lapkas nata.doc

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN KASUSMALARIA FALCIFARUM + CKD GRADE V ON HD+HIPERTENSI GRADE II. ANEMIA ON CKD1. IDENTITAS

No. DM

: 102643

Nama

: Tn.W,H

Umur/BB

: 37Tahun/63kgAlamat

: Dok V Atas

Pekerjaan

: Swasta

Agama

: K Protestan

Suku

: WamenaMRS

: 14 mey 2015

KRS

: 23 Mey 20152. ANAMNESIS

a. Keluhan Utama : Demam tiga hari b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura dengan keluhan demam naik turun sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasa demam terutama pada saat sore hingga malam hari namun pada pagi hingga siang hari pasien tidak merasa demam, lama demam kurang lebih 30 menit sampai 1 jam dan pasien merasa sangat haus, keluhan ini juga disertai dengan menggigil ada sampai pasien menutupi badannya dengan baju tebal dan selimut, lama menggigilnya kurang lebih 15 menit, berkeringat ada sehingga pakaian pasien basah, tetapi keringatnya tidak terlalu banyak, mual ada disertai dengan muntah satu kali, juga kepala terasa sakit dan merasa pusing namun tidak pingsan, pasien tidak mengalami kejang, napsu makan tidak ada, nyeri otot atau pegal-pegal tidak ada, nyeri tenggorokkan tidak ada.

Pasien merupakan pasien CKD ON HD sejak bulan April 2015. Pasien rutin melakukan HD seminggu 2 kali (senin dan kamis) dan sudah HD sebanyak 6 kali, terakhir HD tanggal 7 Mey 2015. Pasien mengeluh badan terasa lemas, sakit di lengan bekas tusukan jarum HD, pasien juga mengeluh kadang-kadang batuk tidak berlendir, sesak tidak ada, perut terasa kembung, pasien juga makan baik tetapi mengeluh minum berkurang, susah buang air kecil dan jumlah urin yang keluar hanya sedikit yaitu 300cc perhari dan sehariannya hanya satu sampai tiga kali buang air kecil.c. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat tekanan darah tinggi kurang lebih 2 tahun tetapi tidak Berobat didokter. Riwayat malaria tidak ada. Riwayat sakit gula tidak ada, penyakit paru tidak ada.d. Riwayat Penyakit Keluarga : Di dalam keluarga pasien tidak ada yang sakit seperti ini.

e. Riwayat Kebiasaan : pasien ada riwayat merokok .Riwayat alcohol ada.f. Riwayat Sosial : Pasien adalah seorang Kepala rumah tangga

3. PEMERIKSAAN FISIK

3.1 Status generalis (Tanggal 14 Mey 2015)

1. Kedaan umum

:Tampak sakit sedang

2. Kesadaran

: Composmentis3. Tanda-tanda vita:a. Tekanan Darah: 150/110 mmHgb. Nadi

: 90 kali/menit (kuat angkat normal,irama teratur

c. Respirasi

: 20 kali/menitd. Suhu

: 370C3.2Status Interna

a. Kepala: Simetris, tidak ada kelainan, tampak kulit kepala baik.rambut keriting berwarna hitam.b. Mata: Conjungtiva Anemis (+/+), Sklera Ikterik (-/-), Edema palpebra (-/-)c. Telinga: Deformitas (-), Secret(-), Lesi(-)

d. Hidung: Deformitas (-), Secret(-), Lesi(-), Perdarahan(-)

e. Mulut: Oral Candidiasis(-)f. Leher: Pembesaran KGB (-)g. Thoraks:

1) Abdomen: Inspeksi: cembung

Palpasi: nyeri tekan tidak ada

Hepar/Lien (dalam batas normal),

Perkusi: Tympani

Auskultasi: Bising Usus adaNormal3.3Ektremitas

: Akral Hangat, edema ada di lengan kanan bekas HD4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal: 14 mey 2015-11:45 (saat masuk IGD RSUD Jayapura)PemeriksaanHasilNilai Rujukan

WBC4,34,0/10,0

RBC1,703,80/6,50

HGB4,7 g/dl11,5/17,5

HCT12,3%37,0/54,5

MCV72m80/100

MCH27.5 pg27,0/32,0

MCHC38,1 g/dl32,0/36,0

DDRPF +

Tanggal 18 mey 2015 (saat di ruangan)PemeriksaanHasilNilai Rujukan

WBC5,814,0/10,0

RBC2,643,80/6,50

HGB7,0 g/dl11,5/17,5

HCT19,4%37,0/54,5

Plt 86172-378

MCV73,5m80/100

MCH26.5 pg27,0/32,0

MCHC36,1 g/dl32,0/36,0

Tanggal 18 mey 2015PemeriksaanHasilNilai Rujukan

Natrium134

Kalium3,3

Calsium9,3

Kreatinin28,1

Ureum244

DDRNegative

Tanggal 21 mey 2015PemeriksaanHasilNilai Rujukan

WBC4,34,0/10,0

RBC2,103,80/6,50

HGB5,9 g/dl11,5/17,5

HCT15,4%37,0/54,5

MCV73,6m80/100

MCH28,6pg27,0/32,0

MCHC38,3 g/dl32,0/36,0

5. DIAGNOSA SEMENTARAMALARIA TROPIKA + CKD ON HD ANEMIA ON CKD PRO TRANSFUSI6. PLANING

a. TERAPI SAAT MRS1) IVFD Nacl 0,9 % /14 Tpm makro2) Inj artesunat 120mg (iv)3) Injeksi ranitidin 2x1 Ampul (iv)4) Injeksi antrain 2x1 amp (iv)5) Paracetamol 3x 500 mg (po) 6) Primakuin 1x3 tabb. Terapi selama perawatan Rumah Sakit1) Paracetamol 3x500 mg k/p

2) Valsartan 1x160 mg tab po

3) Amlodipin 1x10 mg tab po

4) Furosemid 1x40 mg tab po

5) Asam folat 1x5mg tab po

6) Caco3 3x1 tab

7. FOLLOW UP RUANGANTANGGALFOLLOW UPTERAPIKETERANGAN

18/05/2015S : demam hilang timbul.sakit di bekas tusukan HD.

O : ku :TSS.

Kes : CM (GCS E4M6V5)TTV : TD:150/90mmHg, N:80x/m, R:20x/m, SB:360C.

K/L : Ca(+/-), Si (-/-), P Kgb (-), Oc(-) . Thorak : I : Simetris ikut gerak nafas.Pal: V/F D=S,

Per : Sonor . Aus :Sn.Vesikuler, Rho -Whe -/- Cor : I: Ic (-)

Pal. Thril (-)Per : Sonor.

Aus :Bj.I-II.Ireguler,mur- mur(-), Galop(-).

Abdomen:

I. Datar

A. Bu (+). Supel, P: NT (-) H/L : Ttb/ttbP. Tympani

Ekst : Akral Hangat, Udema. (+)

Vegetatif :Ma/Mi(+/+), Bab/bak (+/+).

Ases : MALARIA FALCIFARUM, CKD ON HD,ANEMIA ON CKDPlaning :

IVFD Nacl 0,9% / 12Jam

Ranitidin Inj amp (iv)

Paracetamol 3x500 mg k/p

darplex 1x4 vial

primakuin 1x3 tab.

antrain inj 2x1 amp

TPro Transfuse PRC HB > 8Urine 400CC /24 jam

19/05/2015S : sakit di bekas tusukan HD.

O : ku :TSS.

Kes : CM (GCS E4M6V5)

TTV : TD:150/90mmHg, N:80x/m, R:20x/m, SB:360C.

K/L : Ca(-/-), Si (-/-), P Kgb (-), Oc(-) .

Thorak : I : Simetris ikut gerak nafas.

