191
VI. DATA PENGAMATAN Nama Simplisia : Capsici fructus Metode Ekstraksi : Maserasi (Maserasi Dingin) 1. Organoleptik Ekstrak Bentuk : cairan Warna : merah Bau : pedas dan menyengat Rasa : pedas 2. Rendemen Ekstrak Berat simplisia : 63,49 g Berat ekstrak yang diuapkan : 0,59 g Berat ekstrak total : 5,84 g Rendemen ekstrak : 9,198 % b/b 3. Bobot Jenis Ekstrak Berat piknometer kosong : 10,13 g Berat piknometer + air : 20,05 g Berat air : 9,92 g Volume piknometer : 10 mL Kerapatan air : 0,992 g/mL Berat piknometer + ekstrak : 18,28 g Volume pknometer : 10 mL Berat ekstrak : 8,15 g Kerapatan ekstrak : 0,815 g/mL Bobot jenis ekstrak : 0,8216 g/mL 4. Kadar air Ekstrak Berat ekstrak uji : 1,01g/mL

Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

VI. DATA PENGAMATAN

Nama Simplisia : Capsici fructus

Metode Ekstraksi : Maserasi (Maserasi Dingin)

1. Organoleptik Ekstrak

Bentuk : cairan

Warna : merah

Bau : pedas dan menyengat

Rasa : pedas

2. Rendemen Ekstrak

Berat simplisia : 63,49 g

Berat ekstrak yang diuapkan : 0,59 g

Berat ekstrak total : 5,84 g

Rendemen ekstrak : 9,198 % b/b

3. Bobot Jenis Ekstrak

Berat piknometer kosong : 10,13 g

Berat piknometer + air : 20,05 g

Berat air : 9,92 g

Volume piknometer : 10 mL

Kerapatan air : 0,992 g/mL

Berat piknometer + ekstrak : 18,28 g

Volume pknometer : 10 mL

Berat ekstrak : 8,15 g

Kerapatan ekstrak : 0,815 g/mL

Bobot jenis ekstrak : 0,8216 g/mL

4. Kadar air Ekstrak

Berat ekstrak uji : 1,01g/mL

Volume air : 0,1 mL

Kadar air : 9,9 % v/b

5. Pola Kromatogram Lapis Lipis

Page 2: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

No.

Bercak

Rf Pengamatan

Sinar Tampak UV 254 nm UV 366 nm

1 0 orange pekat ungu keabuan biru muda

2 0,175 orange muda - -

3 0,35 orange muda - -

4 0,7125 - - -

5 0,825 - - -

6 0,9875 orange pekat ungu keabuan biru muda

Rf Pengamatan dalam H2SO4 10 %

Page 3: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

No.

Bercak

Sebelum dioven Setelah dioven

UV 254 nm UV 366 nm UV 254 nm UV 366 nm

1 0 ungu keabuan biru muda ungu keabuan biru muda

2 0,175 - biru muda - biru muda

3 0,35 - - - -

4 0,7125 - - - biru muda

5 0,825 - - - biru muda

6 0,9875 - biru muda - biru muda

6. Pola Dinamolisis

Keterangan :

VII. PERHITUNGAN

1. Rendemen

Berat simplisia : 63.49 g

no Diameter (cm) warna

1 0,967 Jingga +++++

2 1,50 Jingga +++

3 2,0 Jingga ++++

4 2,63 Jingga ++

5 4,7 Jingga +

Page 4: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Berat ekstrak yang diuapkan : 0.59 g

Berat ekstrak total = 146 x 0.59 = 5.84 g 25

Rendemen ekstrak = Berat ekstrak total x 100% Berat simplisia

= 5.84 x 100% = 9.198 % 63.49

2. Bobot Jenis Ekstrak

Berat piknometer kosong : 10.13 g

Berat piknometer + air : 20.05 g

Volume piknometer : 10 mL

Volume piknometer + ekstrak : 18.28

Berat air = 20.05 – 10.13 = 9.92 g

Kerapatan air = Berat air volume piknometer

= 9.92 = 0.992 g/mL 10

Kerapatan ekstrak = Berat air volume piknometer

= 8.15 = 0.815 g/mL 10

Bobot jenis ekstrak = kerapatan ekstrak Kerapatan air

= 0.815 g/mL = 0.8126 0.992 g/mL

3. Kadar Air Ekstrak

Massa ekstrak kental : 1.01 g/mL

Volume : 0.1 mL

Kadar air ekstrak = Volume x 100% Massa ekstrak kental

= 0.1 x 100% = 9.9 % 1.01 g/mL

4. Rf

Rf = a/b

Page 5: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Bercak no.2 Rf = 1,4 cm = 0,175 8 cm

Bercak no.3 Rf = 2,8 cm = 0,35 8 cm

Bercak no.4 Rf = 5,7 cm = 0,7125 8 cm

Bercak no.5 Rf = 6,6 cm = 0,825 8 cm

Bercak no.6 Rf = 7,9 cm = 0,9875 8 cm

PembahasanB. Pemekatan Ekstrak

1. Ekstrak cair hasil maserasi dimasukkan dalam labu yang

dihubungkan dengan rotavapor.

2. Alat dijalankan dengan kecepatan 6 rpm pada suhu 60°C.

3. Ekstrak yang masih mengandung sedikit etanol 95% dimasukkan

dalam cawan penguap, lalu diletakkan di atas water bath

sampai diperoleh ekstrak kental.

4. Ekstrak kental ditimbang untuk selanjutnya dapat ditentukan

rendemennya.

Randemen (%) = Berat ekstrak total x 100%

Berat simplisia

C. Dinamolisis

1. Kertas Whatman diameter 10 cm, titik pusatnya dilubangi.

2. Dipasang sumbu yang terbuat dari kertas saring.

3. Kertas saring bersumbu ditutupkan pada cawan petri yang berisi

maserat/ekstrak cair.

4. Dibiarkan terjadi proses difusi sirkular selama kurang lebih 10

menit.

5. Gambaran dinamolisis diamati.

D. KLT

1. Dibuat pengembang yang terdiri dari toluen dan etil asetat

dengan perbandingan 7:3.

2. Diberi garis batas dan garis awal pada pelat KLT.

3. Ekstrak cair

E. Penetapan Bobot jenis Ekstrak

Page 6: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

1. Ditimbang piknometer dengan volume tertentu dalam keadaan

kosong.

2. Piknometer diisi penuh dengan air dan ditimbang ulang.

3. Kerapatan air ditetapkan.

4. Piknometer dikosongkan dan didisi penuh dengan ekstrak, lalu

ditimbang.

5. Melalui berat ekstrak yang mempunyai volume tertentu, dapat

ditetapkan bobot jenis ekstrak dengan rumus sebagai berikut:

Bobot jenis ekstrak = Kerapatan ekstrak

Kerapatan air

Setelah 24 jam, maserat diambil lalu dimasukkan ke dalam suatu wadah

tertutup. Sebagian kecil hasil ekstraksi di ambil untuk dilakukan uji KLT,

dinamolisis, dan untuk menentukan bobot jenis ekstrak. Selain itu, 25 ml

dipisahkan dan dimasukkan ke dalam cawan penguap untuk dihitung berat

rendemennya. Sebagian besar lagi dipekatkan di rotavapor untuk dihitung

kadar airnya.

Ekstrak kental yang diperoleh dari rotavapor yang masih mengandung

sedikit pelarut di masukkan ke dalam cawan penguap lalu ditaruh di atas

water bath. Tujuan dari penguapan ini adalah untuk menguapkan pelarutnya.

Ketika berat dari ekstrak kental tersebut konstan, maka menunjukkan bahwa

pelarut sudah menguap sempurna. Penguapan dengan evaporator disengaja

tidak semua pelarut diuapkan agar ekstrak kental tidak banyak yang lengket

di dalam labu.

Setelah ekstrak kental diperoleh, kemudian ditimbang sebanyak satu

gram untuk dihitung kadar airnya. Ekstrak kental tersebut didistilasi bersama

dengan toluen selama 15 menit. Dari percobaan, diperoleh kadar air dari

ekstrak capsici fructus adalah 0,1% v/b. Nilai ini telah memenuhi syarat kadar

air dari ekstrak yaitu ≤ 10%.

Dalam menghitung berat rendemen dari ekstrak, kita hanya

menggunakan metode sampling, yaitu sebanyak 25 ml dari hasil ekstrak. Hal

tersebut dilakukan karena untuk mengefektifkan waktu yang tersedia. Karena

jika kita menggunakan sebagian besar atau keseluruhan dari jumlah ekstrak,

maka dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk menguapkan pelarut dari

ekstrak sampel yang kita buat. Pertama- tama yang dilakukan adalah

menimbang berat dari cawan penguap, kemudian ekstrak sejumlah 25 ml

tersebut diuapkan di atas water bath sampai ekstrak benar-benar kering.

Page 7: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Kemudian ditimbang kembali berat ekstrak kering dan cawan penguap dan

hasilnya dikurangi dengan berat cawan penguap. Sehingga diperolehlah

rendemen ekstrak,yaitu sebesar 13,12 % b/b

Ekstrak cair yang sudah dipisahkan ditentukan bobot jenisnya dengan

cara menghitung terlebih dahulu berat jenis air menggunakan piknometer.

Langkah pertama yaitu mengkalibrasi piknometer. Tujuan dari pengkalibrasian

piknometer ini sendiri yaitu untuk mengetahui kapasitas volume dari

piknometer yang kita gunakan, karena sebagaimana kita ketahui, piknometer

merupakan alat kuantitatif, jadi volumenya dapat berubah-ubah jika disimpan

atau dikondisikan pada suhu yang berbeda. Prosedur pengkalibrasian

piknometer yang pertama yaitu dengan menimbang piknometer kosong,

kemudian piknometer tersebut diisi dengan air lalu ditimbang kembali,

dilakukan triplo agar mendekati hasil yang sebenarnya. Diperoleh kapasitas

volume pikno dengan mengurangkan berat piknometer berisi air dengan berat

piknometer kosong lalu hasilnya dibagi dengan kerapatan jenis air yang

tertera pada literatur. Selanjutnya, menghitung berat jenis ekstrak dari

simplisia. Pertama, piknometer diisi dengan ekstrak cair lalu ditimbang,

dilakukan triplo. Kerapatan ekstrak diperoleh dengan mengurangkan berat

piknometer dan ekstrak dengan berat piknometer kosong, lalu hasilnya dibagi

dengan kapasitas volume piknometer (volume dari hasil pengkalibrasian).

Sehingga bobot jenis ekstrak dapat diperoleh dengan membagi kerapatan

ekstrak dengan kerapatan air yaitu 0,810.

Selanjutnya adalah penentuan pola dinamolisis, yaitu dengan cara

melubangi titik pusat kertas Whatman diameter 10 cm, lalu dipasang sumbu

yang terbuat dari kertas saring. Keras saring ini kemudian ditutupkan pada

cawan petri yang berisi maserat/ ekstrak cair. Dibiarkan terjadi proses difusi

sirkular selama 10 menit. Dinamolisis dilakukan agar dapat melihat pola dari

ekstrak Dari hasil percobaan, terjadi pergerakan ekstrak membentuk pola

seperti bulat oval dengan diameter 2 cm; 2,63 cm;4,45 cm.Bagian terluar

pola berwarna orange muda, kuning, hijau muda.

Selanjutnya dilakukan analisis KLT (Kromatografi Lapis Tipis)

pengembang yang digunakan adalah toluen dan etil asetat dengan

perbandingan 7;3. Penempatan pelat pada pengembang tidak boleh melebihi

dari garis yang ditentukan pada pelat dan harus tegak lurus terhadap

pengembang agar pergerakan noda dan pembacaan harga Rf menjadi akurat.

Rf dihitung dengan membandingkan jarak yang ditempuh oleh ekstrak

terhadap jarak tempuh pelarut.

Page 8: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Dari hasil percobaan, nilai Rf yang didapatkan di bawah sinar UV 254

nm, hasilnya adalah noda dengan Rf 0,1125 (warna kuning-hjau), noda

dengan Rf 0,3625 (warna kuning), noda dengan Rf 0,4560 (warna kuning), dan

noda dengan Rf 0,8375 (warna kuning pias). Sedangkan pada sinar UV 366

dan sinar tampak tidak ditemukan bercak.

1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Pada teknik kromatografi lapis tipis, fase diamnya terdiri dari lapisan tipis

adsorben berupa silika gel, alumina atau selulosa pada plat pembawa seperti

lempengan gelas, alumunium foil yang tebal, atau lembaran plastik.

Prosesnya hampir sama dengan kromatografi kertas dengan keuntungan lebih

cepat, pemisahan yang lebih baik, dan penggunaan adsorben yang berbeda-beda.

KLT merupakan metode laboratorium yang standar pada kimia organik. Karena

kesederhanaan dan kecepatannya, KLT seringkali digunakan untuk mengawasi

reaksi kimia dan untuk analisis kualitatif dari suatu produk reaksi.

Plat KLT dibuat dengan mencampur adsorben dengan sejumlah kecil pengikat

yang inert seperti Kalsium sulfat (CaSO4) dan air yang menyebar pada pembawa,

mengeringkan plat, dan mengaktivasi adsorben dengan memanaskannya dalam

Page 9: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

oven. Ketebalan lapisan adsorben berukuran kira-kira 0,1-0,25 mm pada analisis

dan 1-2 mm pada KLT preparatif.

Beberapa metode untuk menghasilkan titik tidak berwarna yang dapat terlihat :

Sejumlah kecil pewarna yang berfluorosensi ditambahkan pada adsorben

yang dapat menunjukkan visualisasi titik penyerapan UV dibawah cahaya

gelap (UV254).

Uap Iodin merupakan pereaksi warna umum yang tidak spesifik.

Pereaksi warna yang spesifik digunakan pada pelarut yamg digunakan

untuk merendam plat KLT atau disemprotkan terhadap plat tersebut.

Pada pengamatan pertama, nilai Rf dari titik tersebut dapat ditentukan. Nilai

tersebut harus sama dengan pergerakan pelarut, dan pada teori tidak tergantung

pada pergerakan eksperimen tunggal melainkan bergantung pada pelarut yang

digunakan, dan jenis plat KLT yang digunakan.

Kromatografi lapis tipis juga digunakan dalam menemukan pigmen yang terdapat

pada tumbuhan. Dengan mengambil ekstrak dari selulosa tumbuhan dan

diaplikasikan dengan teknik KLT, maka pigmen yang terkandung pada tumbuhan

tersebut dapat diketahui.

Teknik ini digunakan juga untuk mendeteksi residu dari pestisida dan insektisida

dalam makanan. KLT juga digunakan dalam keperluan forensik untuk

menganalisa komposisi warna dari suatu serat.

PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini dilakukan ekstraksi simplisia Capsici fructus

untuk memperoleh metabolit sekunder. Metode ekstraksi yang dipakai

adalah metode ekstraksi cara dingin. Metode ekstraksi cara dingin biasanya

dilakukan pada simplisia yang termolabil. Ekstraksi cara dingin memerlukan

Page 10: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

waktu yang lebih lama daripada ekstaksi cara panas. Metode ekstraksi yang

digunakan adalah maserasi.

Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia yang telah

dihaluskan dalam cairan penyari, yaitu etanol 95%. Etanol digunakan karena

bersifat polar dan tidak bersifat toksik, lebih selektif dan memiliki daya

absorpsi yang baik.selain itu etanol juga bersifat netral, sulit ditumbuhin

oleh tapang dan kumang, dapat bercampur baik dengan air pada segala

perbandingan dan memerlukan panas yang sedikit untuk pemekatan.

Simplisia yang digunakan harus dihaluskan agar luas permukaan

menjadi bertambah sehingga kontak antara cairan penyaring dan simplisia

akan semakin banyak dan cepat. Pada proses awal maserasi dilakukan

pembasahan terhadap sample dengan tujuan untuk memberikan kesempatan

kepada cairan penyaring untuk memasuki seluruh pori – pori simplisia

sehingga mempermudah proses pencarian. Pada proses pengeringan

simplisia, cairan dalam dinding sel akan menguap sehingga terbentuk pori –

pori berisi udara yang menyebabkan berat simplisia menjadi lebih kecil. Jika

seluruh cairan penyaring langsung ditambahkan maka akan terjadi

pengapungan dari simplisia karena berat sel pada simplisia lebih ringan.

Volume yang diperlukan dalam proses pembasahan kurang lebih 10 mL

dalam waktu 10 menit. Setalah dilakukan pembasahan cairan penyaring

dapat ditambahkan sebanyak 250 mL sehingga jumlah cairan penyari total

adalah 260 mL. Kemudian bejana ditutup rapat dengan plastik wrap dan

kertas alumunium foil untuk mencegah kontaminan masuk. Bejana bewarna

coklat agar proses terlindung dari cahaya, karena cahaya dapat

mempengaruhi reaksi yang terjadi. Kemudiaan bejana dibiarkan selama

minimal 24 jam. Selama proses maserasi, zat aktif dalam simplisia akan

larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel

dan diluar sel maka larutan larutan yang terpekat akan didesak keluar.

Setelah 24 jam proses maserasi akan diperoleh ekstrak kasar (crude

extrac) yang akan ditampung dan dihitung volumenya. Volume yang

diperoleh adalah 246 mL yang memiliki selisih dengan banyaknya cairan

Page 11: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

penyari yang ditambahkan pada awal maserasi, hal ini dapat terjadi karena

kesalahan teknis saat penambahan cairan penyari yang tidak menggunakan

gelas ukur atau alat volumetri lainnya tetapi hanya digunakan beaker glass

yang keakuratannya kecil dan adanya cairan penyari yang menguap.

Setelah diperoleh ekstrak kasar, selanjutnya ditentukan harga

rendemen, bobot jenis, pola dinamolisis dan analisisnya dengan ekstrak hasil

ekstraksi cara panas melalui metode Kromatografi Lapis Tipis. Awalnya,

ekstraksi kasar dibagi menjadi dua bagian yaitu 100 mL untuk penentuan

bobot jenis, pola dinamolisis dan analisis dengan Kromatografi Lapis Tipis

dan sisanya untuk dipekatkan.

Ekstrak kasar dipekatkan dengan menggunakan alat rotavapor

selama kurang lebih 30 menit lalu dilanjutkan dengan evaporasi ekstrak

diatas penangas air sampai diperoleh ekstrak kering, pada prinsipnya kedua

cara ini bertujuan sama, yaitu mengeringkan ekstrak. Kelebihan rotavorapor

ini adalah melalui alat ini kita dapat memperoleh cairan penyari kembali

secara utuh, sehingga menghemat biaya yang dihabiskan. Setelah diperoleh

ekstrak kering maka kita dapat menghitung rendemennya dengan rumus

yang sudah ada yaitu sebesar 9,198 % b/b. Ekstrak kering ini kemudiaan

disimpan untuk praktikum selanjutnya.

100 mL ektrak kasar tadi digunakan untuk beberapa pengujian.

Untuk memperoleh bobot jenis ekstrak digunakan piknometer sebagai alat

bantu, karena piknometer merupakan alat volumetri yang akurat yang

dapatmenunjukan volume dan berat dari sampel. Setelah dilakukan

penimbangan dan analisis volume diperoleh kerapatan ekstrak sebesar 0,815

gram/mL. Lalu besarnya bobot jenis ekstrak dapat dihitung dengan

membandingkan keraptan ekstrak dan kerapatan air (9,92 gram/ml )

sehingga diperoleh bobot jenis ekstrak sebesar 0,8216. Penentuan kerapatan

air dilakukan sama dengan perlakuan pada ekstrak.

Pengamatan pola dinamolisis dilakukan dengan menggunakan kertas

saring Whatman yang dilubangi kecil ditengahnya. Digunakan kertas ini

karena serat selulosanya memungkinkan adanya difusi sekular senyawa,

Page 12: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

selain itu kertas yang digunakan harus dalam keadaan utuh ( tidak dilipat )

untuk menghindari perubahan pola dinamolisis karena kedudukan kertas

telah berubah. Lalu dipasang sumbu yang terbuat dari kertas yang sama

bersumbu ditutupkan pada cawan petri berisi ekstrak cair. Sumbu ini tidak

boleh terlalu tebal untuk mempermudah proses difusi pada kertas

selanjutnya ekstrak didiamkan selama kurang lebih 10 menit hingga ekstrak

naik ke sumbu ( daya difusi ) dan membentuk pola warna. Warna yang

terbentuk ada 5 macam dengan diameter yang juga berbeda. Perbedaan ini

disebabkan oleh perbedaan kecepatan difusi dari senyawa – senyawa yang

terkandung dalam ekstrak.

Analisis dengan menggunakan KLT dilakukan pada dua ekstrak yang

diperoleh dari cara ekstraksi yang berbeda, yaitu dengan cara panas dan cara

dingin. Larutan pengembang sebagai fasa gerak digunakan toluen:etil asetat

dengan perbandigan 70:30. Fase gerak dibiarkan selama 20 menit agar

terjadi penjenuhan. Sampel ditutulkan pada selica gel (fasa diam) yang telah

diberi tanda sebanyak 6 kali penotolan. Penotolan dilakukan dalam interval

waktu tertentu untuk menghindari kemungkinan totolan terlalu lebar, juga

penotolan dilakukan saat totolan sebelumnya masih basah. Selanjutnya plat

silica gel dimasukkan dalam bejana berisi pengembang dan diamati

pergerakan totolan sampai pengembang mencapai batas atas plat, lalu

dikeringkan dan diamati pada sinar tampak, sinar UV 254 nm dan 366 nm.

Penampakan warna ditulis dan nilai Rf dihitung. Pada sinar tampak

seharusnya terdapat enam bercak tanpa penambahan zat apapun, akan tetapi

hal ini tidak terjadi, plat hanya menunjukkan empat bercak. Hal ini

dimungkinkan karena pada saat penotolan, ekstrak yang ditotolkan kurang

banyak. Begitu pun pada pengamatan di bawah sinar UV 254 nm dan 366

nm untuk kedua ekstrak hasil ekstraksi yeng berbeda diperoleh hasil yang

sama. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan semua cara ekstraksi tidak

mempengaruhi kandungan zat aktif yang ada pada simplisia.

Penetapan kadar air ekstrak dilakukan dengan metode distilasi

menggunakan toluen. Sejumlah berat ekstrak (1 mg) dimasukkan dalam lanu

Page 13: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

destilasi dan ditambahkan toluen, lalu dipasangkan pada alat destilasi.

Larutan toluen akan menguap dan terkondensasi menjadi cairan kembali

terpisah dari ekstrak. Begitupun dengan air akan menguap dan terkondensasi

menjadi cairan terpisah dari ekstrak. Molekul air akan bergerak menuruni

lapisa toluen karena berat jenisa air lebih besar dari berat jenisa toluen.

Pisahkan fraksi air dan fraksi toluen. Fraksi toluen dapat digunakan kembali

untuk distilasi berikunya. Kadar air dapat dihitung dengan membagi volume

fraksi air dengan berat ekstrak yang ditentukan kadar airnya. Dari percobaan

diperpleh kadar air sebesar 9.9 %.

•Soxhletasi

Prinsip: uap cairan penyari naik keatas melalui pipa samping,

kemudian diembunkan kembali oleh penegak pendingin. Cairan turun

ke labu melalui tabungan yang berisi serbuk simplisia. Cara ini disebut juga

dengan cara penyarian berkesinambungan.

Keuntungan:

a. Cairan penyari lebih sedikit

b. Langsung diperoleh ekstrak yamg lebih pekat

c. Penyarian dapat diteruskan sesuai keperluan tanpa penambahan

cairan penyari.

Kerugian: Larutan dipanaskan terus-menerus tidak cocok untuk zat aktif

termolabil

Cairan penyari dididihkan terus-menerus, sehingga cairan penyari

harus murni.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

Page 14: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Berat simplisia = 100 gram

Volume ekstrak kental = 450 mL

Berat ekstrak kental = 2,9 gram

Berat Ekstrak total = 450 x 2,9 gram 400

= 3,2625 gram

Randemen (%) = Berat ekstrak total x 100 % Berat simplisia

= 3,5625 x 100 % 50

= 6.525 %

Berat piknometer kosong = 13,19 gram

Berat piknometer + air = 23,61 gram

Volume piknometer = 10 mL

Berat air = 10,42 gram

Kerapatan air = ρ = m/ v

= 10,42/10

= 1,042 g/ml

Berat piknometer + ekstrak = 21,62 gram

Berat ekstrak = 8,43 gram

Kerapatan ekstrak = 0,843 gram/mL

Bobot jenis ekstrak = Kerapatan ekstrak x 100 % Kerapatan air

= 0,843 = 0,8090211 1,042

Pola Dinamolisis Ekstrak :

Diameter dalam : 2,075 cm

Diameter luar : 2,6 cm

Uji KLT

Rf Sinar biasa UV 254 nm UV 366 nnm

0,6818 Kuning - Pink pucat

Page 15: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

0,9090 Hijau Ungu Pink tua

4.2 Pembahasan

Pada percobaan ini ekstraksi simplisia dilakukan dengan metode maserasi.

Tujuan dari maserasi ini adalah untuk mendapatkan komponen kimia pada sample

dengan cara merendamnya pada pelarut yang sesuai. Maserasi adalah cara

ekstraksi yang paling mudah dan sederhana. Keuntungan menggunakan metode

ini antara lain menggunakan sedikit sample yang dapat dikerjakan pada

laboratorium farmasi, peralatan sederhana dan murah.

Adapun kerugian menggunakan cara maserasi adalah bahwa dalam

prosesnya tidak dapat mengekstrak obat secara sempurna. Karena tidak adanya

katalis yang membantu proses ekstraksi agar sempurna. Sehingga ekstrak yang

akan diperoleh menjadi tidak maksimal. Kenyataan ini menjadi sangat penting

jika bahan tanaman obat yang digunakan mempunyai harga yang mahal, karena

akan menjadi tidak efektif dalam segi financial.

Pada percobaan ini dilakukan ekstraksi simplisia Sonchi folium dengan

metode maserasi menggunakan pelarut metanol karena sebagai pelarut, metanol

lebih baik untuk ekstraksi daripada etanol walaupun metanol lebih berbahaya.

Setelah didapat maserat, dilakukan penguapan pada alat yang disebut

rotavapor. Dengan alat ini dapat dipisahkan antara ekstrak dengan pelarutnya,

yaitu methanol. Dengan pemanasan maka methanol yang mempunyai sifat mudah

menguap terpisah dari ekstrak menetes ke labu yang lain, sehingga didapat ekstrak

kental tanpa methanol.

Dari hasil percobaan, diperoleh suatu persen randemen. Randemen ini

ditentukan untuk mengetahui apakah bagus atau tidak ekstrak dari tanaman.

Masing- masing tanaman akan memberikan nilai randemen yang bervariasi.

Randemen ini bergantung pada simplisianya sendiri, pelarut, proses ekstraksi, dan

peralatan yang digunakan. Pada percobaan diperoleh randemen sebesar 6,525 %.

Hasil ini dapat menunjukkan bahwa hasil ekstrak dari simplisia tidak bagus

karena persentase perolehannya terlalu kecil. Hal ini bisa disebabkan karena pada

saat maserasi tidak dilakukan pengadukan yang konstan dan hanya beberapa kali

Page 16: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

diaduk, selain itu pada saat waktu yang digunakan untuk melakukan evaporasi

kurang lama.

Pada uji bobot jenis ekstrak, diperoleh hasil sebesar 0,8090211 dengan

kerapatan ekstrak 0,843 g/ml. Kerapatan ekstrak lebih kecil daripada air. Hal ini

dikarenakan ekstrak yang digunakan untuk uji bobot jenis masih tercampur

dengan methanol, tidak menggunakan ekstrak yang telah dievaporasi.

Untuk mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder yang terdapat di

dalam simplisia dilakukan Kromatografi Lapis Tipis. Dari percobaan ini diperoleh

dua bercak pada pelat silika gel. Bercak yang pertama mamiliki Rf 0,6818 yang

apabila dilihat dengan sinar biasa menunjukkan warna kuning, pada UV 254 nm

tidak menunjukkan warna ungu, dan pada UV 366 nm menunjukkan warna pink

pucat. Bercak yang kedua memiliki Rf 0,9090 serta menunjukkan warna hijau

pada sinar biasa, warna ungu pada UV 254 nm dan warna pink tua pada UV 366

nm.

Percobaan dinamolisis bertujuan untuk melihat pola dinamolisis dari

ekstrak simplisia. Pola dinamolisis ini berbeda-beda tergantung pada jenis

simplisia. Pada simplisia Sonchi folium yang digunakan pada praktikum ini, pola

dinamolisisnya hampir berbentuk lingkaran dan terdapat dua diameter yaitu

diameter dalam dan diameter luar.

