3

Click here to load reader

Krisis Asia Dan Prospek Integrasi Ekonomi-Keuangan Di Asia Timur

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Krisis Asia Dan Prospek Integrasi Ekonomi-Keuangan Di Asia Timur

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik . Universitas

Indonesia

Page | 1

Counter Review X Rezim Keuangan Internasional

Nama : Erika

NPM : 0706291243

Sumber : Sjamsul Arifin dan Yati Kurniati, “Peluang dan Tantangan Integrasi Ekonomi dan Keuangan bagi Indonesia”, dalam

Integrasi Keuangan dan Moneter di Asia Timur, (Jakarta), hal. 215-138.

Krisis Asia dan Prospek Integrasi Ekonomi-Keuangan di Asia Timur

Integrasi ekonomi dan keuangan di kawasan Asia Timur merupakan hal yang sangat menarik

diperbincangkan. Tidak hanya mencerminkan kebangkitan kawasan non-Barat, integrasi ekonomi dan

keuangan di kawasan Asia Timur juga seakan membuktikan bahwa mereka mampu menjembatani perbedaan

yang ada di antara mereka, untuk bersama-sama merespon krisis yang terjadi di Asia pada 1997-1998 dan

mencegah agar krisis serupa tidak terjadi lagi. Adapun integrasi ekonomi dan keuangan Asia Timur mulai

menunjukkan eksistensinya paska Krisis Asia 1997-1998, di mana ketika itu krisis tersebut menghantam dan

menghancurkan perekonomian negara-negara Asia Timur. Negara-negara Asia Timur pun sadar, mereka

memerlukan suatu institusi regional baru sebagai mekanisme pencegahan krisis di masa depan, yang lepas dari

tatanan institusi global saat itu. Pembahasan mengenai integrasi ekonomi dan keuangan Asia Timur inilah

yang dijelaskan oleh Sjamsul Arifin dan Yati Kurniati dalam tulisannya yang berjudul “Peluang dan

Tantangan Integrasi Ekonomi dan Keuangan bagi Indonesia”.

Arifin dan Kurniati memulai tulisannya dengan memaparkan peluang yang ada bagi terciptanya integrasi

ekonomi dan keuangan Asia Timur. Menurut mereka, pada dasarnya kawasan ini memiliki peluang yang

sangat besar untuk mencapai integrasi ekonomi dan keuangan. Berbagai perkembangan positif telah

ditunjukkan negara-negara Asia Timur, yang antara lain ditunjukkan melalui pembentukan ASEAN+3, East

Asian Summit (EAS), Chiang Mai Initiative (CMI), regional dialogue, hingga kerja sama antar Bank Sentral di

masing-masing negara, The Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks (EMEAP). Bertolak dari

kondisi saling ketergantungan atau interdependensi hingga saling berkebutuhan, Sjamsul dan Yati

menyimpulkan bahwa Asia Timur memiliki peluang besar dalam meningkatkan kerja samanya menjadi

sebuah integrasi yang lebih lekat lagi.

Walaupun memiliki peluang yang sangat besar menuju terbentuknya integrasi ekonomi dan keuangan,

tidak sedikit pula tantangan-tantangan yang dimiliki oleh negara-negara Asia Timur ini dalam mencapai

integrasi tersebut. Sedikitnya ada empat tantangan utama yang menghambat proses integrasi ini. Pertama,

kelemahan visi dan mandat secara politik, di mana pemimpin-pemimpin negara Asia Timur belum dapat

mengenyampingkan kepentingan nasionalnya dalam mencapai sebuah kepentingan bersama. Kedua,

perbedaan peranan kekuatan ekonomi utama di kawasan, di mana negara-negara di kawasan tersebut masih

menggunakan kawasan ini sebagai arena pertempuran politik. Hal ini ditunjukkan dengan Jepang dan Cina,

dua kekuatan ekonomi besar yang masih menggunakan kawasan ini sebagai arena pertempuran pengaruh

ekonomi dan politik. Hal yang sama ditunjukkan oleh 3 negara Asia Timur Laut dengan ASEAN, yang belum

mencapai kesepakatan akan institusi lokomotif integrasi itu sendiri. Ketiga, tidak adanya kerangka

institusional dalam mendorong integrasi nasional, di mana kerja sama masih menekankan pada voluntary

approach yang melemahkan kelembagaan ASEAN itu sendiri. Keempat, faktor pendorong perdagangan bebas

Page 2: Krisis Asia Dan Prospek Integrasi Ekonomi-Keuangan Di Asia Timur

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik . Universitas

Indonesia

Page | 2

dan mobilitas faktor yang masih lemah, di mana FTA yang terbentuk belum menunjukkan sebuah hasil yang

maksimal; compliance dari negara-negara di kawasan pun belum dipastikan. Akumulasi dari faktor-faktor

inilah yang pada akhirnya dinilai menghambat integrasi yang mungkin terjadi di Asia Timur.

