Laporan Akhir Kegiatan Inkubasi Ubi Kayu Dan Penepungan I Th 2012

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ubi Kayu

Citation preview

  • 1

    LAPORAN TEKNIK

    INKUBASI SKALA TERBATAS PRODUKSI BIBIT DAN TEPUNG

    UBI KAYU KAYA BETA-KAROTEN DAN PROTEIN BAHAN

    BAKU INDUSTRI MAKANAN SEHAT

    NAMA NIP

    AHMAD FATHONI, M.Eng : 198307172010121001

    Dr. N. SRI HARTATI, M.Si : 196912261993032001

    NUR KARTIKA INDAH M., STP *) : 198703302010122001

    NANANG TARYANA : 196503311985031003

    PUSAT PENELITIAN BIOTEKNOLOGI

    LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

    JL. RAYA BOGOR KM. 46, CIBINONG, BOGOR, JAWA BARAT

    *) BALAI BESAR PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA

    LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

    JL. K.S. TUBUN NO. 5, SUBANG, JAWA BARAT

    2012

  • 2

    INKUBASI SKALA TERBATAS PRODUKSI BIBIT DAN TEPUNG

    UBI KAYU KAYA BETA-KAROTEN DAN PROTEIN BAHAN

    BAKU INDUSTRI MAKANAN SEHAT

    Ahmad Fathoni, N. Sri Hartati, Nur Kartika Indah Mayasti*, Nanang

    Taryana.

    Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong

    *) Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna LIPI Subang

    Email: [email protected]

    ABSTRAK

    Ubi kayu bernutrisi unggul seperti kaya beta-karoten dan protein

    merupakan salah satu komoditas pangan non beras yang memiliki potensi

    untuk dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif guna mendukung

    ketahanan pangan di Indonesia. Dalam rangka pengembangan ubi kayu

    dengan karakteristik tersebut diperlukan teknologi inovatif yang mampu

    meningkatkan produktivitas tanaman, kualitas hasil dan bahkan nilai

    tambah produknya seperti tepung atau pati. Dalam penelitian ini, digunakan

    dua genotip ubi kayu unggul yang memiliki kandungan beta-karoten dan

    protein tinggi yaitu Mentega 2 dan Adira 1. Upaya peningkatkan

  • 3

    produktivitas ubi kayu dilakukan melalui aplikasi pupuk organik hayati

    (POH) LIPI Beyonic StarTmik@Lob dengan dosis 25 ml/L sedangkan

    inovasi teknologi pascapanen pengolahan hasil untuk memperoleh tepung

    ubi kayu kaya beta-karoten dan protein dilakukan melalui optimasi

    teknologi penepungan dengan variasi jenis bahan perendam (Asam

    Askorbat 0.3%, Sodium Bisulfit 0.3% dan Gum Arab:Dextrin (1:1) 8%)

    dan suhu pengeringan (40C dan 50C) untuk mempertahankan kandungan

    nutrisi tepung sehingga meningkatkan nilai tambah produknya sebagai

    pangan fungsional. Inovasi teknologi tersebut diharapkan mampu

    diaplikasikan (alih teknologi) di industri penepungan untuk produksi tepung

    ubi kayu kaya beta-karoten dan protein skala komersial dan diminati dalam

    hal keunggulan nutrisinya. Hasil panen ubi kayu genotip Mentega 2 umur 8

    bulan menunjukkan bahwa penggunaan POH mampu meningkatkan berat

    umbi rata-rata per tanaman hingga 26% (1614.75 gram) dibandingkan

    dengan ubi kayu tanpa POH (1279.32 gram). Hasil analisa beta-karoten dan

    protein pada produk tepung yang stabil (penurunannya dibanding umbi

    segar paling rendah) dan tinggi diperoleh dari perlakuan menggunakan

    bahan Sodium bisulfit dengan pengeringan pada suhu 40C. Kadar beta-

    karoten dan protein dalam umbi segar berkisar 8.05g/g dan 3.59%, dan

    tepung hasil optimasi dengan sodium bisulfit sebesar 9.44 g/g dan 2.41%.

    Kadar beta-karoten dan protein dalam tepung mengalami penurunan yang

  • 4

    cukup signifikan menjadi 4.15 g/g dan 1.9% dengan menggunakan asam

    askorbat sebagai bahan perendam. Pada tahap alih teknologi, melalui

    kerjasama dengan UKM, dilakukan modifikasi metode penepungan yang

    disesuaikan dengan kondisi proses yang dimiliki industri yaitu pada tahap

    pembuatan chip ubi kayu dan pengeringan. Hasil analisa beta-karoten dan

    protein dalam tepung hasil yang di proses di mitra usaha menunjukkan

    penurunan beta-karoten yang sangat signifikan mencapai 55.82 % atau dari

    4.21 g/g pada umbi segar menjadi 1.86 g/g pada tepung.

    Kata kunci: Ubi kayu, tepung ubi kayu, beta-karoten, protein, ketahanan

    pangan, inovasi teknologi.

    ABSTRACT

    Superior cassava (Manihot esculenta Crantz.) comprising high beta-

    carotene and protein is one of non-rice food commodity which has potential

    to be developed as alternative food to support food security in Indonesia. In

    the development of cassava with those characteristics, innovative

    technologies are required for improvement of cassava productivity, product

    quality and added value of product such as cassava flour or starch. In this

    research, two superior genotype of cassava; Mentega 2 and Adira 1

  • 5

    containing high beta-carotene and protein were used. The improvement of

    cassava productivity was done by applying organic fertilizer technology

    (POH) Beyonic StarTmik@Lob with 25ml/L dose and innovation on post

    harvest technology to obtain high beta-carotene cassava flour was carried

    out by optimizing on cassava flour process using various protecting agent

    such as Ascorbic acid 0.3%, Sodium bisulfit 0.3% and Gum Arabic:

    Dextrin (1:1) 8% and at two different drying temperature level 40C and

    50C so that it can improve added value of cassava flour as functional food.

    This innovation is supposed to be applicable in the cassava flour industry

    for mass production to produce high beta-carotene and protein cassava

    flour. Yield of fresh tuber harvested from 8-months cassava genotype

    Mentega 2 showed that the use of organic fertilizer (POH) could increase

    tuber productivity up to 26% (1614.75 gram) higher than that obtained from

    cassava production without POH (1279.32 gram). In the optimation of

    cassava flour process, the best result in maintaining beta-carotene and

    protein content in flour were obtained using sodium bisulfit and at 40C

    drying temperature. Beta -carotene and protein content of fresh tuber were

    8.05 g/g and 3.59% and cassava flour were 9.44 g/g and 2.41%.

    Conversely, beta-carotene and protein in flour were significantly decreased

    to 4.15 g/g and 1.9% when using ascorbic acid in the process. In

    technology transfer process, there are 1several modifications on method

  • 6

    due to the technical challenges in industry such as on cassava chip making

    and drying process. The result showed that beta-carotene content in flour

    (1.86 g/g) decreased dramatically (55.82%) compared to fresh tuber

    content (4.21g/g).

    Keywords: Cassava (Manihot esculenta Crantz), Cassava flour, beta-

    Carotene, Protein, Food security and Technology Innovation.

  • 7

    PENDAHULUAN

    Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu komoditas

    pertanian jenis umbi-umbian yang penting di Indonesia baik sebagai

    sumber pangan, pakan maupun bahan baku berbagai industri makanan. Hal

    ini disebabkan karena tanaman ubi kayu mempunyai beberapa keunggulan

    dibandingkan dengan tanaman pangan lain, diantaranya dapat tumbuh d i

    lahan kering dan kurang subur serta memiliki daya tahan terhadap penyakit

    relatif tinggi.

    Saat ini tingkat kebutuhan ubi kayu di Indonesia terus meningkat baik

    yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan maupun bahan baku berbagai

    industri. Di sisi lain, produksi ubi kayu di Indonesia belum sepenuhnya

    dapat memenuhi kebutuhan tersebut sehingga Indonesia masih tercatat

    sebagai negara pengimpor ubi kayu terbesar pada tahun 2012 (FAO, 2012).

    Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan produktivitas

    tanaman ubi kayu dan nilai tambah (added value) dari ubi kayu dengan

    mengolah menjadi beranekaragam produk.

    Alternatif pengolahan umbi ubi kayu yang sedang digalakkan oleh

    pemerintah adalah pengolahan umbi ubi kayu menjadi tepung ubi kayu.

    Dalam bidang industri tepung dan pangan, ubi kayu mempunyai potensi

    yang besar. Pengembangan industri tepung ubi kayu dalam penguatan

    ketahanan pangan mempunyai potensi yang besar, selain mempunyai

  • 8

    kandungan kalori yang lebih besar daripada beras, tepung ini juga

    mengandung (dalam setiap 100 g) Ca (84 mg) dan Fe (1 mg) yang baik

    untuk kesehatan (Bantacut, 2009).

    Tepung ubi kayu (kasava) adalah tepung yang dihasilkan dari

    penghancuran (penepungan) umbi ubi kayu yang telah dikeringkan.

    Kemampuan substitusi tepung ubi kayu pada mie dan kue kering/biskuit

    mencapai 50%, pada roti 25%, dan pada produk cake dapat mengganti

    100% terigu (Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005).