Pal: V/F D=S,

Per : Sonor .

Aus :Sn.Vesikuler, Rho -Whe -/-

Cor : I: Ic (-)

Pal. Thril (-)

Per : Sonor.

Aus :Bj.I-II.Ireguler,mur- mur(-), Galop(-).

Abdomen:

I. Datar

A. Bu (+). Supel,

P: NT (-) H/L : Ttb/ttb

P. Tympani

Ekst : Akral Hangat, Udema. (+)

Vegetatif :Ma/Mi(+/+), Bab/bak (+/+).

Ases : CKD GRADE V ON HD,HT GRADE II. ANEMIA ON CKD IVFD Nacl 0,9% / 12Jam

Paracetamol 3x500 mg k/p

Valsartan 1x160 mg tab po Amlodipin 1x10 mg tab po Furosemid 1x40 mg tab po Asam folat 1x5mg tab po Caco3 3x1 tab

DDR NegatifURINE 200CC/JAM

20/05/2015S : sakit di bekas tusukan HD.

O : ku :TSS.

Kes : CM (GCS E4M6V5)

TTV : TD:150/90mmHg, N:80x/m, R:20x/m, SB:360C.

K/L : Ca(-/-), Si (-/-), P Kgb (-), Oc(-) .

Thorak : I : Simetris ikut gerak nafas.

Pal: V/F D=S,

Per : Sonor .

Aus :Sn.Vesikuler, Rho -Whe -/-

Cor : I: Ic (-)

Pal. Thril (-)

Per : Sonor.

Aus :Bj.I-II.Ireguler,mur- mur(-), Galop(-).

Abdomen:

I. Datar

A. Bu (+). Supel,

P: NT (-) H/L : Ttb/ttb

P. Tympani

Ekst : Akral Hangat, Udema. (+)

Vegetatif :Ma/Mi(+/+), Bab/bak (+/+).

Ases : CKD GRADE V ON HD,HT GRADE II. ANEMIA ON CKD IVFD Nacl 0,9% / 12Jam

Paracetamol 3x500 mg k/p

Valsartan 1x160 mg tab po

Amlodipin 1x10 mg tab po

Furosemid 1x40 mg tab po

Asam folat 1x5mg tab po

Caco3 3x1 tab

21/05/2015S : sakit di bekas tusukan HD.

O : ku :TSS.

Kes : CM (GCS E4M6V5)

TTV : TD:150/90mmHg, N:80x/m, R:20x/m, SB:360C.

K/L : Ca(-/-), Si (-/-), P Kgb (-), Oc(-) .

Thorak : I : Simetris ikut gerak nafas.

Pal: V/F D=S,

Per : Sonor .

Aus :Sn.Vesikuler, Rho -Whe -/-

Cor : I: Ic (-)

Pal. Thril (-)

Per : Sonor.

Aus :Bj.I-II.Ireguler,mur- mur(-), Galop(-).

Abdomen:

I. Datar

A. Bu (+). Supel,

P: NT (-) H/L : Ttb/ttb

P. Tympani

Ekst : Akral Hangat, Udema. (+)

Vegetatif :Ma/Mi(+/+), Bab/bak (+/+).

Ases : CKD GRADE V ON HD,HT GRADE II. ANEMIA ON CKD IVFD Nacl 0,9% / 12Jam

Paracetamol 3x500 mg k/p

Valsartan 1x160 mg tab po

Amlodipin 1x10 mg tab po

Furosemid 1x40 mg tab po

Asam folat 1x5mg tab po

Caco3 3x1 tab

URINE 200CC/24 JAM

22/05/2015S : O : ku :TSS.

Kes : CM (GCS E4M6V5)

TTV : TD:150/90mmHg, N:80x/m, R:20x/m, SB:360C.

K/L : Ca(-/-), Si (-/-), P Kgb (-), Oc(-) .

Thorak : I : Simetris ikut gerak nafas.

Pal: V/F D=S,

Per : Sonor .

Aus :Sn.Vesikuler, Rho -Whe -/-

Cor : I: Ic (-)

Pal. Thril (-)

Per : Sonor.

Aus :Bj.I-II.Ireguler,mur- mur(-), Galop(-).

Abdomen:

I. Datar

A. Bu (+). Supel,

P: NT (-) H/L : Ttb/ttb

P. Tympani

Ekst : Akral Hangat, Udema. (+)

Vegetatif :Ma/Mi(+/+), Bab/bak (+/+).

Ases : CKD GRADE V ON HD,HT GRADE II. ANEMIA ON CKD IVFD Nacl 0,9% / 12Jam

Paracetamol 3x500 mg k/p

Valsartan 1x160 mg tab po

Amlodipin 1x10 mg tab po

Furosemid 1x40 mg tab po

Asam folat 1x5mg tab po

Caco3 3x1 tab

URINE 250CC/24 JAM

23/05/2015S : sakit di bekas tusukan HD.

O : ku :TSS.

Kes : CM (GCS E4M6V5)

TTV : TD:150/90mmHg, N:80x/m, R:20x/m, SB:360C.

K/L : Ca(-/-), Si (-/-), P Kgb (-), Oc(-) .

Thorak : I : Simetris ikut gerak nafas.

Pal: V/F D=S,

Per : Sonor .

Aus :Sn.Vesikuler, Rho -Whe -/-

Cor : I: Ic (-)

Pal. Thril (-)

Per : Sonor.

Aus :Bj.I-II.Ireguler,mur- mur(-), Galop(-).

Abdomen:

I. Datar

A. Bu (+). Supel,

P: NT (-) H/L : Ttb/ttb

P. Tympani

Ekst : Akral Hangat, Udema. (+)

Vegetatif :Ma/Mi(+/+), Bab/bak (+/+).

Ases : CKD GRADE V ON HD,HT GRADE II. ANEMIA ON CKD IVFD Nacl 0,9% / 12Jam

Paracetamol 3x500 mg k/p

Valsartan 1x160 mg tab po

Amlodipin 1x10 mg tab po

Furosemid 1x40 mg tab po

Asam folat 1x5mg tab po

Caco3 3x1 tab

URINE 200CC/24 JAMPASIEN PULANG PAKSA

8. DIAGNOSIS TERAKHIRMALARIA FALCIFARUM + CKD GRADE V + HT GRADE II + ANEMIA ON CKD.+ HEMATOM POST HD.

9. RESUME

Pasien laki-laki umur 37 tahun. Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura dengan keluhan demam naik turun sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasa demam terutama pada saat sore hingga malam hari namun pada pagi hingga siang hari pasien tidak merasa demam, lama demam kurang lebih 30 menit sampai 1 jam dan pasien merasa sangat haus, keluhan ini juga disertai dengan menggigil ada sampai pasien menutupi badannya dengan baju tebal dan selimut, lama menggigilnya kurang lebih 15 menit, berkeringat ada sehingga pakaian pasien basah, tetapi keringatnya tidak terlalu banyak, mual ada disertai dengan muntah satu kali, juga kepala terasa sakit dan merasa pusing namun tidak pingsan, pasien tidak mengalami kejang, napsu makan tidak ada, nyeri otot atau pegal-pegal tidak ada, nyeri tenggorokkan tidak ada.

Pasien merupakan pasien CKD ON HD sejak bulan April 2015. Pasien rutin melakukan HD seminggu 2 kali (senin dan kamis) dan sudah HD sebanyak 6 kali, terakhir HD tanggal 7 Mey 2015. Pasien mengeluh badan terasa lemas, sakit di lengan bekas tusukan jarum HD, pasien juga mengeluh kadang-kadang batuk tidak berlendir, sesak tidak ada, perut terasa kembung, pasien juga makan baik tetapi mengeluh minum berkurang, susah buang air kecil dan jumlah urin yang keluar hanya sedikit yaitu 300cc perhari dan sehariannya hanya satu sampai tiga kali buang air kecil.

pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan konjungtiva anemis. Ekstremitas terdapat udem pada lengan suntik HD.

