39
Bidang Unggulan: Ketahanan Pangan LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun PEMANFAATAN AMPAS TAHU SEBAGAI PAKAN UNTUK MENGGANTI SEBAGIAN RANSUM KOMERSIAL TERNAK BABI Tim Peneliti 1. Prof. Dr. Ir. Komang Budaarsa, MS (Ketua), NIDN: 0004125803 2. Ir. Antonius Wayan Puger, MS (Anggota), NIDN:0025015802 3. Ir. I Made Suasta, MS (Anggota), NIDN: 0015086003 4. I Putu Ari Astawa, SPt. MP (Anggota), NIDN:0002127404 NAMA GRUP RISET: KAJIAN NUTRISI TERNAK NONRUMINANSIA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS UDAYANA Nopember Tahun 2014

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

Bidang Unggulan: Ketahanan Pangan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun

PEMANFAATAN AMPAS TAHU SEBAGAI PAKAN UNTUK MENGGANTI SEBAGIAN RANSUM KOMERSIAL TERNAK BABI

Tim Peneliti

1. Prof. Dr. Ir. Komang Budaarsa, MS (Ketua), NIDN: 0004125803 2. Ir. Antonius Wayan Puger, MS (Anggota), NIDN:0025015802

3. Ir. I Made Suasta, MS (Anggota), NIDN: 0015086003 4. I Putu Ari Astawa, SPt. MP (Anggota), NIDN:0002127404

NAMA GRUP RISET: KAJIAN NUTRISI TERNAK NONRUMINANSIA

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS UDAYANA

Nopember Tahun 2014

Page 2: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA
Page 3: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

ii

RINGKASAN

Ampas tahu kalau tidak ditangani dengan baik bisa mencemari lingkungan. Salah satu bisa digunakan untuk pakan babi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak ampas tahu bisa ditambahkan untuk mengganti sebagian ransum babi komersial tanpa berpengaruh buruk terhadap penampilan babi tersebut. Luaran penelitian ini yaitu formulasi ransum baru, campuran antara ransum komersial yang sebagian diganti dengan ampas tahu. Selain formula ransum tersebut juga akan dihasilkan publikasi ilmiah tentang penggunaan ampas tahu dalam ransum babi. Informasi ini akan sangat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang peternakan, khususnya peternakan babi, dan bermanfaat bagi peternak babi yang ingin memberikan ampas tahu sebagai pakan alternatih untuk mengganti sebagian pakan komersial. Penelitian ini menggunakan metode percobaan lapangan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan yaitu ransum komersial tanpa ampas tahu (R0), ransum komersial 5% diganti dengan ampas tahu (R1), ransum komersial 7,5% diganti dengan ampas tahu (R2), ransum komersial 10% diganti dengan ampas tahu. Masing-masing perlakuan diulang 4 kali, sehingga babi yang digunakan sebanyak 16 ekor. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi ras yang sudah disapih dengan bobot badan rata-rata 19 kg. Jumlah ternak yang digunakan sebanyak 16 ekor, dipelihara dalam kandang selama 4 bulan. Sebelum diberi perlakuan, babi diberikan vaksin SE dan obat cacing. Ampas tahu yang digunakan adalah ampas yang diperoleh dari proses pembuatan tahu skala rumah tangga. Ampas tahu tersebut masih dalam keadaan basah dengan kandungan air sekitar 85%. Ransum yang digunakan adalah ransum komersial buatan pabrik sesuai dengan fase pertumbuhan babi tersebut. Pada fase starter ransum yang diberikan mengandung protein 18% dan energi metabolis 3.250 kilo kalori/kg, sedangkan pada fase grower diberikan ransum dengan kandungan protein 15%, dan energi metabolis 3.260 kilo kalori/kg. Parameter yang diukur: Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan, Feed Convertion Ratio dan Kecernaan Ransum. Hasil dari penelitian ini akan memberi informasi penting kepada peternak babi yang ingin memanfaatkan ampas tahu sebagai tambahan pakan, sehingga disatu sisi pertumbuhan babi tetap baik, dan disatu sisi ampas tahu tidak mencemari lingkungan. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: Babi yang diberi ransum komersial 100% (R1) mengkonsumsi ransum sebanyak 170,20 kg selama 15 minggu atau 1,62 kg perhari. Sedangkan babi yang diberi ransum dengan penggantian ransum komersal dengan ampas tahu 5%, 7,5% (R2, R3) masing-masing lebih rendah 2,26 dan 0,32%, sedangkan dengan yang penggantian ransum komersial dengan ampas tahu 10% (R4) mengkonsumsi ransum lebih tinggi 0,89%, namun secara statustik tidak berbeda nyata (P>0,05). Tambahan bobot badan babi yang mendapat perlakuan R1 selama penelitian adalah 69,75 kg, paling tinggi diantara perlakuan. Babi yang mendapat perlakuan R2, R3 dan R4 masing-masing 64,50; 67,50 dan 66,67 kg atau lebih rendah masing-masing 7,53; 3,22 dan 4,41%, namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Kecernaan ransum dalam bentuk bahan kering (DM) pada babi yang mendapat perlakuan R1 adalah 78,80%, pada perlakuan R2 dan R3 masing-masing 76,70% dan 79,90%, secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Kecernaan paling tinggi pada babi yang diberi perlakuan R4 yaitu 85,97%, berbeda sangat nyata (P<0,05) dibandingkan perlakuan lainnya. Pada babi yang diberi perlakuan R1 nilai FCR nya 2,69, sedangkan pada perlakuan R2, R3 dan R4 berturut-turut: 2,63; 2,70 dan 2,60. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa ampas tahu dapat digunakan sebagai pakan alternatif untuk mengganti ransum komesial sampai level 10%, tanpa berpengaruh negatif terhadap penampilan babi.

Page 4: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

iii

PRAKATA

Penelitian tentang penggunaan ampas tahu sebagai pakan ternak sebenarnya sudah

cukup banyak dilakukan, namun sebagian besar obyeknya pada ternak sapi, ayam, itik dan

kelinci. Belum banyak yang melakukan pada ternak babi, terbukti dari sedikitnya

publikasi atau bahan pustaka yang terkait dengan ampas tahu untuk ternak babi.

Kenyataan di masyarakat, khususnya di Bali sebenarnya peternak sudah lama

menggunakan ampas tahu sebagai makanan babi. Tetapi pemberiannya tidak terukur,

sesuka peternak dan belum diperhitungkan secara eknomi.

Puji syukur Penulis panjatkan kehadapan Ida SangHyang Widhi Wasa/Tuhan Yang

Maha Esa karena berkat Rahmat dan Asung Kertha WaranugrahaNya penelitian ini bisa

didanai dan sudah bisa diselesaikan. Walaupun turunnya dana agak terlambat yaitu pada

tanggal 12 Agustus 2014, namun penelitian sudah berjalan dengan baik dimulai bulan Juli

2014 dan berakhir bulan Nopember 2014. Sebenarnya penelitian direncanakan mulai

bulan Juni, namun karena kesulitan mencari anak babi dalam jumlah banyak dan harus

melakukan perbaikan kandang sehingga penelitian baru bisa mulai bulan Juli.

Tim peneliti mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana dan

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat yang telah memberikan

dukungan dana untuk penelitian ini. Terimakasih juga kami sampaikan kepada Pak Wayan

Mareg di Banjar Sekar Mukti, Desa Pangsan Kecamatan Petang, Badung atas

kerjasamanya terutama memberikan memakai kandang untuk penelitian ini. Penelitian

ini sengaja kami pilih di Desa Petang karena di sana banyak terdapat pengerajin tahu skala

rumah tangga, dan banyak peternak babi. Secara teknis lebih mudah dilakukan karena

dekat dengan sumber ampas tahu tersebut, di sisi lain peternak babi secara langsung dapat

melihat bagaimana penelitian ini dilakukan. Hal ini sudah terjadi, beberapa peternak

mengunjungi tempat penelitian. Mudah-mudahan penelitian ini ada manfaatnya sehingga

akhirnya bisa bermanfaat bagi masyarakat, khususnya peternak babi, tidak saja di Bali

tetapi dimana pun berada.