    Teknologi invatif memegang peranan penting dalam rangka

    pengembangan ubi kayu yang meliputi teknologi pra-panen, pascapanen

    dan pengolahan hasil. Menurut Wargiono et al. (2000), beberapa

    persyaratan untuk memilih stek batang sebagai bibit adalah sebagai berikut;

    (a) berasal dari varietas murni dan jelas asal usulnya, (b) stek berasal dari

    batang bagian tengah berumur 7-12 bulan, (c) diameter stek 1,5-4,0 cm dan

    panjang stek 15-25 cm dengan 5-10 mata tunas/stek, (d) tidak terinfeksi

    hama (penggerek dan cacing) dan penyakit (cendawan, bahteri, dan virus),

    (e) tidak rusak secara fisik dan fisiologis. Kebutuhan bibit tergantung jarak

    tanam/populasi (8.000-20.000 stek per ha), makin lebar jarak

    tanam/populasi rendah, makin sedikit kebutuhan stek/bibit, demikian

    sebaliknya.

  • 9

    Pemilihan varietas disesuaikan dengan peruntukannya di pasar.

    Inovasi teknologi budidaya ubi kayu dan penggunaan jenis atau varietas ubi

    kayu yang memiliki kadar nutrisi unggul akan sangat bermanfaat dalam

    meningkatkan produktivitas tanaman dan bagi ketersedian sumber bahan

    pangan berkualitas (Ratnaningsih et al. 2010). Diantara komponen nutrisi

    yang penting adalah beta-karoten sebagai prekursor vitamin A, protein dan

    mineral. Vitamin A sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan

    perkembangan, reproduksi, kesehatan kulit, membran mukosa dan

    kesehatan mata yang berhubungan dengan penglihatan. Beberapa penelitian

    dalam bidang kesehatan menunjukkan adanya kasus defisiensi vitamin A

    yang membahayakan seperti yang ditemukan di Indonesia (Semba, et al.,

    2002) dan juga di negara lain seperti Tanzania (Mosha, 1999). Berdasarkan

    data WHO saat ini kasus defisiensi vitamin A terdapat di 118 negara

    (Wasanwisut, 2009).

    Hartati (2012) melaporkan bahwa proses pengolahan umbi menjadi

    tepung sangat mempengaruhi kandungan nutrisi dalam produk tepung ubi

    kayu, dimana kandungan nutrisi dalam tepung mengalami penurunan yang

    signifikan dibandingkan dengan umbi segar. Sehingga, inovasi teknologi

    pascapanen dan pengolahan hasil sangat penting guna mempertahankan

    kualitas produk dan bahkan meningkatkan nilai tambah produk olahannya.

  • 10

    Adapun tujuan kegiatan ini antara lain menerapkan inovasi teknologi

    budidaya ubi kayu menggunakan pupuk organik hayati (POH) LIPI

    Beyonic StarTmik@Lob dalam upaya meningkatkan produktivitas

    tanaman, melakukan optimasi teknologi penepungan ubi kayu yang mampu

    mempertahankan nilai kandungan nutrisi terutama beta-karoten dan protein

    dalam produk tepung ubi kayu dan melakukan alih teknologi kepada

    industri penepungan yang berperan sebagai mitra dalam kegiatan.

    Analisa beta-karoten dan protein dalam tepung ubi kayu dilakukan

    pada tahap optimasi penepungan di laboratorium dan tahap penepungan

    hasil panen di mitra untuk mengevaluasi metode yang diperoleh dari hasil

    optimasi teknologi. Selain itu, produk tepung yang dihasilkan dimanfaatkan

    sebagai bahan baku makanan olahan seperti mie, kue kering, cake dan lain

    sebagainya. Diharapkan dengan hasil inovasi teknologi budidaya dan

    penepungan ubi kayu ini, ubi kayu sebagai salah satu komoditas yang

    sangat potensial untuk dikembangkan dapat dimanfaatkan lebih luas oleh

    masyarakat dalam mendukung ketahanan pangan melalui diversifikasi

    pangan.

  • 11

    2. BAHAN DAN CARA KERJA

    2.1. Teknologi Budi Daya Ubi kayu

    Kegiatan ini merupakan optimalisasi budidaya yang mencakup beberapa

    kegiatan sebagai berikut:

    1. Pemilihan jenis ubi kayu unggul

    Dalam kegiatan ini dipilih dua jenis ubi kayu yang memiliki

    kandungan nutrisi; beta-karoten dan protein tinggi yaitu genotip lokal

    Mentega 2 dan Varietas Adira 1 (Gambar 1a-b) yang disesuaikan dengan

    peruntukannya sebagai bahan pangan atau bahan baku industri makanan

    sehat. Kedua jenis ubi kayu ini merupakan koleksi kebun plasma nutfah

    Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI.

    Gambar 1. Jenis ubi kayu beta-karoten dan protein tinggi. Mentega 2 umur

    6 bulan (a) dan Adira 1 umur 6 bulan (b).

  • 12

    2. Aplikasi Pupuk Organik Hayati (POH) LIPI

    Pada kegiatan inkubasi ini dilakukan uji coba pupuk organik hayati

    LIPI Beyonic StarTmik@lob hasil kerjasama dengan Pusinov dan Pusat

    Penelitian Biologi (Gambar 2). Ini merupakan uji coba pertama yang

    dilakukan karena sebelumnya POH ini belum pernah diaplikasikan pada

    budidaya ubi kayu. Oleh karena itu, dalam penelitian ini standar

    penggunaan POH mengacu pada metode yang sudah ada.

    Gambar 2. Pupuk Organik Hayati LIPI Beyonic StarTmik@Lob

    Aplikasi POH pada ubi kayu mencakup beberapa tahap yaitu

    pemotongan, pelukaan dan perendaman batang atau stek sebelum tanam,

    penyiraman POH ke media tanah 3 hari sebelum tanam dan penyiraman

    atau pemupukan secara berkala setiap 2 bulan sekali. Takaran yang

    digunakan juga berbeda pada saat perendaman dan penyiraman yaitu 100

  • 13

    ml/L dan 25 m/L. Volume pemberian POH sebanyak 10 ml per tanaman

    dan ditingkatkan menjadi sekitar 100 ml pada saat umur tanaman mencapai

    4-5 bulan.

    Langkah pertama yaitu mempersiapkan media tanah yang akan

    ditanami dengan pupuk kandang, lalu 3 hari sebelum tanam, diber i POH

    dengan dosis 25ml/L sebanyak kurang lebih 10 ml. Kemudian pada saat

    akan penanaman, batang ubi kayu dipotong sesuai kebutuhan dan dilukai

    pada bagian pangkal stek lalu direndam dalam larutan POH 100 ml/L

    selama 2 jam (Gambar 3). Langkah terakhir adalah penanaman stek ubi

    kayu pada lubang tanam yang sudah dipersiapkan. Untuk mengetahui

    pengaruh POH pada pertumbuhan tanaman dan produksi ubi kayu,

    beberapa parameter yang meliputi karakteristik akar, tinggi batang,

    diameter batang dan daun diamati secara berkala.

    Gambar 3. Aplikasi POH LIPI pada ubi kayu. Pemotongan batang ubi kayu

    (a), Pelukaan bagian pangkal (tanam) (b), pembuatan larutan

  • 14

    POH dan perendaman stek (c) dan Penanaman stek dalam

    polibag dan langsung ke lahan (d).

    3. Persiapan lahan

    Lahan yang digunakan merupakan lahan semak belukar dengan

    kerapatan tinggi sehingga perlu diolah terlebih dahulu (Gambar 4).

    Persiapan lahan dimulai dengan pembabatan dan pembakaran semak

    belukar, penyemprotan herbisida dan diteruskan dengan pengolahan lahan.

    Gambar 4. Persiapan lahan baru. Lahan sebelum pembabatan (a),

    Pembabatan lahan (b) dan pembakaran semak belukar (c).

    4. Pengolahan lahan dan sampling tanah

    Lahan diolah secara intensif atau menyeluruh tidak pada bagian

    tanam saja. Luas total lahan yang diolah adalah 3000 m2

    yang terbagi ke

    dalam 2 lokasi yang berbeda masing-masing dengan luas 2000 m2

    dan 1000

    m2

    (Gambar 5a-b). Setelah selesai pengolahan, lahan dibiarkan beberapa

  • 15

    hari terlebih dahulu lalu dilanjutkan dengan pemberian pupuk kandang pada

    3 hari sebelum tanam.

    Gambar 5. Pengolahan lahan dengan luas lahan 2000 m2

    (a) dan 1000 m2

    (b).

    Pada saat pengolahan lahan, tanah diambil pada titik-titik yang sudah

    ditentukan untuk dilakukan analisa kandungan hara dalam tanah (Gambar

    6).

    Gambar 6. Sampling tanah untuk dianalisa kandungan hara dalam tanah.

  • 16

    5. Pemupukan sebelum tanam

    Sebelum penanaman stek, dilakukan pemberian pupuk kandang pada

    3 hari sebelum tanam dengan ukuran sekitar 500 gram per lubang tanam

    (Gambar 7).

    Gambar 7. Pemberian pupuk kandang sebelum tanam.

    6. Penanaman bibit ubi kayu

    Bibit ubi kayu (Mentega 2 dan Adira 1) yang ditanam memiliki

    perlakuan pra-tanam yang berbeda-beda. Bibit Mentega 2 sebelum tanam

    sudah dipersiapkann terlebih dahulu dalam polibag; bibit umur 1 bulan

    ditanam pada blok A dan umur 2 bulan ditanam pada blok B. Sedangkan

    bibit Adira 1 langsung ditanam stek ke lahan yang sudah siap (Gambar 8).

    Hal ini dikarenakan adanya kendala pengadaan lahan pada saat kegiatan

    berjalan sehingga bibit ubi kayu genotip Mentega 2 yang sudah siap

    kemudian ditanam dalam polibag.