Hasil pemeriksaan laboratorium 14 maret 2015 : WBC 4,3, RBC1,70, HGB, 4,7 g/dl, HCT, 12,3%, MCV, 72m, MCH 27.5 pg, MCHC 38,1 g/dl, DDR PF +. Natrium 134, Kalium 3,3, Calsium 9,3, Kreatinin 28,1, ureum 244 , DDR PF +. 10. PEMBAHASANA. MALARIA a. DefinisiMalaria adalah penyakit infeksi parasit yang di sebabkan oleh Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan ditandai dengan di temukannya bentuk aseksual di dalam darah.b. Etiologi

Secara parasitologi dikenal 4 genus Plasmodium, yaitu :

a. Plasmodium vivax, menyebabkan malaria tertiana.

b. Plasmodium malariae, menyebabkan malaria quartana.

c. Plasmodium ovale, menyebabkan malaria ovale.

d. Plasmodium falciparum, menyebabkan malaria tropika

e. Plasmodium knowlesi dilaporkan di Sarawak Borneo Malaysia. Gejala klinis mirip P. falciparum, gambaran parasitologi mirip P. malariae.c. Daur hidup dan patofisiologi malaria 1) Daur Hidup Parasit Malaria Infeksi parasit malaria pada manusia mulai bila nyamuk anopheles betina menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh darah dimana sebagian besar dalam waktu 45 menit akan menuju ke hati dan sebagian kecil sisanya akan mati di darah. Di dalam se1 parenkim hati mulailah perkembangan aseksual (intrahepatic schizogony atalu pre-erythro cytes schizogony). Perkembangan ini memerlukan waktu 5,5 hari untuk plasmodium falciparum dan 15 hari untuk plasmodium malariae. Setelah sel parenkim hati terinfeksi, terbentuk sizont hati yang apabila pecah akan mengeluarkan banyak merozoit ke sirkulasi darah. Pada P. vivax dan oyale,sebagian parasit di dalam sel hati membentuk hipnozoit yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun, dan bentuk ini yang akan menyebabkan terjadinya relaps pada malaria. Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang eritrosit dan masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada P. vivax reseptor ini berhubungan dengan faktor antigen Du.lfy Fya ata:u Fyb. Ha1 ini menyebabkan individu dengan golongan darah Duffy negatif tidak terinfeksi malaria vivax. Reseptor untuk P. falciparum diduga suatu glycophorins, sedangkan pada P malariae dan P. ovalebelum diketahui. Dalam waktu kurang dari 12 jam parasit berubah menjadi bentk ring, pada P.falciparum menjadi bentuk stereo - headphones, yang mengandung kromatin dalam intinya dikelilingi sitoplasma. Parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin dan dalam metabolismenya membentuk pigment yang disebut hemozoin yang dapat dilihat secara mikroskopik. Eritrosit yang berparasit menjadi lebih elastik dan dinding berubah lonjong, pada P.falciparum dinding eritrosit membentuk tonjolan yang disebut knob yang nantinya penting dalam proses cytoadherence dan rosetting. Setelah 36 jam invasi kedalam eritrosit, parasit berubah menjadi sizont, dan bila sizont pecah akan mengeluarkan 6 - 36 merozoit dan siap menginfeksi eritrosit yang lain. Siklus aseksual ini pada P falciparum, P viyax dan P ovale ialah 48 jam dan pada P. malariae adalah 72 jam.

Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan

betina, dan bila nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi siklus seksual dalam tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zygote dan menjadi lebih bergerak menjadi ookinet yang menembus dinding perut nyamuk dan akhimya menjadi bentuk oocyst yang akan menjadi masak dan mengeluarkan sporozoit yang akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan siap menginfeksi manusia.2) Patogenesis MalariaSetelah melalui janngan hati P falciparum melepaskan 18-24 merczoit ke dalam sirkulasi. Merozoit yang di lepaskan akan masuk dalam sel RES di limpa dan mengalami fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lolos dari filtrasi dan fagositosis di limpa akan menginvasi eritrosit. Selanjutnya parasit berkembang biak secara aseksual dalam eritrosit. Bentuk aseksual parasit dalam eritrosit (EP) inilah yang bertanggung jawab dalam patogenesa terjadinya malaria pada manusia. Patogenesa malaria yang banyak diteliti adalah patogenesa malaria yang disebabkan oleh P.falciparum.Patogenesis malaria falsiparum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor penjamu (host). Yang termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang masuk dalam faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetik, usia, status nutrisi dan status imunoiogi. Parasit dalam eritrosit (EP) secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan stadium matur pada 24 jam ke II. Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antigen RESA (Ring-erythrocyte surgace antigen ) yang menghilang setelah pamsit masuk stadium matur. Permukaan membran EP stadium matur akan mengaiami penonjolarr dan membentuk knob dengan Histidin Rich-protein-l (HRP- 1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni, akan dilepaskan toksin malarra berupa GPI yaitu glikosilfosfatidilinositol yang merangsang pelepasan TNF-rx dan interleukin-l (L-1) dari makrofag.

Sitoadherensi. Sitoadherensi ialah perlekatan antara EP stadium matur pada pemukaan endotel vaskuler. Perlekatan terjadi dengan cara molekul adhesif yang terletak dipermukaan knob EP melekat dengan molekulmolekul adhesif yang terletak dipermukaan endotel vaskular. Molekul adhesif di permukaan knob EP secara kolektif disebut PfEMP-1, P.falciparum erythrocyte membrane protein-1. Molekul adhesif dipermukaan sel endotel vaskular adalah CD36, trombospondin, intercellular - adhesion molecule - 1 (ICAM-I), yascular cell adhesion molecule - 1 (VCA\.[), mdothel leucocyte adhesion molecule-] (ELAM- 1) dalr glycosaminoglycan chondroitin sulfute A. PfEMP-1 merupakan protein-protein hasil ekspresi genetik oleh sekelompok gen yang berada dipermukaan knob. Kelompok gen ini disebut gen VAR. Gen VAR mempunyai kapasitas variasi antigenik yang sangat besar.

Sekuestrasi. Sitoadheren menyebabkan EP matur tidak beredar kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matu yang tinggal dalam jaringan mikrovaskular disebut EP matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya P falciparum yang mengalami sekuestrasi, karena pada plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi pada pembuluh darah perifer. Sekuestrasi terjadi pada organ-organ vital dan hampir semua jaringan dalam tubuh. Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak, diikuti dengan hepar dan ginjal, paru jantung, usus dan kulit. Sekuestrasi ini diduga memegang peranan utama dalam patofisiologi malaria berat. Rosetting ialah berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang non-parasit. Plasmodium yang dapat melakukan sitoadherensi juga yang dapat melakukan rosetting. Rosetting menyebabkan obstruksi aliran darah lokaVdalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadheren. Sitokin, Sitokin terbentuk dari sel endotel, monosit dan makrofag setelah mendapat stimulasi dari malaria toksin (LPS , GPI ).Sitokin ini antara lain TNF-a (tumor necrosis factor-alpha), interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), interleukin-3 (IL-3), LT (lymphotoxin) dan int erfero n -gamma (IN F- y). Dari beberapa penelitian dibuktikan bahwa penderita malaria serebral yang meninggal atau dengan komplikasi berat sepefii hipoglikemia mempunyai kadar TNF-o yang tinggi. Demikian juga malaria tanpa komplikasi kadar TNF-, IL-l, IL-6 lebih rendah dari malaria serebral. Walaupun demikian hasil ini tidak konsisten karena juga dijumpai penderita malaria yang mati dengan TNF normaVrendah atau pada malaria serebral yang hidup dengan sitokin yang tinggi. Oleh karenanya diduga adanya peran dari neurotransmitter yang lain sebagai free-radical dalam kaskade ini seperti nitrit-oxide sebagai faktor yang penting dalam patogenesa malaria berat.