Walaupun banyak tantangan dalam integrasi ekonomi dan keuangan seperti yang disampaikan Arifin

dan Kurniati, penulis merasa negara-negara di Asia Timur—khususnya negara Asia Timur Laut—semakin

menunjukkan perkembangan positif ke arah integrasi ekonomi dan keuangan. Sebab tidak seperti negara-

negara Asia Tenggara yang dengan solid bekerja sama dalam sebuah organisasi regional ASEAN, negara-

negara Asia Timur justru tidak pernah membentuk suatu organisasi regional sendiri. Cina, Jepang, dan Korea

Selatan justru lebih sering “menumpang” di berbagai organisasi dan kerja sama kawasan lain, seperti misalnya

dalam APEC, ASEM, ASEAN+3, dan lain-lain. Bentuk yang terakhir, ASEAN+3, disebut-sebut sebagai

organisasi yang berpotensial besar untuk membentuk regionalisme Asia Timur di masa mendatang1. Tujuan

utama dari dibentuknya ASEAN+3 sendiri adalah untuk membangun mekanisme pengaturan sistem

makroekonomi dan kerja sama keuangan yang lebih baik agar krisis serupa dapat dicegah di masa depan. Hal

tersebut dilakukan melalui usaha pembangunan cadangan devisanya, dan usaha untuk melahirkan suatu nilai

tukar baru agar krisis keuangan serupa tidak terjadi lagi2. Negara-negara ASEAN+3 juga sepakat untuk

membentuk sebuah Asian Monetary Fund, sebuah lembaga untuk mengatur dan mengawasi kondisi keuangan

Asia karana IMF dirasa tidak lagi sesuai paska Krisis Asia3. Kerja sama dalam bidang keuangan ini disebut-

sebut sebagai kemajuan terbesar dari terbentuknya ASEAN+34, yang lantas mendorong terbentuknya kerja

sama dalam berbagai bidang lain dalam kerangka ASEAN+3.

Pada KTT ASEAN ke-13 di Singapura, ke-13 negara tersebut sepakat mengidentifikasi berbagai bentuk

kerjasama komprehensif, dengan menyetujui 4 agenda besar. Empat agenda tersebut yaitu pertama, kerjasama

Politik dan Keamanan, kedua Ekonomi dan Keuangan, ketiga Energi, Lingkungan Hidup, Perubahan Iklim

dan Pembangunan Berkelanjutan, keempat Sosial Budaya, serta kelima Mekanisme Dukungan Institusi. Pada

bidang politik dan keamanan, ASEAN+3 memandang perlu meningkatkan stabilitas dan perdamaian untuk

mencegah aksi terorisme. Di sektor perdagangan dan investasi, ASEAN+3 terus menggalakkan program

penurunan dan penghapusan tarif, yang kemudian diharapkan dapat meningkatkan arus perdagangan dan

investasi dalam dan antar negara-negara ASEAN+3. Tidak hanya dalam bidang ekonomi dan keamanan,

kerjasama juga digalakkan terutama pada sektor pariwisata, pertanian, makanan dan kehutanan.

Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa sebenarnya integrasi ekonomi dan keuangan yang tercipta di

kawasan Asia Timur semakin bergerak ke arah yang lebih stabil, dilihat dari semakin banyaknya kerangka

kerja sama regional yang dihasilkan, terutama dalam sektor keuangan. Tidak hanya berpotensi melahirkan

sebuah integrasi ekonomi dan keuangan yang stabil, penulis melihat adanya kecenderungan bagi negara-

negara Asia Timur untuk meluaskan kerja samanya ke berbagai sektor seperti pariwisata, energi, perubahan

1

Yeo Lay Hwee, Realism and Reactive Regionalism: Where Is East Asian Regionalism Heading?

http://revistas.ucm.es/cps/16962206/articulos/UNIS0505230008A.pdf, diakses pada 7 Mei 2009, pukul 21.07. 2 Joint Ministerial Statement, ASEAN + 3 Finance Ministers Meeting. www.mof.go.jp/english/if/if014.htm

3 Naoko Munakata. Transforming East Asia, the Evolution of Regional Economic Integration. (Washington D.C.: Brookings

Institution Press, 2006), hal. 102. 4 Ibid, hal. 106.

Page 3: Krisis Asia Dan Prospek Integrasi Ekonomi-Keuangan Di Asia Timur

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik . Universitas

Indonesia

Page | 3

iklim, sosial budaya, dan lain-lain. Hal tersebut menunjukkan, integrasi ekonomi dan keuangan yang terjadi

pada akhirnya ikut memberikan sumbangan positif bagi terciptanya regionalisme di kawasan Asia Timur.

Krisis Asia 1997-1998 pada akhirnya akan melahirkan kawasan Asia Timur yang lebih stabil dan lebih

terintegrasi, tidak hanya secara ekonomi dan keuangan, tetapi juga secara menyeluruh.