  • 17

    Stek dan bibit ubi kayu ditanam tegak lurus dengan jarak antar

    barisan tanaman berkisar antara 80 cm-120 cm dan jarak dalam barisan

    sekitar 60 cm-100 cm.

    Gambar 8. Penanaman bibit ubi kayu. Mentega 2 Blok A (a), Mentega 2

    Blok B (b) dan Adira 1 (c).

    7. Pemupukan NPK

    Pemupukan dilakukan secara tugal 5-10 cm disamping tanaman.

    Pemupukan NPK yang pertama dilakukan 5 hari setelah tanam dengan

    takaran N:P:K = 1/3:1:1/3 atau Urea 50 Kg : TSP 75 Kg : KCl 50 Kg per

    hektar sebagai pemupukan dasar (Gambar 9a). Pada saat tanaman berumur

    3-4 bulan, pemupuka NPK dilakukan dengan takaran N:P:K = 2/3:0:2/3

    atau Urea 85 Kg : 0 : KCl 85 Kg sebagai pemupukan susulan (Gambar 9b).

  • 18

    Gambar 9. Pemupukan NPK; pemupukan dasar 5 hari setelah tanam (a) dan

    pemupukan susulan 2 bulan sekali setelah pemupukan dasar (b).

    8. Pemupukan Pupuk Organik Hayati (POH)

    Pemberian atau pemupukan dengan POH dilakukan paad beberapa

    tahap:

    a. Pada saat perendaman stek sebelum tanam dengan dosis 100 ml/L

    b. Pada saat umur tanaman antara 1-3 bulan dengan dosis 25 ml/L

    dan volume penyiraman sekitar 10 ml.

    c. Pada saat umur tanaman antara 4-5 bulan dengan dosis 25 ml/L

    dan volume penyiraman sekitar 100 ml.

    9. Pengolahan tanah pasca-tanam (Pengguludan)

    Pengguludan atau pembentukan bedengan ini dapat dilakukan

    sebelum atau setelah penanaman. Pada kegiatan ini, pengguludan dilakukan

  • 19

    3 minggu setelah penanaman. Tujuan utama pembentukan bedengan atau

    pengguludan ini adalah untuk memudahkan dalam pemeliharaan tanaman

    seperti saat penyiangan.

    10. Penyulaman dan pengamatan daya tahan hidup tanaman ubi

    kayu.

    Bibit yang mati atau tumbuh tidak normal, segera dilakukan

    penyulaman, yaitu dengan cara mencabut dan menggantikan dengan bibit

    yang baru atau cadangan atau dengan sisa bibit yang tersedia. Waktu

    penyulaman dilakukan 1-3 minggu setelah tanam agar pertumbuhan

    seragam. Penyulaman dilakukan pada pagi hari atau sore hari, saat cuaca

    tidak panas.

    Pengamatan terhadap tanaman yang bertahan hidup atau yang mati

    (survival observation) dilakukan selama 4 bulan setelah tanam untuk

    mengetahui daya adaptasi dan tumbuh genotip atau varietas ubi kayu yang

    ditanam.

    11. Penyiangan dan pemangkasan tunas

    Peyiangan untuk membuang gulma dan tanaman pengganggu lainnya

    dilakukan menggunakan alat (sabit). Kegiatan ini biasa dilakukan 2-3 bulan

    sekali namun juga menyesuaikan dengan kondisi gulma yang ada.

  • 20

    Sedangkan untuk kegiatan pemangkasan tunas berlebihan dilakukan saat

    tanaman berumur 1-2 bulan dengan menyisakan 2 tunas per tanaman.

    12. Pengairan

    Meskipun ubi kayu termasuk tanaman yang toleran terhadap

    kekeringan namun pada saat tanam hingga umur sekitar 3 bulan dibutukan

    air yang cukup agar dapat tumbuh secara optimal. Dalam hal ini pola tanam

    menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan dimana penanaman ubi

    kayu yang baik dilakukan pada musim hujan dimana kebutuhan air dapat

    tercukupi dari air hujan. Selain itu juga dapat mengurani biaya penyiraman

    yang dilakukan secara manual jika tidak ada hujan.

    13. Pengendalian hama dan penyakit

    Hama Utama yang menyerang ubi kayu adalah penggerek

    batang/pemakan batang (Xylentrhopus sp) dan penggerek/pemakan daun

    (Tetranychus bimaculatus). Cara pengendaliannya adalah (1) pencelupan

    stek ke dalam larutan insektisida (selama 5 menit), (2) sanitasi kebun

    dengan membersihkan tanaman dari gulma, (3) menanam dengan varietas

    toleran, (4) pengendalian dengan insektisida secara pemantauan, yaitu

    apabila ada serangan baru dilakukan penyemprotan.

  • 21

    Penyakit utama yang menyerang ubi kayu adalah bercak daun bakteri

    (Xanthomonas manihotis atau Cassava Bagterial Blight/CBB), layu bakteri

    (Pseudomonas solanacearum E.F. Smith), bercak daun coklat (Cercospora

    heningsii) dan bercak daun konsentris (Phoma phyllostica). Cara

    pengendaliannya adalah (1) menaman varietas yang tahan, (2)

    mencabut/memusnahkan tanaman sakit), (3) penggunaan jarak tanam yang

    lebar, dan (4) melakukan sanitasi kebun dengan membersihkan tanaman

    dari tumbuhan penggunggu (gulma).

    14. Panen

    Ubi kayu dapat dipanen pada saat pertumbuhan daun mulai

    berkurang, warna daun mulai menguning, dan banyak yang rontok. Umur

    panen 6-8 bulan untuk varietas Genjah (berumur pendek) dan 9-12 bulan

    untuk varietas Dalam (berumur panjang). Dalam pemanenan ubi kayu

    diusahakan umbi tidak rusak. Hal ini sangat penting untuk daya simpan

    umbi yang lebih lama.

    2.2. Inovasi Teknologi Penepungan Ubi Kayu

    Inovasi teknologi penepungan dibagi menjadi 2 tahap yaitu tahap

    pertama; optimasi teknologi (metode) penepungan ubi kayu dan tahap

  • 22

    kedua; uji metode hasil optimasi dan uji masa simpan tepung dalam

    kemasan.

    2.2.1. Tahap pertama: Optimasi teknologi penepungan ubi kayu

    Kegiatan optimasi teknologi penepungan dilakukan di Laboratorium

    PPP dan Unit Pengolahan Sari Buah B2PTTG-LIPI, Subang.

    1. Bahan yang digunakan dalam penelitian :

    - Bahan baku utama : Ubi kayu varietas Adira 1 dari Bioteknologi

    LIPI, Cibinong sebanyak 50 Kg

    - Bahan baku tambahan (perendaman) : natrium metabisulfit,

    asam askorbat, maltodekstrin-gum arab

    2. Peralatan proses penepungan (Gambar terlampir):

    a. Timbangan

    b. Pisau

    c. Baskom

    d. Kabinet dyer

    e. Cross better mill

    f. Grinder

    g. Vibrator screen dengan tingkat kehalusan tepung/mesh 60

  • 23

    3. Diagram alir proses penepungan:

    Ubi Kayu/singkong hasil panen

    Analisa beta Karoten, Protein

    Pencucian ubi kayu untuk menghilangkan

    tanah dan pengotor lainnya

    Pemotongan umbi menjadi beberapa

    bagian (pengecilan ukuran)

    Treaming dan pengupasan kulit singkong

    Pencucian untuk menghilangkan getah umbi

    Blanching uap (70 oC), 10 menit (in-aktivasi enzim)

    Pengirisan umbi (2-4 mm) menjadi chip

    Perlakuan bahan perendam 1, 2, dan 3

    Pengepresan menggunakan hidrolik pres

    Pengeringan (cabinet dryer) pada suhu 40 oC, 50 oC

    dan Energi surya hingga kering (kadar air maks. 12%)

    standar SNI tepung tapioka 01-2997-1996

    Penepungan dengan disk mill dan pengayakan tepung

    dengan vibrator screen pada mesh yang diinginkan (60)

    Produk (tepung ubi kayu)

    Analisa beta Karoten, Protein

    Diagram 1. Proses optimasi teknologi penepungan ubi kayu kaya beta-

    karoten dan protein tahap pertama.

  • 24

    4. Rancangan percobaan optimasi penepungan ubi kayu

    Tabel 1. Rancangan percobaan penepungan ubi kayu dengan variasi bahan

    perendam dan suhu pengering.

    nb : Masing-masing perlakuan dibuat 2x ulangan

    2.2.2. Uji metode hasil optimasi dan uji masa simpan tepung

    dalam kemasan.

    Pada optimasi penepunngan tahap kedua ini bertujuan untuk menguji

    metode terbaik hasil optimasi penepungan tahap pertama (Diagram 1)

    menggunakan jenis ubi kayu yang berbeda yaitu genotip lokal Mentega 2.

    Untuk melakukan uji kestabilan kandungan nutrisi dalam kemasan, produk

    hasil penepungan dikemas dalam kemasan (standing pouch) dengan

    komposisi Alumunium. Produk tepung disimpan selama 3 bulan dan

    dilakukan analisa beta-karoten dan protein setiap bulan di Laboratorium

    Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia.