Nitrit Oksida. Akhir-akhir ini banyak diteliti peran mediator nihit oksid (NO) baik dalam menumbuhkan malaria berat terutama maiaria serebral, maupun sebaliknya NO justru memberikan efek protektif karena membatasi perkembangan parasit dan menurunkan ekspresi molekuladhesi. Diduga produksi NO lokal di organ terutama otak yang berlebihan dapat mengganggu fungsi organ tersebut. Sebaliknya pendapat lain menyatakan kadar NO yang tepat, memberikan perlindungan terhadap malaria berat. Justru kadar NO yang rendah mungkin menimbulkan malaria berat, ditunjukkan dari rendahnya kadar nitrat dan nitrit total pada cairan serebrospiral. Anak-anak penderita malaria serebral di Afrika, mempunyai kadar arginin pada pasien tersebut rendah. Masalah peran sitokin proinflamasi dan NO pada patogenesis malaria berat masih controversial, banyak hipotesis yang belum dapat dibuktikan dengan jelas dan hasil berbagai penelitian sering saling berlentangan Studi patologi malaria hanya dapat dilakukan pada malaria falsiparum karena kematian biasanya disebabkat oleh P. falciparum. Selain perubahan jaringan dalam patologi malaria yang penting ialah keadaan mikro-vaskular dimana parasit malaria berada. Beberapa organ yang terlibat antara lain otak, jantung-paru, hati-limpa, ginjal, usus, dan sumsum tulang. Pada otopsi dijumpai otak yang membengkak dengan perdarahan petekie yang multipel pada jaringan prlrth (white matter). Perdarahan jarang pada substansi abu-abu. Tidak dijumpai hemiasi. Hampir seluruh pembuluh kapiler dan vena penuh dengan parasit. Pada jantung dan paru selain sekuestrasi, jantung relatif normal, bila anemia tampak pucat dan dilatasi. Pada paru di jumpai gambaran edema paru, pembentukan membran hialin, adanya aggregasi leukosit. Pada Ginjal tampak bengkak, tubulus mengalami iskemia, sekuestrasi pada kapiler glomerulus, proliferasi se1 mesangial dan endotel. Pada pemeriksaan imunofluorensen dijumpai deposisi imunoglobulin padamembran basal kapiler glomerulus. Pada saluran cema bagian atas dapat terjadi perdarahan karena erosi, selain sekuestrasi juga dijumpai iskemia yang menyebabkan nyeri perut. Pada sumsum tulang dtjumpai dysetythropoises, makrofag mengandung banyak pigment, dan etythrophagocytosis.

d. Gejala klasik malariaGejala klasik Malaria pada umumnya terdiri dari tiga stadium (trias malaria) yaitu:

1) Periode dingin. Mulai menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan saat menggigil seluruh tubuh sering bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan peningkatan temperatur.

2) Periode panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas badan tetap tinggi dapat mencapai 40C atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, terkadang muntah-muntah, dan syok. Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai dua jam atau lebih diikuti dengan keadaan berkeringat. 3) Periode berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah, temperatur turun, lelah, dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melaksanakan pekerjaan seperti biasa.Manifestasi Klinis Malaria Tropika/P. Falsiparum Malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anaemia, splenomegali, parasitemia sering dijumpai, dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika mempunyai perlangsungan yang cepat, dan parasitemia yang tinggi dan menyerang semua bentuk eritrosit. Gejala prodromal yang sering dijumpai yaitu sakit kepala, nyeri belakang atau tungkai, lesu, perasaan dingin, mual, muntah, dan diare. Parasit sulit ditemui pada penderita dengan pengobatan supresif. Panas biasanya ireguler dan tidak periodik, sering terjadi hiperpireksia dengan temperatur di atas 40C. Gejala lain berupa konwlesi, pneumonia aspirasi dan banyak keringat walaupun temperatur normal. Apabila infeksi memberat nadi cepat, nausea, muntah, diarea menjadi berat dan diikutikelainan paru (batuk). Spienomegali dijumpai lebih sering dari hepatomegali dan nyeri pada perabaan; hati membesar dapat disertai timbulnya ikterus. Kelainan urin dapat berupa albuminuria, hialin dan kistal yang granuler. Anemia lebih menonjol dengan leukopenia dan monositosis-.e. Diagnosis Malaria

Diagnosis malaria ditegakkan setelah dilakukan wawancara (anamnesis), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Akan tetapi diagnosis pasti malaria dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan sediaan darah menunjukakan hasil yang positif secara mikroskopis atau Uji Diagnosis Cepat (Rapid Diagnostic Test= RDT).

a) Wawancara (anamnesis)

Anamnesis atau wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang penderita malaria yakni, keluhan utama: demam, menggigil, dan berkeringat yang dapat disertai sakit kepala, mual muntah, diare, nyeri otot, pegal-pegal, dan riwayat pernah tinggal di daerah endemis malaria, serta riwayat pernah sakit malaria atau minum obat anti malaria satu bulan terakhir, maupun riwayat pernah mendapat tranfusi darah.

b) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik terhadap penderita dapat ditemukan mengalami demam dengan suhu tubuh dari 37,5C sampai 40C, serta anemia yang dibuktikan dengan konjungtiva palpebra yang pucat, pambesaran limpa (splenomegali) dan pembesaran hati (hepatomegali). c) Pemerikasaan laboratorium

Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan darah yang menurut teknis pembuatannya dibagi menjadi preparat darah (SDr, sediaan darah) tebal dan preparat darah tipis, untuk menentukan ada tidaknya parasit malaria dalam darah. Tes diagnostik cepat Rapid Diagnostic Test (RDT) adalah pemeriksaan yang dilakukan bedasarkan antigen parasit malaria dengan imunokromatografi dalam bentuk dipstick. Test ini digunakan pada waktu terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) atau untuk memeriksa malaria pada daerah terpencil yang tidak ada tersedia sarana laboratorium. Dibandingkan uji mikroskopis, tes ini mempunyai kelebihan yaitu hasil pengujian cepat diperoleh, akan tetapi Rapid Diagnostic Test (RDT) sebaiknya menggunakan tingkat sentitivity dan specificity lebih dari 95% .Pada pasien ini didapatkan dari anamnesa Pasien laki-laki umur 37 tahun. Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura dengan keluhan demam naik turun sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasa demam terutama pada saat sore hingga malam hari namun pada pagi hingga siang hari pasien tidak merasa demam, lama demam kurang lebih 30 menit sampai 1 jam dan pasien merasa sangat haus, keluhan ini juga disertai dengan menggigil ada sampai pasien menutupi badannya dengan baju tebal dan selimut, lama menggigilnya kurang lebih 15 menit, berkeringat ada sehingga pakaian pasien basah, tetapi keringatnya tidak terlalu banyak, mual ada disertai dengan muntah satu kali, juga kepala terasa sakit dan merasa pusing namun tidak pingsan, pasien tidak mengalami kejang, napsu makan tidak ada, nyeri otot atau pegal-pegal tidak ada, nyeri tenggorokkan tidak ada.pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan konjungtiva anemis. Ekstremitas terdapat udem pada lengan suntik HD.Hasil pemeriksaan laboratorium 14 maret 2015 : WBC 4,3, RBC1,70, HGB, 4,7 g/dl, HCT, 12,3%, MCV, 72m, MCH 27.5 pg, MCHC 38,1 g/dl, Natrium 134, Kalium 3,3, Calsium 9,3, Kreatinin 28,1, ureum 244 , DDR PF +.

f. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita, meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan trombosit dan ADT.kimia darah lain (gula darah serum bilirubin,SGOT,SGPT,Akli fosfatase,albumin/globulin,ureum,kreatinin,natrium,dan kalium,analisis gas darah.g. Pengobatan Malaria

I. Malaria Falsifarum

1) Lini pertama pengobatan malaria falsifarum

Lini pertama pengobatan malaria falsifarum adalah artemisinin combination therpy (ACT),Pada saat ini program pengobatan pengendalian malaria mempunyai 2 sediaan yaitu:a) Artesunat-amodiakuinb) Dihydroartemisin-piperaquin

Lini pertama: artesunat + amodiakuin+primakuin. Primakuin diberikan pada perorang dengan dosis tunggal 0,75 mgbasa/kgbb yang diberikan pada hari pertama. primakuin tidak boleh berikan pada ibu hamil,bayi kurang dari 1 tahun.dosis maksimal penderita dewasa yang dapat diberiakn untuk artesunat 4 tablet dan primakuin 3 tablet.HariJenis ObatJumlah Tablet Perhari Menurut Kelompok Umur

0-1

bulan2-11Bulan1-4tahun5-9tahun10-14tahun> 15tahun

1Artesunate 1234

Amodiakuin 1234

Primakuin--122 3

2Artesunate 1234

Amodiakuin 1234

3Artesunate 1234

Amodiakuin 1234

Komposisi obat :

Artesunat : 4 mg/ tablet Primakuin :0,75mg/kgbb Semua pasien (kecuali ibu hamil dan anak usia < 1 tahun) diberikan tablet Primakuin (1 tablet berisi: 15 mg primakuin basa ) dengan dosis 0,75 mg basa/kgBB/oral,Catatan : Lini pertama lain: Dihydroartemisin+piperaquin+primakuinHariJenis ObatJumlah Tablet Perhari Menurut Kelompok Umur

0-1Bulan2-11Bulan1-4

tahun5-9

tahun10-14

tahun> 15

Tahun

1DHP11,523-4

Primakuin--122 3

2-3DHP11,523-4

Dosis Obat :

Dihyroartemesininin= 2-4 mg/kgbb Piperaquin

= 16-32 mg/kgbb

Primakuin

= 0,75 mg/kg bbCatatan : Dapat diberikan pada ibu hamil trimester 2&32) lini kedua untuk malaria falciparum

HariJenis ObatJumlah Tablet Perhari Menurut Kelompok Umur

1-11

bulan1-4

Tahun5-9

tahun10-14

tahun> 15

Tahun

1Kina*)3x3x13x13x(2-3)

Tetrasiklin---*)4x1**)

Primakuin-122-3

2-7Kina11,523-4

Tetrasiklin*)4x1**)

Penderita*) dosis diberikan KG/BB **) 4x250 mg TetrasiklinII. Malaria Vivaks Dan Ovale1) Lini pertama pengobatan malaria Vivaks Dan OvalePengobatan malaria vivaks dan ovale saat ini menggunkan ACT yaitu artesunate +amodiakuin atau dihydroartemisin piperaquin (dhp).dosis obat untuk malaria vivax sama dengan malaria falcifarum,dimana perbedaannya adalah pemberian obat primakuin selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgbb.pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke-28 setelah pemberian obat.ditemukan keadaan sebagai berikut:klinis sembuh (sejak hari ke 4) dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ke-7.Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat:

b. Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif,atau

c. Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali antara hari ke15 sampai hari ke 28 (kemungkinan resisten,relaps atau infeksi baru)

2) pengobatan lini kedua malaria vivaks

kina tablet

tablet kina yang berada di Indonesia adalah tablet yng mengandung 200mg kina fosfat atau sulfat. Kina diberikan per-oral,3 kali sehari dengan dosis 10mg/kgBB /kali selama 7 hari.Dosis kina adalah 30mg/kgBB/hari.pemberian kina pada anak usia dibawah usia satu tahun harus dihitung berdasarkan berat badan

Primakuin

Dosis primakuin adalah 0,25mgkgBB perhari yang diberikan selama 14 hari seperti pengobatan malaria pada umumnya, primakuin tidak boleh diberikan pada:ibu hamil, bayi < 1 tahun, dan penderita defisiensi G6-PD.

Kombinasi ini digunakan untuk malaria vivaks yang tidak respon terhadap pengobatan ACT.

HariJenis ObatJumlah Tablet Perhari Menurut Kelompok Umur

0-1

bulan2-11

Bulan1-4

tahun5-9

Tahun10-14

tahun> 15

tahun

H 1-7Kina*)*)3x3x13x13x3

H 1-14Primakuin--1

*) dosis diberikan kg/BBIII. Pengobatan pada malariae

Pengobatan malariae cukup diberikan ACT 1 Kali perhari selama 3 hari,dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya.

IV. Pengobatan malaria mix (P. falcifarum + P.vivax) dengan artemisinin combination therapy (ACT).

Pengobatan malaria Mix diberikan ACT selama 3 hari serta pemberian primakuin pada hari I dengan dosis adalah 0,75mg/kgBB Dianjurkan pada hari 2-14 primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB

Pengobatan malaria Mix. (P.falcifarum + P.vivax) dengan artesunat + amodiakuin

HariJenis ObatJumlah Tablet Perhari Menurut Kelompok Umur

0-1

Bulan2-11bulan1-4Tahun5-9tahun10-14tahun> 15tahun

1Artesunate 1234

Amodiakuin 1234

Primakuin--122 3

2Artesunate 1234

Amodiakuin 1234

Primakuin--1

3Artesunate 1234

Amodiakuin 1234

primakuin--1

4-14primakuin--1

Amodiakuin basa :10 mg/kgBB dan Artesunat : 4 mg/kgBBPengobatan malaria mix (P. falcifarum + P.vivax) dengan dihydroartemisinin + Piperaquin (DHP)HariJenis ObatJumlah Tablet Perhari Menurut Kelompok Umur

0-1

bulan2-11

bulan1-4

Tahun5-9

Tahun10-14

tahun> 15

Tahun

1DHP11,522-4

Primakuin--122 3

2DHP11,523-4

Primakuin--1

3DHP11,523-4

Primakuin--1

4-14--1

Dosis obat: Dihyroartemisinin = 2-4 mg /kgBB

Piperaquin = 16-32 mg / kgBB

Catatan: sebaiknya dosis pemberian obat berdasarkan berat badan, untuk menghindari kelebihan dosis obat dan efek samping obat yang berat, jika tidak mempunyai timbangan pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.Pada pasien ini di berikan terapi darplex 1x4 vial.pemberian berhenti sampai hari ke 3 , primakuin dengan 1x3 tab diberikan pada peroral dengan dosis tunggal 0,75 mgbasa/kgBB yang diberikan pada hari pertamah. Pencegahan1) Kesehatan dan kebersihan pribadi

Untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit; Makan makanan yang bergizi setiap hari Istirahat yang cukup

2) Menjaga kebersihan lingkungan :

3 M Yaitu:Membersihkan ,Menutup ,Mengubur, 3M ini berfungsi memutuskan mata rantai perkembangbiakan nyamuk Anopheles betina sebagai nyamuk pembawa parasit malaria dan mengurangi penyebarannya 3) Memakai Kelambu

4) Memakai celana panjang & kemeja lengan panjang

5) Memakai Obat Nyamuk (semprot, bakar, obat nyamuk listrik)i. Komplikasi MalariaPenderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P, falciparum dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:

1) Malaria Serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang; derajat penurunan kesadaran harus dilakukan penilaian berdasar GCS (Glasgow Coma Scale);

2) Acidemia/acidosis: pH darah 10.000/u1; bila anemianya hipokomik dan/atau miktositik harus dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi, tatasemia./ hemoglobinopati lainnya; Pada pasien ini didapatkan dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang adalah konjungtiva anemis dan pemeriksaannya darah lengkap hb 4,7 g/dl

4) Gagal ginjal akut (urine kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 1 2 ml4 3 mg/dl;

5) Edema paru non-kardiogenik/ARDS (Adult Respitarory Distress Syndrome); 6) Hipoglikemi : gula darah < 40 mg/dl; 7) Gagal sirkulasi atau Syok : tekanan sistolik < 70 mmHg (anak 1-5 tahun 10 0 C;

8) Perdarahan : spontan dari hidung, gusi, saluran cerna, dan/ atau disertai kelainan

9) laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler;

10) Kejang berulang lebih dari 2 kah/ 24 jam;

11) Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti malaria &elainan eritrosit (kekurangan G-6-PD);

12) Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler pada jaringan otak'Beberapa keadaan Lain juga digolongkan sebagai malaria berat sesuai dengan gambaran klinis daerah setempat ialah :

a) Gangguan kesadaran ringan (GCS < 15) di Indonesia sering dalam keadaan delirium;

b) Kelernahan otot (tak bisa duduV berjalan) tanpa kelainan neurologik;

c) Hiperparasitemia > 5%o pada daerah hipoendemik atau daearah tak stabil malaria;

d) Ikterik ( bilirubin > 3 mg/dl) bila disertai gagal oragan lain;

e) Hiperpireksia (temperatur rektal > 40 C) pada orang dewasa/anak.B. PENYAKIT GINJAL KRONIK1. Gagal ginjal kronik

a. DefinisiPenyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.b. kriteriaTabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronis

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi:

Kelainan patologis Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama

atau lebih dari 60ml/menit/1,73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.c. Klasifikasi

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG (Laju Filtrasi Glomerulus), yang awalnya mempergunakan rumus Kockcroft-Gault, yaitu:*) pada perempuan dikalikan 0,85Tabel 4. Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit6

DerajatPenjelasanLFG (ml/mnt/1.73m2)

1

2

3

4

5Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau (Kerusakan ginjal dengan LFG ( ringan

Kerusakan ginjal dengan LFG ( sedang

Kerusakan ginjal dengan LFG ( berat

Gagal ginjal 90

60 89

30 59

15 29

15 atau dialysis

Pada pasien ini didapatkan Laju Filtrasi Glomerulus dengan menggunakan rumus Kockcroft-Gault :d. Dengan hasil LFG 15 maka pasien di diagnosa dengan chronic kidney disease (CKD) grade V on hemodialysis.Dengan hasil laju filtrasi glomerulus adalah 3,23 ml/menit/1,73m.

Pasien merupakan pasien CKD ON HD sejak bulan April 2015. Pasien rutin melakukan HD seminggu 2 kali (senin dan kamis) dan sudah HD sebanyak 6 kali, terakhir HD tanggal 7 Mey 2015. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi

PenyakitTipe mayor ( contoh )

Penyakit ginjal diabetesDiabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetesPenyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasma)

Penyakit vaskular ( penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopathi)

Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)

Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasiRejeksi kronik

Keracunan obat (siklosporin / takrolimus)

Penyakit recurrent (glomerular)

Transplant glomerulopathy

d. EtiologiEtiologi penyakit gagal ginjal kronik sangat bervariasi antara negara satu dan negara lain. Pada Tabel 2 menunjukkan penyebab utama dan insiden penyakit gagal ginjal kronik di Amerika Serikat.

Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada Tabel 3.

Dikelompokkan pada sebab lain di antaranya, nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal dan penyebab yang tidak diketahuiTabel 2. Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika Serikat (1995-1999)

PenyebabInsiden

Diabetes Melitus

Tipe 1 (7%)

Tipe 2 (37%)

Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar

Glomerulonefritis

Nefritis interstitialis

Kista dan penyakit bawaan lain

Penyakit sistemik (missal Lupus dan vaskulitis)

Neoplasma

Tidak diketahui

Penyakit lain44%

27%

10%

4%

3%

2%

2%

4%

4%

Tabel 3. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia Tahun 20006

PenyebabInsiden

Glomerulonefritis

Diabetes Melitus

Obstruksi dan Infeksi

Hipertensi

Sebab lain46,39%

18,65%

12,85%

8,46%

13,65%

Pasien juga mengaku selama ini suka makan jeroan dan daging dalam porsi yang banyak.Pada pasien juga ditemukan hipertensi dimana berdasarkan The Seventh Report of The Joint Comittee on Prevention, Detection< Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), pasien ini termasuk dalam hipertensi grade 1I dimana tekanan sistol 150 mmHg atau tekanan diastol 90 mmHg.e. PatofisiologiPatofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif. Perubahan fungsi neuron yang tersisa setelah kerusakan ginjal menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron yang masih utuh akan mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran setan hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya, keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal Ginjal Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, hipertensi sistemik, nefrotoksin dan hipoperfusi ginjal, proteinuria, hiperlipidemia ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi : Anemia

Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit, penurunan kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit darah. Selain itu GGK dapat menyebabkan gangguan mukosa lambung (gastripati uremikum) yang sering menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksik uremik pada GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel darah merah menjadi pendek, pada keadaan normal 120 hari menjadi 70 80 hari dan toksik uremik ini dapat mempunya efek inhibisi eritropoiesis

Sesak nafasMenurut saya disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II merangsang pelepasan aldosteron dan ADH ssehingga menyebabkan retensi NaCl dan air ( volume ekstrasel meningkat (hipervolemia) ( volume cairan berlebihan ( ventrikel kiri gagal memompa darah ke perifer ( LVH ( peningkatan tekanan atrium kiri ( peningkatan tekanan vena pulmonalis ( peningkatan tekanan di kapiler paru ( edema paru ( sesak nafas Asidosis

Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+ disertai dengan penurunan kadar bikarbonat (HCO3) dan pH plasma. Patogenesis asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik meliputi penurunan eksresi amonia karena kehilangan sejumlah nefron, penurunan eksresi fosfat, kehilangan sejumlah bikarbonat melalui urin. Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan pH darah. Apabila penurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat dikatakan asidosis metabolik. Asidosis metabolik dpaat menyebabkan gejala saluran cerna seperti mual, muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu gejala khas akibat asidosis metabolik adalah pernapasan kussmaul yang timbul karena kebutuhan untuk meningkatkan eksresi karbon dioksida untuk mengurangi keparahan asidosis

Hipertensi

Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga meningkatkan tekanan darah.

Hiperlipidemia Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak bebas oleh ginjal sehingga menyebabkan hiperlipidemia. Hiperurikemia

Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di dalam darah (hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan menyebabkan pengendapan kristal urat dalam sendi, sehingga sendi akan terlihat membengkak, meradang dan nyeri Hiponatremia

Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran hormon peptida natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus ginjal. Bila fungsi ginjal terus memburuk disertai dengan penurunan jumlah nefron, natriuresis akan meningkat. Hiponatremia yang disertai dengan retensi air yang berlebihan akan menyebabkan dilusi natrium di cairan ekstraseluler. Keadaan hiponetremia ditandai dengan gangguan saluran pencernaan berupa kram, diare dan muntah.

Hiperfosfatemia

Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat sehingga fosfat banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Jika kelarutannya terlampaui, fosfat akan bergabung deng Ca2+ untuk membentuk kalsium fosfat yang sukar larut. Kalsium fosfat yang terpresipitasi akan mengendap di sendi dan kulit ( berturut-turut menyebabkan nyeri sendi dan pruritus)

Hipokalsemia

Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan fosfat. Keadaan hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid sehingga memobilisasi kalsium fosfat dari tulang. Akibatnya terjadi demineralisasi tulang (osteomalasia). Biasanya PTH mampu membuat konsentrasi fosfat di dalam plasma tetap rendah dengan menghambat reabsorbsinya diginjal. Jadi meskipun terjadi mobilisasi kalsium fosfat dari tulang, produksinya di plasma tidak berlebihan dan konsentrasi Ca2+ dapat meningkat. Namun pada insufisiensi ginjal, eksresinya melalui ginjal tidak dapat ditingkatkan sehingga konsentrasi fosfat di plasma meningkat. Selanjutnya konsentrasi CaHPO4 terpresipitasi dan konsentrasi Ca2+ di plasma tetap rendah. Oleh karena itu, rangsangan untuk pelepasan PTH tetap berlangsung. Dalam keadaan perangsangan yang terus-menerus ini, kelenjar paratiroid mengalami hipertrofi bahkan semakin melepaskan lebih banyak PTH. Kelaina yang berkaitan dengan hipokalsemia adalah hiperfosfatemia, osteodistrofi renal dan hiperparatiroidisme sekunder. Karena reseptor PTH selain terdapat di ginjal dan tulang, juga terdapat di banyak organ lain ( sistem saraf, lambung, sel darah dan gonad), diduga PTH berperan dalam terjadinya berbagai kelainan di organ tersebut.

Pembentukan kalsitriol berkurang pada gahal ginjal juga berperan dalam menyebabkan gangguan metabolisme mineral. Biasanya hormon ini merangsang absorpsi kalsium dan fosfat di usus. Namun karena terjadi penurunan kalsitriol, maka menyebabkan menurunnya absorpsi fosfat di usus, hal ini memperberat keadaan hipokalsemia

Hiperkalemia

Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel sel ginjal sehingga mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam plasma. Peningkatan konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan peningkatan sekresi hidrogen, sedangkan sekresi kalium di ginjal akan berkurang sehingga menyebabkan hiperkalemia. Gambaran klinis dari kelainan kalium ini berkaitan dengan sistem saraf dan otot jantung, rangka dan polos sehingga dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon dalam, gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan mental.

Proteinuria

Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari kerusakan ginjal pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan hipertensi. Proteinuria glomerular berkaitan dengan sejumlah penyakit ginjal yang melibatkan glomerulus. Beberapa mekanisme menyebabkan kenaikan permeabilitas glomerulus dan memicu terjadinya glomerulosklerosis. Sehingga molekul protein berukuran besar seperti albumin dan immunoglobulin akan bebas melewati membran filtrasi. Pada keadaan proteinuria berat akan terjadi pengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang disebu dengan sindrom nefrotik.

Uremia

Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari uremia pada GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal sehingga dapat terjadi akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam urin dapat berdifusi ke aliran darah dan menyebabkan toksisitas yang mempengaruhi glomerulus dan mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus ginjal. Bila filtrasi glomerulus kurang dari 10% dari normal, maka gejala klinis uremia mulai terlihat. Pasien akan menunjukkan gejala iritasi traktus gastrointestinal, gangguan neurologis, nafas seperti amonia (fetor uremikum), perikarditis uremia dan pneumonitis uremik. Gangguan pada serebral adapat terjadi pada keadaan ureum yang sangat tinggi dan menyebabkan koma uremikum.F. Diagnosis

a. Gejala klinis

Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan. Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini, penderita menunjukkan gejala gejala fisik yang melibatkan kelainan berbagai organ seperti :

Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor uremik

Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit

Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya konsentrasi menurun, insomnia, gelisah

Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema

Gangguan kelamin : libido menurun, nokturia, oligouria

Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60 % pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30 % mulai terjadi keluhan pada seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG kurang 30 % pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15 % akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal. Pada pasien ini diketahui LFG 2,5 kali normal karena dapat meningkatkan absorpsi fosfat dan kaliun di saluran cerna sehingga mengakibatkan penumpukan garam calcium carbonate di jaringan yang disebut kalsifikasi metastatik, disamping itu juga dapat mengakibatkan penekanan yang berlebihan terhadap kelenjar paratiroid.

iii. Pembatasan cairan dan elektrolit

Pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya edema dan kompikasi kardiovaskular sangat perlu dilakukan. Maka air yang masuk dianjurkan 500 800 ml ditambah jumlah urin. Elektrolit yang harus diawasi asuapannya adalah kalium dan natrium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat obat yang mengandung kalium dan makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5 5,5 mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang diberikan, disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat edema yang terjadi.

6) Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG < 15 ml/mnt. Berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.PrognosisPenyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini, bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu, biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan gejala, sehingga penanganannya seringkali terlambat.2.Hipertensi

a. Definisi6Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga bisa menyebabkan kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain penyakit tersebut dapat pula menyebabkan gagal ginjal, diabetes mellitus dan lain-lain.Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi (tekanan darah sistolik 180 mm Hg dan / atau diastolik 120 mm Hg yang membutuhkan penanganan segera.

Berdasarkan keterlibatan organ target, krisis hipertensi dibagi menjadi dua kelompok yaitu :

Hipertensi darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik 180 mm Hg dan / atau diastolik 120 mm Hg) dengan kerusakan organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam.

Hipertensi mendesak (urgency hypertension) : kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik 180 mm Hg dan / atau diastolik 120 mm Hg) tanpa kerusakan organ target yang progresif atau minimal. Sehingga penurunan tekanan darah bisa dilaksanakan lebih lambat, dalam hitung jam sampai hari.

b. Klasifikasi6Batasan hipertensi ditetapkan dan dikenal dengan ketetapan JNC VII (The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of Hight Blood Pressure). Ketetapan ini juga telah disepakati Badan Kesehatan Dunia (WHO), organisasi hipertensi International (ISH), maupun organisasi hipertensi regional, termasuk Indonesia (InaSH).Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII6

KategoriTekanan Darah SistolikTekanan Darah Diastolik

Normal< 120 mmHg(dan) < 80 mmHg

Pre-hipertensi120-139 mmHg(atau) 80-89 mmHg

Stadium 1140-159 mmHg(atau) 90-99 mmHg

Stadium 2>= 160 mmHg(atau) >= 100 mmHg

c. Diagnosis 7Diagnosis krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosis suatu krisis hipertensi. Anamnesis

Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting ditanyakan : a. Riwayat hipertensi, lama dan beratnya.

b. Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.

c. Usia, sering pada usia 30 70 tahun.

d. Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas ).

e. Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang )

f. Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri dada ).

g. Riwayat penyakit glomerulonefrosis, pyelonefritis.

h. Riwayat kehamilan, tanda- tanda eklampsi.

Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dikedua lengan, mencari kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif, diseksi aorta ). Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas. Auskultasi untuk mendengar ada atau tidak bruit pembuluh darah besar, bising jantung dan ronki paru.

Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium awal : urinalisis, Hb, Ht, ureum, kreatinin, gula darah dan elektrolit.

Pemeriksaan penunjang: elektrokardiografi, foto thorak

Pemeriksaan penunjang lain bila memungkinkan: CT scan kepala, ekokardiogram, ultrasonogram.d. Penatalaksanaan8Penanggulangan hipertensi dengan obat dilakukan bila dengan perubahan gaya hidup tekanan darah belum mencapai target (>140/90 mmHg) atau > 130/80 mmHg pada diabetes atau penyakit ginjal kronik. Pemilihan berdasarkan ada/tidaknya indikasi khusus. Bla tidak ada indikasi khusus pilihan obat juga tergantung pada derajat hipertensi.Sesudah pemakaian obat antihipertensi, pasien harus melakukan follow-up dan pengaturan dosis obat setiap bulannya atau sesudah target tekanan darah tercapai. Serum kalium dan kreatinin harus di monitor setidaknya satu sampai dua kali per tahun. Sesudah target tekanan darah tercapai, follow-up dapat 3-6 bulan sekali.Tabel 2 Pilihan obat pada Indikasi KhususIndikasi KhususDiuretikB BlockerACEIARBCCBAntialdosteron

Gagal Jantung+++++

Pasca MCI+++

Risiko tinggi PJK+++

Diabetes Mellitus+++++

Penyakit ginjal kronik+++

Cegah stoke berulang++

Gambar 1 Algoritma Penanggulangan Hipertensi

Pengobatan pada Indikasi Khusus

Penyakit jantung Iskemik

Penyakit jantung iskemik merupakan kerusakan organ target yang paling sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Pada hipertensi dengan angina pectoris stabil obat pilihan pertama b-blocker dan sebagai alternative calcium channel blocker (CCB). Pada pasien dengan sindroma koroner akut (angina pectoris tidak stabil atau infark miokard), pengobatan hipertensi dimulai dengan BB dan ACEI dan kemudian dapat ditambahkan anti hipertensi lain bila diperlukan. Pada pasien pasca infark miokard, ACEI, BB, dan antagonis aldosteron terbukti sangat mengutungkan tanpa melupakan penatalaksaan profil lipid yang intensif dan penggunaan aspirin.8 Gagal Jantung

Gagal Jantung dalam bentuk disfungsi ventrikel sistolik dan diastolic terutama disebabkan oleh hipertensi dan penyakit jantung iskemik. Sehingga penatalaksaan hipertensi dan profil lipid yang agresif merupakan upaya terjadinya gagal jantung. Pada pasien asimptomatik dengan terbukti disfungsi ventrikel rekomendasinya adalah ACEI dan BB. Pada pasien simptomatik dengan disfungsi ventrikel atau penyakit jantung end stage direkomendasikan untuk menggunakan ACEI, BB dan ARB bersama dengan pemberian diuretik loop.8 Penyakit Arteri Perifer

Kelas IPemberian antihipertensi pada PAP ekstrimitas inferior dengan tujuan untuk mencapai target tekanan darah 20%) dan kadar kalium (hiperkalemia). Usia Lanjut

Pengobatan dimulai jika: (1) tekanan sistolik 160 mmHg bila kondisi harapan hidup baik. (2) Tekanan sistolik 140 bila disertai DM atau merokok atau disertai factor risiko lainya. Obat-obat yang biasanya dipakai meliputi diuretic (HCT) 12,5 mg, terbukti mencegah komplikasi terjadinya penyakit jantung kongestif. Keuntunganya murah dan dapat mencegah kehilangan kalsium tulang. Target tekanan sistolik < 140 mmHg dan target tekanan diastolic sekitar 85-90 mmHg.8 Stroke Iskemik Akut

Tidak direkomendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik akut, kecuali terdapat hipertensi berat dan menetap yaitu > 220 mmHg atau diastolik > 120 mmHg dengan tanda-tanda ensefalopati atau disertai kerusakan target organ lain.8 Stroke Hemoragik Akut

Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan darah sistolik > 140 mmHg: berikan nicardipin/ diltiazem/nimodipin drip dan dititrasi dosisnya sampai dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolic 90 mmHg.8 Diabetes

Indikasi pengobatan jika tekanan darah sistolik 130 mmHg dan atau tekanan diastolik 80 mmHg. Sasaran target penurunan tekanan darah: (1) tekanan darah < 130/80 mmHg. (2) bila disertai proteinuria 1 g/24 jam, target 125/75 mmHg.8Pada pasien diberikan diet protein dan purin. Serta diberikan terapi antihipertensi golongan diuretik atau ACEI/ARB atau Calcium Channel Blocker (CCB) atau beta blocker Pada pasien ini diberikan terapi antihipertensi golongan ARB yaitu valsartan 1x80 mg tab dan golongan Calcium Channel Blocker yaitu amlodipin 1x10 mg tab hingga pasien dipulangkan dengan tekanan darah 130/90 mmHg.pasien pulang paksa.

3. Anemiaa. DefinisiSindrom klinik yang di tandai dengan oleh adanya penurunan hematokrit,hemoglobin dan jumlah eritrosit dalam darah. Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin 10 g% atau hematokrit 30%, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi ferum/serum iron, kapasitas ikat besi total/Total iron binding capacity, ferritin serum), mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolysis dan lain sebagainya. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12g/dl. Berlimpahnya ketersediaan eritropoietin manusia rekombinan (recombinant human erythropoietin, EPO) telah memperbaharui penatalaksanaan anemia pada gagal ginjal kronis. Selain terapi EPO, tindakan lain untuk meringankan anemia pada pasien CRF adalah meminimalkan kehilangan darah dan memberikan vitamin dan transfusi darah. Pada hari perawatan pertama(14-04-2015) didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium hemoglobin 4,7g/dL. Setelah ditransfusi 2 kolf packed red cell (PRC) hasil laboratorium hemoglobin (18-04-2015) meningkat menjadi 7,0 g/dL.. dan pasien mau ditranfusi 2 kolf lagi tetapi pasien dan keluarganya menolak.atau tidak mau transfuse lagi dan hasil pemeriksaan terakhir tanggal 21-04-2014 hemoglobin 5,9dl.DAFTAR PUSTAKA1. Ganong, F. William Buku ajar Fisiologi kedokteran. Penerbit: EGC, 1998.2. Sudoyo,AW, dkkBUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM. Jilid ii edisi v. Interna publishing; Jakarta. . 2009.3. Scorekti k, Jacob Green, Brenner BM. chronic renal failure. Harrison,sprinciples of internal medicine. In: Kasper, Braunwald, Fauci, et al, editors. 16 edition. Vol 1. New york: McGraw-Hiil : 2005. p. 1551-614. Pedoman penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia tahun gebrak malaria 20095. Konsensus Manajemen Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik Edisi II : PERNEFRI, 2011

6. Imam Effendi, H.M.S.Markum dkk. Pada Penyakit Ginjal Kronik Jilid II, PAPDI, 20067. Paul N. Harijanto. Pada Penyakit Penyakit Tropik Infeksi Jilid III, PAPDI, 2006

*)

LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 37) x 63

72 x 28,1 (mg/dl)

= 3,23 ml/menit/1,73m2

*)

LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 Umur) x Berat Badan

72 x kreatinin plasma (mg/dl)

Modifikasi Gaya Hidup

Obat hipertensi inisial

Tanpa indikasi khusus

Dengan indikasi khusus

Hipertensi tingkat I

(sistolik 140-159 mmHg atau diastolik 90-99 mHg)

Diuretik golongan tiazid. Dapat dipertimbangkan pemebrian ACEI, BB, CCB atau kombinasi

Obat-obatan untuk indikasi khusus tersebut ditambah obat antihipertensi (diuretic, ACEI, BB, CCB)

Hipertensi tingkat II

(sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 100 mHg)

Kombinasi dua obat. Biasanya diuretic dengan ACEI atau BB atau CCB

Target tekanan darah terpenuhi

Optimalkan dosis obat atau berikan tambahan obat antihipertensi lain. Perimbangkan untuk konsultasi dengan dokter spesialis

37

Daur Hidup

Skizon

Manusia

Nyamuk Anopheles

Dalam hati

Dalam kelenjar liur

Sporozoit

Hipnozoit

Skizon

Merozoit

Skizon

Ookista

Dalam darah

Dalam lambung

Trofozoit

Merozoit

Makrogametosit

Makrogamet

Zigot = ookinet

Mikrogamet

Mikrogametosit