Tim Peneliti

Page 5: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

HALAMAN PENGESAHAN i

RINGKASAN ii

PRAKATA iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 6

BAB IV METODE PENELITIAN 7

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 10

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 13

DAFTAR PUSTAKA

Page 6: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

v

DAFTAR TABEL

N0 Tabel Judul Tabel Hal

1 Kandungan zat nutrisi ampas tahu basah dan kering 3

2 Penampilan babi yang diberi ampas tahu

12

Page 7: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

vi

DAFTAR GAMBAR

N0 Gambar

Judul gambar Halaman

1 Babi ras yang dipakai penelitian sebelumnya divaksin dengan

vaksin Septicaemia epizootica (SE) 7

2 Ampas tahu yang dicampurkan dalam ransum 8

3 Ransum komesrsial yang sudah dicampur dengan ampas tahu 8 4 Menimbang babi untuk mengetahui pertambahan bobot badan 11

Page 8: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

vii

DAFTAR LAMPIRAN

N0 Judul Halaman

1 Rincian Penggunaan Dana 15

2 Personalia peneliti

16

3 Publikasi Ilmiah 17

Page 9: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

1

BAB I. PENDAHULUAN

Peternakan Babi di Bali sampai saat ini mempunyai peranan yang sangat penting

dalam menunjang ekonomi masyarakat, khususnya di pedesaan. Hampir setiap rumah

tangga memelihara ternak babi yang jumlahnya antara satu – tiga ekor. Walaupun bersifat

sambilan, namun terbukti menjadi salah satu sumber pendapatan yang sangat diandalkan

bagi keluarga. Pemeliharaan ternak babi sangat membantu dalam menstabilkan ekonomi

masyarakat, terutama saa-saat keperluan dana mendadak dalam jumlah yang cukup

banyak. Ternak babi menjadi cadangan dana pengaman dalam sistem keuangan

keluarga.

Selain itu, peternakan babi di daerah Bali khususnya, memegang peranan yang

sangat penting dalam menyediakan bahan pangan asal hewan berupa daging, disamping

juga memberikan tambahan penghasilan bagi peternak. Hal ini didukung oleh

kemampuan ternak babi yang lebih efisien di dalam mengubah bahan makanan menjadi

daging dibandingkan ternak nonruminansia. Beternak babi memerlukan modal yang relatif

lebih sedikit dibandingkan dengan ternak potong besar lainnya, sehingga dapat diusahakan

secara luas oleh petani perternak. Sifat babi yang prolifik (beranak banyak) sangat menarik

untuk diusahakan baik secara sambilan maupun komersial (Parakkasi, 1983).

Daging babi di Bali sangat diminati oleh masyarakat luas kecuali warga muslim

karena memang citarasanya enak, disamping juga diperlukan untuk keperluan upacara

keagamaan. Sebagai salah satu sumber protein hewani, daging babi mempunyai kualitas

asam-asam amino esensial lebih lengkap dengan proporsi yang lebih seimbang

dibandingkan dengan protein nabati. Sejalan dengan meningkatnya pertambahan

penduduk konsumsi daging babi di Bali juga meningkat. Menurut laporan Dinas

Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali yang dikeluarkan oleh Bada Pusat

Statisktik Provinsi Bali 2013, pemotongan ternak babi di Bali dari tahun ketahun

meningkat. Tahun 2010 jumlah pemotongan babi sebanyak, 1.589.882 ekor, tahun 2011

sebanyak 1.608.361 ekor dan tahun 2012 meningkat menjadi 1.780.055 ekor (10,67% dari

tahun 2011). Sebagai biasa, peningkatan pemotongan babi selalu terjadi pada hari raya

Galungan dan Kuningan.

Meningkatkan mutu dan produktifitas ternak babi, dapat dilakukan dengan

pemeliharaan secara intensif dengan pemberian pakan sesuai dengan standar

kebutuhannya. Dalam usaha peternakan pakan merupakan salah satu faktor yang sangat

Page 10: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

2

penting untuk mendapat perhatian. Hal ini disebabkan sekitar 70% dari seluruh biaya

produksi adalah biaya pakan, sehingga perlu diupayakan untuk menekan biaya pakan

dengan mencari bahan-bahan lokal yang lebih murah, namun masih mengandung nilai

gizi yang baik.

Ampas tahu merupakan limbah dari proses pengolahan kedele menjadi tahu.

Bentuknya padat, namun lembek, berwarna putih. Baunya khas kacang kedele segar.

Keberadaan ampas tahu di Indonesia termasuk di Bali sangat melimpah, mengingat tahu

menjadi menu sebagian besar masyarakat Indonesia karena harganya sangat murah.

Selain itu belakangan ini citra tahu sebagai makanan khas Indonesia lagi naik daun.

Dikota-kota besar banyak bermunculan kafe tahu yang menyajikan tahu sebagai menu

utama. Tentu saja dengan keberadaannya di kafe harga tahu juga ikut terangkat.

Implikasinya tentu kebutuhan tahu meningkat dan limbahnya juga meningkat.

Sebelum diketahui oleh masyarakat bahwa ampas tahu dapat dijadikan makanan

ternak, sering dibuang begitu saja dan menimbulkan pencemaran lingkungan. Bahkan

tidak jarang menyebabkan konplik antara pengusaha tahu dengan masyarakat sekitar yang

merasa terganggu dengan keberadaan limbah tahu tersebut. Ampas tahu mempunyai

kandungan nutrisi: Protein kasar 22, 1%, Lemak kasar 10,6%, Serat Kasar 2,74%,

Kalsium 0,1%, phosphor 0,92% dan energi Metabolis 2400 kkal/kg (Rasaf, 1990).

Kandungan nutrisi yang demikian baik menunjukkan bahwa ampas tahu sangat potensial

untuk pakan ternak, termasuk babi. Belum banyak informasi ilmiah yang mengungkap

mengenai penggunaan ampas tahu untuk ternak babi. Untuk itu sangat perlu dilakukan

penelitian mengenai penggunaan ampas tahu untuk pakan babi, bagaimana pengaruhnya

terhadap penampilan babi dan seberapa banyak bisa menekan harga ransum.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Ampas tahu merupakan limbah dari proses pembuatan tahu. Secara fisik bentuknya

agak padat, berwarna putih, diperoleh ketika bubur kedelai diperas kemudian di saring.

Bobot ampas tahu rata-rata 1,12 kali bobot kedelai kering, sedangkan volumenya 1,5

sampai 2 kali volume kedelai kering (Shurtleff dan Aoyogi, 1979). Berdasarkan angka

tersebut maka dari 1kg kacang kedelai yang dijadikan tahu akan dihasilkan 1,2 kg ampas

tahu. Direktur Aneka Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Kementerian Pertanian Maman

Suherman mengatakan kepada Kompas.com, Senin (7/10/2013), Tahun 2013 produksi

kedelai diperkirakan 847.157 ton. Kalau 50% dari produksi tersebut digunakan utuk tahu,

Page 11: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

3

maka diperkirakan produksi ampas tahu sebanyak 847.157/2 = 423.578,5 x 1,2 =

508.294,2 ton. Suatu jumlah yang sangat potensial untuk pakan ternak.

Hasil analisis proksimat yang dilakukan oleh Duldjaman (2004) mendapatkan ampas

tahu kering mengandung protein 23,62%; BETN 41,98%; serat kasar 22,65%; lemak

7,78%; abu 3,97%; kalsium 0,58% dan phosfor 0,22%. Sementara hasil analisis

laboratorium yang dilakukan oleh Hernaman, dkk (2005) melaporkan ampas tahu

mengandung bahan kering 8,69%, protein kasar 18,67%, serat kasar 24,43%, lemak kasar

9,43%, abu 3,42% dan BETN 41,97%. Selain itu ampas tahu juga mengandung unsur

mineral antara lain: Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm Cu 5-15 ppm dan Zn sekitar 50

ppm.

Ampas tahu mengandung protein yang cukup tinggi, oleh karena itu sangat baik

digunakan sebagai pakan ternak. Menurut Nuraini (2009), ampas tahu mengandung

protein kasar 27,55%, lemak 4,93%, serat kasar 7,11%, BETN 44,50%. Sementara

menurut Tarmidi (2010), ampas tahu mengandung bahan kering (BK) 13,3%, protein

kasar (PK) 21%, serat kasar 23,58%, lemak kasar 10,49%, NDF 51,93%, ADF 25,63%,

abu 2,96%, kalsium (Ca) 0,53%, posfor (P) 0,24% dan energi bruto 4730 kkal/kg.

Kandungan air ampas tahu menurut Suprapti (2005) adalah 85,31%.

Kandungan air yang cukup tinggi akan menyebabkan masa simpannya sangat pendek.

Namun demikian ampas tahu dapat dikeringkan, dijadikan tepung sehingga kadar airnya

turun sampai 12-15%. Setelah menjadi tepung masa simpannya akan lebih lama dan

mudah mencampurkan dengan bahan pakan lain. Pada Tabel 1 ditunjukkan perbedaan

kandungan nutrisi ampas tahu basah dan kering.