  • 25

    Ubi Kayu hasil panen

    Pencucian ubi kayu untuk menghilangkan

    tanah dan pengotor lainnya

    Trimming dan pengupasan kulit singkong

    Pencucian untuk menghilangkan getah umbi

    Pengirisan umbi (2-4 mm) menjadi chip

    Blanching uap (70 oC), 10 menit (in-aktivasi enzim)

    Perendaman as. Askorbat 0.3%, 30 menit

    Pengeringan (cabinet dryer) pada suhu 40oC selama 12

    jam hingga kering (kadar air maks. 12%) standar SNI

    tepung tapioka 01-2997-1996

    Penepungan dengan disk mill dan pengayakan tepung

    dengan vibrator screen pada mesh yang diinginkan (60)

    Produk (tepung ubi kayu)

    Pengemasan

    standing pouch 250 g

    Penyimpanan tepung pada suhu ruang

    (uji kestabilan nutrisi)

    Produk akhir dalam kemasan

    Diagram 2. Proses penepungan ubi kayu kaya beta-karoten dan protein

    tahap kedua (metode optimum)

  • 26

    2.3. Transfer teknologi di PT. RAP Bioenergy

    PT. RAP Bioenergy merupakan industri pembuatan tepung tapioka

    yang terletak di daerah Sentul. Dalam kegiatan ini berperan sebagai mitra

    penepungan yang membantu dalam upaya alih teknologi penepungan dari

    skala laboratorium ke skala industri.

    Ubi kayu yang diproses menjadi tepung merupakan hasil panen dari

    kegiatan inkubasi yaitu Genotipe Mentega 2 dan Varietas Adira 1. Prinsip

    dari alih teknologi atau transfer teknologi ini adalah penerapan proses

    penepungan tahap kedua (Diagram 2) di industri. Beberapa hal disesuaikan

    dengan kondisi di lapangan (industri) seperti pada proses pembuatan chip

    dan pengeringan.

    2.4. Jenis pengamatan dan analisa dalam penelitian

    2.4.1. Pengamatan daya tahan hidup tanaman

    Pengamatan daya tahan hidup tanaman ubi kayu dilakukan setiap

    bulan hingga tanaman berumur 4 bulan. Total tanaman ubi kayu yang

    diamati berjumlah 3000 tanaman yang terdiri atas Mentega 2 sejumlah

    2000 tanaman dan Adira 1 berjumlah 1000.

  • 27

    2.4.2. Pengaruh POH terhadap pertumbuhan tanaman ubi kayu

    Untuk mengetahui pengaruh penggunaan POH terhadap pertumbuhan

    ubi kayu di lahan, dilakukan pengamatan secara berkala setiap 2 bulan

    sekali atau tiga kali dalam satu musim tanam yaitu pada saat tanaman

    berumur 2, 4 dan 6 bulan. Jumlah tanaman yang diamati sebanyak 300

    tanaman yang terdiri dari Mentega 2 blok A (100), Mentega 2 blok B (100)

    dan Adira 1 (100). Adapun variabel yang diamati meliputi tinggi tanaman

    (cm), diameter batang (mm) dan jumlah daun.

    2.4.3. Pengaruh POH terhadap pembentukan umbi

    Penggunaan pupuk cair organik hayati (POH) ini bertujuan untuk

    meningkatkan produktivitas melalui pembentukan umbi yang lebih baik

    (jumlah dan berat) pada ubi kayu. Untuk mengetahui pengaruh POH

    terhadap pembentukan umbi ubi kayu pada kedua jenis ubi kayu di atas,

    setiap plot pada perlakuan POH dan non POH diambil 2 sampel yaitu

    tanaman terkecil dan terbesar sehingga total ada 20 sampel untuk setiap

    perlakuan

  • 28

    2.4.4. Pengaruh POH terhadap kandungan pati dalam umbi

    Karakter lain yang diamati selain batang dan umbi, pada pengamatan

    6 BST dilakukan analisa kadar pati untuk mengetahui apakah terdapat

    pengaruh POH dalam kandugan pati.

    2.4.5. Analis kadar nutrisi; beta karoten dan protein serta

    standar mutu tepung ubi kayu

    Analisis kadar beta-karoten dilakukan di Laboratorium Balai

    Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia menggunakanmetoda

    spektrofotometri (Nielsen, 1995), sedangkan kadar protein dilakukan

    dengan metode Kjehldal (AOAC, 1978). Standar mutu tepung ubi kayu

    pengujiannya dilakukan di Laboratorium B2PTTG LIPI Subang.

    3. HASIL DAN PEMBAHASAN

    3.1. Inovasi teknologi budi daya ubi kayu

    3.1.1. Daya tahan hidup tanaman

    Secara umum, hasil pengamatan daya hidup bibit tanaman ubi kayu

    selama empat bulan setelah tanam menunjukkan kedua jenis ubi kayu;

    genotip Mentega 2 dan varietas Adira 1 memiliki daya tahan hidup tinggi

    dan mampu beradaptasi pada lahan kering atau curah hujan rendah yang

  • 29

    Pers

    en

    tase h

    idup (%

    )

    ditunjukkan dengan persentase hidup tanaman yang tinggi hingga empat

    bulan setelah tanam (Grafik 1).

    140 Pengmatan I

    Pengamatan II

    120 Pengamatan III

    Pengamatan IV

    100

    80

    60

    40

    20

    0

    Mentega 2 (A) Mentega 2 (B) Adira 1

    Genotipe

    Grafik 1. Persentase hidup pada empat bulan setelah tanam (BST); genotip

    Mentega 2 (A) umur 5 bulan, Mentega 2 (B) umur 6 bulan dan

    varietas Adira 1 umur 4 bulan.

    Pada pengamatan bulan ke empat setelah tanam, persentase tertinggi

    yaitu 99.5% pada genotipe Mentega 2 blok A atau 5 tanaman mati dari total

    tanaman sebanyak 1000 dan varietas Adira 1 juga memiliki persentase

    hidup sama besar dengan Mentega 2 blok A. Sedangkan pada genotipe

    Mentega 2 blok B jumlah tanaman yang mati lebih banyak yaitu 13

    tanaman dari total jumlah tanaman 1000, sehingga persentase hidupnya

    lebih rendah yaitu 98.7% (Grafik 1). Kematian pada tanaman disebabkan

  • 30

    karena layu dan kering karena curah hujan yang rendah pada awal tanam.

    Sedangkan tingginya tingkat kematian pada genotip Mentega 2 blok B

    dimungkinkan karena pada saat penanaman di lahan umur bibit dalam

    polibag sudah mencapai 2 bulan dengan tinggi tanaman berkisar antara 25-

    30 cm, sehingga beberapa tanaman layu dan mati saat proses adaptasi

    dengan kondisi lingkungan cukup kering. Pola tanam pada curah hujan

    sangat rendah menjadi kendala utama dalam pertumbuhan bibit ubi kayu

    sehingga menyebabkan tingkat kematian pada tanaman lebih tinggi.

    3.1.2. Pengaruh POH terhadap pertumbuhan tanaman ubi kayu

    Hasil pengamatan pada 6 BST menunjukkan fluktuasi pertumbuhan

    (tinggi dan diameter batang) pada setiap blok tanaman ubi kayu baik

    Mentega 2 dan Adira 1 antara perlakuan POH dan non POH. Meskipun

    genotip Adira 1 berumur lebih muda dari genotip Mentega 2, namun

    memperlihatkan pertumbuhan yang lebih baik (Grafik 2a-b). Umur tanaman

    ubi kayu bervariasi dimana genotip Mentega 2 blok A berumur 7 bulan,

    Mentega 2 pada blok B berumur 8 bulan dan Adira 1 berumur 6 bulan.

    Pengaruh penggunaan POH pada pertumbuhan tanaman ubi kayu

    secara umum dapat dilihat dari nilai rata-rata tinggi tanaman dan diameter

    batang antara perlakuan POH (A1,A3, A5, B2 dan B4) dan non POH

    (A2,A4, B1,B3 dan B5) yang ditunjukkan pada Grafik 3a-c.

  • 31

    Nila

    i ra

    ta-r

    ata

    tin

    gg

    i bata

    ng

    (c

    m),

    dia

    mete

    r bata

    ng (m

    m)

    Nila

    i ra

    ta-r

    ata

    tin

    ggi ba

    tang (

    cm

    ),

    dia

    mete

    r b

    ata

    ng (

    mm

    )

    a)

    400 Tinggi tanaman (cm) a Diameter batang (mm)

    300

    200

    100

    0

    A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 B5

    Blok Pertanaman

    b)

    400 Tinggi tanaman (cm)

    Diameter batang (mm)

    300

    200

    100

    0

    A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 B5

    Blok pertanaman

    Grafik 2. Pertumbuhan tanaman ubi kayu 6 BST. Mentega 2 blok A umur 7

    bulan (a), Mentega 2 blok B umur 8 bulan (a) dan Adira 1 blok A

    dan B umur 6 bulan(b). Perlakuan POH (A1, A3, A5, B2 dan B4)

    dan non POH (A2, A4, B1, B3 dan B5).

  • 32

    Nila

    i ra

    ta-r

    ata

    tin

    gg

    i ta

    nam

    an

    da

    n d

    iam

    ete

    r b

    ata

    ng

    Nila

    i ra

    ta-r

    ata

    tin

    ggi ta

    na

    man

    da

    n d

    iam

    ete

    r ba

    tan

    g

    a)

    350

    300

    Mentega 2 blok A

    Tinggi tanaman

    Diameter batang

    250

    200

    150

    100

    50

    0

    POH non POH

    Perlakuan

    b)

    350

    300

    Mentega 2 blok B

    Tinggi tanaman

    Diameter batang

    250

    200

    150

    100

    50

    0

    POH non POH

    Perlakuan

  • 33

    Nila

    i ra

    ta-r

    ata

    tin

    gg

    i tan

    am

    an

    da

    n d

    iam

    ete

    r b

    ata

    ng

    c)

    350

    300

    Adira 1

    Tinggi tanaman

    Diameter batang

    250

    200

    150

    100

    50

    0

    POH non POH

    Perlakuan

    Grafik 3. Pengaruh perlakuan POH pada pertumbuhan (tinggi tanaman dan

    diameter batang) tanaman ubi kayu. Genotip Mentega 2 blok A

    umur 7 bulan (a), Genotip Mentega 2 blok B umur 8 bulan (b),

    Genotip Adira 1 umur 6 bulan (c).

