Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Bidang Unggulan: Ketahanan Pangan
LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA
Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun
PEMANFAATAN AMPAS TAHU SEBAGAI PAKAN UNTUK MENGGANTI SEBAGIAN RANSUM KOMERSIAL TERNAK BABI
Tim Peneliti
1. Prof. Dr. Ir. Komang Budaarsa, MS (Ketua), NIDN: 0004125803 2. Ir. Antonius Wayan Puger, MS (Anggota), NIDN:0025015802
3. Ir. I Made Suasta, MS (Anggota), NIDN: 0015086003 4. I Putu Ari Astawa, SPt. MP (Anggota), NIDN:0002127404
NAMA GRUP RISET: KAJIAN NUTRISI TERNAK NONRUMINANSIA
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS UDAYANA
Nopember Tahun 2014
ii
RINGKASAN
Ampas tahu kalau tidak ditangani dengan baik bisa mencemari lingkungan. Salah satu bisa digunakan untuk pakan babi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak ampas tahu bisa ditambahkan untuk mengganti sebagian ransum babi komersial tanpa berpengaruh buruk terhadap penampilan babi tersebut. Luaran penelitian ini yaitu formulasi ransum baru, campuran antara ransum komersial yang sebagian diganti dengan ampas tahu. Selain formula ransum tersebut juga akan dihasilkan publikasi ilmiah tentang penggunaan ampas tahu dalam ransum babi. Informasi ini akan sangat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang peternakan, khususnya peternakan babi, dan bermanfaat bagi peternak babi yang ingin memberikan ampas tahu sebagai pakan alternatih untuk mengganti sebagian pakan komersial. Penelitian ini menggunakan metode percobaan lapangan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan yaitu ransum komersial tanpa ampas tahu (R0), ransum komersial 5% diganti dengan ampas tahu (R1), ransum komersial 7,5% diganti dengan ampas tahu (R2), ransum komersial 10% diganti dengan ampas tahu. Masing-masing perlakuan diulang 4 kali, sehingga babi yang digunakan sebanyak 16 ekor. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi ras yang sudah disapih dengan bobot badan rata-rata 19 kg. Jumlah ternak yang digunakan sebanyak 16 ekor, dipelihara dalam kandang selama 4 bulan. Sebelum diberi perlakuan, babi diberikan vaksin SE dan obat cacing. Ampas tahu yang digunakan adalah ampas yang diperoleh dari proses pembuatan tahu skala rumah tangga. Ampas tahu tersebut masih dalam keadaan basah dengan kandungan air sekitar 85%. Ransum yang digunakan adalah ransum komersial buatan pabrik sesuai dengan fase pertumbuhan babi tersebut. Pada fase starter ransum yang diberikan mengandung protein 18% dan energi metabolis 3.250 kilo kalori/kg, sedangkan pada fase grower diberikan ransum dengan kandungan protein 15%, dan energi metabolis 3.260 kilo kalori/kg. Parameter yang diukur: Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan, Feed Convertion Ratio dan Kecernaan Ransum. Hasil dari penelitian ini akan memberi informasi penting kepada peternak babi yang ingin memanfaatkan ampas tahu sebagai tambahan pakan, sehingga disatu sisi pertumbuhan babi tetap baik, dan disatu sisi ampas tahu tidak mencemari lingkungan. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: Babi yang diberi ransum komersial 100% (R1) mengkonsumsi ransum sebanyak 170,20 kg selama 15 minggu atau 1,62 kg perhari. Sedangkan babi yang diberi ransum dengan penggantian ransum komersal dengan ampas tahu 5%, 7,5% (R2, R3) masing-masing lebih rendah 2,26 dan 0,32%, sedangkan dengan yang penggantian ransum komersial dengan ampas tahu 10% (R4) mengkonsumsi ransum lebih tinggi 0,89%, namun secara statustik tidak berbeda nyata (P>0,05). Tambahan bobot badan babi yang mendapat perlakuan R1 selama penelitian adalah 69,75 kg, paling tinggi diantara perlakuan. Babi yang mendapat perlakuan R2, R3 dan R4 masing-masing 64,50; 67,50 dan 66,67 kg atau lebih rendah masing-masing 7,53; 3,22 dan 4,41%, namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Kecernaan ransum dalam bentuk bahan kering (DM) pada babi yang mendapat perlakuan R1 adalah 78,80%, pada perlakuan R2 dan R3 masing-masing 76,70% dan 79,90%, secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Kecernaan paling tinggi pada babi yang diberi perlakuan R4 yaitu 85,97%, berbeda sangat nyata (P<0,05) dibandingkan perlakuan lainnya. Pada babi yang diberi perlakuan R1 nilai FCR nya 2,69, sedangkan pada perlakuan R2, R3 dan R4 berturut-turut: 2,63; 2,70 dan 2,60. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa ampas tahu dapat digunakan sebagai pakan alternatif untuk mengganti ransum komesial sampai level 10%, tanpa berpengaruh negatif terhadap penampilan babi.
iii
PRAKATA
Penelitian tentang penggunaan ampas tahu sebagai pakan ternak sebenarnya sudah
cukup banyak dilakukan, namun sebagian besar obyeknya pada ternak sapi, ayam, itik dan
kelinci. Belum banyak yang melakukan pada ternak babi, terbukti dari sedikitnya
publikasi atau bahan pustaka yang terkait dengan ampas tahu untuk ternak babi.
Kenyataan di masyarakat, khususnya di Bali sebenarnya peternak sudah lama
menggunakan ampas tahu sebagai makanan babi. Tetapi pemberiannya tidak terukur,
sesuka peternak dan belum diperhitungkan secara eknomi.
Puji syukur Penulis panjatkan kehadapan Ida SangHyang Widhi Wasa/Tuhan Yang
Maha Esa karena berkat Rahmat dan Asung Kertha WaranugrahaNya penelitian ini bisa
didanai dan sudah bisa diselesaikan. Walaupun turunnya dana agak terlambat yaitu pada
tanggal 12 Agustus 2014, namun penelitian sudah berjalan dengan baik dimulai bulan Juli
2014 dan berakhir bulan Nopember 2014. Sebenarnya penelitian direncanakan mulai
bulan Juni, namun karena kesulitan mencari anak babi dalam jumlah banyak dan harus
melakukan perbaikan kandang sehingga penelitian baru bisa mulai bulan Juli.
Tim peneliti mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana dan
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat yang telah memberikan
dukungan dana untuk penelitian ini. Terimakasih juga kami sampaikan kepada Pak Wayan
Mareg di Banjar Sekar Mukti, Desa Pangsan Kecamatan Petang, Badung atas
kerjasamanya terutama memberikan memakai kandang untuk penelitian ini. Penelitian
ini sengaja kami pilih di Desa Petang karena di sana banyak terdapat pengerajin tahu skala
rumah tangga, dan banyak peternak babi. Secara teknis lebih mudah dilakukan karena
dekat dengan sumber ampas tahu tersebut, di sisi lain peternak babi secara langsung dapat
melihat bagaimana penelitian ini dilakukan. Hal ini sudah terjadi, beberapa peternak
mengunjungi tempat penelitian. Mudah-mudahan penelitian ini ada manfaatnya sehingga
akhirnya bisa bermanfaat bagi masyarakat, khususnya peternak babi, tidak saja di Bali
tetapi dimana pun berada.
Tim Peneliti
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN PENGESAHAN i
RINGKASAN ii
PRAKATA iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 6
BAB IV METODE PENELITIAN 7
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 10
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 13
DAFTAR PUSTAKA
v
DAFTAR TABEL
N0 Tabel Judul Tabel Hal
1 Kandungan zat nutrisi ampas tahu basah dan kering 3
2 Penampilan babi yang diberi ampas tahu
12
vi
DAFTAR GAMBAR
N0 Gambar
Judul gambar Halaman
1 Babi ras yang dipakai penelitian sebelumnya divaksin dengan
vaksin Septicaemia epizootica (SE) 7
2 Ampas tahu yang dicampurkan dalam ransum 8
3 Ransum komesrsial yang sudah dicampur dengan ampas tahu 8 4 Menimbang babi untuk mengetahui pertambahan bobot badan 11
vii
DAFTAR LAMPIRAN
N0 Judul Halaman
1 Rincian Penggunaan Dana 15
2 Personalia peneliti
16
3 Publikasi Ilmiah 17
1
BAB I. PENDAHULUAN
Peternakan Babi di Bali sampai saat ini mempunyai peranan yang sangat penting
dalam menunjang ekonomi masyarakat, khususnya di pedesaan. Hampir setiap rumah
tangga memelihara ternak babi yang jumlahnya antara satu – tiga ekor. Walaupun bersifat
sambilan, namun terbukti menjadi salah satu sumber pendapatan yang sangat diandalkan
bagi keluarga. Pemeliharaan ternak babi sangat membantu dalam menstabilkan ekonomi
masyarakat, terutama saa-saat keperluan dana mendadak dalam jumlah yang cukup
banyak. Ternak babi menjadi cadangan dana pengaman dalam sistem keuangan
keluarga.
Selain itu, peternakan babi di daerah Bali khususnya, memegang peranan yang
sangat penting dalam menyediakan bahan pangan asal hewan berupa daging, disamping
juga memberikan tambahan penghasilan bagi peternak. Hal ini didukung oleh
kemampuan ternak babi yang lebih efisien di dalam mengubah bahan makanan menjadi
daging dibandingkan ternak nonruminansia. Beternak babi memerlukan modal yang relatif
lebih sedikit dibandingkan dengan ternak potong besar lainnya, sehingga dapat diusahakan
secara luas oleh petani perternak. Sifat babi yang prolifik (beranak banyak) sangat menarik
untuk diusahakan baik secara sambilan maupun komersial (Parakkasi, 1983).
Daging babi di Bali sangat diminati oleh masyarakat luas kecuali warga muslim
karena memang citarasanya enak, disamping juga diperlukan untuk keperluan upacara
keagamaan. Sebagai salah satu sumber protein hewani, daging babi mempunyai kualitas
asam-asam amino esensial lebih lengkap dengan proporsi yang lebih seimbang
dibandingkan dengan protein nabati. Sejalan dengan meningkatnya pertambahan
penduduk konsumsi daging babi di Bali juga meningkat. Menurut laporan Dinas
Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali yang dikeluarkan oleh Bada Pusat
Statisktik Provinsi Bali 2013, pemotongan ternak babi di Bali dari tahun ketahun
meningkat. Tahun 2010 jumlah pemotongan babi sebanyak, 1.589.882 ekor, tahun 2011
sebanyak 1.608.361 ekor dan tahun 2012 meningkat menjadi 1.780.055 ekor (10,67% dari
tahun 2011). Sebagai biasa, peningkatan pemotongan babi selalu terjadi pada hari raya
Galungan dan Kuningan.
Meningkatkan mutu dan produktifitas ternak babi, dapat dilakukan dengan
pemeliharaan secara intensif dengan pemberian pakan sesuai dengan standar
kebutuhannya. Dalam usaha peternakan pakan merupakan salah satu faktor yang sangat
2
penting untuk mendapat perhatian. Hal ini disebabkan sekitar 70% dari seluruh biaya
produksi adalah biaya pakan, sehingga perlu diupayakan untuk menekan biaya pakan
dengan mencari bahan-bahan lokal yang lebih murah, namun masih mengandung nilai
gizi yang baik.
Ampas tahu merupakan limbah dari proses pengolahan kedele menjadi tahu.
Bentuknya padat, namun lembek, berwarna putih. Baunya khas kacang kedele segar.
Keberadaan ampas tahu di Indonesia termasuk di Bali sangat melimpah, mengingat tahu
menjadi menu sebagian besar masyarakat Indonesia karena harganya sangat murah.
Selain itu belakangan ini citra tahu sebagai makanan khas Indonesia lagi naik daun.
Dikota-kota besar banyak bermunculan kafe tahu yang menyajikan tahu sebagai menu
utama. Tentu saja dengan keberadaannya di kafe harga tahu juga ikut terangkat.
Implikasinya tentu kebutuhan tahu meningkat dan limbahnya juga meningkat.
Sebelum diketahui oleh masyarakat bahwa ampas tahu dapat dijadikan makanan
ternak, sering dibuang begitu saja dan menimbulkan pencemaran lingkungan. Bahkan
tidak jarang menyebabkan konplik antara pengusaha tahu dengan masyarakat sekitar yang
merasa terganggu dengan keberadaan limbah tahu tersebut. Ampas tahu mempunyai
kandungan nutrisi: Protein kasar 22, 1%, Lemak kasar 10,6%, Serat Kasar 2,74%,
Kalsium 0,1%, phosphor 0,92% dan energi Metabolis 2400 kkal/kg (Rasaf, 1990).
Kandungan nutrisi yang demikian baik menunjukkan bahwa ampas tahu sangat potensial
untuk pakan ternak, termasuk babi. Belum banyak informasi ilmiah yang mengungkap
mengenai penggunaan ampas tahu untuk ternak babi. Untuk itu sangat perlu dilakukan
penelitian mengenai penggunaan ampas tahu untuk pakan babi, bagaimana pengaruhnya
terhadap penampilan babi dan seberapa banyak bisa menekan harga ransum.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Ampas tahu merupakan limbah dari proses pembuatan tahu. Secara fisik bentuknya
agak padat, berwarna putih, diperoleh ketika bubur kedelai diperas kemudian di saring.
Bobot ampas tahu rata-rata 1,12 kali bobot kedelai kering, sedangkan volumenya 1,5
sampai 2 kali volume kedelai kering (Shurtleff dan Aoyogi, 1979). Berdasarkan angka
tersebut maka dari 1kg kacang kedelai yang dijadikan tahu akan dihasilkan 1,2 kg ampas
tahu. Direktur Aneka Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Kementerian Pertanian Maman
Suherman mengatakan kepada Kompas.com, Senin (7/10/2013), Tahun 2013 produksi
kedelai diperkirakan 847.157 ton. Kalau 50% dari produksi tersebut digunakan utuk tahu,
3
maka diperkirakan produksi ampas tahu sebanyak 847.157/2 = 423.578,5 x 1,2 =
508.294,2 ton. Suatu jumlah yang sangat potensial untuk pakan ternak.
Hasil analisis proksimat yang dilakukan oleh Duldjaman (2004) mendapatkan ampas
tahu kering mengandung protein 23,62%; BETN 41,98%; serat kasar 22,65%; lemak
7,78%; abu 3,97%; kalsium 0,58% dan phosfor 0,22%. Sementara hasil analisis
laboratorium yang dilakukan oleh Hernaman, dkk (2005) melaporkan ampas tahu
mengandung bahan kering 8,69%, protein kasar 18,67%, serat kasar 24,43%, lemak kasar
9,43%, abu 3,42% dan BETN 41,97%. Selain itu ampas tahu juga mengandung unsur
mineral antara lain: Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm Cu 5-15 ppm dan Zn sekitar 50
ppm.
Ampas tahu mengandung protein yang cukup tinggi, oleh karena itu sangat baik
digunakan sebagai pakan ternak. Menurut Nuraini (2009), ampas tahu mengandung
protein kasar 27,55%, lemak 4,93%, serat kasar 7,11%, BETN 44,50%. Sementara
menurut Tarmidi (2010), ampas tahu mengandung bahan kering (BK) 13,3%, protein
kasar (PK) 21%, serat kasar 23,58%, lemak kasar 10,49%, NDF 51,93%, ADF 25,63%,
abu 2,96%, kalsium (Ca) 0,53%, posfor (P) 0,24% dan energi bruto 4730 kkal/kg.
Kandungan air ampas tahu menurut Suprapti (2005) adalah 85,31%.
Kandungan air yang cukup tinggi akan menyebabkan masa simpannya sangat pendek.
Namun demikian ampas tahu dapat dikeringkan, dijadikan tepung sehingga kadar airnya
turun sampai 12-15%. Setelah menjadi tepung masa simpannya akan lebih lama dan
mudah mencampurkan dengan bahan pakan lain. Pada Tabel 1 ditunjukkan perbedaan
kandungan nutrisi ampas tahu basah dan kering.
Tabel 1. Kandungan zat nutrisi ampas tahu basah dan kering
Nutrisi Ampas tahu Basah (%) Kering (%)
Bahan Kering 14,69 88,35 Protein Kasar 2,91 23,39 Serat Kasar 3,76 19,44 Lemak kasar 1,39 9,96 Abu 0,58 4,58 BETN 6,05 30,48 Sumber : Suprapti (2005).
Menurut Murni, dkk. (2008) kandungan zat makanan ampas tahu (% BK) adalah
protein kasar 25,96%; lemak kasar 11,22%; BETN 42,49%, serat kasar 15,7% dan abu
4,14%. Ampas tahu mengandung air tergolong sangat tinggi yaitu ± 79,34%, karena itu
4
harus sesegera mungkin dikeringkan atau diawetkan untuk menghindari kerusakan zat
makanan yang ada sebagai akibat terjadinya proses pembusukan. Salah satu metode yang
telah dilakukan untuk mengawetkan ampas tahu adalah pembuatan silase. Proses
pembuatan silase yang dilakukan selama 15 hari dengan menambahkan beberapa macam
aditif mempunyai mutu yang cukup baik yang terlihat dari pH dan kandungan asam
laktatnya.
Selain mengandung protein yang cukup tinggi, ampas tahu juga mengandung asam
fitat. Justru adanya asam fitat dalam ampas tahu tersebut menjadi salah satu pembatas
penggunaannya untuk pakan ternak, khususnya ternak nonruminansia. Tetapi untuk
ternak ruminansia hal tersebut tidak masalah karena dalam rumen terdapat mikroorganisme
yang mampu menghasilkan enzim fitase yang akan menghidrolisis asam fitat dalam ampas
tahu.
Penggunaan ampas tahu untuk pakan ternak sebenarnya sudah dilkukan sejak lama.
Seperti yang disampaikan oleh Surtleff dan Aoyogi (1975) dalam bukunya The Book of
Tofu, Food for Mankind, Ten Speen Press, California, USA, bahwa ampas tahu sangat
baik untuk sapi perah. Pemberian ampas tahu pada ternak sapi perah juga di Indonesia
sudah banyak di lakukan, terutama di Pulau Jawa. Di Bali ampas tahu diberikan pada
ternak babi secara langsung tanpa diolah lagi. Demikian juga pada ternak unggas, baik
untuk itik, entok dan ayam. Bahkan pada ternak puyuh ampas tahu juga sudah ada yang
memanfaatkan, hanya saja dalam bentuk kering.
Duldjaman (2004) telah melakukan penelitian penggunaan ampas tahu untuk
domba lokal. Pada penelitian tersebut domba diberikan rumput lapangan dan ampas tahu
kering mulai 100, 200 dan 300 gram. Hasil yang dilaporkan bahwa pemberian ampas tahu
yang meningkat mempunyai pengaruh terhadap konsumsi bahan kering. Demikian juga
peningkatan konsumsi TDN dan protein. Lebih lanjut dilaporkan bahwa pemberian ampas
tahu pada domba yang pakan utamanya rumput lapangan mampu meningkatkan koefisien
penggunaan pakan dan pertambahan bobot hidup. Pertambahan bobot hidup yang tinggi
mengasilkan domba dengan kondisi tubuh yang baik.
Ampas tahu bisa diberikan pada entok dalam bentuk kering (tepung) atau basah.
Pemberian ampas tahu pada entok sudah dilakukan di masyarakat. Hal yang harus
diperhatikan dalam penggunaan ampas tahu adalah kandungan serat kasarnya yang tinggi,
jadi pemakaiannya dalam ransum harus dibatasi, karena bangsa unggas kurang bisa
mencerna serat kasar dan bila kelebihan bisa berpengaruh buruk pada performan.
Performan biasa dimanifestasikan dalam besarnya konsumsi ransum, pertambahan bobot
5
badan, dan konversi ransum. Pada hasil penelitian dapat dilihat bahwa pada perlakuan
ransum yang mengandung tepung ampas tahu 30% dengan kandungan serat kasar ransum
8,87% masih menghasilkan pertambahan bobot badan yang tidak berbeda dengan ransum
kontrol. Hal ini membuktikan bahwa entok bisa mentolerir kandungan serat kasar ransum
yang lebih tinggi dari 8%. Dengan demikian, dengan pertambahan bobot badan yang tidak
berbeda maka tepung ampas tahu dapat digunakan pada ransum entok sebanyak 30%
(Tanwiriah, dkk., 2009).
Penelitian Fernando 2011 melaporkan bahwa penggunaan ampas tahu yang
terfermentasi dengan Monacus purpureus pada ayam broiler sampai level 20% dalam
ransum, dapat meningkatkan bobot dan persentase karkas serta menurunkan kolesterol.
Pada kondisi tersebut diperoleh persentase karkas 75,69% dan kolesterol daging 132,8
mg/100g.
Babi pertumbuhan akan cepat diberi pakan ampas tahu karena kebutuhan protein
dan gizi terpenuhi. Bahkan ampas yang sudah berhari hari pun babi tetap mau
memakannya. Sementara ini penggunaan ampas tahu pada ternak babi paling besar
dibanding pada ternak ternak yang lain. Karena dalam ampas tahu kandungan gizi masih
cukup banyak maka akan mempercepat pertumbuhan.
Sri Harjanto (2011) telah melakukan penelitian dengan penggunaan ampas tahu
unuk babi landrace jantan yang sudah dikastrasi dengan ransum basal jagung kuning,
dedak halus, top mix dan dan konsentrat 551. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-
rata konsumsi ransum 112,60 g/ekor/hari, pertambahan bobot badan harian 499,99
g/ekor/hari, konversi ransum 2,21, Feed Cost per Gain Rp. 9723,68 untuk babi yang
diberikan ampas tahu 300 g/hari. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa penggunaan
ampas tahu dalam ransum berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum,
pertambahan bobot badan, dan konversi ransum. Kesimpulan dari penelitian ini
penggunaan ampas tahu dapat digunakan sebagai pengganti kosentrat dalam ransum,
karena menghasilkan nilai konversi ransum dan Feed Cost per Gain sangat efisien.
Penggunaan ampas tahu untuk pakan babi terutama pada sentra-sentra peternakan
babi seperti di Bali akan sangat menguntungkan, karena mampu menekan biaya produksi.
Bagaimanapun harga ampas tahu jauh lebih murah dibandingkan harga konsentrat
komersial. Saat ini di kawasan Denpasar ampas tahu dijual dengan harga sekitar
Rp1500/kg, atau dijual dengan bungkusan tas plastik, satu bungkus Rp 5000, yang isinya
kurang lebih 4 kg. Selain itu penggunaan ampas tahu untuk pakan babi akan mampu
mengurangi pencemaran lingkungan di area perusahaan tahu. Hanya saja belum ada
6
informasi ilmiah mengenai berapa sebaiknya ampas tahu diberikan, sehingga di satu sisi
pertumbuhan babi optimal, dan secara ekonomi menguntungkan.
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Ampas tahu merupakan limbah dari proses pembuatan tahu. Kalau tidak ditangani
secara baik, maka sangat berpotensi mencemari lingkungan. Ampas tahu mengandung air
sekitar 85%, sehingga merupakan media yang sangat baik untuk tumbuhnya
mikroorganisma. Jika sudah busuk baunya sangat menyengat. Oleh karena itu perlu
ditangani secara baik, sehingga bermanfaat untuk kehidupan manusia. Salah satu yang
dapat dilakukan adalah untuk campuran pakan babi. Permasalahannya adalah belum ada
informasi ilmiah yang memadai seberapa banyak ampas tahu tersebut dapat diberikan pada
babi sehingga pertumbuhan babi tetap baik. Untuk itu penelitian penggunaan ampas tahu
pada ternak babi sangat perlu dilakukan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak ampas tahu bisa
ditambahkan pada pakan ternak babi komersial tanpa mengganggu penampilan ternak
babi. Selain itu pemanfaatan ampas thu dapat dijadikan pakan alternatif ternak babi.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini merupakan luaran yang sangat bagus yaitu formulasi ransum
baru, campuran antara ransum komersial yang sebagian diganti dengan ampas tahu.
Selain formula ransum tersebut juga akan dihasilkan publikasi ilmiah tentang penggunaan
ampas tahu dalam ransum babi. Informasi ini akan sangat bermanfaat dalam
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang peternakan, khususnya peternakan babi, dan
bermanfaat bagi peternak babi yang ingin memberikan ampas tahu sebagai pakan alternatif
untuk pengganti sebagaian pakan komersial. Disamping itu penggunaan ampas tahu akan
sangat membantu mengurangi pencemaran limbah, yang kalau dibiarkan akan menebar
bau tak sedap.
7
BAB IV. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode percobaan lapangan dengan model Rancangan
Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang diberikan sebanyak empat yaitu ransum komersial
tanpa ampas tahu (R0), ransum komersial 5% diganti dengan ampas tahu (R1), ransum
komersial 7,5% diganti dengan ampas tahu (R2), ransum komersial 10% diganti
dengan ampas tahu. Masing-masing perlakuan diulang 4 kali, sehingga babi yang
digunakan sebanyak 16 ekor.
Ternak
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi ras yang sudah disapih
dengan bobot badan 19,25-21,50 kg. Jumlah ternak yang digunakan sebanyak 16 ekor,
dipelihara dalam kandang selama 15 minggu (105). Selain itu disediakan juga ternak babi
sebagai cadangan sebanyak 2 ekor, sehingga keseluruhan jumlah babi yang dipelihara
sebanyak 18 ekor. Kandang yang digunakan adalah kandang individual dengan ukuran
panjang 2 m, lebar 1,25 m dan tinggi 0,75 m. Setiap unit kandang dilengkapi dengan
tempat makan dan air minum. Sebelum diberi perlakuan, babi diberikan vaksin SE dan
obat cacing.
Gambar 1. Babi ras yang dipakai penelitian sebelumnya divaksin dengan vaksin Septicaemia epizootica (SE)
8
Ampas Tahu
Ampas tahu yang digunakan adalah ampas yang diperoleh dari proses pembuatan
tahu skala rumah tangga. Ampas tahu tersebut masih dalam keadaan basah dengan
kandungan air sekitar 85%.
Gambar 2. Ampas tahu yang dicampurkan dalam ransum
Ransum
Ransum yang digunakan adalah ransum komersial buatan pabrik sesuai dengan fase
pertumbuhan babi tersebut, yang dicampur dengan polar dengan perbandingan 1 : 1
berdasarkan berat. Pada fase starter ransum yang diberikan mengandung protein 18% dan
energi metabolis 3.250 kilo kalori/kg, sedangkan pada fase grower diberikan ransum
dengan kandungan protein 15%, dan energi metabolis 3.260 kilo kalori/kg.
Gambar 3. Ransum komesrsial yang sudah dicampur dengan ampas tahu
9
Peubah yang Diukur.
1. Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum diukur dengan cara menghitung jumlah pakan yang diberikan
setiap hari dikurangi dengan sisa pakan pada hari yang sama.
2. Pertambahan Bobot Badan
Dilakukan dengan cara menimbang babi dua minggu sekali, kemudian dibagi 14
untuk menghitung pertambahan bobot badan (Pbb) harian.
Pbb = Bb2 – Bb1
Bb1 = bobot badan awal
Bb2 = bobot badan saat penimbangan terakhir
3. Feed Convertion Ratio (FCR): membagi jumlah pakan yang dikonsumsi dengan
kenaikan bobot badan dalam selang waktu tertentu. Dalam hal ini akan dihitung
FCR mingguan dan total.
4. Kecernaan Ransum
Dihitung dengan menghitung jumlah ransum yang dikonsumsi (DM) dikurangi
dengan yang keluar dalam bentuk feses (DM).
Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat hasil yang
berbeda nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%
(Steel dan Torrie, 1986).
10
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Ransum
Babi yang diberi ransum komersial 100% (R1) mengkonsumsi ransum sebanyak
170,20 kg selama 15 minggu atau 1,62 kg perhari. Sedangkan babi yang diberi ransum
dengan penggantian ransum komersal dengan ampas tahu 5%, 7,5% (R2, R3) masing-
masing lebih rendah 2,26 dan 0,32%, sedangkan dengan yang penggantian ransum
komersial dengan ampas tahu 10% (R4) mengkonsumsi ransum lebih tinggi 0,89%
(Tabel 2), namun secara statustik tidak berbeda nyata (P>0,05). Kalau dihitung konsumsi
harian perlakuan R2, R3 dan R4 masing-masing 1,58; 1,59 dan 1,64 kg. Tidak terjadi
perbedaan konsumsi antar perlakuan hal ini disebabkan bobot badan babi juga tidak
berbeda. Selain itu penggantian ransum komersial dengan ampas tahu sampai level 10%
tidak menyebabkan perbedaan kandungan energi ransum. Kandungan energi ransum
sangat berpengaruh terhadap konsumsi. Jika kandungan energi ransum rendah, maka
konsumsi akan tinggi, sebaliknya jika kandungan energi tinggi maka babi akan
mengkonsumsi ransum lebih sedikit.
Bobot Badan Akhir
Babi yang mendapat perlakuan R1 memiliki bobot badan akhir 89,50 kg, paling
tinggi diantara perlakuan. Babi yang diberi perlakuan R2, R3 dan R4 mempunyai bobot
badan akhir masing-masing 6,15; 3,07 dan 2,79% lebih kecil dibandingkan dengan R1
(Tabel 2), namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Bobot badan sangat
dipengaruhi oleh konsumsi, jika babi dalam keadaan sehat, makin banyak konsumsi
umumnya bobot akhir akan lebih tinggi. Sebenarnya bobot akhir babi ini masih bisa
bertambah terus sampai mencapai 100 kg, namun karena dipelihara baru 105 hari maka
beratnya belum mencapai 100 kg. Umumnya bobot pasar adalah 100 kg, biasanya dicapai
dalam waktu 140 hari atau selama 5 bulan.
Tambahan Bobot Badan
Tambahan bobot badan babi yang mendapat perlakuan R1 selama penelitian adalah
69,75 kg, paling tinggi diantara perlakuan. Babi yang mendapat perlakuan R2, R3 dan R4
masing-masing 64,50; 67,50 dan 66,67 kg atau lebih rendah masing-masing 7,53; 3,22 dan
4,41% (Tabel 2), namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Tambahan bobot
badan sangat dipengaruhi konsumsi babi tersebut. Konsumsi ransum babi yang mendapat
11
perlakuan R1 memang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan R2 dan R3, namun
lebih rendah dibandingkan R4. Babi yang mendapat perlakuan R4 konsumsi ransumnya
paling tinggi kemungkinan akibat kandungan ampas tahu yang lebih tinggi sehingga
palatabelitasnya juga lebih tinggi. Selain itu aroma ampas tahu akan merangsang babi
untuk makan lebih banyak.
Gambar 4. Menimbang babi untuk mengetahui pertambahan bobot badan
Kecernaan Ransum
Kecernaan ransum dalam bentuk bahan kering (DM) pada babi yang mendapat
perlakuan R1 adalah 78,80%, pada perlakuan R2 dan R3 masing-masing 76,70% dan
79,90%, secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Kecernaan paling tinggi pada babi
yang diberi perlakuan R4 yaitu 85,97%, berbeda sangat nyata (P<0,05) dibandingkan
perlakuan lainnya. Ransum komersial yang dicampuran ampas tahu membuat fisik
ransum menjadi lebih lembut, sehingga akan meningkatkan kecernaan. Tingginya kadar air
pada ampas tahu membuat sebagian zat-zat yang ada pada ransum komersial setelah
dicampur terlarut, sehingga hal ini bisa meningkatkan kecernaannya. Kecernaan ransum
sangat dipengaruhi oleh kandungan serat kasar dalam ransum. Makin tinggi kandungan
serat kasar, maka kecernaannya akan menurun. Oleh karena itu penggantian sebagian
ransum komersial dengan ampas tahu berarti mengurangi kandungan serat kasar, sehingga
kecernaan ransum akan meningkat. Itulah sebabnya pada babi yang diberi perlakuan R4
yang ampas tahunya paling banyak, kecernaan ransumnya paling tinggi.
12
Konversi Ransum (FCR)
Konversi ransum atau feed convertion ratio (FCR) adalah perbandingan antara
ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan dalam satuan waktu tertentu.
Nilai FCR menunjukkan seberapa efisiensi babi dalam menggunakan ransum. Makin
kecil nilai FCR maka akan semakin efisien dalam penggunaan ransum. Pada babi yang
diberi perlakuan R1 nilai FCR nya 2,69, sedangkan pada perlakuan R2, R3 dan R4
berturut-turut: 2,63; 2,70 dan 2,60. Pada perlakuan R2 dan R4 masing-masing lebih
randah 2,23 dan 3,34%, tetapi pada perlakuan R3 lebih tinggi 0,03%, dan secara statistik
tidak berbedanyata (P>0,05). Berdasarkan nilai FCR di atas artinya babi yang mendapat
perlakuan R4 paling efisien menggunakan ransum
Tabel 2. Penampilan babi yang diberi ampas tahu
Parameter Perlakuan
R1 R2 R3 R4 SEM
Bobot awal (kg) 19,75a 19,50a 19,25a* 21,50a 1,48
Bobot akhir (kg) 89,50a 84,00a 86,75a 87,00a 11,66
Tambahan bobot badan (kg) 69,75a 64,50a 67,50a 66,67a 11,61
Konsumsi Pakan (kg) 170,201a 166,34a 169,66a 171,71a 16,94
Konsumsi perhari (kg) 1,62a 1,58a 1,62a 1,64a 1,61
Kecernaan ransum (%) 78,80a 76,70a 79,90a 85,97b 1,51
Tambahan bobot badan
perhari (kg)
0,66a 0,61a 0,64a 0,63a 0,11
FCR 2,69 2,63 2,70 2,60 0,28
Keterangan: R1 : Ransum tanpa ampas tahu R2 : Ransum komersial 5% diganti amas tahu R3 : Ransum komersial 7, 5% diganti amas tahu R4 : Ransum komersial 10% diganti amas tahu *Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama bermakna tidak berbeda nyata (P>0,05)
13
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
penggantian sebagian ransum komersial dengan ampas tahu sampai level 10% tidak
berpengaruh nyata terhadap penampilan babi ras. Babi yang diberikan ransum dengan
ampas tahu mulai dari level 5, 7,5 dan 10% ternyata masih efisien dalam penggunaan
ransum dengan FCR berturut turut: 2,63; 2,70 dan 2,60 dan tidak berbeda nyata dengan
kontrol yang nilainya 2,69.
Saran
Penggunaan ampas tahu secara ekonomis sebenarnya tidak terlalu menguntungkan,
namun dari aspek lingkungan sangat bermanfaat sebab kalau tidak dimanfaatkan ampas
tahu sangat mencemari lingkungan terutama bau. Oleh karena itu ampas tahu tetap dapat
disarankan untuk mencampur ransum babi jangan lebih dari 10% (1:1 ) basah, kalau lebih
volumenya terlalu banyak, dikhawatirkan babi akan kekurangan asupan energi.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat statistik Provinsi Bali. 2013. Bali dalam Angka 2013. Budaarsa, K. 2012. Babi Guling Bali, dari Beternak, Kuliner hingga Sesaji. Penerbit
Buku Arti, Denpasar. Dessita. 2003. Jurusan peternakan, fakultas pertanian universitas bengkulu jln raya
kandang limun, bengkulu. Diakses dari Http://livestock-livestock.blogspot.com/2012/01/ pemanfaatan-ampas-tahu-sebagai pakan.html. Pada tanggal 26 Maret 2012, 14:33
Duldjaman.M. 2004. Penggunaan Ampas Tahu untuk Meningkatkan Gizi Pakan Domba
Lokal. Media Peternakan. 27.3: 107-110. Ferdian Kusuma. 2008. Pengaruh Pemberian Tepung Ampas Tahu dalam Ransum
terhadap Performans Puyuh (Coturnix-cortunix japonica) setelah 6 bulan produksi. Skripsi. Universitas Bengkulu: Bengkulu.
Maman Suherman 2013. Ini Penyebab Produksi Kedelai Merosot dalam 5 Tahun Terakhir.
Direktur Aneka Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Kementan Kompas.com, Senin , 7/10/2013.
14
Murni. R, Suparjo, Akmal, BL. Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
Nuraini, S.A.Latif, dan Sabrina. 2009. Potensi Monascus purpureus untuk Membuat
Pakan Kaya Karotenoid Monakolin dan Aplikasinya untuk Memproduksi Telur Unggas Rendah Kolesterol. Working Paper. Fakultas Peternakan.
Penggunaan Campuran Dedak dan Ampas Tahu Terfermentasi dengan Monascus
purpureus dalam Ransum terhadap Bobot Hidup, Persentase Karkas dan Kolesterol Daging Broiler. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Andalas.
Shurtleff, W. And A. Aoyagi. 1975. The Book of Tohu, Food for Mankind. Ten Speed
Press. California, USA. Smith A. L, K.J. Stalder, T.V. Serenius, T.J. Baas and J.W. Mabry. 2007. Effect of piglet
birth weight on weights at weaning and 42 days post weaning. Journal Swine Health Prod. 17 (4) : 213-218).
Sri Harjanto. 2011. Pengaruh penggunaan ampas tahu dalam ransum terhadap performan
babi landrace jantan kastrasi. Skripsi Fakultas Pertanian Jurusan Agronomi, Universitas Negeri Sebelas Maret.
Suprapti, M. L. 2005. Pembuatan Tahu. Kanisius: Yogyakarta Tanwiriah, Wiwin, dkk. 2009. Pengaruh Tingkat Pemberian Ampas Tahu dalam Ransum
terhadap Performan Entok (Muscovy Duck) pada Periode Pertumbuhan. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran.
Tarmidi, A.R. 2010. Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Pakan Ruminansia.
Layanan dan Produk Umban Sari Farm.
15
Lampiran 1. RINCIAN PENGGUNAAN DANA (100%) dari Rp. 35.000.000
1.1. Anggaran untuk Bahan Hasbis Pakai
N0 Bahan Jumlah Kegunaan Harga/nilai (Rp)
1. Pajak 15% Setor pajak 3.675.000
2. Membeli babi 16 Materi penelitian 10.400.000
3. Membeli Konsentrat 551 untuk 16 ekor babi selama 4 bulan (16 mg) @ Rp.8.000
1.344 kg Makanan babi 10.752.000
4. Membeli polar untuk 16 ekor babi selama 4 (18 mg) bulan @ Rp.3.600
1.344 kg Makanan babi 4.838.400
5. Membeli ampas tahu 980 kg Campuran ransum 980.000
6. Membeli obat cacing dan vaksin
1 pepel Mencegah parasit cacing
160.000
7. Membeli obat diare 1 pepel Mengobati babi 65.000
8. Membeli kantong plastik 4 pepel Tempat pakan 130.400
9. Biaya analisis proksimat 9 sampel Mengukur kecernaan 2.530.000
Sus Total 1.1 33.600.000
1.2. Anggaran untuk Perjalanan
N0 Jenis Pengeluaran Keperluan Biaya (Rp)
1. Transportasi ke Petang Penjajagan dan membeli babi
200.000
.2 Transportasi ke Petang 12 kali,
@ Rp 100.000,-
Pengambilan data 1.200.000
Sub Total 1.2 1.400.000
Total (1.1.+1.2) (tiga puluh lima juta rupiah) 35.000.000
16
Lampiran 2. Personalia Peneliti
Ketua Peneliti Nama Lengkap
:
Prof. Dr. Ir. Komang Budaarsa, MS
NIDN : 0004125803 Jabatan Fungsional : Guru Besar Program Studi : Peternakan Nomor HP : 08123629839 Alamat Surel (e-mail) : [email protected] Anggota (1) Nama Lengkap : Ir. Antonius Wayan Puger, MS NIDN : 0025015802 Perguruan Tinggi : Universitas Udayana Anggota (2) Nama Lengkap : Ir. I Made Suasta, MS NIDN : 0015086003 Perguruan Tinggi : Univers it as Udayana Anggota (ke 3) Nama Lengkap : I Putu Ari Astawa, SPt. MP NIDN : 0002127404 Perguruan Tinggi : Universitas Udayana
17
Lampiran 3.
Publikasi
1
PEMANFAATAN AMPAS TAHU SEBAGAI PAKAN UNTUK MENGGANTI SEBAGIAN RANSUM KOMERSIAL TERNAK BABI
K. Budaarsa, A. W. Puger, I M. Suasta, dan I P. Ari Astawa Fakultas Peternakan Universitas Udayana
DenpaSar Bali, email: [email protected] Hp.08123629838, 082146499345
ABSTRAK
Penelitian untuk mengetahui pemanfaatan ampas tahu sebagai pakan alternatif untuk mengganti sebagian pakan komersial. Penelitian ini menggunakan metode percobaan lapangan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang diberikan sebanyak empat yaitu ransum komersial tanpa ampas tahu sebagai kontrol (R0), ransum komersial 5% diganti dengan ampas tahu (R1), ransum komersial 7,5% diganti dengan ampas tahu (R2), ransum komersial 10% diganti dengan ampas tahu. Masing-masing perlakuan diulang 4 kali, sehingga babi yang digunakan sebanyak 16 ekor. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi ras yang sudah disapih dengan bobot badan rata-rata 19 kg. Hasil dari penelitian ini akan memberi informasi penting kepada peternak babi yang ingin memanfaatkan ampas tahu sebagai tambahan pakan, sehingga disatu sisi pertumbuhan babi tetap baik, dan disatu sisi ampas tahu tidak mencemari lingkungan. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggantian ransum komersial dengan ampas tahu 5; 7,5 dan 10% tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap penampilan babi. Pada babi yang diberi perlakuan R1 nilai FCR nya 2,69, sedangkan pada perlakuan R2, R3 dan R4 berturut-turut: 2,63; 2,70 dan 2,60. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa ampas tahu dapat digunakan sebagai pakan alternatif untuk mengganti ransum komesial sampai level 10%, tanpa berpengaruh negatif terhadap penampilan babi.
Kata kunci: ampas tahu, rnsum komersial dan babi ras.
ABSTRACT
An experiment has conducted to investigate the effect of subsitution of commercial ration by the tofu waste. The experiment was designed use Complately Randomized Design with four treatments: commercial ration without substitution as a control (R1), 5% commercial ration substitution with tofu waste (R2), 7.5% commercial ration substitution with tofu waste (R3) and 10% commercial ration substitution with tofu waste (R4). There were 16 pigs weaned utilizing with everage weight 19 kg, with four replicate. The result indicated that substitution commercial ration 5; 7.5 and 10% not significant on consumption of ration, weight gains, and feed convertion ratio, but on treatment R4 feed digestibility higher than the other treatments. Incoclusion that tofu waste can use as alternatif feed to substitution of commercial ration until 10% without negatif effect on pig performance.
Keyword: tofu waste, commercial ration and pig races
2
PENDAHULUAN
Peternakan Babi di Bali sampai saat ini mempunyai peranan yang sangat penting
dalam menunjang ekonomi masyarakat, khususnya di pedesaan. Hampir setiap rumah
tangga memelihara ternak babi yang jumlahnya antara satu – tiga ekor. Walaupun bersifat
sambilan, namun terbukti menjadi salah satu sumber pendapatan yang sangat diandalkan
bagi keluarga. Pemeliharaan ternak babi sangat membantu dalam menstabilkan ekonomi
masyarakat, terutama saa-saat keperluan dana mendadak dalam jumlah yang cukup
banyak. Ternak babi menjadi cadangan dana pengaman dalam sistem keuangan
keluarga.
Selain itu, peternakan babi di daerah Bali khususnya, memegang peranan yang
sangat penting dalam menyediakan bahan pangan asal hewan berupa daging, disamping
juga memberikan tambahan penghasilan bagi peternak. Hal ini didukung oleh
kemampuan ternak babi yang lebih efisien di dalam mengubah bahan makanan menjadi
daging dibandingkan ternak nonruminansia. Beternak babi memerlukan modal yang relatif
lebih sedikit dibandingkan dengan ternak potong besar lainnya, sehingga dapat diusahakan
secara luas oleh petani perternak. Sifat babi yang prolifik (beranak banyak) sangat menarik
untuk diusahakan baik secara sambilan maupun komersial (Parakkasi, 1983).
Daging babi di Bali sangat diminati oleh masyarakat luas kecuali warga muslim
karena memang citarasanya enak, disamping juga diperlukan untuk keperluan upacara
keagamaan. Sebagai salah satu sumber protein hewani, daging babi mempunyai kualitas
asam-asam amino esensial lebih lengkap dengan proporsi yang lebih seimbang
dibandingkan dengan protein nabati. Sejalan dengan meningkatnya pertambahan
penduduk konsumsi daging babi di Bali juga meningkat. Menurut laporan Dinas
Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali yang dikeluarkan oleh Bada Pusat
Statisktik Provinsi Bali 2013, pemotongan ternak babi di Bali dari tahun ketahun
meningkat. Tahun 2010 jumlah pemotongan babi sebanyak, 1.589.882 ekor, tahun 2011
sebanyak 1.608.361 ekor dan tahun 2012 meningkat menjadi 1.780.055 ekor (10,67% dari
tahun 2011). Sebagai biasa, peningkatan pemotongan babi selalu terjadi pada hari raya
Galungan dan Kuningan.
Meningkatkan mutu dan produktifitas ternak babi, dapat dilakukan dengan
pemeliharaan secara intensif dengan pemberian pakan sesuai dengan standar
kebutuhannya. Dalam usaha peternakan pakan merupakan salah satu faktor yang
sangat penting untuk mendapat perhatian. Hal ini disebabkan sekitar 70% dari seluruh
3
biaya produksi adalah biaya pakan, sehingga perlu diupayakan untuk menekan biaya
pakan dengan mencari bahan-bahan lokal yang lebih murah, namun masih mengandung
nilai gizi yang baik.
Ampas tahu merupakan limbah dari proses pembuatan tahu. Secara fisik bentuknya
agak padat, berwarna putih, diperoleh ketika bubur kedelai diperas kemudian di saring.
Bobot ampas tahu rata-rata 1,12 kali bobot kedelai kering, sedangkan volumenya 1,5
sampai 2 kali volume kedelai kering (Shurtleff dan Aoyogi, 1979). Berdasarkan angka
tersebut maka dari 1kg kacang kedelai yang dijadikan tahu akan dihasilkan 1,2 kg ampas
tahu. Direktur Aneka Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Kementerian Pertanian Maman
Suherman mengatakan kepada Kompas.com, Senin (7/10/2013), Tahun 2013 produksi
kedelai diperkirakan 847.157 ton. Kalau 50% dari produksi tersebut digunakan utuk tahu,
maka diperkirakan produksi ampas tahu sebanyak 847.157/2 = 423.578,5 x 1,2 =
508.294,2 ton. Suatu jumlah yang sangat potensial untuk pakan ternak.
Hasil analisis proksimat yang dilakukan oleh Duldjaman (2004) mendapatkan ampas
tahu kering mengandung protein 23,62%; BETN 41,98%; serat kasar 22,65%; lemak
7,78%; abu 3,97%; kalsium 0,58% dan phosfor 0,22%. Sementara hasil analisis
laboratorium yang dilakukan oleh Hernaman, dkk (2005) melaporkan ampas tahu
mengandung bahan kering 8,69%, protein kasar 18,67%, serat kasar 24,43%, lemak kasar
9,43%, abu 3,42% dan BETN 41,97%. Selain itu ampas tahu juga mengandung unsur
mineral antara lain: Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm Cu 5-15 ppm dan Zn sekitar 50
ppm.
Ampas tahu mengandung protein yang cukup tinggi, oleh karena itu sangat baik
digunakan sebagai pakan ternak. Menurut Nuraini (2009), ampas tahu mengandung
protein kasar 27,55%, lemak 4,93%, serat kasar 7,11%, BETN 44,50%. Sementara
menurut Tarmidi (2010), ampas tahu mengandung bahan kering (BK) 13,3%, protein
kasar (PK) 21%, serat kasar 23,58%, lemak kasar 10,49%, NDF 51,93%, ADF 25,63%,
abu 2,96%, kalsium (Ca) 0,53%, posfor (P) 0,24% dan energi bruto 4730 kkal/kg.
Kandungan air ampas tahu menurut Suprapti (2005) adalah 85,31%.
Kandungan air yang cukup tinggi akan menyebabkan masa simpannya sangat pendek.
Namun demikian ampas tahu dapat dikeringkan, dijadikan tepung sehingga kadar airnya
turun sampai 12-15%. Setelah menjadi tepung masa simpannya akan lebih lama dan
mudah mencampurkan dengan bahan pakan lain. Pada Tabel 1 ditunjukkan perbedaan
kandungan nutrisi ampas tahu basah dan kering.
4
Tabel 1. Kandungan zat nutrisi ampas tahu basah dan kering
Nutrisi Ampas tahu Basah (%) Kering (%)
Bahan Kering 14,69 88,35 Protein Kasar 2,91 23,39 Serat Kasar 3,76 19,44 Lemak kasar 1,39 9,96 Abu 0,58 4,58 BETN 6,05 30,48 Sumber : Suprapti (2005).
Selain mengandung protein yang cukup tinggi, ampas tahu juga mengandung asam
fitat. Justru adanya asam fitat dalam ampas tahu tersebut menjadi salah satu pembatas
penggunaannya untuk pakan ternak, khususnya ternak nonruminansia. Tetapi untuk
ternak ruminansia hal tersebut tidak masalah karena dalam rumen terdapat mikroorganisme
yang mampu menghasilkan enzim fitase yang akan menghidrolisis asam fitat dalam ampas
tahu.
Penggunaan ampas tahu untuk pakan ternak sebenarnya sudah dilkukan sejak lama.
Seperti yang disampaikan oleh Surtleff dan Aoyogi (1975) dalam bukunya The Book of
Tofu, Food for Mankind, Ten Speen Press, California, USA, bahwa ampas tahu sangat
baik untuk sapi perah. Pemberian ampas tahu pada ternak sapi perah juga di Indonesia
sudah banyak di lakukan, terutama di Pulau Jawa. Di Bali ampas tahu diberikan pada
ternak babi secara langsung tanpa diolah lagi. Demikian juga pada ternak unggas, baik
untuk itik, entok dan ayam. Bahkan pada ternak puyuh ampas tahu juga sudah ada yang
memanfaatkan, hanya saja dalam bentuk kering.
Duldjaman (2004) telah melakukan penelitian penggunaan ampas tahu untuk
domba lokal. Pada penelitian tersebut domba diberikan rumput lapangan dan ampas tahu
kering mulai 100, 200 dan 300 gram. Hasil yang dilaporkan bahwa pemberian ampas tahu
yang meningkat mempunyai pengaruh terhadap konsumsi bahan kering. Demikian juga
peningkatan konsumsi TDN dan protein. Lebih lanjut dilaporkan bahwa pemberian ampas
tahu pada domba yang pakan utamanya rumput lapangan mampu meningkatkan koefisien
5
penggunaan pakan dan pertambahan bobot hidup. Pertambahan bobot hidup yang tinggi
mengasilkan domba dengan kondisi tubuh yang baik.
Ampas tahu bisa diberikan pada entok dalam bentuk kering (tepung) atau basah.
Pemberian ampas tahu pada entok sudah dilakukan di masyarakat. Hal yang harus
diperhatikan dalam penggunaan ampas tahu adalah kandungan serat kasarnya yang tinggi,
jadi pemakaiannya dalam ransum harus dibatasi, karena bangsa unggas kurang bisa
mencerna serat kasar dan bila kelebihan bisa berpengaruh buruk pada performan.
Performan biasa dimanifestasikan dalam besarnya konsumsi ransum, pertambahan bobot
badan, dan konversi ransum. Pada hasil penelitian dapat dilihat bahwa pada perlakuan
ransum yang mengandung tepung ampas tahu 30% dengan kandungan serat kasar ransum
8,87% masih menghasilkan pertambahan bobot badan yang tidak berbeda dengan ransum
kontrol. Hal ini membuktikan bahwa entok bisa mentolerir kandungan serat kasar ransum
yang lebih tinggi dari 8%. Dengan demikian, dengan pertambahan bobot badan yang tidak
berbeda maka tepung ampas tahu dapat digunakan pada ransum entok sebanyak 30%
(Tanwiriah, dkk., 2009).
Sri Harjanto (2011) telah melakukan penelitian dengan penggunaan ampas tahu
unuk babi landrace jantan yang sudah dikastrasi dengan ransum basal jagung kuning,
dedak halus, top mix dan dan konsentrat 551. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-
rata konsumsi ransum 112,60 g/ekor/hari, pertambahan bobot badan harian 499,99
g/ekor/hari, konversi ransum 2,21, Feed Cost per Gain Rp. 9723,68 untuk babi yang
diberikan ampas tahu 300 g/hari. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa penggunaan
ampas tahu dalam ransum berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum,
pertambahan bobot badan, dan konversi ransum. Kesimpulan dari penelitian ini
penggunaan ampas tahu dapat digunakan sebagai pengganti kosentrat dalam ransum,
karena menghasilkan nilai konversi ransum dan Feed Cost per Gain sangat efisien.
Penggunaan ampas tahu untuk pakan babi terutama pada sentra-sentra peternakan
babi seperti di Bali akan sangat menguntungkan, karena mampu menekan biaya produksi.
Bagaimanapun harga ampas tahu jauh lebih murah dibandingkan harga konsentrat
komersial. Saat ini di kawasan Denpasar ampas tahu dijual dengan harga sekitar
Rp1.500/kg, atau dijual dengan bungkusan tas plastik, satu bungkus Rp 5000, yang isinya
kurang lebih 4 kg. Selain itu penggunaan ampas tahu untuk pakan babi akan mampu
mengurangi pencemaran lingkungan di area perusahaan tahu. Hanya saja belum ada
6
informasi ilmiah mengenai berapa sebaiknya ampas tahu diberikan, sehingga di satu sisi
pertumbuhan babi optimal, dan secara ekonomi menguntungkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak ampas tahu bisa
ditambahkan pada pakan ternak babi komersial tanpa mengganggu penampilan ternak
babi. Selain itu pemanfaatan ampas thu dapat dijadikan pakan alternatif ternak babi.
Hasil penelitian ini merupakan luaran yang sangat bagus yaitu formulasi ransum
baru, campuran antara ransum komersial yang sebagian diganti dengan ampas tahu.
Selain formula ransum tersebut juga akan dihasilkan publikasi ilmiah tentang penggunaan
ampas tahu dalam ransum babi. Informasi ini akan sangat bermanfaat dalam
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang peternakan, khususnya peternakan babi, dan
bermanfaat bagi peternak babi yang ingin memberikan ampas tahu sebagai pakan alternatif
untuk pengganti sebagaian pakan komersial. Disamping itu penggunaan ampas tahu akan
sangat membantu mengurangi pencemaran limbah, yang kalau dibiarkan akan menebar
bau tak sedap.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode percobaan lapangan dengan model Rancangan
Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang diberikan sebanyak empat yaitu ransum komersial
tanpa ampas tahu (R0), ransum komersial 5% diganti dengan ampas tahu (R1), ransum
komersial 7,5% diganti dengan ampas tahu (R2), ransum komersial 10% diganti
dengan ampas tahu. Masing-masing perlakuan diulang 4 kali, sehingga babi yang
digunakan sebanyak 16 ekor.
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi ras yang sudah disapih
dengan bobot badan 19,25-21,50 kg. Jumlah ternak yang digunakan sebanyak 16 ekor,
dipelihara dalam kandang selama 15 minggu (105). Selain itu disediakan juga ternak babi
sebagai cadangan sebanyak 2 ekor, sehingga keseluruhan jumlah babi yang dipelihara
sebanyak 18 ekor. Kandang yang digunakan adalah kandang individual dengan ukuran
panjang 2 m, lebar 1,25 m dan tinggi 0,75 m. Setiap unit kandang dilengkapi dengan
tempat makan dan air minum. Sebelum diberi perlakuan, babi diberikan vaksin SE dan
obat cacing.
7
Gambar 1. Babi ras yang dipakai penelitian sebelumnya divaksin dengan vaksin Septicaemia epizootica (SE)
Ampas tahu yang digunakan adalah ampas yang diperoleh dari proses pembuatan
tahu skala rumah tangga. Ampas tahu tersebut masih dalam keadaan basah dengan
kandungan air sekitar 85%.
Gambar 2. Ampas tahu yang dicampurkan dalam ransum
Ransum yang digunakan adalah ransum komersial buatan pabrik sesuai dengan fase
pertumbuhan babi tersebut, yang dicampur dengan polar dengan perbandingan 1 : 1
berdasarkan berat. Pada fase starter ransum yang diberikan mengandung protein 18% dan
energi metabolis 3.250 kilo kalori/kg, sedangkan pada fase grower diberikan ransum
dengan kandungan protein 15%, dan energi metabolis 3.260 kilo kalori/kg.
8
Gambar 3. Ransum komesrsial yang sudah dicampur dengan ampas tahu
Peubah yang Diukur dalam penelitian ini: Konsumsi Ransum, Konsumsi ransum
diukur dengan cara menghitung jumlah pakan yang diberikan setiap hari dikurangi dengan
sisa pakan pada hari yang sama. Pertambahan bobot badan, dilakukan dengan cara
menimbang babi dua minggu sekali, kemudian dibagi 14 untuk menghitung pertambahan
bobot badan (Pbb) harian. Pbb = Bb2 – Bb1, Bb1 = bobot badan awal dan Bb2 = bobot
badan saat penimbangan terakhir, Feed Convertion Ratio (FCR): membagi jumlah pakan
yang dikonsumsi dengan kenaikan bobot badan dalam selang waktu tertentu. Dalam hal
ini akan dihitung FCR mingguan dan total, Kecernaan ransum dihitung dengan
menghitung jumlah ransum yang dikonsumsi (DM) dikurangi dengan yang keluar dalam
bentuk feses (DM).
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat hasil yang
berbeda nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%
(Steel dan Torrie, 1986).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Ransum
Babi yang diberi ransum komersial 100% (R1) mengkonsumsi ransum sebanyak
170,20 kg selama 15 minggu atau 1,62 kg perhari. Sedangkan babi yang diberi ransum
dengan penggantian ransum komersal dengan ampas tahu 5%, 7,5% (R2, R3) masing-
masing lebih rendah 2,26 dan 0,32%, sedangkan dengan yang penggantian ransum
komersial dengan ampas tahu 10% (R4) mengkonsumsi ransum lebih tinggi 0,89%
(Tabel 2), namun secara statustik tidak berbeda nyata (P>0,05). Kalau dihitung konsumsi
harian perlakuan R2, R3 dan R4 masing-masing 1,58; 1,59 dan 1,64 kg. Tidak terjadi
9
perbedaan konsumsi antar perlakuan hal ini disebabkan bobot badan babi juga tidak
berbeda. Selain itu penggantian ransum komersial dengan ampas tahu sampai level 10%
tidak menyebabkan perbedaan kandungan energi ransum. Kandungan energi ransum
sangat berpengaruh terhadap konsumsi. Jika kandungan energi ransum rendah, maka
konsumsi akan tinggi, sebaliknya jika kandungan energi tinggi maka babi akan
mengkonsumsi ransum lebih sedikit.
Bobot Badan Akhir
Babi yang mendapat perlakuan R1 memiliki bobot badan akhir 89,50 kg, paling
tinggi diantara perlakuan. Babi yang diberi perlakuan R2, R3 dan R4 mempunyai bobot
badan akhir masing-masing 6,15; 3,07 dan 2,79% lebih kecil dibandingkan dengan R1
(Tabel 2), namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Bobot badan sangat
dipengaruhi oleh konsumsi, jika babi dalam keadaan sehat, makin banyak konsumsi
umumnya bobot akhir akan lebih tinggi. Sebenarnya bobot akhir babi ini masih bisa
bertambah terus sampai mencapai 100 kg, bahkan lebih namun karena dipelihara baru 105
hari maka beratnya belum mencapai 100 kg. Umumnya bobot pasar adalah 100 kg,
biasanya dicapai dalam waktu 140 hari atau selama 5 bulan.
Tambahan Bobot Badan
Tambahan bobot badan babi yang mendapat perlakuan R1 selama penelitian adalah
69,75 kg, paling tinggi diantara perlakuan. Babi yang mendapat perlakuan R2, R3 dan R4
masing-masing 64,50; 67,50 dan 66,67 kg atau lebih rendah masing-masing 7,53; 3,22 dan
4,41% (Tabel 2), namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Tambahan bobot
badan sangat dipengaruhi konsumsi babi tersebut. Konsumsi ransum babi yang mendapat
perlakuan R1 memang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan R2 dan R3, namun
lebih rendah dibandingkan R4. Babi yang mendapat perlakuan R4 konsumsi ransumnya
paling tinggi kemungkinan akibat kandungan ampas tahu yang lebih tinggi sehingga
palatabelitasnya juga lebih tinggi. Selain itu aroma ampas tahu akan merangsang babi
untuk makan lebih banyak.
Konversi Ransum (FCR)
Konversi ransum atau feed convertion ratio (FCR) adalah perbandingan antara
ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan dalam satuan waktu tertentu.
10
Nilai FCR menunjukkan seberapa efisiensi babi dalam menggunakan ransum. Makin
kecil nilai FCR maka akan semakin efisien dalam penggunaan ransum. Pada babi yang
diberi perlakuan R1 nilai FCR nya 2,69, sedangkan pada perlakuan R2, R3 dan R4
berturut-turut: 2,63; 2,70 dan 2,60. Pada perlakuan R2 dan R4 masing-masing lebih
randah 2,23 dan 3,34%, tetapi pada perlakuan R3 lebih tinggi 0,03%, dan secara statistik
tidak berbedanyata (P>0,05). Berdasarkan nilai FCR di atas artinya babi yang mendapat
perlakuan R4 paling efisien menggunakan ransum.
Tabel 2. Penampilan babi yang diberi ampas tahu
Parameter Perlakuan
R1 R2 R3 R4 SEM
Bobot awal (kg) 19,75a 19,50a 19,25a* 21,50a 1,48
Bobot akhir (kg) 89,50a 84,00a 86,75a 87,00a 11,66
Tambahan bobot badan (kg) 69,75a 64,50a 67,50a 66,67a 11,61
Konsumsi Pakan (kg) 170,201a 166,34a 169,66a 171,71a 16,94
Konsumsi perhari (kg) 1,62a 1,58a 1,62a 1,64a 1,61
Kecernaan ransum (%) 78,80a 76,70a 79,90a 85,97b 1,51
Tambahan bobot badan
perhari (kg)
0,66a 0,61a 0,64a 0,63a 0,11
FCR 2,69 2,63 2,70 2,60 0,28
Keterangan: R1 : Ransum tanpa ampas tahu R2 : Ransum komersial 5% diganti amas tahu R3 : Ransum komersial 7, 5% diganti amas tahu R4 : Ransum komersial 10% diganti amas tahu *Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama bermakna tidak berbeda nyata (P>0,05)
11
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
penggantian sebagian ransum komersial dengan ampas tahu sampai level 10% tidak
berpengaruh nyata terhadap penampilan babi ras. Babi yang diberikan ransum dengan
ampas tahu mulai dari level 5, 7,5 dan 10% ternyata masih efisien dalam penggunaan
ransum dengan FCR berturut turut: 2,63; 2,70 dan 2,60 dan tidak berbedanyata dengan
kontrol 2,69.
Saran
Penggunaan ampas tahu secara ekonomis sebenarnya tidak terlalu menguntungkan,
namun dari aspek lingkungan sangat bermanfaat sebab kalau tidak dimanfaatkan ampas
tahu sangat mencemari lingkungan terutama bau. Oleh karena itu ampas tahu tetap dapat
disarankan untuk mencampur ransum babi jangan lebih dari 10% (1:1 ) basah, kalau lebih
volumenya terlalu banyak, dikhawatirkan babi akan kekurangan asupan energi.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat statistik Provinsi Bali. 2013. Bali dalam Angka 2013. Budaarsa, K. 2012. Babi Guling Bali, dari Beternak, Kuliner hingga Sesaji. Penerbit
Buku Arti, Denpasar. Dessita. 2003. Jurusan peternakan, fakultas pertanian universitas bengkulu jln raya
kandang limun, bengkulu. Diakses dari Http://livestock-livestock.blogspot.com/2012/01/ pemanfaatan-ampas-tahu-sebagai pakan.html. Pada tanggal 26 Maret 2012, 14:33
Duldjaman.M. 2004. Penggunaan Ampas Tahu untuk Meningkatkan Gizi Pakan Domba
Lokal. Media Peternakan. 27.3: 107-110. Ferdian Kusuma. 2008. Pengaruh Pemberian Tepung Ampas Tahu dalam Ransum
terhadap Performans Puyuh (Coturnix-cortunix japonica) setelah 6 bulan produksi. Skripsi. Universitas Bengkulu: Bengkulu.
12
Maman Suherman 2013. Ini Penyebab Produksi Kedelai Merosot dalam 5 Tahun Terakhir. Direktur Aneka Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Kementan Kompas.com, Senin , 7/10/2013.
Murni. R, Suparjo, Akmal, BL. Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah
untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Nuraini, S.A.Latif, dan Sabrina. 2009. Potensi Monascus purpureus untuk Membuat Pakan
Kaya Karotenoid Monakolin dan Aplikasinya untuk Memproduksi Telur Unggas Rendah Kolesterol. Working Paper. Fakultas Peternakan.
Penggunaan Campuran Dedak dan Ampas Tahu Terfermentasi dengan Monascus
purpureus dalam Ransum terhadap Bobot Hidup, Persentase Karkas dan Kolesterol Daging Broiler. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Andalas.
Shurtleff, W. And A. Aoyagi. 1975. The Book of Tohu, Food for Mankind. Ten Speed
Press. California, USA. Smith A. L, K.J. Stalder, T.V. Serenius, T.J. Baas and J.W. Mabry. 2007. Effect of piglet
birth weight on weights at weaning and 42 days post weaning. Journal Swine Health Prod. 17 (4) : 213-218).
Sri Harjanto. 2011. Pengaruh penggunaan ampas tahu dalam ransum terhadap performan
babi landrace jantan kastrasi. Skripsi Fakultas Pertanian Jurusan Agronomi, Universitas Negeri Sebelas Maret.
Suprapti, M. L. 2005. Pembuatan Tahu. Kanisius: Yogyakarta Tanwiriah, Wiwin, dkk. 2009. Pengaruh Tingkat Pemberian Ampas Tahu dalam Ransum
terhadap Performan Entok (Muscovy Duck) pada Periode Pertumbuhan. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran.
Tarmidi, A.R. 2010. Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Pakan Ruminansia.
Layanan dan Produk Umban Sari Farm.
13
18