Tabel 1. Kandungan zat nutrisi ampas tahu basah dan kering

Nutrisi Ampas tahu Basah (%) Kering (%)

Bahan Kering 14,69 88,35 Protein Kasar 2,91 23,39 Serat Kasar 3,76 19,44 Lemak kasar 1,39 9,96 Abu 0,58 4,58 BETN 6,05 30,48 Sumber : Suprapti (2005).

Menurut Murni, dkk. (2008) kandungan zat makanan ampas tahu (% BK) adalah

protein kasar 25,96%; lemak kasar 11,22%; BETN 42,49%, serat kasar 15,7% dan abu

4,14%. Ampas tahu mengandung air tergolong sangat tinggi yaitu ± 79,34%, karena itu

Page 12: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

4

harus sesegera mungkin dikeringkan atau diawetkan untuk menghindari kerusakan zat

makanan yang ada sebagai akibat terjadinya proses pembusukan. Salah satu metode yang

telah dilakukan untuk mengawetkan ampas tahu adalah pembuatan silase. Proses

pembuatan silase yang dilakukan selama 15 hari dengan menambahkan beberapa macam

aditif mempunyai mutu yang cukup baik yang terlihat dari pH dan kandungan asam

laktatnya.

Selain mengandung protein yang cukup tinggi, ampas tahu juga mengandung asam

fitat. Justru adanya asam fitat dalam ampas tahu tersebut menjadi salah satu pembatas

penggunaannya untuk pakan ternak, khususnya ternak nonruminansia. Tetapi untuk

ternak ruminansia hal tersebut tidak masalah karena dalam rumen terdapat mikroorganisme

yang mampu menghasilkan enzim fitase yang akan menghidrolisis asam fitat dalam ampas

tahu.

Penggunaan ampas tahu untuk pakan ternak sebenarnya sudah dilkukan sejak lama.

Seperti yang disampaikan oleh Surtleff dan Aoyogi (1975) dalam bukunya The Book of

Tofu, Food for Mankind, Ten Speen Press, California, USA, bahwa ampas tahu sangat

baik untuk sapi perah. Pemberian ampas tahu pada ternak sapi perah juga di Indonesia

sudah banyak di lakukan, terutama di Pulau Jawa. Di Bali ampas tahu diberikan pada

ternak babi secara langsung tanpa diolah lagi. Demikian juga pada ternak unggas, baik

untuk itik, entok dan ayam. Bahkan pada ternak puyuh ampas tahu juga sudah ada yang

memanfaatkan, hanya saja dalam bentuk kering.

Duldjaman (2004) telah melakukan penelitian penggunaan ampas tahu untuk

domba lokal. Pada penelitian tersebut domba diberikan rumput lapangan dan ampas tahu

kering mulai 100, 200 dan 300 gram. Hasil yang dilaporkan bahwa pemberian ampas tahu

yang meningkat mempunyai pengaruh terhadap konsumsi bahan kering. Demikian juga

peningkatan konsumsi TDN dan protein. Lebih lanjut dilaporkan bahwa pemberian ampas

tahu pada domba yang pakan utamanya rumput lapangan mampu meningkatkan koefisien

penggunaan pakan dan pertambahan bobot hidup. Pertambahan bobot hidup yang tinggi

mengasilkan domba dengan kondisi tubuh yang baik.

Ampas tahu bisa diberikan pada entok dalam bentuk kering (tepung) atau basah.

Pemberian ampas tahu pada entok sudah dilakukan di masyarakat. Hal yang harus

diperhatikan dalam penggunaan ampas tahu adalah kandungan serat kasarnya yang tinggi,

jadi pemakaiannya dalam ransum harus dibatasi, karena bangsa unggas kurang bisa

mencerna serat kasar dan bila kelebihan bisa berpengaruh buruk pada performan.

Performan biasa dimanifestasikan dalam besarnya konsumsi ransum, pertambahan bobot

Page 13: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

5

badan, dan konversi ransum. Pada hasil penelitian dapat dilihat bahwa pada perlakuan

ransum yang mengandung tepung ampas tahu 30% dengan kandungan serat kasar ransum

8,87% masih menghasilkan pertambahan bobot badan yang tidak berbeda dengan ransum

kontrol. Hal ini membuktikan bahwa entok bisa mentolerir kandungan serat kasar ransum

yang lebih tinggi dari 8%. Dengan demikian, dengan pertambahan bobot badan yang tidak

berbeda maka tepung ampas tahu dapat digunakan pada ransum entok sebanyak 30%

(Tanwiriah, dkk., 2009).

Penelitian Fernando 2011 melaporkan bahwa penggunaan ampas tahu yang

terfermentasi dengan Monacus purpureus pada ayam broiler sampai level 20% dalam

ransum, dapat meningkatkan bobot dan persentase karkas serta menurunkan kolesterol.

Pada kondisi tersebut diperoleh persentase karkas 75,69% dan kolesterol daging 132,8

mg/100g.

Babi pertumbuhan akan cepat diberi pakan ampas tahu karena kebutuhan protein

dan gizi terpenuhi. Bahkan ampas yang sudah berhari hari pun babi tetap mau

memakannya. Sementara ini penggunaan ampas tahu pada ternak babi paling besar

dibanding pada ternak ternak yang lain. Karena dalam ampas tahu kandungan gizi masih

cukup banyak maka akan mempercepat pertumbuhan.

Sri Harjanto (2011) telah melakukan penelitian dengan penggunaan ampas tahu

unuk babi landrace jantan yang sudah dikastrasi dengan ransum basal jagung kuning,

dedak halus, top mix dan dan konsentrat 551. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-

rata konsumsi ransum 112,60 g/ekor/hari, pertambahan bobot badan harian 499,99

g/ekor/hari, konversi ransum 2,21, Feed Cost per Gain Rp. 9723,68 untuk babi yang

diberikan ampas tahu 300 g/hari. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa penggunaan

ampas tahu dalam ransum berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum,

pertambahan bobot badan, dan konversi ransum. Kesimpulan dari penelitian ini

penggunaan ampas tahu dapat digunakan sebagai pengganti kosentrat dalam ransum,

karena menghasilkan nilai konversi ransum dan Feed Cost per Gain sangat efisien.

Penggunaan ampas tahu untuk pakan babi terutama pada sentra-sentra peternakan

babi seperti di Bali akan sangat menguntungkan, karena mampu menekan biaya produksi.

Bagaimanapun harga ampas tahu jauh lebih murah dibandingkan harga konsentrat

komersial. Saat ini di kawasan Denpasar ampas tahu dijual dengan harga sekitar

Rp1500/kg, atau dijual dengan bungkusan tas plastik, satu bungkus Rp 5000, yang isinya

kurang lebih 4 kg. Selain itu penggunaan ampas tahu untuk pakan babi akan mampu

mengurangi pencemaran lingkungan di area perusahaan tahu. Hanya saja belum ada

Page 14: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

6

informasi ilmiah mengenai berapa sebaiknya ampas tahu diberikan, sehingga di satu sisi

pertumbuhan babi optimal, dan secara ekonomi menguntungkan.

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Ampas tahu merupakan limbah dari proses pembuatan tahu. Kalau tidak ditangani

secara baik, maka sangat berpotensi mencemari lingkungan. Ampas tahu mengandung air

sekitar 85%, sehingga merupakan media yang sangat baik untuk tumbuhnya

mikroorganisma. Jika sudah busuk baunya sangat menyengat. Oleh karena itu perlu

ditangani secara baik, sehingga bermanfaat untuk kehidupan manusia. Salah satu yang

dapat dilakukan adalah untuk campuran pakan babi. Permasalahannya adalah belum ada

informasi ilmiah yang memadai seberapa banyak ampas tahu tersebut dapat diberikan pada

babi sehingga pertumbuhan babi tetap baik. Untuk itu penelitian penggunaan ampas tahu

pada ternak babi sangat perlu dilakukan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak ampas tahu bisa

ditambahkan pada pakan ternak babi komersial tanpa mengganggu penampilan ternak

babi. Selain itu pemanfaatan ampas thu dapat dijadikan pakan alternatif ternak babi.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini merupakan luaran yang sangat bagus yaitu formulasi ransum

baru, campuran antara ransum komersial yang sebagian diganti dengan ampas tahu.

Selain formula ransum tersebut juga akan dihasilkan publikasi ilmiah tentang penggunaan

ampas tahu dalam ransum babi. Informasi ini akan sangat bermanfaat dalam

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang peternakan, khususnya peternakan babi, dan

bermanfaat bagi peternak babi yang ingin memberikan ampas tahu sebagai pakan alternatif

untuk pengganti sebagaian pakan komersial. Disamping itu penggunaan ampas tahu akan

sangat membantu mengurangi pencemaran limbah, yang kalau dibiarkan akan menebar

bau tak sedap.

Page 15: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

7

BAB IV. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode percobaan lapangan dengan model Rancangan

Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang diberikan sebanyak empat yaitu ransum komersial

tanpa ampas tahu (R0), ransum komersial 5% diganti dengan ampas tahu (R1), ransum

komersial 7,5% diganti dengan ampas tahu (R2), ransum komersial 10% diganti

dengan ampas tahu. Masing-masing perlakuan diulang 4 kali, sehingga babi yang

digunakan sebanyak 16 ekor.

Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi ras yang sudah disapih

dengan bobot badan 19,25-21,50 kg. Jumlah ternak yang digunakan sebanyak 16 ekor,

dipelihara dalam kandang selama 15 minggu (105). Selain itu disediakan juga ternak babi

sebagai cadangan sebanyak 2 ekor, sehingga keseluruhan jumlah babi yang dipelihara

sebanyak 18 ekor. Kandang yang digunakan adalah kandang individual dengan ukuran

panjang 2 m, lebar 1,25 m dan tinggi 0,75 m. Setiap unit kandang dilengkapi dengan

tempat makan dan air minum. Sebelum diberi perlakuan, babi diberikan vaksin SE dan

obat cacing.

Gambar 1. Babi ras yang dipakai penelitian sebelumnya divaksin dengan vaksin Septicaemia epizootica (SE)

Page 16: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

8

Ampas Tahu

Ampas tahu yang digunakan adalah ampas yang diperoleh dari proses pembuatan

tahu skala rumah tangga. Ampas tahu tersebut masih dalam keadaan basah dengan

kandungan air sekitar 85%.

Gambar 2. Ampas tahu yang dicampurkan dalam ransum

Ransum

Ransum yang digunakan adalah ransum komersial buatan pabrik sesuai dengan fase

pertumbuhan babi tersebut, yang dicampur dengan polar dengan perbandingan 1 : 1

berdasarkan berat. Pada fase starter ransum yang diberikan mengandung protein 18% dan

energi metabolis 3.250 kilo kalori/kg, sedangkan pada fase grower diberikan ransum

dengan kandungan protein 15%, dan energi metabolis 3.260 kilo kalori/kg.

Gambar 3. Ransum komesrsial yang sudah dicampur dengan ampas tahu

Page 17: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

9

Peubah yang Diukur.

1. Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum diukur dengan cara menghitung jumlah pakan yang diberikan

setiap hari dikurangi dengan sisa pakan pada hari yang sama.

2. Pertambahan Bobot Badan

Dilakukan dengan cara menimbang babi dua minggu sekali, kemudian dibagi 14

untuk menghitung pertambahan bobot badan (Pbb) harian.

Pbb = Bb2 – Bb1

Bb1 = bobot badan awal

Bb2 = bobot badan saat penimbangan terakhir

3. Feed Convertion Ratio (FCR): membagi jumlah pakan yang dikonsumsi dengan

kenaikan bobot badan dalam selang waktu tertentu. Dalam hal ini akan dihitung

FCR mingguan dan total.

4. Kecernaan Ransum

Dihitung dengan menghitung jumlah ransum yang dikonsumsi (DM) dikurangi

dengan yang keluar dalam bentuk feses (DM).

Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat hasil yang

berbeda nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%

(Steel dan Torrie, 1986).

Page 18: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

10

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Ransum

Babi yang diberi ransum komersial 100% (R1) mengkonsumsi ransum sebanyak

170,20 kg selama 15 minggu atau 1,62 kg perhari. Sedangkan babi yang diberi ransum

dengan penggantian ransum komersal dengan ampas tahu 5%, 7,5% (R2, R3) masing-

masing lebih rendah 2,26 dan 0,32%, sedangkan dengan yang penggantian ransum

komersial dengan ampas tahu 10% (R4) mengkonsumsi ransum lebih tinggi 0,89%

(Tabel 2), namun secara statustik tidak berbeda nyata (P>0,05). Kalau dihitung konsumsi

harian perlakuan R2, R3 dan R4 masing-masing 1,58; 1,59 dan 1,64 kg. Tidak terjadi

perbedaan konsumsi antar perlakuan hal ini disebabkan bobot badan babi juga tidak

berbeda. Selain itu penggantian ransum komersial dengan ampas tahu sampai level 10%

tidak menyebabkan perbedaan kandungan energi ransum. Kandungan energi ransum

sangat berpengaruh terhadap konsumsi. Jika kandungan energi ransum rendah, maka

konsumsi akan tinggi, sebaliknya jika kandungan energi tinggi maka babi akan

mengkonsumsi ransum lebih sedikit.

Bobot Badan Akhir

Babi yang mendapat perlakuan R1 memiliki bobot badan akhir 89,50 kg, paling

tinggi diantara perlakuan. Babi yang diberi perlakuan R2, R3 dan R4 mempunyai bobot

badan akhir masing-masing 6,15; 3,07 dan 2,79% lebih kecil dibandingkan dengan R1

(Tabel 2), namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Bobot badan sangat

dipengaruhi oleh konsumsi, jika babi dalam keadaan sehat, makin banyak konsumsi

umumnya bobot akhir akan lebih tinggi. Sebenarnya bobot akhir babi ini masih bisa

bertambah terus sampai mencapai 100 kg, namun karena dipelihara baru 105 hari maka

beratnya belum mencapai 100 kg. Umumnya bobot pasar adalah 100 kg, biasanya dicapai

dalam waktu 140 hari atau selama 5 bulan.

Tambahan Bobot Badan

Tambahan bobot badan babi yang mendapat perlakuan R1 selama penelitian adalah

69,75 kg, paling tinggi diantara perlakuan. Babi yang mendapat perlakuan R2, R3 dan R4

masing-masing 64,50; 67,50 dan 66,67 kg atau lebih rendah masing-masing 7,53; 3,22 dan

4,41% (Tabel 2), namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Tambahan bobot

badan sangat dipengaruhi konsumsi babi tersebut. Konsumsi ransum babi yang mendapat

Page 19: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

11

perlakuan R1 memang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan R2 dan R3, namun

lebih rendah dibandingkan R4. Babi yang mendapat perlakuan R4 konsumsi ransumnya

paling tinggi kemungkinan akibat kandungan ampas tahu yang lebih tinggi sehingga

palatabelitasnya juga lebih tinggi. Selain itu aroma ampas tahu akan merangsang babi

untuk makan lebih banyak.

Gambar 4. Menimbang babi untuk mengetahui pertambahan bobot badan

Kecernaan Ransum

Kecernaan ransum dalam bentuk bahan kering (DM) pada babi yang mendapat

perlakuan R1 adalah 78,80%, pada perlakuan R2 dan R3 masing-masing 76,70% dan

79,90%, secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Kecernaan paling tinggi pada babi

yang diberi perlakuan R4 yaitu 85,97%, berbeda sangat nyata (P<0,05) dibandingkan

perlakuan lainnya. Ransum komersial yang dicampuran ampas tahu membuat fisik

ransum menjadi lebih lembut, sehingga akan meningkatkan kecernaan. Tingginya kadar air

pada ampas tahu membuat sebagian zat-zat yang ada pada ransum komersial setelah

dicampur terlarut, sehingga hal ini bisa meningkatkan kecernaannya. Kecernaan ransum

sangat dipengaruhi oleh kandungan serat kasar dalam ransum. Makin tinggi kandungan

serat kasar, maka kecernaannya akan menurun. Oleh karena itu penggantian sebagian

ransum komersial dengan ampas tahu berarti mengurangi kandungan serat kasar, sehingga

kecernaan ransum akan meningkat. Itulah sebabnya pada babi yang diberi perlakuan R4

yang ampas tahunya paling banyak, kecernaan ransumnya paling tinggi.

Page 20: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

12

Konversi Ransum (FCR)

Konversi ransum atau feed convertion ratio (FCR) adalah perbandingan antara

ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan dalam satuan waktu tertentu.

Nilai FCR menunjukkan seberapa efisiensi babi dalam menggunakan ransum. Makin

kecil nilai FCR maka akan semakin efisien dalam penggunaan ransum. Pada babi yang

diberi perlakuan R1 nilai FCR nya 2,69, sedangkan pada perlakuan R2, R3 dan R4

berturut-turut: 2,63; 2,70 dan 2,60. Pada perlakuan R2 dan R4 masing-masing lebih

randah 2,23 dan 3,34%, tetapi pada perlakuan R3 lebih tinggi 0,03%, dan secara statistik

tidak berbedanyata (P>0,05). Berdasarkan nilai FCR di atas artinya babi yang mendapat

perlakuan R4 paling efisien menggunakan ransum

Tabel 2. Penampilan babi yang diberi ampas tahu

Parameter Perlakuan

R1 R2 R3 R4 SEM

Bobot awal (kg) 19,75a 19,50a 19,25a* 21,50a 1,48

Bobot akhir (kg) 89,50a 84,00a 86,75a 87,00a 11,66

Tambahan bobot badan (kg) 69,75a 64,50a 67,50a 66,67a 11,61

Konsumsi Pakan (kg) 170,201a 166,34a 169,66a 171,71a 16,94

Konsumsi perhari (kg) 1,62a 1,58a 1,62a 1,64a 1,61

Kecernaan ransum (%) 78,80a 76,70a 79,90a 85,97b 1,51

Tambahan bobot badan

perhari (kg)

0,66a 0,61a 0,64a 0,63a 0,11

FCR 2,69 2,63 2,70 2,60 0,28

Keterangan: R1 : Ransum tanpa ampas tahu R2 : Ransum komersial 5% diganti amas tahu R3 : Ransum komersial 7, 5% diganti amas tahu R4 : Ransum komersial 10% diganti amas tahu *Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama bermakna tidak berbeda nyata (P>0,05)

Page 21: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

13

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa

penggantian sebagian ransum komersial dengan ampas tahu sampai level 10% tidak

berpengaruh nyata terhadap penampilan babi ras. Babi yang diberikan ransum dengan

ampas tahu mulai dari level 5, 7,5 dan 10% ternyata masih efisien dalam penggunaan

ransum dengan FCR berturut turut: 2,63; 2,70 dan 2,60 dan tidak berbeda nyata dengan

kontrol yang nilainya 2,69.

Saran

Penggunaan ampas tahu secara ekonomis sebenarnya tidak terlalu menguntungkan,

namun dari aspek lingkungan sangat bermanfaat sebab kalau tidak dimanfaatkan ampas

tahu sangat mencemari lingkungan terutama bau. Oleh karena itu ampas tahu tetap dapat

disarankan untuk mencampur ransum babi jangan lebih dari 10% (1:1 ) basah, kalau lebih

volumenya terlalu banyak, dikhawatirkan babi akan kekurangan asupan energi.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat statistik Provinsi Bali. 2013. Bali dalam Angka 2013. Budaarsa, K. 2012. Babi Guling Bali, dari Beternak, Kuliner hingga Sesaji. Penerbit

Buku Arti, Denpasar. Dessita. 2003. Jurusan peternakan, fakultas pertanian universitas bengkulu jln raya

kandang limun, bengkulu. Diakses dari Http://livestock-livestock.blogspot.com/2012/01/ pemanfaatan-ampas-tahu-sebagai pakan.html. Pada tanggal 26 Maret 2012, 14:33

Duldjaman.M. 2004. Penggunaan Ampas Tahu untuk Meningkatkan Gizi Pakan Domba

Lokal. Media Peternakan. 27.3: 107-110. Ferdian Kusuma. 2008. Pengaruh Pemberian Tepung Ampas Tahu dalam Ransum

terhadap Performans Puyuh (Coturnix-cortunix japonica) setelah 6 bulan produksi. Skripsi. Universitas Bengkulu: Bengkulu.

Maman Suherman 2013. Ini Penyebab Produksi Kedelai Merosot dalam 5 Tahun Terakhir.

Direktur Aneka Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Kementan Kompas.com, Senin , 7/10/2013.

Page 22: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

14

Murni. R, Suparjo, Akmal, BL. Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

Nuraini, S.A.Latif, dan Sabrina. 2009. Potensi Monascus purpureus untuk Membuat

Pakan Kaya Karotenoid Monakolin dan Aplikasinya untuk Memproduksi Telur Unggas Rendah Kolesterol. Working Paper. Fakultas Peternakan.

Penggunaan Campuran Dedak dan Ampas Tahu Terfermentasi dengan Monascus

purpureus dalam Ransum terhadap Bobot Hidup, Persentase Karkas dan Kolesterol Daging Broiler. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Andalas.

Shurtleff, W. And A. Aoyagi. 1975. The Book of Tohu, Food for Mankind. Ten Speed

Press. California, USA. Smith A. L, K.J. Stalder, T.V. Serenius, T.J. Baas and J.W. Mabry. 2007. Effect of piglet

birth weight on weights at weaning and 42 days post weaning. Journal Swine Health Prod. 17 (4) : 213-218).

Sri Harjanto. 2011. Pengaruh penggunaan ampas tahu dalam ransum terhadap performan

babi landrace jantan kastrasi. Skripsi Fakultas Pertanian Jurusan Agronomi, Universitas Negeri Sebelas Maret.

Suprapti, M. L. 2005. Pembuatan Tahu. Kanisius: Yogyakarta Tanwiriah, Wiwin, dkk. 2009. Pengaruh Tingkat Pemberian Ampas Tahu dalam Ransum

terhadap Performan Entok (Muscovy Duck) pada Periode Pertumbuhan. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran.

Tarmidi, A.R. 2010. Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Pakan Ruminansia.

Layanan dan Produk Umban Sari Farm.

Page 23: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

15

Lampiran 1. RINCIAN PENGGUNAAN DANA (100%) dari Rp. 35.000.000

1.1. Anggaran untuk Bahan Hasbis Pakai

N0 Bahan Jumlah Kegunaan Harga/nilai (Rp)

1. Pajak 15% Setor pajak 3.675.000

2. Membeli babi 16 Materi penelitian 10.400.000

3. Membeli Konsentrat 551 untuk 16 ekor babi selama 4 bulan (16 mg) @ Rp.8.000

1.344 kg Makanan babi 10.752.000

4. Membeli polar untuk 16 ekor babi selama 4 (18 mg) bulan @ Rp.3.600

1.344 kg Makanan babi 4.838.400

5. Membeli ampas tahu 980 kg Campuran ransum 980.000

6. Membeli obat cacing dan vaksin

1 pepel Mencegah parasit cacing

160.000

7. Membeli obat diare 1 pepel Mengobati babi 65.000

8. Membeli kantong plastik 4 pepel Tempat pakan 130.400

9. Biaya analisis proksimat 9 sampel Mengukur kecernaan 2.530.000

Sus Total 1.1 33.600.000

1.2. Anggaran untuk Perjalanan

N0 Jenis Pengeluaran Keperluan Biaya (Rp)

1. Transportasi ke Petang Penjajagan dan membeli babi

200.000

.2 Transportasi ke Petang 12 kali,

@ Rp 100.000,-

Pengambilan data 1.200.000

Sub Total 1.2 1.400.000

Total (1.1.+1.2) (tiga puluh lima juta rupiah) 35.000.000

Page 24: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

16

Lampiran 2. Personalia Peneliti

Ketua Peneliti Nama Lengkap

:

Prof. Dr. Ir. Komang Budaarsa, MS

NIDN : 0004125803 Jabatan Fungsional : Guru Besar Program Studi : Peternakan Nomor HP : 08123629839 Alamat Surel (e-mail) : [email protected] Anggota (1) Nama Lengkap : Ir. Antonius Wayan Puger, MS NIDN : 0025015802 Perguruan Tinggi : Universitas Udayana Anggota (2) Nama Lengkap : Ir. I Made Suasta, MS NIDN : 0015086003 Perguruan Tinggi : Univers it as Udayana Anggota (ke 3) Nama Lengkap : I Putu Ari Astawa, SPt. MP NIDN : 0002127404 Perguruan Tinggi : Universitas Udayana

Page 25: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

17

Lampiran 3.

Publikasi

Page 26: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

1

PEMANFAATAN AMPAS TAHU SEBAGAI PAKAN UNTUK MENGGANTI SEBAGIAN RANSUM KOMERSIAL TERNAK BABI

K. Budaarsa, A. W. Puger, I M. Suasta, dan I P. Ari Astawa Fakultas Peternakan Universitas Udayana

DenpaSar Bali, email: [email protected] Hp.08123629838, 082146499345

ABSTRAK

Penelitian untuk mengetahui pemanfaatan ampas tahu sebagai pakan alternatif untuk mengganti sebagian pakan komersial. Penelitian ini menggunakan metode percobaan lapangan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang diberikan sebanyak empat yaitu ransum komersial tanpa ampas tahu sebagai kontrol (R0), ransum komersial 5% diganti dengan ampas tahu (R1), ransum komersial 7,5% diganti dengan ampas tahu (R2), ransum komersial 10% diganti dengan ampas tahu. Masing-masing perlakuan diulang 4 kali, sehingga babi yang digunakan sebanyak 16 ekor. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi ras yang sudah disapih dengan bobot badan rata-rata 19 kg. Hasil dari penelitian ini akan memberi informasi penting kepada peternak babi yang ingin memanfaatkan ampas tahu sebagai tambahan pakan, sehingga disatu sisi pertumbuhan babi tetap baik, dan disatu sisi ampas tahu tidak mencemari lingkungan. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggantian ransum komersial dengan ampas tahu 5; 7,5 dan 10% tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap penampilan babi. Pada babi yang diberi perlakuan R1 nilai FCR nya 2,69, sedangkan pada perlakuan R2, R3 dan R4 berturut-turut: 2,63; 2,70 dan 2,60. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa ampas tahu dapat digunakan sebagai pakan alternatif untuk mengganti ransum komesial sampai level 10%, tanpa berpengaruh negatif terhadap penampilan babi.

Kata kunci: ampas tahu, rnsum komersial dan babi ras.

ABSTRACT

An experiment has conducted to investigate the effect of subsitution of commercial ration by the tofu waste. The experiment was designed use Complately Randomized Design with four treatments: commercial ration without substitution as a control (R1), 5% commercial ration substitution with tofu waste (R2), 7.5% commercial ration substitution with tofu waste (R3) and 10% commercial ration substitution with tofu waste (R4). There were 16 pigs weaned utilizing with everage weight 19 kg, with four replicate. The result indicated that substitution commercial ration 5; 7.5 and 10% not significant on consumption of ration, weight gains, and feed convertion ratio, but on treatment R4 feed digestibility higher than the other treatments. Incoclusion that tofu waste can use as alternatif feed to substitution of commercial ration until 10% without negatif effect on pig performance.

Keyword: tofu waste, commercial ration and pig races

Page 27: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

2

PENDAHULUAN

Peternakan Babi di Bali sampai saat ini mempunyai peranan yang sangat penting

dalam menunjang ekonomi masyarakat, khususnya di pedesaan. Hampir setiap rumah

tangga memelihara ternak babi yang jumlahnya antara satu – tiga ekor. Walaupun bersifat

sambilan, namun terbukti menjadi salah satu sumber pendapatan yang sangat diandalkan

bagi keluarga. Pemeliharaan ternak babi sangat membantu dalam menstabilkan ekonomi

masyarakat, terutama saa-saat keperluan dana mendadak dalam jumlah yang cukup

banyak. Ternak babi menjadi cadangan dana pengaman dalam sistem keuangan

keluarga.

Selain itu, peternakan babi di daerah Bali khususnya, memegang peranan yang

sangat penting dalam menyediakan bahan pangan asal hewan berupa daging, disamping

juga memberikan tambahan penghasilan bagi peternak. Hal ini didukung oleh

kemampuan ternak babi yang lebih efisien di dalam mengubah bahan makanan menjadi

daging dibandingkan ternak nonruminansia. Beternak babi memerlukan modal yang relatif

lebih sedikit dibandingkan dengan ternak potong besar lainnya, sehingga dapat diusahakan

secara luas oleh petani perternak. Sifat babi yang prolifik (beranak banyak) sangat menarik

untuk diusahakan baik secara sambilan maupun komersial (Parakkasi, 1983).

Daging babi di Bali sangat diminati oleh masyarakat luas kecuali warga muslim

karena memang citarasanya enak, disamping juga diperlukan untuk keperluan upacara

keagamaan. Sebagai salah satu sumber protein hewani, daging babi mempunyai kualitas

asam-asam amino esensial lebih lengkap dengan proporsi yang lebih seimbang

dibandingkan dengan protein nabati. Sejalan dengan meningkatnya pertambahan

penduduk konsumsi daging babi di Bali juga meningkat. Menurut laporan Dinas

Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali yang dikeluarkan oleh Bada Pusat

Statisktik Provinsi Bali 2013, pemotongan ternak babi di Bali dari tahun ketahun

meningkat. Tahun 2010 jumlah pemotongan babi sebanyak, 1.589.882 ekor, tahun 2011

sebanyak 1.608.361 ekor dan tahun 2012 meningkat menjadi 1.780.055 ekor (10,67% dari

tahun 2011). Sebagai biasa, peningkatan pemotongan babi selalu terjadi pada hari raya

Galungan dan Kuningan.

Meningkatkan mutu dan produktifitas ternak babi, dapat dilakukan dengan

pemeliharaan secara intensif dengan pemberian pakan sesuai dengan standar

kebutuhannya. Dalam usaha peternakan pakan merupakan salah satu faktor yang

sangat penting untuk mendapat perhatian. Hal ini disebabkan sekitar 70% dari seluruh

Page 28: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

3

biaya produksi adalah biaya pakan, sehingga perlu diupayakan untuk menekan biaya

pakan dengan mencari bahan-bahan lokal yang lebih murah, namun masih mengandung

nilai gizi yang baik.

Ampas tahu merupakan limbah dari proses pembuatan tahu. Secara fisik bentuknya

agak padat, berwarna putih, diperoleh ketika bubur kedelai diperas kemudian di saring.

Bobot ampas tahu rata-rata 1,12 kali bobot kedelai kering, sedangkan volumenya 1,5

sampai 2 kali volume kedelai kering (Shurtleff dan Aoyogi, 1979). Berdasarkan angka

tersebut maka dari 1kg kacang kedelai yang dijadikan tahu akan dihasilkan 1,2 kg ampas

tahu. Direktur Aneka Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Kementerian Pertanian Maman

Suherman mengatakan kepada Kompas.com, Senin (7/10/2013), Tahun 2013 produksi

kedelai diperkirakan 847.157 ton. Kalau 50% dari produksi tersebut digunakan utuk tahu,

maka diperkirakan produksi ampas tahu sebanyak 847.157/2 = 423.578,5 x 1,2 =

508.294,2 ton. Suatu jumlah yang sangat potensial untuk pakan ternak.

Hasil analisis proksimat yang dilakukan oleh Duldjaman (2004) mendapatkan ampas

tahu kering mengandung protein 23,62%; BETN 41,98%; serat kasar 22,65%; lemak

7,78%; abu 3,97%; kalsium 0,58% dan phosfor 0,22%. Sementara hasil analisis

laboratorium yang dilakukan oleh Hernaman, dkk (2005) melaporkan ampas tahu

mengandung bahan kering 8,69%, protein kasar 18,67%, serat kasar 24,43%, lemak kasar

9,43%, abu 3,42% dan BETN 41,97%. Selain itu ampas tahu juga mengandung unsur

mineral antara lain: Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm Cu 5-15 ppm dan Zn sekitar 50

ppm.

Ampas tahu mengandung protein yang cukup tinggi, oleh karena itu sangat baik

digunakan sebagai pakan ternak. Menurut Nuraini (2009), ampas tahu mengandung

protein kasar 27,55%, lemak 4,93%, serat kasar 7,11%, BETN 44,50%. Sementara

menurut Tarmidi (2010), ampas tahu mengandung bahan kering (BK) 13,3%, protein

kasar (PK) 21%, serat kasar 23,58%, lemak kasar 10,49%, NDF 51,93%, ADF 25,63%,

abu 2,96%, kalsium (Ca) 0,53%, posfor (P) 0,24% dan energi bruto 4730 kkal/kg.

Kandungan air ampas tahu menurut Suprapti (2005) adalah 85,31%.

Kandungan air yang cukup tinggi akan menyebabkan masa simpannya sangat pendek.

Namun demikian ampas tahu dapat dikeringkan, dijadikan tepung sehingga kadar airnya

turun sampai 12-15%. Setelah menjadi tepung masa simpannya akan lebih lama dan

mudah mencampurkan dengan bahan pakan lain. Pada Tabel 1 ditunjukkan perbedaan

kandungan nutrisi ampas tahu basah dan kering.

Page 29: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

4

Tabel 1. Kandungan zat nutrisi ampas tahu basah dan kering

Nutrisi Ampas tahu Basah (%) Kering (%)

Bahan Kering 14,69 88,35 Protein Kasar 2,91 23,39 Serat Kasar 3,76 19,44 Lemak kasar 1,39 9,96 Abu 0,58 4,58 BETN 6,05 30,48 Sumber : Suprapti (2005).

Selain mengandung protein yang cukup tinggi, ampas tahu juga mengandung asam

fitat. Justru adanya asam fitat dalam ampas tahu tersebut menjadi salah satu pembatas

penggunaannya untuk pakan ternak, khususnya ternak nonruminansia. Tetapi untuk

ternak ruminansia hal tersebut tidak masalah karena dalam rumen terdapat mikroorganisme

yang mampu menghasilkan enzim fitase yang akan menghidrolisis asam fitat dalam ampas

tahu.

Penggunaan ampas tahu untuk pakan ternak sebenarnya sudah dilkukan sejak lama.

Seperti yang disampaikan oleh Surtleff dan Aoyogi (1975) dalam bukunya The Book of

Tofu, Food for Mankind, Ten Speen Press, California, USA, bahwa ampas tahu sangat

baik untuk sapi perah. Pemberian ampas tahu pada ternak sapi perah juga di Indonesia

sudah banyak di lakukan, terutama di Pulau Jawa. Di Bali ampas tahu diberikan pada

ternak babi secara langsung tanpa diolah lagi. Demikian juga pada ternak unggas, baik

untuk itik, entok dan ayam. Bahkan pada ternak puyuh ampas tahu juga sudah ada yang

memanfaatkan, hanya saja dalam bentuk kering.

Duldjaman (2004) telah melakukan penelitian penggunaan ampas tahu untuk

domba lokal. Pada penelitian tersebut domba diberikan rumput lapangan dan ampas tahu

kering mulai 100, 200 dan 300 gram. Hasil yang dilaporkan bahwa pemberian ampas tahu

yang meningkat mempunyai pengaruh terhadap konsumsi bahan kering. Demikian juga

peningkatan konsumsi TDN dan protein. Lebih lanjut dilaporkan bahwa pemberian ampas

tahu pada domba yang pakan utamanya rumput lapangan mampu meningkatkan koefisien

Page 30: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

5

penggunaan pakan dan pertambahan bobot hidup. Pertambahan bobot hidup yang tinggi

mengasilkan domba dengan kondisi tubuh yang baik.

Ampas tahu bisa diberikan pada entok dalam bentuk kering (tepung) atau basah.

Pemberian ampas tahu pada entok sudah dilakukan di masyarakat. Hal yang harus

diperhatikan dalam penggunaan ampas tahu adalah kandungan serat kasarnya yang tinggi,

jadi pemakaiannya dalam ransum harus dibatasi, karena bangsa unggas kurang bisa

mencerna serat kasar dan bila kelebihan bisa berpengaruh buruk pada performan.

Performan biasa dimanifestasikan dalam besarnya konsumsi ransum, pertambahan bobot

badan, dan konversi ransum. Pada hasil penelitian dapat dilihat bahwa pada perlakuan

ransum yang mengandung tepung ampas tahu 30% dengan kandungan serat kasar ransum

8,87% masih menghasilkan pertambahan bobot badan yang tidak berbeda dengan ransum

kontrol. Hal ini membuktikan bahwa entok bisa mentolerir kandungan serat kasar ransum

yang lebih tinggi dari 8%. Dengan demikian, dengan pertambahan bobot badan yang tidak

berbeda maka tepung ampas tahu dapat digunakan pada ransum entok sebanyak 30%

(Tanwiriah, dkk., 2009).

Sri Harjanto (2011) telah melakukan penelitian dengan penggunaan ampas tahu

unuk babi landrace jantan yang sudah dikastrasi dengan ransum basal jagung kuning,

dedak halus, top mix dan dan konsentrat 551. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-

rata konsumsi ransum 112,60 g/ekor/hari, pertambahan bobot badan harian 499,99

g/ekor/hari, konversi ransum 2,21, Feed Cost per Gain Rp. 9723,68 untuk babi yang

diberikan ampas tahu 300 g/hari. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa penggunaan

ampas tahu dalam ransum berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum,

pertambahan bobot badan, dan konversi ransum. Kesimpulan dari penelitian ini

penggunaan ampas tahu dapat digunakan sebagai pengganti kosentrat dalam ransum,

karena menghasilkan nilai konversi ransum dan Feed Cost per Gain sangat efisien.

Penggunaan ampas tahu untuk pakan babi terutama pada sentra-sentra peternakan

babi seperti di Bali akan sangat menguntungkan, karena mampu menekan biaya produksi.

Bagaimanapun harga ampas tahu jauh lebih murah dibandingkan harga konsentrat

komersial. Saat ini di kawasan Denpasar ampas tahu dijual dengan harga sekitar

Rp1.500/kg, atau dijual dengan bungkusan tas plastik, satu bungkus Rp 5000, yang isinya

kurang lebih 4 kg. Selain itu penggunaan ampas tahu untuk pakan babi akan mampu

mengurangi pencemaran lingkungan di area perusahaan tahu. Hanya saja belum ada

Page 31: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

6

informasi ilmiah mengenai berapa sebaiknya ampas tahu diberikan, sehingga di satu sisi

pertumbuhan babi optimal, dan secara ekonomi menguntungkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak ampas tahu bisa

ditambahkan pada pakan ternak babi komersial tanpa mengganggu penampilan ternak

babi. Selain itu pemanfaatan ampas thu dapat dijadikan pakan alternatif ternak babi.

Hasil penelitian ini merupakan luaran yang sangat bagus yaitu formulasi ransum

baru, campuran antara ransum komersial yang sebagian diganti dengan ampas tahu.

Selain formula ransum tersebut juga akan dihasilkan publikasi ilmiah tentang penggunaan

ampas tahu dalam ransum babi. Informasi ini akan sangat bermanfaat dalam

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang peternakan, khususnya peternakan babi, dan

bermanfaat bagi peternak babi yang ingin memberikan ampas tahu sebagai pakan alternatif

untuk pengganti sebagaian pakan komersial. Disamping itu penggunaan ampas tahu akan

sangat membantu mengurangi pencemaran limbah, yang kalau dibiarkan akan menebar

bau tak sedap.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode percobaan lapangan dengan model Rancangan

Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang diberikan sebanyak empat yaitu ransum komersial

tanpa ampas tahu (R0), ransum komersial 5% diganti dengan ampas tahu (R1), ransum

komersial 7,5% diganti dengan ampas tahu (R2), ransum komersial 10% diganti

dengan ampas tahu. Masing-masing perlakuan diulang 4 kali, sehingga babi yang

digunakan sebanyak 16 ekor.

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi ras yang sudah disapih

dengan bobot badan 19,25-21,50 kg. Jumlah ternak yang digunakan sebanyak 16 ekor,

dipelihara dalam kandang selama 15 minggu (105). Selain itu disediakan juga ternak babi

sebagai cadangan sebanyak 2 ekor, sehingga keseluruhan jumlah babi yang dipelihara

sebanyak 18 ekor. Kandang yang digunakan adalah kandang individual dengan ukuran

panjang 2 m, lebar 1,25 m dan tinggi 0,75 m. Setiap unit kandang dilengkapi dengan

tempat makan dan air minum. Sebelum diberi perlakuan, babi diberikan vaksin SE dan

obat cacing.

Page 32: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

7

Gambar 1. Babi ras yang dipakai penelitian sebelumnya divaksin dengan vaksin Septicaemia epizootica (SE)

Ampas tahu yang digunakan adalah ampas yang diperoleh dari proses pembuatan

tahu skala rumah tangga. Ampas tahu tersebut masih dalam keadaan basah dengan

kandungan air sekitar 85%.

Gambar 2. Ampas tahu yang dicampurkan dalam ransum

Ransum yang digunakan adalah ransum komersial buatan pabrik sesuai dengan fase

pertumbuhan babi tersebut, yang dicampur dengan polar dengan perbandingan 1 : 1

berdasarkan berat. Pada fase starter ransum yang diberikan mengandung protein 18% dan

energi metabolis 3.250 kilo kalori/kg, sedangkan pada fase grower diberikan ransum

dengan kandungan protein 15%, dan energi metabolis 3.260 kilo kalori/kg.

Page 33: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

8

Gambar 3. Ransum komesrsial yang sudah dicampur dengan ampas tahu

Peubah yang Diukur dalam penelitian ini: Konsumsi Ransum, Konsumsi ransum

diukur dengan cara menghitung jumlah pakan yang diberikan setiap hari dikurangi dengan

sisa pakan pada hari yang sama. Pertambahan bobot badan, dilakukan dengan cara

menimbang babi dua minggu sekali, kemudian dibagi 14 untuk menghitung pertambahan

bobot badan (Pbb) harian. Pbb = Bb2 – Bb1, Bb1 = bobot badan awal dan Bb2 = bobot

badan saat penimbangan terakhir, Feed Convertion Ratio (FCR): membagi jumlah pakan

yang dikonsumsi dengan kenaikan bobot badan dalam selang waktu tertentu. Dalam hal

ini akan dihitung FCR mingguan dan total, Kecernaan ransum dihitung dengan

menghitung jumlah ransum yang dikonsumsi (DM) dikurangi dengan yang keluar dalam

bentuk feses (DM).

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat hasil yang

berbeda nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%

(Steel dan Torrie, 1986).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Ransum

Babi yang diberi ransum komersial 100% (R1) mengkonsumsi ransum sebanyak

170,20 kg selama 15 minggu atau 1,62 kg perhari. Sedangkan babi yang diberi ransum

dengan penggantian ransum komersal dengan ampas tahu 5%, 7,5% (R2, R3) masing-

masing lebih rendah 2,26 dan 0,32%, sedangkan dengan yang penggantian ransum

komersial dengan ampas tahu 10% (R4) mengkonsumsi ransum lebih tinggi 0,89%

(Tabel 2), namun secara statustik tidak berbeda nyata (P>0,05). Kalau dihitung konsumsi

harian perlakuan R2, R3 dan R4 masing-masing 1,58; 1,59 dan 1,64 kg. Tidak terjadi

Page 34: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

9

perbedaan konsumsi antar perlakuan hal ini disebabkan bobot badan babi juga tidak

berbeda. Selain itu penggantian ransum komersial dengan ampas tahu sampai level 10%

tidak menyebabkan perbedaan kandungan energi ransum. Kandungan energi ransum

sangat berpengaruh terhadap konsumsi. Jika kandungan energi ransum rendah, maka

konsumsi akan tinggi, sebaliknya jika kandungan energi tinggi maka babi akan

mengkonsumsi ransum lebih sedikit.

Bobot Badan Akhir

Babi yang mendapat perlakuan R1 memiliki bobot badan akhir 89,50 kg, paling

tinggi diantara perlakuan. Babi yang diberi perlakuan R2, R3 dan R4 mempunyai bobot

badan akhir masing-masing 6,15; 3,07 dan 2,79% lebih kecil dibandingkan dengan R1

(Tabel 2), namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Bobot badan sangat

dipengaruhi oleh konsumsi, jika babi dalam keadaan sehat, makin banyak konsumsi

umumnya bobot akhir akan lebih tinggi. Sebenarnya bobot akhir babi ini masih bisa

bertambah terus sampai mencapai 100 kg, bahkan lebih namun karena dipelihara baru 105

hari maka beratnya belum mencapai 100 kg. Umumnya bobot pasar adalah 100 kg,

biasanya dicapai dalam waktu 140 hari atau selama 5 bulan.

Tambahan Bobot Badan

Tambahan bobot badan babi yang mendapat perlakuan R1 selama penelitian adalah

69,75 kg, paling tinggi diantara perlakuan. Babi yang mendapat perlakuan R2, R3 dan R4

masing-masing 64,50; 67,50 dan 66,67 kg atau lebih rendah masing-masing 7,53; 3,22 dan

4,41% (Tabel 2), namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Tambahan bobot

badan sangat dipengaruhi konsumsi babi tersebut. Konsumsi ransum babi yang mendapat

perlakuan R1 memang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan R2 dan R3, namun

lebih rendah dibandingkan R4. Babi yang mendapat perlakuan R4 konsumsi ransumnya

paling tinggi kemungkinan akibat kandungan ampas tahu yang lebih tinggi sehingga

palatabelitasnya juga lebih tinggi. Selain itu aroma ampas tahu akan merangsang babi

untuk makan lebih banyak.

Konversi Ransum (FCR)

Konversi ransum atau feed convertion ratio (FCR) adalah perbandingan antara

ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan dalam satuan waktu tertentu.

Page 35: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

10

Nilai FCR menunjukkan seberapa efisiensi babi dalam menggunakan ransum. Makin

kecil nilai FCR maka akan semakin efisien dalam penggunaan ransum. Pada babi yang

diberi perlakuan R1 nilai FCR nya 2,69, sedangkan pada perlakuan R2, R3 dan R4

berturut-turut: 2,63; 2,70 dan 2,60. Pada perlakuan R2 dan R4 masing-masing lebih

randah 2,23 dan 3,34%, tetapi pada perlakuan R3 lebih tinggi 0,03%, dan secara statistik

tidak berbedanyata (P>0,05). Berdasarkan nilai FCR di atas artinya babi yang mendapat

perlakuan R4 paling efisien menggunakan ransum.

Tabel 2. Penampilan babi yang diberi ampas tahu

Parameter Perlakuan

R1 R2 R3 R4 SEM

Bobot awal (kg) 19,75a 19,50a 19,25a* 21,50a 1,48

Bobot akhir (kg) 89,50a 84,00a 86,75a 87,00a 11,66

Tambahan bobot badan (kg) 69,75a 64,50a 67,50a 66,67a 11,61

Konsumsi Pakan (kg) 170,201a 166,34a 169,66a 171,71a 16,94

Konsumsi perhari (kg) 1,62a 1,58a 1,62a 1,64a 1,61

Kecernaan ransum (%) 78,80a 76,70a 79,90a 85,97b 1,51

Tambahan bobot badan

perhari (kg)

0,66a 0,61a 0,64a 0,63a 0,11

FCR 2,69 2,63 2,70 2,60 0,28

Keterangan: R1 : Ransum tanpa ampas tahu R2 : Ransum komersial 5% diganti amas tahu R3 : Ransum komersial 7, 5% diganti amas tahu R4 : Ransum komersial 10% diganti amas tahu *Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama bermakna tidak berbeda nyata (P>0,05)

Page 36: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

11

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa

penggantian sebagian ransum komersial dengan ampas tahu sampai level 10% tidak

berpengaruh nyata terhadap penampilan babi ras. Babi yang diberikan ransum dengan

ampas tahu mulai dari level 5, 7,5 dan 10% ternyata masih efisien dalam penggunaan

ransum dengan FCR berturut turut: 2,63; 2,70 dan 2,60 dan tidak berbedanyata dengan

kontrol 2,69.

Saran

Penggunaan ampas tahu secara ekonomis sebenarnya tidak terlalu menguntungkan,

namun dari aspek lingkungan sangat bermanfaat sebab kalau tidak dimanfaatkan ampas

tahu sangat mencemari lingkungan terutama bau. Oleh karena itu ampas tahu tetap dapat

disarankan untuk mencampur ransum babi jangan lebih dari 10% (1:1 ) basah, kalau lebih

volumenya terlalu banyak, dikhawatirkan babi akan kekurangan asupan energi.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat statistik Provinsi Bali. 2013. Bali dalam Angka 2013. Budaarsa, K. 2012. Babi Guling Bali, dari Beternak, Kuliner hingga Sesaji. Penerbit

Buku Arti, Denpasar. Dessita. 2003. Jurusan peternakan, fakultas pertanian universitas bengkulu jln raya

kandang limun, bengkulu. Diakses dari Http://livestock-livestock.blogspot.com/2012/01/ pemanfaatan-ampas-tahu-sebagai pakan.html. Pada tanggal 26 Maret 2012, 14:33

Duldjaman.M. 2004. Penggunaan Ampas Tahu untuk Meningkatkan Gizi Pakan Domba

Lokal. Media Peternakan. 27.3: 107-110. Ferdian Kusuma. 2008. Pengaruh Pemberian Tepung Ampas Tahu dalam Ransum

terhadap Performans Puyuh (Coturnix-cortunix japonica) setelah 6 bulan produksi. Skripsi. Universitas Bengkulu: Bengkulu.

Page 37: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

12

Maman Suherman 2013. Ini Penyebab Produksi Kedelai Merosot dalam 5 Tahun Terakhir. Direktur Aneka Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Kementan Kompas.com, Senin , 7/10/2013.

Murni. R, Suparjo, Akmal, BL. Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah

untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Nuraini, S.A.Latif, dan Sabrina. 2009. Potensi Monascus purpureus untuk Membuat Pakan

Kaya Karotenoid Monakolin dan Aplikasinya untuk Memproduksi Telur Unggas Rendah Kolesterol. Working Paper. Fakultas Peternakan.

Penggunaan Campuran Dedak dan Ampas Tahu Terfermentasi dengan Monascus

purpureus dalam Ransum terhadap Bobot Hidup, Persentase Karkas dan Kolesterol Daging Broiler. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Andalas.

Shurtleff, W. And A. Aoyagi. 1975. The Book of Tohu, Food for Mankind. Ten Speed

Press. California, USA. Smith A. L, K.J. Stalder, T.V. Serenius, T.J. Baas and J.W. Mabry. 2007. Effect of piglet

birth weight on weights at weaning and 42 days post weaning. Journal Swine Health Prod. 17 (4) : 213-218).

Sri Harjanto. 2011. Pengaruh penggunaan ampas tahu dalam ransum terhadap performan

babi landrace jantan kastrasi. Skripsi Fakultas Pertanian Jurusan Agronomi, Universitas Negeri Sebelas Maret.

Suprapti, M. L. 2005. Pembuatan Tahu. Kanisius: Yogyakarta Tanwiriah, Wiwin, dkk. 2009. Pengaruh Tingkat Pemberian Ampas Tahu dalam Ransum

terhadap Performan Entok (Muscovy Duck) pada Periode Pertumbuhan. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran.

Tarmidi, A.R. 2010. Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Pakan Ruminansia.

Layanan dan Produk Umban Sari Farm.

Page 38: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

13

Page 39: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

18