    Pada genotip Mentega 2 blok A (3a), nilai rata-rata tinggi tanaman

    pada perlakuan POH (234.52 cm) lebih tinggi dibandingkan dengan non

    POH (219.67 cm), akan tetapi pada genotip Mentega 2 blok B (3b) nilai

    rata-rata tinggi tanaman pada perlakuan POH (214.3) lebih rendah

    dibanding dengan non POH (223.75 cm). Pertumbuhan tanaman dengan

    perlakuan POH yang lebih rendah juga terjadi pada genotip Adira 1 (3c)

  • 34

    yaitu 252.5 cm dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman non POH yaitu

    261.34 cm. Hal ini dapat disebabkan beberapa faktor seperti jenis ubi kayu,

    pola tanam, metode tanam atau kandungan hara dalam tanah yang ber beda.

    3.1.3. Pengaruh POH terhadap pembentukan umbi ubi kayu

    Dari hasil pengamatan jumlah, panjang dan diameter umbi ubi kayu

    Mentega 2 blok A dan blok B, secara statistik penggunaan POH tidak

    memiliki pengaruh yang signifikan (Grafik 4a-b). Pada blok A (Grafik 4a),

    diameter rata-rata umbi perlakuan POH lebih besar (50.8 mm)

    dibandingkan non POH (46.7 mm) namun jumlah total dan panjang umbi

    rata-rata POH lebih kecil (5.5 dan 25.5 cm) dibandingkan non POH (6.5

    dan 40.25 cm). Pada blok B (Grafik 3b), pengaruh pemberian POH secara

    berkala setiap 2 bulan sekali terlihat pada panjang umbi (36 cm) yang lebih

    besar dibandingkan dengan panjang umbi non POH (29.25 cm). Sedangkan

    pada jumlah total umbi rata-rata per pohon dan diameter umbinya masih

    lebih rendah (5.75 dan 47.5 cm) dibandingkan dengan umbi non POH (6.25

    dan 49.2 cm).

  • 35

    Nila

    i rata

    -ra

    ta k

    ara

    kte

    r u

    mb

    i Me

    nte

    ga

    2 b

    lok B

    N

    ilai r

    ata

    -rata

    ka

    rakte

    r u

    mbi M

    ente

    ga 2

    blo

    k A

    a)

    100

    80

    Jml total umbi

    Panjang umbi (cm)

    Diameter umbi (mm)

    60

    40

    20

    0

    POH non POH

    Perlakuan

    b)

    100

    Jumlah total umbi

    Panjang umbi (cm)

    80 Diameter umbi (mm)

    60

    40

    20

    0

    POH non-POH

    Perlakuan

    Grafik 4. Pengaruh POH terhadap karakter umbi ubi kayu; jumlah, panjang

    dan diameter umbi ubi kayu Genotip Mentega 2 blok A (a) dan

    blok B (b).

  • 36

    Nila

    i rata

    -rata

    kara

    kte

    r um

    bi u

    bi k

    ayu A

    dira 1

    Pada genotip Adira 1, pengaruh penggunaan POH ini juga tidak

    memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah umbi, panjang dan

    diameter umbi (Grafik 5).

    100

    80

    Jml total umbi

    Panjang umbi (cm)

    Diameter umbi (mm)

    60

    40

    20

    0

    POH non POH

    Perlakuan

    Grafik 5. Pengaruh POH terhadap karakter umbi ubi kayu; jumlah, panjang

    dan diameter umbi ubi kayu Genotip Adira 1.

    Jumlah rata-rata umbi POH juga lebih rendah (7.5) dibandingkan

    dengan umbi non POH (8.5), sedangkan panjang umbi rata-rata hampir

    sama yaitu 36.4 (POH) dan 36.6 (non POH). Diameter umbi pada perlakuan

    POH memiliki nilai rata-rata lebih besar sedikit (32.85 mm) dibandingkan

    dengan diameter umbi non POH (31.99 mm).

  • 37

    3.1.4. Pengaruh POH pada kadar pati umbi

    Pada pengamatan 6 BST ini, selain karakter morfologi tanaman dan

    umbi, juga dilakukan analisa kadar pati pada umbi umur 6 bulan (Adira 1),

    7 bulan (Mentega 2 blok A) dan 8 bulan (Mentega 2 blok B) untuk

    mengetahui apakah ada pengaruh dan berapa besar perbedaan nilai kadar

    pati pada perlakuan POH dan non POH atau umur umbi yang berbeda.

    Adapun persentase pati umbi dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

    berat pati gram Persentase pati % = Berat umbi kupas gram

    x 100%

    Umbi yang diperoleh dari pengamatan karakter umbi saat pengamatan,

    diambil 3 pohon untuk setiap perlakuan POH dan non POH.

    Hasil analisa pati menunjukkan kandungan rata-rata pati pada umbi

    Mentega 2 baik yang berumur 7 dan 8 bulan tidak ada perbedaan dimana

    kadar pati rata-rata berkisar antara 15-20%. Pada genotip Mentega 2 blok A

    (Grafik 6a), penggunaan POH memiliki pengaruh yang cukup signifikan

    terhadap berat umbi rata-rata per pohon yaitu 916.70 gram dibandingkan

    dengan berat rata-rata umbi non POH yaitu 466.70 gram. Hasil ini

    diperkirakan akan meningkat lagi pada tanaman yang akan dipanen pada

    umur tanaman 9-10 bulan. Namun hasil analisa kadar pati menunjukkan

    hubungan yang berbanding terbalik dimana kadar pati umbi POH lebih

    rendah (16.85%) dibandingkan dengan kadar pati umbi non POH (20.36%).

  • 38

    1 2

    Be

    rat

    um

    bi

    ku

    pas (

    gra

    m)

    Pe

    rse

    nta

    se p

    ati (

    %)

    Pada genotip Mentega 2 blok B yang berumur 8 bulan, menunjukkan

    hasil produksi umbi yang lebih rendah dibandingkan pada blok A yang

    berumur 7 bulan. Pengaruh pemberian POH pun tidak memberikan

    pengaruh yang sama pada blok A. Berat umbi kupas rata-rata umbi POH

    yaitu 466.70 gram lebih rendah dibandingkan dengan berat rata-rata umbi

    kupas pada umbi non POH yaitu 800 gram per pohon. Rendahnya nilai

    berat rata-rata umbi ini disebabkan karena beberapa faktor seperti umbi

    yang sebagian sudah busuk di tanah saat panen dan banyak daging umbi

    yang terbuang karena tidak bagus.

    Pada analisa kadar pati menunjukkan hasil yang sama pada blok B

    dimana kadar pati pada umbi POH lebih rendah (17.42%) dibanding kadar

    pati pada umbi non POH (21.12%) (Grafik 6b).

    a) 2500

    2000

    30

    Berat umbi kupas

    persen pati 25

    20

    1500

    15

    1000

    10

    500

    5

    0

    POH non POH

    Perlakuan

    0

    POH non POH

  • 39

    1 2

    Bera

    t um

    bi

    kupas (

    gra

    m)

    Pers

    enta

    se

    pati (

    %)

    2500

    b)

    2000

    30

    Berat umbi kupas

    Persentase pati 25

    20

    1500

    15

    1000

    10

    500

    5

    0

    POH non POH

    Perlakuan

    0

    POH non POH

    Grafik 6. Kadar pati pada genotip Mentega 2 blok A (umur 7 bulan, metode

    tanam: perendaman stek ke dalam POH sebelum tanam, 1 bulan

    dalam polibag) (a) dan genotip Mentega 2 blok B (umur 8 bulan,

    metode tanam: tanpa perendaman stek ke dalam POH, 2 bulan

    dalam polibag) (b).

    Pada genotip Adira 1 yang berumur 6 bulan, berat umbi kupas rata-

    rata pada umbi POH lebih tinggi (1620 gram per pohon) dibandingkan

    dengan berat umbi kupas non POH (1020 gram per pohon) (Grafik 7).

    Seperti pada genotip Mentega 2 blok A, meskipun berat umbi kupas lebih

    tinggi namun hasil analisa kadar pati menunjukkan nilai yang lebih rendah

    (16.43%) dibandingkan dengan kadar pati umbi non POH (18.32%).

  • 40

    1 2

    Bera

    t um

    bi kupas (

    gra

    m)

    Pers

    enta

    se

    pati (

    %)

    2500

    2000

    30

    Berat umbi kupas (gram)

    Persen pati

    25

    20

    1500

    15

    1000

    10

    500

    5

    0

    POH non POH

    Perlakuan

    0

    POH non POH

    Grafik 7. Kadar pati pada genotip Adira 1 (umur 6 bulan, metode tanam:

    perendaman stek ke dalam larutan POH, stek tanam langsung ke

    lahan).

    Penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi POH perlu dilakukan dalam

    upaya meningkatkan produktivitas umbi ubi kayu. POH memiliki potensi

    untuk dapat meningkatkan produksi umbi namun disisi lain kadar pati lebih

    rendah lebih rendah dibandingkan dengan umbi non POH. Hipotesa ini

    masih diperlukan penelitian dan data yang lebih detail tentang pengaruh

    POH terhadap produksi umbi dan kadar pati dalam umbi.

