Upload
prima-chy-angraini
View
87
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Istilah aneurisma berasal dari bahasa yunani “aneurysma” berarti pelebaran.
Aneurisma adalah suatu keadaan dilatasi lokal permanen dan ireversibel dari
pembuluh darah, dilatasi ini minimal 50% dari diameter normal. Ectasia adalah
diltasi arteri kurang dari 50% dari diameter normal. Diameter normal dari aorta dan
arteri tergantung pada usia, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan faktor lainnya. Pada
pria, aorta biasanya antara 14 dan 24 mm, dan wanita antara 12 dan 21 mm .
Aneurisma aorta merupakan penyakit yang merupakan penyakit yang
mematikan, dimana sekitar 15.000 terjadi kematian tak terduga setiap tahunnya di
Amerika. Insiden aneurisma aorta abdominal menunjukkan peningkatan terutama
pada usia tua. Beberapa data menunjukkan aneurisma aorta abdominal mengenai 6-
9% populasi di atas usia 65 tahun.
Frekuensi aneurisma mengalami peningkatan terus menerus pada pria diatas
55 tahun, mencapai puncaknya sebanyak 6% pada usia 80-85 tahun. Pada wanita,
terjadi peningkatan pada usia 70 tahun, mencapai puncaknya sebanyak 4,5% pada
usia diatas 90 tahun. Perbandingan pria dan wanita 4 :1 sampai 5 : 1 pada kelompok
usia 60 sampai 70 tahun, tetapi usia diatas 80 tahun rasio menjadi 1:1.
Aneurisma terbentuk secara perlahan selama beberapa tahun dan sering tanpa
gejala. Jika aneurisma mengembang secara cepat, maka terjadi robekan (ruptur
aneurisma), atau kebocoran darah disepanjang dinding pembuluh darah ( aortic
dissection), gejala dapat muncul tiba-tiba.
1
Aneurisma dapat terjadi sebagai kelainan kongenital atau akuisita. Penyebab
pasti penyakit ini belum diketahui, defek pada beberapa komponen dari dinding
arteri serta beberapa faktor risiko untuk terjadinya aneurisma aorta meliputi tekanan
darah yang tinggi, kadar kolesterol yang tinggi, diabetes, perokok tembakau, dan
alkohol.
Terapi aneurisma dahulu adalah intervensi bedah atau observasi (watchful
waiting) dengan kombinasi pengawasan tekanan darah. Sekarang, endovascular atau
teknik invasif minimal telah dikembangkan untuk berbagai tipe aneurisma.
1.2. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi penyakit aneurisma aorta.
2. Mahasiswa mampu melakukan prosedur dan menegakkan diagnosa yang
sesuai tahap-tahap identifikasi penyakit.
3. Mahasiswa mampu melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik terhadap
aneurisma aorta.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang klasifikasi dan patogenesa
aneurisma aorta.
1.3. Maksud
1. Mampu menginterpretasi data klinis dan merumuskannya menjadi diagnosa
sementaa dan diagnosa banding.
2. Dapat menjelaskan penyebab, patogenesa, suatu penyakit.
3. Mampu memilih dan menerapkan pengelolaan dan penatalaksanaan yang
tepat bagi pasien sesuai penyakit, ,mutu, biaya, manfaat.
4. Menjelaskan secara ilmiah tentang penyakit baik secara klinikal,
epidemiologis, farmakologis, prognosis penyakit.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Aorta
Aorta adalah pembuluh darah besar (main trunk) dari seluruh pembuluh darah
cabangnya yang berfungsi membawa darah teroksigenasi ke berbagai jaringan di
tubuh untuk kebutuhan nutrisi. Aorta terletak di bagian atas dari ventrikel, dimana
diameternya sekitar 3 cm, dan setelah naik (ascending) untuk jarak yang pendek, ia
melengkung (arch) ke belakang dan ke sisi kiri, tepat pada pangkal paru kiri,
kemudian turun (descending) dalam thorax pada sisi kiri kolumna vertebralis, masuk
rongga abdomen lewat hiatus diafragmatikus, dimana diameternya mulai berkurang
(1,75 cm), setingkat dengan vertebra lumbalis ke IV, kemudian bercabang menjadi
arteri iliaca comunis dekstra dan sinistra. Dari uraian diatas maka aorta dapat
dipisahkan menjadi beberapa bagian: aorta ascenden, arcus aorta, dan aorta
descenden yang dibagi lagi menjadi aorta thoracica dan aorta abdominalis
(Gray.1918).
Gambar 1: Arcus aorta dan cabang-cabangnya
(http://www.bartleby.com/107/illus505.html)
3
2.1.1. Aorta Ascenden
Aorta ascenden memiliki panjangnya sekitar 5 cm, menyusun bagian
atas dari basis ventrikel kiri, setinggi batas bawah kartilago kosta ke III
dibelakang kiri pertengahan sternum; aorta ascenden melintas keatas secara
oblik, kedepan, dan kekanan, searah aksis jantung, setinggi batas atas dari
kartilago kosta ke II. Pada pangkal asalnya, berlawanan dengan segmen
valvula aortikus, terdapat tiga dilatasi kecil disebut sinus aortikus. Saat
pertemuan aorta ascenden dengan arcus aorta kaliber pembuluh darah
meingkat, karena bulging dinding kanannya. Segmen dilatasi ini disebut
bulbus aortikus, dan pada potongan transversal menunjukkan bentuk yang
oval. Aorta ascenden terdapat dalam pericardium (Gray.1918).
Batas-batas—aorta ascenden dilindungi oleh trunkus arteria
pulmonalis dan aurikula dekstra, dan, lebih tinggi lagi, terpisah dari sternum
oleh pericardium, pleura kanan, margo anterior dari pulmo dekstra, jaringan
ikat longgar, dan sisa dari jaringan timus; di posterior ia bersandar pada
atrium sinistra dan arteri pulmonalis dekstra. Pada sisi kanan, ia berdekatan
dengan vena cava superior dan atrium dekstra; pada sisi kiri dengan arteri
pulmonalis (Gray.1918).
Cabang-cabang—satu-satunya cabang dari aorta ascenden adalah
arteria coronaria yang mensuplai jantung; muncul dekat permulaan aorta tepat
diatas pangkal valvula semilunaris (Gray.1918).
2.1.2. Arcus Aorta
Arcus aorta dimulai setinggi batas atas artikulasi sternokostalis ke II
pada sisi kanannya, dan berjalan keatas, kebelakang, dan ke kiri di depan
trakea; kemudian mengarah ke belakang pada sisi kiri trakea dan akhirnya
turun lewat sisi kiri tubuh pada setinggi vertebra thoracic ke IV, pada batas
bawahnya dan kemudian berlanjut menjadi aorta descenden. Kemudian
terbentuk dua kurvatura: satu dimana ia melengkung keatas dan yang kedua
dimana ia melengkung kedepan dan kekiri. Batas atasnya kira-kira 2,5 cm
dibawah batas superior manubrium sterni (Gray.1918).
4
Batas-batas—arcus aorta dilindungi oleh pleura di anterior dan margo
anterior dari pulmo; dan sisa dari timus. Saat pembuluh melintas ke belakang,
sisi kirinya bersentuhan dengan pulmo sinistra dan pleura. Saat melintas ke
bawah pada sisi kiri bagian tersebut pada arcus terdapat 4 nervus: nervus
phrenicus sinistra, cardiacus superior cabang nervus vagus sinistra, cabang
nervus cardiacus superior dari trunkus simpatikus sinistra, dan trunkus vagus
sinistra. Vena intercostalis melintas oblik keatas dan kedepan pada sisi kiri
arcus, diantara nervus phrenicus dan vagus. Pada sisi kanan terdapat plexus
cardiacus profunda, nervus recurrent sinistra, esophagus, dan ductus
thoracicus; trakea berada dibelakang kanan dari pembuluh. Diatas adalah
arteri innominata, arteri carotis comunis sinistra, dan arteri subclavia sinistra,
yang muncul dari lengkungan arcus dan bersilangan berdekatan di
pangkalnya dengan vena innominata sinistra. Dibawah adalah bifurkasio
arteri pulmonalis, bronkus sinistra, ligamentum arteriosum, bagian superfisial
dari pleksus cardiacus, dan nervus recurrent sinistra. Ligamentum arteriosum
menghubungkan arteri pulmonalis sinistra dengan arcus aorta (Gray.1918).
