Upload
denis-christian-lampus
View
96
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pterigium treatment
Citation preview
PENDAHULUAN
Pterigium adalah suatu pertumbuhan jaringan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif yang berbentuk segitiga dengan puncak di daerah kornea dan basis di
konjungtiva bulbi (di fisura palpebra).1,2 Dahulu pterigium diklasifikasikan sebagai penyakit
degeneratif, tetapi saat ini dianggap sebagai kondisi proliferatif, dysplasia, bahkan neoplasma
jinak. Pterigium nasal lebih sering timbul dibandingkan pterigium temporal. Umumnya
pterigium temporal timbul bersamaan dengan pterigium nasal.3
Penyebab pterigium sendiri belum diketahui secara pasti, tapi diduga karena faktor
iritasi dari luar seperti ultraviolet, sinar matahari, debu, udara yang panas menjadi faktor
timbulnya pterigium. Orang yang tinggal di daerah tropik atau subtropik serta bekerja di luar
ruangan mempunyai resiko lebih tinggi terjadinya pterigium.4 Onset terjadinya pterigium antara
umur 20 – 30 tahun.3
Pada fase awal, pterigium muncul tanpa gejala tetapi keluhan kosmetik. Gejala lain
yang sering dirasakan seperti mata iritasi, mata merah, mata kering dan gatal. Gangguan
penglihatan seperti astigmatisma dapat terjadi bila pterigium telah mencapai kornea atau pupil.
Kadang- kadang terjadi diplopia karena adanya keterbatasan gerakan okular. Pada kondisi
lanjut pterigium dapat menyebabkan kebutaan.5
Pterigium dibagi menjadi tiga bagian yaitu body, apex dan cap. Bagian segitiga yang
meninggi pada pterigium dengan dasarnya ke arah kantus dan disebut body, sedangkan bagian
atasnya disebut apex, dan ke arah belakang disebut cap.5 Berdasarkan grade dibagi menjadi 4
grade yaitu grade I berbatas pada limbus, grade II melewati tepi limbus tetapi tidak lebih 2 mm,
grade III melewati limbus lebih dari 2 mm tetapi tidak melewati pinggiran pupil dan grade IV
sudah melewati pupil.6
Pterigium didiagnosis banding dengan pseudopterigium, pinguecula, pannus dan kista
dermoid.1,7 Pengobatan pterigium tergantung keadaan pterigiumnya sendiri. Beberapa obat
topikal seperti lubrikan, vasokonstriktor atau kortikosteroid digunakan secara aman untuk
menghilangkan gejala.8 Bila pterigium telah mengganggu penglihatan dapat dilakukan tindakan
pembedahan kombinasi eksisi dan autograf konjungtiva. Untuk mencegah progresivitas
lindungi mata dari paparan sinar matahari, debu dan udara yang kering dengan kacamata
pelindung UV.1,9
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus dengan diagnosis pterigium stadium II
okulus dekstra dan sinistra bagian nasal pada pasien yang datang berobat ke Poliklinik Mata
RSU Prof. dr. R. D. Kandou.
LAPORAN KASUS
Seorang penderita perempuan, umur 61 tahun, bangsa Indonesia, suku Minahasa,
pekerjaan petani, alamat Desa Kaima, agama Kristen Katolik, datang ke poliklinik mata RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada tanggal 07 Maret 2013 dengan keluhan utama mata
kanan dan kiri terasa perih.
ANAMNESIS
Mata kanan dan kiri dirasakan perih sejak 3 minggu yang lalu dan disertai pandangan
kabur. Keluhan ini juga disertai dengan rasa mengganjal pada mata dan mata terasa gatal.
Perasaan mengganjal membuat pasien sering menggosok- gosok matanya sehingga mata
berwarna merah. Rasa gatal sering diikuti dengan pengeluaran air mata yang berlebihan.
Keluhan ini terutama timbul bila pasien beraktifitas di luar rumah yaitu bila terkena sinar
matahari atau debu. Pekerjaan penderita sebagai petani cukup terganggu dengan keluhan
tersebut.
