Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti, 1995), hlm. viii.
Volume 1, No. 1, Februari
42
Arab Saudi. Semua susunannya, menurut
dia, berbentuk prosa. Belum ada mush
yang susunan tulisan ayat
ditampilkan dalam bentuk puisi.
prosa yang dia maksud adalah dalam
model penulisan ayat-ayat Al
terpaku pada kepentingan memenuhi ruang
bidang halaman yang telah ditentukan dan
disediakan. Ayat-ayat yang satu kesatuan
pikiran, kadang kala �dan ini biasa
terjadi� disambung begitu saja untuk
kepentingan memenuhi ruang kosong yang
ada di belakangnya, meskipun hanya
sedikit, kemudian disambungkan dengan
baris berikutnya. Model penulisan
semacam ini, menurut HB. Jassin, bisa
mengganggu konsentrasi pembaca dalam
merenungi isi dan arti suatu ayat.
Kreasi HB. Jassin tersebut memang
menarik, tetapi pada akhirnya melahirkan
kontroversi di kalangan umat Islam
Indonesia. Sebelum mengetahui bagaimana
sesungguhnya model Al-Qur�an Berwajah
Puisi yang dia gagas tersebut, masyarakat
Muslim telah terjebak pada isu Al
yang dipuisikan, sehingga yang muncul
adalah prasangka dan tuduhan yang tidak
sehat. KH. Hassan Basri, Ketua MUI
waktu itu, misalnya, menolak
diterbitkannya Al-Qur�an berwajah Puisi,
75�Proyek H.B. Jassin: Al-Qur�an Berbentuk
Puisi�, Suara Karya, 4 Desember 1992, dan
Singgalang, 21 Desember 1992.
Volume 1, No. 1, Februari - Juli 2015
Arab Saudi. Semua susunannya, menurut
dia, berbentuk prosa. Belum ada mushhaf
yang susunan tulisan ayat-ayatnya
ditampilkan dalam bentuk puisi.75
Bentuk
prosa yang dia maksud adalah dalam
ayat Al-Qur�an
terpaku pada kepentingan memenuhi ruang
bidang halaman yang telah ditentukan dan
ayat yang satu kesatuan
dan ini biasa
u saja untuk
kepentingan memenuhi ruang kosong yang
ada di belakangnya, meskipun hanya
sedikit, kemudian disambungkan dengan
baris berikutnya. Model penulisan
semacam ini, menurut HB. Jassin, bisa
mengganggu konsentrasi pembaca dalam
suatu ayat.
Kreasi HB. Jassin tersebut memang
menarik, tetapi pada akhirnya melahirkan
kalangan umat Islam
Indonesia. Sebelum mengetahui bagaimana
Qur�an Berwajah
yang dia gagas tersebut, masyarakat
terjebak pada isu Al-Qur�an
yang dipuisikan, sehingga yang muncul
adalah prasangka dan tuduhan yang tidak
sehat. KH. Hassan Basri, Ketua MUI
waktu itu, misalnya, menolak
Qur�an berwajah Puisi,
Qur�an Berbentuk
4 Desember 1992, dan
karena dianggapnya mempermainkan kitab
suci Al-Qur�an.76
Bahkan, dalam acara
studium general di Fakultas Ushuluddin
IAIN Jakarta bersama HB. Jassin, pada 17
Mei 1993, Dr. H. Fuad Moh. Fachruddin
menghubungkan penulisan
berwajah Puisi ini dengan perilaku orang
Syi�ah.77
Disamping beberapa
menyerang HB. Jassin dengan nada
emosional tersebut, ada juga beberapa
tokoh Muslim yang mengungkapkan
kekurangsetujuannya dengan pertimbangan
demi ketenangan umat Islam, seperti yang
diungkapkan Ali Yafie, atau dengan alasan
bahwa cara penulisa
merupakan petunjuk langsung dari Tuhan
(tauqîfi), sehingga tidak bisa diubah,
seperti yang disampaikan oleh Dr. K.H.
Ma`ruf Amin, Katib Am Syuriah PBNU,
waktu itu.78
Namun, dalam kasus ini, bukan
berarti HB. Jassin tanpa pendukung. Prof.
H. Chatibul Umam (Guru Besar pada
Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta), Ali Audah (satrawan dan
penerjemah sejumlah literatur Arab), dan
76Pernyataan ini sebagaimana dikutip
Indonesia Minggu, 29 Agustus 1993.
77Sebagaiman diuraikan D. Sirajuddin AR.
Lihat, D. Sirajuddin. AR.,
Puisi: Dibenarkan tapi Tidak Diakui�
Qur�an, No. 5, Vol. IV Th. 1993, hlm. 61.
78Wawasan, 26 Januari 1993.
karena dianggapnya mempermainkan kitab
Bahkan, dalam acara
studium general di Fakultas Ushuluddin
IAIN Jakarta bersama HB. Jassin, pada 17
Mei 1993, Dr. H. Fuad Moh. Fachruddin
menghubungkan penulisan Al-Qur�an
berwajah Puisi ini dengan perilaku orang
Disamping beberapa tokoh yang
menyerang HB. Jassin dengan nada
emosional tersebut, ada juga beberapa
tokoh Muslim yang mengungkapkan
kekurangsetujuannya dengan pertimbangan
demi ketenangan umat Islam, seperti yang
diungkapkan Ali Yafie, atau dengan alasan
bahwa cara penulisan Al-Qur�an itu
merupakan petunjuk langsung dari Tuhan
), sehingga tidak bisa diubah,
seperti yang disampaikan oleh Dr. K.H.
Ma`ruf Amin, Katib Am Syuriah PBNU,
Namun, dalam kasus ini, bukan
berarti HB. Jassin tanpa pendukung. Prof.
Chatibul Umam (Guru Besar pada
Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta), Ali Audah (satrawan dan
penerjemah sejumlah literatur Arab), dan
Pernyataan ini sebagaimana dikutip Media
29 Agustus 1993.
Sebagaiman diuraikan D. Sirajuddin AR.
�Al-Qur�an Berwajah
Puisi: Dibenarkan tapi Tidak Diakui� dalam Ulumul
No. 5, Vol. IV Th. 1993, hlm. 61.
26 Januari 1993.
Abdurrahman Wahid (ketua PBNU waktu
itu) adalah di antara intelektual Muslim
yang secara tegas mendukung kreasi
tersebut. Sejauh tidak ada tanda baca yang
diubah dan kedudukan ayat juga tidak
diubah, mereka ini tidak mempermasalah
kan upaya Jassin tersebut.79
Kontroversi semakin tajam setelah
Majelis Ulama Indonesia dan Lajnah
Pentashihan Mushaf Al
Departemen Agama, menolak format Al
Qur�an versi Jassin tersebut. MUI lewat
suratnya No. U-1061/MUI/XII/1992 yang
ditandatangani oleh K.H. Hasan Basri dan
Sekretaris Umum, Prodjokusumo, serta
Departemen Agama lewat surat
No..P.III/TL.02/1/242/1179/1992 yang
ditandatangani oleh Ketua Badan Litbang
Agama Puslitbang Lektur Agama Lajnah
Pentashih Mushaf Al-Qur�an Depag, H.A.
Hafizh Dasuki, yang ditujukan kepada HB.
Jassin, dengan tegas menolak permintaan
rekomendasi Jassin sehubungan dengan
penerbitan Al-Qur�an Berwaj
tersebut. Alasannya, menurut Hasan Basri,
karena susunan naskahnya tidak sesuai
dengan mushhaf Al-Imam (Mush
`Utsmâni). Berdasarkan rapat pleno Lajnah
Pentashih Mushhaf Al-Qur�an, pada 17
September 1992, memutuskan bahwa Al
79Republika, 28 Januari 1993.
Volume 1, No. 1, Februari - Juli 2015
Abdurrahman Wahid (ketua PBNU waktu
itu) adalah di antara intelektual Muslim
yang secara tegas mendukung kreasinya
tersebut. Sejauh tidak ada tanda baca yang
diubah dan kedudukan ayat juga tidak
diubah, mereka ini tidak mempermasalah-
Kontroversi semakin tajam setelah
Majelis Ulama Indonesia dan Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur�an
men Agama, menolak format Al-
Qur�an versi Jassin tersebut. MUI lewat
1061/MUI/XII/1992 yang
ditandatangani oleh K.H. Hasan Basri dan
Sekretaris Umum, Prodjokusumo, serta
Departemen Agama lewat surat
III/TL.02/1/242/1179/1992 yang
datangani oleh Ketua Badan Litbang
Agama Puslitbang Lektur Agama Lajnah
Qur�an Depag, H.A.
Hafizh Dasuki, yang ditujukan kepada HB.
Jassin, dengan tegas menolak permintaan
rekomendasi Jassin sehubungan dengan
Qur�an Berwajah Puisi
tersebut. Alasannya, menurut Hasan Basri,
karena susunan naskahnya tidak sesuai
Imam (Mushhaf
. Berdasarkan rapat pleno Lajnah
Qur�an, pada 17
September 1992, memutuskan bahwa Al-
28 Januari 1993.
Qur�an versi Jassin tersebut dinilai lebih
besar mudaratnya ketimbang manfaatnya.
Akhirnya, Mushh
hasil kreasi Jassin tersebut, meskipun telah
dicetak dan diterbitkan oleh penerbit
Djambatan Jakarta, akhirnya tidak bisa
beredar luas di tengah masyarakat Musl
Reaksi penolakan yang dilakukan oleh
Departemen Agama dan Majelis Ulama
Indonesia tersebut, telah membentuk suatu
wacana dan opini bahwa
Qur�an Berwajah Puisi
terlarang dan bertentangan dengan
mushhaf Utsmani. Umat Islam pun
akhirnya mengklaim sesat dan salah
terhadap mushhaf kreasi Jassin tersebut.