Diantara awal arteri subclavia dan perlekatan ductus arteriosus, lumen
aorta bayi sedikit menyempit, membentuk bangunan yang disebut sebagai
isthmus aorticus, yang pada saat diatas duktus arteriosus pembuluh
membentuk dilatasi yang disebut aortic spindle (Gray.1918).
Cabang-cabang—arcus aorta mempercabangkan 3 buah pembuluh
darah: arteri innominata, carotis comunis sinistra, dan subclavia sinistra
(Gray.1918).
5
Gambar 2: Skema cabang-cabang arcus aorta(http://www.bartleby.com/107/illus506.html)
2.1.3. Aorta Desenden
Aorta desenden dibagi menjadi dua bagian, thoracica dan
abdominalis, saat melewati dua rongga besar tubuh.
1. Aorta thoracalis
Terdapat dalam cavum mediastinum posterior. Dimulai pada batas bawah
dari vertebra thoracic ke IV dimana ia merupakan lanjutan dari arcus
aorta, dan berakhir di depan batas bawah dari vertebra thoracic ke XII
pada hiatus aorticus diafragma. Dalam perjalanannya terdapat di sisi kiri
kolumna vertebralis; ia mendekati garis tengah saat turun; dan, saat
terminasinya berada tepat didepan kolumna vertebralis.
Batas-batas—anterior, dari atas kebawah, berbatasan dengan pangkal
pulmo sinistra, pericardium, esophagus, dan diafragma; posterior, dengan
kolumna vertebralis dan vena hemiazigos; sisi kanan, dengan vena azigos
dan ductus thoracicus; sisi kiri, dengan pleurae dan pulmo sinistra
(Gray.1918).
6
Cabang-cabang—aorta thoracalis mempercabangkan antara lain:
– Cabang pericardial (rami pericardiaci)—terdiri dari beberapa
pembuluh kecil yang terdistribusi pada permukaan posterior
pericardium.
– Arteri bronkialis (aa. bronchiales)
– Arteri esophageal (aa. Æsophageæ
– Cabang mediastinal (rami mediastinales)—adalah sejumlah
pembuluh kecil yang mensuplai kelenjar limfe dan jaringan ikat
longgar pada mediatinumk posterior.
– Arteri intercostalis (aa. intercostales)—terdapat sembilan pasang
arteri intercostalis aorta.
– Ramus anterior—tiap pembuluhnya berjalan dengan vena dan
nervus. Arteri intercostalis aorta yang pertama beranastomosis
dengan cabang intercostal dari truncus costocervicalis. Dua arteri
intercostalis bagian bawah berlanjut ke anterior dari spatium
intercostalis ke dinding abdomen, serta beranastomosis dengan
arteri subcostalis, epigastrica superior, dan lumbalis (Gray.1918).
Gambar 3: Aorta torakalis, dilihat dari sisi kiri
7
2. Aorta abdominalis
Dimulai pada hiatus aortikus diafragma, didepan batas bawah dari
korpus vertebrae thoracic terakhir, dan, turun didepan kolumna
vertebralis, berakhir pada korpus vertebra lumbalis ke IV, sedikit kekiri
dari garis tengah tubuh, kemudian terbagi menjadi dua arteri iliaca
comunis. Aorta semakin berkurang ukurannya dengan semakin banyak ia
mempercabangkan pembuluh darah (Gray.1918).
Batas-batas—aorta abdominalis dibatasi: anterior oleh omentum
minus dan gaster; dibelakang cabang dari arteri celiaca dan plexus
celiaca; dibawah vena lienalis, pankreas, vena renalis sinistra, bagian
inferior dari duodenum, pleksus mesenterium dan pleksus aortikus.
Posterior, dipisahkan dari vertebrae lumbalis dan fibrokartilago
intervertebrae oleh ligamentum longitudinalis anterior dan vena lumbalis
sinistra. Pada sisi kanan terdapat vena azygos, cisterna chyli, duktus
torasikus, crus dekstra diafragma yang memisahkan aorta dari bagian atas
vena cava inferior dari ganglion celiaca dekstra; vena cava inferior
bersentuhan dengan aorta dibawahnya. Pada sisi kiri adalah crus sinistra
diafragma, ganglion celiaca sinistra,bagian ascending dari duodenum dan
sedikit bagian intestinum (Gray.1918).
Cabang-cabang—dapat dibagi menjadi tiga kelompok: viseral,
parietal, dan terminal. Dari cabang viseral: arteri celiaca, arteri
mesenterika superior dan inferior, arteri suprarenalis, renalis, spermatica
interna, dan ovarica (pada wanita). Cabang parietal: arteri phrenica
inferior, lumbalis, dan arteri sacralis media. Cabang terminal adalah arteri
iliaca komunis (Gray.1918).
8
Gambar 4: Aorta abdominalis dan cabang-cabangnya
http://lh4.ggpht.com/_I0UHlGxoP6A/SaQNsJR3pFI/AAAAAAAAAjI/U5u2Q-brEUI/clip_image0046.jpg)
2.2. Aneurisma Aorta
2.2.1. Definisi
Istilah aneurisma berasal dari bahasa yunani “aneurysma” berarti
pelebaran. Aneurisma adalah suatu keadaan dilatasi lokal permanen dan
ireversibel dari pembuluh darah, dilatasi ini minimal 50% dari diameter normal.
Ectasia adalah diltasi arteri kurang dari 50% dari diameter normal. Diameter
normal dari aorta dan arteri tergantung pada usia, jenis kelamin, ukuran tubuh,
dan faktor lainnya. Pada pria, aorta biasanya antara 14 dan 24 mm, dan wanita
antara 12 dan 21 mm (Gloviczki, P & Ricotta, JJ. 2007).
Lapisan arteri yang kontak langsung dengan darah adalah tunika intima,
sering disebut intima. Lapisan ini dibentuk terutama oleh sel endothelial.
Berdekatan dengan lapisan ini adalah tunika media, disebut juga lapisan media
terutama dibentuk oleh sel otot polos dan and jaringan elastik. Lapisan paling
luar disebut tunika adventitia tersusun oleh jaringan ikat. Terdapat “true
aneurysm” dan “false aneurysm”. Pada “true aneurysm: melibatkan ketiga
9
lapisan dinding arteri termasuk intima atau endotel. Sedangkan “false aneurysm”
atau pseudoaneurisma hanya melibatkan lapisan terluar dari dinding arteri yaitu
tunika adventitia (Gloviczki, P & Ricotta, JJ. 2007).
Sebagian besar aneurisma aorta (AA) terjadi pada aorta abdominalis;
disebut aneurisma aorta abdominal atau abdominal aortic aneurysms (AAA).
Aneurisma yang terbentuk di aorta torakalis, disebut thoracic aneurysm (TA).
Aneurisma yang terbentuk di segmen torak dan abdomen disebut
thoracoabdominal aneurysms (TAA) (Tseng. 2009).
2.2.2. Epidemiologi
Insiden aneurisma aorta abdominal menunjukkan peningkatan terutama
pada usia tua. Beberapa data menunjukkan aneurisma aorta abdominal mengenai
6-9% populasi di atas usia 65 tahun. Sekitar 12,8% populasi penduduk Amerika
berusia diatas 65 tahun,diperkirakan 1,5 juta memiliki aneurisma pada tahun
1999 dan lebih dari 2,7 juta penduduk Amerika akan menderita penyakit
aneurisma pada tahun 2025. Pada tahun 2000, National Hospital Discharge
Summary melaporkan lebih dari 30.000 operasi rekonstruksi terbuka aneurisma
aorta abdominalis. Namun demikian, aneurisma aorta abdominal merupakan
penyakit yang mematikan dimana sekitar 15.000 kematian tak terduga setiap
tahunnya di Amerika (Kadoglou. 2004).
Frekuensi aneurisma mengalami peningkatan terus menerus pada pria
diatas 55 tahun, mencapai puncaknya sebanyak 6% pada usia 80-85 tahun. Pada
wanita, terjadi peningkatan pada usia 70 tahun, mencapai puncaknya sebanyak
4,5% pada usia diatas 90 tahun. Perbandingan pria dan wanita 4 :1 sampai 5 : 1
pada kelompok usia 60 sampai 70 tahun, tetapi usia diatas 80 tahun rasio menjadi
1:1 (Gloviczki, P & Ricotta, JJ. 2007).