Riwayat trauma mata disangkal penderita. Riwayat penyakit dahulu seperti darah tinggi
dan penyakit gula disangkal penderita. Riwayat alergi disangkal penderita. Penderita baru
pertama kali menderita sakit seperti ini. Riwayat penyakit keluarga hanya penderita yang sakit
seperti ini.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Pada pemeriksaan fisik status generalis didapatkan keadaan umum cukup, kesadaran
kompos mentis, dengan tanda- tanda vital tensi 110/80 mmHg, nadi 76 kali/menit, respirasi 20
kali/menit, suhu badan 36,6°C, kepala dan leher simetris, jantung dan paru dalam batas normal,
abdomen datar, lemas, BU (+) normal, hepar dan lien tidak teraba, ekstremitas akral hangat,
edema (-) tofi (-).
Dari status psikiatri penderita bersikap kooperatif, ekspresi wajar dan sikap ditunjukkan
cukup baik. Pemeriksaan neurologis, motorik dan sensibilitas baik, ada refleks fisiologis,
refleks patologis tidak ada.
Status Oftalmologis
Pada pemeriksaan subjektif diperoleh visus okulus dekstra 6/45, dikoreksi dengan lensa
S-1.50 C-1.25 x 180 PH (-) 6/7.5 add S+3.00 dan visus okulus sinistra 6/7.5, dikoreksi dengan
S-0.50 6/6 add S+3.00. Pada pemeriksaan objektif okulus dekstra didapatkan lakrimasi (+).
Segmen anterior: palpebra edema (-), konjungtiva hiperemis (+), bagian nasal konjungtiva
bulbi terdapat membran fibrovaskuler dengan apeks yang melewati tepi limbus tetapi tidak
lebih 2 mm, kornea jernih, COA dalam, pupil bulat Ø 3mm, iris dalam batas normal, reflex
cahaya (+), lensa jernih. Segmen posterior: refleks fundus (+) uniform. Pada pemeriksaan
objektif okulus sinistra didapatkan lakrimasi (+). Segmen anterior: palpebra edema (-),
lakrimasi (+), konjungtiva hiperemis (-), bagian nasal konjungtiva bulbi terdapat membran
fibrovaskuler dengan apeks yang melewati tepi limbus tetapi tidak lebih 2 mm, kornea jernih,
COA dalam, pupil bulat Ø 3mm, iris dalam batas normal, refleks cahaya (+), lensa jernih.
Segmen posterior: refleks fundus (+) uniform.
Pemeriksaan tekanan intraokuler dengan tonomometer Schiotz didapatkan tekanan
intraokuler mata kanan dan kiri yaitu 13,4 mmHg. Pemeriksaan Pupil Distance didapatkan
64/62.
RESUME
Penderita perempuan 61 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
pada tanggal 7 Maret 2013 dengan keluhan utama mata kanan dan kiri terasa perih. Keluhan
dirasakan 3 minggu yang lalu. Mata perih disertai mata merah, pandangan kabur, rasa
mengganjal, dan terasa gatal. Penderita baru pertama kali menderita sakit seperti ini dan
riwayat penyakit keluarga hanya penderita yang sakit seperti ini.
Status generalis dalam batas normal. Status oftalmoslogis : pada pemeriksaan subjektif
didapatkan visus okulus dekstra 6/45, dikoreksi dengan lensa S-1.50 C-1.25 x 180 PH (-) 6/7.5
add S+3.00 dan visus okulus sinistra 6/7.5, dikoreksi dengan S-0.50 6/6 add S+3.00.
Pemeriksaan objektif OD didapatkan konjungtiva hiperemis, adanya lakrimasi, bagian nasal
konjungtiva bulbi terdapat membran fibrovaskuler dengan apeks yang melewati tepi limbus
tetapi tidak lebih dari 2 mm. Pemeriksaan objektif OS didapatkan konjungtiva tidak hiperemis,
adanya lakrimasi, bagian nasal konjungtiva bulbi terdapat membran fibrovaskuler dengan apeks
yang melewati tepi limbus tetapi tidak lebih dari 2 mm. Pemeriksaan lainnya dalam batas
normal.
DIAGNOSIS
OD : Pterigium Grade II + Miopia + Astigmatisma + Presbiopia
OS : Pterigium Grade II + Miopia + Presbiopia
PENANGANAN
Terapi medikamentosa yaitu kombinasi tobramycin dan dexamethasone eye drops 3x1 gtt OD,
Cendo Lyteers eye drops 4x1 gtt ODS. Penderita direncanakan untuk ekstirpasi pterigium OS.
