Upload
martha-ullina-tarigan
View
59
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Glaukoma adalah suatu neuropati optik yang ditandai dengan hilangnya
lapangan pandang dimana peningkatan tekanan intraokular (TIO) merupakan
salah satu faktor resiko utama.1 Pada glaukoma terjadi penurunan fungsi mata
yang disertai dengan hilangnya lapangan pandang, ekskavasi (penggaungan) dan
degenerasi papil nervus optik yang dapat berakhir dengan kebutaan.2
Glaukoma dikelompokkan menjadi primer, sekunder, dan kongenital.
Peningkatan TIO pada glaukoma primer tidak berhubungan dengan kelainan pada
mata atau kelainan sistemik. Sedangkan pada glaukoma sekunder resistensi
pengeluaran Aqueous Humor (AH) yang menyebabkan peningkatan TIO
berhubungan dengan kelainan pada mata atau kelainan sistemik. Penyebab
galukoma sekunder sangat bervariasi, salah satunya adalah akibat penggunaan
steroid lama.1
Glaukoma induksi steroid merupakan glaukoma sudut terbuka yang
disebabkan oleh penggunaan kortikosteroid secara topikal, intravitreal, inhalasi,
maupun sistemik. Glaukoma induksi steroid ini mirip dengan POAG (Primary
open angle glaucoma) secara klinik.3 Pengehentian penggunaan steroid biasanya
dapat menghilangkan gejala yang timbul, tetapi dapat terjadi kerusakan permanen
apabila keadaan tersebut tidak disadari dalam waktu yang lama. Terapi steroid
sistemik jarang menyebabkan peningkatan TIO. Pasien yang mendapat terapi
steroid topikal atau sistemik harus menjalani pemeriksaan tonometri dan
1
oftalmoskopi secara periodik, terutama apabila terdapat riwayat glaukoma dalam
keluarga. 4
Gejala glaukoma tergantung dari kecepatan peningkatan tekanan
intraokular yang terjadi. Biasanya asimptomatik, hingga pasien kemudian
menyadari adanya defisit penglihatan yang telah terjadi. Tanda glaukoma dapat
ditemukan peningkatan TIO dan lempeng optik mengalami penggaungan. Banyak
pasien terdiagnosis saat tanda glaukoma terdeteksi oleh ahli optometri. 5 Pada
glaukoma induksi steroid akan didapatkan riwayat penggunaan obat-obatan yang
mengandung steroid secara topikal, intravitreal, inhalasi, maupun sistemik,
dimana penggunaannya biasanya diakibatkan karena penyakit mata lain yang
terjadi terlebih dahulu. 6,7 Penilaian glaukoma memerlukan pemeriksaan, sbb : 5
1. Mengukur TIO dengan menggunakan tonometer. Dapat digunakan tonometer
Goldmann, dan ditemukan peningktan TIO.
2. Memeriksa sudut iridokornea dengan lensa gonioskopi untuk menentukan
adanya susut terbuka atau tertutup.
3. Memeriksa lempeng optik dan menentukan apakah mengalami cupping
patologis dengan menggunakan ophthalmoscope. Perhatikan keadaan papil,
mengalami penggaungan (cupping), degenerasi saraf optik (atrofi papil saraf
optik), dan cup to disk ratio (C/D ratio).