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka
masalah yang diteliti dalam kajian ini
adalah:
a. Bagaimana tatacara penulisan dan tata
layout Mushhaf Al
Puisi karya HB. Jassin?
b. Apakah tatacara penulisan dan tata
layout Mushhaf Al
Puisi karya HB. Jassin tidak sesuai
dengan Pedoman Pentashih Mushaf Al
80Harian Terbit, 21 Januari 1993,
Indonesia, 21 Januari 1993, Pelita,
dikutip kembali dalam HB. Jassin,
22.
43
tersebut dinilai lebih
besar mudaratnya ketimbang manfaatnya.80
haf Berwajah Puisi
hasil kreasi Jassin tersebut, meskipun telah
dicetak dan diterbitkan oleh penerbit
Djambatan Jakarta, akhirnya tidak bisa
beredar luas di tengah masyarakat Muslim.
Reaksi penolakan yang dilakukan oleh
Departemen Agama dan Majelis Ulama
Indonesia tersebut, telah membentuk suatu
wacana dan opini bahwa Mushhaf Al-
Puisi kreasi Jassin
terlarang dan bertentangan dengan
af Utsmani. Umat Islam pun
hirnya mengklaim sesat dan salah
af kreasi Jassin tersebut.
Dari latar belakang di atas, maka
masalah yang diteliti dalam kajian ini
Bagaimana tatacara penulisan dan tata
Mushhaf Al-Qur�an Berwajah
HB. Jassin?
Apakah tatacara penulisan dan tata
Mushhaf Al-Qur�an Berwajah
karya HB. Jassin tidak sesuai
Pedoman Pentashih Mushaf Al-
21 Januari 1993, Media
Pelita, 21 Januari 1993,
dikutip kembali dalam HB. Jassin, ibid., hlm. 17-
Volume 1, No. 1, Februari
44
Qur�an tentang Penulisan dan Tanda
Baca yang disusun Puslitbang Lektur
Agama Departemen Agama RI 1976
c. Mengapa Mushhaf Al
Berwajah Puisi kreasi HB. Jassin
dilarang beredar di masyarakat?
B. Sejarah Penyusunan Mush
Qur�an Al-Karim Berwajah Puisi
Kreasi HB. Jassin
1. Al-Qur�an, Puisi dan Prosa
Perdebatan tentang apakah Al
cenderung pada garis puitis atau prosa,
dalam literatur Islam telah muncul jauh
sebelum H.B. Jassin memuitisasikan ayat
ayat Al-Qur�an. Mayoritas ulama,
menyatakan bahwa tanpa dipuitisasikan,
sesungguhnya ayat-ayat Al-Qur�an telah
mengandung nilai puisi yang sangat agung.
Tapi, ia sendiri bukanlah puisi.
Husein, sastrawan Mesir, membagi
perkataan pada: puisi, prosa, dan Al
Qur�an, sehingga dalam kategori ini dia
memisahkan bahasa Al-Qur�an sebagai
bahasa yang khas: bukan puis
bukan prosa. Sebab, Al-Qur�an tidak
tunduk pada aturan puisi maupun prosa.
Zaki Mubarak, berpendapat
sebaliknya. Dalam kitab al-Nashr al
sebagaimana dikutip Sirajuddin, dia
mengatakan bahwa Al-Qur�an sebagai
Volume 1, No. 1, Februari - Juli 2015
Qur�an tentang Penulisan dan Tanda
yang disusun Puslitbang Lektur
Agama Departemen Agama RI 1976?
af Al-Qur�an
kreasi HB. Jassin
dilarang beredar di masyarakat?
Mushhaf Al-
Karim Berwajah Puisi
Qur�an, Puisi dan Prosa
tentang apakah Al-Qur�an
cenderung pada garis puitis atau prosa,
dalam literatur Islam telah muncul jauh
sebelum H.B. Jassin memuitisasikan ayat-
Qur�an. Mayoritas ulama,
menyatakan bahwa tanpa dipuitisasikan,
Qur�an telah
mengandung nilai puisi yang sangat agung.
Tapi, ia sendiri bukanlah puisi. Thaha
Husein, sastrawan Mesir, membagi
perkataan pada: puisi, prosa, dan Al-
Qur�an, sehingga dalam kategori ini dia
Qur�an sebagai
bahasa yang khas: bukan puisi dan juga
Qur�an tidak
tunduk pada aturan puisi maupun prosa.
Zaki Mubarak, berpendapat
Nashr al-Fanni
sebagaimana dikutip Sirajuddin, dia
Qur�an sebagai
prosa Arab yang berbeda dari p
sebelum dan sesudah kedatangannya.
Mushthafa Anani menyebut Al
tergolong prosa dengan perbedaan dari
kelaziman prosa mursal
Arab biasa: kadang berwajah prosa, tapi di
bagian lain berwajah sajak, dan bahkan
kombinasi antarkeduanya. Sedangkan Al
Baqillani menolak wajah sajak dalam Al
Qur�an. Alasannya, dalam puisi harus ada
minimal 4 bait dengan penyeragaman
ujung-ujung qafiyah-nya, sedangkan Al
Qur�an tidak demikian.81
Beberapa contoh bisa diuraikan.
Misalnya, dalam surah Al
ayatnya berirama
mengesampingkan bunyi
surah Al-Fîl, ayat-ayatnya berirama
dengan mengesampingkan vokal
akhir dan membolehkan
akhir ayat. Begitu juga yang terjadi pada
surah Al-Dluhâ. Fakta ini mendeskripsikan
bahwa Al-Qur�an sebenarnya bukan puisi
dan juga bukan prosa secara total. Struktur
bahasa Al-Qur�an dengan perubahan rima
yang tiba-tiba; pengulangan kata rima yang
sama dengan penggandengan ayat;
pencampuran pokok bahasa asing
suatu bagian Al-Qur�an yang homogen,
keterputusan dalam konstruksi gramatikal,
81Lihat, D. Sirajuddin. AR.,
Berwajah Puisi: Dibenarkan tapi Tidak Diakui�
dalam Ulumul Qur�an, No. 5, Vol. IV Th. 1993,
hlm. 62.
prosa Arab yang berbeda dari prosa
sebelum dan sesudah kedatangannya.
Mushthafa Anani menyebut Al-Qur�an
tergolong prosa dengan perbedaan dari
mursal dan kata bersajak
Arab biasa: kadang berwajah prosa, tapi di
bagian lain berwajah sajak, dan bahkan
nya. Sedangkan Al-
Baqillani menolak wajah sajak dalam Al-
Qur�an. Alasannya, dalam puisi harus ada
minimal 4 bait dengan penyeragaman
nya, sedangkan Al-
81
Beberapa contoh bisa diuraikan.
Al-Ikhlâsh, keempat
�ad dengan
mengesampingkan bunyi-bunyi nada,
ayatnya berirama il
dengan mengesampingkan vokal-vokal
akhir dan membolehkan -ul pada salah satu
akhir ayat. Begitu juga yang terjadi pada
â. Fakta ini mendeskripsikan
Qur�an sebenarnya bukan puisi
dan juga bukan prosa secara total. Struktur
Qur�an dengan perubahan rima
tiba; pengulangan kata rima yang
sama dengan penggandengan ayat;
pencampuran pokok bahasa asing ke dalam
Qur�an yang homogen,
keterputusan dalam konstruksi gramatikal,
Lihat, D. Sirajuddin. AR., �Al-Qur�an
Berwajah Puisi: Dibenarkan tapi Tidak Diakui�
No. 5, Vol. IV Th. 1993,
perubahan yang tiba-tiba dalam panjang
ayat; peralihan mendadak dalam suasana
dramatis dari kata ganti tunggal ke jamak
adalah diantara beberapa keunikan dan
kekhasan Al-Qur�an.82
Lepas dari beragam pandangan
tersebut, Hans Bague Jassin, seorang empu
dan kritikus sastra di Indonesia melihat
bahwa susunan bahasa Al
sangatlah indah. Maka, bila selama ini Al
Qur�an ditulis dan disajikan dalam bentuk
prosa alangkah indahnya bila tulisannya
disajikan dalam bentuk puisi. Alasannya,
karena sebenarnya Al-Qur�an itu puitis
seperti puisi, sehingga selain rasanya
indah, dari segi perwajahan secara visual
enak dipandang, dan dari segi spiritual pun
keindahan bahasanya tersebut
diresapi, enak dibaca dan penuh irama.
Sebelum menganalisis kreasi Jassin
dalam puitisasi Al-Qur�an di sini akan
dijelaskan secara singkat siapa HB. Jassin
dan apa latar belakangnya dia mempunyai
inisiatif menampilkan Al-Qur�an dalam
wajah puitis.
82Lihat, W. Montgomery Watt,
Studi Al-Qur�an Penyempurnaan atas Karya
Richard Bell, terj. Taufik Adnan Amal (Jakarta:
Rajawali Press, 1995), hlm. 109-
bahasa Al-Qur�an memang menyimpan kekuatan
stilistik. Untuk kajian soal ini lihat, Syihabuddin
Qalyubi, Stilistika al-Qur�an, Pengantar Orientasi
Studi Al-Qur�an (Yogyakarta: Titian Ilahi P
1997).
Volume 1, No. 1, Februari - Juli 2015
tiba dalam panjang
ayat; peralihan mendadak dalam suasana
nti tunggal ke jamak
antara beberapa keunikan dan
Lepas dari beragam pandangan
tersebut, Hans Bague Jassin, seorang empu
dan kritikus sastra di Indonesia melihat
bahwa susunan bahasa Al-Qur�an
sangatlah indah. Maka, bila selama ini Al-
Qur�an ditulis dan disajikan dalam bentuk
dahnya bila tulisannya
disajikan dalam bentuk puisi. Alasannya,
Qur�an itu puitis
seperti puisi, sehingga selain rasanya
indah, dari segi perwajahan secara visual
enak dipandang, dan dari segi spiritual pun
keindahan bahasanya tersebut bisa
diresapi, enak dibaca dan penuh irama.
