Lapkas BPasdasda

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asdasdsadsadads

Citation preview

LAPORAN KASUSBRONKOPNEUMONIA

DISUSUN OLEH :

Ade Yogi Saputra2006730001

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTATAHUN 2010KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, karena hanya karena berkahNya dan rahmatNya, sehingga laporan kasus dengan judul BRONKOPNEUMONIA dapat terselesaikan.

Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas wajib untuk menyelesaikan SMF Ilmu Kesehatan Anak RSIJ Cempaka Putih.

Pada kesempatan ini, penyusun menyampaikan terima kasih kepada Dr. Gatami, Sp.A, selaku pembimbing dalam menyelesaikan laporan ini.

Penyusun menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan laporan ini, oleh karena itu segala kritik dan saran membangun dari para pembaca sangat diharapkan oleh penyusun untuk kesempurnaan laporan ini.

Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, terima kasih sebelumnya atas atensi yang telah diberikan.

Jakarta, 30 februari 2010

00692336

Sajian kasus Kepada Yth,Selasa, 30 Februari 2010 Dr. Gatami, Sp.A

BronkopneumoniaBronkopneumonia adalah peradangan paru, biasanya dimulai di bronkioli terminalis. Bronkopneumonia adalah nama yang diberikan untuk sebuah inflamasi paru-paru yang biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer. 5,6Tujuan sajian kasus ini adalah untuk mengingatkan kembali diagnosis dan tatalaksana dari bronkopneumoniaKASUSSeorang anak laki-laki, An. D, umur 4 bulan, dengan berat badan 6,2 Kg. Dirawat di melati dengan suspect BP. Pasien datang pada tanggal 18 maret 2010 pada pukul 1 dini hari.Pada anamnesis didapatkan anak batuk-batuk berlendir semenjak 2 hari yang lalu. Ibu pasien menegaskan kalau awalnya timbul batuk dan berdahak. Disertai dengan demam yang tiba-tiba naik sejak 2 hari sebelum masuk RSIJ. Ibu pasien mengantakan nafas anak ini cepat sejak 1 hari sebelum masuk RSIJ yang menandakan adanya sesak akibat halangan jalan nafas. Menurut keluarga pasien anak ini juga tidak sianosis (sentral). Intake anak ini masih baik.Dahulu pasien sering batuk-batuk berulang. Dan dalam keluarganya ada paman yang batuk-batuk yang belum kunjung sembuh. Nenek pasien menderita asma kronik. Ibu pasien alergi udang. Ayah dan paman pasien sering merokok dekat anak ini. Riwayat kelahiran normal, ditolong oleh bidan dengan berat badan lahir 3100 gr, dan langsung menangis. Riwayat imunisasi anak ini sesuai jadwal (hepatitis 2x, BCG, DPT 2x, Polio 3x). Pasien diberikan obat batuk dan penurun panas dari bidan dekat rumahnya. Kesan riwayat tumbuh kembang anak tidak terlihat adanya keterlambatan (anak ini belum bisa tengkurap dan bolak-balik).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Hr 128x/mnt, reguler, kuat angkat, dengan Rr 64x/mnt, cepat dan dangkal, dengan suhu axila 38oC, dengan akral hangat. Keadaan umum pasien compos mentis, tampak sakit sedang. Aktif dan menangis kuat. Pada pengukuran lingkar kepala dalam batas normo cephal (-1SD) dengan ukuran lingkar kepala 40 cm, kepala dan wajah simetris, tidak ada deviasi septum nasi, tidak ditemukan ikterik sklera dan ditemukan anemis konjungtiva. Terlihat pernafasan cuping hidung. Pada pemeriksaan mulut dan leher tidak ditemukan faring hiperemis dan tidak tampak adanya sianosis sentral dilihat dari lidah dan bibir pasien yang tidak sianosis. Tidak ada pembesaran Kelenjar Getah Bening pada submental, post dan prearikuler, rantai juguler dan kelenjar asesorius. Pada pemeriksaan torak didapatkan pergerakan dinding dada simetris, terlihat adanya retraksi subcostal dextra dan sinistra. Sonor pada seluruh lapang paru, bunyi paru veikuler diseluruh lapang paru. Terdengar suara tambahan paru seperti rongki basah pada kedua basal paru, tidak ditemukan wheezing walaupun ada riwayat keluarga yang menderita asma kronis. Pada inspeksi abdomen terlihat dinding abdomen cembung normal yang didapatkan pada bayi. Pada auskiltasi terdengar bising usus + normal, dengan intensitas peristaltik usus 7x/mnt. Turgor kulit baik dalam batas normal, timpani pada seluruh lapang abdomen. Nyeri tekan (-), hepar dan lien teraba normal pada bayi. Pada pemeriksaan KGB inguinal tidak ada pembesaran, tidak ada pimosis. Pada extrimitas tidak terdapat sianosis dan akral pada kedua extrimitas hangat dengan RCT < 2 dtk.

Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan hasil seperti dibawah :

Dan pada foto polos thorax didapatkan hasil : infiltrat parahiler dextra dan sinistra dan pada pericardial dextra dan sinistra dengan kesan BP duplex.

Didapatkan:

Dengan hasil follow up :

BronkopneumoniaDEFINISIPneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.8EPIDEMIOLOGIBerdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) sejak 1986 sampai era 2000 an hampir 80 sampai 90 persen kematian balita akibat serangan ISPA dan pnemonia.4Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh Pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.3Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi dan setiap tahunnya menyerang sekitar 1% penduduk amerika. Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang antibiotik, pneumonia tetap sebagai penyebab terbanyak dari kematian di Amerika.1ANATOMI PARUStruktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap usia tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan jumlah cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan implikasi fisiologi yang berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan resistensi terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara atau partikel yang terhisap tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan ukuran dan kehilangan kartilago, yang kemudian disebut bronkhiolus. Bronkhiolus terminalis membuka saat pertukaran udara dalam paru-paru.Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari epitel kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada area tempat pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari pinggir jalan nafas ke faring. Sistem transport mukosilier ini berperan penting dalam mekanisme pertahanan paru. Sel goblet pada trakhea dan bronkhus memproduksi musin dalam retikulum endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel goblet meningkat jumlahnya pada beberapa gangguan seperti bronkhitis kronis yang hasilnya terjadi hipersekresi mukus dan peningkatan produksi sputum. Unit pertukaran udara (terminal respiratory) terdiri dari bronkhiolus distal sampai terminal : bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli.

Pada pemeriksaan luar pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat dibanding pulmo sinistra. Pulmo dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut incissura interlobaris dalam beberapa Lobus Pulmonis. Pulmo dekstra dibagi menjadi 3 lobi, yaitu:1. Lobus Superior dibagi menjadi 3 segmen: apikal, posterior, inferior2.2. Lobus Medius dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis3. Lobus Inferior dibagi menjadi 5 segmen: apikal, mediobasal, anterobasal, laterobasal, posterobasalPulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu:1. Lobus Superior dibagi menjadi segmen: apikoposterior, anterior, lingularis superior, lingularis inferior.2. Lobus Inferior dibagi menjadi 4 segmen: apikal, anteromediobasal, laterobasal, dan posterobasalMEKANISME PERTAHANAN PARUSaluran napas bagian bawah yang normal adalah steril, walaupun bersebelahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menempati orofaring dan terpajan oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang dihirup. Sterilitas saluran napas bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaringan dan pembersihan yang efektif.1. PEMBERSIHAN UDARATemperatur dan kelembapan udara bervariasi, dan alveolus harus terlindung dari udara dingin dan kering. Mukosa hidung, turbinasi hidung, orofaring dan nasofaring, mempunyai suplai darah yang besar dan memiliki area permukaan yang luas. Udara yang terhirup melewati area-area tersebut dan diteruskan ke cabang trakeobonkial, dipanaskan pada temperatur tubuh dan dilembapkan.2. PEMBAU Reseptor pembau berada lebih banyak di posterior hidung dibandingkan dengan di trakhea dan alveoli, sehingga seseorang dapat mencium untuk mendeteksi gas yang secara potensial berbahaya, atau bahan-bahan berbahaya di udara yang dihirup. Inspirasi yang cepat tersebut membawa udara menempel pada sensor pembau tanpa membawanya ke paru-paru. 3. MENYARING DAN MEMBUANG PARTIKEL YANG TERHIRUP Udara yang melewati saluran traktus respiratorius awalnya difiltrasi oleh bulu hidung. Gerakannya menyebabkan partikel berukuran besar dapat dikeluarkan. Sedimentasi partikel berukuran lebih kecil terjadi akibat gravitasi di jalan nafas yang lebih kecil. Partikel-partikel tersebut terperangkap dalam mukus yang ada di saluran pernafasan atas, trakhea, bronkus dan bronkhiolus. Partikel kecil dan udara iritan mencapai duktus alveolaris dan alveoli. Partikel kecil lainnya disuspensikan sebagai aerosol dan 80% nya dikeluarkan.