4. Menilai lapangan pandang dengan menggunakan perimetri ataupun dengan tes
konfrontasi. Hilangnya lapang pandang (skotoma) pada glaukoma memiliki
pola khas dimana kehilangan lapang pandang yang terjadi pada perifer
kemudian sentral hingga menghasilkan penglihatan terowongan (tunnel
vision).5
2
Terapi pada glaukoma bertujuan untuk mengurangi TIO. Terdapat 3 modalitas
terapi yaitu, tarapi medis, laser, dan bedah. Obat-obatan yang digunakan sebagai
lini pertama pada glaukoma adalah golongan beta blocker adrenergic, digunakan
secara topikal. Sedangkan asetazolamid yang merupakan golongan penghambat
anhidrase karbonat dapat digunakan secara sistemik (oral). Pada glaukoma induksi
steroid, penurunan TIO dapat dengan menghentikan penggunaan steroid.5
Berikut ini adalah laporan kasus glaukoma sekunder akibat penggunaan
steroid lama.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki, 19 tahun, suku Minahasa, bangsa Indonesia, agama Kristen
Protestan, berprofesi sebagai mahasiswa, datang ke poliklinik mata RSUP Prof.
Dr. R.D.Kandou dengan keluhan utama nyeri pada kedua mata.
Nyeri pada kedua mata dialami penderita sejak ± 2 minggu, nyeri pada mata
disertai dengan sakit kepala dan pandangan kabur. Untuk menghilangkan rasa
sakit pasien mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit (asam mefenamat),
nyerinya hilang tetapi kemudian timbul lagi. Tidak ada kemerahan pada mata,
gatal dan kotoran mata. Riwayat terbentur/trauma disangkal penderita.
Sekitar ± 4 bulan yang lalu pasien mengalami mata merah yang disertai
dengan gatal, kemudian pasien memakai obat mata (xytrol) yang dijual di apotek
tanpa resep dokter. Setelah menggunakan obat mata tersebut keluhan mata merah
dan gatal berkurang. Mulai saat itu jika pasien mengalami mata merah ataupun
gatal ia menggunakan obat tetes mata tersebut hingga saat ini. Pasien memiliki
riwayat alergi dan hipertensi dalam keluarga. Riwayat penggunaan kaca mata (+).
Riwayat diabetes mellitus dalam keluarga disangkal. Riwayat trauma disangkal.
Dalam keluarga, hanya penderita yang mengalami sakit seperti ini.
Pemeriksaan fisik umum dalam batas normal. Pemeriksaan khusus (Status
Oftalmologis) pemeriksaan subjektif, dengan Snellen card didapatkan visus
okulus dekstra sinistra (VODS) 6/9, pupil distance (PD) 62/60. Pemeriksaan
4
tonometer Goldmann ditemukan tekanan intraokular kanan (TIOD) 34 mmHg,
dan TIOS 30 mmHg. Pada pemeriksaan slitlamp dengan interpretasi Van Herick
didapatkan sudut bilik ½ dari cahaya pada kornea. Dengan gonioskopi terlihat
struktur trabecular meshwork (TM) pada semua kuadran. Dengan oftalmoskopi
telihat reflex fundus occuli dextra sinistra (ODS) positif, CDR OD 0.6 , dan CDR
OS 0.7. Dilakukan pemeriksaan lapangan pandang dengan tes konfrontasi ODS
ditemukan lapang pandang yang berkurang. Kemudian dengan perimetri terdapat
defek lapangna pandang pada ODS yaitu nasal step scotoma.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, pasien ini di diagnosis
dengan Glaukoma induksi steroid. Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah
obat topikal lini pertama untuk menurunkan TIO adalah golongan penyekat beta
adrenergik yaitu Timolol 0,5% 2 x 1 gtt ODS. Diberikan pula obat sistemik
golongan penghambat anhidrase karbonat yaitu Acetazolamide tab 2 x 250 mg.
Serta Kalium tab 1 x 1 untuk mencegah hipokalemia yang merupakan efek
samping dari Acetazolamide. Diberikan Citicholine tab 1 x 1 bertujuan untuk
nutrisi jaringan saraf optik. Prognosis pasien ini adalah dubia ad bonam.
5
BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pasien ini didiagnosa dengan glaukoma
sekunder akibat penggunaan steroid lama. Glaukoma yang diinduksi steroid
merupakan bentuk dari glaukoma sudut terbuka yang dihubungkan dengan
penggunaan steroid topikal, tetapi dapat juga bersamaan dengan steroid inhalasi,
oral, intravena, periokuler atau intravitreal.6 Pada pasien ini terjadi akibat
penggunaan obat steroid topikal.