Sebelum menganalisis kreasi Jassin
Qur�an di sini akan
dijelaskan secara singkat siapa HB. Jassin
dan apa latar belakangnya dia mempunyai
Qur�an dalam
Lihat, W. Montgomery Watt, Pengantar
Qur�an Penyempurnaan atas Karya
dnan Amal (Jakarta:
-131. Dari segi
Qur�an memang menyimpan kekuatan
stilistik. Untuk kajian soal ini lihat, Syihabuddin
Qur�an, Pengantar Orientasi
(Yogyakarta: Titian Ilahi Press,
HB. Jassin adalah laki
Gorontalo pada 31 Juli 1917. Sejarah
pendidikannya adalah sekuler. Tamat dari
Gouverment H.I.S. Gorontalo pada 1932.
Kemudian ia melanjutkan ke H.B.S. di
Medan, dan lulus pada 1939. Delapan
belas tahun kemudian, yaitu pa
berhasil menamatkan studinya di Fakultas
Sastra, Universitas Indonesia. Sejak saat
itulah dia dikenal dalam dunia sastra.
Begitu aktif dan produktifnya di dunia
sastra, khususnya dalam bidang kritik
sastra, dia pun memperoleh julukan
Satra Indonesia. Bahkan, almamaternya
pada 1979 merasa perlu menganugerahinya
gelar Doktor Honoris Causa.
Pada 1978, karya Al
terjemahnya Al-Qur�an Bacaan Mulia,
membuat geger umat Islam Indonesia.
Sebab, dia bukanlah orang yang
mempunyai kemampuan
baik, tetapi bisa menerjemahkan Al
Qur�an. Sehingga pada saat itu, sebagai
simbol protes, ada sebagian umat Islam
yang membakar karyanya tersebut. Meski
sempat diadili oleh Majelis Ulama DKI
Jakarta, atas permintaan Gubernur DKI
Jakarta, Ali Sadikin waktu itu, namun,
Jassin tak bergeming. Karyanya pun tetap
diterbitkan dan terus mengalami cetak
ulang hingga ketiga kalinya dengan jumlah
75.000 eksemplar.
45
. Jassin adalah laki-laki kelahiran
Gorontalo pada 31 Juli 1917. Sejarah
pendidikannya adalah sekuler. Tamat dari
Gouverment H.I.S. Gorontalo pada 1932.
Kemudian ia melanjutkan ke H.B.S. di
Medan, dan lulus pada 1939. Delapan
belas tahun kemudian, yaitu pada 1957, dia
berhasil menamatkan studinya di Fakultas
Sastra, Universitas Indonesia. Sejak saat
itulah dia dikenal dalam dunia sastra.
Begitu aktif dan produktifnya di dunia
sastra, khususnya dalam bidang kritik
sastra, dia pun memperoleh julukan Empu
Indonesia. Bahkan, almamaternya
pada 1979 merasa perlu menganugerahinya
gelar Doktor Honoris Causa.
Pada 1978, karya Al-Qur�an dan
Qur�an Bacaan Mulia,
membuat geger umat Islam Indonesia.
Sebab, dia bukanlah orang yang
mempunyai kemampuan bahasa Arab yang
baik, tetapi bisa menerjemahkan Al-
Qur�an. Sehingga pada saat itu, sebagai
simbol protes, ada sebagian umat Islam
yang membakar karyanya tersebut. Meski
sempat diadili oleh Majelis Ulama DKI
Jakarta, atas permintaan Gubernur DKI
li Sadikin waktu itu, namun,
Jassin tak bergeming. Karyanya pun tetap
diterbitkan dan terus mengalami cetak
ulang hingga ketiga kalinya dengan jumlah
Volume 1, No. 1, Februari
46
Jassin dikenal sebagai orang yang
teguh dalam memegangi pendapat dan
sikapnya. Dialah yang berdiri di belakang
Hamka, ketika ulama ternama ini dituduh
menjiplak, oleh Abdullah Said Patmaji, di
harian Bintang Timur, 7 September 1962.
Saat itu, novel Hamka berjudul
Tenggelamnya Kapal van der Wijk
dianggap mendaur ulang novel
terjemahan Mustafa Lutfi �Al
ed.--. Novel Magdalena adalah hasil
terjemahan berbahasa Prancis
Tilleuls karya Alphonse Karr. Pernyataan
Jassin yang menegaskan bahwa
Tenggelamnya Kapal van der Wijk
Hamka adalah karya yang lahir dari pribadi
sang pengarang, berhasil mematahkan
gempuran seniman Lekra pada saat itu.
Pada akhir 1960-an dia juga
tersandung masalah yang kontroversial.
Majalah Sastra yang dia kelola, edisi
Agustus 1968, memuat cerpen �Langit
Makin Mendung� karya Ki Panji Kusmin.
Cerpen ini diprotes banyak pihak karena
dianggap mengandung unsur
bersifat penodaan terhadap agama Islam,
merendahkan kesempurnaan Tuhan, dan
mengecilkan peran Nabi Muhammad
SAW. Kantor redaksi majalah
dirusak sekelompok pemuda. Pada majalah
Sastra edisi berikutnya, Ki Panji Kusmin
memohon maaf dan mencabut cerpen
tersebut.
Volume 1, No. 1, Februari - Juli 2015
Jassin dikenal sebagai orang yang
teguh dalam memegangi pendapat dan
ng berdiri di belakang
Hamka, ketika ulama ternama ini dituduh
menjiplak, oleh Abdullah Said Patmaji, di
7 September 1962.
Saat itu, novel Hamka berjudul
Tenggelamnya Kapal van der Wijk
dianggap mendaur ulang novel Magdalena
Al-Manfaluthi,
adalah hasil
terjemahan berbahasa Prancis Sous Les
karya Alphonse Karr. Pernyataan
Jassin yang menegaskan bahwa
Tenggelamnya Kapal van der Wijk karya
Hamka adalah karya yang lahir dari pribadi
sang pengarang, berhasil mematahkan
gempuran seniman Lekra pada saat itu.
an dia juga
tersandung masalah yang kontroversial.
yang dia kelola, edisi
Agustus 1968, memuat cerpen �Langit
Makin Mendung� karya Ki Panji Kusmin.
Cerpen ini diprotes banyak pihak karena
dianggap mengandung unsur-unsur yang
bersifat penodaan terhadap agama Islam,
merendahkan kesempurnaan Tuhan, dan
ilkan peran Nabi Muhammad
. Kantor redaksi majalah Sastra
dirusak sekelompok pemuda. Pada majalah
edisi berikutnya, Ki Panji Kusmin
memohon maaf dan mencabut cerpen
Pada 4 Februari 1970, ketika
memasuki usia 53 tahun, Jassin diseret ke
Pengadilan Negeri Republik Indonesia.
Tiga orang dihadapkan sebagai saksi ahli,
yaitu Hamka, sebagai seorang ulama dan
sastrawan Islam terkemuka, Abdul Kadir
Bahaluwan, Wakil Kepala Biro Hubungan
Masyarakat Departemen Agama, dan Ali
Audah, seorang pengaran
yang terkenal. Akhirnya, Majelis Hakim
menjatuhkan putusan, yaitu Jassin, sebagai
pemimpin redaksi yang bertanggung jawab
atas segala isi majalah
satu tahun penjara dengan masa percobaan
dua tahun.
2. Keinginan Jassin Menampilkan Al
Qur�an Berwajah Puisi
Kematian Arsiti, istri Jassin, pada 12
Maret 1972 membangunkan kesadaran
baru dalam diri HB. Jassin. Selama tujuh
malam, di rumahnya, acara tahlilan digelar.
Secara tidak sadar, ayat
yang dibacakan setiap malam itu,
mengusik hati Jassin dan menggiringnya
untuk menerjemahkan teks
Niatnya ini didorong suatu kesadaran
bahwa Al-Qur�an sangatlah puitis, adalah
sangat wajar bila terjemahannya juga
dibuat secara puitis. Dan pada 7 Oktober
1972, ia memulai melaksanakan proses
penerjemahan itu. Dua tahun kemudian,
tepatnya pada 18 Desember 1974, Jassin
Pada 4 Februari 1970, ketika
memasuki usia 53 tahun, Jassin diseret ke
Pengadilan Negeri Republik Indonesia.
Tiga orang dihadapkan sebagai saksi ahli,
yaitu Hamka, sebagai seorang ulama dan
sastrawan Islam terkemuka, Abdul Kadir
Bahaluwan, Wakil Kepala Biro Hubungan
Masyarakat Departemen Agama, dan Ali
Audah, seorang pengarang dan penerjemah
yang terkenal. Akhirnya, Majelis Hakim
menjatuhkan putusan, yaitu Jassin, sebagai
pemimpin redaksi yang bertanggung jawab
atas segala isi majalah Sastra, dihukum
satu tahun penjara dengan masa percobaan
Jassin Menampilkan Al-
Qur�an Berwajah Puisi
Kematian Arsiti, istri Jassin, pada 12
Maret 1972 membangunkan kesadaran
baru dalam diri HB. Jassin. Selama tujuh
malam, di rumahnya, acara tahlilan digelar.
Secara tidak sadar, ayat-ayat Al-Qur�an
an setiap malam itu,
mengusik hati Jassin dan menggiringnya
untuk menerjemahkan teks-teks tersebut.
Niatnya ini didorong suatu kesadaran
Qur�an sangatlah puitis, adalah
sangat wajar bila terjemahannya juga
dibuat secara puitis. Dan pada 7 Oktober
1972, ia memulai melaksanakan proses
penerjemahan itu. Dua tahun kemudian,
tepatnya pada 18 Desember 1974, Jassin
menyelesaikan terjemah seluruh ayat Al
Qur�an. Setelah edisi pertama terbit, Jassin
diserang banyak pihak, karena dipandang
dia tidak mempunyai ilmu yang
dibutuhkan di dalam menerjemahkan Al
Qur�an. Oleh karena itu, demikian para
pengkritiknya berargumen, Jassin tidak
layak untuk menerjemahkan Al
dan dengan demikian hasil terjemahannya
itu juga tidak layak untuk dibaca.
Beruntung, Jassin menerima surat
tashhih dari Departemen Agama, dan karya
terjemahnya yang diberinya judul
Qur�an Al-Karim Bacaan Mulia
sempat terbit hingga beberapa kali cetakan.
Cetakan pertama (1987) sebanyak 10.000
eksemplar diterbitkan oleh penerbit
Djambatan. Lalu, cetakan kedua (1988)
beralih ke penerbit lain. Karena waktu itu,
penerbit lama tidak mampu memenuhi
permintaan HB. Jassin untuk menerbitkan
cetakan kedua persis padaa HUT
ke-65, 31 Juli 1982. Waktu itu, karya
Jassin tersebut berhasil dicetak 35.000
eksemplar. Sedangkan untuk cetakan
ketiga (1991), Jassin kembali lagi ke
penerbit semula, karena penerbit kedua ini
hanya berupa yayasan, dan karena itu pula
HB. Jassin sendiri yang memasarkannya.
Setiap cetak ulang HB. Jassin selalu
83Edy A. Effendi, �Kontroversi di Sekitar
HB. Jassin�, dalam Jurnal Ulumul Qur�an,
November 1993.
Volume 1, No. 1, Februari - Juli 2015
menyelesaikan terjemah seluruh ayat Al-
Qur�an. Setelah edisi pertama terbit, Jassin
diserang banyak pihak, karena dipandang
i ilmu yang
dibutuhkan di dalam menerjemahkan Al-
Qur�an. Oleh karena itu, demikian para
pengkritiknya berargumen, Jassin tidak
layak untuk menerjemahkan Al-Qur�an
dan dengan demikian hasil terjemahannya
itu juga tidak layak untuk dibaca.83
menerima surat
ih dari Departemen Agama, dan karya
terjemahnya yang diberinya judul Al-
Karim Bacaan Mulia tersebut
sempat terbit hingga beberapa kali cetakan.
Cetakan pertama (1987) sebanyak 10.000
eksemplar diterbitkan oleh penerbit
tan. Lalu, cetakan kedua (1988)
beralih ke penerbit lain. Karena waktu itu,
penerbit lama tidak mampu memenuhi
permintaan HB. Jassin untuk menerbitkan
cetakan kedua persis padaa HUT-nya yang
65, 31 Juli 1982. Waktu itu, karya
cetak 35.000
eksemplar. Sedangkan untuk cetakan
ketiga (1991), Jassin kembali lagi ke
penerbit semula, karena penerbit kedua ini
hanya berupa yayasan, dan karena itu pula
HB. Jassin sendiri yang memasarkannya.
Setiap cetak ulang HB. Jassin selalu
Edy A. Effendi, �Kontroversi di Sekitar
Jurnal Ulumul Qur�an,
melakukan perbaikan, bila memang ada
kesalahan, termasuk pula bentuknya harus
berimbang seperti puisi.
memperbaiki cetakan ketiga
Karim Bacaan Mulia,
mempunyai niat, bukan hanya terjemah Al
Qur�an yang ditampilkan secara puitis
tetapi juga tulisan ayat Al
Gagasan Jassin ini memang
spektakuler. Selama ini mush
Qur�an secara visual grafis ditulis dalam
bentuk prosa, yakni setiap kata di dalam
ayat-ayat Al-Qur�an ditulis semuanya di
dalam ruang yang telah tersedia pada
bidang ruang halaman. Model inilah yang
selama ini dipakai dalam menulis mush
Al-Qur�an. Namun, meski demikian,
ukuran khath Arabnya berbeda
setiap mushhaf dan standar jumlah
barisnya perbidang halaman berbeda
pula. Oleh karena itu, meskipu
menggunakan visual prosa tersebut,
halaman yang dibutuhkan untuk setiap
model mushhaf berbeda
yang 540 halaman, 400 halaman, dan ada
juga yang 600 halaman. Perhatikan contoh
berikut ini:
84�Proyek H.B. Jassin Al
Puisi�, Suara Karya 4 Desember 1992.
47
perbaikan, bila memang ada
kesalahan, termasuk pula bentuknya harus
berimbang seperti puisi.84
Ketika
memperbaiki cetakan ketiga Al-Qur�an Al-
Karim Bacaan Mulia, inilah dia
mempunyai niat, bukan hanya terjemah Al-
Qur�an yang ditampilkan secara puitis
i juga tulisan ayat Al-Qur�an.
Gagasan Jassin ini memang
spektakuler. Selama ini mushhaf Al-
Qur�an secara visual grafis ditulis dalam
bentuk prosa, yakni setiap kata di dalam
Qur�an ditulis semuanya di
dalam ruang yang telah tersedia pada
ang ruang halaman. Model inilah yang
selama ini dipakai dalam menulis mushhaf
Qur�an. Namun, meski demikian,
ukuran khath Arabnya berbeda-beda untuk
af dan standar jumlah
barisnya perbidang halaman berbeda-beda
pula. Oleh karena itu, meskipun
menggunakan visual prosa tersebut,
halaman yang dibutuhkan untuk setiap
af berbeda-beda pula. Ada
yang 540 halaman, 400 halaman, dan ada
juga yang 600 halaman. Perhatikan contoh
�Proyek H.B. Jassin Al-Qur�an Berbentuk
4 Desember 1992.
Volume 1, No. 1, Februari
48
Mushhaf Al-Qur�an standar Indonesia
Mushhaf Al-Qur�an standar Arab Saudi
Volume 1, No. 1, Februari - Juli 2015
Qur�an standar Indonesia
Qur�an standar Arab Saudi
Pada mushhaf standar Indonesia,
dalam satu ruang bidang halaman,
sebagaimana contoh di atas, terdiri dari 18
baris, sedangkan pada mush
Arab Saudi terdiri dari 15 baris. Untuk
kasus Mushhaf Berwajah Puisi kreasi
Jassin tentu akan lebih memakan banyak
bidang halaman. Sebab, penulisannya
setiap baris bukan ditentukan oleh bidang
ruang di setiap halaman, tetapi ditentukan
oleh isi yang terkandung di dalam ayat
ayat Al-Qur�an yang ditulis. Sehingga,
dengan cara yang demik
bidang ruang yang kosong dalam satu
halaman, tidak terisi. Perhatikan contoh
berikut yang dikutip dari Al
Berwajah Puisi:
Mushhaf Al-Qur�an Berwajah Puisi
af standar Indonesia,
dalam satu ruang bidang halaman,
sebagaimana contoh di atas, terdiri dari 18
baris, sedangkan pada mushhaf standar
Arab Saudi terdiri dari 15 baris. Untuk
af Berwajah Puisi kreasi
in tentu akan lebih memakan banyak
bidang halaman. Sebab, penulisannya
setiap baris bukan ditentukan oleh bidang
ruang di setiap halaman, tetapi ditentukan
oleh isi yang terkandung di dalam ayat-
Qur�an yang ditulis. Sehingga,
dengan cara yang demikian ini, banyak
bidang ruang yang kosong dalam satu
halaman, tidak terisi. Perhatikan contoh
berikut yang dikutip dari Al-Qur�an
Qur�an Berwajah Puisi
Dari contoh di atas jelas bahwa
mushhaf Berwajah Puisi yang dikreasikan
H.B. Jassin akan memerlukan banyak
bidang ruang di setiap halaman. Bila
dibandingkan dengan mush
kaligrafinya ditulis dengan memenuhi
seluruh bidang ruang di setiap halaman,
setidaknya akan bertambah satu setengah
kali. Bila mushhaf bentuk biasa terdir
halaman dalam satu mushhaf, maka bentuk
baru kreasi Jassin ini bisa menjadi sekitar
700 halaman lebih.
Gagasan spektakuler Jassin ini yang
dimulai sejak tahun 1991.
kaligrafinya dipercayakan kepada Drs. D.
Sirajuddin A.R., kaligrafer dan
Jakarta. Obsesi Jassin ini tentu
memerlukan biaya yang tidak sedikit:
untuk membuat kaligrafi Rp. 500.000 per
juz, kali 30 juz, sehingga mencapai Rp. 15
juta; untuk biaya pentashhihan diperlukan
anggaran sekitar Rp. 10.000.000,
anggaran-anggaran yang lain. Jumlah
keseluruhan memerlukan biaya Rp. 150
juta. Semua biaya ini dia peroleh dari
sumbangan pribadi B.J. Habibie
itu menjabat sebagai Menteri Riset dan
Teknologi Republik Indonesia.
85Lihat, �Qur�an itu Puisi� Wawancara
dengan HB. Jassin dalam Panji Masyarakat,
742, XXXIV, 1-10 Januari 1993, hlm. 76.
86�Al-Qur�an Berwajah Puisi Menjadi
Obsesi H.B. Jassin� Angkatan Bersenjata,
Desember 1992, dan �Al-Qur�an Dilarang
Volume 1, No. 1, Februari - Juli 2015
Dari contoh di atas jelas bahwa
af Berwajah Puisi yang dikreasikan
Jassin akan memerlukan banyak
bidang ruang di setiap halaman. Bila
dibandingkan dengan mushhaf yang
kaligrafinya ditulis dengan memenuhi
seluruh bidang ruang di setiap halaman,
setidaknya akan bertambah satu setengah
af bentuk biasa terdiri 540
af, maka bentuk
baru kreasi Jassin ini bisa menjadi sekitar
Gagasan spektakuler Jassin ini yang
85Penulisan
kaligrafinya dipercayakan kepada Drs. D.
Sirajuddin A.R., kaligrafer dan dosen IAIN
Jakarta. Obsesi Jassin ini tentu
memerlukan biaya yang tidak sedikit:
untuk membuat kaligrafi Rp. 500.000 per
juz, kali 30 juz, sehingga mencapai Rp. 15
ihan diperlukan
anggaran sekitar Rp. 10.000.000,- serta
nggaran yang lain. Jumlah
keseluruhan memerlukan biaya Rp. 150
juta. Semua biaya ini dia peroleh dari
sumbangan pribadi B.J. Habibie �waktu
itu menjabat sebagai Menteri Riset dan
Teknologi Republik Indonesia.86
Lihat, �Qur�an itu Puisi� Wawancara
Masyarakat, No.
10 Januari 1993, hlm. 76.
Qur�an Berwajah Puisi Menjadi
Angkatan Bersenjata, 22
Qur�an Dilarang
Berbagai pihak, waktu itu, telah
dihubungi oleh Jassin, seperti Prof.
Hasymi, BJ. Habibie, Abdurrahman
Wahid, Bismar Siregar, M. Amien Rais,
dan beberapa tokoh lain, untuk dimintai
tanggapan. Gus Dur, bahkan siap
memperjuangkan jika nanti muncul ribut
ribut.87
Pekerjaannya itu selesai tepat pada
ulang tahunnya yang ke-
C. Tatacara Penulisan
Qur�an Berwajah Puisi
Jassin
1. Tanda Sukun untuk huruf
ya� yang berfungsi sebagai
pemanjang bunyi
Jassin mengakui bahwa dalam
menyusun Mushhaf Al
Puisi ini dia menggunakan Al
standar yang dibelinya dari Departemen
Agama.89
Ini berarti karakter dan tata cara
penulisan ayat Al-Qur�an sama seperti
yang dilakukan oleh Al
selama ini menjadi standar Departemen
Berwajah Puisi� Forum KeadilanPebruari 1993, kemudian dimuat dalam H
et al. Kontroversi Al-Qur�an Berwajah Puisi H.B.
Jassin Penyusun, hlm. 14 dan 85.
87Ibid.
88HB. Jassin, et al.
Berwajah Puisi H.B. Jassin Penyusun
89�Al-Qur�an Berbentuk Puisi Menjadi
Obsesi H.B. Jassin� dalam A
Desember 1992.
49
Berbagai pihak, waktu itu, telah
oleh Jassin, seperti Prof.
Hasymi, BJ. Habibie, Abdurrahman
Wahid, Bismar Siregar, M. Amien Rais,
dan beberapa tokoh lain, untuk dimintai
tanggapan. Gus Dur, bahkan siap
memperjuangkan jika nanti muncul ribut-
Pekerjaannya itu selesai tepat pada
-76, 31 Juli 1993.88
Tatacara Penulisan Mushhaf Al-
Qur�an Berwajah Puisi Karya HB.
Tanda Sukun untuk huruf wawu dan
yang berfungsi sebagai
Jassin mengakui bahwa dalam
af Al-Qur�an Berwajah
ini dia menggunakan Al-Qur�an
standar yang dibelinya dari Departemen
Ini berarti karakter dan tata cara
Qur�an sama seperti
yang dilakukan oleh Al-Qur�an yang
selama ini menjadi standar Departemen
Forum Keadilan No. 22, 18Pebruari 1993, kemudian dimuat dalam HB. Jassin,
Qur�an Berwajah Puisi H.B.
, hlm. 14 dan 85.
Kontroversi Al-Qur�an
Berwajah Puisi H.B. Jassin Penyusun, hlm. viii.
Qur�an Berbentuk Puisi Menjadi
ngkatan Bersenjata, 22
Volume 1, No. 1, Februari
50
Agama Republik Indonesia. Namun,
setelah dibandingkan dengan beberapa
model cetakan mushhaf Al-
beredar di toko dan yang mengacu pada
mushhaf standar Indonesia yang dibakukan
oleh Departemen Agama Republik
Indonesia, dalam Mushhaf Berwajah Puisi
ini terdapat beberapa perbedaan
harakat sukun untuk huruf wawu
yang berfungsi sebagai pemanjang bunyi
dan i, tidak ada. Lihat contoh pada surah
Al-Baqarah [2]: 8-9 berikut ini:
versi Mushhaf Berwajah Puisi
Versi Mushhaf standar Depag
Dari contoh di atas dengan tampak
jelas terlihat bahwa ada beberapa huruf
wawu dan ya yang berfungsi sebagi
pemanjang (mad) dalam kata tidak disukun
sebagaimana yang ditetapkan di dalam
mushhaf standar Departemen Agama
Republik Indonesia: kata
Volume 1, No. 1, Februari - Juli 2015
Agama Republik Indonesia. Namun,
setelah dibandingkan dengan beberapa
-Qur�an yang
beredar di toko dan yang mengacu pada
af standar Indonesia yang dibakukan
oleh Departemen Agama Republik
af Berwajah Puisi
ini terdapat beberapa perbedaan. Pertama,
wawu dan ya�
yang berfungsi sebagai pemanjang bunyi u
tidak ada. Lihat contoh pada surah
9 berikut ini:
af Berwajah Puisi
af standar Depag
Dari contoh di atas dengan tampak
jelas terlihat bahwa ada beberapa huruf
yang berfungsi sebagi
) dalam kata tidak disukun
sebagaimana yang ditetapkan di dalam
af standar Departemen Agama
�������� ,��� ��������,
���������� , ���������� , ���������� ,
teknis penulisan harakat, dalam kasus ini,
Jassin tidak mengikuti mush
Indonesia yang telah ditetapkan oleh
Departemen Agama sebagaimana terlihat
pada mushhaf yang diterbitkan oleh PT.
Bina Ilmu Surabaya dan PT. Ma�arif
Bandung.
Dalam kasus ini Mushhaf
Berwajah Puisi karya Jassin mengikuti
mushhaf Al-Qur�an yang diterbitkan oleh
penerbit di luar negeri, seperti yang
diterbitkan oleh Darul Qalam Mesir dan
Pemerintah Arab Saudi. Perhatikan contoh
berikut ini yang diambil dari sebagian
halaman dari mushhaf yang diterbitkan
oleh Pemerintah Arab Saudi:
Mushhaf standar Arab Saudi
Dari uraian di atas menjadi jelas
bahwa dari segi tata penulisan
untuk mad, mushhaf Berwajah Puisi tidak
mengikuti mushhaf Al
Indonesia, tetapi mengikuti mush
standar pemerintah Arab Saudi.
������ ����� . Dari segi
teknis penulisan harakat, dalam kasus ini,
Jassin tidak mengikuti mushhaf standar
Indonesia yang telah ditetapkan oleh
Departemen Agama sebagaimana terlihat
iterbitkan oleh PT.
Bina Ilmu Surabaya dan PT. Ma�arif
Dalam kasus ini Mushhaf Al-Qur�an
karya Jassin mengikuti
Qur�an yang diterbitkan oleh
penerbit di luar negeri, seperti yang
diterbitkan oleh Darul Qalam Mesir dan
merintah Arab Saudi. Perhatikan contoh
berikut ini yang diambil dari sebagian
af yang diterbitkan
oleh Pemerintah Arab Saudi:
af standar Arab Saudi
Dari uraian di atas menjadi jelas
bahwa dari segi tata penulisan harakat
af Berwajah Puisi tidak
af Al-Qur�an standar
Indonesia, tetapi mengikuti mushhaf yang
standar pemerintah Arab Saudi.
2. Tanda Fatkhah pada kata �Allah�
Masalah yang kedua
mengenai penulisan fathah pada kata
�Allah�. Mushhaf Berwajah Puisi dalam
kasus ini mengikuti mush
Indonesia, yaitu ditulis dengan fath
tegak, (��) sedangkan pada mush
standar Arab Saudi ditulis biasa
Perhatikan pada contah surah Al
[2]: 8 di atas.
3. Penulisan tanda tanwin
Masalah yang ketiga,
mengenai penulisan susunan dua
(tarkîbul harakatain) atau tanwîn
mushhaf standar Arab Saudi, dibedakan
cara menulis tanwîn idhhâr dengan
ikhfâ� dan tanwîn idhghâm. Untuk
idhhâr ditulis dengan dhammah
atasnya ditambah garis lengkung untuk
kasus dhammatain, dan ditulis
yang berjajar lurus untuk kasus
Sedangkan untuk tanwîn ikhfâ�
idhghâm, untuk kasus dhammatain
dhammah dua bertumpuk. Perhatikan dan
bandingkan contoh berikut ini:
Mushhaf standar Arab Saudi
Volume 1, No. 1, Februari - Juli 2015
pada kata �Allah�
kedua adalah
ah pada kata
Berwajah Puisi dalam
kasus ini mengikuti mushhaf standar
Indonesia, yaitu ditulis dengan fathhah
sedangkan pada mushhaf
standar Arab Saudi ditulis biasa (��).
Perhatikan pada contah surah Al-Baqarah
ketiga, adalah
mengenai penulisan susunan dua harakat
tanwîn. Dalam
af standar Arab Saudi, dibedakan
dengan tanwîn
Untuk tanwîn
dhammah yang di
atasnya ditambah garis lengkung untuk
dan ditulis fathhah dua
yang berjajar lurus untuk kasus kasratain.
ikhfâ� dan tanwîn
dhammatain ditulis
dua bertumpuk. Perhatikan dan
ngkan contoh berikut ini:
af standar Arab Saudi
Sedangkan di dalam mush
Indonesia tidak membedakan susunan dua
harakat (tanwîn) tersebut. Perhatikan
contoh berikut ini:
Mushhaf standar Indonesia
Dalam masalah ini, mush
Berwajah Puisi tidak mengikuti mush
standar Arab Saudi, tetapi mengikuti
mushhaf standar Indonesia. Perhatikan
contoh berikut ini:
Mushhaf Berwajah Puisi
4. Tanda Waqf
Masalah keempat
mengenai tanda waqf. Dalam soal ini
Mushhaf Al-Qur�an
mengikuti mushhaf standar Indonesia,
bukan mushhaf standar Arab Saudi. Lihat
kembali pada kasus ayat ke 8 dan 9 dari
surah Al-Baqarah di atas; di akhir kedua
ayat tersebut dan tepat pada kata
ayat yang ke 9, dalam mush
Arab Saudi tidak terdapat tanda
Sedangkan dalam mush
Indonesia terdapat tanda
51
Sedangkan di dalam mushhaf standar
Indonesia tidak membedakan susunan dua
) tersebut. Perhatikan
af standar Indonesia
Dalam masalah ini, mushhaf
Puisi tidak mengikuti mushhaf
standar Arab Saudi, tetapi mengikuti
af standar Indonesia. Perhatikan
af Berwajah Puisi
keempat adalah mengenai
waqf. Dalam soal ini
Berwajah Puisi
af standar Indonesia,
af standar Arab Saudi. Lihat
kembali pada kasus ayat ke 8 dan 9 dari
Baqarah di atas; di akhir kedua
ayat tersebut dan tepat pada kata âmanû di
ayat yang ke 9, dalam mushhaf standar
ab Saudi tidak terdapat tanda waqf.
Sedangkan dalam mushhaf standar
Indonesia terdapat tanda waqf, secara
Volume 1, No. 1, Februari
52
berurutan, yaitu; waqf lâzim, artinya harus
berhenti pada kata yang diberi tanda waqf
tersebut; waqf jâ�iz, artinya boleh berhenti
dan boleh terus disambung dengan kata
selanjutnya pada kata yang diberi tanda
waqf tersebut; dan waqf jâ�is ma`a kauni
al-waqfi aulâ, yaitu lebih utama berhenti
pada kata yang diberi tanda waqf
Perhatikan contoh berikut ini:
waqaf versi mushhaf berwajah puisi
versi mushhaf standar Arab Saudi
versi mushhaf standar Indonesia
Volume 1, No. 1, Februari - Juli 2015
, artinya harus
berhenti pada kata yang diberi tanda waqf
, artinya boleh berhenti
ambung dengan kata
selanjutnya pada kata yang diberi tanda
waqf jâ�is ma`a kauni
, yaitu lebih utama berhenti
waqf tersebut.
af berwajah puisi
af standar Arab Saudi
af standar Indonesia
5. Ditulis berdasarkan kaidah
Nahwiyyah Sharfiyyah
Masalah kelima, adalah dalam
mushhaf Berwajah Puisi ditulis dengan
khath tuntas berdasarkan kaidah
nahwiyyah sharfiyyah, sedangkan pada
mushhaf standar Indonesia pada kasus
tertentu yang terkait dengan teknis
penulisan skripnya, masih mengikuti
mushhaf standar Arab Saudi (mushhaf
Utsamani). Perhatikan contoh berikut ini:
versi mushhaf Utsmani standar Arab Saudi
versi mushhaf standar
versi mushhaf Berwajah Puisi
D. Tata Lay Out Mush
Berwajah Puisi Karya
1. Tidak tergantung pada bidang
halaman
Setelah menganalisis teknis
penulisan, baik menyangkut penulisan
tanda baca (harakat), model
tanda waqf, pada bagian ini akan dianalisis
mengenai tata layout
mushhaf Al-Qur�an Berwajah Puisi. Dalam
Ditulis berdasarkan kaidah
Sharfiyyah
, adalah dalam
af Berwajah Puisi ditulis dengan
tuntas berdasarkan kaidah
, sedangkan pada
af standar Indonesia pada kasus
tertentu yang terkait dengan teknis
penulisan skripnya, masih mengikuti
af standar Arab Saudi (mushhaf
Utsamani). Perhatikan contoh berikut ini:
af Utsmani standar Arab Saudi
af standar Indonesia
af Berwajah Puisi
Mushhaf Al-Qur�an
Karya HB. Jassin
Tidak tergantung pada bidang
Setelah menganalisis teknis
penulisan, baik menyangkut penulisan
), model-modelnya dan
, pada bagian ini akan dianalisis
dalam penulisan
Qur�an Berwajah Puisi. Dalam
masalah tata layout, mushh
Puisi ditulis tidak seperti lazimnya
mushhaf yang selama ini beredar di
kalangan umat Islam yang memenu
seluruh ruang bidang halaman. Namun,
bagi Jassin, tata layout disesuaikan dengan
makna yang terkandung pada setiap
kalimat yang bisa diresapi oleh pembaca.
Maka, pertimbangannya bukan luas bidang
ruang pada setiap halaman yang tersedia,
tetapi satu kesatuan makna yang
terkandung pada setiap kalimat.
Dengan demikian, pada baris pertama
berhenti dalam satu kesatuan makna yang
bisa diresapi oleh pembaca. Ruang yang
kosong-kosong yang ada, karena belum
dipenuhi barisan kalimat telah berganti
pada baris di bawahnya, bukan berarti
mubazir, karena memang cara
membacanya diresapi maknanya,
sehingga lebih indah dan enak dibaca.
Lay out penyusunan ayat Al
pada Al-Qur�an Berwajah Puisi
kreasi Jassin ini didasarkan pada
pertimbangan unit masalah untu
baris, bukan banyaknya ruang yang telah
disediakan pada setiap halaman, seperti
kebanyakan Al-Qur�an yang beredar
selama ini. Misalnya, dalam surah Al
Rahmân, tertulis sebagai berikut:
90Ibid.
Volume 1, No. 1, Februari - Juli 2015
haf Berwajah
Puisi ditulis tidak seperti lazimnya
af yang selama ini beredar di
kalangan umat Islam yang memenuhi
seluruh ruang bidang halaman. Namun,
disesuaikan dengan
makna yang terkandung pada setiap
kalimat yang bisa diresapi oleh pembaca.
Maka, pertimbangannya bukan luas bidang
ruang pada setiap halaman yang tersedia,
tuan makna yang
terkandung pada setiap kalimat.
Dengan demikian, pada baris pertama
berhenti dalam satu kesatuan makna yang
bisa diresapi oleh pembaca. Ruang yang
kosong yang ada, karena belum
dipenuhi barisan kalimat telah berganti
bawahnya, bukan berarti
mubazir, karena memang cara
membacanya diresapi maknanya,90
sehingga lebih indah dan enak dibaca.
penyusunan ayat Al-Qur�an
Qur�an Berwajah Puisi hasil
kreasi Jassin ini didasarkan pada
pertimbangan unit masalah untuk setiap
baris, bukan banyaknya ruang yang telah
disediakan pada setiap halaman, seperti
Qur�an yang beredar
selama ini. Misalnya, dalam surah Al-
mân, tertulis sebagai berikut:
Model penyusunan tulisan deretan
ayat dalam mushhaf Berwajah Puisi ini
sama sekali berbeda dengan penyusunan
tulisan deretan ayat yang ada dalam
mushhaf standar Indonesia maupun
mushhaf standar Arab Saudi.
Dalam mushhaf standar Indonesia
maupun standar Arab Saudi,
menggoreskan tulisan ayat
berkesinambungan, memenuhi kepadatan
bidang dan ruang kertas yang tersedia pada
setiap halaman. Oleh karena itu, seringkali
terjadi, satu ayat belum tuntas dilanjutkan
pada baris berikutnya dalam bidang ruang
halaman yang sama. Sedangkan pada
53
Model penyusunan tulisan deretan
Berwajah Puisi ini
sama sekali berbeda dengan penyusunan
tulisan deretan ayat yang ada dalam
af standar Indonesia maupun
af standar Arab Saudi.
af standar Indonesia
maupun standar Arab Saudi,
menggoreskan tulisan ayat-ayat secara
berkesinambungan, memenuhi kepadatan
bidang dan ruang kertas yang tersedia pada
setiap halaman. Oleh karena itu, seringkali
terjadi, satu ayat belum tuntas dilanjutkan
da baris berikutnya dalam bidang ruang
halaman yang sama. Sedangkan pada
Volume 1, No. 1, Februari
54
mushhaf Berwajah Puisi penggalan setiap
baris lebih ditentukan pada kesatuan
makna, bukan pada pemenuhan bidang
ruang halaman yang tersedia.
E. Berbeda dengan Mushaf Utsmani
Persoalannya adalah apakah upaya
Jassin ini bertentangan dengan model
Mushhaf `Utsmani. D. Siradjuddin AR.,
kaligrafer yang menulis khathth
Qur�an Berwajah Puisi,
bahwa penulisan mushhaf Berwajah Puisi
tersebut sepenuhnya mengacu kepada
mushhaf `Utsmani dan juga tunduk kepada
rumus mushhaf standar Indonesia. Namun,
tidak dalam hal tata lay out-nya. Jika tata
lay out-nya dimasukkan, sesungguhnya
seluruh mushhaf yang ada sekarang ini
tidak ada yang mengikuti jejak mush
`Utsmani. Sebab, dalam hala tatacara
out mushhaf `Utsmani banyak
pemenggalan kata, yang bagi pembaca
awam cukup berbahaya. Misalnya, dalam
surah Al-Isrâ� sebagai berikut:
Volume 1, No. 1, Februari - Juli 2015
af Berwajah Puisi penggalan setiap
baris lebih ditentukan pada kesatuan
makna, bukan pada pemenuhan bidang
Berbeda dengan Mushaf Utsmani
ya adalah apakah upaya
Jassin ini bertentangan dengan model
af `Utsmani. D. Siradjuddin AR.,
kaligrafer yang menulis khathth-nya, Al-
menegaskan
af Berwajah Puisi
sepenuhnya mengacu kepada
`Utsmani dan juga tunduk kepada
af standar Indonesia. Namun,
nya. Jika tata
nya dimasukkan, sesungguhnya
af yang ada sekarang ini
tidak ada yang mengikuti jejak mushhaf
a tatacara lay
af `Utsmani banyak
pemenggalan kata, yang bagi pembaca
awam cukup berbahaya. Misalnya, dalam
Isrâ� sebagai berikut:
Contoh di atas adalah lembaran dari
mushhaf Utsmâni yang ditulis dengan skrip
(khath) Kûfî, yang memuat k
titik hasil kreasi Abul Aswad Al
namun belum ada tanda baca (harakat)
yang lengkap sebagaimana mush
selama ini beredar di kalangan umat Islam.
Lembaran mushhaf ini sekarang disimpan
di Museum Nasional Yaman.
Penggalan kalimat
tersebut merupakan ayat pertama dari
surah Al-Isra�, yaitu:
�� ��������� ���� ������ ���������� ��� ���� ������ ���������
������ �� ��� ������� ������ �������� �� ��������� ���� ���������
Dari segi tata cara tulis
pada contoh di atas ada beberapa
pemenggalan kata yang tidak sesuai
dengan kaidah nahwiyyah
Bila deretan kalimat di atas ditulis sesuai
dengan urutan aslinya adalah sebagai
berikut:
� �� ��������� ��
91Dikutip dari M.M. Al
History The Qur�anic Text,
dkk. (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h. 155.
Mushhaf `Utsmânî jumlah keseluruhannya ada 5
buah, ada yang mengatakan 7 buah.
Contoh di atas adalah lembaran dari
mushhaf Utsmâni yang ditulis dengan skrip
(khath) Kûfî, yang memuat kerangka tanda
titik hasil kreasi Abul Aswad Al-Du`ali,
namun belum ada tanda baca (harakat)
yang lengkap sebagaimana mushhaf yang
selama ini beredar di kalangan umat Islam.
af ini sekarang disimpan
di Museum Nasional Yaman.91
Penggalan kalimat pada lembar
tersebut merupakan ayat pertama dari
�� ��������� ���� ������ ���������� ��� ���� ������ ���������
������ �� ��� ������� ������ �������� �� ��������� ���� ���������
��������� ���� ����������
Dari segi tata cara tulis layout-nya,
pada contoh di atas ada beberapa
pemenggalan kata yang tidak sesuai
wiyyah dan sharfiyyah.
Bila deretan kalimat di atas ditulis sesuai
dengan urutan aslinya adalah sebagai
������� ������ ��� ������
�� ������ ����������� �� ��������� ��
� �� ��������� ���� ��������
Dikutip dari M.M. Al-A`zami, The
History The Qur�anic Text, terj. Sohirin Solihin
dkk. (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h. 155.
af `Utsmânî jumlah keseluruhannya ada 5
buah, ada yang mengatakan 7 buah.
����� ������ �������
��������� ���� ���������� ���� ���� ��� ��
Contoh di atas memperlihatkan
bahwa mushhaf `Utsmani yang dihasilkan
oleh tim yang dipimpin Zayd ibn Tsabit,
dengan memakai khath
menentukan tata lay out
dengan standar nahwiyyah dan
Kata-kata: ,����� ,������
dipenggal-penggal seperti di atas sangat
membahayakan bagi para pembaca awam.
Persoalan yang muncul kemudian adalah,
bila menyangkut tata lay out
`Utsmani ini diklaim sebagai
mutlak, tentu akan terjadi kerancuan dalam
mushhaf kita sekarang ini, karena mush
yang beredar di dunia Muslim sekarang
jelas berbeda tatacara lay out
mushhaf `Utsmani.
Gagasan mengenai tata
dengan segala tanda baca yang sempurna,
seperti yang kita lihat sekarang, sebetulnya
muncul pada periode Bani `Abbas yang
dipelopori oleh Abu Hasan, yang dikenal
dengan Ibn Bauwab (w. 413 H/1022M).
Karya-karyanya kemudian bermunculan
pada masa kekuasaan Turki `Utsmani dan
kerajaan-kerajaan Islam Persia. Pengaturan
halaman mushhaf sekarang, umumnya
mengacu pada periode Bagdad dan para
Volume 1, No. 1, Februari - Juli 2015
����� ������ �������
��������� ���� ���������� �������� ��� ��
Contoh di atas memperlihatkan
af `Utsmani yang dihasilkan
oleh tim yang dipimpin Zayd ibn Tsabit,
kûfi belum
yang sesuai
dan sharfiyyah.
����� , yang
penggal seperti di atas sangat
membahayakan bagi para pembaca awam.
Persoalan yang muncul kemudian adalah,
lay out mushhaf
`Utsmani ini diklaim sebagai tauqîfî dan
mutlak, tentu akan terjadi kerancuan dalam
sekarang ini, karena mushhaf
yang beredar di dunia Muslim sekarang
lay out-nya dengan
Gagasan mengenai tata lay out
dengan segala tanda baca yang sempurna,
seperti yang kita lihat sekarang, sebetulnya
muncul pada periode Bani `Abbas yang
asan, yang dikenal
dengan Ibn Bauwab (w. 413 H/1022M).
karyanya kemudian bermunculan
rki `Utsmani dan
kerajaan Islam Persia. Pengaturan
af sekarang, umumnya
mengacu pada periode Bagdad dan para
Sultan Ikhaniyah, bukan lagi pada `Utsman
ibn `Affan.92
2. Kekhasan Mushhaf HB. Jassin
Dari uraian di atas tampak bahwa
Qur�an Berwajah Puisi
atas di luar dari kelaziman mush
Indonesia. Ia mempunyai kekhasan
tersendiri. Pertama, dalam masalah
out-nya disusun secara simetris dengan
mempertimbangkan makna puitis di setiap
ayat, sedangkan dalam
Indonesia dan Arab Saudi disusun biasa
dengan pertimbangan luas bidang kertas
yang disediakan dan sebagian ada yang
mempertimbangkan pangkat ayat pada
akhir halaman, yang dikenal dengan
Mushhaf Pojok. Oleh karena itu, mushhaf
Berwajah Puisi seringkali memenggal ayat
meskipun masih tersedia bidang ruang
pada satu halaman, demi pertimbangan
makna. Hal yang sama, sebetulnya juga
dilakukan dalam mush
saja pertimbangannya lebih pada
keserasian dan pemenuhan bidang ruang
yang tersedia, bukan makna. Namun,
keduanya dalam pemenggalan tersebut
sama-sama tidak mengingkari kaidah
nahwiyyah.
92D. Sirajuddin. AR.,
Puisi: Dibenarkan tapi Tidak Diakui� dalam
Qur�an, No. 5, Vol. IV Th. 1993, hlm. 61
55
Sultan Ikhaniyah, bukan lagi pada `Utsman
Kekhasan Mushhaf HB. Jassin
Dari uraian di atas tampak bahwa Al-
Qur�an Berwajah Puisi kreasi Jassin di
atas di luar dari kelaziman mushhaf di
Indonesia. Ia mempunyai kekhasan
, dalam masalah lay
disusun secara simetris dengan
mempertimbangkan makna puitis di setiap
ayat, sedangkan dalam mushhaf standar
Indonesia dan Arab Saudi disusun biasa
dengan pertimbangan luas bidang kertas
yang disediakan dan sebagian ada yang
mempertimbangkan pangkat ayat pada
akhir halaman, yang dikenal dengan
Oleh karena itu, mushhaf
seringkali memenggal ayat
meskipun masih tersedia bidang ruang
pada satu halaman, demi pertimbangan
makna. Hal yang sama, sebetulnya juga
haf standar, hanya
saja pertimbangannya lebih pada
keserasian dan pemenuhan bidang ruang
sedia, bukan makna. Namun,
keduanya dalam pemenggalan tersebut
sama tidak mengingkari kaidah
D. Sirajuddin. AR., �Al-Qur�an Berwajah
Puisi: Dibenarkan tapi Tidak Diakui� dalam Ulumul
No. 5, Vol. IV Th. 1993, hlm. 61-62.
Volume 1, No. 1, Februari
56
Kedua, dalam Al-Qur�an Berwajah
Puisi keseluruhannya menggunakan
khathth tuntas nahwiyyah,
dalam Al-Qur�an standar beberapa kaidah
`Utsmani kadang masih terpakai. Namun,
keduanya tetap menggunakan khathth
naskhi bukan kufi, sebagaimana bentuk asli
mushhaf `Utsmani.
Ketiga, dalam Al-Qur�an Berwajah
Puisi tidak ada ketentuan berapa ayat
dalam setiap satu wajah halaman
(shahifah), sedangkan dalam Al
standar, dengan tujuan mempermudah
hafalan, biasanya setiap sha
atas 13, 15, 20 baris atau bahkan lebih.
Ketidaklaziman inilah yang membuat
sebagian umat Islam, termasuk
Departemen Agama RI, tidak siap untuk
menerima kehadiran mushh
Mereka menuduh mushhaf Jassin ini akan
membawa mudarat bagi umat Islam.
Padahal, secara substansial mush
ini tidak bertentangan dengan standarisasi
penulisan mushhaf di Indonesia. Bahkan,
bila dilihat baik dari segi teknis penul
khathnya maupun tatacara
mushhaf Jassin ini memberikan beberapa
keuntungan. Pertama, dalam masalah
layout-nya disusun secara simetris dengan
mempertimbangkan makna puitis di setiap
ayat, akan memudahkan pembaca dalam
memetik makna di setiap deretan baris
Volume 1, No. 1, Februari - Juli 2015
Qur�an Berwajah
keseluruhannya menggunakan
sedangkan
Qur�an standar beberapa kaidah
ani kadang masih terpakai. Namun,
keduanya tetap menggunakan khathth
, sebagaimana bentuk asli
Qur�an Berwajah
tidak ada ketentuan berapa ayat
dalam setiap satu wajah halaman
dalam Al-Qur�an
standar, dengan tujuan mempermudah
shahifah terdiri
atas 13, 15, 20 baris atau bahkan lebih.
Ketidaklaziman inilah yang membuat
sebagian umat Islam, termasuk
Departemen Agama RI, tidak siap untuk
haf tersebut.
af Jassin ini akan
membawa mudarat bagi umat Islam.
Padahal, secara substansial mushhaf Jassin
ini tidak bertentangan dengan standarisasi
af di Indonesia. Bahkan,
bila dilihat baik dari segi teknis penulisan
layout-nya,
af Jassin ini memberikan beberapa
, dalam masalah
disusun secara simetris dengan
mempertimbangkan makna puitis di setiap
ayat, akan memudahkan pembaca dalam
p deretan baris
ayat. Kedua, pilihannya pada penulisan
sempurna sesuai kaidah
nahwiyyah akan mampu menghindarkan
pembaca dari kesalahan membaca. Sebab,
bila ditulis dengan model
utuh ada beberapa konteks tulisan yang
tidak lazim dan membingungkan, karena
tidak sesuai dengan kaidah
nahwiyyah. Ketiga, tanda
lengkap seperti yang ditempuh dalam
mushhaf standar Indonesia, menjadikan
mushhaf Berwajah Puisi ini detail dalam
memberikan peringataan kepada pembaca
mengenai posisi untuk menghentikan dan
menyambung bacaan.
F. Kesimpulan
Dari uraian di atas bisa
disimpulkan:
1. Mushhaf Al-Qur�an Berwajah Puisi
karya HB. Jassin dalam teknis
penulisannya menggunakan model
penulisan yang mengacu pada standar
nahwiyyah dan
standar ini untuk beberapa kasus tidak
digunakan oleh mushhaf standar
Indonesia maupun standar Arab Saudi.
Adapun teknis tata
terpaku pada luas bidang halaman yang
tersedia, melainkan pemenggalannya
dilakukan berdasarkan isi d
deretan kalimat.
, pilihannya pada penulisan
sempurna sesuai kaidah sharfiyyah dan
akan mampu menghindarkan
pembaca dari kesalahan membaca. Sebab,
bila ditulis dengan model rasm Utsmani
utuh ada beberapa konteks tulisan yang
dan membingungkan, karena
tidak sesuai dengan kaidah sharfiyyah dan
, tanda waqf yang
lengkap seperti yang ditempuh dalam
af standar Indonesia, menjadikan
af Berwajah Puisi ini detail dalam
memberikan peringataan kepada pembaca
mengenai posisi untuk menghentikan dan
Dari uraian di atas bisa
Qur�an Berwajah Puisi
karya HB. Jassin dalam teknis
penulisannya menggunakan model
penulisan yang mengacu pada standar
sharfiyyah, yang
standar ini untuk beberapa kasus tidak
digunakan oleh mushhaf standar
Indonesia maupun standar Arab Saudi.
Adapun teknis tata layout-nya tidak
terpaku pada luas bidang halaman yang
tersedia, melainkan pemenggalannya
dilakukan berdasarkan isi dari setiap
2. teknis penulisan tidak sepenuhnya
mengikuti mushhaf standar Arab Saudi
dan atau mushhaf standar Indonesia.
Begitu juga dari segi tata
Secara substansial ia tetap mengacu
dan tidak bertentangan dengan
Pedoman Pentashih Mushaf Al
tentang Penulisan dan Tanda Baca
yang disusun oleh Puslitbang Lektur
Agama Departemen Agama RI tahun
1976 yang memberikan tiga alternatif
di dalam penulisan mush
Qur�an: Pertama, tulisan Al
harus mengikuti khathth mu
`Utsmânî, meskipun khathth
menyalahi kaidah nahwiyyah
sharfiyyah, serta meskipun khathth
tersebut mudah mengakibatkan salah
bacaannya bila tidak diberi
Kedua, tulisan Al-Qur�an boleh
mengikuti kaidah `
nahwiyyah dan sharfiyyah
menyalahi khathth `Utsmânî. Sebab,
hal itu memudahkan pembaca,
terutama bagi yang belum
mengenalnya. Dasar hukum keharusan
mengikuti khathth `Utsmâni hanyalah
`aqliyyah ijtihâdiyyah semata.
Al-Qur�an yang merupakan bacaan
umum harus ditulis menurut kaidah
`arabiyyah nahwiyyah dan
namun tetap harus ada yang ditulis
Volume 1, No. 1, Februari - Juli 2015
teknis penulisan tidak sepenuhnya
af standar Arab Saudi
af standar Indonesia.
Begitu juga dari segi tata layout-nya.
Secara substansial ia tetap mengacu
dan tidak bertentangan dengan
Pentashih Mushaf Al-Qur�an
tentang Penulisan dan Tanda Baca
yang disusun oleh Puslitbang Lektur
Agama Departemen Agama RI tahun
1976 yang memberikan tiga alternatif
di dalam penulisan mushhaf Al-
tulisan Al-Qur�an
khathth mushhaf
khathth tersebut
wiyyah dan
serta meskipun khathth
tersebut mudah mengakibatkan salah
bacaannya bila tidak diberi harakat.
Qur�an boleh
mengikuti kaidah `arabiyyah
sharfiyyah, meskipun
menyalahi khathth `Utsmânî. Sebab,
hal itu memudahkan pembaca,
terutama bagi yang belum
mengenalnya. Dasar hukum keharusan
mengikuti khathth `Utsmâni hanyalah
semata. Ketiga,
Qur�an yang merupakan bacaan
harus ditulis menurut kaidah
dan sharfiyyah,
namun tetap harus ada yang ditulis
menurut khathth `Utsmânî
pelestarian warisan sejarah.
3. Penolakan sebagian umat Islam
terhadap Mushhaf Berwajah Puisi
dengan tidak memberikan izin edar,
tidak mempunyai dasar argumentasi
rasional dan cenderung emosional,
karena tidak siap menghadapi sesuatu
yang di luar kelaziman. Sebab, secara
substansial mushhaf yang disusun HB.
Jassin tersebut tidak b
dengan standar mushhaf di Indonesia
maupun di Arab Saudi.[]
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abd Qadîr, Muhammad Thâhir.
Qur�ân. Mesir: Mushthafâ al
Halabî, 1953.
Al-A`zami, M.M. The History The
Qur�anic Text, terj. Sohirin Solihin
dkk. Jakarta: Gema Insani Press,
2005.
Al-Qur�an Al-Karim, Bacaan Mulia
HB Jassin. Jakarta: Yayasan 23
Januari 1942, 1982.
D. Sirajuddin. AR., �Al
Puisi: Dibenarkan tapi Tidak Diakui�
dalam Ulumul Qur�an,
Th. 1993, hlm. 61.
Diponegoro, Mohammad.
Qur�an juz 29. Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah.t.th
57
khathth `Utsmânî sebagai
pelestarian warisan sejarah.
Penolakan sebagian umat Islam
af Berwajah Puisi
dengan tidak memberikan izin edar,
tidak mempunyai dasar argumentasi
rasional dan cenderung emosional,
karena tidak siap menghadapi sesuatu
yang di luar kelaziman. Sebab, secara
substansial mushhaf yang disusun HB.
Jassin tersebut tidak bertentangan
dengan standar mushhaf di Indonesia
maupun di Arab Saudi.[]
ammad Thâhir. Târikh al-
Mesir: Mushthafâ al-Bâbî al-
The History The
terj. Sohirin Solihin
dkk. Jakarta: Gema Insani Press,
Karim, Bacaan Mulia, terj.
HB Jassin. Jakarta: Yayasan 23
Januari 1942, 1982.
�Al-Qur�an Berwajah
Puisi: Dibenarkan tapi Tidak Diakui�
Ulumul Qur�an, No. 5, Vol. IV
Th. 1993, hlm. 61.
Diponegoro, Mohammad. Puitisasi Al-
Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah.t.th
Volume 1, No. 1, Februari
58
Effendi, Edy A.. �Kontroversi di Sekitar
HB. Jassin�, dalam Jurnal Ulumul
Qur�an, November 1993.
Jassin, HB. et al. Kontroversi Al
Berwajah Puisi H.B. Jassin
Penyusun. Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti, 1995.
Majma` al-Buhûts al-Islâmiyyah,
Qur�âniyyah. Mesir: Al
Mishriyyah, 1971.
Qalyubi, Syihabuddin. Stilistika al
Pengantar Orientasi Studi Al
Qur�an. Yogyakarta: Titian Ilahi
Press, 1997.
.Watt, W. Montgomery. Pengantar Studi
Al-Qur�an Penyempurnaan atas
Karya Richard Bell,
Adnan Amal. Jakarta: Rajawali Press,
1995.
Koran dan Majalah
�Al-Qur�an Berwajah Puisi Menjadi
Obsesi H.B. Jassin�
Bersenjata, 22 Desember 1992.
�Al-Qur�an Dilarang Berwajah Puisi�
Forum Keadilan No. 22, 18 Pebruari
1993.
Harian Terbit, 21 Januari 1993.
Media Indonesia Minggu,
1993.
Media Indonesia, 21 Januari 1993.
Pelita, 21 Januari 1993.
�Proyek H.B. Jassin Al-Qur�an Berbentuk
Puisi�, Suara Karya
1992.
Volume 1, No. 1, Februari - Juli 2015
Effendi, Edy A.. �Kontroversi di Sekitar
Jurnal Ulumul
November 1993.
Kontroversi Al-Qur�an
erwajah Puisi H.B. Jassin
Jakarta: Pustaka Utama
Islâmiyyah, Buhûts
Mesir: Al-Syirkah al-
Stilistika al-Qur�an,
Pengantar Orientasi Studi Al-
a: Titian Ilahi
Pengantar Studi
Qur�an Penyempurnaan atas
terj. Taufik
Adnan Amal. Jakarta: Rajawali Press,
Qur�an Berwajah Puisi Menjadi
Obsesi H.B. Jassin� Angkatan
22 Desember 1992.
Qur�an Dilarang Berwajah Puisi�
No. 22, 18 Pebruari
21 Januari 1993.
29 Agustus
, 21 Januari 1993.
Qur�an Berbentuk
4 Desember
Qur�an itu Puisi� Wawancara dengan HB.
Jassin dalam Panji Masyarakat,
742, XXXIV, 1-
hlm. 76.
Republika, 28 Januari 1993.
Wawasan, 26 Januari 1993.
Mushhaf Al-Qu�an
Al-Qur�an Al-Karim Berwajah Puisi,
HB. Jassin, Jakarta: Djambatan, 1993
Al-Qur�an Al-Karim, Bandung: PT. Al
Ma�arif Bandung, t.th.
Al-Qur�an Al-Karim, Surabaya: PT. Bina
Ilmu, t.th.
Al-Qur�an Al-Karim,
Pemerintah Arab Saudi, t.th.
Qur�an itu Puisi� Wawancara dengan HB.
Panji Masyarakat, No.
-10 Januari 1993,
28 Januari 1993.
26 Januari 1993.
Karim Berwajah Puisi, terj.
HB. Jassin, Jakarta: Djambatan, 1993
Bandung: PT. Al-
Ma�arif Bandung, t.th.
Surabaya: PT. Bina
Karim, Arab Saudi:
Pemerintah Arab Saudi, t.th.