ABSTRAK

Capsici fructus adalah simplisia yang berasal dari buah masak Capsicum annum

L. Zat ini memiliki bau yang merangsang dan rasa yang pedas. Dalam percobaan

ini, Capsici fructus dapat diekstrasi dengan tujuan melakukan isolasi metabolit

sekunder dari simplisia tumbuhan obat dengan metode refluks. Prinsip percobaan

ini adalah ekstraksi berdasarkan hukum distribusi Nerst dan like dissolve like;

Page 17: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

refluks yang terdiri dari reaksi kesetimbangan dan kondensasi; dinamolisis; dan

kromatografi lapis tipis yang memberikan hasil bilangan Rf. Prosedur

percobaannya adalah penimbangan simplisia, penambahan pelarut, ekstraksi

metode refluks, pemisahan ekstrak, evaporasi, dinamolisis, dan kromatografi lapis

tipis. Dari percobaan ini diperoleh hasil : volume ekstrak yang diperoleh 250 mL,

berat ekstrak kental 10,0125 g, dan rendemen sebesar 20,025%.

ABSTRACT

Capsici fructus is a simplisia that comes from fruit of Capsicum annum L. This

substance has stimulant odor and hot taste. In this experiment Capsici fructus can

be extracted to isolate secondary metabolite from herbal medicine simplisia

through reflux method. The principles are extraction based on Nerst Distribution

Law and like dissolve like; reflux that divided into balancing reaction and

Page 18: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

condensation; dinamolisis; and Thin Layer Chromatography that could give R f

number. The experiment procedures are weighing of simplisia, adding solvent,

extraction reflux, separating extract, evaporation, dinamolisis, and Thin Layer

Chromatography. The results of this experiment : extract’s volume is 250 mL,

weigh of concentrate extract is 10,0125 g, and the rendemen is 20,025%.

EKSTRAKSI METABOLIT SEKUNDER

SIMPLISIA CAPSICI FRUCTUS

BAB IPENDAHULUAN

Page 19: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

1.1 Latar belakang

Tanaman Capsicum annum LINN mempunyai nama daerah cabe merah,

suatu terna yang agak mengayu setinggi hingga 1 m dan dapat dibiakkan pada

semua daerah. Capsicum annum LINN termasuk ke dalam suku Solanaceae,

digunakan sebagai bumbu yang dapat membangkitkan air mata karena rasa pedas

yang dikandungnya. Seperti halnya pada tumbuh-tumbuhan, cabe merah ditanam

karena bentuknya yang sangat menonjol. Buah-buahnya itu dapat sangat berubah ,

kadang-kadang kecil dan berbentuk bola, sekali lagi lonjong atau berbentuk garis

atau sangat menggembung. ( Hembing, 1997).

Ekstraksi merupakan salah satu cara yang dapat digunakan dalam isolasi

metabolit sekunder dari suatu tanaman. Ekstraksi (dari bahasa latin extraction,

diturunkan dari extrahere untuk membawa keluar) dalam dunia farmasi digunakan

secara eksklusif untuk menunjukkan proses mengambil atau menarik bagian yang

larut dari obat mentah atau yang sudah mengalami proses sebagian dengan

perlakuan menggunakan pelarut yang sesuai. (Parrot, E.L, Saski. L, 1971).

Metode yang tepat dalam ekstraksi tergantung pada tekstur dan kandungan

air dari bahan tanaman yang akan diekstraksi dan pada tipe dari substansi yang

akan diisolasi. Ekstraksi diperlukan untuk mematikan jaringan tumbuhan terlebih

dahulu dengan etanol mendidih supaya tidak terjadi oksidasi enzimatis atau

hidrolisis. (Harborne, 1973)

Metode yang digunakan dalam ekstraksi antara lain meserasi, perkolasi,

perkolasi fraksional, perkolasi dengan tekanan, dekok, infuse, dan digesti. (Parrot,

E.L, Saski. L, 1971)

1.2 Identifikasi masalah

Page 20: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka identifikasi

masalah dalam percobaan ini adalah :

Metabolit sekunder apakah yang terdapat dalam simplisia Capsici fructus?

Apakah ekstraksi merupakan metode yang tepat untuk melakukan isolasi

metabolit sekunder dalam simplisia Capsici fructus?

1.3 Tujuan percobaan

Tujuan percobaan ini adalah melakukan isolasi metabolit sekunder dari

simplisia tumbuhan obat (Capsici fructus) dengan cara ekstraksi melalui

prosedur refluks.

1.4 Pendekatan

Percobaan isolasi metabolit sekunder ini berdasarkan pada prinsip polar

loves polar, nonpolar loves non polar. Percobaan ini menggunakan metode

ekstraksi dengan cara panas, yaitu refluks sebagai pendekatan.

1.5 Kegunaan penelitian

Hasil percobaan ini diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas tentang

metabolit sekunder yang terdapat di dalam simplisia Capsici fructus.

1.6 Metode Penelitian

Page 21: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Tahapan kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan bahan

2. Determinasi bahan

3. Ekstraksi bahan dengan prosedur refluks

BAB II

TEORI

Simplisia

Capsici Fructus adalah buah masak Capsicum annum L.

Page 22: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Capsicum annum L.

Klasifikasi : Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Anak kelas : Sympetalae

Bangsa : Solanales / Tubiflorae

Suku : Solanaceae

Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum annum

(Gembong, 1994)

Morfologi Tumbuhan

Terna semusim berbatang basah dan berbulu pendek yang tipis pada

bagian ujungnya. Bentuk daun bundar telur, elips, lonjong sampai lanset, pada

bagian ujungnya berbentuk pita atau pendek lancip, agak berbulu atau gundul.

Bunga keluar dari ketiak daun, satu atau kadang dua sampai tiga mengumpul.

Helaian mahkota bunga bentuknya bundar telur sampai bundar memanjang,

berwarna putih terang, diameter 1,5 cm sampai 2 cm. Tangkai sari agak ramping

dan lebih pendek daripada kepala sari. Mula-mula berwarna ungu kemudian

menjadi hijau suasa, panjang 3-4 mm. Ketiak putik berbentuk jala. Buah

mengangguk atau menggantung, panjang dan sempit, meruncing pada bagian

ujungnya, permukaan licin. Buah muda hijau dan buah tua menjadi merah,

berbentuk bulat telur sampai bulat, panjang 10-15 cm, lebar 1-2 cm.

Keanekaragaman

Keanekaragaman besar, terdapat banyak varietas dan kultivas yang

dibedakan terutama berdasarkan ukuran, bentuk, dan rasa pedas buahnya. Varietas

yang dikenal antara lain adalah var. minimum (bird pepper atau chilitepia), var.

Page 23: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

abberviatum (cabe domba), var. grossum Sendt (bell pepper atau sweet pepper),

var. longum Sendt, var. acuminatum Fiagernuth (Long cayenne, green chili).

Menurut Departemen Perdagangan, yang dimaksud lombok keriting adalah buah

tua dan masak yang utuh dari tanaman Capsicum annum L. var longum L. (Sendt)

yang dikeringkan dan dibuang tangkai atau gagang buahnya.

Ekologi dan Penyebaran

Berasal dari Amerika daerah tropis, dari Meksiko, hingga bagian utara

Amerika Selatan. Dapat ditanam baik di daerah Eropa maupun Asia dan Afrka

daerah tropis. Sering terdapat tumbuh liar sebagai sisa pertanaman atau dari benih

yang tercecer. ( Depkes RI, 1977)

Kandungan Kimia

Buah : - Resin : Kapsaisin, Kapsisin, Kapsakin

- Zat warna : Kabsarubin, Kapsatin, Kriptosatin, Karoten, Karotenoid

- Vitamin : Vit A, vit B dan vit C

- Minyak lemak

-Alkaloid yang mudah menguap

Khasiat Farmakologis

o Spasmolitik, karminatif, stomakik

o Diatoretik (BRA Mooryati S , 1998)

o Penambah nafsu makan

o Perangsang kulit (Depkes RI, 1985)

o Rubifacient

o Irritan (Tyler et al, 1988)

Page 24: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Persyaratan Simplisia

Capsici Fructus / Buah Cabe

Buah cabe adalah buah masak Capsicum annum L.

Pemerian : Bau merangsang, rasa pedas.

Makroskopik :

Buah berbentuk kerucut tau bulat panjang dengan ujung meruncing

lutrus atau bengkok, panjang 3,5-10 cm, lebar 0,5-2 cm. Permukaan luar licin

mengkilap, buah berrongga, bagian ujung beruang 1 sedang bagian pangkal

beruang 2 atau 3, warna merah, merah kecoklatan atau jingga, jarang berwarna

kuning. Dinding buah liat, tebal ± 1 mm. Gagang buah panjang 1,5-2,5 cm,

warna hijau kelabu. Kelopak berbentuk bintang atau lonceng terdiri dari 5-6 helai

daun kelopak yang saling berlekatan di pangkal, warna hijau kelabu. Biji banyak,

relatif besar, berbentuk bundar atu segitiga pipih garis tengah ± 4 mm, warna

kuning muda sampai kuning jingga, terlepas atau melekat pada plasenta.

Mikroskopik :

Kulit buah : Epidermis luar terdiri dari selapis sel dengan lumen

berbentuk kerucut. Dinding tangensial luar dan sedikit dinding radier sangat tebal,

bernoktah, tidak berlignan, warna kuning, kutikula tebal. Hipotermis terdiri dari

sel kolenkimatik, tebal sampai 7 lapis sel, dinding berwarna kuning, sel

hypodermis berisi tetes minyak berwarna merah kekuningan dan khromoplastida

berwarna coklat kemerahan. Parenkim mesokarpterdiri dari sel berbentuk

polygonal membulat, dinding tipis, berisi tetes minyak berwarna kuning

kemerahan, berkas pembuluh tipe bikolateral. Lapisan sel besar terdiri dari satu

atau dua lapis sel parenkim berbentuk polygonal membulat, dinding tipis, lumen

sangat lebar dan jernih serta tidak berisi minyak. Epidermis dalam terdiri dari

selapis sel yang berdinding tipis dan berdinding tebal. Yang berdinding tipis berisi

tetes-tetes minyak yang berwarna kuning kemerahan, sedangkan yang berdinding

Page 25: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

tebal terdapat di bawah sel besar, dinding bernoktah, serta menyerupai sel batu

yang pada pengamatan tangensial tampak berkelompok dan berbentuk memanjang

membundar dengan dinding berkelok-kelok, lumen agak lebar, tidak berisi

minyak, kutikula bagian dalam tipis.

Serbuk : Warna coklat kemerahan, rasa pedas, bau merangsang, fragmen

pengenal adalah epidermis dalam berdinding tebal yang menyerupai sel batu

terlihat tangensial, fragmen pembuluh kayu bernoktah atau dengan penebalan

tangga dan spiral, fragmen hypodermis.

Kadar abu tidak lebih dari 5,5 %

Kadar sari yang larut dalam air tidak kurang dari 35 %

Kadar sari yang larut dalam etanol tidak kurang dari 22 %

Bahan organic asing tidak lebih dari 2 %

Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. (Depkes RI, 1977)

Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan kembali sutau senyawa

yang terikat atau pun tidak pada suatu massa dengan penarikan, penghisapan,

destilasi, perlakuan dengan suatu pelarut, dengan cara kimia maupun cara fisika.

Dalam bidang farmasi, ekstraksi secara khusus diartikan sebagai penarikan

kembali komponen-komponen zat terlarut dari bahan kasar atau bahan mentah

atau yang telah dimurnikan sebagian dengan perlakuan memakai pelarut yang

sesuai dan untuk mengambil komponen-komponen ini dari larutan dimana

komponen-komponen tersebut terikat dengan memasukkan larutan tersebut ke

dalam pelarut yang tidak bercampur atau dengan metode mekanik.

Destilasi dapat dilakukan dengan memanaskan campuran senyawa

bersama pelarutnya di satu labu, mengkondensasi uapnya dan menampung destilat

di labu yang lain. Destilasi tunggal dari larutan tidak akan menghasilkan produk

murni, hanya menghasilkan pemisahan sebagian (parsial) dari komponen fase uap

Page 26: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

diperkaya oleh komponen yang mudah menguap. Untuk itu digunakan teknik

destilasi terfraksi, dimana dilakukan proses pemisahan parsial ini berkali-kali,

pada setiap kali pengulangan akan diperoleh pemisahan yang lebih baik.

(Roekmiyati, 2000)

Refluks

Refluks merupakan proses pemanasan berulang untuk menyempurnakan

reaksi, menggunakan labu bundar dengan suatu kolom yang dilengkapi aliran air

sebagai kondensator. Kondensasi uap terjadi pada ujung atas setiap kolom, dan

kondensat dapat diambil sebagai produk atau masuk kembali ke dalam kolom.

Perbandingan antara jumlah yang dikembalikan dan yang diambil disebut

Perbandingan Refluks (Reflux Ratio) R, yang dapat berubah-ubah antara C dan

tak terhingga. Untuk skala industri R diinginkan kecil, untuk meningkatkan

jumlah destilat. Untuk keperluan analisis, diperlukan harga R yang lebih besar

(biasanya 10-50) untuk menjaga kondisi yang mendekati kesetimbangan sehingga

diperoleh pemisahan yang lebih baik.

Kolom Fraksionasi

Dengan kolom fraksionasi, uap akan terkondensasi dan diuapkan lagi

secara parsial berkali-kali waktu melalui kolom dan aliran berkesinambungan dari

kondensat kembali ke kolom. Kalau kolom benar-benar terisolasi, suhunya akan

menurun kea rah bagian atas kolom. Hasil guna dari kolom seperti ini tergantung

pada banyak faktor, seperti desain kemasan, pengendalian suhu, panjang kolom

dan kecepatan pengambilan produk untuk mengukur daya guna kolom.

Macam-macam kolom yang digunakan antara lain :

o Kolom Vigneux : terdiri dari tabung gelas yang dilakukan dengan teratur

dengan tonjolan mengarah ke dalam dan sedikit ke bawah. Tabung ini dapat

Page 27: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

diisolasi dengan abses atau dibungkus dengan penutup vakum. Kolom ini

murah, hasil cukup baik tetapi masih kurang efisien.

o Tabung gelas yang diisi potongan-potongan bahan berbentuk tak teratur.

Potongan gelas atua logam memberikan permukaan yang besar untuk

kesetimbangan antara uap dan cairan yang baik. Potongan logam membuat

kolom lebih efisien dibandingkan gelas, tetapi tidak dapat digunakan untuk

campuran korosif.

o Tabung konsentris terdiri dari tabung dalam yang lurus dengan diameter yang

sama ditempatkan persis di tengah tabung luar. Uap melewati bagian kosong

(0,75 mm) di antara kedua tabung, sedangkan cairan turun melalui dinding.

o Kolom pita berputar, memberikan kinerja yang optimum, dengan kawat yang

dilekuk-lekuk dimasukkan ke dalam tabung dan diputar pada 2000-3000 rpm

yang membuat cairan yang berlebih mengalir turun secara bebas.

Dinamolisis

Dinamolisis adalah suatu metode yang digunakan untuk identifikasi zat

berdasarkan diameter. Dinamolisis dapat dilakukan dengan cara kertas saring

Whatman diameter 10 cm, titik pusatnya dilubangi kemudian dipasang sumbu

yang terbuat dari kertas saring. Kertas saring bersumbu ini kemudian ditutupkan

pada cawan Petri yang berisi maserat atau ekstrak cair. Kemudian dibiarkan

sampai terjadi proses difusi sirkular selama kurang lebih 10 menit.

Kromatografi Lapis Tipis

Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Egon Stahl

dengan menghamparkan penyerap pada lempeng gelas, sehingga merupakan

lapisan tipis. Sistem ini segera popular karena memberikan banyak keuntungan,

Page 28: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

misalnya peralatan yang diperlukan sedikit, murah, sederhana, waktu analisis

cepat dan daya pisah cukup baik. (Sudjadi, 1988)

Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik

langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat

adalah :

o Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan)

o Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus

(adsorpsi/penjerapan)

o Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap

(keatsirian)

(Gritter et al,1991)

Sekarang kromatografi mencakup beberapa macam proses didasarkan

pada distribusi diferensial dari komponen-komponen sampel antara dua fasa.

Salah satu fasa yang tinggal dalam sistem dinamai fasa diam (stationary phase),

fasa lain yang melalui fasa diam dinamai fasa gerak (mobile phase). Pergerakan

dari fasa gerak menimbulkan migrasi diferensial komponen-komponen dalam

sampel.

(Tjokronegoro, 2000)

Fasa diam

Kondisi optimum suatu pemisahan merupakan hasil kecocokan antara

fasa diam dan fasa gerak. Dalam KLT fasa diam harus mudah didapat. Fasa diam

berupa lapisan tipis (tebal 0,1-2 mm) yang terdiri atas bahan padat yang

dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca,

tetapi dapat pula terbuat dari pelat polimer atau logam. Lapisan melekat kepada

permukaan dengan bantuan bahan pengikat biasanya kalsium sulfat atau amilum.

(Gritter,1991)

Jenis-jenis fasa diam yang dapat digunakan :

o Silika gel : - Silika gel dengan pengikat

Page 29: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

- Silika gel dengan pengikat dan indikator fluorosensi

- Silika gel tanpa pengikat dengan indikator fluorosensi

- Silika gel tanpa pengikat

- Silika gel untuk preparative

o Alumina

o Keiselguhr

o Selulosa

(Sudjadi,1988)

Fasa Gerak

Untuk fasa diam yang menggunakan silika gel, alumina, dan fasa diam

lainnya, pemilihan pelarut mengikuti aturan kromatografi kolom serapan. Sistem

tak berair paling banyak digunakan, yang meliputi (sifat hidrofob menaik)

methanol, asam asetat, etanol, aseton, etil asetat, eter, kloroform (perlu

diperhatikan pada kloroform yang distabilkan dengan etanol), benzene,

sikloheksan dan eter petroleum. Campuran pelarut yang terdiri dari dua atau tiga

pelarut dapat pula digunakan. Penyusunan sistem pelarut dapat dipilih sesuai

dengan kemampuannya membentuk ikatan hydrogen dalam satu seri dari hidrofil

sampai ke hidrofob. Kombinasi pelarut yang mempunyai sifat berbeda

memungkinkan didapatnya sistem pelarut yang cocok.

(Sudjadi,1988)

Faktor Retensi (Rf)

Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai

faktor retensi Rf :

Page 30: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Rf = Jarak yang ditempuh senyawa terlarut

Jarak yang ditempuh pelarut

Jarak yang telah ditempuh pelarut dapat diukur dengan mudah dan jarak tempuh

cuplikan diukur pada pusat bercak itu, atau pada titik kerapatan maksimum.

(Sudjadi,1988)

BAB III

ALAT DAN BAHAN

ALAT :

o Beaker glass besar

Page 31: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

o Cawan Penguap

o Labu alas destilasi

o Batu didih

o Alat refluks

o Piknometer

o Botol coklat

o Cawan Petri

o Kertas saring Whatman

o Rotavapor

o Pelat silika gel

o Pipa kapiler

o Timbangan

o Botol bening besar

o Lemari pendingin

o Spektroskopi UV 254 dan 366 nm

BAHAN :

o Simplisia Capsici fructus

o Metanol

o Air

o Larutan pengembang :

o Penampak bercak

BAB IV

PROSEDUR

Page 32: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Ekstraksi refluks

Ditimbang gram simplisia Capsici fructus, dimasukkan serbuk simplisia yang

telah ditimbang ke dalam labu alas bulat. Kemudian dituang pelarut metanol

sampai kurang lebih ½ - 2/3 bagian volume labu ke dalam labu alas bulat yang

telah berisi simplisia lalu dimasukkan batu didih. Dipasang alat-alat refluks pada

tempatnya dan diatur suhunya kemudian dialirkan air lalu simplisia diekstraksi

sampai tetesan pelarut dari tabung hampir tidak berwarna. Setelah itu alat refluks

dimatikan, labu alas bulat diambil lalu didinginkan di udara terbuka. Setelah itu

pindahkan hasil ekstrak yang diperoleh dari labu alas bundar ke dalam botol

bening besar lalu disimpan di lemari pendingin.

Evaporasi

Ekstrak yang diperoleh dari hasil refluks disisihkan 50 mL untuk dinamolisis dan

disimpan dalam lemari pendingin. Kemudian sisanya digunakan untuk evaporasi.

Dimasukkan sisa ekstrak ke dalam labu alas bulat kemudian dipasang alat

evaporator (rotavapor), lalu setelah seluruh alat dipasang, alat dinyalakan dan

dibiarkan sampai tidak terdapat lagi cairan yang menetes melalui kondensor

sehingga dihasilkan ekstrak kental. Setelah itu diangkat dan dihitung kembali

volume ekstrak kental tersebut. Lalu dimasukkan ke cawan penguap dan diuapkan

kemudian dihitung berat ekstrak yang sudah bebas methanol.

Dinamolisis

Disiapkan kertas saring Whatman berdiameter 10 cm. Lalu titik pusat kertas

Whatman tersebut dilubangi dan dipasang sumbu yang terbuat dari kertas saring.

Ekstrak encer dari hasil refluks dituang ke dalam cawan Petri. Cawan Petri ditutup

oleh kertas Whatman yang telah disiapkan dan dibiarkan sampai terjadi difusi

sirkular selama 10 menit.

Penetapan Bobot Jenis Ekstrak

Ditimbang piknometer dalam keadaan kosong, lalu piknometer diisi penuh dengan

air dan ditimbang kembali, kemudian dihitung kerapatan air. Setelah itu

Page 33: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

piknometer dikosongkan dan dikeringkan kembali dan diisi penuh dengan ekstrak

encer hasil refluks, lalu ditimbang. Melalui berat ekstrak yang mempunyai volume

tertentu, dapat dihitung kerapatan ekstrak.

Kromatografi Lapis Tipis

Disiapkan pelat silika gel sebagai penyerap berukuran 10 x 2 cm. Lalu pelat

tersebut ditandai dengan cara memberi dua buah garis yang masing-masing

berjarak 1 cm dari ujung bawah dan atas.

Kemudian disiapkan larutan pengembang untuk simplisia Capsici fructus yaitu

kloroform pekat, metanol pekat dan asetat pekat dengan perbandingan 95 : 1 : 5.

Pengembang ditempatkan pada wadah yang telah disediakan. Tinggi pengembang

dari dasar wadah tidak lebih daripada 1 cm. Kemudian wadah ditutup dan

ditunggu hingga larutan pengembang jenuh dan ditandai dengan hangatnya suhu

di dalam wadah.

Setelah itu pipa kapiler yang telah disediakan dibersihkan dengan ditotolkan ke

dalam metanol lalu dikeringkan. Setelah itu ekstrak hasil refluks ditotolkan pada

pelat silica gel yang telah disiapkan. Silika gel ditempatkan di wadah berisi

pengembang. Dan perambatan spot diamati. Setelah jarak rambat pengembang

mencapai batas ujung pelat, pelat diangkat dari wadah. Pelat kemudian disemprot

dengan penampak bercah (vanillin asam sulfat pekat). Lalu spot diamati secara

berturut-turut di bawah sinar biasa, sinar UV 254 nm dan 366 nm. Kemudia

dihitung Rf dari tiap-tiap spot lalu dibandingkan dengan literatur.

BAB V

HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Berat simplisia: 50 g

Page 34: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Volume ekstrak yang diperoleh: 250 mL

Berat ekstrak kental: 200 + 50 x 8,01 g = 10,0125 g200

Rendemen : 10,0125 x 100 % = 20,025 % 50

Berat piknometer kosong: 15,54 g

Berat piknometer + air: 25,72 g

Volume piknometer: 10 mL

Berat air: 10,18 g

Kerapatan air: 10,18 = 1,018 g/mL 10

Berat piknometer + ekstrak: 23,84 g

Berat ekstrak: 8,30 g

Kerapatan ekstrak: 8,30 = 0,83 g/mL 10

Bobot jenis ekstrak: 0,830 = 0,815 1,018

Pengukuran diameter lingkaran hasil dinamolisis

Lingkaran Pengukuran I Pengukuran II Pengukuran III Rata-rata

I 1,1 cm 1,2 cm 1,1 cm 1,13 cm

II 1,35 cm 1,3 cm 1,35 cm 1,33 cm

III 1,85 cm 1,55 cm 1,8 cm 1,73 cm

Hasil pengamatan kromatografi lapis tipis

Spot Sinar biasa Sinar UV

254 nm

Sinar UV

366 nm

Rf tanpa pereaksi

bercak

I kuning kuning kuning 1,3 / 6,4 = 0,203125

II kuning kuning Kuning 4,4 / 6,4 = 0,6875

III kuning kuning Kuning 5,4 / 6,4 = 0,84375

IV jingga kuning Merah 6,4 / 6,4 = 1

BAB VI

PEMBAHASAN

Page 35: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Pada percobaan ekstraksi metabolit sekunder dari simplisia capsici fructus,

langkah awal yang harus dilakukan adalh mengekstrak metabolit sekunder yang

ada dalam simplisia. Menurut literature yang diperoleh Capsici fructus

mengandung resin (kapsisin, kapsaisin, kapsakin), sejumlah zat warna

(kapsarubin, kapsantin, karoten), minyak lemak serta vitamin A, B, dan C. Untuk

menarik komponen-komponen metabolit tersebut, dipakai pelarut etanol,

menggunakan proses refluks. Ke dalam labu bundar dimasukkan 50 gram serbuk

simplisia, ditambahkan sedikit etanol hingga semua simplisia terbasahi, baru

ditambahkan sisa pelarut sampai 2/3 labu terisi (300 mL). Setelah ditambahkan

batu didih, labu dipasang pada kolom, dan dipanaskan selama ± 1 jam. Refluks

merupakan proses pemanasan berulang untuk menyempurnakan reaksi, dalam hal

ini etanol sebagai pelarut diharapkan dapat menarik secara optimal metabolit-

metabolit sekunder yang terdapat di dalam simplisia. Di samping itu dengan

adanya pemanasan kelarutan zat-zat tersebut akan semakin besar sehingga ekstrak

yang diperoleh lebih baik. Etanol dipilih sebagai pelarut karena komponen utama

metabolit sekunder dalam simplisia bersifat polar, sehingga penggunaan etanol

sebagai pelarut organic yang polar akan dapat menarik metabolit yang diinginkan

dengan baik, sesuai dengan prinsip like dissolve like. Dalam pembahasan ini

“ekstraksi” mengacu pada pengertian ekstraksi dalam bidang farmasi, bukan

dalam bidang kimia secara umum. Ekstraksi dalam bidang kimia diartikan sebagai

proses pemisahan dimana zat terlarut didistribusikan di antara dua pelarut yang

tidak bercampur. Sedangkan dalam bidang farmasi diartikan sebagai proses

penarikan suatu senyawa dari bahan mentah atau setengah murni dengan

perlakuan menggunakan pelarut yang sesuai.

Berdasarkan kandungan simplisia, kelarutan masing-masing komponen

dalam etanol adalah sbb :

o Resin : larut dalam pelarut organik termasuk etanol

o Zat warna : umumnya larut dalam etanol

o Minyak lemak : larut dalam etanol

o Vitamin A : larut dalam etanol

o Vitamin B1, B2, B6 : sukar larut dalam etanol

Page 36: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

o Vitamin C : agak sukar larut dalam etanol

Jadi dapat diperkirakan metabolit sekunder yang akan diperoleh dari

ekstrak meliputi resin (kapsisin, kapsaisin, kapsakin), zat warna (kapsantin,

kapsarubin, karoten, karotenoid), minyak lemak dan vitamin A. Menurut

Departemen Kesehatan, persyaratan simplisia Capsici fructus antara lain adalah

bahwa sari yang larut dalam etanol tidak kurang dari 22%. Menunjukkan bahwa

ekstrak akan mengandung bahan metabolit dalam jumlah yang cukup besar.

Capsici fructus juga diketahui mengandung sedikit alkaloid yang mudah

menguap, adanya proses pemanasan dipastikan akan menyebabkan komponen ini

menguap.

Refluks merupakan salah satu metode ekstraksi dengan hanya

menggunakan satu labu, uap hasil kondensasi akan kembali ke dalam labu, tidak

dialirkan ke dalam labu lain. Sistem harus tertutup rapat agar tidak ada komponen

yang lepas. Uap dari labu akan naik ke dalam kolom dan dikondensasi kembali ke

bentuk cair. Komponen yang paling mudah menguap akan berada di puncak

kolom, jadi kemungkinan alkaloid yang mudah menguap akan berada pada bagian

ini selama proses refluks, dan segera menguap ketika refluks dihentikan dan labu

dilepaskan dari kolom dalam keadaan yang cukup panas.