Dari anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan nyeri pada
kedua mata disertai nyeri kepala dan penglihatan yang kabur, pada riwayat
penyakit dahulu ditemukan pasien sering menggunakan obat tetes mata yang
dibeli sendiri tanpa resep dokter ketika mengalami mata merah dan gatal. Pada
pasien dengan glaukoma sudut terbuka primer biasanya tidak menunjukkan
menunjukkan gejala (asimptomatik) pada stadium awal, sehingga pasien biasanya
datang pada stadium lanjut dimana telah terjadi penurunan lapang pandang perifer
dan sentral serta gangguan pada nervus optikus.4,5,6
Pemeriksaan fisik ditemukan visus ODS 6/9, ketajaman penglihatan pada
pasien ini menurun dikarenakan riwayat penggunaan kacamata. Tes konfrontasi
dan pemeriksaan dengan perimetri telah menunjukkan penurunan lapangan
pandang. Penyempitan lapang pandang pada glaukoma terjadi akibat tekanan yang
tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada saraf optik yang menimbulkan
6
kerusakan dari serabut saraf retina dan menghasilkan kehilangan lapangan
pandang (skotoma). Kehilangan lapangan pandang ini diawali dari perifer ke
sentral. Pada glaukoma stadium akhir kehilangan lapang penglihatan terjadi
sangat berat hingga pasien hanya dapat melihat seperti dalam sebuah terowongan
(tunnel vision), meski visus pasien masih baik. 8,9 Pemeriksaan TIOD 34 mmHg,
TIOS 30 mmHg. Ini menunjukkan terjadi peningkatan TIO pada pasien. Normal
TIO berkisar 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). Peningkatan TIO pada glaukoma
induksi steroid terjadi akibat penurunan pengeluaran AH melalui trabecular
meshwork. Reseptor yang spesifik terhadap steroid pada sel trabecular meshwork
memegang peranan penting dalam glaukoma induksi steroid. Akumulasi
glikosaminoglikan dan peningkatan produksi protein pada anyaman trabekular
yang diinduksi oleh respon glukokortikoid, sehingga mengakibatkan obstruksi
aliran keluar akuos humor. Bukti yang lain mengarah pada sitoskeletal yang
diinduksi oleh kortikosteroid sehingga dapat menghambat pinositosis dari akuos
humor dan menghambat pengeluaran glikosaminoglikan, akhirnya sebagai
hasilnya terjadi akumulasi substansi tersebut. 6,7
Glaukoma induksi steroid merupakan glaukoma sudut terbuka. Pada
pemeriksaan slitlamp, interpretasi yang dipakai yaitu Van Herick’s Method.
Metode ini bertujuan untuk menilai sudut bilik lateral. Cahaya diproyeksikan pada
kornea perifer dengan sudut 60 sedekat mungkin dengan limbus. Lebar dari sudut
bilik (SB) yang dinilai dideskripsikan sebagai jarak antara gambaran celah cahaya
pada kornea (CK) dengan celah cahaya pada iris (CI). Untuk interpretasinya, jika
SB = CK berarti sudut tertutup sangat tidak mungkin, dan ini termasuk grade 4.
Jika SB ½ dari CK masuk dalam grade 3, sudut tertutup tidak mungkin, jika SB ¼
7
dari CK masuk dalam grade 2, sudut tertutup mungkin, jika SB < ¼ dari CK
masuk dalam grade 1, kemungkinan besar sudut tertutup, jika CK dan CI tidak
berjarak masuk dalam grade 0, pasti sudut tertutup. Pemeriksaan pada pasien
didapatkan SB ½ dari CK. Hal ini menunjukan sudut tertutup tidak mungkin.