    3.1.5. Pengaruh POH terhadap hasil panen ubi kayu

    Kegiatan panen ini dibagi menjadi 2 tahap; tahap pertama (awal bulan

    Desember 2012) dan tahap kedua (awal bulan Februari 2013). Hal ini

    dilakukan karena belum cukupnya umur tanaman ubi kayu untuk dipanen

  • 41

    dimana umur tanaman pada awal bulan Desember untuk Adira 1 adalah 6

    bulan, Mentega 2 blok A adalah 7 bulan dan 8 bulan untuk Mentega 2 blok

    B. Sedangkan umur panen tanaman ubi kayu diharapkan pada kisaran umur

    10-12 bulan agar diperoleh produksi dan kualitas umbi yang bagus.

    Pada tahap pertama, jumlah total tanaman yang dipanen sekitar 80

    tanaman yang terbagi dalam 5 blok atau sekitar 16 tanaman setiap blok.

    Sedangkan tanaman ubi kayu yang lainnya akan dipanen pada awal bulan

    Februari 2013. Dari total tanaman yang dipanen, dilakukan pengamatan

    terhadap jumlah umbi dan berat umbi (gram) untuk mengetahui pengaruh

    penggunaan POH pada produksi umbi ubi kayu. Umbi hasil panen

    ditimbang semua sebelum dibawa ke mitra penepungan (PT. RAP

    Bioenergy) untuk pemrosesan lebih lanjut menjadi tepung ubi kayu

    menggunakan metode yang telah ditentukan (hasil optimasi penepungan di

    B2PTTG LIPI Subang).

    Hasil panen tahap pertama menunjukkan adanya pengaruh

    penggunaan POH yang cukup signifikan terhadap berat umbi (gram)

    meskipun jumlah umbi hampir sama antara perlakuan POH dan non POH

    (Grafik 8). Hal ini mengindikasikan bahwa POH yang digunakan memiliki

    potensi untuk meningkatkan produktivitas umbi (berat umbi). Berat total

    umbi yang diperoleh pada panen tahap pertama adalah 116.55 Kg dari total

    80 tanaman yang dipanen. Setelah umbi hasil panen dikemas dalam karung

  • 42

    1 2

    Nila

    i ra

    ta-r

    ata

    ju

    mla

    h um

    bi

    pe

    r ta

    na

    ma

    n

    Nila

    i ra

    ta-r

    ata

    b

    era

    t um

    bi

    per

    tan

    am

    an

    dan ditimbang, umbi dibawa ke tempat penepungan di mitra usaha

    penepungan (PT. RAP Bioenergy) dan sebagian dianalisa kandungan beta-

    karoten dan protein.

    20

    Jumlah umbi

    Berat umbi (gram)

    4000

    15 3000

    10 2000

    5 1000

    0

    POH non POH

    0

    POH non POH

    Perlakuan

    Grafik 8. Nilai rata-rata jumlah umbi dan berat umbi (gram) dalam satu

    pohon hasil panen tahap pertama.

    3.2. Inovasi teknologi penepungan ubi kayu

    3.2.1. Optimasi penepungan tahap pertama

    Optimasi proses penepungan ini dimulai dengan mempersiapkan

    sampel umbi segar yang diambil dari lapang. Sebanyak kurang lebih 1 Kg

    umbi segar dianalisa kandungan beta-karoten dan proteinnya di Balai

  • 43

    Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia sebelum diproses menjadi

    tepung. Dari hasil analisa pada umbi segar diperoleh beta-karoten dan

    protein adalah 8.05 g/g dan 3.859%. Kemudian hasil ini akan

    dibandingkan dengan hasil analisa beta-karoten dan protein pada sampel

    tepung hasil optimasi.

    Tepung ubi kayu hasil optimasi dianalisa kandungan beta-karoten dan

    protein, selain itu juga dikarakterisasi melalui warna dan bau (Tabel 2).

    Tabel 2. Hasil analisa beta-karoten dan protein tepung hasil optimasi

    Kode

    No

    sampel

    Warna Bau

    beta-

    Karoten

    (g/g)

    Protein

    (%)

    1 A1B1 Putih Gaplek 4.92 2.0906

    2 A1B2 Putih

    kekuningan

    Gaplek 7.19 2.2934

    3 A2B1 Merah muda Gaplek >

    A1B1

    3.55 2.0199

    4 A2B2 Merah muda Gaplek >

    A1B1

    4.15 1.8953

    5 A3B1 Putih

    kekuningan

    Hampir tidak

    berbau

    9.85 2.0246

    6 A3B2 Putih Hampir tidak 9.44 2.4116

  • 44

    kekuningan berbau

    7 A4B1 Putih > A1B1 Tengik 7.69 2.0526

    8 A4B2 Putih

    kekuningan

    Gaplek

    A1B1

    < 8.97 1.7999

    (dianalisa oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor, 2012)

    Dari hasil analisa tepung hasil optimasi bahan perendam dan suhu

    pengering, sampel yang memiliki kandungan beta-karoten tertinggi

    dibandingkan sampel tepung lainnya baik sampel perlakuan perendaman

    bahan kimia maupun air, diperoleh pada sampel A3B1 dan A3B2 dimana

    bahan perendam yang digunakan adalah sodium metabisulfit 0.3% yaitu

    9.85 g/g dan 9.44 g/g. Hasil ini jika dibandingkan dengan sampel umbi

    segar sebelum diolah menjadi tepung terdapat fluktuasi pada kandungan

    beta-karoten dimana pada produk tepung A3B1 dan A3B2 memiliki

    kandungan lebih tinggi dibandingkan sampel umbi segar. Hasil ini

    (fluktuasi) dapat terjadi karena sampel umbi dan tepung yang dianalisa

    berasal dari umbi yang berbeda dalam satu genotip atau varietas. Sementara

    kandungan terendah pada sampel A2B1 dan A2B2 yaitu 3.55 g/g dan 4.15

    g/g dengan bahan perendam asam askorbat (Grafik 9). Kandungan protein

    tertinggi diperoleh pada sampel A3B2 yaitu 2.4116% dengan bahan

    perendam Sodium metabisulfit 0.3% dan suhu pengeringan 40 C.

  • 45

    Kan

    du

    nga

    n b

    eta

    -kar

    ote

    n

    (g/

    g) d

    an p

    rote

    in (

    %)

    12 beta karoten

    10 (mikrogram/gram) protein (%)

    8

    6

    4

    2

    0

    Sampel

    Grafik 9. Hasil analisa beta-karoten dan protein tepung hasil optimasi tahap

    pertama

    Dari hasil analisa warna dan bau, sampel A3B1 dan A3B2 memiliki

    warna putih kekuningan dan hampir tidak berbau gaplek dibandingkan

    sampel kontrol yaitu dengan bahan perendam menggunakan air yaitu A1B1

    dan A1B2 berwarna putih yang menandakan kandungan beta-karoten dalam

    tepung mengalami penurunan dan bau khas gaplek serta 2 (dua) sampel

    perlakuan lainnya seperti pada perlakuan menggunakan asam askorbat,

    warna tepung menjadi merah muda (Gambar 10). Jadi berdasarkan hasil

    analisa tepung hasil optimasi, sampel dengan perlakuan bahan perendam

    sodium metabisultif 0.3% dan suhu pengeringan 40 C memiliki hasil yang

    terbaik dari perlakuan yang lainnya. Sementara itu, pengeringan dengan

    menggunakan energi surya (panas matahari) tidak berhasil karena

  • 46

    memerlukan waktu pengeringan yang lebih lama antara 3-4 hari sehingga

    chip ubi kayu banyak yang berjamur.

    Gambar 10. Tepung ubi kayu hasil optimasi tahap pertama. Urutan dari

    bawah ke atas yaitu A1B1&A1B2, A2B1&A2B2,

    A3B1&A3B2 dan A4B1&A4B2.

    3.2.2. Optimasi penepungan tahap kedua

    Pada optimasi penepungan tahap kedua, sampel umbi segar diproses

    (tepung) menggunakan metode optimum menggunakan bahan perendam

    Sodium bisulfit 0.3% pada suhu pengeringan 40 C. Kemudian produk

    tepung yang dihasilkan selain dianalisa kandungan beta-karoten dan

    protein, juga dianalisa mutu tepung dan juga dilakukan uji kestabilan

    kandungan nutrisi tepung menggunakan kemasan aluminium.

  • 47

    Sampel umbi segar yang digunakan adalah Mentega 2 yang berumur

    sekitar 9 bulan dengan kandungan beta-karoten 4.20 g/g. Tepung yang

    dihasilkan menggunakan metode optimasi tahap pertama menunjukkan

    kestabilan kandungan beta-karoten yaitu 4.66 g/g. Pada uji simpan tepung

    dalam kemasan bulan pertama dan kedua juga menunjukkan kestabilan

    beta-karoten dalam tepung yaitu 4.24 g/g atau persentase penurunan

    sekitar 9% dan 3.23 g/g atau 30.69% (Grafik 10). Hasil ini membuktikan

    bahwa metode optimasi penepungan menggunakan perlakuan bahan

    perendan 0.3% Sodium bisulfit pada suhu 40 C sangat efektif untuk

    mempertahankan atau meminimalkan persentase kehilangan kandungan

    nutrisi terutama beta-karoten dan protein dalam tepung ubi kayu serta

    penggunaan kemasan berbahan alumunium (Gambar 11) mampu

    mempertahankan beta-karoten dalam tepung hingga kedua.

    Gambar 11. Tepung dalam kemasan berbahan alumunium

  • 48

    Kan

    du

    nga

    n b

    eta

    -kar

    ote

    n (

    g/g)

    d

    an p

    rote

    in (%

    )

    5

    4

    3

    2 beta karoten (mikrogram/g)

    1 Protein (%)

    0

    Umbi Tepung (0)

    Tepung

    (1)

    Tepung

    (2)

    Sampel

    Grafik 10. Hasil analisa beta-karoten dan protein tepung ubi kayu hasil

    optimasi penepungan tahap kedua dan uji simpan pada bulan

    kedua (Desember 2012).

    3.3. Alih teknologi ke mitra usaha, PT. RAP Bioenergy

    Umbi hasil panen (116.5 Kg) disortir terlebih dahulu sebelum

    diproses lanjut menjadi tepung ubi kayu di PT. RAP. Bioenergy. Hasil

    sortir umbi hasil panen yang diperoleh Sekitar 104 Kg. Secara umum

    proses penepungan ubi kayu meliputi pengupasan, pencucian, perendaman

    air panas dan bahan perlakuan, pembuatan chip ubi kayu, pengeringan dan

    penggilingan menjadi tepung. Adapun metode yang digunakan merupakan

    hasil optimasi metode atau teknologi yang sudah dilakukan di B2PTTG

    LIPI Subang menggunakan variasi bahan perendam dan suhu pengering

    untuk menjaga kandungan nutrisi terutama beta karoten dan protein dalam

  • 49

    tepung ubi kayu dengan beberapa modifikasi yang disesuaikan dengan

    kondisi di lapang terutama dalam proses pengeringan (Diagram 3).

    3.3.1. Pengupasan

    Proses ini dilakukan untuk menghilangkan kulit umbi sebelum

    diproses menjadi tepung. Pada proses pengupasan ini akan terjadi

    penyusutan berat umbi (kullit umbi) dimana rata-rata ubi kayu mengalami

    penurunan berat umbi sekitar 20-25%. Namun pada hasil panen kali ini,

    penuruan berat yang terjadi sangat besar hingga mencapai 44.23%. Hal ini

    disebabkan karena banyak bagian pangkal umbi yang kondisinya kurang

    bagus sehingga dibuang. Proses pengupasan dilakukan oleh 4 orang secara

    manual selama 50 menit.

    3.3.2. Pencucian

    Proses pencucian dilakukan segera setelah pengupasan dan direndam

    dalam air untuk mengurangi kontak dengan udara yang dapat

    mempengaruhi kandungan nutrisi khususnya beta karoten dalam umbi.

    Kendala dalam pencucian ini belum tersedianya tempat pencucian atau

    ember besar yang mampu menampung hasil kupasan secara langsung

    sehingga kontak udara dapat benar-benar diminimalkan.

  • 50

    3.3.3. Pemotongan umbi dan perendaman dalam air panas

    Setelah selesai pengupasan dan pencucian, umbi lalu dipotong

    menjadi beberapa bagian untuk membuat ukuran lebih kecil. Setelah itu,

    potongan umbi direndam menggunakan air panas pada suhu + 70oC selama

    sekitar 10 menit. Proses ini dikenal dengan istilah blanching yang bertujuan

    untuk menginaktivasi enzim dan menstabilkan bahan pangan melawan

    perusakan selama penyimpanan jangka panjang. Proses Blanching dapat

    dilakukan menggunakan air panas atau uap panas pada suhu suhu + 70oC.

    Adapun kendala dalam tahap ini adalah penyediaan air panas atau

    pemasakan air yang terlalu lama karena menggunakan kompor gas yang

    kecil. Untuk selanjutnya perlu dilakukan peningkatan untuk tahap ini agar

    dapat memasak air dalam kuantitas yang besar dan waktunya lebih cepat.

    3.3.4. Pembuatan chip ubi kayu

    Tahap berikutnya yaitu pembuatan chip ubi kayu yang dilakukan

    secara manual dan dikerjakann oleh 5 orang selama kurang lebih 2 jam.

    Pembentukan chip umbi bertujuan untuk membantu dalam proses

    pengeringan umbi sehingga bisa lebih cepat. Ukuran (tipis) chip diharapkan

    tipis kurang dari 4 mm agar lebih cepat kering karena pengeringan

    menggunakan bantuan panas matahari rentan terhadap kontaminasi jamur

    yang dapat tumbuh pada chip umbi.

  • 51

    Pembuatan chip secara manual menggunakan alat parut dan

    dikerjakan oleh 5 tenaga kerja selama kurang lebih 2 jam untuk 58 Kg umbi

    kupas. Hal dianggap kurang efisien dalam aspek tenaga kerja dan waktu

    yang diperlukan sehingga untuk proses penepungan berikutnya dengan

    jumlah yang lebih besar diharapkan dapat menggunakan mesin pemotong

    atau slicer untuk mempermudah pembuatan chip umbi. Dari 58 Kg umbi

    hasil kupas diperoleh sebanyak 52.2 Kg chip umbi, rendemen 90%.

    3.3.5. Perendaman chip umbi

    Proses perendaman dilakukan menggunakan bahan sodium bisulfit

    0.3% selama 30 menit (hasil optimasi penepungan oleh B2PTTG LIPI

    Subang). Tahap ini merupakan tahap yang krusial dalam penepungan ubi

    kayu dimana reaksi bisulfit dengan kelompok karbonil dari gula pereduksi

    serta komponen lain yang berperan dalam pencoklatan dapat berlangsung

    secara balik (reversible). Dengan demikian proses pencoklatan dapat

    dihambat melalui reaksi reversible oleh bisulfit .

    .

  • 52

    Ubi Kayu hasil panen

    Triming, Pengupasan ubi kayu dan perendaman dalam air

    Pencucian umbi kupas dan pemotongan

    umbi menjadi ukuran lebih kecil

    Perendaman dalam air (70 oC) Blanching , 10 menit

    (in-aktivasi enzim) Pengirisan

    umbi menjadi chip

    Perendaman Sodium bisulfit 0.3%, 30 menit

    Pengeringan dengan bantuan panas sinar matahari

    (desain rumah kaca)

    Penepungan dan pengayakan tepung

    Produk (tepung ubi kayu)

    Produk akhir dalam kemasan Makanan olahan

    Diagram 3. Proses penepungan ubi kayu di PT. RAP Bioenergy

    3.3.6. Pengeringan chip umbi

    Selain perendaman bahan sulfit, pengeringan juga menjadi salah satu

    faktor yang penting dalam menentukan kualitas dari produk tepung yang

    dihasilkan. Struktur beta karoten yang mudah mengalami oksidasi dan peka

    terhadap cahaya, maka diperlukan sebuah sistem pengering yang sesuai.

    Pada saat optimasi metode penepungan di B2PTTG LIPI Subang,

  • 53

    pengeringan dilakukan menggunakan cabinet dryer dimana kontak udara

    dan cahaya dapat diminimalkan. Akan tetapi sistem pengering tersebut

    tidak dapat diaplikasikan di industry tingkat menengah atau UKM karena

    memerlukan biaya pengadaan yang besar. Dan kondisi riil di lapangan

    bahwa pengeringan hanya menggunakan bantuan panas sinar matahari.

    Pada proses ini, sistem pengering didesain sedemikian rupa sehingga

    kontak langsung dengan cahaya sinar matahari sangat diminimalkan.

    Pengeringan menggunakan sistem panas matahari ini memiliki beberapa

    kelemahan seperti lama waktu pengeringan dapat menyebabkan

    kontaminasi jamur pada chip yang dikeringkan, waktu pengeringan yang

    lama juga dikhawatirkan dapat mempengaruhi kandungan nutrisi pada

    umbi.

    Pengeringan chip pada proses ini membutuhkan waktu selama 4 hari

    karena musim hujan menyebabkan intensitas panas matahari sangat

    berkurang. Dari total 52.2 Kg chip umbi diperoleh 17 Kg chip kering

    (32.18%). Sebanyak 0.2 Kg dibuang karena sudah mengalami kontaminasi

    jamur. Jadi hanya 16.8 Kg chip kering diproses lebih lanjut menjadi tepung

    ubi kayu.

    3.3.7. Penggilingan chip atau penepungan

    Pembuatan tepung dari chip kering dilakukan menggunakan alat

    penggilingann di PT. RAP Bioenergy. Sebanyak 16.5 Kg tepung ubi kayu

  • 54

    diperoleh dari total 16.8 Kg yang diproses menjadi tepung. Sehingga

    rendemen tepung ubi kayu sebesar 28.4% dihitung berdasarkan berat umbi

    kupas. Hasil tepung yang diperoleh sebagian dianalisa kandungan nutrisi,

    dikemas dan diolah menjadi makanan olahan.

    3.3.8. Analisa beta-karoten dan protein hasil penepungan di PT.

    RAP Bioenergy

    Hasil analisa beta-karoten dan protein produk tepung hasil

    penepungan di mitra, PT. RAP Bioenergy menunjukkan penurunan sebesar

    55.82% dari 4.21 g/g (umbi segar) menjadi 1.86 g/g (tepung). Sedangkan

    kandungan protein dalam tepung relatif lebih stabil atau tidak mengalami

    penurunan yang signifikan seperti pada beta-karoten. Protein dalam tepung

    mengalami penurunan sebesar 18.43% atau 3.69% (umbi segar) menjadi

    3.01 % (tepung) (Grafik 12).

    Tingginya persentase beta-karoten yang hilang dalam tepung

    kemungkinan besar diakibatkan dari proses pengeringan yang dilakukan di

    mitra usaha, PT. RAP Bioenergy. Proses pengeringan chip ubi kayu

    menggunakan bantuan panas sinar matahari memiliki beberapa kelemahan

    yang krusial dalam proses penepungan ini yaitu waktu penepungan yang

    lebih lama sekitar 3-4 hari dan hal tersebut menyebabkan chip ubi kayu

    terkena paparan cahaya dan udara bebas yang lebih lama juga dibandingkan

    dengan proses pengeringan (optimasi) menggunakan cabinet dryer dimana

  • 55

    Kan

    du

    nga

    n b

    eta

    -kar

    ote

    n (

    g/g)

    d

    an p

    rote

    in (

    %)

    waktu pengeringan yang dibutuhkan hanya 22 jam dan kontak langsung

    dengan udara bebas sangat terbatas. Sedangkan beta-karoten merupakan

    senyawa rangkap yang peka terhadap cahaya dan oksigen (reaksi oksidasi)

    yang dapat merusak struktur beta-karoten.

    5 beta karoten (mikrogram/gram)

    4 protein (%)

    3

    2

    1

    0

    Umbi Tepung

    Sampel

    Grafik 12. Analisa beta-karoten dan protein umbi ubi kayu Mentega 2 umur

    8 bulan dan tepung hasil pengolahan di PT. RAP Bioenergy.

    Dari hasil di atas, diperlukan suatu langkah penting untuk mengatasi

    kendala yang ada di industry agar proses berikutnya dapat memperoleh

    hasil yang lebih baik. Jadi, analisa dan penanganan terhadap kendala

    teknologi yang ada di industri menjadi faktor yang menentukan

    keberhasilan alih teknologi dari skala laboratorium ke industri.

  • 56

    4. KESIMPULAN DAN SARAN

    4.1. KESIMPULAN

    1. Pada teknologi budidaya ubi kayu, aplikasi pupuk organik hayati

    (POH) LIPI Beyonic StarTmik@Lob efektif untuk meningkatkan

    produktivitas ubi kayu.

    2. Pada optimasi teknologi penepungan melalui inovasi perlakuan

    bahan perendam dan suhu pengeringan saat proses penepungan

    diperoleh bahwa sodium bisulfit dan suhu 40 C merupakan bahan

    perendam dan suhu pengeringan yang mampu mengurangi

    persentase kehilangan beta-karoten dan protein dalam tepung ubi

    kayu.

    3. Modifikasi pada proses pembuatan chip dan proses pengeringan

    yang dilakukan di mitra usaha penepungan, PT. RAP Bioenergy

    meningkatkan persentase kehilangan beta-karoten secara signifikan.

    4.2. SARAN

    1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada aplikasi POH Beyonic

    StartMik@Lob untuk memperoleh hasil yang optimum.

    2. Kendala teknologi yang terdapat di mitra usaha penepungan seperti

    sistem pembuatan chip dan pengeringan yang lebih efisien perlu

    segera dicarikan alternatif teknologi untuk mengatasinya.

  • 57

    5. DAFTAR PUSTAKA

    AOAC Official Method 978.04. Nitrogen (total) (Crode Protein) inPlants.

    Kjeldahl Methods. 1978. Final Action

    Hartati, N.S., Fathoni A., Rahman N., Sudarmonowati E., 2012,

    Karakteristik Komposisi Nutrisi dan Daya Mengembang Tepung

    Umbi Ubi Kayu Untuk Mendukung Industri Pangan Olahan,

    Prosiding kegiatan WNPG X LIPI.

    Mosha, T.C., Laswai, H.S., Mtebe, K., Paulo, A.B. 1999. Control of

    vitamin A deficiency disorders through fortification of cassava flour

    with red palm oil: a case study of Kigoma district, Tanzania. Ecol-

    food-nutr. 37(6): 569-593.

    Nielsen, S.S, 1995. Introduction to The Chemical Analysis of Food. Chapman and Hall. New York. USA

    Sasaki T, Matsuki J. 1998. Effect of Wheat Starch Structure on Swelling Power. Cereal Chem. 75(4):525-529.

    Semba, RD., Yuniar, Y., Gamble MV, Natadisastra G, Muhilal. 2002.

    Assessment of vitamin A status of preschool children in Indonesia

    using plasma retinol-binding protein. J Trop Pediatr. 2002.

    Suhendra Z., 2012, Produksi singkong berlimpah, kok Indonesia malah

    impor, http://finance.detik.com, di akses pada tanggal 11 Desember

    2012.

    Ratnaningsih, Permana A, Richana N . 2010. Pembuatan tepung komposit

    dari jagung, ubikayu, ubijalar dan terigu (lokal dan impor) untuk

    produk mi. Prosiding Pekan Serealia Nasional.

    Wargiono J, Harnoto, Hidajat J.R. dan Yusuf M., 2000. Teknologi Produksi

    Benih Ubikayu dan Ubijalar. Puslitbangtan, Badan Litbang

    Pertanian. 59p.

    Wasantwisut, E. 2009. Recommendations for Monitoring and Evaluating

    Vitamin A Programs: Outcome Indicators. Proceedings of the XX

    International Vitamin A Consultative Group Meeting.

  • 58

    6. LAMPIRAN FOTO

    6.1. Pertumbuhan tanaman

    a. Pada saat tanam

    a.1. Ubi kayu genotip Mentega 2 umur 1 bulan di polibag

    a.2. Ubi kayu genotip Mentega 2 umur 2 bulan di polibag

  • 59

    a.3. Ubi kayu varietas Adira 1, tanam stek langsung ke lahan

    b. Pertumbuhan tanaman ubi kayu pada 1 Bulan Setelah Tanam

    (BST), Mentega 2 (kiri) dan Adira 1 (kanan)

  • 60

    c. Pertumbuhan tanaman ubi kayu pada 2 BST, Mentega 2 (kiri) dan

    Adira 1 (kanan)

    d. Pertumbuhan tanaman ubi kayu pada 3 BST, Mentega 2 (kiri) dan

    Adira 1 (kanan)

  • 61

    e. Pertumbuhan tanaman ubi kayu pada 4 BST, Mentega 2 (kiri) dan

    Adira 1 (kanan)

    f. Pertumbuhan tanaman ubi kayu pada 5 BST, Mentega 2 (kiri) dan

    Adira 1 (kanan)

    g. Pertumbuhan tanaman ubi kayu pada 6 BST, Mentega 2 (kiri) dan

    Adira 1 (kanan)

  • 62

    6.2. Pengamatan karakter umbi ubi kayu

    a. Genotipe Mentega 2 Blok A umur tanaman 2 bulan (1 BST)

    b. Genotipe Mentega 2 Blok B umur tanaman 3 bulan (1 BST)

  • 63

    c. Varietas Adira 1 Blok A umur tanaman 1 bulan (1 BST)

    d. Varietas Adira 1 Blok B umur tanaman 1 bulan (1 BST)

  • 64

    e. Genotip Mentega 2 blok A (umur 5 bulan) 4 BST

    f. Genotip Mentega 2 blok B (umur 6 bulan) 4 BST

    g. Varietas Adira 1 (umur 4 bulan) 4 BST

  • 65

    h. Genotip Mentega 2 (umur 7 bulan) 6 BST (a), Mentega 2 non POH

    (b), Mentega 2 (POH) dan Adira 1 umur 6 bulan (POH)

    a b

    c d

  • 66

    6.3. Alat-alat penepungan di B2PTTG LIPI Subang

    a. Alat slicer

    b. Gambar cabinet dryer

  • 67

    c. KPES (Kamar Pengering Energi Surya)

    d. Alat penepungan

  • 68

    e. Ayakan dengan ukuran mesh: 60

  • 69

    6.3. Proses penepungan di B2PTTG LIPI Subang

    a. Penimbangan singkong

    b. Pengupasan, pencucian dan perendaman air, umbi singkong kupas.

    Pemotongan singkong menjadi beberapa bagian (3 atau 4 bagian

    tergantung dari panjang bahan)

  • 70

    c. Bleanching uap suhu 70 0C selama 10 menit

    d. Pengirisan umbi menggunakan slicer (bentuk irisan serut).

  • 71

    e. Perlakuan Perendaman (perlakuan direndam selama 30 menit)

    Perlakuan : 1 kg singkong kupas direndam dalam larutan kontrol

    (air 3 liter)

    Perlakuan : 1 kg singkong kupas direndam dalam larutan sulfit (air

    3 liter dan sulfit 0,3 %)

    Perlakuan : 1 kg singkong kupas direndam dalam larutan asam

    askorbat (air 3 liter dan asam askorbat 0,3 %)

    Perlakuan : 1 kg singkong kupas direndam dalam larutan dekstrin

    dan gum arab (air 3 liter dan dekstrin : gum arab 1:1 8 %).

  • 72

    f. Pengeringan menggunakan kabinet dryer dan sun dryer

    g. Penepungan menggunakan blender atau cross better mill

    h. Pengayakan tepung menggunakan vibrator screen mesh 60

  • 73

    i. Pengemasan dalam toples

    j. Pengepakan dan pengiriman untuk uji/analisa betakaroten dan

    protein

  • 74

    6.4. Alih Teknologi; proses penepungan di PT. RAP Bioenergy

    a. Penimbangan umbi dan persiapan pengupasan

  • 75

    b. Pengupasan, pencucian dan pemotongan umbi

  • 76

    c. Penimbangan umbi kupas dan proses blanching (perendaman air

    panas)

  • 77

    d. Pembuatan chip ubi kayu

  • 78

    e. Perendaman chip ke dalam larutan bisulfit

  • 79

    f. Pengeringan chip

  • 80

    g. Chip kering dan sortir chip berjamur

  • 81

    h. Penepungan

  • 82

    i. Penyerahan produk tepung oleh PT. RAP Bioenergy P2

    Bioteknologi LIPI