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
PEMBAHASAN
Diagnosis pada penderita ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
oftalmologis. Dari anamnesis didapatkan adanya gejala berupa mata perih, merah, gatal, rasa
mengganjal pada mata. Selain itu, pada penderita didapatkan adanya keluhan pandangan kabur
yang dibuktikan dengan pemeriksaan objektif Snellen Chart dimana visus okulus dekstra 6/45
dan visus oculus sinistra 6/7.5. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa gejala pterigium bisa
tanpa atau dengan gejala seperti mata perih, mata merah, rasa mengganjal di mata, mata berair,
gatal dan penglihatan kabur.1,5
Penderita ini didiagnosa dengan pterigium grade II pada okulus sinistra dan dekstra
sebab dari pemeriksaan objektif didapatkan membran fibrovaskuler dengan apeks yang
melewati tepi limbus tetapi tidak lebih dari 2 mm. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa
pterigium dibagi menjadi 4 grade yaitu dimana grade I berbatas pada limbus, grade II melewati
tepi limbus tetapi tidak lebih 2 mm, grade III melewati limbus lebih dari 2 mm tetapi tidak
melewati pinggiran pupil dan grade IV sudah melewati pupil.6
Penderita ini tidak didiagnosa banding dengan pseudopterigium karena pseudopterigium
dapat terjadi akibat inflamasi permukaan okular sebelumnya seperti trauma atau ulkus kornea
sedangkan penderita tidak memiliki riwayat trauma mata.5 Selain itu, berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan oftalmologis sudah mendukung diagnosis pterigium.
Penyebab terjadinya pterigium belum diketahui secara pasti. Tetapi faktor resiko seperti
sinar ultraviolet, debu, udara yang panas menjadi faktor timbulnya pterigium. Ptergium juga
banyak ditemukan di daerah tropik dan subtropik serta pada orang yang sering beraktifitas di
luar rumah.4 Dari anamnesis didapatkan pekerjaan penderita adalah seorang petani yang
mengharuskan melakukan kegiatan di luar rumah sehingga memberikan resiko terjadinya
pterigium.
Penanganan yang diberikan pada penderita ini yaitu tindakan bedah dan
medikamentosa. Pada medikamentosa diberikan Tobroson tetes mata dengan dosis 3x1 tetes
dan Cendo Lyteers tetes mata dengan dosis 4x1 tetes. Tobroson mengandung tobramycin dan
dexamethasone yang merupakan obat golongan kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi.
Cendo Lyteers mengandung sodium klorida dan kalium klorida sebagai lubrikan untuk menjaga
mata agar tetap licin dan lembut.8 Penderita direncanakan melakukan tindakan ekstirpasi
pterigium karena telah mengganggu aktifitas penderita dan menyebabkan gangguan
penglihatan. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa indikasi dilakukannya operasi ekstirpasi
pterigium yaitu karena masalah kosmetik dan atau adanya gangguan penglihatan, pertumbuhan
pterigium yang signifikan, pergerakan bola mata yang terganggu/terbatas, dan bersifat
progresif.5,7
Beberapa teknik operasi ekstirpasi pterigium antara lain:10, 11
1. Bare sclera : bertujuan untuk menyatukan kembali konjungtiva dengan permukaan sklera.
Kerugian dari teknik ini adalah tingginya tingkat rekurensi pasca pembedahan yang dapat
mencapai 40-75%.
2. Simple closure : menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka, diman teknik ini
dilakukan bila luka pada konjuntiva relatif kecil.
3. Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi untuk
memungkinkan dilakukannya penempatan flap.
4. Rotational flap : dibuat insisi berbentuk huruf U di sekitar luka bekas eksisi untuk
membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang kemudian diletakkan pada bekas eksisi.
5. Conjungtival graft : menggunakan free graft yang biasanya diambil dari konjungtiva bulbi
bagian superior, dieksisi sesuai dengan ukuran luka kemudian dipindahkan dan dijahit atau
difiksasi dengan bahan perekat jaringan (misalnyaTisseel VH, Baxter Healthcare, Dearfield,
Illionis, Fibrin Glue).