Berikut tabel grading menurut Van Herick. 10
Table 1. Derajat menurut metode Van Herick 10
Derajat Hubungan antara CK dan SB Interpretasi
4 1:1 Sudut tertutup sangat tidak mungkin; sudut bilik 35°-45°
3 1: ½ Sudut tertutup tidak mungkin; sudut bilik 20°-35°
2 1: ¼ Sudut tertutup mungkin, sudut bilik 20°
1 1: < ¼ Sudut tertutup sangat mungkin, sudut bilik 20°
0 Tertutup Sudut tertutup, sudut bilik 0°
Pada pemeriksaan oftalmoskopi ditemukan tanda-tanda glaukomatosa
berupa adanya cupping (pencekungan) dengan CDR (Cup Disc Ratio) OD 0.6
sedangkan OS 0.7. CDR digunakan untuk mencatat ukuran diskus optikus pada
penderita glaukoma. Nilai normal CDR adalah 0,3-0,4. Peningkatan CDR
menunjukan adanya kerusakan serabut saraf diskus optikus sehingga berpengaruh
pada penurunan lapangan pandang penderita.11
Pada pemeriksaan gonioskopi struktur-struktur yang bisa terlihat yaitu sudut
schwalbe’s line, trabecular meshwork, scleral spur dan ciliar body. Pemeriksaan
pada pasien ini terlihat struktur trabecular meshwork di semua kuadran. Untuk
interpretasi pada pemeriksaan gonioskopi biasanya menggunakan grading system
8
dan yang sering digunakan ialah Grading Shaffer System. Sistem ini menjelaskan
sudut antara trabecular meshwork dan iris sebagai berikut : 12
1. Grade 4 : Sudut antara iris dan permukaan trabecular meshwork 45.
2. Grade 3 : Sudut antara iris dan permukaan trabecular meshwork >20
tetapi < 45.
3. Grade 2 : Sudut antara iris dan permukaan trabecular meshwork 20. Sudut
tertutup mungkin.
4. Grade 1 : Sudut antara iris dan permukaan trabecular meshwork 10. Sudut
tertutup kemungkinan dalam proses.
5. Slit : Sudut antara iris dan permukaan trabecular meshwork <10. Sudut
tertutup sangat mungkin.
6. Grade 0 : Iris tampak berlawanan dengan trabecular meshwork. Sudut
tertutup pasti. 12
Pada pasien ini, didapatkan hasil sudut antara iris dan trabecular
meshwork 30 yang termasuk dalam grade 3, yang dapat disimpulkan bahwa
glaukoma yang dialami pasien adalah glaukoma sudut terbuka.
Pengobatan yang utama pada glaukoma induksi steroid adalah
menghentikan pemakaian steroid. Pada pasien ini yaitu menghentikan pemakaian
obat steroid topikal. Selain itu diberikan pula pengobatan glaukoma secara umum
yang bertujuan untuk mencegah kerusakan saraf optik yang lebih lanjut dengan
menurunan tekanan intraocular serendah mungkin. Menurut hasil penelitian
menyatakan bahwa menurunkan tekanan intraokular secara agresif yaitu sampai
30% akan mengurangi progresifitas defek lapangan pandang.6
9
Pada pasien ini, pengobatan medis yang dilakukan yakni dengan
memberikan obat-obatan. Obat-obat glaukoma yang diberikan adalah
acetazolamide tablet (sistemik) dan timolol eye drop (topikal). Obat yang lain
yang diberikan berupa kalium tablet dan citicholine tablet. Acetazolamide
merupakan obat yang termasuk dalam golongan diuretik penghambat enzim
anhidrase karbonat. Dalam cairan bola banyak terdapat enzim anhidrase karbonat.