10
2.2.3. Klasifikasi
Aneurisma dapat digolongkan berdasarkan bentuknya: sakular, fusiform.
Aneurisma sakular menyerupai kantong (sack) kecil, aneurisma hanya melibatkan
sebagian dari lingkar arteri dimana aneurisma berbentuk seperti kantong yang
menonjol dan berhubungan dengan dinding arteri melalui suatu leher yang sempit;
aneurisma fusiformis menyerupai kumparan, dilatasi simetris dan melibatkan
seluruh lingkar arteri (Gloviczki, P & Ricotta, JJ. 2007).
Gambar 5. Tipe aneurisma
(http://www.yalemedicalgroup.org/stw/images/125471.jpg)
Menurut H.D Jusi (dasar ilmu bedah vascular). 1991 : terdapat beberapa
bentuk aneurisma, yaitu : (1) Saccular (kantong), menyerupai kantong kecil yang
menyerang bagian sekeliling pembuluh. (2) Fusiform, dilatasi berbentuk lonjong
bersifat difus, pada umumnya menyerang seluruh sekeliling pembuluh secara
berangsur-angsur. (3) Tubular, dilatasi berbentuk torak memanjang yang berbatas
tegas. (4) Aneurisma disekans, terbentuknya rongga diantara lapisan dinding
arteri. (5) Aneurisma palsu, terjadi ruptur dinding aorta serta terjadi penonjolan
setempat.
11
Berdasarkan etiologi aneurisma umumnya dibedakan: (1) degenerative
aneurysms, disebabkan oleh perubahan aterosklerosis pada dinding pembuluh
darah. Patogenesis aneurisma akan dijelaskan di bagian lain, proses melibatkan
berbagai faktor antara lain predisposisi genetik, penuaan/aging, aterosklerosis,
inflamasi dan aktivasi enzim proteolitik lokal. (2) Aneurisma kongenital dan
aneurisma yang berhubungan dengan arteritis dan penyakit jaringan ikat sangat
jarang (Gloviczki, P & Ricotta, JJ. 2007).
Gambar 6. Tipe Aneurisma torasika desenden. A) distal arteri subklavia kiri sampai
sela iga enam; B) sela iga enam sampai dibawah diafragma; C) seluruh aorta
desenden. (© Chris Akers, 2006 diambil dari Sabiston Textbook of Surgery)
Berdasarkan letak yang tersering aorta torasika dan aorta abdominalis.
Aneurisma torasika dapat menyerang aorta torasika desenden dibawah arteri
subklavia kiri, aorta asenden diatas katup aorta, dan arkus aorta. Aorta desenden
paling sering terserang. Aneurisma aorta abdominal dibagi menjadi aneurisma aorta
infrarenal ---aneurisma mengenai sebagian segmen aorta dibawah arteri renalis;
aneurisma aorta juxtarenal—mengenai seluruh segmen aorta dibawah arteri
renalis; aneurisma aorta pararenalis--sampai mengenai pangkal arteri renalis;
aneurisma aorta suprarenalis—aneurisma meluas sampai diatas artei renalis. Pada
12
aneurisma aorta abdominal lokasi tersering adalah infrarenal (Gloviczki, P & Ricotta,
JJ. 2007).
Gambar 7. Tipe aneurisma aorta abdominal. I) Infrarenalis; II) Juxtarenalis; III)
Pararenalis; IV) Suprarenalis. (Mayo Foundation for Medical Education and
Research diambil dari Sabiston Textbook of Surgery)
2.2.4. Etiologi
Aneurisma dapat terjadi sebagai kelainan kongenital atau akuisita.
Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui, defek pada beberapa komponen dari
dinding arteri serta beberapa faktor risiko untuk terjadinya aneurisma aorta
meliputi tekanan darah yang tinggi, kadar kolesterol yang tinggi, diabetes, perokok
tembakau, dan alkohol (Nelson. 2009).
Pembentukan aneurisma paling sering terjadi pada populasi usia tua.
Penuaan menyebabkan perubahan kolagen dan elastin, yang mengakibatkan
melemahnya dinding aorta dan pelebaran aneurisma (Tseng. 2009).
False aneurysm paling sering terbentuk di aorta desenden dan timbul
akibat ekstravasi darah kedalam suatu kantong yang lemah yang dibentuk oleh
tunika adventitia pembuluh darah, karena peningkatan tegangan dinding, false
aneurysm dapat terus membesar dari waktu ke waktu (Tseng. 2009).
13
Sindrom Marfan adalah suatu penyakit jaringan ikat yang ditandai adanya
abnormalitas dari skletal, katup jantung, dan mata. Individu dengan penyakit ini
memiliki resiko untuk terbentuknya aneurisma terutama anurisma aorta torakalis.
Sindrom Marfan merupakan kelainan genetik autosomal dominan dimana terjadi
abnormalitas dari fibrilin suatu protein struktural yang ditemukan di aorta (Tseng.
2009).
Aterosklerosis merupakan penyebab jarang aneurisma aorta toraks
ascending. Sebaliknya, aterosklerosis merupakan etiologi utama dari aneurisma
dari aorta toraks descending. Aneurisma ini biasanya berasal hanya dari distal
arteri subklavia kiri. Patogenesis aneurisma aterosklerotik di aorta toraks dapat
menyerupai aneurisma abdominal, tapi ini belum diteliti. (Jonathan Golledge.
2006).
Sifilis pernah mungkin penyebab paling umum dari ascending aneurisma
aorta toraks, tetapi dalam era pengobatan antibiotik yang agresif, aneurisma luetic
tersebut jarang terlihat di pusat-pusat medis modern. Meskipun T.pallidum ini
dalam sifilis dapat menyerang pembuluh darah kecil disetiap bagian tubuh, karena
infeksi tersebut tidak bergejala sampai setelah 15 sampai 20 tahun kemudian, usia
penderita paling sering berkisar antara 40-55 tahun. Aortitis sifilitik hampir selalu
terjadi pada aorta torakalis, biasanya menyerang bagian ascendens dan
transversum, dengan kerusakan tunika media, aorta kehilangan penunjang
kekenyalannya dan cenderung melebar, membentuk aneurisma sifilitik. Penyertaan
arterosklerotik sekunder pada daerah yang rusak ini hampir selalu ada yang dapat
mendukung kelemahan dinding aorta. Aneurisma sifilitik kadang-kadang sangat
besar mencapai diameter 15-20 cm, dapat berisi trombus. (Robbins. 1995).
Trauma Non-penetrating aorta biasanya terjadi sebagai akibat dari cedera
deselerasi. Paling sering, dalam hasil trauma transeksi sebagian atau lengkap dari
aorta toraks descendens yang berdekatan dengan arteri subklavia kiri. Mayoritas
dari penderita dengan transeksi aorta meninggal dalam waktu satu jam, dan yang
lain-lain menjalani perbaikan aorta selama rawat inap awal. Namun, pada 1%
sampai 2% dari pasien tersebut, transeksi aorta traumatis pada awalnya tidak
didiagnosis, dan pasien dapat terus mengembangkan pseudoaneurysms kronis di
14
tubuh mereka. Aneurisma ini berbeda karena bentuknya biasanya sakular (bukan
bentuk fusiform lebih umum), relatif diskrit, dan terletak tepat di sebelah distal
arteri subklavia kiri. (Jonathan Golledge. 2006).
2.2.5. Patogenesis
Aorta manusia adalah sirkuit yang relatif rendah tahanan untuk peredaran
darah. Ekstremitas bawah memiliki tahanan arteri yang terbesar, dan trauma yang
berulang sebagai cerminan gelombang arterial pada distal aorta dapat mencederai
dinding aorta dan menyebabkan degenerasi aneurisma. Hipertensi sistemik juga
dapat mencederai, dan mempercepat ekspansi aneurisma (Wassef. 2001).
Secara hemodinamik, keadaan dilatasi aneurisma dan peningkatan stress
dinding sesuai dengan hukum Laplace. Peningkatan diameter, diikuti dengan
peningkatan tekanan dinding, sebagai respon terhadap peningkatan diameter.
Meningkatnya tekanan, maka meningkat pula risiko ruptur. Peningkatan tekanan
(hipertensi sistemik) dan meningkatnya ukuran aneurisma memicu tekanan pada
dinding dan lebih lanjut meningkatkan risiko ruptur (Wassef. 2001).
Aliran turbulen pada daerah bifurkasio dapat ikut meningkatkan insiden
aneurisma di tempat-tempat tertentu. Suplai darah ke pembuluh darah melalui
vasa vasorum diduga dapat terganggu pada usia lanjut, memperlemag tunika
media dan menjadi faktor predisposisi terjadinya aneurisma. (Silvia A.Price &
Lorraine M.Wilson. 2005).
Patogenesis dari pembentukan aneurisma aorta abdominalis belum
dimengerti secara baik. Aneurisma aorta abdominalis dikarakteristikkan dengan
destruksi elastin dan kolagen pada tunika media dan adventitia, hilangnya sel otot
polos tunika media dengan penipisan dinding pembuluh, dan infiltrat limfosit dan
makrofag transmural. Atherosclerosis adalah gambaran utama yang mendasari
aneurisma (Wassef. 2001).
15
Dinding aorta yang mengalami pekapuran menjadi lebih tebal dan relatif
kurang elastik bila dibanding dengan dinding pembuluh darah sekitarnya.
Pembentukan plak pada intima disusul oleh perdarahan lokal, ulserasi,
pembentukan trombus, dan perkapuran. Hal ini dapat melemahnya dinding aorta.
(H.D. Jusi. 1991).
Terdapat beberapa mekanisme dalam patogenesis aneurisma aorta
abdominalis:
- Degradasi proteolitik dari dinding jaringan ikat aorta—
pembentukan aneurisma melibatkan proses yang komplek dari
destruksi tunika media aorta dan jaringan penyokongnya melalui
degradasi elastin dan kolagen. Pada model in vivo dari pembentukan
aneurisma aorta abdominalis, meliputi aplikasi calcium chloride dan
perfusi elastase intraluminal, telah digunakan untuk meningkatkan
peran berbagai protease selama pembentukan aneurisma. Model
tersebut, sebaik yang telah dipelajari juga pada jaringan aorta manusia,
menunjukkan bahwa berbagai matrix metalloproteinase proteinases
(MMPs), berasal dari makrofag dan sel otot polos aorta, memainkan
peran terintegrasi dalam pembentukan aneurisma. Disolusi kolagen
intersisial mengikuti ekspresi dari collagenase MMP-1 dan MMP-13
pada aneurisma aorta abdominalis manusia. Elastase MMP-2
(gelatinase A), MMP-7 (matrilysin), MMP-9 (gelatinase B), dan
MMP-12 (elastase makrofag) juga meningkat pada jaringan aneurisma
aorta. Matrix metalloproteinase proteinases-12 (MMP-12),
diekspresikan tinggi pada aneurisma aorta abdominalis manusia dan
dapat berperan penting dalam inisiasi aneurisma. Sebagai tambahan,
tingginya kadar MMP-2, ditemukan pada aneurisma aorta yang kecil,
menunjukkan peran MMP-2 pada pembentukan awal aorta. Terakhir
elastase MMP-9 yang dapat diinduksi meningkat pada jaringan aorta,
juga pada serum pasien aneurisma. Selama pembentukan aneurisma,
keseimbangan remodeling dinding pembuluh antara MMPs dan
16
inhibitornya yaitu Tissue Inhibitors of Metalloproteinases (TIMPs),
menentukan degradasi elastin dan kolagen. Lebih lanjut mekanisme
biologis yang menginisiasi proteolitik enzim pada aorta belum
diketahui (Wassef. 2001).
Akibat massa kolagen dan peningkatan lingkar aorta, serat elastin
menyebar ke area yang lebih luas dan serat elastin gagal untuk
mengimbangi beban hemodinamik. Semua perubahan lambat laun
meningkatkan diameter aorta. Hal ini juga diketahui bahwa elastin
memperkuat dinding aorta terhadap gelombang pulsatil. Sejumlah
penelitian telah menunjukkan bahwa aktivitas elastase meningkat
dalam aorta pasien dengan penyakit aneurisma. Jadi, elastolisis dapat
menjadi gangguan utama yang mempengaruhi sifat mekanik aorta.
Akibatnya, serat kolagen interstisial melakukan peran utama dalam
bantalan tegangan mekanik. Namun, proses kompensasi ini memiliki
sebuah titik akhir. Di luar batas ini, jaringan kolagen tidak dapat
mengkompensasi dampak hemodinamik dan ekspansi aorta terus
terjadi. (Kadoglou. 2004).
- Inflamasi dan respon imun—gambaran histologi yang menonjol dari
aneurisma aorta abdominalis adalah infiltrasi transmural oleh makrofag
dan limfosit. Dihipotesiskan bahwa sel ini secara simultan melepaskan
kaskade sitokin yang menghasilkan aktivasi berbagai protease. Konsep
bahwa pembentukan aneurisma adalah respon autoimun didukung oleh
infiltrat ekstensif dari limfosit dan monosit, juga deposisi
imunogobulin G yang reaktif terhadap matriks protein ekstraselular
pada dinding aorta. Tunika adventitia tampaknya adalah area utama
yang menjadi tempat infiltrasi leukosit dan aktivasi inisial MMP.
(Wassef. 2001).
17
- Molekular genetik—Beberapa fenotip telah ditemukan berhubungan
dengan pembentukan aneurisma aorta abdominalis. Sebagai tambahan,
adanya penurunan frekuensi aneurisma pada pasien dengan Rh-
negative blood group. (Wassef. 2001).
Gambar 8. Skema patogenesis aneurisma aorta
(http://lh6.ggpht.com/_I0UHlGxoP6A/SaQOl5ai79I/AAAAAAAAAkw/QwSvrTz58
oo/clip_image0204.jpg)
2.2.6. Gejala dan Tanda
Aneurisma terbentuk secara perlahan selama beberapa tahun dan
sering tanpa gejala. Jika aneurisma mengembang secara cepat, maka terjadi
robekan (ruptur aneurisma), atau kebocoran darah disepanjang dinding
pembuluh darah ( aortic dissection), gejala dapat muncul tiba-tiba. (Tseng.
2009).
Gejala dan tanda dari penyakit ini dapat berupa : (1) hipotensi (2)
syncope (3) disfungsi urin (4) disfungsi ginjal (5) nyeri di perut yang dapat
menjalar ke punggung. (Frank.a. 2000).
a. Aneurisma Aorta Abdominalis.
Aneurisma asimptomatik—aneurisma ini biasanya ditemukan saat
pemeriksaan fisik rutin. Lebih sering aneurisma asimptomatik ditemukan
18
sebagai penemuan insidental saat pemeriksaan USG abdomen atau CT scan.
Denyut perifer biasanya normal, tetapi penyakit arteri oklusif pada renal atau
ekstremitas bawah sering ditemukan pada 25% kasus. Aneurisma arteri
popliteal terdapat pada 15% kasus pasien dengan aneurisma aorta
abdominalis. (O’Connor. 2010).
Aneurisma simptomatik—nyeri mid-abdominal atau punggung bawah atau
keduanya dan adanya pulsasi aorta prominen dapat mengindikasikan
pertumbuhan aneurisma yang cepat, ruptur, atau aneurisma aorta
inflamatorik. Aneurisma inflamatorik terhitung kurang dari 5% dari
aneurisma aorta dan retroperitoneal dengan sebab yang belum diketahui. Pada
pasien ini terdapat demam ringan, peningkatan laju endap darah, dan riwayat
infeksi saluran pernapasan atas yang baru saja; pasien sering sebagai perokok
aktif. Infeksi aneurisma aorta (baik dikarenakan oleh emboli septik atau
kolonisasi bakteri aorta normal dari aneurisma yang ada) sangat jarang terjadi
tetapi harus diperkirakan pada pasien dengan aneurisma sakular atau
aneurisma yang bersamaan dengan fever of unknown origin. (O’Connor.
2010).
Ruptur aneurisma—pasien dengan ruptur menderita nyeri hebat pada
punggung, abdomen, serta hipotensi. Ruptur posterior terbatas pada
retroperitoneal dengan prognosis yang lebih baik daripada ruptur anterior ke
rongga peritoneum. 90% meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Satu-
satunya kesempatan untuk menolong adalah perbaikan bedah emergensi.
(O’Connor, 2010 & Nelson. 2009).
19
Tabel 1. Faktor Resiko Ruptur Aneurisma Aorta Abdominalis (Sabiston
Textbook of Surgery)
Gejala ruptur antara lain:
- Sensasi pulsasi di abdomen
- Nyeri abdomen yang berat, tiba-tiba, persisten, atau konstan. Nyeri
dapat menjalar ke selangkangan, pantat, atau tungkai bawah.
- Nyeri pada punggung bawah yang berat, tiba-tiba, persisten, atau
konstan, dapat menjalar ke selangkangan, pantat, atau tungkai bawah
- Anxietas
- Nausea dan vomiting
- Kulit pucat
- Shock
- Massa abdomen
b. Aneurisma Aorta Thoracica
Manifestasi klinisnya tergantung dari besarnya ukuran, posisi aneurisma, dan
kecepatan tumbuhnya. Sebagian besar adalah asimptomatik dan ditemukan
dalam prosedur diagnostik untuk keadaan lain. Beberapa pasien mengeluh
nyeri substernal, punggung, atau leher. Yang lainnya menderita dispneu,
stridor, atau batuk akibat penekanan pada trakhea, disphagia akibat
penekanan pada esophagus, hoarseness akibat penekanan pada nervus
laryngeus recurrent sinistra, atau edema leher dan lengan akibat penekanan
pada vena cava superior. Regurgitasi aorta karena distorsi anulus valvula
aortikus dapat terjadi dengan aneurisma aorta ascenden (Tseng. 2009).
20
2.2.7. Diagnosa Klinis
Pada aneurisma yang letaknya perifer, diagnosis klinis biasanya tidak
sulit. Aneurisma sentral yang letaknya dalam rongga tubuh yang besar seperti
rongga toraks atau rongga abdomen sangat sulit didiagnosis. Tidak jarang
penderita datang dengan salah satu komplikasi aneurisma, biasanya berupa
ruptur. Pemeriksaan penunjang ultrasonografi dan arteriografi dapat
memberikan diagnosis pasti. (widjoseno-gardjito).
Diagnosa aneurisma aorta ditegakkan berdasarkan keluhan , gejala
klinis dan pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan massa
yang berdenyut dan letaknya ditengah abdomen. Ditemukan bising yang
selaras dengan denyut jantung di atas massa tersebut. (widjoseno-gardjito).
Aneurisma torakalis harus cukup besar untuk dapat menimbulkan
gejala ; akibatnya, aneurisma mungkin baru ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan radiogram toraks. Jika benar-benar timbul gejala, biasanya
disebabkan oleh perluasan dan kompresi pada struktru organ yang
berdekatan, seperti pada; oesofagus, dapat menimbulkan disfagia; kompresi
saraf laringeus rekuren dapat menyebabkan suara serak; kompresi pada
bronchus dapat menyebabkan sesak nafas terus menerus. (Silvia A.Price &
Lorraine M.Wilson. 2005).
2.2.7.1. Pemeriksaan fisik
Kebanyakan aneurisma ditemukan saat pemeriksaan fisik rutin.
Pemeriksa harus selalu mencoba untuk dapat menentukan diameter aorta
abdominalis di atas umbilikus. Normalnya aorta abdominal mempunyai
diameter kurang dari 2,5 cm. Jika pulsasi aorta yang menonjol teraba,
terutama jika pasien gemuk, maka aneurisma aorta abdominal harus diduga.
(Robert W Barnest. 1994).
Bila pada anamnesa penderita sendiri merasa adanya pembengkakan
di perut yang berdenyut sesuai irama nadinya, maka diagnosa aneurisma aorta
abdominal sudah hampir pasti. Pada inspeksi tampak tumor yang berdenyut
kuat dibawah dinding perut. Pada auskultasi terdengar bising sistolik setinggi
21
tulang lumbal 2. Pada perkusi dinding abdomen suara yang tedengar akan
memuncak, perkusi tidak menimbulkan rasa sakit. Pada palpasi teraba
bifurkasi aorta yang telah beranjak naik, pada posisi duduk setinggi pusat,
sedangkan batas atas aneurisma teraba sampai arcus costarum. Pulsasi yang
kuat akan teraba kecuali pada trombus total, bila sakit biasanya ada
kebocoran akibat ruptur. (H.D. Jusi. 1991).
Gambar 9. Massa abdomen pada pemeriksaan fisik aneurisma aorta
abdominalis
2.2.7.2. Pemeriksaan Penunjang
Aneurisma banyak terjadi pada aorta ascendens. Untuk melihat bentuk
dari aneurisma perlu dibuat proyeksi PA, lateral dan oblik. Bentuk aneurisma
yang slindris dan sacullar akan tampak nyata dan berbatas tegas dengan aorta
yang masih normal. Perlu pula diperhatikan adanya pendorongan alat-alat
organ lain yang berdekatan, misalnya oesofagus, tracea, dan bronchus. Oleh
karena itu pada pemeriksaan radiologi, oesofagus harus diisi dengan barium.
Selain dii aorta ascendens, aneurisma dapat terjadi dan timbul dii arcus aorta
dan aorta descendens, dan bahkan dapat multipel. (Sudarmo S.Purwohudoyo.
1984).
22
a. Ultrasound adalah pemeriksaan skrining pilihan dan bernilai juga untuk
mengikuti perkembangan aneurisma pada pasien dengan aneurisma yang
kecil (<5 cm). Biasanya aneurisma membesar 10% diameter per tahunnya;
sehingga USG abdomen direkomendasikan untuk aneurisma yang lebih
besar 3,5 cm. (Nelson. 2009).
Gambar 10. USG abdomen pada aneurisma aorta
(http://lh5.ggpht.com/_I0UHlGxoP6A/SaQOqwFx1qI/AAAAAAAA
Ak4/t6pCkRN4IoM/clip_image0224.jpg)
b. CT scan — tidak hanya tepat dalam menentukan ukuran aneurisma
tetrapi juga menentukan hubungan terhadap arteria renalis (Nelson.
2009).
23
Gambar 11. CT scan
abdomen pada aneurisma
aorta
(http://lh6.ggpht.com/_I0
UHlGxoP6A/SaQOv17eh
UI/AAAAAAAAAlA/5x
O5iASbtJQ/
clip_image0234.gif)
c. Tomografi — bisa bermanfaat mengevaluasi aneurisma yang tidak
mudah dievaluasi dengan ultrasonografi, seperti anurisma
suprarenalis atau aorta torasika, aneurisma disekans, aneurisma pelvis
sejati, aneurisma palsu pasca bedah. (Robet W.Barnest. 1994).
d. Ultrasonografi (USG) adalah metode, relatif murah, noninvasif
sensitivitas tinggi (> 98%) dan spesifisitas (hampir 100%) untuk
deteksi AAA. Ultrasonografi mengukur diameter aorta anterior-
posterior perut lebih akurat. Ultrasonografi juga dapat memberikan
informasi tentang ukuran dan bentuk dari trombus luminal dalam
AAA dan adanya aneurisma iliaka. (Janet T. Powell. 2004).
e. Angiography aorta (aortography) — diindikasikan sebelum repair
aneurisma arterial oclusive disease pada viseral dan ekstremitas
bawah atau saat repair endograft akan dilakukan.
Gambar 12. Aortography aorta abdominalis pada aneurisma aorta
24
2.2.8. Diagnosa Banding
Aneurisma aorta harus dibedakan dengan tumor jaringan lunak
didekat aorta, seperti tumor retroperitoneal : limpoma, lipoma, dan
limposarkoma yang melekat pada aorta. Kelainan ini dapat dibedakan dengan
pemeriksaan fisik yang teliti. Aneurisma ini menimbulkan denyut yang terasa
disetiap bagian massa sedangkan tumor tidak demikian. (widjoseno-gardjito).
2.2.9. Penatalaksanaan
- Farmako terapi :
– Antihipertensif untuk mempertahankan tekanan sistolik pada 120mmHg
atau kurang
– Propanolol untuk menurunkan kekuatan pulsasi dalam aorta dengan
menurunkan kontraktilitas miokard.
Pembedahan dilakukan jika pengobatan farmako terapi tidak berhasil
untuk mencegah pembesaran aneurisma atau pasien menunjukan gejala-
gejala nyeri semakin memburuk.
a. Aneurisma aorta abdominalis
Terapi aneurisma dahulu adalah intervensi bedah atau observasi (watchful
waiting) dengan kombinasi pengawasan tekanan darah. Sekarang,
endovascular atau teknik invasif minimal telah dikembangkan untuk
berbagai tipe aneurisma.
Jika aneurisma berukuran kecil dan tidak ada gejala (misalnya aneurisma
yang ditemukan saat pemeriksan kesehatan rutin), maka
direkomendasikan pemeriksaan kesehatan periodik saja, meliputi
pemeriksaan USG tiap tahunnya, untuk memantau apakah aneurisma
menjadi besar. (Gloviczki, P & Ricotta, JJ. 2007).
Indikasi operasi : pasien dengan diagnosis aneurisma ≥ 5 cm atau dengan
pelebaran aneurisma yang progresif dipertimbangkan untuk dilakukan
pembedahan. Perubahan mendadak seperti nyeri yang sangat hebat
25
merupakan tanda bahaya dan dapat merupakan suatu tanda pelebaran
aneurisma yang progresif, kebocoran, dan ruptur. Tujuan tindakan bedah
adalah melaksanakan operasi sebelum komplikasi terjadi (Gloviczki, P
& Ricotta, JJ. 2007).
Ada dua pendekatan tindakan bedah. Dahulu dengan membuka abdomen.
Pembuluh darah yang abnormal digantikan oleh graft yang dibuat dari
material sintetis, seperti Dacron. Pendekatan lain disebut endovascular
repair . Tube tipis disebut catheters dimasukkan lewat arteri. Tube ini
memungkingkan graft diletakkan tanpa membuat potongan besar di
abdomen dan penyembuhan dapat lebih cepat.
Pasien dengan aneurisma aorta abdominalis sering berhubungan dengan
adanya penyakit jantung, paru, pembuluh darah perifer, dan ginjal.
Penilaian keadaan komorbid penting untuk menentukan resiko untuk
perbaikan dengan pembedahan
dan untuk merencanakan intervensi preoperatif untuk mengurangi resiko
pembedahan (Gloviczki, P & Ricotta, JJ. 2007).
Teknik Perbaikan dengan Pembedahan Terbuka (Open Repair).
Terdapat beberapa pendekatan untuk melakukan pembedahan terbuka,
setiap teknik memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
1. Transperitoneal Approach
Teknik ini memudahkan dan lebih fleksibel untuk mengeksplor
AAA, arteri renali, dan kedua arteri iliaca. Dibuat midline incision
abdomen dari xiphoid sampai pubis, panjang insisi tergantung dari
besar aneurisma (Gloviczki, P & Ricotta, JJ. 2007).
26
Gambar 13. Teknik Perbaikan transperitoneal AAA dengan graft prostese lurus atau
bercabang. D, duodenum; IMA, inferior mesenteric artery; IMV, inferior mesenteric
vein; LRV, left renal vein; SMA, superior mesenteric artery. (Mayo Foundation for
Medical Education and Research dari Sabiston Textbook of Surgery)
27
2. Retroperitoneal Approach
Pendekatan transperitoneal pada pasien dengan keadaan abdomen
yang kurang mendukung untuk menjalani operasi seperti
aneurisma suprarenal yang luas, horseshoe kidney, peritoneal
dialysis, inflammatory aneurysm, atau asites. Pada keadaan ini
dengan pendekatan retroperitoneal adalah yang paling baik.
Dengan teknik ini, posisi pasien lateral dekubitus kanan. Insisi
untuk lapangan operasi pada pertengahan dari atas crista iliaca
dan tepi kosta. Lengan kiri diberi bantalan dan diletakkan diatas
lengan kanan dengan diberi penyokong. Derajat kemiringan bahu
60o dan panggul 30o untuk memudahakan mengeksplor lapangan
operasi.
Insisi pada sela iga X dimulai dari linea aksilaris posterior
dilebarkan ke medial sampai batas lateral rectus sheat menuju titik
tengah antara umbilikus dan simfisis pubis (Gloviczki, P
& Ricotta, JJ. 2007).
Gambar 14. Teknik Perbaikan retroperitoneal AAA dengan graft prostese lurus
(Mayo Foundation for Medical Education and Research dari Sabiston Textbook of
Surgery)
28
3. Minimal Incision Aortic Surgery
Pemilihan pasien sangat penting karena pasien obesitas dan yang
membutuhkan graft bercabang bukan kandidat dengan prosedur
ini. Panjang insisi midline di periumbilikan kurang dari 12 sampai
15 cm, sampai kurang dari 9 cm insisi proksimal dari umbilikus
(Gloviczki, P & Ricotta, JJ. 2007).
Gambar 15. Minimal incision aortic surgery (MIAS) (Sabiston
Textbook of Surgery)
Endovascular Aortic Aneurysm Repair (EVAR).
Teknik EVAR, stent-graft dimasukkan ke dalam lumen aneurisma
melalui arteri femoralis dan difiksasi ditempatnya pada leher aorta yang
tidak mengalami aneurisma dan arteri iliaca dengan melebarkan stent atau
balloon-expandable stents. Beberapa stent-grafts memiliki mata kail, pin,
atau kait untuk fiksasi stent (Gloviczki, P & Ricotta, JJ. 2007).
29
Gambar 16. Teknik EVAR. (Mayo Foundation for Medical Education and Research
dari Sabiston Textbook of Surgery)’
b. Aneurisma aorta Thoracica
Indikasi untuk pembedahan meliputi adanya gejala, ekspansi cepat, atau
ukuran yang lebih besar dari 5 cm. Risiko operasi dari kondisi komorbid
harus dipertimbangkan jika merekomendasikan repair aneurisma yang
asimtomatik. Morbiditas dan mortalitas tinggi dibandingkan dengan
aneurisma aorta abdominal. Insisi aneurisma thoracoabdominal
berasosiasi dengan risiko tinggi komplikasi pulmonal dan manajemen
nyeri postoperatif yang lebih ekstensif. Adanya nervus laryngeus
recurrent, nervus phrenicus, dan arteria subklavia membuat trauma
terhadap bangunan tersebut menjadi mungkin. Arteria radicularis major
(artery of Adamkiewicz) muncul dari arteri intercostalis antara T8 dan L1
dan sebagai arteri medulla spinalis yang dominan pada 80% pasien,
menunjukkan adanya risiko paraplegi selama repair aneurisma thoracica.
Repair endovascular dari aneurisma aorta thoracica mengurangi risiko
kardiopulmonal, tetapi lokasi aneurisma yang sulit dapat menggantikan
repair endovascular dengan metode terkini. Penelitian terbaru
mengembangkan branched stent graft untuk perbaikan dari aneurisma
arkus dan thorakoabdominal (Tseng. 2009)
30
Algoritma 1. Penatalaksanaan pasien dengan dugaan aneurisma aorta.
(Sabiston Textbook of Surgery)
31
TIDAKYA
DUGAAN ANEURISMA AORTA
DUGAAN RUPTUR ?
Diameter sonogram
>5.0 cm<5.0 cm
Calon Operasi ?
YATIDAK
Penyakit Penyerta ?
Hipertensi, emboli
YA TIDAK
Operasi arteriogram
Observasi
Pembesaran
Resiko Operasi Tinggi ?
YATIDAK
CT-scan atau Sonogram
Ruptur ?
TIDAKYA
Aneurismektomi
2.2.10. Komplikasi
Komplikasi aneurisma aorta dapat berupa ruptur atau emboli, ruptur
aneurisma aorta abdominalis (AAA) sering terjadi. Emboli yang berasal dari
trombus didalam aneurisma dapat menyebabkan obstruksi arteri di
eksterimitas dan organ dalam. Jika terjadi ruptur angka kematian semakin
besar menjadi 50%. (Robert W barnest).
Komplikasi pasca-bedah secara dini meliputi perdarahan serta
trombosis dan embolisasi. Selain itu dapat timbul komplikasi urologi yang
mencakup obstruksi ureter atau dapat terjadi trauma ureter oleh karena
kurang hati-hati selama pembedahan, komplikasi lanjut setelah perbaikan
aneurisma mencakup perkembangan aneurisma palsu yang timbul sebagai
proses infeksi. (Robert W barnest).