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pterygium meliputi sebagai
berikut:12, 13
Pra-operatif:
1. Astigmat
Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterygium adalah astigmat karena
pterygium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya mekanisme
penarikan oleh pterygium serta terdapat pendataran daripada meridian horizontal pada
kornea yang berhubungan dengan adanya astigmat. Mekanisme pendataran itu sendiri
belum jelas.
2. Kemerahan
3. Iritasi
4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
5. Keterlibatan yang luas otot ekstraokular dapat membatasi penglihatan dan
menyebabkan diplopia.
Intra-operatif:
Nyeri, iritasi, kemerahan, graft oedema, corneoscleral dellen (thinning), dan perdarahan
subkonjungtival dapat terjadi akibat tindakan eksisi dengan conjunctival autografting, namun
komplikasi ini secara umum bersifat sementara dan tidak mengancam penglihatan. 13
Pasca-operatif:
Komplikasi pasca eksisi adalah sebagai berikut:
1. Infeksi, reaksi bahan jahitan, diplopia, jaringan parut, parut kornea, graft konjungtiva
longgar, perforasi mata, perdarahan vitreus dan ablasi retina.
2. Penggunaan mitomycin C post operasi dapat menyebabkan ektasia atau nekrosis
sklera dan kornea
3. Pterygium rekuren.
Prognosis penderita ini adalah dubia ad bonam. Menurut kepustakaan umumnya
pterigium bertumbuh secara perlahan dan jarang menyebabkan kerusakan yang bermakna,
karena itu prognosisnya adalah baik.9 Selain itu, dengan dilakukan ekstirpasi maka dapat
memperbaiki gangguan penglihatan dan indikasi kosmetik.
Pada penderita ini dianjurkan untuk menggunakan kacamata atau topi bila hendak
beraktivitas di luar rumah. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa sinar matahari merupakan
sumber ultraviolet yang paling besar sehingga hindari bekerja di tempat yang terbuka,
pembatasan lama paparan pada radiasi ultraviolet dan jika diperlukan gunakan topi yang
berdiameter besar dan kacamata anti ultraviolet.4,7
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2012. h. 116
2. Wijana N. Kelainan konjungtiva. Dalam: Ilmu penyakit mata. Jakarta. 1989. h. 41-42
3. Johnson GJ. Pterygium. In: Johnson GJ, Minassian DC, Weale RA, West SK. The
epidemiology of eye disease. 2nd ed. London: Arnold; 2003. p. 218
4. Hirst LW. Distribution, risk factor and epidemiology of pterygium. In: Taylor HR.
Pterygium. Netherlands: Kugler Publications; 2000. p. 15-21
5. Khurana AK. Disease of the conjungtiva. In: Compherensive ophthalmology. 4th ed.
New Delhi: New Age International Limited Publisher; 2007. p.91-93
6. Anonymous. Pterygium. 2012. Available from: http://sukma-
infokesehatan.blogspot.com/. Diakses tanggal 17 September 2012
7. Simon G, Simon S, Simon JM, Saloria PT. Conjungtiva. In: Agarwal A. Handbook of
ophthalmology. United States of America: SLACK Incorporated; 2006. p. 194-196
8. Fisher JP. Pterygium Medication. 2011. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-medication. Diakses tanggal 17
September 2012
9. Basak SK. External Eye Disease. In: Saxena S. Clinical ophthalmology: medical and
surgical approach. 2nd ed. New Delhi: JP Medical Ltd; 2011. p.32-33
10. Nassaralla BA, Nassaralla JJ. Pterygium Surgery. In: Garg A, Alio JL. Oculoplasty and
reconstructive surgery. 1st ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd;
2010. p. 117
11. Anonymus. Pterigium. [online] 2009. Available
from : http://www.dokter-online.org/index.php.htm .
12. Jerome P Fisher, Pterygium. [online]. 2011 Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
13. Anonim. Pterygium. [online] 2007. Available from :http://bestpractice.bmj.com/best-
practice/monograph/963/follow-up/complications.html
LAPORAN KASUS
PTERIGIUM NASALIS STADIUM II
OKULUS DEKSTRA ET SINISTRA
Oleh :
Miranda L. Pasandaran
080111 195
Pembimbing :
Dr. dr. Ny. J. S. M. Manoppo – Saerang, Sp.M (K)
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2013