Pemberian acetazolamide baik secara oral maupun parenteral, mengurangi
pembentukan aqueous disertai penurunan tekanan intraokular sehingga berguna
dalam pengobatan glaukoma. Pemberian per oral menimbulkan efek maksimum
kira-kira setelah 2 jam. Salah satu efek samping yang ditimbulkan pada pemberian
obat ini yaitu deplesi kalium, makanya penggunaaan obat ini disertai dengan
pemberian kalium untuk menghindari hipokalemia. Timolol merupakan golongan
obat penyekat reseptor beta yang berfungsi untuk menurunkan tekanan intraokular
dengan cara mengurangi produksi aqueous. Dalam badan siliar terdapat reseptor
2 yang jika dirangsang akan membuat otot siliar berkontraksi sehingga memacu
produksi aqueous. Dengan menyekat reseptor 2 akan mengurangi produksi
aqueous sehingga tekanan intraokular menurun. Pemberian obat ini harus hati-hati
pada pasien yang diketahui kontraindikasi terhadap penggunaan sistemik obat
penyekat reseptor beta misalanya pasien asma atau penyakit obstruksi menahun
(PPOM). Efek yang bisa disebakan yaitu bronkokontriksi. Efek ini tidak berarti
pada orang normal tetapi dapat membahayakan jiwa pada pasien asma dam
PPOM. Acetazolamide dan timolol dapat menurunkan tekanan intraokular sekitar
20-30% sehingga seusai dengan hasil studi tentang glaukoma tekanan normal
dalam menurunkan tekanan intraokular. Citicholine merupakan neuroprotektor
10
yang diberikan pada pasien ini. Peranan neuroprotektor pada pengobatan
glaukoma masih dalam tahap percobaan dan dibawah penyelidikan. Pada
glaukoma induksi steroid setelah penghentian pemakaian kortikosteroid TIO akan
kembali normal pada beberapa minggu sampai bulan.13,14 Prognosis pada kasus ini
adalah dubia ad bonam karena belum didapatkan komplikasi.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. American academy of ophthalmology. Introduction to glaucoma :
terminology, epidemiology, and heredity, section 10. 2010-2011. Page 3-4.
2. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Ed 3. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2006.
h.212-6.
3. American academy of ophthalmology. Open angle glaucoma, section 10.
2010-2011. Page 120-1.
4. Salmon J. Glaukoma. Dalam : Riordan-Eva P, Whitcher PJ, penyunting.
Oftalmologi umum. Edisi 17. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC;
2007. h. 212-228.
5. James B, Chew C, Bron A. Oftalmologi : lecture notes. Ed 9. Jakarta:
Erlangga; 2006. h.95-104.
6. Rhee J D, MD. Glaucoma drug induced. 2009. [Diakses 13 Juli 2013].
Diperoleh dari : http://www.emidicine.medscape.com/article/1205298
7. Dada T, Nair S, Dhawan M. Steroid induced glaukoma. 2009. [Diakses 13
Juli 2013]. Diperoleh dari:http://www.jaypeebrothers.com/eJournalNEW/.
8. Khaw T, Shah P, Elkington AR. ABC of eyes 4th edition. London: BMJ
publishing group; 2005. 52-59.
9. Kersey JP, Broadway DC. Corticosteroid induced glaucoma: a review of
the literature. Eye. 2006; 20; 407-16.
10. Banomi L. Usufulness of the van herick test. Glaukoma world newsletter.
1997; 3; 56-60.
12
11. Ho H, Perera SA, Aung T. A case of rapidly progressive steroid-induced
glaucoma. Proceedings of singapore healthcare. 2012; 21; 57-61.
12. American academy of ophtalmology. Gonioscopy in assessment and
documentation, section 10. 2010-2011. Page 41-2.
13. Setiawati A, Gan S, Nafrialdi. Farmakologi dan terapi. Penghambat
adrenergik dan diuretik. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2008. h.92,400.
14. American academy of ophthalmology. Medical management of glaucoma,
section 10. 2010-2011. Page 170-3.
13