Pembuangan partikel dilalui dengan beberapa mekanisme : Refleks jalan nafas : refleks batuk, refleks bersin dan refleks glottisStimulasi reseptor kimia dan mekanik di hidung, trakhea, laring, dan tempat lain di traktus respiratorius menyebabkan bronkokonstriksi untuk mencegah penetrasi lebih lanjut dari iritan ke jalan nafas dan juga menghasilkan batuk atau bersin. Bersin terjadi akibat stimulasi reseptor di hidung atau nasofaring, dan batuk terjadi sebagai akibat stimulasi reseptor di trakhea. Inspirasi yang dalam demi mencapai kapasitas paru total, diikuti oleh ekspirasi melawan glotis yang terutup. Tekanan intrapleura dapat meningkat lebih dari 100mmHg. Selama fase refleks tersebut glotis tiba-tiba membuka dan tekanan di jalan nafas menurun cepat, menghasilkan penekanan jalan nafas dan ekspirasi yang besar, dengan aliran udara yang cdepat melewati jalan nafas yang sempit, sehingga iritan ikut terbawa bersama-sama mukus keluar dari traktus respiratorius. Saat bersin, ekspirasi melewati hidung; saat batuk ekspirasi melewati mulut. Kedua refleks tersebut juga membantu mengeluarkan mukus dari jalan nafas. Sekresi trakheobronkial dan transport mukosilierSepanjang traktus respiratorius dilapisi oleh epitel bersilia dimana terdapat mukus yang dihasilkan oleh sel goblet. Eskalator mukosilier adalah mekanisme yang penting dalam menghilangkan dalam menghilangkan partikel yang terinhalasi. Partikel terperangkap dalam mukus kemudian dibawa ke atas kefaring. Pergerakan tersebut dapat meningkat cepat selama batuk. Mukus yang mencapai faring dikentalkan atau dikeluarkan melalui mulut atau hidung. Karenanya, pasien yang tidak bisa mengeluarkan sekret trakheobronkial (misal tidak dapat batuk) terus menghasilkaan sekret yang apabila tidak dikeluarkan dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas.4. MEKANISME PERTAHANAN DARI UNIT RESPIRASI TERMINAL makrofag alveolar pertahanan imunParu merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit-unit yang dibentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Kurang lebih 80% sel yang membatasi jalan napas di bagian tengah merupakan epitel bersilia, bertingkat, kolumner dengan jumlah yang semakin berkurang pada jalan napas bagian perifer. Masing-masing sel bersilia memiliki kira-kira 200 silia yang bergerak dalam gelombang yang terkoordinasi kira-kira 1000 kali per menit, dengan gerakan ke depan yang cepat dan kembali dalam gerakan yang lebih lambat. Gerakan silia juga terkoordinasi antara sel yang bersebelahan sehingga setiap gelombang disebarkan ke arah orofaring.Partikel infeksius yang terkumpul pada epitel skuamosa permukaan hidung sebelah distal biasanya akan dibersihkan pada saat bersin, sementara partikel yang terkumpul pada permukaan bersilia yang lebih proksimal akan disapukan ke sebelah posterior ke lapisan mukus nasofaring, saat partikel tersebut ditelan atau dibatukkan. Penutupan glottis secara refleks dan batuk akan melindungi saluran napas bagian bawah. Partikel infeksius yang melewati pertahanan di dalam saluran napas dan diendapkan pada permukaan alveolus dibersihkan oleh sel fagosit dan faktor humoral. Makrofag alveolar merupakan fagosit utama di dalam saluran napas bagian bawah. Makrofag alveolar akan menyiapkan dan menyajikan antigen mikrobial pada limfosit dan mensekresikan sitokin yang mengubah proses imun dalam limfosit T dan B.ETIOLOGIEtiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan.Hasil penelitian 44-85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40% diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung :-Usia-Status lingkungan-Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)-Status imunisasi-Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus.Etiologi menurut umur, dibagi menjadi : Bayi baru lahir (neonatus 2 bulan)Organisme saluran genital ibu : Streptokokus grup B, Escheria coli dan kuman Gram negatif lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis tersering , Sifilis kongenital pneumonia alba.Sumber infeksi lain : Pasase transplasental, aspirasi mekonium, CAP Usia > 2 12 bulan Streptococcus aureus dan Streptokokus grup A tidak sering tetapi fatal. Pneumonia dapat ditemukan pada 20% anak dengan pertusis Usia 1 5 tahun Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus tersering Chlamydia pneumonia : banyak pada usia 5-14 th (disebut pneumonia atipikal) Usia sekolah dan remaja S. pneumonia, Streptokokus grup A, dan Mycoplasma pneumoniae (pneumonia atipikal)terbanyak

KLASIFIKASIMenurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis: a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).b. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia).c. Pneumonia aspirasi.d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.2. Berdasarkan bakteri penyebab: a. Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.b. Pneumonia virus.c. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).

3. Berdasarkan predileksi infeksi: a. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.b. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.c. Pneumonia interstisial.PATOGENESISPneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan (droplet). Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena efek gravitasi.1,3Agen-agen mikroba yang menyebabkan Pneumonia memiliki 3 bentuk transisi primer :1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring2. Inhalasi aerosol yang infeksius3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonalAspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih jarang terjadi. Akibatnya, faktor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi mekanisme pertahanan sistem pernafasan. Kolonisasi basilus gram negatif telah menjadi subjek penelitian akhir-akhir ini.1Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari :1. Susunan anatomis rongga hidung2. Jaringan limfoid di nasofaring3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut4. Refleks batuk5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A8. Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai anti mikroba yang non spesifik.Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.3Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli mementuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:1,3,7 A. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. B. Stadium II (48 jam berikutnya)Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

C. Stadium III (3 8 hari)Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. D. Stadium IV (7 12 hari)Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.GAMBARAN KLINISDalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut:a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yangpaling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat head bobbing, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada head bobbing, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.c. Pada perkusi tidak terdapat kelainand. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya)Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbukaPemeriksaan radiologiGambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.PEMERIKSAAN LABORATORIUM1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000 / mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.Peningkatan LED.Kultur dahak dapat positif pada 20 50 % penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).2. Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolic3. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan.DIAGNOSISDiagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :1. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada2. panas badan3. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)4. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difuse.5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominanDiagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan berdasarkan :

Pneumonia sangat berat :bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. Pneumonia berat :bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. Pneumonia :bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat : >60 x/menit pada anak usia < 2 bulan >50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun >40 x/menit pada anak usia 1 5 tahun Bukan Pneumonia :hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.3,4DIAGNOSA BANDING1. Bronkiolitis2. TB ParuPENATALAKSANAANSebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan polifragmasi seperti penisilin diambah dengan kloramfenikol atau diberi antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampicillin. Pengobatan diteruskan sampai anak bebas demam selama 4 5 hari.3Pengobatan dan penatalaksaannya meliputi :3,7 Bed rest Anak dengan sesak nafas memerlukan cairan inta vena dan oksigen (1 2 l/mnt). Jenis cairan yang digunakan adalah campuran Glukosa 5% dan NaCl 0,9% ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infus. Jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan dan kenaikan suhu. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit Pemberian antibiotik sesuai biakan atau berikan : Untuk kasus pneumonia community base :- Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian- Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian Untuk kasus pneumonia hospital base :- Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian- Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian Antipiretik : paracetamol 10-15 mg/kgBB/x beri Mukolitik : Ambroxol 1,2-1,6 mg/kgBB/2 dosis/oral Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip. Jika sesaknya berat maka pasien harus dipuasakan.Tabel pemilihan antibiotika berdasarkan etiologi :3Mikroorganisme

Streptokokus dan Stafilokokus M. PneumoniaH. InfluenzaKlebsiella dan P. AeruginosaPenicilin G 50.000-100.000 unit/hari IV atau Penicilin Prokain 6.000.000 unit/hari IM atauAmpicilin 100-200 mg/kgBB/hari atauCeftriakson 75-200 mg/kgBB/hariEritromisin 15 mg/kgBB/hariKloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hariSefalosporin

KOMPLIKASIDengan penggunaan antibiotika, komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang dapat dijumpai adalah empyema dan otitis media akut. Komplikasi lain seperti meningitis, perikarditis, osteomielitis, peritonitis lebih jarang dilihat.3PROGNOSISDengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat maka mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1%. Mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat untuk pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA1. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 1997. Hal 633.2. Konsensus Pneumonia. Bagian Pulmonologi FKUI/RSUP Persahabatan. Jakarta : 2000.3. Pasterkamp Hans. Kendigs Disorder of the Respiratory Tract in Children :The History and Physical Examination , Sixth Edition. WB. Saunders Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998.4. Pedoman Terapi Ilmu Kesehatan Anak, Unpad. Bandung : 2005.7.Reinhard V. Putz, Reinhard Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2. Edisi 21. Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 2000. Hal 99.5. Sectish Theodore C, Prober Charles G. Nelson Textbook of Pediatrics : Pneumonia. Edisi ke-17. Saunders. 2004.