Setelah direfluks selama ± 1 jam, labu diambil dan didinginkan beberapa

saat, ekstrak yang berwarna merah jingga diambil, sedangkan ampasnya dibuang.

Dari volume awal 300 mL, diperoleh ekstrak sebanyak 250 mL. Kehilangan ini

disebabkan oleh adanya pelarut yang masih tertinggal di dalam kolom dan di

dalam ampas. 50 mL ekstrak dipisahkan untuk proses dinamolisis, perhitungan

berat jenis dan kromatografi lapis tipis, sedangkan sisanya dievaporasi. Pada

prinsipnya rotavapor bertujuan untuk memekatkan larutan dengan cara menarik

pelarut. Proses evaporasi melibatkan pemanasan disertai pemutaran labu yang

kontinyu pada tekanan rendah untuk mempercepat penguapan pelarut, selanjutnya

uap dikondensasi dan dialirkan ke labu yang lain, sehingga larutan yang tertinggal

makin lama konsentrasinya makin besar. Idealnya evaporasi dihentika bila tidak

ada lagi tetesan pelarut yang mengalir dari kondensator, namun karena

Page 37: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

keterbatasan waktu, pada percobaan evaporasi hanya dilakukan selama ½ jam.

Hasil evaporasi belum dapat dikatakan ekstrak kental karena kandungan

pelarutnya masih cukup banyak. Agar diperoleh ekstrak kental yang diinginkan,

hasikl evaporasi selanjutnya dipindahkan ke cawan penguap dan dibiarkan berada

di water bath sampai ekstrak mengental. Untuk keperluan perhitungan rendemen,

cawan penguap harus ditimbang terlebih dahulu. Berat ekstrak kental ditimbang,

rendemen diperoleh dengan membandingkan berat ekstrak total terhadap

simplisia, dikalikan 100%. Diperoleh rendemen sebesar 20,025%.

Untuk perhitungan berat jenis, digunakan piknometer yang kosong dan

bersih, jika masih basah, piknometer harus dibilas dengan sedikit etanol/ methanol

hingga kering. Lalu berat piknometer kosong ditimbang, dan ditimbang pula berat

piknometer yang berisi air, sehingga kerapatan air dapat ditentukan. Selanjutnya

piknometer dibersihkan dan dikeringkan, diisi ekstrak hasil refluks lalu ditimbang,

sehingga kerapatan ekstrak dapat dihitung. Selanjutnya berat jenis diperoleh

dengan membandingkan kerapatan ekstrak dengan kerapatan air. Dari percobaan,

diperoleh berat jenis ekstrak 0,815.

Proses dinamolisis yang dilakukan akan memberikan gambaran secara

kualitataif dari kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak. Karena masing-

masing ekstrak memiliki pola dinamolisis yang berbeda.

Untuk memisahkan komponen-komponen senyawa yang terdapat di dalam

ekstrak, dilakukan teknik pemisahan dengan kromatografi lapis tipis. Sebagai fasa

diam digunakan plat logam yang dilapisi silica gel. Silika gel bersifat asam,

sehingga penggunaan fasa diam silica gel pada KLT sebaiknya untuk memisahkan

komponen yang bersifat basa, ia akan terekan kuat pada permukaan oleh gaya ion

sehingga sukar digerakkan dan dipisahkan. Selain bersifat asam, silica gel

[(SiO2)x] mempunyai atom oksigen yang polar dan adnya gugus hidroksi pada

permukaan menjadi silica gel bahan yang benar-benar polar. Jadi akan menarik

molekul polar daripada molekul nonpolar. Seperti diketahui, ekstrak yang akan

dipisahkan dilarutkan dalam etanol yang polar, sehingga dapat dikatakan bahwa

komponen-komponen yang akan dipisahkan pun mempunyai sifat yang cukup

polar pula.

Page 38: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Sebelum melakukan kromatografi lapis tipis, faktor-faktor yang perlu

diperhatikan adalah :

o Kualitas sorben / zat penjerap / fasa diam

o Prosedur preparasi

o Ketebalan dan keseragaman lapisan

o Kualitas pelarut

o Derajat kejenuhan dalam bejana

o Teknik pengembangan kromatografis

o Jumlah sampel yang ditotolkan

o Suhu

Pertama-tama pada plat dibuat garis 1 cm dari masing-masing ujung. Titik

tempat campuran ditempatkan disebut titik awal. Campuran diletakkan pada titik

awal dengan menotolkannya dengan menggunakan suatu kapiler halus dari kaca,

dan diusahakan agar luas totolan sekecil mungkin. Beberapa kali penotolan dapat

dilakukan pada tempat yang sama asalkan lapisan totolan pertama harus keringa

dahulu sebelum totolan selanjutnya. Karena campuran berada dalam pelarut etanol

yang mudah menguap, maka setelah tiap totolan, plat cukup dibiarkan sesaat atau

ditiup sedikit hingga etanolnya menguap. Jumlah totolan tidak boleh terlalu

banyak karena menyebabkan bercak menjadi asimetris dan menyebabkan

perubahan pada harga Rf.

Pelarut pengembang yang digunakan adalah campuran toluene : etOAc

dengan perbandingan 7 : 3 sebanyak 5 mL (campuran 3,5 mL toluene dengan 1,5

mL etOAc). Campuran pelarut dimaksudkan untuk memperoleh kepolaran yang

diinginkan agar komponen-komponen terpisah dengan baik.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mencampur pelarut adalah :

o Hanya pelarut yang mempunyai kepolaran yang hampir sama yang dapat

dicampur. Dalam hal ini etOAc bersifat sedikit lebih polar daripada toluene,

namun pada dasarnya keduanya dapat dianggap kurang polar jika

dibandingkan dengan fasa diam silica gel.

Page 39: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

o Kepolaran campuran tidak merupakan fungsi linier dari susunan campuran,

tetapi merupakan fungsi logaritma. Jadi campuran toluene : etOAc

mempunyai kepolaran yang mendekati kepolaran toluene (makin kurang

polar).

o Dapat dibuat elusi landaian dengan menambahkan sedikit demi sedikit pelarut

lain dalam pelarut murni selam kromatografi sehingga kepolaran meningkat /

menurun terus-menerus.

Campuran pelarut dimasukkan ke dalam bejana pengembang dari gelas,

pengerjaan dilakukan di dalam bejana tertutup agar tidak terjadi penguapan

pelarut dan bejana jenuh oleh uap pelarut. Bila bejana tidak jenuh, akan

mempengaruhi harga Rf. Untuk memastkan bejana jenuh sempurna, sebaiknya

dinding bejana dilapisi dengan kertas saring, jika kertas tersebut telah basah

sempurna, berarti bejana tersebut telah jenuh. Karena keterbatasan waktu dan alat,

langkah di atas tidak dilakukan. Tetapi kejenuhan diuji dengan memasukkan

tangan ke dalam bejana, jika terasa cukup hangat, berarti bejan sudah cukup

jenuh.

Ke dalam bejana yang telah jenuh, dimasukkan pelat silica gel yang telah

diberi totolan ekstrak. Satu pelat dpat diisi dua sampai tiga totolan. Dalam

percobaan, pelat diberi dua totolan yang berdampingan, yaitu ekstrak Capsici

fructus yang diperoleh dengan cara refluks dan yang diperoleh dengan cara

sohxlet. Tinggi campuran pelarut dalam bejana cukup beberapa millimeter, dan

titik awal tidak boleh terendam dalam campuran pelarut tersebut. Bejana ditutup

dan campuran pelarut dibiarkan merambat naik sampai bagian atas pelat yang

telah ditandai sebelunya(1 cm dari tepi atas), garis ini disebut garis depan. Jadi

garis depan adalah titik tertinggi yang dicapai fasa gerak/ pelarut pada fasa diam

setelah pengembangan selesai. Faktor retensi Rf diperoleh dengan

membandingkan jarak tempuh noda/komponen terhadap jarak tempuh pelarut

(garis depan). Pada percobaan, noda terakhir berada tepat pada garis depan,

sehingga diperoleh harga Rf =1.

Selama pengembangan, komponen yang lebih polar akan terikat lebih kuat

pada lapisan silica gel sehingga akan tertahan lebih lama, sedangkan komponen

Page 40: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

yang kurang polar akan cepat bergerak bersama campuran pelarut (yang relative

kurang polar jika dibandingkan dengan slikia gel). Kromatogram yang diperoleh

menunjukkan adanya empat bercak yang terpisah, berarti bahwa komponen yang

berada di garis depan adalah komponen yang paling kurang polar di antara

komponen-komponen lainnya. Tiap-tiap noda berwarna kuning-orange dan

mempunyai dan mempunya sedikit “ekor”. Bentuk noda yang ideal pada

kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis adalah yang benar-benar bulat

sehingga luas dapat diukur, tetapi pada prakteknya tidak selalu bulat karena

beberpa hal :

o Zat yang ditotolkan terlalu banyak (volume besar atau konsentrasi tinggi)

o Pada waktu pengembangan, lapisan tipis mudah rusak sehingga elusi noda

tidak bersamaan

o Bila menggunakan lebih dari satu pelarut, maka terjadi lebih dari satu front,

sehingga noda berbentuk garis tipis

o Bila satu komponen dapat terjadi dalam lebih dari satu bentuk, akan terjadi

dua noda.

Jadi belum dapat disimpulkan apakah empat noda tersebut adalah empat

komponen yang berbeda, atau ada salah satu komponen yang menimbulkan dua

bercak.

Jika didiamkan beberapa lama, noda pada kromatogram dapat hilang,

untuk itu digunakan suatu penyemprot bercak agar noda tetap terlihat.

Penyemprot bercak yang digunakan adalah asam sulfat 10% dalam methanol.

Asam sulfat merupakan suatu penampak bercak yang umum digunakan. Reaksi

ini dapat terbentuk dengan pemanasan pelat pada 0-120°C. Dasarnya adalah

bahwa dengan pemanasan sampai 100°C, senyawa organic akan hangus/menjadi

karbon (arang) dan tampak berupa bercak hitam pada latar belakang putih. Karena

itu metode ini hanya cocok untuk fasa diam yang benar-benar berupa bahan

anorganik seperti silica gel maupun alumina, dan tidak dapat digunakan jika fasa

diamnya adalah bahan organic atau pelat yang menggunakan pati sebagai

pengikat.

Page 41: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Metode yang cukup umum digunakan untuk deteksi kromatogram adalah

penggunaan sinar UV panjang gelombang 254 nm dan 366 nm, khususnya untuk

noda yang tidak berwarna. Karena noda pada kromatogram yang diperoleh

berwarna, noda dapat dideteksi pada tiga keadaan, yaitu pada sinar biasa, sinar

UV 254 nm dan 366 nm. Untuk fasa diam silica gel biasa, fluoresensi di bawah

sinar UV hanya terjadi jika senyawa tersebut berfluoresensi. Tapi bila yang

digunakan adalah silica gel berfluoresensi, noda muncul sebagai bercak hitam.

Dari percobaan, noda yang timbul pada pengamatan disinar biasa berwarna

kuning sedangkan pada UV 366 nm berwarna merah.

VII. KESIMPULAN

Volume ekstrak Capsici fructus = 250 ml

Rendemen ekstrak Capsici fructus = 20,025%

Bobot jenis ekstrak Capsici fructus = 0,0815

Page 42: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

DAFTAR PUSTAKA

D’ Amelia, F. S. 1999. Botanical, Phytocosmetics Desk Reference. USA : CRC

Press.

Depkes RI. 1977. Materia Medika Jilid I. Jakarta : Depkes RI.

Depkes RI. 1985. Tanaman Obat Indonesia Jilid I. Jakarta : Depkes RI.

Gritter, R. J., J. M. Bobbit and A. E. Schwarting. 1991. Pengantar Kromatografi.

Bandung : Penerbit ITB.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Kosasih P, Translator. Second Edition.

Bandung : ITB.

Hembing, H.M., 1997, Tanaman Berkhasiat di Indonesia, second edition, Jakarta : Pustaka Kartini

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta.: UI Press.

Moore, J. A., D. L. Dalrymple. 1976. Experimental Methods in Organic

Chemistry 2nd Edition. Philadelphia : Sounders Collage Publishing.

Parrot, E.L, Saski. L. 1971. Experimental Pharmaceutical Technology., 3rd

edition. Minneapolis, Minnesota; Burgess Publishing Company

Pecsok, R. L., L. D. Shields, T. Cairns, I. G. Mcwilliams. 1976. Modern Methods

of Chemical Analysis. 2nd Edition. Ottawa : John Wiley and Sons Inc.

Page 43: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Soedibyo, Moeryati, B. R. A. 1998. Alam Sumber Kesehatan : Manfaat dan

Kegunaan. Jakarta : Balai Pustaka.

Sujadi. 1998. Metode Pemisahan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat. Yogyakarta : Gajah Mada

University Press.

Tjokronegoro, Roekmiati. 2000. Teknik Pemisahan Kimia. Bandung: Jurusan

Kimia FMIPA UNPAD.

Page 44: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

LAPORAN PRAKTIKUM

FITOKIMIA

EKSTRAKSI METABOLIT SEKUNDER

SIMPLISIA CAPSICI FRUCTUS

Disusun Oleh :

Rora Prawira D1E02019Endah Dwi H D1E02020Lolitha H L. D1E02021Nurul Indriati D1E02022Neni Fitria D1E02023Nur Annisa R. D1E02024

Laboratorium FitokimiaJurusan Farmasi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Page 45: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Universitas Padjadjaran2005

VI. DATA PENGAMATAN

Berat simpisia : 50,1 gram

Volume pelarut : 250 ml

Volume ekstrak yang diperoleh : 157 ml

Berat ekstrak kental : 79,69 gram

Rendemen : 3,65%

Berat piknometer kosong : 13,19 gram

Berat piknometer + air : 23,63 gram

Volume piknometer : 10 ml

Berat air : 10 ml

Kerapatan air : 1,004 gram/ml

Berat piknometer + ekstrak : 21,72 gram

Berat ekstrak : 8,53 gram

Kerapatan ekstrak : 0,853 gram/ml

Bobot jenis ekstrak : 0,853 gram/ml

Berat cawan : 48,09 gram

Berat cawan + ekstrak : 49,92 gram

Berat ekstrak kering : 1,83 gram

KLT:

Panjang kertas (y) = 6,3 cm

Jarak antar bercak (x):

No Sinar Tampak UV 254 nm UV 266nm

1 5,8 5,8 3,2

2 5,4 - 4,5

3 4,6 - 4,7

4 - - 5,4

Page 46: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Pola Dinamolisis Ekstrak

No Diameter Hijau Diameter Kuning

1 1,5 cm 1,85 cm

2 1,8 cm 2,2 cm

3 1,7 cm 2,0 cm

4 1,7 cm 1,9 cm

5 1,6 cm 2,0 cm

6 1,6 cm 2,1 cm

7 1,4 cm 2,2 cm

8 1,6 cm 1,8 cm

Rata-rata 1,6125 cm 2,006 cm

Perhitungan Rf (y/x)

No Rf Sinar tampak Rf UV 254 nm Rf UV 266 nm

1 0,92 Hijau paling muda 0,92 Ungu 0,51 Biru muda

2 0,86 Hijau muda - - 0,71 orange

3 0,73 Hijau tua - - 0,75 kuning

4 - - - - 0,86 Pink

VII. PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini yang dilakukan adalah mengekstraksi simplisia

sonchi folium untuk memperoleh metabolit sekunder. Metode ekstraksi yang

dipakai adalah metode refluks (ekstraksi cara panas) dimana pelarut yang

digunakan adalah etanol yang dapat menarik komponen-komponen metabolit

sekunder. Etanol bersifat polar dan metabolit sekunder yang terdapat dalam

simplisia juga bersifat polar, maka sesuai dengan prinsip ”like disolve like” ,

etanol akan dapat menarik metabolit sekunder. Selain itu terdapat beberapa

keuntungan dari pelarut etanol, yaitu :

lebih selektif

kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol

Page 47: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

tidak beracun

netral

absorpsinya baik

etanol bercampur dengan air pada segala perbandingan

panas yang diperlukan untuk pemekatan sedikit

Proses refluks dimulai dengan memasukkan simplisia kedalam labu dasar

bulat sebanyak 50,1 gram, ditambahkan 250 ml etanol. Labu dasar bulat dipasang

pada alat refluks yang suhunya telah diatur. Direfluks selama kurang lebih 1,5

jam. Pada proses refluks dilakukan pemanasan berulang. Dengan pemanasan

maka suhu akan meningkat dan akan mendorong tumbukan antar partikel lebih

cepat dan lebih kuat sehingga produk yang terbentuk akan lebih besar. Dalam

proses refluks ini akan terjadi pendidihan dimana dari pendidihan ini etanol akan

menguap yang kemudian akan dikondensasikan kembali menjadi cairan yang akan

dialirkan kembali kedalam labu dasar bulat. Etanol dalam bentuk cairan ini akan

bereaksi dengan simplisia yang masih belum bereaksi. Hal tersebut akan

berlangsung secara terus menerus sehingga zat pengotor pada simplisia akan habis

bereaksi dan dihasilkan produk metabolit sekunder yang lebih banyak. Hal yang

perlu diperhatikan dalam melakukan proses refluks yaitu pengolesan vaselin pada

bagian luar mulut labu dan penambahan batu didih kedalam labu dasar bulat.

Vaselin digunakan untuk menghindari pecahnya labu akibat pemuaian yang

disebabkan oleh pemanasan. Sedangkan batu didih digunakan untuk menghindari

terjadinya bumping, yaitu letupan akibat tekanan dalam sistem lebih besar

daripada diluar sisitem yang besarnya cukup ekstrim sehingga bisa menekan labu

dan membuatnya retak atau pecah. Dengan adanya batu didih, gelembung yang

dihasilkan akibat pemanasan akan masuk dulu ke pori-pori yang terdapat dalam

batu didih sehinnga gelembung yang besar dapat dipecah dan menjadi kecil.

Selain itu juga batu didih dapat membuat pemanasan terpusat sehinnga pemanasan

lebih efektif dan merata. Penambahan batu didih ini dilakukan sebalum

pemanasan, karena apabila penambahan dilakukan pada saat pemanasan akan

membuat peredaman bumping kurang efektif dan kemungkinan terjadinya letupan

akan semakin besar.

Page 48: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Dari proses refluks diperoleh ekstrak cair sebanyak 157 ml. Ekstrak cair

yang diperoleh dievaporasi untuk memisahkan pelarut dengan metabolit sekunder.

Untuk proses evaporasi ekstrak yang digunakan sebanyak 137 ml sementara

sisanya 20 ml digunakan untuk pengukuran dinamolisis dan KLT. Proses

evaporasi merupakan proses pemanasan dengan labu yang diputar secara terus

menerus untuk mempercepat penuapan pelarut. Proses evaporasi dihentikan

apabila tidak terdapat tetesan pelarut dari kondensor. Karena keterbatasan alat dan

waktu maka proses evaporasi hanya dilakukan selama 15-20 menit, oleh karena

itu ekstrak kental yang diperolah masih banyak mengandung pelarut. Untuk

menghilangkan sisa pelarut ekstrak kental diuapkan diatas tangas air hingga

pelarut habis. Sehingga diperoleh hasil akhir sebanyak 1,83 gram dan

rendemennya sebesar 3,65%.

Untuk perhitungan berat jenis, diperlukan data tentang kerapatan ekstrak

dan kerapatan air. Kerapatan air diperoleh dengan cara menimbang piknometer

kososng dan piknometer yang berisi air. Dari proses ini diperoleh berat air dan

volume air sehingga kerapatan dapat dihitung dengan menggunakan rumus

ρ=m/v. Sedangkan untuk menentukan kerapatan ekstrak digunakan prosedur yang

sama. Berat jenis diperoleh dengan membandingkan kerapatan ekstrak dengan

kerapatan air. Dari percobaan, diperoleh berat jenis ekstrak 0,853

Proses berikutnya yang dilakukan adalah dinamolisis. Dari proses ini

diperoleh pola dinamolisis berbentuk lingkaran yang berwarna kuning dan hijau

pada kertas Whatman. Setiap tumbuhan memiliki pola dinamolisis yang berbeda.

Untuk mengetahui dan memisahkan komponen yang terdapat didalam

ekstrak, dilakukan kromatografi lapis tipis. Pada kromatografi lapis tipis terdapat

dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Untuk fase diam digunakan plat logam

yang dilapisi silika gel dan fase geraknya digunakan metanol, kloroform, asam

asetat (1:95:5). Langkah pertama adalah membuat beberapa titik pada kertas silika

gel. Sehingga diperoleh hasil sebagai berikut :

Page 49: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

0.5 cm = y

6.3 cm = z

0.6 0.6 1 cm= x

Ekstrak ditotolkan pada kertas silika gel (yaitu pada garis x pada gambar)

sebanyak 5 kali dengan menggunakan pipa kapiler. Penotolan dilakukan secara

bertahap dengan selang waktu. Maksudnya, penotolan kedua dilakukan setelah

totolan pertama kering. Dalam satu kertas silika diisi dengan totolan pada dua

tempat, yaitu sonchi dengan proses ekstraksi maserasi dan sonchi dengan proses

ekstraksi refluks. Kertas silika kemudian dimasukkan ke dalam bejana

pengembang yang telah diisi dengan fase gerak. Fase gerak dibuat dengan

mencampurkan MeOH:CHCL3:HOAc dengan perbandingan 1:95:5 sebanyak 5

mL (campuran 4,7 mL kloroform, 0,05 ml Metanol dengan 0,25 mL HOAc).

Campuran fase gerak harus didiamkan terlebih dahulu selama 30 menit agar

larutan jenuh. Perlu diperhatikan setelah larutan pengembang dituangkan, bejana

segera ditutup karena campuran ini mudah menguap. Kertas silika dalam bejana

didiamkan hingga pelarut naik perlahan-lahan hingga mencapai batas (yaitu garis

y pada gambar). Lalu, hasilnya dilihat dibawah sinar UV. Sinar UV yang

digunakan adalah sinar dengan panjang gelombang 254 nm dan 266 nm. Pada

sinat tampak diperoleh 3 totolan yang masing-masing berwarna hijau muda, hijau

tua, dan hijau yang sangat muda. Untuk sinar UV 254 nm, diperoleh satu totolan

saja yang berwarn ungu. Hal ini disebabkan karena pada sinar UV 254 nm terjadi

peredaman yang mengakibatnkan warna yang muncul hanya warna fase diamnya

saja. Sedangkan untuk sinar UV 266 nm, dihasilkan 4 totolan yang masing-

masing berwarna biru muda, orange, kuning, dan pink. Dari hasil KLT ini dapat

ditentukan Rf dengan cara membandingkan jarak noda/z (pada gabar).

Page 50: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Untuk KLT dengan menggunakan ekstrak yang diekstraksi dengan proses

maserasi diperoleh hasil yang sama dengan poses refluks. Hal ini dapat

membuktikan bahwa baik menggunakan metode maserasi maupun refluks akan

menghasilkan pola KLT yang sama.

VIII. KESIMPULAN

Rendemen : 3,65%

Berat ekstrak : 8,53 gram

Rf :

No Rf Sinar tampak Rf UV 254 nm Rf UV 266 nm

1 0,92 Hijau paling muda 0,92 Ungu 0,51 Biru muda

2 0,86 Hijau muda - - 0,71 orange

3 0,73 Hijau tua - - 0,75 kuning

4 - - - - 0,86 Pink

Page 51: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

DAFTAR PUSTAKA

Gritter,R.J.J.M. Bobbit and A.G Schwarting.1991. Pengantar Kromatografi.

Bandung.Penerbit ITB

Harborne. J. B. 1996. Metode Fitokimia. ITB. Bandung

Tjitrosoepomo,Gembong.1994.Taksonomi Tumbuhan Obat.Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Pada Kromatografi Lapis Tipis terdapat dua variabel

penting, yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa diam pada

Kromatografi Lapis Tipis merupakan lapian tipis adsorben yang

terikat pada pendukung. Pemisahan komponen-komponen

dengan Kromatografi Lapis Tipis dapat berlangsung melalui dua

mekanisme, yaitu mekanisme adsorpsi dan mekanisme partisi.

Faktor penentu keberhasilan pemisahan komponen pada

Kromatografi Lapis Tipis diantaranya : Kepolaran sistem,

pemilihan sistem adsorpsi, sistem partisi, serta pelarut.

Pemisahan berdasarkan adsorpsi dan partisi pada

Kromatografi Lapis Tipis sangat tergantung pada perbedaan

kepolaran komponen-komponen yang dipisahkan, karena

kepolaran merupakan faktor utama yang menjadi penentu bagi

sifat kelarutan komponen dalam dua fasa cair.

Kromatografi Lapis Tipis dapat digunakan untuk pemisahan

dalam jumlah kecil (µg). Disamping itu pada Kromatografi Lapis

Tipis dapat digunakan pelarut lebih banyak macamnya dan

terdapat ruang yang lebih leluasa. Kelemahan Kromatografi Lapis

Tipis diantaranya penyiapannya memakan waktu, karena plat

Page 52: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

harus dibersihkan dulu dengan aseton untuk menghilangkan

lemak. Kemudian harus dilakukan penyaput pelat kaca dengan

penjerap. Tetapi hal ini dapat diatasi dengan penyaput otomatis.

Bubur silika gel dalam air harus dikocok kuat-kuat selama jangka

waktu tertentu ( misalnya 90 detik ) sebelum penyaputan. Pelat

dapat ditambah dengan indikator fluoresensi untuk pendeteksian

senyawa yang memadamkan fluoresensi apabila dilihat dibawah

UV 254 nm atau memberikan fluoresensi apabila dilihat dibawah

UV 366 nm.

Bilangan Rf pada Kromatografi Lapis Tipis lebih kurang

akan terulang, oleh karena itu diperlukan senyawa pembanding

satu atau lebih penandaan. Bilangan Rf adalah perbandingan

jarak yang ditempuh senyawa pada kromatografi dengan jarak

rambat pengembang. Harga Rf berkisar antar 0,01-0,99.

Bilangan Rf dapat untuk membedakan pigmen satu dengan yang

lain. Untuk mengukur Rf pada Kromatografi Lapis Tipis dengan

seksama, dapat dilakukan dengan membakukan kondisi.

Biasanya kromatografi lapis tipis dilakukan dengan pengembang

naik dalam bejana yang dindingnya dilapisi dengan kertas saring

sehingga atmosfer dalam bejana jenuh dengan fase pelarut.

Kromatografi lapis tipis dapat dilakukan secara mendatar apabila

pelat harus dilewatkembangkan atau penggunaan Kromatografi

Lapis Tipis digabung dengan elektroforesis. Deteksi Kromatografi

Lapis Tipis biasanya dilakukan dengan pereaksi semprot,

misalnya dengan penyemprot asam sulfat pekat yang dilarutkan

dalan etanol.

SPEKTROFOTOMETRI UV-SINAR TAMPAK

Spektrofotometri UV-Visible ini dapat digunakan untuk

identifikasi secara kualitatif ataupun kuantitatif. Sampel yang

diukur sangat sedikit, yaitu sespora dan dilarutkan dalam etanol

Page 53: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

95%, dimasukan kedalam kuvet 1-3 mL. kemudian diukur

absorbansinya pada panjang gelombang 200-400 nm (untuk

sinar UV) dan 400-700 nm (untuk sinar tampak). Selain etanol

dapat digunakan pelarut methanol, air, heksan, eter, eter minyak

bumi. Harus dihindari alkohol mutlak niaga, karena mengandung

benzena yang dapat menyerap didaerah UV pendek. Kloroform

piridina pun harus dihindari karena menyerap didaerah 200-260

nm. Tetapi pelarut ini sangat baik untuk pengukuran spektrum

karotenoid didaerah sinar tampak. Persamaan yang digunakan

pada spektrometri ini adalah Lamberd Beer :

έ = A

cl

έ = absorbsi molekuler

A= Absorbansi

c = konsenterai dalam g mol/L

l = panjang sel dalam cm

Pemurnian merupakan suatu keharusan sebelum dilakukan

penetapan spektrum. Spektrofotometri UV-VIS merupakan pilihan

tunggal untuk penetapan struktur flavinoid. Bila senyawa fenol

ditambah alkali, secara khas spektrum bergeser kearah panjang

gelombang yang lebih besar (mengalami geser batokrom)

dengan absorbansi yang meningkat. Sebaliknya bila larutan

alkali ditambahkan pada larutan netral asam karboksilat, geseran

terjadi kearah yang berlawanan (mengalami geser hipsokrom).

1. Rf = = 0,92

I. PEMBAHASAN

Page 54: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Tujuan percobaan ini untuk mengisolasi metabolit

sekunder dari simplisia capsici fructus (buah cabe) dengan

metode ekstraksi basah, yaitu maserasi dan juga untuk

membandingkan ekstraksi cara panas dengan cara dingin yang

dilakukan oleh masing – masing praktikan. Simplisia digerus

dalam mortir hingga menjadi serbuk yang halus.

Pembuatan serbuk simplisia ini bertujuan untuk

memperluas kontak permukaan dengan cairan penyari. Semakin

kecil atau halus ukuran suatu partikel , maka semakin besar total

luas permukaan keseluruhan serbuk. Dan hal itu akan

menambah kontak permukaan dengan cairan penyari, Sehingga

akan memperbanyak senyawa kimia yang disari oleh cairan

penyari. Tetapi, dalam pembuatan serbuk simplisia tidak boleh

terlalu halus, karena ruang antar serbuk berkurang sehingga

cairan tidak dapat tembus dan akan mempersulit proses

penyarian, mempersulit penyaringan karena butir-butir halus

membentuk suspensi yang sulit dipisahkan dengan cairan

penyari dan dinding sel akan pecah, sehingga zat yang tidak

diinginkan ikut dalam penyarian.

Setelah semua simplisia menjadi serbuk, simplisia

ditimbang seberat 100 gram. Setelah ditimbang kemudian

simplisia dimasukkan kedalam botol kaca dan dilakukan proses

pembasahan menggunakan etanol 95 %. Proses pembasahan ini

bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada cairan penyari

untuk memasuki seluruh pori-pori dalam simplisia sehingga

mempermudah proses penyarian. Alasan menggunakan etanol

95 % adalah karena etanol dengan konsentrasi tersebut

mempunyai kadar air sedikit yaitu hanya 5 %. Banyaknya air

akan mempengaruhi keawetan dari ekstrak yang diperoleh,

Page 55: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

karena air adalah media pertumbuhan yang baik bagi bakteri,

jamur, dan mikroorganisme lainnya.

Selain itu air mampu melarutkan beberapa zat tumbuh-

tumbuhan seperti gula, gom, amilum, zat warna, tannin, dan

kebanyakan zat- zat ini adalah bukan komponen yang diinginkan

sebagai ekstrak. Air juga cenderung mengekstraksi bahan dasar

tanaman yang setelah diekstraksi kemudian memisah

meninggalkan endapan yang tidak diinginkan.Dan banyak

senyawa kimia organic yang kompleks dalm tumbuhan lebih

dapat larut dalam alcohol daripada dalam air, sehingga alcohol

sering digunakan sebagai pelarut untuk ekstraksi pendahuluan.

Selain itu alcohol mempunyai sifat sebagai pengawet

antimikroba.

Setelah semua simplisia basah, bahan direndam dalam pelarut

etanol 95 % selama 24 jam. Selama proses perendaman ini,

pelarut meresap kedalam simplisia dan melunakkan sel,

sehingga zat – zat yang mudah larut akan melarut. Sebagai

pembantu, sebelum didiamkan dilakukan pengadukan untuk

memastikan semua serbuk kontak dengan pelarut. Setelah

direndam selama 24 jam, ekstrak cair disaring kedalam wadah

penampung. Dari 100 gram simplisia dalam 400 ml pelarut

etanol 95 % diperoleh ekstrak cair sebanyak 335ml. Dari ekstrak

cair tersebut akan ditentukan besar rendemen, pola dinamolisis,

penetapan bobot jenis dan kromatografi-kromatografi lapis tipis.

Ekstrak cair yang didapat, diambil sebanyak 300ml untuk

dimasukkan kedalam labu dasar bulat untuk dievaporasi dengan

menggunakan alat yang dinamakan evaporator hingga

volumenya kecil dan beratnya konstan tanpa terjadi percikan

pada suhu diantara 30 dan 40 C. Lalu sisanya sebanyak 35 ml

Page 56: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

digunakan untuk proses penentuan pola dinamolisis, bobot jenis,

dan kromatografi lapis tipis.

Langkah pertama yang dilakukan yaitu menghitung

rendemen untuk mengetahui kadar ekstrak dari 100 gram

simplisia dalam 400ml etanol 95 %. Rendemen diperoleh dengan

cara menguapkan .....ml ekstrak cair dalam cawan penguap yang

sebelumnya telah diketahui beratnya, kemudian setelah

diperoleh berat konstan, penguapan dihentikan. Dengan proses

perhitungan akan diketahui berat konstan ekstrak sehingga

dapat ditentukan berat ekstrak dari .....ml ekstrak cair melalui

proses konversi. Perhitungan rendemen dilakukan sebanyak 2

kali, dan dari hasil percobaan didapat rendemen sejumlah........

Langkah kedua yaitu penetapan bobot jenis. Bobot jenis

dapat ditetapkan dengan cara menimbang piknometer dengan

volume tertentu dalam keadaan kosong kemudian piknometer

diisi penuh dengan air lalu ditimbang ulang, sehingga diperoleh

kerapatan air. Dengan melakukan hal yang sama untuk bahan

ekstrak akan diperoleh kerapatan ekstrak cair. Bobot jenis

ekstrak dapat diperoleh dengan membandingkan kerapatan

ekstrak terhadap kerapatan air. Dari hasil percobaan, bobot jenis

ekstrak capsici fructus yaitu sebesar 0,81.

Langkah ketiga yaitu pola dinamolisis. Dinamolisis dapat

dilakukan dengan cara membuat kertas saring whatman

berbentuk lingkaran berdiameter kira-kira 10 cm, lalu titik

pusatnya dilubangi, kemudian dipasang sumbu yang terbuat dari

kertas saring. Kertas saring bersumbu ini kemudian ditutupkan

pada cawan petri yang berisi ekstrak cair dan didiamkan selama

10 menit sehingga terjadi difusi sirkular yang akan membentuk

pola dinamolisis. Dari hasil percobaan, terjadi pergerakan ekstrak

membentuk pola sedikit oval dengan diameter rata-rata 1,84cm.

Page 57: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Bagian terluar pola berwarna kuning, sedangkan bagian dalam

berwarna orange.

Langkah keempat kromatografi lapis tipis. Kromatografi

lapis tipis dilakukan dekat pusat sumbu berwarna oranye,

dengan cara menotolkan bercak ekstrak pada plat yang

kemudian ditanamkan pada pengembang. Penempatan plat pada

pengembang tidak boleh melebihi garis yang ditentukan pada

plat dan harus tegak lurus terhadap pengembang agar

pergerakan noda dan pembacaan harga Rf menjadi akurat. Rf

dihitung dengan membandingkan jarak yang ditempuh oleh

ekstrak terhadap jarak tempuh pelarut. Pada percobaan,

pengembang yang digunakan adalah campuran kloroform-

natrium hidroksida-asam asetat ( 95 : 1 : 5 ). Kemudian plat ini

diletakkan dibawah sinar ultra violet 254 nm dan sinar ultraviolet

366 nm.

II. KESIMPULAN

Bobot jenis ektrak capsici fruktus : 0,81

Diameter pola dinamolisis : 1,84 cm

Rf = 0,92 dan 0,93

Rendemen : 8,11 %

Page 58: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Penerjemah:

Farida Ibrahim. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Dalimartha, dr. Setiawan. 2003. Atlas Tumbuhan Obat. Jakarta: Trubus

Agriwidya.

Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia Terbitan Kedua. Penerjemah: Dr. Kosasih

Padmawinata dan Dr. Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB.

Hoestettman, H., Hoestettman, M., Marston, A. 1995. Cara Kromatografi

Preparatif : Penggunaan pada isolasi senyawa alam. Bandung: Penerbit

ITB.

Stahl,E.,1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, Penerbit ITB,

Bandung, 84-95.

Syamsuhidayat, S.S, dan Hutapea, J.r.,1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia,

Jilid I, Depkes RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta,

112-113.

Wiryowidagdo, S.,1992, Simposium Penelitian Tumbuhan Obat VII, Ujung

Pandang.

Page 59: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Pada praktikum kali ini kita akan melakukan isolasi metabolit sekunder

dari simplisia Sonchi Folium dengan cara metode ekstraksi panas yaitu

refluks.Setelah penimbangan simplisia, selanjutnya adalah melarutkannya dengan

etanol.Hal ini dikarenakan etanol merupakan salah satu pelarut yang baik.

Di dalam labu yang telah disediakan, campuran tersebut mulai direfluks

selama kurang lebih 1,5 jam.Refluks itu sendiri merupakan aliran berbalik

kembali; misalnya, pada zat cair dalam labu dengan menggunakan tabung

pendingin yang mengembunkan uap dan meneteskan embun kembali ke dalam

labu.Dalam praktek biasanya, dimasukkan beberapa boiling chip yang

dimaksudkan untuk mencegah terjadinya letupan serta agar panasnya

merata.Pemanasan secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup lama

tersebut diharapkan agar zat-zat / senyawa yang terkandung dalam simplisia

tersebut dapat lebih dapat ditarik lagi. Selama refluks setiap 15 menit sekali aliran

air harus dikontrol, karena apabila aliran air dari kran berhenti mengalir maka

hasil pemanasan larutan didalam labu tidak dapat kembali ke labu dikarenakan

kondensor refluks panas dan uap yang keluar tidak dapat terkondensasi

kembali.Salah satu kelemahan dari metode ini antara lain;pemanasan secara

langsung tidak bisa untuk bahan tidak tahan panas.Salah satu kelebihan dari

metode refluks ini antara lain;efesiensi pelarut karena tidak perlu menggunakan

beberapa pelarut.

Setelah direfluks, ekstrak cair tersebut didinginkan.Dipisahkan menjadi 2

bagian,bagian pertama disimpan dan bagian yang lain dipekatkan dengan cara

evaporasi.Evaporator adalah alat pemekat atau pengental ekstrak cair yang mirip

dengan gasing serta dilengkapi heating mantel yang dapat diatur derajat suhunya

dan juga dilengkapi pipa-pipa untuk mengalirkan methanol/etanol sebagai

pendingin.Proses ini memakan waktu kurang lebih 1 jam tergantung dari volume

Page 60: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

ekstrak cairnya.Pada proses evaporasi diharapkan agar panasnya konstan sehingga

reksi pengentalan berjalan sempurna.

Hasil dari evaporasi tersebut harus diuapkan di atas water bath sehingga

didapat hasil ekstrak yang lebih pekat.Dari sini kita bisa mendapatkan berapa gr

ekstrak kental sehingga didapatkan pula rendemennya.Hal ini untuk membuktikan

seberapa murni ekstrak yang kita dapat.Semakin besar rendemen yang didapat

maka semakin baik hasil ekstrak yang kita dapat.Terkadang kita mendapat

beberapa rendemen yang cukup besar tapi belum tentu senyawa itu murni

mungkin msh terdapat pengotor.maka dari itu kita perlu melakukan uji identifikasi

yang lebih spesifik.

Piknometer

Setelah kita mendapatkan hasil dari percobaan kali ini, maka langkah

selanjutnya adalah proses identifikasi.Proses identifikasi ini dimulai dengan kita

mencari bobot jenis ekstrak.Dalam hal ini kita menggunakan piknometer.Pertama

kita harrus mengetahui kerapatan air dengan cara menambahkan air ke dalam

pikno kosong.Perlu diperhatikan sebelum penambahan air pikno harus dalam

keadaan benar-benar bersih, sehingga penghitungannya benar.Tidak lupa juga kita

menambahkan ekstrak cair ke dalam pikno kosong untuk mengetahui kerapatan

ekstrak.Diusahakan agar cairan ekstrak memenuhhi tutup pikno sehingga didapat

hasil yang maksimal.Bobot jenis ekstrak dapat diketahui dari perbandingan dari

keraapatan ekstrak dan air.Lalu bobot jenis yang diketahui disamakan dengan

literature sehingga data semakin akurat.

Dinamolisis

Cara ini digunakan untuk mengetahui pola lingkaran yang didapat dari

ekstrak ini.kertas Whatman yang telah dibolongi tengahnya dan diberi sumbu

yang terbuat saring.Kertas saring bersumbu ini kemudian ditutpkan pada cawan

petri yang berisi ekstrak cair. Biarkan terjadi proses difusi sirkular selama 10

Page 61: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

menit.Hasil yang didapat berupa pola 2 lingkaran berwarna.Lingkaran dalam

berwarna hijau.dan lingkaran luar berwarna kuning.Dihitung masing-masing

diameternya.Proses dinamolisis ini merupakan proses pemisahan senyawa secara

manual yang menghasilkan pola lingkaran berwarna yang menandakan masing-

masing kandungan senyawa dalam simplisia tersebut.

Kromatografi Lapis Tipis

Ekstrak kental ini apabila dibiarkan atau didinginkan kemungkinan akan

timbul kristal. Terhadap kristal ini dilakukan pengujiaan kemurnian dengan cara

metode kromatografi lapis tipis.Pada KLT dapat digunakan pemisahan dalam

jumlah kecil ( mikro gram).Cairan ekstrak cair tersebut ditutulkan beberapa kali

pada silica gel yang sudah diberi batas atas dan bawah, hal ini dmaksudkan agar

laju pemisahan terlihat jelas.Seperti yang sudah ditentukan kita akan

menggunakan pelat silica gel.Menurut teori, proses pembuatannya sebagai

berikut; sebelumnya plat dibersihkan terlebih dahulu dengan aseton untuk

menghilangkan lemak. Kemudian harus dilakukan penyaputan pelat kaca dengan

penjerapan, tetapi hal ini dapat diatasi dengan menggunakan penyaput tertentu

( misalnya 90 detik ) sebelum penyaputan. Tergantung pada ukuran partikel

penjerapan, mungkin harus ditambahkan kalsium sulfat hemihidrat ( 15% ) untuk

membantu pelekatan penjerap pada kaca. Setelah penyaputan pelat harus

dikeringkan tdd pada suhu 100-110 celcius selama 30 menit. Sifat penjerap dapat

diubah dengan penambahan garam anorganik, misalnya perak nitrat ( Ag

NO3 ).Dikarenakan pembuatan pelat silica gel memakan waktu yang cukup lama,

maka para praktikan telah disiapkan pelat silica gel tersebut. Silica gel ini

dimasukkan ke dalam chamber yang sudah diberi pengembang kloroform dan etil

eto Acetat dengan perbandingan 6:4.Salah satu keuntungan dari KLT dapat kita

bisa lihat pada saat penambahan pelarut, karena KLT dapat menggunakan

berbagai macam pelarut sehingga ruang geraknya lebih leluasa daripada KKt.

Sebelum silica gel dimasukkan keadaan chamber harus dalam keadaan panas, agar

udara atau atmosfer dalam chamber menjadi jenuh sehingga didapat hasil

pemisahaan yang baik.Silica gel dimasukkan ke dalam chamber harus dalam

Page 62: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

keadaan miring agar lajunya bagus.Tidak lupa chamber ditutup kembali dengan

kaca untuk tetaaap menjaga suhu nya.Ditunggu sampai batas waktu 10

menit.Hasil yang sudah dikeringkan, dimasukkan ke dalam UV Betrachter.Hal ini

berfungsi untuk pendeteksian senyawa dengan beberapa cara. Pertama, dilihat

tanpa menggunakan sinar UV,warna yang dicatat adalah warna tearkhir yang

tampak pada titik penutulan.kedua, dilihat di bawah UV 254nm. Ketiga, dilihat

dibawah sinar UV 366nm.Bilangaaan Rf lebih kurang terulangkan, oleh karena itu

diperlukaan senyawaa pembanding satu atau lebih untuk penandaan. Untuk

mengukur Rf pada KLT dengan seksama kita dapat membakukan kondisi, namun

hal ini merupakan suatu prosess yang memakan waktu. Biasanya KLT dilaakukan

dengan pengembangan, pengembangan naik dalam suatu bejana yang dindingnya

dilaapisi dengan kertas saring, sehingga atmosfer dalam bejana jenuh dengan fase

pelarut. Deteksi KLT biasanya dilakukan dengan pereaksi semprot. Pada kali ini

digunakan H2SO4 untuk mendeteksi steroid dan lipid yang berguna. Hal ini

merupakan suatu kelebihan dari KLT dibandingkan KKt.Setelah penyemprotan

H2SO4 dilihat warna yang keluar pada UV 254 dan UV 366nm.

PEMBAHASAN

Percobaan ini pada dasarnya ditujukan untuk mengisolasi suatu senyawa

turunan fenol yakni senyawa oligomer stilbenoid dari tumbuhan meranti, Shorea

multiflora Burck. Dari beberapa percobaan sebelumnya, dalam tumbuhan ini telah

ditemukan beberapa senyawa fitokimia seperti senyawa-senyawa golongan

flavonoid, fenilpropanoid, asam fenolik, polifenol, serta terpenoid. Oleh karena

itu, metode pemisahan, isolasi dan penetapan struktur senyawa fitokimia dalam

tumbuhan ini lebih difokuskan terhadap metode pemisahan, isolasi dan penetapan

struktur golongan senyawa fenol.

EKSTRAKSI DAN ISOLASI

Page 63: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Dalam percobaan ini, bahan mentah yang digunakan untuk isolasi

merupakan kulit kayu dari tumbuhan meranti. Pemilihan bagian tumbuhan ini

dilakukan karena kemungkinan senyawa stilbenoid banyak terdapat dalam bagian

kulit kayu dibandingkan dengan bagian lain pada tumbuhan. Secara prosedural,

pertama-tama dilakukan penggilingan terhadap 7 kg bahan tumbuhan.

Penggilingan bahan dimaksudkan untuk mendapatkan massa bahan yang sesuai

untuk prosedur selanjutnya yaitu ekstraksi. Penggilingan bahan dilakukan sampai

bahan ekstraksi mencapai derajat kehalusan yang tepat. Penghalusan ini bertujuan

untuk menambah permukaan sentuh bahan dengan cairan penyarinya.

Penambahan luas permukaan ini akan menambah efektivitas dari ekstraksi yang

akan dilakukan kemudian. Derajat kehalusan dari bahan diatur berdasarkan bentuk

bahan awal dan derajat kehalusan yang sesuai. Secara prosedural, bahan dari kulit

kayu (cortex) bahan kasar (crude) akan digiling sampai membentuk serbuk

dengan derajat kehalusan tertentu yang tepat bagi bahan.

Setelah bahan digiling sampai berbentuk bahan yang diinginkan, bahan

kemudian dilakukan ekstraksi awal. Ekstraksi awal ini dilakukan melalui metode

ekstraksi dingin yaitu maserasi. Penggunaan metode maserasi disebabkan tidak

adanya informasi mengenai stabililitas senyawa yang akan diisolasi. Oleh karena

itu, metode maserasi merupakan pilihan yang tepat sebagai metode ekstraksi awal

bagi senyawa yang belum diketahui stabilitasnya terhadap suhu tertentu. Karena

dikhawatirkan senyawa yang akan diisolasi merupakan senyawa termolabil, maka

metode maserasi tepat digunakan dalam proses ekstraksi ini. Secara prosedur,

maserasi awal dilakukan menggunakan pelarut aseton. Aseton meruapakan pelarut

yang bersifat non-polar dengan dengan derajat elutropik_________. Pemilihan

aseton sebagai pelarut maserasi disebabkan bahan awal dari maserasi merupakan

kulit kayu yang banyak mengandung lignin. Lignin merupakan suatu senyawa

makromolekul yang termasuk kedalam golongan lipid. Oleh karena senyawa lipid

merupakan suatu senyawa non-polar, sesuai dengan prinsip ”like-dissolve-like”

yang menyatakan bahwa suatu senyawa akan lebih mudah larut pada pelarut

dengan kepolaran yang relatif sama, maka diperlukan pelarut yang non-polar

untuk melarutkan lignin. Lignin harus dipisahkan dari senyawa utama karena akan

Page 64: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

mengganggu pada proses pengisolasian lanjut yaitu fraksinasi menggunakan

kromatografi.

Dari proses maserasi awal, kemudian didapatkan ekstrak aseton berupa

residu berwarna coklat dengan berat 180 g. Ekstrak aseton kemudian dilarutkan

kembali dengan menggunakan metanol dan dipartisi dengan menggunaan n-

heksana. Penggunaan metanol sebagai pelarut kedua disebabkan metanol

merupakan pelarut universal yang dapat melarutkan hampir semua metabolit

sekunder pada tumbuhan, sedangkan penggunaan n-heksana ditujukan untuk

menarik lignin yang telah terlarut pada fase aseton. Setelah itu, pelarut diuapkan

pada tekanan rendah dan didapat ekstrak metanol berupa residu berwarna coklat

dengan berat 60 g. Pemisahan pelarut dilakukan pada tekanan rendah dilakukan

untuk memisahkan metanol sebagai pelarut universal yang telah mengandung

senyawa stilbenoid yang akan diisolasi dengan aseton dan n-heksana yang

kemungkinan mengandung senyawa pengotor lain. Pemisahan pelarut dilakukan

pada tekanan rendah disebabkan aseton dan n-heksana akan lebih dulu menguap

dibandingkan metanol pada tekanan rendah, sehingga didapat ekstrak metanol.

Ekstrak metanol kemudian dilarutkan kembali menggunakan aseton.

Penggunaan aseton disini bertujuan untuk memurnikan senyawa stilbenoid yang

akan diisolasi, karena kemungkinan masih terdapatnya senyawa lain selain

senyawa stilbenoid pada fase metanol. Ekstrak tersebut kemudian difraksinasi

dengan menggunakan kromatografi cair vakum (200 g, 7 cm x 10 cm) dengan

menggunakan eluen n-heksana, campuran n-heksana-etil asetat (75:25), etil asetat,

dan metanol dengan kepolaran yang terus ditingkatkan. Penggunaan kromatografi

cair vakum didasarkan atas penggunaan tekanan yang rendah melalui penghisapan

menggunakan kompresor akan meningkatkan kecepatan aliran pelarut dalam

kolom sehingga proses fraksinasi akan berjalan lebih cepat. Fraksinasi dilakukan

dengan menggunakan pelarut dengan kepolaran yang terus meningkat dengan

tujuan untuk memfraksinasi senyawa-senyawa dengan kepolaran yang berbeda.

Dilihat dari jenis pelarut, sifat kepolaran pelarut naik dari non-polar (n-heksana),

semi-polar (n-heksana-etil asetat (75:25) dan etil asetat) dan polar (metanol). Dari

fraksinasi diatas, dihasilkan 28 fraksi.

Page 65: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Setelah didapat 28 fraksi menurut kepolaran pelarut, dilakukan analisis KLT

yang bertujuan untuk menggabungkan fraksi-fraksi tersebut berdasarkan variabel-

variabel KLT yakni Rf dan hRf serta pola bercak yang homogen. KLT dilakukan

pada pelat alumunium berlapis silika gel Merck Kieselgel 60 F254, 0.25 mm. KLT

ini merupakan sistem kromatografi partisi yang dapat digunakan untuk

mempartisi senyawa-senyawa yang dimaksud. Dari analisis KLT ini, ke-28 fraksi

kemudian digabungkan menjadi 7 fraksi utama.

Fraksi utama kedua yang merupakan penggabungan fraksi 12-20 sebanyak

14 g difraksinasi lebih lanjut dengan kromatografi cair vakum (140 g, 7 cm x 10

cm), menggunakan berturut-turut eluen n-heksana, campuran CH2Cl2-MeOH

(9:1), CH2Cl2, dan metanol dengan kepolaran yang terus meningkat. Pemilihan

fraksi utama kedua kemungkinan didasarkan oleh kesamaan pada R f dan hRf serta

pola bercak dengan literatur pada percobaan-percobaan yang pernah dilakukan

sebelumnya terhadap senyawa turunan fenol. Fraksinasi dari fraksi utama kedua

kemudian menghasilkan sembilan fraksi gabungan utama.

Selanjutnya fraksi gabungan ketujuh seberat 1,2 g difraksinasi kembali

menggunakan kromatografi radial dengan eluen campuran n-heksana-etil asetat-

metilen klorida (8:1:1), dan metanol menghasilkan 11 fraksi. Kromatografi radial

dilakukan pada pelat yang berbentuk lingkaran dimana pelarut dielusikan dari titik

pusat pelat sehingga pergerakan eluen berbentuk radial. Pemilihan komposisi

eluen disesuaikan dengan kemungkinan kelarutan senyawa yang akan diisolasi.

Gambar kromatografi radial

Gabungan fraksi ketiga sebanyak 435 mg kemudian difraksinasi berulang

kali menggunakan kromatografi radial dengan campuran eluen kloroform-MeOH

(9:1) menghasilkan sejumlah fraksi yang digabung menjadi dua fraksi utama.

Penggunaan komposisi eluen kloroform-MeOH memungkinkan untuk

mengisolasi senyawa-senyawa mulai dari yang bersifat non-polar sampai polar.

Selanjutnya pada fraksi utama pertama yang merupakan gabungan fraksi 1-9

seberat 240 mg, difraksinasi lebih lanjut menghasilkan sejumlah fraksi utama.

Page 66: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Pada penggabungan fraksi 9-13 sebanyak 35 mg, diperoleh padatan berwarna

kuning yang pada kristalisasi dari campuran kloroform-MeOH (8:2) menghasilkan

ampelopsin A sebanyak 20 mg berupa padatan berwarna kuning pucat yang

homogen pada KLT dengan tiga sistem eluen. Dengan menggunakan cara yang

sama, dari gabungan fraksi utama ketiga, diperoleh senyawa balanokarpol

sebanyak 30 mg. Sedangkan dari gabungan fraksi utama kedua, diperoleh

hopeafenol sebanyak 20 mg berupa padatan berwarna kuning muda yang

homogen pada KLT menggunakan tiga sistem eluen.

Keberadaan dari senyawa-senyawa turunan polifenol tersebut yaitu

ampelopsin A, balanokarpol dan hopeafenol pada masing-masing fraksi

menunjukkan bahwa masing-masing senyawa memiliki karakteristik khusus pada

strukturnya.

PENETAPAN STRUKTUR

Senyawa-senyawa yang berhasil diisolasi kemudian dilakukan penetapan

strukturnya melalui beberapa metode yang berbeda terhadap masing-masing

senyawa. Pada dasarnya, penetapan struktur senyawa ini dilakukan secara fisika

dan kimia. Struktur senyawa balanokarpol ditetapkan berdasarkan data

spektroskopi UV, IR, 1H-NMR, dan MS. Senyawa ampelopsin A ditetapkan

berdasarkan data spektroskopi UV, IR, 1H-NMR, 13C-NMR (1D dan 2D).

Senyawa hopeafenol ditetapkan berdasarkan pembandingan data fisika, seperti

titik leleh, putaran optik, dan perbandingan KLT dengan data senyawa standar.

Pada senyawa balanokarpol yang diisolasi berupa padatan berwarna kuning

pucat, kemudiaan dikarakteristikan melalui metode penetapan titik leleh. Dari

pengujian, didapat bahwa senyawa ini terurai pada 224oC. Kepada senyawa ini

kemudian dilakukan penetapan gugus fungsi menggunakan spektroskopi IR. Dari

pengukuran IR menggunakan cakram KBr, didapatkan bahwa spektrum IR

menunjukkan pita-pita serapan untuk gugus hidroksil pada νmaks 3400 cm-1, cincin

benzena pada 1614, 1513, 1453, dan cincin benzena tersubstitusi para pada 835

cm-1 yang menyarankan suatu stilbenoid. Dari pengukuran UV dalam pelarut

metanol, didapatkan bahwa λmaks terletak pada 204, 227, dan 284 nm. Sedangkan

Page 67: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

dalam pelarut metanol dan NaOH, didapatkan bahwa λmaks terletak pada 206, 250,

287 nm.

Spektrum massa (EIMS) senyawa balanokaprol memberikan ion molekul

pada m/z 470 yang sesuai untuk dimer resveratrol dengan rumus molekul

C28H22O7. Selanjutnya fragmen ion pada m/z 452 (M+- H2O) mengindikasikan

suatu turunan fenol yang mengandung enam gugus fenol, dan suatu gugus

hidroksil alifatik. Akhirnya dari seluruh spektrum, spektrum massa serta

penetapan posisi atom-atom, disimpulkan bahwa senyawa ialah balanokaprol.

Kesimpulan ini didukung oleh pembandingan data tersebut dengan data yang

dilaporkan untuk balanokarpol yang telah diisolasi sebelumnya dari Balanocarpus

zeylanicus dan Hopea jucunda. Perbandingan dilakukan untuk mencocokan

senyawa yang telah diisolasi dan ditetapkan strukturnya dengan senyawa lain

yang telah ditetapkan lebih dahulu strukturnya.

Pada senyawa ampelopsil A yang diisolasi berupa padatan berwarna

kuning pucat, kemudiaan dikarakteristikan melalui metode penetapan titik leleh.

Dari pengujian, didapat bahwa senyawa ini terurai pada 236oC. Kepada senyawa

ini kemudian dilakukan penetapan gugus fungsi menggunakan spektroskopi IR.

Dari pengukuran IR menggunakan cakram KBr, didapatkan bahwa spektrum IR

menujukkan pita-pita serapan untuk gugus hidroksil pada νmaks 3342 cm-1, cincin

benzena pada 1614, 1515, 1489, 1451, 1339, 1233, 1175, 1134 dan cincin

benzena tersubstitusi para pada 835 cm-1. Dari 1H-NMR, 13C-NMR (1D dan 2D)

didapatkan bahwa Ampelopsin A merupakan stereoisomer dari senyawa

balanokarpol, yaitu pada posisi C-7a, dimana stereokimia relatif untuk ampelopsin

A adalah trans, sedangkan untuk balanokarpol adalah cis.

Spektrum UV senyawa hopeafenol memperlihatkan λmaks (MeOH) pada

203, 231, 280 nm, yang mengindikasikan adanya kromofor fenolik yang tidak

mengalami pergeseran batokromik pada penambahan NaOH. Sedangkan spektrum

IR memperlihatkan adanya pita-pita serapan untuk gugus hidroksil pada νmaks 3335

cm-1, adanya pita serapan untuk metil-alifatik pada 2910 cm-1, dan cincin benzena

Page 68: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

tersubstitusi para pada 1615, 1600, 1516, 1456 cm-1. Data UV dan IR di atas

memperlihatkan pola serapan yang khas dan karakteristik untuk suatu senyawa

turunan fenol khususnya oligomer stilbenoid.

Senyawa hasil isolasi ketiga ini sudah dikenal sebelumnya, dan ditemukan

pada sebagian besar genus Shorea, sehingga penetapan strukturnya dilakukan

dengan pembandingan data spektrum UV dan IR serta perbandingan data fisika,

seperti sifat fisik, titik leleh, putaran optik, dan KLT dengan menggunakan tiga

sistem eluen antara senyawa hasil isolasi dengan hopeafenol standar yang berhasil

diisolasi dari Shorea selanica Blume, dan telah berhasil ditetapkan strukturnya

dengan bantuan spektroskopi massa, 1H-NMR, 13C-NMR, dan NMR dua dimensi

(2D). Pada pembandingan KLT kedua senyawa dengan menggunakan eluen n-

heksana : aseton (1:1, Rf: 0,3), kloroform : metanol (75:25, Rf: 0,4), dan metilen

klorida : aseton (1:1, Rf: 0,5) memberikan nilai Rf yang sama dan noda yang

homogen. Demikian pula dengan perbandingan data spektrum UV dan IR antara

senyawa hasil isolasi dengan hopeafenol standar, memperlihatkan pola-pola

serapan yang sama dan identik dengan derajat kesesuaian sebesar 98%.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil isolasi adalah

senyawa hopeafenol.

Oleh karena itu, pada dasarnya setiap senyawa yang berhasil diisolasi dan

ditetapkan strukturnya masih harus dibandingkan dengan senyawa sejenis yang

telah berhasil siisolasi dan ditetapkan sebelumnya.

PEMBAHASAN

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengisolasi metabolit sekunder

dari simplisia tumbuhan obat dengan metode ekstraksi. Simplisia tumbuhan obat

yang digunakan adalah simplisia jahe merah (Zingiber purpureum) sedangkan

Page 69: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

metode ekstraksi yang kita gunakan adalah.metode soxhletasi.. Metode soxhletasi

adalah salah satu metode ekstraksi panas. Ekstraksi panas memerlukan suhu tinggi

sehingga membutuhkan waktu yang lebih cepat jika dibandingkan dengan

ekstraksi dingin. Penyarian dengan cara soxhletasi dilakukan berulang kali agar

penyarian lebih efektif.

Pada praktikum ini digunakan simplisia yang sudah digerus hingga didapat

partikel simplisia yang agak kecil (tidak terlalu halus), yang berguna untuk

memperluas permukaan sehingga interaksi antara cairan penyari dengan

permukaan simplisia lebih banyak. Disamping itu, hal ini juga berfungsi untuk

memecah dinding sel sehingga cairan penyari dapat masuk ke dalam sel dan

mengekstraksi lebih banyak metabolit sekunder. Cairan penyari akan masuk ke

dalam dinding sel dan rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut

karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di luar sel

sehingga larutan yang terpekat akan didesak keluar. Penyarian akan semakin

efektif bila permukaan serbuk yang bersentuhan dengan cairan penyari semakin

luas. Jadi, makin halus serbuk simplisia seharusnya makin baik penyariannya, tapi

dalam pelaksanaannya tidak demikian karena pengaruh sifat fisikokimia. Serbuk

yang terlalu halus akan memberikan kesulitan pada proses penyarian, dimana

cairan tidak dapat turun (menyulitkan pembasahan). Hal ini disebabkan oleh

ruang antar sel yang merupakan jalan masuknya cairan berkurang. Selain itu

serbuk yang terlalu halus juga mengakibatkan terbentuknya suspensi yang sulit

dipisahkan dengan hasil penyarian. Serbuk yang terlalu halus juga dapat

mengakibatkan dinding sel pecah sehingga zat yang tidak diinginkan pun dapat

ikut terekstrak. Oleh karena itu untuk tiap simplisia perlu ditetapkan derajat

kehalusan tertentu agar didapat hasil penyarian yang baik.

Simplisia yang digunakan sebanyak 316,47 gram (disesuaikan dengan alat

soxhletasi). Serbuk simplisia yang telah dilapisi oleh kertas whatman dimasukkan

ke dalam tabung soxhlet. Tabung soxhlet tersebut kemudian dipasang pada alat

soxhlet. Sebelumnya pada bagian bawah alat soxhlet, yaitu labu alas bulat, telah

diisi dengan 1000 mL pelarut etanol 95% yang telah ditambahkan dengan batu

didih. Selanjutnya dilakukan pembasahan dengan menggunakan pelarut yang

Page 70: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

berasal dari labu dasar bulat. Pembasahan bertujuan untuk mengganti udara dalam

pori–pori, hal ini disebabkan karena dinding sel tumbuhan terdiri dari serabut

selulosa yang dikelilingi oleh air, jika simplisia tersebut dikeringkan maka lapisan

air akan menguap dan terbentuk pori–pori yang diisi oleh udara. Pembasahan ini

memberikan kesempatan pada cairan penyari untuk memasuki seluruh pori-pori

dalam simplisia sehingga mempermudah penyarian selanjutnya. Agar penyarian

berjalan dengan baik maka pori–pori berisi udara harus didesak dengan air.

Pembasahan juga mengakibatkan terjadinya perbedaan konsentrasi, sedangkan

perbedaan konsentrasi itu sendiri mempengaruhi kecepatan penyarian, makin

besar perbedaan konsentrasi, makin besar daya dorong sehingga makin cepat

penyarian, makin kasar serbuk makin panjang jarak, sehingga konsentrasi zar aktif

yang terlarut dan tertinggal dalam sel makin banyak. Pembasahan dilakukan

hingga semua simplisia terendam. Perendaman dimaksudkan untuk menarik

metabolit sekunder yang terdapat dalam simplisia. Setelah semua simplisia basah,

kondensor disambungkan pada alat soxhlet. Kondensor berfungsi sebagai

pendingin. Pelarut pada labu alas bulat akan dipanaskan hingga menguap. Uap

pelarut yang masuk ke dalam kondensor akan mengalami pendinginan sehingga

akan berubah kembali menjadi cairan dan turun berbentuk tetesan cairan.

Pelarut yang digunakan dalam proses soxhletasi ini adalah etanol.

Pemilihan pelarut yang akan digunakan untuk mengekstraksi harus sesuai dengan

komponen metabolit sekunder yang akan diekstraksi. Keuntungan etanol sebagai

pelarut karena bersifat polar dan tidak bersifat toksik, lebih selektif dan memiliki

daya absorpsi yang baik. Alkohol, bagaimanapun juga adalah pelarut serba guna

yang baik untuk ekstraksi pendahuluan. Alasan menggunakan etanol 95 % adalah

karena etanol dengan konsentrasi tersebut mempunyai kadar air sedikit yaitu

hanya 5 %. Banyaknya air akan mempengaruhi keawetan dari ekstrak yang

diperoleh, karena air adalah media pertumbuhan yang baik bagi bakteri, jamur,

dan mikroorganisme lainnya.

Selain itu air mampu melarutkan beberapa zat tumbuh-tumbuhan seperti gula, gom, amilum, zat warna, tanin, dan kebanyakan zat- zat ini bukan komponen yang diinginkan sebagai ekstrak. Air juga cenderung mengekstraksi bahan dasar tanaman yang setelah diekstraksi kemudian memisah meninggalkan

Page 71: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

endapan yang tidak diinginkan. Banyak senyawa kimia organik yang kompleks dalam tumbuhan lebih dapat larut dalam alkohol daripada dalam air, sehingga alkohol sering digunakan sebagai pelarut untuk ekstraksi pendahuluan.

Etanol sebagai pelarut organik polar akan menarik komponen utama

metabolit sekunder dalam simplisia yang bersifat polar. Hal ini sesuai dengan

prinsip like dissolve like. Pelarut yang bersifat polar akan melarutkan komponen-

komponen metabolit sekunder yang bersifat polar pula, sedangkan pelarut yang

bersifat non polar akan cenderung melarutkan komponen metabolit sekunder yang

bersifat non polar. Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap,

glikosida, kurkumin, kumarin, antrakuinon, flavonoid, steroid, damar, dan

klorofil. Lemak, malam, tanin, dan saponin hanya akan larut sedikit. Dengan

demikian zat pengganggu yang larut hanya terbatas. Disamping itu, etanol

merupakan senyawa yang mudah menguap, sehingga pada proses pemekatan

(evaporasi) waktu yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan dengan

menggunakan pelarut air.

Ekstrak cair yang diperoleh kemudian ditampung ke dalam wadah yang

telah disediakan. Ekstrak cair tersebut didinginkan. Dipisahkan menjadi 2 bagian,

bagian pertama disimpan dan bagian yang lain dipekatkan dengan cara evaporasi.

Evaporator adalah alat pemekat atau pengental ekstrak cair yang mirip dengan

gasing serta dilengkapi heating mantel yang dapat diatur derajat suhunya dan juga

dilengkapi pipa-pipa untuk mengalirkan metanol atau etanol sebagai pendingin.

Proses ini memakan waktu kurang lebih 1 jam tergantung dari volume ekstrak

cairnya. Pada proses evaporasi diharapkan agar panasnya konstan sehingga reaksi

pengentalan berjalan sempurna. Hasil dari evaporasi tersebut harus diuapkan di

atas penangas air sehingga didapat hasil ekstrak yang lebih pekat.

Setelah dipisahkan, sebanyak 20 ml ekstrak cair diambil untuk kemudian

diuapkan di atas penangas air. Penguapan ini bertujuan untuk menguapkan pelarut

sehingga didapat berat yang sesungguhnya. Proses ini dilakukan dengan

menggunakan cawan penguap. Yang pertama kali dilakukan adalah menimbang

berat cawan penguap yang masih kosong dan diketahui beratnya sebesar 81,76

gram. Ekstrak yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam cawan penguap,

kemudian ditimbang lagi dan diperoleh massa sebesar 99,59 gram. Cawan berisi

Page 72: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

ekstrak lalu diuapkan di atas penangas air. Penguapan dilakukan sampai berat

ekstrak yang ditimbang sudah konstan. Ekstrak yang sudah pekat (beratnya

konstan) akan ditentukan rendemennya dengan cara menghitung presentase dari

berat ekstrak sesungguhnya per berat simplisia mula-mula. Berat ekstrak

sesungguhnya merupakan selisih dari berat cawan penguap yang sudah konstan

setelah mengalami penguapan dan berat cawan penguap yang masih kosong, yaitu

sebesar xxxxxxxxxxx gram. Pada proses perhitungan rendemen, didapat hasil

randemen sebesar xxxxx%. Rendemen ini menunjukkan kadar ekstrak dari

simplisia.

Penentuan bobot jenis dari ekstrak yang didapat dilakukan dengan

menggunakan alat piknometer. Piknometer yang digunakan adalah piknometer

bervolume 10 mL. Volume piknometer adalah daya tampung piknometer, yang

biasanya tertera pada piknometer. Pertama-tama piknometer kosong ditimbang

dan diketahui beratnya sebesar 13,18 gram. Kemudian dimasukkan air ke dalam

piknometer, air dimasukkan hingga penuh ke dalam piknometer kosong tersebut

lalu ditutup hingga air keluar dari lubang bagian atas tutup piknometer, hal

tersebut menandakan bahwa piknometer telah penuh dan kemudian ditimbang

lagi. Berat piknometer dan air adalah 23,61 gram sehingga didapat berat air 10,43

gram. Dari berat dan volume air, dapat dihitung kerapatan air dengan membagi

berat air dengan volume air yang digunakan, didapat kerapatan air sebesar 1,043

gram/mL. Setelah itu, piknometer yang tadi diisi dengan air sekarang diisi dengan

ekstrak., kemudian piknometer tersebut ditimbang, dan diperoleh berat

piknometer dan ekstrak sebesar 22,90 gram. Dengan mengurangi berat

piknometer dan ekstrak dengan berat piknometer kosong, didapat berat ekstrak

sebesar 9,72 gram. Kerapatan ekstrak adalah berat ekstrak dibagi dengan volume

piknometer dan didapat nilainya sebesar 0,972 gram/mL. Hasil perbandingan

antara kerapatan ekstrak dan kerapatan air merupakan bobot jenis dari ekstrak

tersebut. Hasil penentuan bobot jenis ekstrak yang didapat adalah sebesar 0,9319.

Penetapan kadar air ekstrak dilakukan dengan menggunakan metode

destilasi toluene. Ekstrak kental ditimbang sebanyak 1.07 gram lalu dimasukkan

ke dalam labu yang sebelumnya telah dibersihkan dan dikeringkan. Ke dalam labu

Page 73: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

kemudian ditambahkan 200 ml toluene. Labu kemudian dipasang pada alat

destilasi dan dipanaskan. Setelah suhu melewati titik didih toluene, toluene akan

menguap, mengalami pendinginan pada kondensor, dan menetes pada suatu

penampung. Destilasi dilakukan hingga seluruh air tersuling dan berada pada

penampung. Volume air yang tersuling adalah 0.1 ml. Hal ini berarti pada 1.07

gram ekstrak terdapat 0.1 ml air, sehingga kadar air pada ekstrak adalah 9.35%.

Selanjutnya dilakukan proses dinamolisis terhadap ekstrak yang didapat.

Proses dinamolisis yang dilakukan akan memberikan gambaran secara kualitataif

dari kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak. Karena masing-masing

ekstrak memiliki pola dinamolisis yang berbeda. Uji dinamolisis dilakukan

dengan cara menuangkan ekstrak ke dalam cawan petri sebanyak 10 mL. Cawan

petri tersebut ditutup dengan kertas saring berbentuk lingkaran yang bersumbu di

tengah. Uji dinamolisis dilakukan selama kurang lebih 20 menit hingga noda

bersifat konstan. Noda yang dihasilkan diamati polanya. Berdasarkan hasil

percobaan, pola yang dimiliki oleh Zingiber purpureum menunjukkan pola

lingkaran, diameter 1 berwarna kuning tua sebesar 1,3 cm dan diameter 2

berwarna kuning muda sebesar 4,3 cm.

Uji KLT dilakukan untuk mengamati pemisahan metabolit sekunder yang terkandung dalam simplisia Zingiber purpureum. Dari uji KLT ini pemisahan akan terlihat melalui pita-pita yang terbentuk pada silika gel. Sebelum melakukan kromatografi lapis tipis, faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah :

o kualitas sorben / zat penjerap / fasa diam,

o prosedur preparasi,

o ketebalan dan keseragaman lapisan,

o kualitas pelarut,

o derajat kejenuhan dalam bejana,

o teknik pengembangan kromatografis,

o jumlah sampel yang ditotolkan,

o suhu.

Pertama-tama pada plat dibuat garis 1 cm dari masing-masing ujung dan

juga dibuat 2 titik sebesar 0,6 cm dari masing-masing sisi. Titik tempat campuran

Page 74: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

ditempatkan disebut titik awal. Campuran diletakkan pada titik awal dengan

menotolkannya dengan menggunakan suatu kapiler halus dari kaca, dan

diusahakan agar luas totolan sekecil mungkin. Beberapa kali penotolan dapat

dilakukan pada tempat yang sama asalkan lapisan totolan pertama harus kering

terlebih dahulu sebelum totolan selanjutnya. Karena campuran berada dalam

pelarut etanol yang mudah menguap, maka setelah tiap totolan, plat cukup

dibiarkan sesaat atau ditiup sedikit hingga etanolnya menguap. Jumlah totolan

tidak boleh terlalu banyak karena menyebabkan bercak menjadi asimetris dan

menyebabkan perubahan pada harga Rf.

Pengembang yang digunakan adalah toluene-etil asetat (93:7) sebanyak 5 ml. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mencampur pelarut adalah :

o Hanya pelarut yang mempunyai kepolaran yang hampir sama yang dapat

dicampur. Dalam hal ini etOAc bersifat sedikit lebih polar daripada

toluene, namun pada dasarnya keduanya dapat dianggap kurang polar jika

dibandingkan dengan fasa diam silica gel.

o Kepolaran campuran tidak merupakan fungsi linier dari susunan

campuran, tetapi merupakan fungsi logaritma. Jadi campuran

toluene:etOAc mempunyai kepolaran yang mendekati kepolaran toluene

(makin kurang polar).

o Dapat dibuat elusi landaian dengan menambahkan sedikit demi sedikit

pelarut lain dalam pelarut murni selama kromatografi sehingga kepolaran

meningkat / menurun terus-menerus.

Campuran pelarut dimasukkan ke dalam bejana pengembang dari gelas,

pengerjaan dilakukan di dalam bejana tertutup agar tidak terjadi penguapan

pelarut dan bejana jenuh oleh uap pelarut. Bila bejana tidak jenuh, akan

mempengaruhi harga Rf. Untuk memastikan bejana jenuh sempurna, sebaiknya

dinding bejana dilapisi dengan kertas saring, jika kertas tersebut telah basah

sempurna, berarti bejana tersebut telah jenuh. Karena keterbatasan waktu dan alat,

langkah di atas tidak dilakukan. Tetapi kejenuhan diuji dengan memasukkan

tangan ke dalam bejana, jika terasa cukup hangat, berarti bejan sudah cukup

jenuh.

Page 75: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Ke dalam bejana yang telah jenuh, dimasukkan pelat silica gel yang telah

diberi totolan ekstrak. Satu pelat dapat diisi dua sampai tiga totolan. Dalam

percobaan, pelat diberi dua totolan yang berdampingan, yaitu ekstrak Zingiber

purpureum yang diperoleh dengan cara sohxlet. Tinggi campuran pelarut dalam

bejana cukup beberapa milimeter, dan titik awal tidak boleh terendam dalam

campuran pelarut tersebut. Bejana ditutup dan campuran pelarut dibiarkan

merambat naik sampai bagian atas pelat yang telah ditandai sebelunya(1 cm dari

tepi atas), garis ini disebut garis depan. Jadi garis depan adalah titik tertinggi yang

dicapai fasa gerak/ pelarut pada fasa diam setelah pengembangan selesai. Faktor

retensi Rf diperoleh dengan membandingkan jarak tempuh noda/komponen

terhadap jarak tempuh pelarut (garis depan). Pada percobaan, noda terakhir berada

tepat pada garis depan, sehingga diperoleh harga Rf =1.

Selama pengembangan, komponen yang lebih polar akan terikat lebih kuat

pada lapisan silica gel sehingga akan tertahan lebih lama, sedangkan komponen

yang kurang polar akan cepat bergerak bersama campuran pelarut (yang relatif

kurang polar jika dibandingkan dengan silica gel). Kromatogram yang diperoleh

menunjukkan adanya lima bercak yang terpisah, berarti bahwa komponen yang

berada di garis depan adalah komponen yang paling kurang polar di antara

komponen-komponen lainnya. Dari percobaan, Rf dari bercak yang dihasilkan

dihitung sehingga didapat hasil 0,925; 0,55; 0,4625; 0,344 dan 0,256. Seharusnya

digunakan larutan baku pembanding untuk mengidentifikasi metabolit sekunder

apa yang terdapat dalam simplisia. Bentuk noda yang ideal pada kromatografi

kertas dan kromatografi lapis tipis adalah yang benar-benar bulat sehingga luas

dapat diukur, tetapi pada prakteknya tidak selalu bulat karena beberapa hal :

o Zat yang ditotolkan terlalu banyak (volume besar atau konsentrasi tinggi)

o Pada waktu pengembangan, lapisan tipis mudah rusak sehingga elusi

noda tidak bersamaan

o Bila menggunakan lebih dari satu pelarut, maka terjadi lebih dari satu

front, sehingga noda berbentuk garis tipis

o Bila satu komponen dapat terjadi dalam lebih dari satu bentuk, akan

terjadi dua noda.

Page 76: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Jika didiamkan beberapa lama, noda pada kromatogram dapat hilang,

untuk itu digunakan suatu penyemprot bercak agar noda tetap terlihat.

Penyemprot bercak yang digunakan adalah asam sulfat 10% dalam methanol.

Asam sulfat merupakan suatu penampak bercak yang umum digunakan. Reaksi

ini dapat terbentuk dengan pemanasan pelat pada 0-120°C. Dasarnya adalah

bahwa dengan pemanasan sampai 100°C, senyawa organik akan hangus/menjadi

karbon (arang) dan tampak berupa bercak hitam pada latar belakang putih. Karena

itu metode ini hanya cocok untuk fasa diam yang benar-benar berupa bahan

anorganik seperti silica gel maupun alumina, dan tidak dapat digunakan jika fasa

diamnya adalah bahan organik atau pelat yang menggunakan pati sebagai

pengikat. Dari percobaan didapat warna hijau kebiruan, biru, biru keunguan serta

ungu.

Metode yang cukup umum digunakan untuk deteksi kromatogram adalah

penggunaan sinar UV panjang gelombang 254 nm dan 366 nm, khususnya untuk

noda yang tidak berwarna. Karena noda pada kromatogram yang diperoleh

berwarna, noda dapat dideteksi pada tiga keadaan, yaitu pada sinar biasa, sinar

UV 254 nm dan 366 nm. Untuk fasa diam silica gel biasa, fluoresensi di bawah

sinar UV hanya terjadi jika senyawa tersebut berfluoresensi. Tapi bila yang

digunakan adalah silica gel berfluoresensi, noda muncul sebagai bercak hitam.

Dari percobaan, noda yang timbul pada pengamatan disinar UV 254 nm (biasa)

berwarna kuning sedangkan pada UV 366 nm berwarna ungu.

PEMBAHASAN

Dalam percobaan kali ini kita melakukan isolasi metabolit sekunder dari

simplisia tumbuhan obat dengan metode ekstraksi. Simplisia tumbuhan obat yang

kita gunakan adalah simplisia Capsici fructus sedangkan metode ekstraksi yang

kita gunakan adalah.metode maserasi. Metode maserasi adalah salah satu metode

ekstraksi dingin. Ekstraksi dingin ini tidak memerlukan suhu yang tinggi sehingga

Page 77: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

waktunya relatif lebih lama dibandingkan dengan ekstraksi cara panas yang

memerlukan suhu tinggi.

Pertama-tama simplisia ditimbang sebanyak 93,31 gram, kemudian serbuk

simplisia dimasukkan ke dalam maserator. Maserator terdiri dari tabung yang

berbentuk silinder dan selang dibawahnya untuk mengalirkan ekstrak yang telah

tersari. Kemudian ke dalam maserator ditambahkan pelarut sampai seluruh serbuk

terendam dalam pelarut (250 mL).

Pelarut yang digunakan dalam proses maserasi ini adalah etanol. Pelarut yang akan digunakan untuk mengekstraksi harus sesuai dengan komponen metabolit sekunder yang akan diekstraksi. Alkohol, bagaimanapun juga adalah pelarut serba guna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan. Etanol digunakan sebagai pelarut untuk menarik senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam simplisia sehingga dapat melarutkan senyawa metabolit sekunder tersebut.

Etanol sebagai pelarut organik polar akan menarik komponen utama

metabolit sekunder dalam simplisia yang bersifat polar. Hal ini sesuai dengan

prinsip like dissolve like. Pelarut yang bersifat polar akan melarutkan komponen-

komponen metabolit sekunder yang bersifat polar pula, sedangkan pelarut yang

bersifat non polar akan cenderung melarutkan komponen metabolit sekunder yang

bersifat non polar.

Dalam pembahasan ini “ekstraksi” mengacu pada pengertian ekstraksi

dalam bidang farmasi, bukan dalam bidang kimia secara umum. Ekstraksi dalam

bidang kimia diartikan sebagai proses pemisahan dimana zat terlarut

didistribusikan di antara dua pelarut yang tidak bercampur. Sedangkan dalam

bidang farmasi diartikan sebagai proses penarikan suatu senyawa dari bahan

mentah atau setengah murni dengan perlakuan menggunakan pelarut yang sesuai.

Ekstrak cair yang diperoleh kemudian ditampung ke dalam wadah yang

telah disediakan. Sebelumnya di dalam maserator tersebut telah diletakkan kapas

sebagai penyaring untuk menghindari masuknya serbuk simplisia ke dalam

ekstrak yang akan diambil. Maserator yang berisi simplisia tersebut kemudian

didiamkan selama 24 jam, diharapkan simplisia akan tersari oleh pelarutnya

sehingga dapat turun melalui selang sehingga didapat cairan ekstrak.

Page 78: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Setelah mengekstraksi, ekstrak yang didapat diukur volumenya, kemudian

dilakukan penguapan terhadap ekstrak tersebut di atas waterbath. Penguapan

selain bertujuan untuk memperkental ekstrak dan memekatkan ekstrak juga

bertujuan untuk mengukur berat sesungguhnya/rendemen dari ekstrak tersebut

setelah pelarutnya diuapkan. Proses ini dilakukan dengan menggunakan cawan

penguap. Yang pertama kali dilakukan adalah menimbang berat cawan penguap

yang masih kosong. Ekstrak yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam cawan

penguap lalu diuapkan di atas penangas air. Penguapan dilakukan sampai berat

ekstrak yang ditimbang sudah konstan. Ekstrak yang sudah pekat akan ditentukan

rendemennya dengan cara menghitung presentase dari berat ekstrak sesungguhnya

per berat simplisia mula-mula. Berat ekstrak sesungguhnya merupakan selisih dari

berat cawan penguap yang sudah konstan setelah mengalami penguapan dan berat

cawan penguap yang masih kosong.

Pada proses perhitungan rendemen yang didapat, dilakukan dua kali

percobaan, hasil rendemen yang didapat adalah 9,002 % dan 9,1 %, yag apabila

dirata-ratakan hasil rendemen tersebut sekitar 9.051%. Rendemen ini

menunjukkan kadar ekstrak dari simplisia. Jumlah rendemen yang didapat sangat

kecil karena maserasi hanya dilakukan sekali (selama 24 jam). Seharusnya untuk

memperoleh rendemen yang baik (cukup besar) dilakukan ekstraksi berulang

selama 3 x 24 jam sehingga didapat kadar sari kurang lebih 22 %.

Jika dibandingkan dengan rendemen yang diperoleh dari hasil soxhletasi

(kurang lebih 13 %), rendemen hasil maserasi lebih kecil. Hal ini disebabkan

karena pada proses soxhletasi mekanismenya menyerupai ekstraksi berulang.

Penentuan bobot jenis dari ekstrak yang didapat dilakukan dengan

menggunakan alat piknometer. Pertama-tama piknometer kosong ditimbang

kemudian dimasukkan sejumlah ekstrak hingga penuh ke dalam piknometer

kosong tersebut lalu ditutup hingga cairan ekstrak keluar dari lubang bagian atas

tutup piknometer. Hal tersebut menandakan bahwa piknometer telah penuh,

kemudian piknometer tersebut ditimbang. Catat hasil penimbangannya. Kerapatan

ekstrak adalah berat ekstrak di dalam piknometer dikurangi dengan berat

piknometer kosong dibagi dengan volume piknometer, karena seperti yang kita

Page 79: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

ketahui bahwa kerapatan merupakan hasil bagi dari massa dibagi volume. Volume

piknometer adalah daya tampung piknometer, yang biasanya tertera pada

piknometer. Kemudian piknometer yang telah bersih dan kering diisi dengan air

hingga penuh dan ditimbang. Hal ini juga bertujuan untuk menentukan kerapatan

air. Hasil perbandingan antara kerapatan ekstrak dan kerapatan air merupakan

bobot jenis dari ekstrak tersebut. Hasil penentuan kerapatan air adalah 1,106

gram/mL; kerapatan ekstrak 0,91 gram/ mL; jadi bobot jenis ekstrak yang didapat

adalah sebesar 0,823.

Selanjutnya dilakukan proses dinamolisis terhadap ekstrak yang didapat.

Proses dinamolisis yang dilakukan akan memberikan gambaran secara kualitataif

dari kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak. Karena masing-masing

ekstrak memiliki pola dinamolisis yang berbeda. Uji dinamolisis dilakukan

dengan cara menuangkan maserat ke dalam cawan petri sebanyak 1/3 dari volume

cawan petri. Cawan petri tersebut ditutup dengan kertas saring berbentuk

lingkarang yang bersumbu di tengah. Uji dinamolisis dilakukan selama kurang

lebih 10 menit. Noda yang dihasilkan diamati polanya. Berdasarkan hasil

percobaan, pola yang dimiliki oleh Capsici fructus menunjukkan pola lingkaran,

cenderung elips berwarna jingga dengan lapisan luar berwarna kuning muda

kecoklatan. Warna kuning muda menunjukkan etanol yang terpisah sebagai

pelarutnya. Selain sebagai penyaring, kertas saring berfungsi untuk kromatografi

sederhana. Dari kertas saring diukur diameter lingkaran dalam adalah 2,76 dan

4,33. Pola ini menunjukkan karakteristik simplisia Capsici fructus.

Uji KLT dilakukan untuk mengamati pemisahan metabolit sekunder yang terkandung dalam simplisia Capsici fructus. Dari uji KLT ini pemisahan akan terlihat melalui pita-pita yang terbentuk pada silika gel. Mula-mula kertas silika gel dipotong dengan ukuran tertentu (2,5 x 7,5 cm) lalu kertas tersebut ditandai dengan garis diujung atas dan bawah masing-masing 1 cm lalu hasil maserat ditotolkan di ujung bawah titik. Pengembang yang digunakan adalah kloroform, metanol, dan asam asetat dengan perbandingan 95 : 1 : 5. Kloroform yang dipakai 9,5 mL. Asam asetat yang dipakai adalah 10 tetes. Metanol yang dipakai sebanyak 2 tetes. Pengembang yang dipakai adalah pengembang yang bersifat non polar karena metabolit sekunder dalam ekstrak bersifat polar.

Page 80: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Cairan pengembang berfungsi sebagai fasa gerak sedangkan silika gel

berfungi sebagai fase diam. Pada percobaan ini tidak digunakan cairan penampak

bercak, hanya digunakan sinar ultraviolet 254 nm dan 366 nm. Rf dari bercak

yang dihasilkan dihitung sehingga didapat hasil 0,4545 dan 0,94545. Hasil ini

tidak dapat dibandingkan dengan literatur karena pada KLT nilai Rf tidak

terulangkan. Seharusnya digunakan larutan baku pembanding untuk

mengidentifikasi metabolit sekunder apa yang terdapat dalam simplisia.

KESIMPULAN

Dari hasil percobaan diperoleh :

1 Rendemen : 9,051 %

2. Bobot jenis ekstrak : 0,823 gram/mL

3. Pola dinamolisis menghasilkan diameter sebesar

a. Lingkaran dalam : 2,76

b. Lingkaran luar : 4,33

4. Rf hasil KLT : 0,4545 dan 0,94545

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1977. Materia Medika Jilid III. Jakarta : Depkes RI.

Depkes RI. 1985. Tanaman Obat Indonesia Jilid I. Jakarta : Depkes RI.

Page 81: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Gritter, R. J., J. M. Bobbit and A. E. Schwarting. 1991. Pengantar Kromatografi.

Bandung : Penerbit ITB.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia.. Kosasih P, Translator. Second Edition.

Bandung : ITB.

Soedibyo, Moeryati, B. R. A. 1998. Alam Sumber Kesehatan : Manfaat dan

Kegunaan. Jakarta : Balai Pustaka.

Sujadi. 1998. Metode Pemisahan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Tjokronegoro, Roekmiati. 2000. Teknik Pemisahan Kimia. Bandung: Jurusan

Kimia FMIPA UNPAD.

VII. PEMBAHASAN

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengisolasi metabolit

sekunder dari simplisia tumbuhan obat dengan metode ekstraksi. Simplisia

tumbuhan obat yang digunakan adalah simplisia jahe merah (Zingiber

purpureum) sedangkan metode ekstraksi yang kita gunakan adalah.metode

soxhletasi.. Metode soxhletasi adalah salah satu metode ekstraksi panas.

Ekstraksi panas memerlukan suhu tinggi sehingga membutuhkan waktu

yang lebih cepat jika dibandingkan dengan ekstraksi dingin. Penyarian

Page 82: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

dengan cara soxhletasi dilakukan berulang kali agar penyarian lebih

efektif.

Pada praktikum ini digunakan simplisia yang sudah digerus hingga

didapat partikel simplisia yang agak kecil (tidak terlalu halus), yang

berguna untuk memperluas permukaan sehingga interaksi antara cairan

penyari dengan permukaan simplisia lebih banyak. Disamping itu, hal ini

juga berfungsi untuk memecah dinding sel sehingga cairan penyari dapat

masuk ke dalam sel dan mengekstraksi lebih banyak metabolit sekunder.

Cairan penyari akan masuk ke dalam dinding sel dan rongga sel yang

mengandung zat aktif, zat aktif akan larut karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di luar sel sehingga larutan

yang terpekat akan didesak keluar. Penyarian akan semakin efektif bila

permukaan serbuk yang bersentuhan dengan cairan penyari semakin luas.

Jadi, makin halus serbuk simplisia seharusnya makin baik penyariannya,

tapi dalam pelaksanaannya tidak demikian karena pengaruh sifat

fisikokimia. Serbuk yang terlalu halus akan memberikan kesulitan pada

proses penyarian, dimana cairan tidak dapat turun (menyulitkan

pembasahan). Hal ini disebabkan oleh ruang antar sel yang merupakan

jalan masuknya cairan berkurang. Selain itu serbuk yang terlalu halus juga

mengakibatkan terbentuknya suspensi yang sulit dipisahkan dengan hasil

penyarian. Serbuk yang terlalu halus juga dapat mengakibatkan dinding sel

pecah sehingga zat yang tidak diinginkan pun dapat ikut terekstrak. Oleh

karena itu untuk tiap simplisia perlu ditetapkan derajat kehalusan tertentu

agar didapat hasil penyarian yang baik.

Simplisia yang digunakan sebanyak 316,47 gram (disesuaikan

dengan alat soxhletasi). Serbuk simplisia yang telah dilapisi oleh kertas

whatman dimasukkan ke dalam tabung soxhlet. Tabung soxhlet tersebut

kemudian dipasang pada alat soxhlet. Sebelumnya pada bagian bawah alat

soxhlet, yaitu labu alas bulat, telah diisi dengan 1000 mL pelarut etanol

95% yang telah ditambahkan dengan batu didih. Selanjutnya dilakukan

pembasahan dengan menggunakan pelarut yang berasal dari labu dasar

Page 83: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

bulat. Pembasahan bertujuan untuk mengganti udara dalam pori–pori, hal

ini disebabkan karena dinding sel tumbuhan terdiri dari serabut selulosa

yang dikelilingi oleh air, jika simplisia tersebut dikeringkan maka lapisan

air akan menguap dan terbentuk pori–pori yang diisi oleh udara.

Pembasahan ini memberikan kesempatan pada cairan penyari untuk

memasuki seluruh pori-pori dalam simplisia sehingga mempermudah

penyarian selanjutnya. Agar penyarian berjalan dengan baik maka pori–

pori berisi udara harus didesak dengan air. Pembasahan juga

mengakibatkan terjadinya perbedaan konsentrasi, sedangkan perbedaan

konsentrasi itu sendiri mempengaruhi kecepatan penyarian, makin besar

perbedaan konsentrasi, makin besar daya dorong sehingga makin cepat

penyarian, makin kasar serbuk makin panjang jarak, sehingga konsentrasi

zar aktif yang terlarut dan tertinggal dalam sel makin banyak. Pembasahan

dilakukan hingga semua simplisia terendam. Perendaman dimaksudkan

untuk menarik metabolit sekunder yang terdapat dalam simplisia. Setelah

semua simplisia basah, kondensor disambungkan pada alat soxhlet.

Kondensor berfungsi sebagai pendingin. Pelarut pada labu alas bulat akan

dipanaskan hingga menguap. Uap pelarut yang masuk ke dalam kondensor

akan mengalami pendinginan sehingga akan berubah kembali menjadi

cairan dan turun berbentuk tetesan cairan.

Pelarut yang digunakan dalam proses soxhletasi ini adalah etanol.

Pemilihan pelarut yang akan digunakan untuk mengekstraksi harus sesuai

dengan komponen metabolit sekunder yang akan diekstraksi. Keuntungan

etanol sebagai pelarut karena bersifat polar dan tidak bersifat toksik, lebih

selektif dan memiliki daya absorpsi yang baik. Alkohol, bagaimanapun

juga adalah pelarut serba guna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan.

Alasan menggunakan etanol 95 % adalah karena etanol dengan konsentrasi

tersebut mempunyai kadar air sedikit yaitu hanya 5 %. Banyaknya air akan

mempengaruhi keawetan dari ekstrak yang diperoleh, karena air adalah

media pertumbuhan yang baik bagi bakteri, jamur, dan mikroorganisme

lainnya.

Page 84: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Selain itu air mampu melarutkan beberapa zat tumbuh-tumbuhan seperti gula, gom, amilum, zat warna, tanin, dan kebanyakan zat- zat ini bukan komponen yang diinginkan sebagai ekstrak. Air juga cenderung mengekstraksi bahan dasar tanaman yang setelah diekstraksi kemudian memisah meninggalkan endapan yang tidak diinginkan. Banyak senyawa kimia organik yang kompleks dalam tumbuhan lebih dapat larut dalam alkohol daripada dalam air, sehingga alkohol sering digunakan sebagai pelarut untuk ekstraksi pendahuluan.

Etanol sebagai pelarut organik polar akan menarik komponen

utama metabolit sekunder dalam simplisia yang bersifat polar. Hal ini

sesuai dengan prinsip like dissolve like. Pelarut yang bersifat polar akan

melarutkan komponen-komponen metabolit sekunder yang bersifat polar

pula, sedangkan pelarut yang bersifat non polar akan cenderung

melarutkan komponen metabolit sekunder yang bersifat non polar. Etanol

dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin,

kumarin, antrakuinon, flavonoid, steroid, damar, dan klorofil. Lemak,

malam, tanin, dan saponin hanya akan larut sedikit. Dengan demikian zat

pengganggu yang larut hanya terbatas. Disamping itu, etanol merupakan

senyawa yang mudah menguap, sehingga pada proses pemekatan

(evaporasi) waktu yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan dengan

menggunakan pelarut air.

Ekstrak cair yang diperoleh kemudian ditampung ke dalam wadah

yang telah disediakan. Ekstrak cair tersebut didinginkan. Dipisahkan

menjadi 2 bagian, bagian pertama disimpan dan bagian yang lain

dipekatkan dengan cara evaporasi. Evaporator adalah alat pemekat atau

pengental ekstrak cair yang mirip dengan gasing serta dilengkapi heating

mantel yang dapat diatur derajat suhunya dan juga dilengkapi pipa-pipa

untuk mengalirkan metanol atau etanol sebagai pendingin. Proses ini

memakan waktu kurang lebih 1 jam tergantung dari volume ekstrak

cairnya. Pada proses evaporasi diharapkan agar panasnya konstan sehingga

reaksi pengentalan berjalan sempurna. Hasil dari evaporasi tersebut harus

diuapkan di atas penangas air sehingga didapat hasil ekstrak yang lebih

pekat.

Page 85: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Setelah dipisahkan, sebanyak 20 ml ekstrak cair diambil untuk

kemudian diuapkan di atas penangas air. Penguapan ini bertujuan untuk

menguapkan pelarut sehingga didapat berat yang sesungguhnya. Proses ini

dilakukan dengan menggunakan cawan penguap. Yang pertama kali

dilakukan adalah menimbang berat cawan penguap yang masih kosong

dan diketahui beratnya sebesar 81,76 gram. Ekstrak yang didapat

kemudian dimasukkan ke dalam cawan penguap, kemudian ditimbang lagi

dan diperoleh massa sebesar 99,59 gram. Cawan berisi ekstrak lalu

diuapkan di atas penangas air. Penguapan dilakukan sampai berat ekstrak

yang ditimbang sudah konstan. Ekstrak yang sudah pekat (beratnya

konstan) akan ditentukan rendemennya dengan cara menghitung

presentase dari berat ekstrak sesungguhnya per berat simplisia mula-mula.

Berat ekstrak sesungguhnya merupakan selisih dari berat cawan penguap

yang sudah konstan setelah mengalami penguapan dan berat cawan

penguap yang masih kosong, yaitu sebesar 0.42 gram. Pada proses

perhitungan rendemen, didapat hasil randemen sebesar 3.026%. Rendemen

ini menunjukkan kadar ekstrak dari simplisia.

Penentuan bobot jenis dari ekstrak yang didapat dilakukan dengan

menggunakan alat piknometer. Piknometer yang digunakan adalah

piknometer bervolume 10 mL. Volume piknometer adalah daya tampung

piknometer, yang biasanya tertera pada piknometer. Pertama-tama

piknometer kosong ditimbang dan diketahui beratnya sebesar 13,18 gram.

Kemudian dimasukkan air ke dalam piknometer, air dimasukkan hingga

penuh ke dalam piknometer kosong tersebut lalu ditutup hingga air keluar

dari lubang bagian atas tutup piknometer, hal tersebut menandakan bahwa

piknometer telah penuh dan kemudian ditimbang lagi. Berat piknometer

dan air adalah 23,61 gram sehingga didapat berat air 10,43 gram. Dari

berat dan volume air, dapat dihitung kerapatan air dengan membagi berat

air dengan volume air yang digunakan, didapat kerapatan air sebesar 1,043

gram/mL. Setelah itu, piknometer yang tadi diisi dengan air sekarang diisi

dengan ekstrak., kemudian piknometer tersebut ditimbang, dan diperoleh

Page 86: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

berat piknometer dan ekstrak sebesar 22,90 gram. Dengan mengurangi

berat piknometer dan ekstrak dengan berat piknometer kosong, didapat

berat ekstrak sebesar 9,72 gram. Kerapatan ekstrak adalah berat ekstrak

dibagi dengan volume piknometer dan didapat nilainya sebesar 0,972

gram/mL. Hasil perbandingan antara kerapatan ekstrak dan kerapatan air

merupakan bobot jenis dari ekstrak tersebut. Hasil penentuan bobot jenis

ekstrak yang didapat adalah sebesar 0,9319.

Penetapan kadar air ekstrak dilakukan dengan menggunakan

metode destilasi toluene. Ekstrak kental ditimbang sebanyak 1.07 gram

lalu dimasukkan ke dalam labu yang sebelumnya telah dibersihkan dan

dikeringkan. Ke dalam labu kemudian ditambahkan 200 ml toluene. Labu

kemudian dipasang pada alat destilasi dan dipanaskan. Setelah suhu

melewati titik didih toluene, toluene akan menguap, mengalami

pendinginan pada kondensor, dan menetes pada suatu penampung.

Destilasi dilakukan hingga seluruh air tersuling dan berada pada

penampung. Volume air yang tersuling adalah 0.1 ml. Hal ini berarti pada

1.07 gram ekstrak terdapat 0.1 ml air, sehingga kadar air pada ekstrak

adalah 9.35%.

Selanjutnya dilakukan proses dinamolisis terhadap ekstrak yang

didapat. Proses dinamolisis yang dilakukan akan memberikan gambaran

secara kualitataif dari kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak.

Karena masing-masing ekstrak memiliki pola dinamolisis yang berbeda.

Uji dinamolisis dilakukan dengan cara menuangkan ekstrak ke dalam

cawan petri sebanyak 10 mL. Cawan petri tersebut ditutup dengan kertas

saring berbentuk lingkaran yang bersumbu di tengah. Uji dinamolisis

dilakukan selama kurang lebih 20 menit hingga noda bersifat konstan.

Noda yang dihasilkan diamati polanya. Berdasarkan hasil percobaan, pola

yang dimiliki oleh Zingiber purpureum menunjukkan pola lingkaran,

diameter 1 berwarna kuning tua sebesar 1,3 cm dan diameter 2 berwarna

kuning muda sebesar 4,3 cm.

Page 87: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Uji KLT dilakukan untuk mengamati pemisahan metabolit sekunder yang terkandung dalam simplisia Zingiber purpureum. Dari uji KLT ini pemisahan akan terlihat melalui pita-pita yang terbentuk pada silika gel. Sebelum melakukan kromatografi lapis tipis, faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah :

o kualitas sorben / zat penjerap / fasa diam,

o prosedur preparasi,

o ketebalan dan keseragaman lapisan,

o kualitas pelarut,

o derajat kejenuhan dalam bejana,

o teknik pengembangan kromatografis,

o jumlah sampel yang ditotolkan,

o suhu.

Pertama-tama pada plat dibuat garis 1 cm dari masing-masing

ujung dan juga dibuat 2 titik sebesar 0,6 cm dari masing-masing sisi. Titik

tempat campuran ditempatkan disebut titik awal. Campuran diletakkan

pada titik awal dengan menotolkannya dengan menggunakan suatu kapiler

halus dari kaca, dan diusahakan agar luas totolan sekecil mungkin.

Beberapa kali penotolan dapat dilakukan pada tempat yang sama asalkan

lapisan totolan pertama harus kering terlebih dahulu sebelum totolan

selanjutnya. Karena campuran berada dalam pelarut etanol yang mudah

menguap, maka setelah tiap totolan, plat cukup dibiarkan sesaat atau ditiup

sedikit hingga etanolnya menguap. Jumlah totolan tidak boleh terlalu

banyak karena menyebabkan bercak menjadi asimetris dan menyebabkan

perubahan pada harga Rf.

Pengembang yang digunakan adalah toluene-etil asetat (93:7) sebanyak 5 ml. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mencampur pelarut adalah :

o Hanya pelarut yang mempunyai kepolaran yang hampir sama yang

dapat dicampur. Dalam hal ini etOAc bersifat sedikit lebih polar

daripada toluene, namun pada dasarnya keduanya dapat dianggap

kurang polar jika dibandingkan dengan fasa diam silica gel.

Page 88: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

o Kepolaran campuran tidak merupakan fungsi linier dari susunan

campuran, tetapi merupakan fungsi logaritma. Jadi campuran

toluene:etOAc mempunyai kepolaran yang mendekati kepolaran

toluene (makin kurang polar).

o Dapat dibuat elusi landaian dengan menambahkan sedikit demi

sedikit pelarut lain dalam pelarut murni selama kromatografi

sehingga kepolaran meningkat / menurun terus-menerus.

Campuran pelarut dimasukkan ke dalam bejana pengembang dari

gelas, pengerjaan dilakukan di dalam bejana tertutup agar tidak terjadi

penguapan pelarut dan bejana jenuh oleh uap pelarut. Bila bejana tidak

jenuh, akan mempengaruhi harga Rf. Untuk memastikan bejana jenuh

sempurna, sebaiknya dinding bejana dilapisi dengan kertas saring, jika

kertas tersebut telah basah sempurna, berarti bejana tersebut telah jenuh.

Karena keterbatasan waktu dan alat, langkah di atas tidak dilakukan.

Tetapi kejenuhan diuji dengan memasukkan tangan ke dalam bejana, jika

terasa cukup hangat, berarti bejan sudah cukup jenuh.

Ke dalam bejana yang telah jenuh, dimasukkan pelat silica gel

yang telah diberi totolan ekstrak. Satu pelat dapat diisi dua sampai tiga

totolan. Dalam percobaan, pelat diberi dua totolan yang berdampingan,

yaitu ekstrak Zingiber purpureum yang diperoleh dengan cara sohxlet.

Tinggi campuran pelarut dalam bejana cukup beberapa milimeter, dan titik

awal tidak boleh terendam dalam campuran pelarut tersebut. Bejana

ditutup dan campuran pelarut dibiarkan merambat naik sampai bagian atas

pelat yang telah ditandai sebelunya(1 cm dari tepi atas), garis ini disebut

garis depan. Jadi garis depan adalah titik tertinggi yang dicapai fasa gerak/

pelarut pada fasa diam setelah pengembangan selesai. Faktor retensi Rf

diperoleh dengan membandingkan jarak tempuh noda/komponen terhadap

jarak tempuh pelarut (garis depan). Pada percobaan, noda terakhir berada

tepat pada garis depan, sehingga diperoleh harga Rf =1.

Selama pengembangan, komponen yang lebih polar akan terikat lebih

kuat pada lapisan silica gel sehingga akan tertahan lebih lama, sedangkan

Page 89: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

komponen yang kurang polar akan cepat bergerak bersama campuran

pelarut (yang relatif kurang polar jika dibandingkan dengan silica gel).

Kromatogram yang diperoleh menunjukkan adanya lima bercak yang

terpisah, berarti bahwa komponen yang berada di garis depan adalah

komponen yang paling kurang polar di antara komponen-komponen

lainnya. Dari percobaan, Rf dari bercak yang dihasilkan dihitung sehingga

didapat hasil 0,925; 0,55; 0,4625; 0,344 dan 0,256. Seharusnya digunakan

larutan baku pembanding untuk mengidentifikasi metabolit sekunder apa

yang terdapat dalam simplisia. Bentuk noda yang ideal pada kromatografi

kertas dan kromatografi lapis tipis adalah yang benar-benar bulat sehingga

luas dapat diukur, tetapi pada prakteknya tidak selalu bulat karena

beberapa hal :

o Zat yang ditotolkan terlalu banyak (volume besar atau konsentrasi

tinggi)

o Pada waktu pengembangan, lapisan tipis mudah rusak sehingga

elusi noda tidak bersamaan

o Bila menggunakan lebih dari satu pelarut, maka terjadi lebih dari

satu front, sehingga noda berbentuk garis tipis

o Bila satu komponen dapat terjadi dalam lebih dari satu bentuk,

akan terjadi dua noda.

Jika didiamkan beberapa lama, noda pada kromatogram dapat

hilang, untuk itu digunakan suatu penyemprot bercak agar noda tetap

terlihat. Penyemprot bercak yang digunakan adalah asam sulfat 10%

dalam methanol. Asam sulfat merupakan suatu penampak bercak yang

umum digunakan. Reaksi ini dapat terbentuk dengan pemanasan pelat

pada 0-120°C. Dasarnya adalah bahwa dengan pemanasan sampai 100°C,

senyawa organik akan hangus/menjadi karbon (arang) dan tampak berupa

bercak hitam pada latar belakang putih. Karena itu metode ini hanya cocok

untuk fasa diam yang benar-benar berupa bahan anorganik seperti silica

gel maupun alumina, dan tidak dapat digunakan jika fasa diamnya adalah

Page 90: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

bahan organik atau pelat yang menggunakan pati sebagai pengikat. Dari

percobaan didapat warna hijau kebiruan, biru, biru keunguan serta ungu.

Metode yang cukup umum digunakan untuk deteksi kromatogram

adalah penggunaan sinar UV panjang gelombang 254 nm dan 366 nm,

khususnya untuk noda yang tidak berwarna. Karena noda pada

kromatogram yang diperoleh berwarna, noda dapat dideteksi pada tiga

keadaan, yaitu pada sinar biasa, sinar UV 254 nm dan 366 nm. Untuk fasa

diam silica gel biasa, fluoresensi di bawah sinar UV hanya terjadi jika

senyawa tersebut berfluoresensi. Tapi bila yang digunakan adalah silica

gel berfluoresensi, noda muncul sebagai bercak hitam. Dari percobaan,

noda yang timbul pada pengamatan disinar UV 254 nm (biasa) berwarna

kuning sedangkan pada UV 366 nm berwarna ungu.

VIII. KESIMPULAN

Dari hasil percobaan diperoleh ekstrak Zingiber purpureum dengan parameter ekstrak sebagai berikut

1 Rendemen : 3,026 %

2. Bobot jenis ekstrak : 0,932 gram/mL

3. Pola dinamolisis menghasilkan diameter sebesar

c. Lingkaran dalam : 1,3 cm

d. Lingkaran luar : 4,3 cm

4. Rf hasil KLT : 0.925 ; 0.55; 0.4265; 0.344; 0.256

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 1997. Ilmu Meracik Obat : Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gadjah

Mada University Press.

Page 91: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Ansel, Howard.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat.

Penerjemah: Farida Ibrahim. Jakarta: penerbit Universitas Indonesia press.

Departemen Kesehatan RI. 1986. Sediaan Galenik dan Uji Klinik Obat

Tradisional. Jakarta : departemen kesehatan RI.

Harborne, J. B. 2006. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan. Terbitan Kedua. Diterjemahkan oleh Kosasih P. Dan Iwang

Soediro. Penerbit ITB. Bandung.

Panitia Farmakope Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta :

Departemen Kesehatan RI.

Panitia Farmakope Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi keempat. Jakarta

: Departemen Kesehatan RI.

1. Pola Dinamolisis

Keterangan :

1

2

3

Page 92: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

NO. DIAMETER WARNA

1 0,8 cm Putih kekuningan (lebih pekat)

2 2,5 cm Kuning muda

3 3,7 cm Putih kekuningan

VII. DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Dalam percobaan kali ini kita melakukan isolasi metabolit sekunder dari

simplisia tumbuhan obat dengan metode alat Soxhlet. Metode Soxhlet adalah

salah satu metode ekstraksi panas. Ekstraksi panas ini memerlukan suhu yang

tinggi sehingga waktunya relatif lebih cepat dibandingkan dengan ekstraksi cara

dingin yang memerlukan suhu rendah. Ekstraksi menggunakan alat Soxhlet

merupakan salah satu metode ekstraksi padat-cair yang menggunakan prinsip

ekstraksi panas. Pada ekstraksi ini, uap cairan penyari akan naik ke atas tempat

simplisia melalui pipa samping, kemudian dikondensasikan kembali oleh

kondensor tegak, lalu cairan penyari tersebut akan turun kembali ke tempat

simplisia. Peristiwa ini terjadi terus menerus sehingga disebut juga ekstraksi

berkesinambungan. Ada beberapa keuntungan dari cara ekstraksi menggunakan

alat Soxhlet antara lain cairan penyari yang digunakan lebih sedikit sehingga

waktu ekstraksi lebih cepat, pada ekstraksi ini, langsung diperoleh ekstrak yang

lebih pekat karena lebih banyak ekstrak yang terekstraksi, dan ekstraksi dapat

dilakukan sesuai keperluan tanpa penambahan cairan penyari. Namun, ada

beberapa kerugian dari penggunaan alat Soxhlet untuk ekstraksi simplisia

tumbuhan obat, yakni tidak cocok untuk digunakan pada zat yang termolabil,

karena larutan penyari digunakan terus menerus.

Simplisia tumbuhan obat yang kita gunakan adalah simplisia Alpinia

galanga folium atau daun lengkuas. Simplisia yang ada digerus hingga didapat

partikel simplisia agak kecil (tidak terlalu halus) untuk memperluas permukaan

sehingga interaksi antara cairan penyari dengan permukaan simplisia lebih

Page 93: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

banyak, disamping itu juga berfungsi untuk memecah dinding sel sehingga cairan

penyari dapat masuk kedalam sel dan mengekstraksi lebih banyak metabolit

sekunder. Cairan penyari akan masuk kedalam dinding sel dan rongga sel yang

mengandung zat aktif, zat aktif akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi

antara larutan didalam sel dan diluar sel maka larutan yang terpekat akan didesak

keluar. Penyarian akan bertambah baik bila permukaan serbuk yang bersentuhan

dengan cairan penyari semakin luas. Dengan demikian maka makin halus serbuk

simplisia seharusnya makin baik penyariannya, tetapi dalam pelaksanaanya tidak

demikian karena pengaruh sifat fisikokimia. Serbuk yang terlalu halus akan

memberikan kesulitan pada proses penyarian, cairan tidak dapat turun

(menyulitkan pembasahan). Hal ini disebabkan serbuknya terlalu halus sehingga

ruang antar sel berkurang. Sementara ruang antar sel ini merupakan jalan

masuknya cairan. Selain itu serbuk yang terlalu halus juga mengakibatkan

terbentuknya suspensi yang sulit dipisahkan dengan hasil penyarian. Serbuk yang

terlalu halus juga dapat mengakibatkan dinding sel pecah sehingga zat yang tidak

diinginkan pun dapat ikut terekstrak. Oleh karena itu untuk tiap simplisia perlu

ditetapkan derajat kehalusan tertentu agar didapat hasil penyarian yang baik.

Setelah penggerusan simplisia ditimbang sebanyak 50 gram, kemudian

serbuk simplisia disiapkan dalam kertas saring Whatman dan dimasukkan ke

dalam tabung Soxhlet. Sebelumnya pada dasar tabung Soxhlet telah dilapisi oleh

kapas, kemudian serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung dan atasnya

ditutup dengan kapas kembali. Kemudian ke dalam labu alas bulat, dituangkan

250 ml etanol 95 % hingga mencapai ½ bagian volume labu, lalu ditambahkan

batu didih. Batu didih digunakan untuk menghindari terjadinya bumping dan

untuk memusatkan pemanasan karena batu didih memiliki sudut yang dapat

memecahkan gelembung-gelembung yang terjadi pada saat pemanasan. Selain itu,

batu didih memiliki pori-pori yang dapat memusatkan pemanasan yang terjadi.

Pelarut yang digunakan dalam proses ini adalah etanol. Pemilihan pelarut yang

akan digunakan untuk mengekstraksi harus sesuai dengan komponen metabolit

sekunder yang akan diekstraksi. Keuntungan etanol sebagai pelarut karena bersifat

polar dan tidak bersifat toksik, lebih selektif dan memiliki daya absorpsi yang

Page 94: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

baik. Penggunaan alkohol 95% juga agar mencegah dan menghambat

pertumbuhan kapang dan kuman selama proses maserasi karena kapang dan

kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas. Alkohol, bagaimanapun juga

adalah pelarut serba guna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan. Etanol sebagai

pelarut organik polar akan menarik komponen utama metabolit sekunder dalam

simplisia yang bersifat polar. Hal ini sesuai dengan prinsip like dissolve like.

Pelarut yang bersifat polar akan melarutkan komponen-komponen metabolit

sekunder yang bersifat polar pula, sedangkan pelarut yang bersifat non polar akan

cenderung melarutkan komponen metabolit sekunder yang bersifat non polar.

Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin,

kumarin, antrakuinon, flavonoid, steroid, damar, dan klorofil. Lemak, malam,

tanin, dan saponin hanya akan larut sedikit. Dengan demikian zat pengganggu

yang larut hanya terbatas.

Prosedur selanjutnya adalah pemasangan alat Soxhlet pada tempatnya dan

dilakukan pembasahan dari bagian atas tabung Soxhlet terhadap simplisia. Kapas

dalam tabung Soxhlet yang terkena etanol bertujuan agar tidak ada serbuk

simplisia yang keluar pada saat dilakukan penyaringan karena kapas berfungsi

sebagai filter. Pembasahan dilakukan agar kapas menempel pada dinding tabung

untuk menghindari adanya ruang antara kapas dengan tabung Soxhlet sehingga

dapat mencegah terselipnya serbuk simplisia. Pembasahan juga untuk mengganti

udara dalam pori-pori, hal ini disebabkan karena dinding sel tumbuhan terdiri dari

serabut selulosa yang dikelilingi oleh air, jika simplisia tersebut dikeringkan

lapisan air akan menguap dan terbentuk pori-pori yang diisi oleh udara.

Pembasahan ini memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada cairan penyari

memasuki seluruh pori-pori dalam simplisia sehingga mempermudah penyarian

selanjutnya. Agar penyarian berjalan dengan baik maka pori-pori berisi udara

harus didesak dengan air. Pembasahan juga mengakibatkan terjadinya perbedaan

konsentrasi, sedangkan perbedaan konsentrasi itu sendiri mempengaruhi

kecepatan penyarian, makin besar perbedaan konsentrasi, makin besar daya

dorong sehingga makin cepat penyarian, makin kasar serbuk makin panjang jarak,

sehingga konsentrasi zat aktif yang terlarut dan tertinggal dalam sel makin

Page 95: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

banyak. Setelah dibasahi kemudian dinyalakan heating mantle sampai suhu

mencapai titik didih pelarut. Ekstraksi simplisia dilakukan hingga tetesan pelarut

hampir tidak berwarna.

Ekstrak cair yang diperoleh kemudian ditampung ke dalam wadah yang

telah disediakan. Setelah mengekstraksi, ekstrak yang didapat diukur volumenya.

Hasil penyarian dengan cara Soxhlet perlu didiamkan selama waktu tertentu.

Waktu tersebut diperlukan untuk mengendapkan zat-zat yang tidak diperlukan

tetapi ikut terlarut dalam cairan penyari, contohnya seperti malam dan lain-lain.

Setelah itu sebanyak 42,8 ml ekstrak cair yang telah dikentalkan dengan

alat rotavapor diuapkan di atas waterbath. Penguapan selain bertujuan untuk

menguapkan pelarut sehingga didapat berat yang sesungguhnya. Proses ini

dilakukan dengan menggunakan cawan penguap. Yang pertama kali dilakukan

adalah menimbang berat cawan penguap yang masih kosong. Ekstrak kental yang

tadi telah didapat kemudian dimasukkan ke dalam cawan penguap lalu diuapkan

di atas penangas air. Penguapan dilakukan sampai berat ekstrak yang ditimbang

sudah konstan dan stabil. Ekstrak yang sudah pekat (beratnya konstan) akan

ditentukan rendemennya dengan cara menghitung persentase dari berat ekstrak

sesungguhnya per berat simplisia mula-mula. Berat ekstrak sesungguhnya

merupakan selisih dari berat cawan penguap yang sudah konstan setelah

mengalami penguapan dan berat cawan penguap yang masih kosong.

Pada proses perhitungan rendemen, didapat hasil randemen sebesar 1,58

%. Rendemen ini menunjukkan kadar ekstrak dari simplisia. Jumlah rendemen

yang didapat sangat kecil karena kurangnya pengadukan dan ukuran serbuk

kurang halus ketika penggerusan serta pembasahan yang kurang sempurna.

Penentuan bobot jenis dari ekstrak yang didapat dilakukan dengan

menggunakan alat piknometer. Pertama-tama piknometer kosong ditimbang

kemudian dimasukkan sejumlah ekstrak hingga penuh ke dalam piknometer

kosong tersebut lalu ditutup hingga cairan ekstrak keluar dari lubang bagian atas

tutup piknometer. Hal tersebut menandakan bahwa piknometer telah penuh,

kemudian piknometer tersebut ditimbang. Catat hasil penimbangannya. Kerapatan

ekstrak adalah berat ekstrak di dalam piknometer dikurangi dengan berat

Page 96: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

piknometer kosong dibagi dengan volume piknometer, karena seperti yang kita

ketahui bahwa kerapatan merupakan hasil bagi dari massa dibagi volume. Volume

piknometer adalah daya tampung piknometer, yang biasanya tertera pada

piknometer. Kemudian piknometer yang telah bersih dan kering diisi dengan air

hingga penuh dan ditimbang. Hal ini juga bertujuan untuk menentukan kerapatan

air. Hasil perbandingan antara kerapatan ekstrak dan kerapatan air merupakan

bobot jenis dari ekstrak tersebut. Hasil penentuan kerapatan air adalah 1,051

gram/mL; kerapatan ekstrak 0,947 gram/ mL; jadi bobot jenis ekstrak yang

didapat adalah sebesar 0,901.

Selanjutnya dilakukan proses dinamolisis terhadap ekstrak yang didapat.

Proses dinamolisis yang dilakukan akan memberikan gambaran secara kualitatif

dari kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak. Karena masing-masing

ekstrak memiliki pola dinamolisis yang berbeda. Uji dinamolisis dilakukan

dengan cara menuangkan maserat ke dalam cawan petri sebanyak 1/3 dari volume

cawan petri. Cawan petri tersebut ditutup dengan kertas saring berbentuk

lingkaran yang bersumbu di tengah. Uji dinamolisis dilakukan selama kurang

lebih hingga tidak terjadi pelebaran noda lagi, hingga stabil. Noda yang dihasilkan

diamati polanya. Berdasarkan hasil percobaan, pola yang dimiliki oleh daun

lengkuas menunjukkan pola lingkaran, diameter 1 berwarna putih kekuningan

(lebih pekat), diameter 2 berwarna kuning muda, sedangkan diameter 3 berwarna

putih kekuningan. Selain sebagai penyaring pada dinamolisis, kertas saring

berfungsi untuk kromatografi sederhana. Dari kertas saring diukur diameter yang

diperoleh berturut-turut adalah 0,8 ; 2,5 ; dan 3,7. Pola ini menunjukkan

karakteristik simplisia daun lengkuas.

Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan untuk mengamati

pemisahan metabolit sekunder yang terkandung dalam simplisia daun lengkuas.

Dari uji KLT ini pemisahan akan terlihat melalui pita-pita yang terbentuk pada

silika gel. Mula-mula pelat silika gel dipotong dengan ukuran tertentu lalu pelat

tersebut ditandai dengan garis diujung atas dan bawah masing-masing 1 cm. Pada

garis bawah dibuat 2 titik, yaitu titik a dan b untuk penotolan maserat, dimana

penotolan titik b lebih pekat daripada titik a untuk membedakan hasil pergerakan

Page 97: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

bercak pada pelat KLT. Lalu hasil maserat ditotolkan di ujung bawah kedua titik

tersebut. Penotolan dilakukan berulang pada tempat yang sama dengan rentang

waktu tertentu untuk menghindari kemungkinan totolan terlalu lebar, karena jika

penotolan dilakukan saat totolan sebelumnya masih basah. Pengembang yang

digunakan adalah toluen dan asetil asetat dengan perbandingan 93:7. Toluen yang

dipakai 9,3 mL dan asetil asetat yang dipakai adalah 0,7 ml. Pengembang yang

dipakai adalah pengembang yang bersifat non polar karena metabolit sekunder

dalam ekstrak bersifat polar.

Cairan pengembang berfungsi sebagai fasa gerak sedangkan silika gel

berfungi sebagai fase diam. Pada percobaan ini digunakan cairan penampak

bercak, tetapi sebelumnya digunakan sinar ultraviolet 254 nm dan 366 nm tanpa

penampak bercak. Pada sinar ultarviolet 254 nm didapat hasil Rf sebesar 0,0812

pada titik a dan 0,094 pada titik b. Pada sinar ultraviolet 366 nm didapat hasil Rf

sebesar 0,244 pada titik a dan 0,263 pada titik b. Kemudian pada kertas KLT

tersebut disemprotkan penampak bercak vanilin sulfat untuk mengetahui lebih

jelas warna pada kertas. Setelah itu dilakukan pengeringan dalam oven. Tidak

didapatkannya hasil Rf ketika dilakukan pengeringan, dikarenakan beberapa

kesalahan pada saat pengerjaan, diantaranya, belum jenuhnya campuran untuk

KLT yaitu antara toluen dan asetil asetil, terlalu banyaknya vanilin sulfat yang

disemprotkan pada kertas KLT, serta terlalu lamanya pengeringan kertas KLT

dalam oven. Hasil ini tidak dapat dibandingkan dengan literatur karena pada KLT

nilai Rf tidak terulangkan. Seharusnya digunakan larutan baku pembanding untuk

mengidentifikasi metabolit sekunder apa yang terdapat dalam simplisia.

VIII. KESIMPULAN

Penyarian metabolit sekunder dari tumbuhan Alpinea galanga dapat

dilakukan dengan menggunakan ekstraksi soxhlet dengan rendemen yang didapat

sebesar 13,88 %.

Page 98: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

DAFTAR PUSTAKA

Carter, B. 1975. Dispensing for Pharmaceutical Students Twelfth Edition. Pitman

Medical Publishing Co.Ltd. London.

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Dirgen

POM. Direksorat Pengawasan Obat Tradisional.

Depkes RI. 1980. Materia Medika Indonesia Jilid IV.

Duke, J. 2005. Phytochemical and Etnobotanical Databases.Belstsuille

Agricultural Research Center. Maryland.

Fessenden & Fessenden. 1982. Kimia Organik, jilid 1. Jakarta: Gelora Aksara d

Pratama.

Harborne, J.B., 1984. Metode Fitokimia, terjemahan K. Padmawinata dan I.

Sudiro. Bandung: ITB press.

Herbert, R. B. 1995. Biosintesis Metabolit Sekunder edisi ke-2. Diterjemahkan

oleh Bambang Srigandono. IKIP Press. Semarang.

Tjitrosoepomo. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat. Gadjah Mada Press.

Jogjakarta.

Page 99: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

LAMPIRAN

Gambar 1 : Bekker glass berisi ekstrak, gelas KLT, Gambar 2 : Cawan penguap berisi

ekstrak

piknometer, cawan dan kertas dinamolisis

Page 100: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Gambar 3 : Pola Dinamolisis Ekstrak Gambar 4 : Gelas KLT berisi toluen dan etil

asetat

Gambar 5 : Hasil KLT dengan vanilin sulfat Gambar 6 : piknometer berisi vanilin

sulfat

Gambar 7 : rotavapor

Page 101: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Gambar 8 : Alat Soxhlet

Page 102: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Egon Stahl dengan menghamparkan penyerap pada lempeng gelas, sehingga merupakan lapisan tipis. Sistem ini segera popular karena memberikan banyak keuntungan, misalnya peralatan yang diperlukan sedikit, murah, sederhana, waktu analisis cepat dan daya pisah cukup baik (Sudjadi, 1988).

Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik

langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat

adalah :

o Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan)

o Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus

(adsorpsi/penjerapan)

o Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap

(keatsirian) (Gritter et al,1991)

Cara kerjanya adalah sebagai berikut : campuran yang akan dipisahkan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, lebih menguntungkan jika dipakai pelarut pengembangan atau pelarut yang kepolarannya sama dengan pengembang dan ditotolkan berupa becak (garis tengah 15 mm) pada lapisan dekat salah satu ujung (kira-kira 2 cm dari ujung). Penotolan biasanya dilakukan memakai kapiler kaca, tetapi dapat pula dilakukan dengan semprit atau alat otomatis.

Pelarut dibiarkan menguap atau dihilangkan dengan bantuan aliran udara kering atau nitrogen. Lapisan kemudian dimasukkan ke dalam bejana pengembang yang berisi pelarut yang dalamnya sekitar 1 cm yang akan bertindak sebagai fase gerak. Ini dilakukan demikian rupa sehingga pelarut berkontak dengan lapisan pada ujung yang dekat dengan bercak totolan, tetapi tentu saja di bawah totolan itu. Lalu bejana ditutup ketat dan pelarut dibiarkan sampai 10 – 15 cm di atas totolan cuplikan.

Jika fase gerak dan fase diam telah dipilih dengan tepat, bercak cuplikan awal akan dipisahkan menjadi sederet bercak, masing-masing bercak diharapkan merupakan komponen tunggal dari campuran.

Titik tempat campuran ditotolkan pada ujung pelat atau lembaran disebut titik awal dan cara menempatkan cuplikan itu di sana disebut penotolan. Garis depan pelarut ialah bagian atas fase gerak atau pelarut ketika ia bergerak melalui lapisan, dan setelah pengembangan selesai, merupakan tinggi maksimum yang dicapai oleh pelarut. Perilaku senyawa tertentu di dalam sistem kromatografi tertentu dinyatakan dengan harga Rf. Angka ini diperoleh dengan membagi jarak yang ditempuh oleh bercak zat terlarut dengan jarak yang ditempuh oleh garis depan pelarut. Keduanya diukur dari titik awal, dan harga Rf beragam mulai dari 0 sampai 1.

Page 103: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Rf = A / B Garis depan

B

A

Titik awal

Sekarang kromatografi mencakup beberapa macam proses didasarkan pada distribusi diferensial dari komponen-komponen sampel antara dua fasa. Salah satu fasa yang tinggal dalam sistem dinamai fasa diam (stationary phase), fasa lain yang melalui fasa diam dinamai fasa gerak (mobile phase). Pergerakan dari fasa gerak menimbulkan migrasi diferensial komponen-komponen dalam sampel (Tjokronegoro, 2000).

Fasa diam

Kondisi optimum suatu pemisahan merupakan hasil kecocokan antara fasa diam dan fasa gerak. Dalam KLT fasa diam harus mudah didapat. Fasa diam berupa lapisan tipis (tebal 0,1-2 mm) yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi dapat pula terbuat dari pelat polimer atau logam. Lapisan melekat kepada permukaan dengan bantuan bahan pengikat biasanya kalsium sulfat atau amilum (Gritter,1991).

Jenis-jenis fasa diam yang dapat digunakan :

Silika gel :

Silika gel dengan pengikat

Silika gel dengan pengikat dan indikator fluorosensi

Silika gel tanpa pengikat dengan indikator fluorosensi

Silika gel tanpa pengikat

Silika gel untuk preparative

Alumina

Page 104: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Keiselguhr

Selulosa

(Sudjadi,1988)

Fasa Gerak

Untuk fasa diam yang menggunakan silika gel, alumina, dan fasa diam lainnya, pemilihan pelarut mengikuti aturan kromatografi kolom serapan. Sistem tak berair paling banyak digunakan, yang meliputi (sifat hidrofob menaik) methanol, asam asetat, etanol, aseton, etil asetat, eter, kloroform (perlu diperhatikan pada kloroform yang distabilkan dengan etanol), benzene, sikloheksan dan eter petroleum. Campuran pelarut yang terdiri dari dua atau tiga pelarut dapat pula digunakan. Penyusunan sistem pelarut dapat dipilih sesuai dengan kemampuannya membentuk ikatan hydrogen dalam satu seri dari hidrofil sampai ke hidrofob. Kombinasi pelarut yang mempunyai sifat berbeda memungkinkan didapatnya sistem pelarut yang cocok (Sudjadi,1988).

Faktor Retensi (Rf)

Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai

faktor retensi Rf :

Rf = Jarak yang ditempuh senyawa terlarut

Jarak yang ditempuh pelarut

Jarak yang telah ditempuh pelarut dapat diukur dengan mudah dan jarak tempuh

cuplikan diukur pada pusat bercak itu, atau pada titik kerapatan maksimum

(Sudjadi,1988).

VI. DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN

1. Organoleptik Ekstrak

Bentuk : Cairan

Warna : Merah jingga

Bau : Bau etanol-cabai

Rasa : Pedas

Page 105: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

2. Randemen Ekstrak

Berat simplisia : 25.65 g

Berat ekstrak yang diuapkan : 0.22 g

Berat ekstrak total : 2.728 g

Randemen ekstrak (%) = berat ekstrak total x 100%

berat simplisia

= 2.728 g x 100%

25.65 g

= 10.635 % b/b

3. Bobot Jenis Ekstrak

Berat piknometer kosong : 13.69 g

Berat piknomete + air : 23.78 g

Berat air : 10.09 g

Volume piknometer : 10 mL

Kerapatan air : b = 10.09 = 1.009 g/mL

v 10

Berat piknometer + ekstrak : 21.97 g

Volume piknometer : 10 mL

Berat ekstrak : 8.28 g

Kerapatan ekstrak : b = 8.28 = 0.828 g/mL

v 10

Bobot jenis ekstrak : = = 0.8206

4. Kadar Air Ekstrak

Berat ekstrak uji : 1 g

Volume air : 0.2 mL

Kadar air : (%) = % = 20%

Page 106: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

5. Pola Kromatogram Lapis Tipis

No.

bercakRf

Pengamatan

Sinar

tampak

UV

254 nm

UV

366 nm

H2SO4 10%

(sebelum dioven)

H2SO4 10%

(sesudah dioven)

UV

254 nm

UV

366 nm

UV

254 nm

UV

366 nm

1 -oranye

pekat

ungu

keabuan

biru

muda

ungu

keabuan

biru

muda

ungu

keabuan

biru

muda

2 0.175oranye

muda- - -

biru

muda-

biru

muda

3 0.35oranye

muda- - - - - -

4 0.7125 - - - - - -biru

muda

5 0.825 - - - - - -biru

muda

6 0.9875oranye

pekat

ungu

keabuan

biru

muda-

biru

muda-

biru

muda

Perhitungan Rf :

Rumus : Rf =

1. a = 0 cm b = 8 cm

Rf1 = = 0.0

2. a = 1.4 cm b = 8 cm

Rf2 = = 0.175

3. a = 2.8 cm b = 8 cm

Rf3 = = 0.35

4. a = 5.7 cm b = 8 cm

Page 107: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Rf4 = = 0.7125

5. a = 6.6 cm b = 8 cm

Rf5 = = 0.825

6. a = 7.9 cm b = 8 cm

Rf6 = = 0.9875

6. Pola Dinamolisis

............................. GAMBAR

Keterangan :

Diameter 1 : 5.025 cm ; warna : bening

Diameter 2 : 3.233 cm ; warna : kuning

Diameter 3 : 2.133 cm ; warna : oranye

Page 108: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

DAFTAR PUSTAKA

Gritter, R. J., J. M. Bobbit and A. E. Schwarting. 1991. Pengantar Kromatografi.

Bandung : Penerbit ITB.

Sujadi. 1998. Metode Pemisahan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Tjokronegoro, Roekmiati. 2000. Teknik Pemisahan Kimia. Bandung: Jurusan

Kimia FMIPA UNPAD.

Pada praktikum kali ini kita akan melakukan isolasi metabolit sekundear

dari simplisia Sonchi Folium dengan cara metode ekstraksi panas yaitu

refluks.Setelah penimbangan simplisia, selanjutnya adalah melarutkannya dengan

etanol.Hal ini dikarenakan etanol merupakan salah satu pelarut yang baik.

Di dalam labu yang telah disediakan, campuran tersebut mulai direfluks

selama kurang lebih 1,5 jam.Refluks itu sendiri merupakan aliran berbalik

kembali; misalnya, pada zat cair dalam labu dengan menggunakan tabung

pendingin yang mengembunkan uap dan meneteskan embun kembali ke dalam

labu.Dalam praktek biasanya, dimasukkan beberapa boiling chip yang

dimaksudkan untuk mencegah terjadinya letupan serta agar panasnya

merata.Pemanasan secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup lama

tersebut diharapkan agar zat-zat / senyawa yang terkandung dalam simplisia

tersebut dapat lebih dapat ditarik lagi. Selama refluks setiap 15 menit sekali aliran

air harus dikontrol, karena apabila aliran air dari kran berhenti mengalir maka

hasil pemanasan larutan didalam labu tidak dapat kembali ke labu dikarenakan

kondensor refluks panas dan uap yang keluar tidak dapat terkondensasi

kembali.Salah satu kelemahan dari metode ini antara lain;pemanasan secara

langsung tidak bisa untuk bahan tidak tahan panas.Salah satu kelebihan dari

Page 109: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

metode refluks ini antara lain;efesiensi pelarut karena tidak perlu menggunakan

beberapa pelarut.

Setelah direfluks, ekstrak cair tersebut didinginkan.Dipisahkan menjadi 2

bagian,bagian pertama disimpan dan bagian yang lain dipekatkan dengan cara

evaporasi.Evaporator adalah alat pemekat atau pengental ekstrak cair yang mirip

dengan gasing serta dilengkapi heating mantel yang dapat diatur derajat suhunya

dan juga dilengkapi pipa-pipa untuk mengalirkan methanol/etanol sebagai

pendingin.Proses ini memakan waktu kurang lebih 1 jam tergantung dari volume

ekstrak cairnya.Pada proses evaporasi diharapkan agar panasnya konstan sehingga

reksi pengentalan berjalan sempurna.

Hasil dari evaporasi tersebut harus diuapkan di atas water bath sehingga

didapat hasil ekstrak yang lebih pekat.Dari sini kita bisa mendapatkan berapa gr

ekstrak kental sehingga didapatkan pula rendemennya.Hal ini untuk membuktikan

seberapa murni ekstrak yang kita dapat.Semakin besar rendemen yang didapat

maka semakin baik hasil ekstrak yang kita dapat.Terkadang kita mendapat

beberapa rendemen yang cukup besar tapi belum tentu senyawa itu murni

mungkin msh terdapat pengotor.maka dari itu kita perlu melakukan uji identifikasi

yang lebih spesifik.

Piknometer

Setelah kita mendapatkan hasil dari percobaan kali ini, maka langkah

selanjutnya adalah proses identifikasi.Proses identifikasi ini dimulai dengan kita

mencari bobot jenis ekstrak.Dalam hal ini kita menggunakan piknometer.Pertama

kita harrus mengetahui kerapatan air dengan cara menambahkan air ke dalam

pikno kosong.Perlu diperhatikan sebelum penambahan air pikno harus dalam

keadaan benar-benar bersih, sehingga penghitungannya benar.Tidak lupa juga kita

menambahkan ekstrak cair ke dalam pikno kosong untuk mengetahui kerapatan

ekstrak.Diusahakan agar cairan ekstrak memenuhhi tutup pikno sehingga didapat

hasil yang maksimal.Bobot jenis ekstrak dapat diketahui dari perbandingan dari

Page 110: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

keraapatan ekstrak dan air.Lalu bobot jenis yang diketahui disamakan dengan

literature sehingga data semakin akurat.

Dinamolisis

Cara ini digunakan untuk mengetahui pola lingkaran yang didapat dari

ekstrak ini.kertas Whatman yang telah dibolongi tengahnya dan diberi sumbu

yang terbuat saring.Kertas saring bersumbu ini kemudian ditutpkan pada cawan

petri yang berisi ekstrak cair. Biarkan terjadi proses difusi sirkular selama 10

menit.Hasil yang didapat berupa pola 2 lingkaran berwarna.Lingkaran dalam

berwarna hijau.dan lingkaran luar berwarna kuning.Dihitung masing-masing

diameternya.Proses dinamolisis ini merupakan proses pemisahan senyawa secara

manual yang menghasilkan pola lingkaran berwarna yang menandakan masing-

masing kandungan senyawa dalam simplisia tersebut.

Kromatografi Lapis Tipis

Ekstrak kental ini apabila dibiarkan atau didinginkan kemungkinan akan

timbul kristal. Terhadap kristal ini dilakukan pengujiaan kemurnian dengan cara

metode kromatografi lapis tipis.Pada KLT dapat digunakan pemisahan dalam

jumlah kecil ( mikro gram).Cairan ekstrak cair tersebut ditutulkan beberapa kali

pada silica gel yang sudah diberi batas atas dan bawah, hal ini dmaksudkan agar

laju pemisahan terlihat jelas.Seperti yang sudah ditentukan kita akan

menggunakan pelat silica gel.Menurut teori, proses pembuatannya sebagai

berikut; sebelumnya plat dibersihkan terlebih dahulu dengan aseton untuk

menghilangkan lemak. Kemudian harus dilakukan penyaputan pelat kaca dengan

penjerapan, tetapi hal ini dapat diatasi dengan menggunakan penyaput tertentu

( misalnya 90 detik ) sebelum penyaputan. Tergantung pada ukuran partikel

penjerapan, mungkin harus ditambahkan kalsium sulfat hemihidrat ( 15% ) untuk

membantu pelekatan penjerap pada kaca. Setelah penyaputan pelat harus

dikeringkan tdd pada suhu 100-110 celcius selama 30 menit. Sifat penjerap dapat

diubah dengan penambahan garam anorganik, misalnya perak nitrat ( Ag

Page 111: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

NO3 ).Dikarenakan pembuatan pelat silica gel memakan waktu yang cukup lama,

maka para praktikan telah disiapkan pelat silica gel tersebut. Silica gel ini

dimasukkan ke dalam chamber yang sudah diberi pengembang kloroform dan etil

eto Acetat dengan perbandingan 6:4.Salah satu keuntungan dari KLT dapat kita

bisa lihat pada saat penambahan pelarut, karena KLT dapat menggunakan

berbagai macam pelarut sehingga ruang geraknya lebih leluasa daripada KKt.

Sebelum silica gel dimasukkan keadaan chamber harus dalam keadaan panas, agar

udara atau atmosfer dalam chamber menjadi jenuh sehingga didapat hasil

pemisahaan yang baik.Silica gel dimasukkan ke dalam chamber harus dalam

keadaan miring agar lajunya bagus.Tidak lupa chamber ditutup kembali dengan

kaca untuk tetaaap menjaga suhu nya.Ditunggu sampai batas waktu 10

menit.Hasil yang sudah dikeringkan, dimasukkan ke dalam UV Betrachter.Hal ini

berfungsi untuk pendeteksian senyawa dengan beberapa cara. Pertama, dilihat

tanpa menggunakan sinar UV,warna yang dicatat adalah warna tearkhir yang

tampak pada titik penutulan.kedua, dilihat di bawah UV 254nm. Ketiga, dilihat

dibawah sinar UV 366nm.Bilangaaan Rf lebih kurang terulangkan, oleh karena itu

diperlukaan senyawaa pembanding satu atau lebih untuk penandaan. Untuk

mengukur Rf pada KLT dengan seksama kita dapat membakukan kondisi, namun

hal ini merupakan suatu prosess yang memakan waktu. Biasanya KLT dilaakukan

dengan pengembangan, pengembangan naik dalam suatu bejana yang dindingnya

dilaapisi dengan kertas saring, sehingga atmosfer dalam bejana jenuh dengan fase

pelarut. Deteksi KLT biasanya dilakukan dengan pereaksi semprot. Pada kali ini

digunakan H2SO4 untuk mendeteksi steroid dan lipid yang berguna. Hal ini

merupakan suatu kelebihan dari KLT dibandingkan KKt.Setelah penyemprotan

H2SO4 dilihat warna yang keluar pada UV 254 dan UV 366nm.

VI. DATA PENGAMATAN

Nama Simplisia : Capsici fructus

Metode Ekstraksi : Maserasi (Maserasi Dingin)

Page 112: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

7. Organoleptik Ekstrak

Bentuk : cairan

Warna : merah

Bau : pedas dan menyengat

Rasa : pedas

8. Rendemen Ekstrak

Berat simplisia : 63,49 g

Berat ekstrak yang diuapkan : 0,59 g

Berat ekstrak total : 5,84 g

Rendemen ekstrak : 9,198 % b/b

9. Bobot Jenis Ekstrak

Berat piknometer kosong : 10,13 g

Berat piknometer + air : 20,05 g

Berat air : 9,92 g

Volume piknometer : 10 mL

Kerapatan air : 0,992 g/mL

Berat piknometer + ekstrak : 18,28 g

Volume pknometer : 10 mL

Berat ekstrak : 8,15 g

Kerapatan ekstrak : 0,815 g/mL

Bobot jenis ekstrak : 0,8216 g/mL

10. Kadar air Ekstrak

Berat ekstrak uji : 1,01g/mL

Volume air : 0,1 mL

Kadar air : 9,9 % v/b

11. Pola Kromatogram Lapis Lipis

Page 113: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

No.

Bercak

Rf Pengamatan

Sinar Tampak UV 254 nm UV 366 nm

1 0 orange pekat ungu keabuan biru muda

2 0,175 orange muda - -

3 0,35 orange muda - -

4 0,7125 - - -

5 0,825 - - -

6 0,9875 orange pekat ungu keabuan biru muda

Rf Pengamatan dalam H2SO4 10 %

Page 114: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

No.

Bercak

Sebelum dioven Setelah dioven

UV 254 nm UV 366 nm UV 254 nm UV 366 nm

1 0 ungu keabuan biru muda ungu keabuan biru muda

2 0,175 - biru muda - biru muda

3 0,35 - - - -

4 0,7125 - - - biru muda

5 0,825 - - - biru muda

6 0,9875 - biru muda - biru muda

12. Pola Dinamolisis

Keterangan :

VII. PERHITUNGAN

5. Rendemen

Berat simplisia : 63.49 g

no Diameter (cm) warna

1 0,967 Jingga +++++

2 1,50 Jingga +++

3 2,0 Jingga ++++

4 2,63 Jingga ++

5 4,7 Jingga +

Page 115: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Berat ekstrak yang diuapkan : 0.59 g

Berat ekstrak total = 146 x 0.59 = 5.84 g 25

Rendemen ekstrak = Berat ekstrak total x 100% Berat simplisia

= 5.84 x 100% = 9.198 % 63.49

6. Bobot Jenis Ekstrak

Berat piknometer kosong : 10.13 g

Berat piknometer + air : 20.05 g

Volume piknometer : 10 mL

Volume piknometer + ekstrak : 18.28

Berat air = 20.05 – 10.13 = 9.92 g

Kerapatan air = Berat air volume piknometer

= 9.92 = 0.992 g/mL 10

Kerapatan ekstrak = Berat air volume piknometer

= 8.15 = 0.815 g/mL 10

Bobot jenis ekstrak = kerapatan ekstrak Kerapatan air

= 0.815 g/mL = 0.8126 0.992 g/mL

7. Kadar Air Ekstrak

Massa ekstrak kental : 1.01 g/mL

Volume : 0.1 mL

Kadar air ekstrak = Volume x 100% Massa ekstrak kental

= 0.1 x 100% = 9.9 % 1.01 g/mL

8. Rf

Rf = a/b

Page 116: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Bercak no.2 Rf = 1,4 cm = 0,175 8 cm

Bercak no.3 Rf = 2,8 cm = 0,35 8 cm

Bercak no.4 Rf = 5,7 cm = 0,7125 8 cm

Bercak no.5 Rf = 6,6 cm = 0,825 8 cm

Bercak no.6 Rf = 7,9 cm = 0,9875 8 cm

VIII. PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini dilakukan ekstraksi simplisia Capsici fructus

untuk memperoleh metabolit sekunder. Metode ekstraksi yang dipakai

adalah metode ekstraksi cara dingin. Metode ekstraksi cara dingin biasanya

dilakukan pada simplisia yang termolabil. Ekstraksi cara dingin memerlukan

waktu yang lebih lama daripada ekstaksi cara panas. Metode ekstraksi yang

digunakan adalah maserasi.

Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia yang telah

dihaluskan dalam cairan penyari, yaitu etanol 95%. Etanol digunakan karena

bersifat polar dan tidak bersifat toksik, lebih selektif dan memiliki daya

absorpsi yang baik.selain itu etanol juga bersifat netral, sulit ditumbuhin

oleh tapang dan kumang, dapat bercampur baik dengan air pada segala

perbandingan dan memerlukan panas yang sedikit untuk pemekatan.

Simplisia yang digunakan harus dihaluskan agar luas permukaan

menjadi bertambah sehingga kontak antara cairan penyaring dan simplisia

akan semakin banyak dan cepat. Pada proses awal maserasi dilakukan

pembasahan terhadap sample dengan tujuan untuk memberikan kesempatan

kepada cairan penyaring untuk memasuki seluruh pori – pori simplisia

sehingga mempermudah proses pencarian. Pada proses pengeringan

simplisia, cairan dalam dinding sel akan menguap sehingga terbentuk pori –

pori berisi udara yang menyebabkan berat simplisia menjadi lebih kecil. Jika

Page 117: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

seluruh cairan penyaring langsung ditambahkan maka akan terjadi

pengapungan dari simplisia karena berat sel pada simplisia lebih ringan.

Volume yang diperlukan dalam proses pembasahan kurang lebih 10 mL

dalam waktu 10 menit. Setalah dilakukan pembasahan cairan penyaring

dapat ditambahkan sebanyak 250 mL sehingga jumlah cairan penyari total

adalah 260 mL. Kemudian bejana ditutup rapat dengan plastik wrap dan

kertas alumunium foil untuk mencegah kontaminan masuk. Bejana bewarna

coklat agar proses terlindung dari cahaya, karena cahaya dapat

mempengaruhi reaksi yang terjadi. Kemudiaan bejana dibiarkan selama

minimal 24 jam. Selama proses maserasi, zat aktif dalam simplisia akan

larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel

dan diluar sel maka larutan larutan yang terpekat akan didesak keluar.

Setelah 24 jam proses maserasi akan diperoleh ekstrak kasar (crude

extrac) yang akan ditampung dan dihitung volumenya. Volume yang

diperoleh adalah 246 mL yang memiliki selisih dengan banyaknya cairan

penyari yang ditambahkan pada awal maserasi, hal ini dapat terjadi karena

kesalahan teknis saat penambahan cairan penyari yang tidak menggunakan

gelas ukur atau alat volumetri lainnya tetapi hanya digunakan beaker glass

yang keakuratannya kecil dan adanya cairan penyari yang menguap.

Setelah diperoleh ekstrak kasar, selanjutnya ditentukan harga

rendemen, bobot jenis, pola dinamolisis dan analisisnya dengan ekstrak hasil

ekstraksi cara panas melalui metode Kromatografi Lapis Tipis. Awalnya,

ekstraksi kasar dibagi menjadi dua bagian yaitu 100 mL untuk penentuan

bobot jenis, pola dinamolisis dan analisis dengan Kromatografi Lapis Tipis

dan sisanya untuk dipekatkan.

Ekstrak kasar dipekatkan dengan menggunakan alat rotavapor

selama kurang lebih 30 menit lalu dilanjutkan dengan evaporasi ekstrak

diatas penangas air sampai diperoleh ekstrak kering, pada prinsipnya kedua

cara ini bertujuan sama, yaitu mengeringkan ekstrak. Kelebihan rotavorapor

ini adalah melalui alat ini kita dapat memperoleh cairan penyari kembali

secara utuh, sehingga menghemat biaya yang dihabiskan. Setelah diperoleh

Page 118: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

ekstrak kering maka kita dapat menghitung rendemennya dengan rumus

yang sudah ada yaitu sebesar 9,198 % b/b. Ekstrak kering ini kemudiaan

disimpan untuk praktikum selanjutnya.

100 mL ektrak kasar tadi digunakan untuk beberapa pengujian.

Untuk memperoleh bobot jenis ekstrak digunakan piknometer sebagai alat

bantu, karena piknometer merupakan alat volumetri yang akurat yang

dapatmenunjukan volume dan berat dari sampel. Setelah dilakukan

penimbangan dan analisis volume diperoleh kerapatan ekstrak sebesar 0,815

gram/mL. Lalu besarnya bobot jenis ekstrak dapat dihitung dengan

membandingkan keraptan ekstrak dan kerapatan air (9,92 gram/ml )

sehingga diperoleh bobot jenis ekstrak sebesar 0,8216. Penentuan kerapatan

air dilakukan sama dengan perlakuan pada ekstrak.

Pengamatan pola dinamolisis dilakukan dengan menggunakan kertas

saring Whatman yang dilubangi kecil ditengahnya. Digunakan kertas ini

karena serat selulosanya memungkinkan adanya difusi sekular senyawa,

selain itu kertas yang digunakan harus dalam keadaan utuh ( tidak dilipat )

untuk menghindari perubahan pola dinamolisis karena kedudukan kertas

telah berubah. Lalu dipasang sumbu yang terbuat dari kertas yang sama

bersumbu ditutupkan pada cawan petri berisi ekstrak cair. Sumbu ini tidak

boleh terlalu tebal untuk mempermudah proses difusi pada kertas

selanjutnya ekstrak didiamkan selama kurang lebih 10 menit hingga ekstrak

naik ke sumbu ( daya difusi ) dan membentuk pola warna. Warna yang

terbentuk ada 5 macam dengan diameter yang juga berbeda. Perbedaan ini

disebabkan oleh perbedaan kecepatan difusi dari senyawa – senyawa yang

terkandung dalam ekstrak.

Analisis dengan menggunakan KLT dilakukan pada dua ekstrak yang

diperoleh dari cara ekstraksi yang berbeda, yaitu dengan cara panas dan cara

dingin. Larutan pengembang sebagai fasa gerak digunakan toluen:etil asetat

dengan perbandigan 70:30. Fase gerak dibiarkan selama 20 menit agar

terjadi penjenuhan. Sampel ditutulkan pada selica gel (fasa diam) yang telah

diberi tanda sebanyak 6 kali penotolan. Penotolan dilakukan dalam interval

Page 119: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

waktu tertentu untuk menghindari kemungkinan totolan terlalu lebar, juga

penotolan dilakukan saat totolan sebelumnya masih basah. Selanjutnya plat

silica gel dimasukkan dalam bejana berisi pengembang dan diamati

pergerakan totolan sampai pengembang mencapai batas atas plat, lalu

dikeringkan dan diamati pada sinar tampak, sinar UV 254 nm dan 366 nm.

Penampakan warna ditulis dan nilai Rf dihitung. Pada sinar tampak

seharusnya terdapat enam bercak tanpa penambahan zat apapun, akan tetapi

hal ini tidak terjadi, plat hanya menunjukkan empat bercak. Hal ini

dimungkinkan karena pada saat penotolan, ekstrak yang ditotolkan kurang

banyak. Begitu pun pada pengamatan di bawah sinar UV 254 nm dan 366

nm untuk kedua ekstrak hasil ekstraksi yeng berbeda diperoleh hasil yang

sama. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan semua cara ekstraksi tidak

mempengaruhi kandungan zat aktif yang ada pada simplisia.

Penetapan kadar air ekstrak dilakukan dengan metode distilasi

menggunakan toluen. Sejumlah berat ekstrak (1 mg) dimasukkan dalam lanu

destilasi dan ditambahkan toluen, lalu dipasangkan pada alat destilasi.

Larutan toluen akan menguap dan terkondensasi menjadi cairan kembali

terpisah dari ekstrak. Begitupun dengan air akan menguap dan terkondensasi

menjadi cairan terpisah dari ekstrak. Molekul air akan bergerak menuruni

lapisa toluen karena berat jenisa air lebih besar dari berat jenisa toluen.

Pisahkan fraksi air dan fraksi toluen. Fraksi toluen dapat digunakan kembali

untuk distilasi berikunya. Kadar air dapat dihitung dengan membagi volume

fraksi air dengan berat ekstrak yang ditentukan kadar airnya. Dari percobaan

diperpleh kadar air sebesar 9.9 %.

IX. KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :

Rendemen ekstrak : 9,198 % b/b

Page 120: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Bobot jenis ekstrak : 0,8216 g/mL

Kadar air ekstrak : 9,9 % v/b

Rf : Bercak no.2, Rf = 0,175

Bercak no.3, Rf = 0,35

Bercak no.4, Rf = 0,7125

Bercak no.5, Rf = 0,825

Bercak no.6, Rf = 0,9875

Pada dinamolisis diperoleh 5 lingkaran dengan warna dan diameter yang

berbeda, semakin kecil diameternya semakin pekat warnanya. Perbedaan ini

disebabkan oleh perbedaan kecepatan difusi dari senyawa – senyawa yang

terkandung dalam ekstrak.

Daftar Pustaka

Page 121: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Harborne, J.B. 1984. Metode Fitokimia. Diterjemahkan oleh : K Padmawinata.

Penerbit ITB. Bandung.

Macek, K. Pharmaceutical applications of Thin-Layer Chromatography. Elsevier

Publishing Company. Amsterdam.

Roth, H.J. & Blaschke, G. 1994. Analisis Farmasi. Diterjemahkan oleh : Sarjono

Kisman. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Kanisius. Yogyakarta.

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF

Salah satu metode pemisahan yang memerlukan pembiayaan paling murah

dan memakai peralatan paling dasar ialah kromatografi lapis tipis preparative

(KLTP). Walaupun KLTP dapat memisahkan bahan dalam jumlah gram, sebagian

besar pemakaian hanya dalam jumlah milligram. KLTP bersama – sama dengan

kromatografi kolom terbuka, masih dijumpai dalam sebagian besar publikasi

mengenai isolasi bahan alam, terutama dari laboratorium yang tidak dilengkapi

dengan cara pemisahan modern. Akan tetapi, seperti yang diterangkan kemudian,

terdapat banyak masalah pada KLTP.

Penjerap (Adsorben)

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memeriksa pengaruh ketebalan

penjerap terhadap kualitas pemisahan (Stahl 1967) tetapi ketebalan yang paling

sering dipakai adalah 0,5 – 2 mm. ukuran pelat kromatografi biasanya 20 x 20 cm

atau 20 x 40 cm. pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran pelat sudah tentu

mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan KLTP. Penjerap yang

paling umum ialah silica gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa

liofil maupun campuran senyawa hidrofil. Untuk pembuatan lapisan tanpa retak

dianjurkan memakai penjerap niaga yang tersedia. Ukuran partikel dan porinya

kurang lebih sama dengan ukuran tingkat mutu KLT.

Pelat KLTP dapat dibuat sendiri atau dibeli dengan sudah terlapisi penjerap

(biasanya disebut pelat siap pakai atau pelat pralapis). Keuntungan membuat pelat

Page 122: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

sendiri ialah bahwa ketebalan dan susunan lapisan dapat kita atur sendiri. Jadi,

perak nitrat, senyawa dapar, dsb. Dapat dicampur dengan penjerap. Pembuatan

lapisan penjerap yang diperlukan dapat dikerjakan dengan memakai salah satu

dari alat penyaput niaga yang banyak jenisnya misalnya dari Camag, Desaga, dsb.

Petunjuk untuk pembuatan pelat biasanya terdapat pada kemasan penjerap yang

bersangkutan.

Penotolan cuplikan

Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada pelat KLTP.

Pelarut yang baik ialah pelarut atsiri (heksana, diklorometana, etil asetat), karena

jika pelarut kurang atsiri terjadi pelebaran pita. Konsentrasi cuplikan harus sekitar

5 – 10 %. Cuplikan ditotolkan berupa pita yang harus sesempit mungkin karena

pemisahan bergantung pada lebar pita. Penotolan dapat dilakukan dengan tangan

(pipet) tetapi lebih baik dengan penotol otomatis (camag, desaga, dsb). Untuk pita

yang terlalu lebar, dapat dilakukan pemekatan dengan cara pengembangan

memakai pelarut polar sampai kira-kira 2 cm diatas tempat penotolan. Kemudian

pelat dikeringkan dan dielusi dengan pelarut yang diinginkan (Stahl 1967). Pelat

pralapis khusus dengan daerah pemekatan dapat dibeli.

Memilih fase gerak dan mengembangkan pelat KLTP.

Pada KLTP terdapat banyak peubah tetapi sebagai petunjuk umum, cuplikan 10-

100mg dapat dipisahkan pada lapisan silika gel atau alumunium oksida 20x20cm

yang tebalnya 1mm (Szekely 1983). Jika tebalnya diduakalikan maka banyaknya

cuplikan yang dapat dipisah bertambah 50%.

Pilihan pelarut ditentukan berdasarkan pemeriksaan pendahuluan memakai KLT

analitik. Karena ukuran partikel penjerap kira-kira sama, pelarut yang dipakai

pada KLT analitik dapat dipakai langsug pada KLTP. Buku acuan baku mengenai

kromatografi lapis tipis yang disusun oleh Stahl (1967) memuat sejumlah besar

sitem pelarut terpilih untuk berbagai golongan senyawa.

Page 123: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Baru-baru ini satu metode (model PRISMA yang didasarkn pada segitiga

keselektifan pelarut Snyder telah diuraikan untuk membantu pengoptimumam fase

gerak (Nyiredy dkk. 1985,e,f).

Fase gerak biner berikut (dalam berbagai perbandingan) sangat sering dipakai

pada pemisahan secara KLTP: N-heksana-etilasetat, N-heksana-aseton,

kloroform-metanol. Penambahan sedikit asam asetat atau dietil amina berguna

untuk memisahkan, berturut-turut senyawa asam dan senyawa basa.

Pngembangan pelat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat

menampung beberapa pelat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut

pengembang dengan bantuan sehelai kertas saring yang tercelup dalam

pengmbang.

Keefisienan pemisahan dapat ditingkatkan dengan cara pengembangan berulang.

Jika pemisahan secara KLTP telah dicapai, pelat dikeringkan dan kemudian

dimasukan lagi ke dalam bejana. Bergantung pada Rf pita, proses dapat diulang

beberapa kali, walaupun ada kerugian waktu.

Isolasi senyawa yang sudah terpisah

Kebanyakan penjerap KLTP mengandung indikator fluoresensi yang membantu

mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang dipisahkan

menyerap sinar UV. Akan tetapi, beberapa indicator menimbulkan masalah yaitu

bereaksi dengan asam kadang-kadang bahkan dengan asam asetat.

Untuk senyawa yang tidak menyerap sinar UV, ada beberapa pilihan:

a). menyemprot dengan air misalnya saponin

b). menutup pelat dengan sepotong kaca menyemprot salah satu sisi dengan

pereaksi semprot

c). menambahkan senyawa pembanding.

Pita yang kedudukanya telah diketahui dikerok dari pelat dengan spatula atau

pengerok berbentuk tabung yang disambungkan ke pengumpul vakum. Cara

terakhir tidak dapat dilakukan untuk senyawa peka karena penjerap yang

mengandung senyawa yang sudah murni terus-menerus terkena aliran udara dan

resiko kena otooksidasi selalu ada. Cara mengumpulkan manapun yang dipakai,

Page 124: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

senyawa harus diekstraksi dari penjerap dengan pelarut yang paling kurang polar

yang mungkin (sekitar 5 ml pelarut untuk 1 gram penjerap). Harus diperhatikan

bahwa makin lama senyawa berkontak dengan penjerap makin besar kemungknan

penguraian. Ekstrak disaring melalui ‘frit’ kaca berkeporian 4 dan kemudian

melalui membrane 0,2-0,45µm.

Pencemar dalam senyawa yang dimurnikan dengan KLTP.

Penjerap KLTP mengandung pengikat dan indicator fluoresensi yang susunan

kimianya biasanya tidak diketaui. Ketika senyawa yang dipisahkan dengan KLTP

diekstraksi, pengikat, indicator, dan pencemar lain kemungkinan besar terekstraksi

pula. Pada kenyataannya, makin polar pelarut pengekstraksi makin banyak bahan

yang tak diinginkan yang terekstraksi. Masalah selanjutnya ialah bahwa senyawa

luar tersebut sering tidak menyerap sinar UV dan tidak terdeteksi ketika

melakukan analisis KLT akhir senyawa hasil pemurnian. Szekely (1983) telah

menganalisis pencemar yang diekstraksi dari pelat silika gel blanko secara

gravimetri, spektrometri inframerah dan RMI-1H dan hasilnya menunjukan

adanya ftalat dan polyester. Oleh karena itu sangat dianjurkan melakukan

pemurnian tahap akhir dengan filtrasi gel memakai sephadex LH-20.

VII. PEMBAHASAN

Dalam praktikum ini diakukan pemisahan metabolit sekunder dari hasil

fraksinasi ekstrak simplisia Sonchi Folium dengan metode Kromatografi Lapis

Tipis Preparatif dengan fase diam yang digunakan adalah plat silica gel dan fase

gerak yang digunakan adalah pengembang yang terdiri dari larutan n-heksan dan

etil asetat dengan perbandingan 7 : 3.

Page 125: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

Setelah ekstrak diperoleh dari hasil fraksinasi sebelumnya dan dipilih

fraksi yang hanya mengandung 2 komponen maka fraksi tersebut dipekatkan

terlebih dahulu diatas waterbath. Sambil menunggu ekstrak menjadi kental, plat

silica gel juga disiapkan dengan cara memanaskan bubur silica yang telah

ditempatkan diatas pelat kaca pada oven dengan suhu 110-120C selama 30

menit, fungsi dari pemanasan ini dimaksudkan agar molekul-molekul silica yang

sebelumnya menjadi bubur menjadi aktif dan dapat melakukan pemisahan, setelah

plat silica kering dan diperoleh ekstrak kental, maka selanjutnya dilakukan

penotolan pada plat silica gel. Penotolan dilakukan dengan pipa kapiler tanpa

jarak pemisah antara satu dengan yang lainnya agar diperoleh pita sebagai garis

awal pengembangan, selanjutnya plat ini dimasukkan ke dalam chamber yang

telah berisi larutan pengembang yang sudah dijenuhkan. Penjenuhan pengembang

biasa dilakukan agar pengembang tidak bereaksi dengan senyawa lain dan untuk

mempercepat pergerakan pengambang.

Setelah dimasukkan ke dalam chamber dan diamati pergerakannya hingga

mencapai tanda batas atas, dapat dilihat bahwa pita hasil pemisahan yang

terbentuk pada plat silica gel terdiri dari dua garis yang terpisah dengan jarak yang

cukup jauh, hal ini sesuai dengan hasil saat fraksinasi awal pada fraksi yang

digunakan untuk pemisahan ini. Pita yang terbentuk tidak berupa garis lurus yang

utuh yang lurus dan sejajar, padahal seharusnya pita yang terbentuk berbentuk

garis lurus. Hal ini dapat terjadi karena penotolan ekstrak dilakukan kurang rapat

dan tidak lurus, dan juga dimungkinkan karena pengembang yang digunakan

kurang jenuh. Kedua pita yang terbentuk kemudian dikerok dan dilarutkan dalam

etil asetat dalam dua wadah yang berbeda.

Setelah diperoleh dua hasil kerokan dari KLT preparative, selanjutnya

kedua ekstrak itu lalu diuji kemurniannya dengan menggunakan KLT lagi, hanya

jenis KLT yang digunakan bukan KLT preparati tapi KLT biasa, pengembang

yang digunakan juga merupakan pengembang yang sama dengan pada KLT

preparative sebelumnya. Kedua ekstrak tadi lalu ditotolkan pada plat silica gel,

sebanyak lima kali penotolan, dengan jarak tertentu, untuk menghindari

tercampurnya kedua ekstrak juga dilakukan penotolan dengan interval waktu

Page 126: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

tertentu saat ekstrak hasil penotolan awal sudah kering sempurna. Setelah

dilakukan penotolan selanjutnya plat silica gel ini dimasukkan ke dalam chamber

yang telah berisi pengembang yang telah dijenuhkan dan diamati pergerakannya

sampai mencapai tanda batas. Plat silica ini lalu dikeringkan dan diamati bercak

warnanya. Pada sinar tampak tidak terlihat bercak warna yang tampak, akan tetapi

pada panjang gelombang 366 nm terlihat masing-masing bercak pada kedua

ekstrak. Selanjutnya untuk lebih memastikan kemurnian ekstrak maka selanjutnya

dilakukan KLT dua dimensi.

KLT dua dimensi ini dilakukan pada salah satu ekstrak yang menunjukkan

hanya satu komponen pada KLT sebelumnya. Proses awal yang dilakukan juga

sama, yaitu penotolan sample, hanya saja terjadi perbedaan letak penotolan yaitu

pada sudut plat silica gel. Pada tahap pertama pengembang yang digunakan masih

sama dengan pengembang pada KLT sebelumnya, yaitu n-heksan dan etil asetat

dengan perbandingan 7: 3 yang juga telah dijenuhkan, setelah diamati

pergerakannya hingga mencapat tanda batas, plat silica tersebut dikeringkan dan

diamati pada sinar tampak dan uv 254 nm dan uv 366 nm sambil mempersiapkan

pengembang kedua untuk tahap KLT dua dimensi selanjutnya.

Pada tahap kedua KLT dua dimensi, plat yang digunakan masih sama

yaitu, silak gel yang bertindak sebagai fase diam, sedangkan pengembang yang

digunakan adalah n-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 1 : 1, setelah

pengembang siap dan jenuh, selanjutnya plat silica yang tadi telah diamati pada

KLT dua dimensi tahap pertama diputar 90 sehingga posisi bercak hasil KLT

pertama menjadi titik awal pemisahan pada KLT yang kedua. Setelah dimasukkan

lalu pergerakan bercak tersebut diamati hingga mencapai titik batas atas.

Penampakan warna ditulis dan harga Rf dihitung. Berdasarkan literatur,

tempuyung merupakan tanaman yang mengandung beberapa golongan senyawa

flavanoid. Hasil penampakan bercak menunjukkan adanya senyawa golongan

flavanoid dan golongan flavanol dengan adanya bercak biru muda, kuning, orange

kecoklatan dan pink (merah keunguan) pada penampakan dengan sinar ultraviolet

panjang gelombang 366 nm. Tempuyung mengandung banyak senyawa kimia

seperti golongan flavanoid (Kaemferol, Luteolin-7-O-Glikosida dan epigenin-7-

Page 127: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

O-Glikosida), kumarin, taraksasterol serta asam fenolat bebas. Kandungan

flavanoid total dalam daun tempuyung 0,1044% dan 0,5% pada akarnya dengan

jenis terbesar adalah epigenin-7-O-Glikosida (3,4,5). Pustaka lain menyebutkan

bahwa daun tempuyung mengandung senyawa kimia antara lain Luteolin, Flavon,

Flavonol dan Auron. Secara kimia, flavanoid mengandung cincin aromatik yang

tersusun dari 15 atom karbon dengan inti dasar yang tersusun dalam konjugasi C6-

C3-C6 (dua inti aromatik terhubung dengan 3 atom karbon). Keberadaan cincin

aromatik ini menyebabkan pitanya terserap kuat pada daerah panjang gelombang

UV visibel.

Hasil yang diperoleh saat kedua taha KLT dua dimensi ini adalah sama,

yaitu merupakan satu bercak penotolan dengan warna yang sama dan hanya dapat

terlihat pada sinar uv dengan panjang gelombang 366 nm. Hal ini cukup

mendukung bahwa ekstrak yang telah dipisahkan ini telah murni.

VIII. KESIMPULAN

Dari hasil pecobaan dipeoleh kesimpulan bahwa di dalam tumbuhan

Sonchi folium terdapat kandungan senyawa metabolit sekunder.

Page 128: Lap Ekstraksi Rhei Radix Coe

DAFTAR PUSTAKA

Gritter,R.J.J.M. Bobbit and A.G Schwarting.1991. Pengantar Kromatografi.

Bandung.Penerbit ITB

Harborne. J. B. 1996. Metode Fitokimia. ITB. Bandung

Tjitrosoepomo,Gembong.1994.Taksonomi Tumbuhan Obat.Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press