2.2.11. Prognosis
Outcome biasanya baik jika perbaikan dilakukan oleh ahli bedah yang
berpengalaman sebelum ruptur. Kurang dari 50% dari pasien bertahan dari
ruptur aneurisma abdominal. Mortalitas setelah open elective atau
endovascular repair adalah 1-5%. Pada umumnya pasien dengan aneurisma
aorta yang lebih besar dari 5 cm mempunyai kemungkinan tiga kali lebih
besar untuk meninggal sebagai konsekuensi dari ruptur dibandingkan dari
reseksi bedah. Survival rate 5 tahun setelah tindakan bedah adalah 60-80%.
5-10% pasien akan mengalami pembentukan aneurisma lainnya berdekatan
dengan graft.
32
BAB III
PEMBAHASAN / DISKUSI
3.1. DefinisiAneurisma adalah suatu penonjolan (pelebaran, dilatasi) pada dinding suatu
arteri. Aneurisma Aorta Abdominalis terjadi pada bagian dari aorta yang melewati
perut. Aneurisma dapat terjadi bila ditemukan melemahnya dinding pembuluh darah,
khususnya aorta.
Penyakit ini cenderung terjadi pada suatu keluarga (diturunkan).
Aneurisma ini sering terjadi pada penderita tekanan darah tinggi, ukurannya lebih
besar dari 7,5 cm dan bisa pecah. (Diameter normal dari aorta adalah 1,8-2,5 cm).
dapat juga ditemukan pada penyakit genetik seperti sindroma warfan, sindrom turner.
Aneurisma aorta ini banyak ditemukan pada golongan usia tua, dikarenakan sudah
berkurangnya sifat elastik dari pembuluh darah pada orang lanjut usia.
3.2. Penyebab
Penyebab yang pasti tidak diketahui, tetapi faktor resiko terjadinya aneurisma
aorta abdominalis adalah aterosklerosis dan hipertensi. Aneurisma aorta abdominalis
bisa disebabkan oleh:
- Infeksi
- Kelainan bawaan pada jaringan ikat yang membentuk dinding arteri
- Trauma
Aneurisma aorta abdominalis bisa terjadi pada siapa saja, tetapi paling sering
ditemukan pada pria usia 40-70 tahun. Pada anak-anak, aneurisma bisa terjadi akibat
cedera tumpul pada perut atau akibat sindroma Marfan. Komplikasi yang sering
terjadi adalah pecahnya aneurisma yang bisa menyebabkan perdarahan hebat ke
dalam rongga perut. Aneurisma yang pecah lebih sering ditemukan pada penderita
yang memiliki aneurisma lebih besar dari 5 cm. Penyakit ini dapat terjadi akibat
defek pada beberapa komponen dari dinding arteri serta beberapa faktor risiko untuk
33
terjadinya aneurisma aorta meliputi tekanan darah yang tinggi, kadar kolesterol yang
tinggi, diabetes, perokok tembakau, dan alkohol.
3.3. Patogenesa
Aneurisma terjadi karena pembuluh darah kekurangan elastin, kolagen, dan
matriks ekstraseluler yang menyebabkan melemahnya dinding aorta. Kekurangan
komponen tersebut bisa disebabkan oleh faktor inflamasi (aterosklerosis). Sel radang
pada dinding pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis mengeluarkan matriks
metalloproteinase. Matriks metalloproteinase akan menghancurkan elastin dan
kolagen, sehingga persediaannya menjadi berkurang. Selain matriks
metalloproteinase, faktor lain yang berperan terjadinya aneurisma adalah
plasminogen activator, serin elastase, dan katepsin.
Aneurisma akan mengakibatkan darah yang mengalir pada daerah tersebut
mengalami turbulensi. Keadaan itu menyebabkan deposit trombosit, fibrin, dan sel-
sel radang. Akibatnya, dinding aneurisma akan dilapisi trombus. Lama kelamaan
trombus berlapis tersebut akan membentuk saluran yang sama besar dengan saluran
aorta bagian proksimal dan distal.
Selain itu, interaksi dari banyak faktor lain dapat menjadi predisposisi
pembentukan aneurisma pada dinding aorta. Aliran turbulen pada daerah bifurkasio
dapat ikut meningkatkan insiden aneurisma di tempat-tempat tertentu. Suplai darah
ke pembuluh darah melalui vasa vasorum diduga dapat terganggu pada usia lanjut,
memperlemah tunika media dan menjadi faktor predisposisi terbentuknya aneurisma.
Apapun penyebabnya, perkembangan aneurisma akan selalu progresif.
Tegangan atau tekanan pada dinding berkaitan langsung dengan radius pembuluh
darah dan tekanan intraarteri. Dengan melebar dan bertambahnya radius pembuluh
darah, tekanan dinding juga meningkat sehingga menyebabkan dilatasi dinding
pembuluh darah. Sehingga angka kejadian ruptur aneurisma juga meningkat seiring
meningkatnya ukuran aneurisma. Selain itu, sebagian besar individu yang mengalami
aneurisma juga menderita hipertensi sehingga menambah tekanan dinding dan
pembesaran aneurisma.
34
3.4. KlasifikasiAneurisma Aorta dapat dibagi berdasarkan morfologi dan lokasinya. Menurut
morfologinya, aneurisma aorta dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Fusiform aortic aneurysm : bentuknya lebih baik, dilatasinya simetris pada
sekeliling dinding aorta, dan bentuknya lebih sering ditemukan.
2. Saccular aortic aneurysm : berbentuk seperti kantong yang menonjol keluar
dan berhubungan dengan dinding aorta melalui leher yang sempit.
3. Pseudoaneurysm or false aortic aneurysm : merupakan akumulasi darah
ekstravaskuler disertai disrupsi ketiga lapisan pembuluh darah. Dindingnya
merupakan trombus dan jaringan yang berdekatan.
Berdasarkan lokasinya, aneurisma aorta dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Abdominal aortic aneurysm (AAA) : lokasinya pada aorta abdominalis,
biasanya mulai dari bawah arteri renalis dan meluas ke bifurkasio aorta,
kadang-kadang melibatkan arteri iliaka. Aneurisma ini jarang meluas ke atas
arteri renalis untuk melibatkan cabang-cabang viseral mayor aorta.
2. Thoracic aortic aneurysm (AAT) : lokasinya pada aorta toraks, bagian-bagian
yang mengalami pelebaran biasanya pada ascending aorta di atap katup
aorta, aortic arch, dan descending thoracic aorta di luar arteri subklavia kiri.
3. Thoracoabdominalis aortic aneurysm (AATA) : lokasinya pada aorta
desendens yang secara bersamaan melibatkan aorta abdominalis.
3.5. Gejala dan Tanda- Penderita sering merasakan denyutan di perutnya.
- Aneurisma bisa menimbulkan nyeri, terutama berupa nyeri yang menusuk
dalam di punggung. Nyeri bisa menjadi berat dan biasanya menetap, tetapi
perubahan posisi badan bisa mengurangi rasa nyeri ini.
- Pertanda awal dari pecahnya aneurisma biasanya adalah nyeri yang luar biasa
di perut bagian bawah dan punggung dan nyeri tumpul di atas aneurisma.
- Pada perdarahan dalam yang berat, penderita bisa jatuh ke dalam keadaan
syok. Pecahnya aneurisma abdominalis sering berakibat fatal.
35
3.6. DiagnosaBanyak penderita yang tidak memiliki gejala dan terdiagnosis pada
pemeriksaan fisik rutin atau pada pemeriksaan rontgen yang dilakukan untuk alasan
lain.
Pada pemeriksaan fisik, dokter bisa merasakan adanya massa yang berdenyut
di garis tengah perut.Bila pada anamnesa penderita sendiri merasa adanya
pembengkakan di perut yang berdenyut sesuai irama nadinya, maka diagnosa
aneurisma aorta abdominal sudah hampir pasti. Pada inspeksi tampak tumor yang
berdenyut kuat dibawah dinding perut. Pada auskultasi terdengar bising sistolik
setinggi tulang lumbal 2. Pada perkusi dinding abdomen suara yang tedengar akan
memuncak, perkusi tidak menimbulkan rasa sakit. Pada palpasi teraba bifurkasi aorta
yang telah beranjak naik, pada posisi duduk setinggi pusat, sedangkan batas atas
aneurisma teraba sampai arcus costarum. Pulsasi yang kuat akan teraba kecuali pada
trombus total, bila sakit biasanya ada kebocoran akibat ruptur.
Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat membantu menegakkan diagnosis
aneurisma:
- Foto rontgen perut bisa memperlihatkan suatu aneurisma yang memiliki endapan
kalsium di dindingnya
- USG bisa menunjukkan dengan jelas ukuran dari aneurisma
- CT scan yang dilakukan setelah penyuntikan zat warna secara intravena, bisa secara
tepat menunjukkan ukuran dan bentuk aneurisma, tetapi biayanya mahal
- MRI scan juga merupakan pemeriksaan yang akurat, tetapi biayanya mahal.
3.7. PenatalaksanaanPenatalaksanaan aneurisma tergantung kepada ukurannya. Jika lebarnya
kurang dari 5 cm, jarang pecah; tetapi jika lebih lebar dari 6 cm, sering pecah.
Karena itu pada aneurisma yang lebih lebar dari 5 cm, dilakukan pembedahan.
Pada pembedahan dimasukkan pencangkokan sintetik untuk memperbaiki aneurisma.
Angka kematian karena pembedahan ini adalah sebesar 2%. Aneurisma yang pecah
36
atau terancam pecah, perlu ditangani melalui pembedahan darurat. Resiko kematian
selama pembedahan aneurisma yang pecah adalah sebesar 50%.
Operatif
Bedah elektif. Keputusan untuk melakukan operasi pada pasien aneurisma
asimtomatik bergantung dari risiko aneurisma tersebut mengalami ruptur.
Pembedahan elektif dilakukan bila diameter lebih dari 50 mm.
Komplikasi dini yang terjadi setelah operasi elektif meliputi iskemia jantung,
aritmia, dan gagal jantung kongestif (15%), insufisiensi pulmonal (8%),
kerusakan ginjal (6%), perdarahan (4%), tromboemboli distal (3%), dan infeksi
luka (2%).
Bedah darurat. Pasien dengan dugaan ruptur aneurisma perlu dipertimbangkan
dilakukan bedah darurat. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan
kematian selama pembedahan adalah usia lebih dari 80 tahun, kesadaran
menurun, konsentrasi Hb rendah, cardiac arrest, penyakit kardiorespiratori
parah.
Bedah Konvensional. Bedah konvensional adalah dengan menggunakan graft
prosthetic. Pemasangan graft dinilai efektif, dan kematian 30 harinya hanya 5%.
Risiko kematian paska pemasangan graft bergantung dari status kesehatan
pasien.
Endovaskular stent atau endoprotesis. Merupakan alat yang dimasukkan
secara endovaskular melalui arteri femoralis. Endoprotesis ini seperti selang yang
diameternya dapat dibuat sedimikian rupa hingga menyerupai diameter arteri
normal. Dengan adanya selang ini, darah hanya mengalir melalui selang tersebut,
tidak lagi melalui kantung aneurisma. Akibatnya, risiko trombosis dan ruptur
berkurang. Untuk menjaga agar diameter selang tidak berubah, maka pada selang
digunakan stent.
37
BAB IVKESIMPULAN
Aneurisma adalah suatu keadaan dilatasi lokal permanen dan ireversibel dari
pembuluh darah, dilatasi ini minimal 50% dari diameter normal. Insiden aneurisma
aorta abdominal menunjukkan peningkatan terutama pada usia tua.
Aneurisma dapat terjadi sebagai kelainan kongenital atau akuisita. Penyebab
pasti penyakit ini belum diketahui, defek pada beberapa komponen dari dinding
arteri serta beberapa faktor risiko untuk terjadinya aneurisma aorta meliputi tekanan
darah yang tinggi, kadar kolesterol yang tinggi, diabetes, perokok tembakau, dan
alkohol. Aneurisma dapat digolongkan berdasarkan bentuknya: sakular dan fusiform.
Pada aneurisma yang letaknya perifer, diagnosis klinis biasanya tidak sulit.
Aneurisma sentral yang letaknya dalam rongga tubuh yang besar seperti rongga
toraks atau rongga abdomen sangat sulit didiagnosis. Tidak jarang penderita datang
dengan salah satu komplikasi aneurisma, biasanya berupa ruptur. Pemeriksaan
penunjang ultrasonografi dan arteriografi dapat memberikan diagnosis pasti.
Pada umumnya pasien dengan aneurisma aorta yang lebih besar dari 5 cm
mempunyai kemungkinan tiga kali lebih besar untuk meninggal sebagai konsekuensi
dari rupture pembuluh darah dibandingkan dari aneurisma yang besarnya < 5cm.
38
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
- Baxter Timothy B. Terrin C Michael. Dalman L Ronald. “Aortic
Disease, Medical Management of Small Abdominal Aortic Aneurysms,
Circulation”. 2008; 117: 1883-1889
http://circ.ahajournals.org/content/117/14/1883 Diakses tanggal 1 Juli
2011
- Golledge, Jonathan . Muller, Juanita . Daugherty, Alan . Norman, Paul .
“Arteriosclerosis, Thrombosis, and Vascular Biology”. 2006; 26: 2605-
2613
http://atvb.ahajournals.org/content/26/12/2605. Diakses tanggal 1 Juli
2011
- Gray, H. “Anatomy of the Human Body, The Aorta.” 1918.
http://www.bartleby.com/107/142.html. Diakses tanggal 28 Juni 2011
- Jusi, H.D.”Dasar-Dasar Ilmu Bedah Vascular.” 1991. Jakarta ; FKUI
- Kadoglou, NP & Liapis, CD. “Matrix Metalloproteinases: Contribution to
Pathogenesis, Diag: Pathogenesis of Abdominal Aortic Aneurysm.”
2004. http://www.medscape.com/viewarticle/475262_2. Diakses tanggal
28 Juni 2011
- O'Connor, R.E. “Aneurysm, Abdominal.” 2010.
http://emedicine.medscape.com/article/756735-overview. Diakses
tanggal 28 Juni 2011
- Purwohudoyo, Sudarmo S. “Pemeriksaan Kelainan-Kelainan Kardiovascular
Dengan Radiografi Polos.” 1984. Jakarta ; FKUI
- Powell, Janet T. “Detection, Management, And Prospects For The Medical
Treatment Of Small Abdominal Aortic Aneurysms.” 2004.
http://atvb.ahajournals.org/content/24/2/241. Diakses tanggal 1 Juli 2011
39
- Price, Silvia A. “Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.” Ed.6,
Vol.2. 2002. Jakarta ; EGC
- Robbins, Stanley L. “Buku Ajar Patologi II, Ed. 4.” 1995. Jakarta ; EGC
- Sabiston, David C. “Buku Ajar Ilmu Bedah.” 1995. Jakarta ; EGC
- Sjamsuhidajat. R., de Jong. W. ”Buku Ajar Ilmu Bedah,” 2004. Jakarta; EGC- Tseng ,E. “Thoracic Aortic Aneurysm.” 2009.
http://emedicine.medscape.com/article/424904-overview. Diakses
tanggal 28 Juni 2011
- Wassef M, Baxter T, et.al. “Pathogenesis of abdominal aortic aneurysms: A
multidisciplinary research program supported by the National Heart,
Lung, and Blood Institute.” J of Vasc Surg. 2001.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11668331. Diakses tanggal 28 Juni
2011
- http://en.wikipedia.org/wiki/Aneurysm . Diakses 28 Juni 2011
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Arcus Aorta dan Cabangnya
Gambar 2 Skema Cabang-Cabang Arcus Aorta
40
Gambar 3 Aorta Torakalis
Gambar 4 Aorta Abdominalis
Gambar 5 Tipe Aneurisma
Gambar 6 Tipe Aneurisma Torakalis Descendens
Gambar 7 Tipe Aneurisma Aorta Abdominal
Gambar 8 Skema Patogenesa Aneurisma Aorta
Gambar 9 Massa Abdomen
Gambar 10 USG Aneurisma Aorta Abdominalis
Gambar 11 CT-scan Aneurisma Aorta Abdominalis
Gambar 12 Angiography Aneurisma Aorta Abdominalis
Gambar 13 Teknik Perbaikan Transpeitoneal AAA
Gambar 14 Teknik Perbaikan Retroperitoneal AAA
Gambar 15 Minimal Incision Aortic Surgery
Gambar 16 Teknik EVAR
41