Upload
dangphuc
View
245
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
No. Kode :
LAPORAN AKHIR TAHUN 2011
PERBANYAKAN BENIH SUMBER (FS) PADI UNIT PENGELOLAAN BENIH SUMBER (UPBS)
Oleh :
Wawan Sulistiono, SP., MP. Agus Hadiarto, SP. Robinson Putra, SP. M. Seni Kulle, STP.
Drs. M. Syukur. Musa Waraiya, SPt. Yayat Hidayat, SP. Munafri L Lagarutu
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN MALUKU UTARA BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2 0 1 1
LAPORAN AKHIR TAHUN 2011
PERBANYAKAN BENIH SUMBER (FS) PADI UNIT PENGELOLAAN BENIH SUMBER (UPBS)
Oleh :
Wawan Sulistiono, SP., MP. Agus Hadiarto, SP. Robinson Putra, SP. M. Seni Kulle, STP.
Drs. M. Syukur. Musa Waraiya, SPt. Yayat Hidayat, SP. Munafri L Lagarutu
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN MALUKU UTARA
2 0 1 1
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR 2011
1. Judul Kegiatan : Perbanyakan Benih Sumber (FS) Padi Unit
Pengelelolaan Benih Sumber (UPBS)
2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara
3. Alamat Unit Kerja : Tidore Kepulauan – Maluku Utara
4. Penanggung Jawab
a. Nama : Wawan Sulistiono, SP., MP.
b. Pangkat/Golongan : Penata Muda Tk I/III.b
c. Jabatan
c.1. Struktural : -
c.2. Fungsional : c. Peneliti
5. Lokasi Kegiatan : Wasile, Halmahera Timur
6. Status Kegiatan : Baru
7. Tahun dimulai : 2011
8. Tahun ke- : I. 2011
II. -
9. Biaya Kegiatan TA.2010 : Rp. 206.119.000,- (Dua ratus enam juta seratus sembilan belas ribu rupiah)
Mengetahui, Kepala Balai
Penanggung Jawab Kegiatan
Dr. Ir. Moh. Ismail Wahab, MSc. NIP. 19650817 199103 1 002
Wawan Sulistiono, SP.,MP. NIP. 19780108 200801 1 009
KATA PENGANTAR
Laporan akhir tahun kegiatan perbanyakan benih sumber (FS) komoditas
padi di Unit Pengelolaan Benih Sumber (UPBS) BPTP Maluku Utara adalah
progres kegiatan yang telah dicapai selama satu tahun anggaran 2011. Kegiatan
perbenihan padi ini menggunakan dana revisi anggaran, sehingga kemajuan fisik
di lapangan belum mencapai final (pascapanen). Namun demikian dengan
adanya tanaman di lapangan akan dapat mempertanggung jawabkan kegiatan ini
secara keseluruhan. Luas pertanaman di lapangan adalah sepuluh (10) hektar
dengan kelas benih yang digunakan adalah FS. Sementara itu, jenis varietas
yang ditangkarkan adalah Inpari 1, Inpari 6, Inpari 10, dan Inpari 13.
Yang melatar belakangi perbenihan padi di Maluku Utara khususnya di
Halmahera Timur adalah belum adanya kemandirian benih di daerah ini serta
pengenalan varietas unggul baru. Selama ini, benih padi yang digunakan petani
adalah benih buatan sendiri atau bantuan dari dinas. Sementara itu sumber
benih di lapangan yang ditangani baik oleh dinas atau swasta, berasal dari luar
provinsi. Hal ini berarti belum adanya unit pengelolaan benih sumber padi di
Maluku Utara. Oleh karena itu keberadaan unit produksi benih sumber (UPBS)
diharapkan mampu memenuhi kebutuhan benih di daerah untuk memenuhi
syarat enam (enam) tepat, diantaranya tepat waktu, jenis, volume, dan harga.
Kami berharap kegiatan produksi benih padi dapat membantu secara
signifikan masalah target produksi di lapangan (problem solving) dan kebijakan
pemda terkaid. Demikian juga dengan laporan ini, dapat bermanfaat bagi
pengguna dan pemangku kebijakan. Kritik dan saran atas kegiatan produksi
benih sumber padi sangat kami harapkan.
Sofifi, Desember 2011
Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian,
Dr. Ir. Ismail Wahab, MSi.
RINGKASAN
Pemenuhan benih padi bermutu/bersertifikat di Maluku Utara masih jauh
memenuhi kelayakan sistem perbenihan. Sebagian besar (±80%) benih yang
dipakai petani adalah melalui sistem benih sendiri sehingga pertumbuhan dan
produksi rata-rata masih rendah. Disamping itu juga belum adanya institusi
pengelola benih yang menyediakan benih sumber bersertifikat. Menyikapi hal
tersebut, program perbenihan bermutu komoditas padi oleh BPTP Maluku Utara
merupakan salah satu dari bagian utama dalam rangka peningkatan
produktivitas padi di Maluku Utara.
Tujuan dari kegiatan perbanyakan benih sumber ini adalah menghasilkan
benih unggul bermutu padi berkelas SS. Keberadaanya diharapkan tepat
waktu di lapangan dan berkelanjutan untuk mendukung program strategis
peningkatan produksi padi di Maluku Utara. Pelaksaan produksi dilaksanakan di
lahan petani melalui sistem kerjasana dengan petani serta lahan sendiri. Lokasi
kegiatan ini adalah desa Mekarsari dan Bumirestu Kec. Wasile Kabupaten
Halmahera Timur. Dalam memenuhi kelayakan sertifikasi, pengawasan mulai di
lapangan sampai pasca panen bekerjasama dengan balai sertifikasi benih Prov.
Maluku Utara. Input produksi yang digunakan merupakan hasil analisa
kebutuhan di lapangan (AKL). AKL dilakukan melalui pengamatan lahan
langsung (uji kesuburan tanah) dan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi
serta hama penyakit yang dominan.
Benih yang diproduksi adalah benih Inpari 1, Inpari 6, Inpari 10, dan Inpari
13 dengan kelas benih FS. Target produksi benih yang dihasilkan adalah 4 ton
benih SS per ha. Pada lahan produksi 10 ha tersebut, ditargetkan menghasilkan
benih 40ton SS. Volume benih ini direncakan akan ditanam oleh petani
penangkar ataupun petani non penangkar dengan total luas 1600 ha dengan
catatan kebutuhan benih per ha 25kg, untuk selanjutnya dihasilkan kelas benih
ES. Sehingga ke depan kebutuhan benih padi di Maluku Utara dapat terpenuhi
secara mandiri (swasembada benih)
Kata Kunci: Benih bermutu, benih padi, peningkatan produksi, Halmahera Timur.
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ……………………………………………………………………….. I Kata Pengantar ………………………………………………………………………………. ii Ringkasan ………………………………………………………………………………………. iii Daftar isi …………………………………………………........................................ iv Daftar Tabel …………………………………………………................................... v
Daftar Gambar …………………………………………………................................ vi
I PENDAHULUAN ………………………………………………….............................. 1
1.1. Latar Belakang …………………………………………………........................ 1 1.2. Justifikasi …………………………………………………............................... 2 1.3. Perumusan Masalah ……………………………….................................... 2 1.4. Tujuan ………………………….…………………………………………………........ 3 1.5. Perkiraan keluaran …………..…………………………………………………...... 3
II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………........................ 4 1.1. Teknik Produksi Benih Padi Inbrida ……………….............................. 4
1.2. Sertifikasi Benih ………………………………………………………................. 13
III METODOLOGI ………………………………………………………......................... 13 3.1. Waktu dan Tempat ……………………………………............................... 13 3.2. Alat dan Bahan ……………………………………………………………............. 13 3.3. Pelaksanaan Produksi …………………………………………....................... 14
IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………………................ 15 4.1. Hasil …………………………………………….......................................... 15
4.1.1. Penentuan calon petani/lahan …………….…………………………………… 15 4.1.2. Budidaya dan Teknik Produksi Benih Padi Inbrida …………………..... 16
4.2. Pembahasan……………………… 21
V KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………………................ 26 5.1. Kesimpulan ………………………………………………….............................. 26 5.2. Saran …………………………………………………...................................... 26
VI KINERJA HASIL PENGKAJIAN …………………………………………………........... 27 DAFTAR PUSTAKAN ……………………………………………………………………………….. 29
DAFTAR TABEL
NO Tabel hal.
1. Rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah menggunakan PUTS... 5
2. Varietas yang diproduksi oleh UPBS BPTP Malut pada lahan petani …….. 16
3. Karakter tanaman yang di roguing per fase pertumbuhan padi............... 21
4. Karakteristik varietas padi yang diproduksi oleh UPBS BPTP Malut.………. 24
DAFTAR GAMBAR
NO Gambar hal.
1. Penyiangan gulma padi menggunakan penyiangan tipe landak……………. 7
2. Proses pengeringan benih padi menggunakan sinar matahari di Haltim …………. 9
3. Kemasan benih dengan kemasan plastik kedap udara …………..……………. 10
4. Blok lahan II dan III UPBS ……………………………..……………………………….. 15
5. Blok lahan I UPBS …………………………………………………………………………… 16
6. Varietas Inpari 6 dan Inpari 10 yang ditanam di lahan produksi ………….. 17
7. Varietas Inpari 1 dan Inpari 13 yang ditanam di lahan produksi ………….. 17
8. Sistem pengairan intermittent . Sistem tanam jajar legowo 2:1 18
9. Penyiangan gulma dengan sistem kimia dengan herbisida pratumbuh
dan penggunaan penyiang tipe landak ………………………………………………
19
10. Pemberian dolomit di lahan dan pemupukan I (KCl) …………………………… 19
11. Pupuk kandang yang diaplikasikan di persemaian ………………………………. 20
12. Perawatan tanaman sekaligus roguing yang dilakukan di fase vegetatif
awal di lahan produksi ……………………………………………………………………..
20
13 Pengembalian dan pembenaman jerami padi saat pengolahan tanah II
di lokasi produksi UPBS BPTP Malut …………………………………………………..
22
14 Sarasehan petani dengan Ka.Dinas Pertanian Kab. Haltim dan Kepala
BPTP Malut di areal devisi produksi UPBS BPTP Malut
27
15 Upaya percepatan adopsi teknologi varietas dan komponen PTT oleh
deta sharing ……………………………………………………………………………………
27
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam pelaksanaan usaha tani padi, benih diposisikan sebagai salah satu
komponen yang penting menentukan produksi dan pendapatan petani.
Penggunaan benih bermutu dapat mengurangi jumlah pemakaian benih,
pertanaman menjadi seragam sehingga memiliki daya ketahanan terhadap gulma
dan serangan hama/penyakit. Kombinasi faktor ini dapat memberikan tambahan
hasil panen antara 5-20% (Anonimous, 2007). Benih berperan sebagai
penghantar teknologi yang terkandung dalam potensi genetik varietas kepada
petani. Sifat-sifat masing varietas seperti tekstur nasi, kadar amilosa, potensi
hasil, ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta anjuran tanam akan
memberikan peluang preferensi yang lebih luas mulai dari pasar sampai petani,
serta produsen benih itu sendiri.
Penyediaan sumber benih menempati posisi strategis untuk memenuhi
kebutuhan yang semakin mendesak yang didasarkan oleh asas 6 tepat
(ketepatan jenis, volume dan waktu). Unit pengelolaan benih sumber (UPBS)
keberadaanya menjad urgent sebagai salah satu elemen sistem perbenihan yang
kuat dan berkelanjutan yang mampu menyediakan ketersediaan benih bermutu.
UPBS di tingkat BPTP dapat mengembangkan benih BS/FS untuk menghasilkan
benih FS/SS yang akan disebar ke produsen benih agar sampai ke petani
(Suyamto dkk, 2007).
BPTP Maluku Utara yang berperan sebagai element pengantar inovasi
teknologi badan Litbang Pertanian di Maluku Utara mengambil peranan dengan
mengusahakan unit pengelolaan benih sumber padi. Hal ini diharapkan mampu
membantu penyediaan benih padi bermutu spesifik lokasi dan mendukung
pencapaian target produksi serta produktivitas padi di Maluku Utara.
1.2. Justifikasi
Pemanfaatan benih padi bermutu/bersertifikat oleh petani di Maluku Utara
belum dapat dihitung secara pasti. Dari laporan balai sertifikasi dan pengawasan
mutu benih Provinsi Maluku Utara, dapat disimpulkan bahwa belum terbentuk
sistem perbenihan yang mampu menyediakan benih sumber secara formal yang
memenuhi 25% kebutuhan petani. Penyediaan benih sebagian besar diusahakan
secara informal oleh petani sehingga tidak memiliki standar mutu benih yang
terjamin. Hal tersebut membuat potensi hasil dan sifat ketahanan terhadap hama
dan penyakit mengalami penurunan/segregasi sifat unggul (rerata produksi
belum mencapai 5 t/ha GKG).
Sebagai salah satu upaya mengatasi masalah diatas, dilakukan program
perbenihan bermutu komoditas padi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
penggunaan benih unggul berkualitas/bersertifikat dan secara simultan
meningkatkan produktivitas padi di Maluku Utara. Upaya tersebut selaras dengan
kegiatan mendukung program peningkatan produksi beras nasional, dimana salah
satu komponen adalah penyediaan benih sumber yang menyangkut pengendalian
mutu benih. Unit pengelola benih sumber (UPBS) bersama dengan Balai
Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) memiliki tanggung jawab dalam
pengendalian mutu benih kelas FS, SS, dan ES (Sembiring H dan N. Widiarta,
2008). Dengan langkah ini diharapkan selain percepatan inovasi teknologi badan
litbang pertanian, juga membantu mengatasi masalah hambatan ketersediaan,
mutu, dan volume benih di Maluku Utara sehingga menjadi terpenuhi
berdasarkan asas enam tepat.
1.3. Perumusan Masalah
Benih adalah komponen materi genetik, dalam budidaya juga merupakan
komponen paket teknologi utama. Hal ini dilandaskan dengan materi genetik
yang baik (faktor genetik) yang dibawa dalam sebutir benih, akan terekspresikan
ciri/vigor tanaman yang baik pula. Dalam kondisi tekanan lingkungan yang
berbeda, sifat genetik benih tersebut akan berbeda pula dalam penampakan
fenotifnya. Oleh karena itu keberadaan spesifik lokasi menjadi penting terhadap
sifat fenotif tanaman untuk menghasilkan pertumbuhan dan produksi maksimal.
Perlunya produksi benih in situ selain memenuhi syarat enam tepat
seperti waktu, volume, harga, dan terutama jenis yang sesuai dengan lingkungan
spesifik lokasi. Dari hal tersebut, pengusahaan benih dalam bentuk UPBS di lokasi
sentra pertanaman padi terutama di Halmahera Timur, akan menjadi upaya
memenuhi tantangan tersebut. Selain faktor diatas, perlunya perbanyakan benih
padi unggul di Maluku Utara (Halmahera TImur) karena daerah ini belum
mencapai swasembada benih serta terjadi palandaian produksi padi karena
penggunaan benih varietas lama yang ditanam secara terus menerus seperti
Cisantana. Hal ini dikhawatirkan menimbulkan resistansi hama tertentu karena
terpatahkan toleransi genetik serta menganggu keseimbangan lingkungan.
Berdasarkan beberapa kondisi tersebut, upaya pernbanyakan benih
sumber yang bermutu dan jenis VUB akan mengatasi masalah produksi dan
sekaligus perlindungan tanaman disamping meningkatkan pendapatan petani.
Ditingkat kebijakan, akan membantu program peningkatan produksi dan
pendapatan dan kesejahteraan petani.
1.4. Tujuan
Tujuan jangka panjang
Tujuan jangka panjang dari kegiatan ini adalah (1) menyediakan dan
mengembangkan sektor perbenihan formal yang efektif yang mampu mensuplai
minimal 50% kebutuhan benih padi di Maluku Utara melalui UPBS BPTP Maluku
Utara; (2) bekerja sama dengan petani/gapoktan penangkar benih padi,
memantapkan sistem kelembagaan perbenihan padi yang efektif dan mandiri
serta berkelanjutan di Maluku Utara; (3) memberi dukungan/menyediakan stok
benih bagi kegiatan peningkatan produksi padi bagi dinas terkaid di Maluku
Utara.
Tujuan tahun berjalan (2011)
Tujuan tahun berjalan (2011) kegiatan perbanyakan benih sumber UPBS
BPTP Malut adalah:1) Memproduksi benih sumber padi kelas SS yang
bersertifikat minimal 30 ton; 2) Mendistribusikan keseluruhan benih yang
dihasilkan ke pengguna; 3) Membina kelompok tani kooperatif penangkar benih
padi minimal dua gapoktan dalam sistem penangkaran.
1.5. Perkiraan keluaran
Keluaran yang diharapkan dari perbanyakan benih sumber UPBS BPTP
Malut selama tahun berjalan adalah: (1) unit pengelolaaan benih sumber kelas
SS untuk komoditas padi sawah di kawasan Maluku Utara sebanyak 40 ton benih
kelas SS; (2) adanya perubahan sistem pemasaran benih bersertifikat di Maluku
Utara yang lebih efektif dan efisien memenuhi syarat 6 tepat, yang
menguntungkan bagi UPBS dan konsumen benih berdasarkan preferensi dan
spesifik lokasi Maluku Utara (3) BPTP Maluku Utara menjadi pemain/penentu
dalam produksi benih padi di Maluku Utara, (4) adanya kemitraan dengan
kelompok tani/petani penangkar benih padi (binaan) yang memiliki ketrampilan
perbenihan dan pasar, (5) Adanya kerjasama lebih baik dalam kebijakan
pertanian tanaman pangan pada tingkat pemda Kabupaten dan Provinsi. Dalam
hal kesepakatan pemenuhan benih dan tenaga pendamping inovasi teknologi
serta dalam bentuk lainnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teknik Produksi Benih padi Inbrida
Pembudidayaan tanaman untuk benih secara khusus memiliki perbedaan
dengan teknik budidaya untuk produksi non benih atau konsumsi. Terdapat
tahap-tahap tertentu yang harus dipenuhi dan disepakati oleh penangkar benih
dengan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih. Hal tersebut telah diamanatkan
dalam UU No12/1992 tentang sistem Budidaya Tanaman dan diperkuat oleh
Peraturan Pemerintah No.44/1995 tentang Perbenihan Tanaman (Nugraha dkk,
2008). Namun begitu, sistem pengelolaan tanaman secara umum memiliki
kesamaan dengan budidaya produksi yaitu pengelolaan tanaman secara terpadu
(prinsip PTT) untuk tercapainya produk yang berkualitas.
a) Penanaman.
Pada saat penanaman varietas dari suatu komoditi untuk sumber benih harus
mempertimbangkan kaidah;
(1) pemilihan lokasi : Areal yang dijadikan pilihan adalah sawah yang subur,
irigasi terjamin, bebas dari kekeringan dan banjir, bukan daerah endemik
penyakit tertentu seperti kerdil kuning atau tungro, kesesuaian varietas
sebelumnya dengan yang akan ditangkarkan, serta mudah diakses. Ini berlaku
juga untuk persemaian;
(2) terpenuhi pengelolaan kebenaran varietas (teknik isolasi);
(3) teknis penanaman: Pengaturan jarak tanam menggunakan sistem legowo 4:1
atau 2:1. Hal ini bermanfaat untuk memudahkan roguing pada pertanaman serta
perawatan. Disamping itu untuk mengoptimalkan pertumbuhan produksi dengan
memperbanyak tanaman tepi (legowo 4:1) atau membuat semua tanaman
menjadi tanaman tepi (legowo 2:1). Teknik penanaman sesuai konsep PTT yaitu,
menggunakan benih muda umur 14-5 hari agar pembentukan anakan maksimal,
tanam 1-2 bibit per lubang tanam agar perkembangan rumpun maksimal, cabut
bibit langsung tanam tanpa pemotongan pucuk bibit karena menyebabkan
tanaman stres dan masuknya infeksi penyakit.
b) Pemupukan
Dalam menggunakan pupuk sebagai pensuplai unsur hara tanaman,
harus diberikan berdasarkan tingkat kebutuhan dan tepat waktu. Salah satu
pendekatan pemupukan adalah pengelolaan hara spesifik lokasi yaitu
memberikan pupuk N, P, K, S sesuai dengan kebutuhan tanaman (Fairhurst et al,
2007). Untuk mengestimasi kesuburan dan kebutuhan hara makro tanah dapat
menggunakan alat PUTS dan upaya penentuan takaran pupuk N adalah dengan
penggunaan bagan warna daun (BWD). Pemupukan yang dilakukan harus juga
memperhatikan kemampuan sumber daya petani, sumber daya lahan (pupuk
organik), ketersediaan pupuk di kawasan. Contoh rekomendasi pemupukan
berdasarkan uji PUTS:
Tabel 1. Rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah menggunakan PUTS
Tahap-tahap pemupukan dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Pemupukan I (pemupukan dasar). Waktu pemberiaan maksimal tanaman umur 7
No.
Lahan Kandungan Unsur hara Makro pH
N P K
1. Lahan 1 Rendah Sedang Sedang 6-7 (netral )
-kebutuhan 250kgUrea/ha 75kgSP-36/ha 50kgKCl/ha 2. Lahan 2 Rendah Tinggi Rendah 6-7 (netral )
-kebutuhan 250kgUrea/ha 50kg SP-36/ha 100kgKCl/ha 3. Lahan 3 Sangat tinggi Rendah Sedang 5-6 (agam
masam )
-kebutuhan 200kgUrea/ha 100kgSP-36/ha 50kgKCl/ha
hari. Pupuk Urea diberikan 1/3 dosis, SP-36 100 % dosis, dan KCl 1/3 dosis.
Pemupukan II. Waktu pemupukan sekitar 30 HST. Dosis pupuk Urea sebanyak
1/3 dosis dan KCl 1/3 dosis. Pemupukan III. Waktu pemberian pada umur 45-50
HST. Dosis pupuk Urea dan KCl masing-masing 1/3 dosis yang merupakan sisa
dosis sebelumnya. Pada kondisi lahan cenderung bereaksi masam, disarankan
menggunakan ZA sebagai sumber N.
Bila pemupukan cukup dua (2 ) kali, maka pada pemupukan ke 2 dosis
yang diberikan adalah 2/3 nya. Pemberian pupuk kandang diberikan sebelum
pembuaatan lajur tanam setelah pengolahan ke 2. Dosis yang digunakan 2-5
ton/ha berupa pupuk kandang yang sudah matang atau pemberian kompos.
Diusahakan mengembalikan gabah/jerami dangan dikomposkan/diuraikan
terlebih dahulu.
Bila menggunakan BWD, saat pemupukan dasar BWD tidak perlu
digunakan. Penggukuran warna daun padi dengan BWD dimulai pada 21-28 hst,
dilanjutkan setiap 7-10 hari sekali sampai 50 hst. Dari hasil penelitian bila nilai
warna daun antara 2-3 dengan tingkat hasil yang diharapkan 6,0 t/ha GKG
diperlukan 100 kg urea/ha dengan catatan unsur hara P kan K terpenuhi. Bila
tingkat hasil disuatu tempat hanya 5 t/ha GKG, maka pupuk urea susulan yang
diberikan cukup 50 kg/ha. (Abdurrahman dkk, 2008).
c) Pemeliharaan
Pemeliharaan menyangkut (1) penyiangan dan (2) pengendalian hama
dan penyakit.
1. Penyiangan
Penyiangan dilakukan minimal dua kali, yaitu saat tanaman berumur 20-
25 HST dan saat tanaman padi umur 35-40 HST. Gulma yang mirip tanaman padi
seperti jejagoan (Echinochloa crus-galli dan E. colona), padi liar (Oryza
rufipogan) biasanya sulit dikendalikan dan akan tetap bersama tanaman padi
sampai panen. Oleh karena itu perlu penyiangan ke 3 secara manual dengan
membuang gulma tersebut dari areal pertanaman. Penyiangan dapat secara
kimiawi dengan penyemprotan herbisida pra atau pasca tumbuh, serta mekanik
dengan menggunakan alat gosrok.
Gambar 1. Penyiangan gulma tanaman padi dengan menggunakan penyiang gosrok/tipe landak.
2. Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama dan penyakit berdasarkan penggendalian hama
secara terpadu. Dilakukan dengan menjaga kesetabilan ekosistem dengan tidak
memusnahkan musim alami hama seperti laba-laba, capung, burung, ataupun
belalang, serta dengan pengendalian kultur teknis yaitu penerapan good
agriculture practice. Monitoring hama dan penyakit juga diterakpan untuk
menentukan keputusan ambang ekonomi pengendalian.
d. Rouging/seleksi off type
Pada tahan rouging, petani penangkar didampingi tenaga dari BPSP atau
petani penangkar telah bersertifikat, dapat melakukan sendiri. Rouging dilakukan
pada tanaman dengan kriteria berikut: (1) tumbuh diluar jalur barisan, (2)
rumpun/tanaman yang tipe pertunasan awal menyimpang dari sebagian besar
rumpun-rumpun yang lain, (3) tanaman yang bentuk dan ukuran daunnya
berbeda, (4) tanaman yang warna kaki atau daun pelepahnya berbeda, dan (5)
tanaman/rumpun yang tingginya sangat berbeda (mencolok). Rouging dilakukan
pada fase-fase berikut: (1) Stadia vegetatif awal (35-45 HST), (2) Stadia
vegetatif akhir (50-60 HST), (3) Stadia generatif awal/saat berbunga (85-95HST),
(4) Stadia generatif akhir/pemasakan biji (100-115 HST).
Pada stadia generatif, roguing dilakukan juga pada tanaman yang
bentuk dan ukuran daun benderanya berbeda, tanaman yang berbunga terlalu
cepat atau terlalu lambat, tanaman/rumpun yang terlalu cepat
matang/menguning (mencolok), serta tanaman/rumpun yang memiliki bentuk
dan ukuran gabah, warna gabah, dan ujung gabah berbeda (Nugraha dkk,
2008).
e. Pengairan
Pengairan untuk padi sawah diupayakan diberikan secara tepat waktu
dan efisien. Sistem pengairan dilakukan berselang dengan saat pemberian air
secara macak-macak (tinggi muka air 5cm). Fase-fase pertumbuhan dimana
tanaman membutuhkan banyak air adalah (1) fase tanaman muda, (2) fase
anakan maksimum, (3) fase primordia, (4) fase pembungaan, dan (5) fase
pengisian biji (Fairhurst et al, 2007). Untuk diluar fase tersebut, sawah dapat
dikeringkan. Pemberian air secara macak-macak ternyata memenuhi tingkat
efisiensi. Dilaporkan dari hasil pegkajian BPTP Maluku Utara bahwa pemberian air
dengan ketinggian 5cm lebih efisien 8,00-8,67% dibanding pada pengenangan
10 cm dimana juga dipengaruhi oleh perbedaan varietas (Sulistiono dkk, 2009).
f. