16
PENDAHULUAN Pterigium adalah suatu pertumbuhan jaringan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif yang berbentuk segitiga dengan puncak di daerah kornea dan basis di konjungtiva bulbi (di fisura palpebra). 1,2 Dahulu pterigium diklasifikasikan sebagai penyakit degeneratif, tetapi saat ini dianggap sebagai kondisi proliferatif, dysplasia, bahkan neoplasma jinak. Pterigium nasal lebih sering timbul dibandingkan pterigium temporal. Umumnya pterigium temporal timbul bersamaan dengan pterigium nasal. 3 Penyebab pterigium sendiri belum diketahui secara pasti, tapi diduga karena faktor iritasi dari luar seperti ultraviolet, sinar matahari, debu, udara yang panas menjadi faktor timbulnya pterigium. Orang yang tinggal di daerah tropik atau subtropik serta bekerja di luar ruangan mempunyai resiko lebih tinggi terjadinya pterigium. 4 Onset terjadinya pterigium antara umur 20 – 30 tahun. 3 Pada fase awal, pterigium muncul tanpa gejala tetapi keluhan kosmetik. Gejala lain yang sering dirasakan seperti mata

Lapkas Pterigium

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pterigium treatment

Citation preview

Page 1: Lapkas Pterigium

PENDAHULUAN

Pterigium adalah suatu pertumbuhan jaringan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat

degeneratif dan invasif yang berbentuk segitiga dengan puncak di daerah kornea dan basis di

konjungtiva bulbi (di fisura palpebra).1,2 Dahulu pterigium diklasifikasikan sebagai penyakit

degeneratif, tetapi saat ini dianggap sebagai kondisi proliferatif, dysplasia, bahkan neoplasma

jinak. Pterigium nasal lebih sering timbul dibandingkan pterigium temporal. Umumnya

pterigium temporal timbul bersamaan dengan pterigium nasal.3

Penyebab pterigium sendiri belum diketahui secara pasti, tapi diduga karena faktor

iritasi dari luar seperti ultraviolet, sinar matahari, debu, udara yang panas menjadi faktor

timbulnya pterigium. Orang yang tinggal di daerah tropik atau subtropik serta bekerja di luar

ruangan mempunyai resiko lebih tinggi terjadinya pterigium.4 Onset terjadinya pterigium antara

umur 20 – 30 tahun.3

Pada fase awal, pterigium muncul tanpa gejala tetapi keluhan kosmetik. Gejala lain

yang sering dirasakan seperti mata iritasi, mata merah, mata kering dan gatal. Gangguan

penglihatan seperti astigmatisma dapat terjadi bila pterigium telah mencapai kornea atau pupil.

Kadang- kadang terjadi diplopia karena adanya keterbatasan gerakan okular. Pada kondisi

lanjut pterigium dapat menyebabkan kebutaan.5

Pterigium dibagi menjadi tiga bagian yaitu body, apex dan cap. Bagian segitiga yang

meninggi pada pterigium dengan dasarnya ke arah kantus dan disebut body, sedangkan bagian

atasnya disebut apex, dan ke arah belakang disebut cap.5 Berdasarkan grade dibagi menjadi 4

grade yaitu grade I berbatas pada limbus, grade II melewati tepi limbus tetapi tidak lebih 2 mm,

Page 2: Lapkas Pterigium

grade III melewati limbus lebih dari 2 mm tetapi tidak melewati pinggiran pupil dan grade IV

sudah melewati pupil.6

Pterigium didiagnosis banding dengan pseudopterigium, pinguecula, pannus dan kista

dermoid.1,7 Pengobatan pterigium tergantung keadaan pterigiumnya sendiri. Beberapa obat

topikal seperti lubrikan, vasokonstriktor atau kortikosteroid digunakan secara aman untuk

menghilangkan gejala.8 Bila pterigium telah mengganggu penglihatan dapat dilakukan tindakan

pembedahan kombinasi eksisi dan autograf konjungtiva. Untuk mencegah progresivitas

lindungi mata dari paparan sinar matahari, debu dan udara yang kering dengan kacamata

pelindung UV.1,9

Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus dengan diagnosis pterigium stadium II

okulus dekstra dan sinistra bagian nasal pada pasien yang datang berobat ke Poliklinik Mata

RSU Prof. dr. R. D. Kandou.

Page 3: Lapkas Pterigium

LAPORAN KASUS

Seorang penderita perempuan, umur 61 tahun, bangsa Indonesia, suku Minahasa,

pekerjaan petani, alamat Desa Kaima, agama Kristen Katolik, datang ke poliklinik mata RSUP

Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada tanggal 07 Maret 2013 dengan keluhan utama mata

kanan dan kiri terasa perih.

ANAMNESIS

Mata kanan dan kiri dirasakan perih sejak 3 minggu yang lalu dan disertai pandangan

kabur. Keluhan ini juga disertai dengan rasa mengganjal pada mata dan mata terasa gatal.

Perasaan mengganjal membuat pasien sering menggosok- gosok matanya sehingga mata

berwarna merah. Rasa gatal sering diikuti dengan pengeluaran air mata yang berlebihan.

Keluhan ini terutama timbul bila pasien beraktifitas di luar rumah yaitu bila terkena sinar

matahari atau debu. Pekerjaan penderita sebagai petani cukup terganggu dengan keluhan

tersebut.

Riwayat trauma mata disangkal penderita. Riwayat penyakit dahulu seperti darah tinggi

dan penyakit gula disangkal penderita. Riwayat alergi disangkal penderita. Penderita baru

pertama kali menderita sakit seperti ini. Riwayat penyakit keluarga hanya penderita yang sakit

seperti ini.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Pada pemeriksaan fisik status generalis didapatkan keadaan umum cukup, kesadaran

kompos mentis, dengan tanda- tanda vital tensi 110/80 mmHg, nadi 76 kali/menit, respirasi 20

kali/menit, suhu badan 36,6°C, kepala dan leher simetris, jantung dan paru dalam batas normal,

Page 4: Lapkas Pterigium

abdomen datar, lemas, BU (+) normal, hepar dan lien tidak teraba, ekstremitas akral hangat,

edema (-) tofi (-).

Dari status psikiatri penderita bersikap kooperatif, ekspresi wajar dan sikap ditunjukkan

cukup baik. Pemeriksaan neurologis, motorik dan sensibilitas baik, ada refleks fisiologis,

refleks patologis tidak ada.

Status Oftalmologis

Pada pemeriksaan subjektif diperoleh visus okulus dekstra 6/45, dikoreksi dengan lensa

S-1.50 C-1.25 x 180 PH (-) 6/7.5 add S+3.00 dan visus okulus sinistra 6/7.5, dikoreksi dengan

S-0.50 6/6 add S+3.00. Pada pemeriksaan objektif okulus dekstra didapatkan lakrimasi (+).

Segmen anterior: palpebra edema (-), konjungtiva hiperemis (+), bagian nasal konjungtiva

bulbi terdapat membran fibrovaskuler dengan apeks yang melewati tepi limbus tetapi tidak

lebih 2 mm, kornea jernih, COA dalam, pupil bulat Ø 3mm, iris dalam batas normal, reflex

cahaya (+), lensa jernih. Segmen posterior: refleks fundus (+) uniform. Pada pemeriksaan

objektif okulus sinistra didapatkan lakrimasi (+). Segmen anterior: palpebra edema (-),

lakrimasi (+), konjungtiva hiperemis (-), bagian nasal konjungtiva bulbi terdapat membran

fibrovaskuler dengan apeks yang melewati tepi limbus tetapi tidak lebih 2 mm, kornea jernih,

COA dalam, pupil bulat Ø 3mm, iris dalam batas normal, refleks cahaya (+), lensa jernih.

Segmen posterior: refleks fundus (+) uniform.

Pemeriksaan tekanan intraokuler dengan tonomometer Schiotz didapatkan tekanan

intraokuler mata kanan dan kiri yaitu 13,4 mmHg. Pemeriksaan Pupil Distance didapatkan

64/62.

Page 5: Lapkas Pterigium

RESUME

Penderita perempuan 61 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou

pada tanggal 7 Maret 2013 dengan keluhan utama mata kanan dan kiri terasa perih. Keluhan

dirasakan 3 minggu yang lalu. Mata perih disertai mata merah, pandangan kabur, rasa

mengganjal, dan terasa gatal. Penderita baru pertama kali menderita sakit seperti ini dan

riwayat penyakit keluarga hanya penderita yang sakit seperti ini.

Status generalis dalam batas normal. Status oftalmoslogis : pada pemeriksaan subjektif

didapatkan visus okulus dekstra 6/45, dikoreksi dengan lensa S-1.50 C-1.25 x 180 PH (-) 6/7.5

add S+3.00 dan visus okulus sinistra 6/7.5, dikoreksi dengan S-0.50 6/6 add S+3.00.

Pemeriksaan objektif OD didapatkan konjungtiva hiperemis, adanya lakrimasi, bagian nasal

konjungtiva bulbi terdapat membran fibrovaskuler dengan apeks yang melewati tepi limbus

tetapi tidak lebih dari 2 mm. Pemeriksaan objektif OS didapatkan konjungtiva tidak hiperemis,

adanya lakrimasi, bagian nasal konjungtiva bulbi terdapat membran fibrovaskuler dengan apeks

yang melewati tepi limbus tetapi tidak lebih dari 2 mm. Pemeriksaan lainnya dalam batas

normal.

DIAGNOSIS

OD : Pterigium Grade II + Miopia + Astigmatisma + Presbiopia

OS : Pterigium Grade II + Miopia + Presbiopia

PENANGANAN

Terapi medikamentosa yaitu kombinasi tobramycin dan dexamethasone eye drops 3x1 gtt OD,

Cendo Lyteers eye drops 4x1 gtt ODS. Penderita direncanakan untuk ekstirpasi pterigium OS.

PROGNOSIS

Dubia ad bonam

Page 6: Lapkas Pterigium

PEMBAHASAN

Diagnosis pada penderita ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

oftalmologis. Dari anamnesis didapatkan adanya gejala berupa mata perih, merah, gatal, rasa

mengganjal pada mata. Selain itu, pada penderita didapatkan adanya keluhan pandangan kabur

yang dibuktikan dengan pemeriksaan objektif Snellen Chart dimana visus okulus dekstra 6/45

dan visus oculus sinistra 6/7.5. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa gejala pterigium bisa

tanpa atau dengan gejala seperti mata perih, mata merah, rasa mengganjal di mata, mata berair,

gatal dan penglihatan kabur.1,5

Penderita ini didiagnosa dengan pterigium grade II pada okulus sinistra dan dekstra

sebab dari pemeriksaan objektif didapatkan membran fibrovaskuler dengan apeks yang

melewati tepi limbus tetapi tidak lebih dari 2 mm. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa

pterigium dibagi menjadi 4 grade yaitu dimana grade I berbatas pada limbus, grade II melewati

tepi limbus tetapi tidak lebih 2 mm, grade III melewati limbus lebih dari 2 mm tetapi tidak

melewati pinggiran pupil dan grade IV sudah melewati pupil.6

Penderita ini tidak didiagnosa banding dengan pseudopterigium karena pseudopterigium

dapat terjadi akibat inflamasi permukaan okular sebelumnya seperti trauma atau ulkus kornea

sedangkan penderita tidak memiliki riwayat trauma mata.5 Selain itu, berdasarkan anamnesis

dan pemeriksaan oftalmologis sudah mendukung diagnosis pterigium.

Penyebab terjadinya pterigium belum diketahui secara pasti. Tetapi faktor resiko seperti

sinar ultraviolet, debu, udara yang panas menjadi faktor timbulnya pterigium. Ptergium juga

banyak ditemukan di daerah tropik dan subtropik serta pada orang yang sering beraktifitas di

luar rumah.4 Dari anamnesis didapatkan pekerjaan penderita adalah seorang petani yang

Page 7: Lapkas Pterigium

mengharuskan melakukan kegiatan di luar rumah sehingga memberikan resiko terjadinya

pterigium.

Penanganan yang diberikan pada penderita ini yaitu tindakan bedah dan

medikamentosa. Pada medikamentosa diberikan Tobroson tetes mata dengan dosis 3x1 tetes

dan Cendo Lyteers tetes mata dengan dosis 4x1 tetes. Tobroson mengandung tobramycin dan

dexamethasone yang merupakan obat golongan kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi.

Cendo Lyteers mengandung sodium klorida dan kalium klorida sebagai lubrikan untuk menjaga

mata agar tetap licin dan lembut.8 Penderita direncanakan melakukan tindakan ekstirpasi

pterigium karena telah mengganggu aktifitas penderita dan menyebabkan gangguan

penglihatan. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa indikasi dilakukannya operasi ekstirpasi

pterigium yaitu karena masalah kosmetik dan atau adanya gangguan penglihatan, pertumbuhan

pterigium yang signifikan, pergerakan bola mata yang terganggu/terbatas, dan bersifat

progresif.5,7

Beberapa teknik operasi ekstirpasi pterigium antara lain:10, 11

1. Bare sclera : bertujuan untuk menyatukan kembali konjungtiva dengan permukaan sklera.

Kerugian dari teknik ini adalah tingginya tingkat rekurensi pasca pembedahan yang dapat

mencapai 40-75%.

2. Simple closure : menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka, diman teknik ini

dilakukan bila luka pada konjuntiva relatif kecil.

3. Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi untuk

memungkinkan dilakukannya penempatan flap.

4. Rotational flap : dibuat insisi berbentuk huruf U di sekitar luka bekas eksisi untuk 

membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang kemudian diletakkan pada bekas eksisi.

Page 8: Lapkas Pterigium

5. Conjungtival graft : menggunakan free graft yang biasanya diambil dari konjungtiva bulbi

bagian superior, dieksisi sesuai dengan ukuran luka kemudian dipindahkan dan dijahit atau

difiksasi dengan bahan perekat jaringan (misalnyaTisseel VH, Baxter Healthcare, Dearfield,

Illionis, Fibrin Glue).

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pterygium meliputi sebagai

berikut:12, 13

Pra-operatif:

1. Astigmat

Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterygium adalah astigmat karena

pterygium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya mekanisme

penarikan oleh pterygium serta terdapat pendataran daripada meridian horizontal pada

kornea yang berhubungan dengan adanya astigmat. Mekanisme pendataran itu sendiri

belum jelas.

2. Kemerahan

3. Iritasi

4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea

5. Keterlibatan yang luas otot ekstraokular dapat membatasi penglihatan dan 

menyebabkan diplopia.

Intra-operatif:

            Nyeri, iritasi, kemerahan, graft oedema, corneoscleral dellen (thinning), dan perdarahan

subkonjungtival dapat terjadi akibat tindakan eksisi dengan conjunctival autografting, namun

komplikasi ini secara umum bersifat sementara dan tidak mengancam penglihatan. 13

Page 9: Lapkas Pterigium

Pasca-operatif:

Komplikasi pasca eksisi adalah sebagai berikut:

1. Infeksi, reaksi bahan jahitan, diplopia, jaringan parut, parut kornea, graft konjungtiva

longgar, perforasi mata, perdarahan vitreus dan ablasi retina.

2. Penggunaan mitomycin C post operasi dapat menyebabkan ektasia atau nekrosis

sklera dan kornea

3. Pterygium rekuren.

Prognosis penderita ini adalah dubia ad bonam. Menurut kepustakaan umumnya

pterigium bertumbuh secara perlahan dan jarang menyebabkan kerusakan yang bermakna,

karena itu prognosisnya adalah baik.9 Selain itu, dengan dilakukan ekstirpasi maka dapat

memperbaiki gangguan penglihatan dan indikasi kosmetik.

Pada penderita ini dianjurkan untuk menggunakan kacamata atau topi bila hendak

beraktivitas di luar rumah. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa sinar matahari merupakan

sumber ultraviolet yang paling besar sehingga hindari bekerja di tempat yang terbuka,

pembatasan lama paparan pada radiasi ultraviolet dan jika diperlukan gunakan topi yang

berdiameter besar dan kacamata anti ultraviolet.4,7

Page 10: Lapkas Pterigium

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2012. h. 116

2. Wijana N. Kelainan konjungtiva. Dalam: Ilmu penyakit mata. Jakarta. 1989. h. 41-42

3. Johnson GJ. Pterygium. In: Johnson GJ, Minassian DC, Weale RA, West SK. The

epidemiology of eye disease. 2nd ed. London: Arnold; 2003. p. 218

4. Hirst LW. Distribution, risk factor and epidemiology of pterygium. In: Taylor HR.

Pterygium. Netherlands: Kugler Publications; 2000. p. 15-21

5. Khurana AK. Disease of the conjungtiva. In: Compherensive ophthalmology. 4th ed.

New Delhi: New Age International Limited Publisher; 2007. p.91-93

6. Anonymous. Pterygium. 2012. Available from: http://sukma-

infokesehatan.blogspot.com/. Diakses tanggal 17 September 2012

7. Simon G, Simon S, Simon JM, Saloria PT. Conjungtiva. In: Agarwal A. Handbook of

ophthalmology. United States of America: SLACK Incorporated; 2006. p. 194-196

8. Fisher JP. Pterygium Medication. 2011. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/1192527-medication. Diakses tanggal 17

September 2012

9. Basak SK. External Eye Disease. In: Saxena S. Clinical ophthalmology: medical and

surgical approach. 2nd ed. New Delhi: JP Medical Ltd; 2011. p.32-33

10. Nassaralla BA, Nassaralla JJ. Pterygium Surgery. In: Garg A, Alio JL. Oculoplasty and

reconstructive surgery. 1st ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd;

2010. p. 117

11. Anonymus. Pterigium. [online] 2009. Available

from : http://www.dokter-online.org/index.php.htm .

12. Jerome P Fisher, Pterygium. [online]. 2011 Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview

13. Anonim. Pterygium. [online] 2007. Available from :http://bestpractice.bmj.com/best-

practice/monograph/963/follow-up/complications.html

Page 11: Lapkas Pterigium

LAPORAN KASUS

PTERIGIUM NASALIS STADIUM II

OKULUS DEKSTRA ET SINISTRA

Oleh :

Miranda L. Pasandaran

080111 195

Pembimbing :

Dr. dr. Ny. J. S. M. Manoppo – Saerang, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2013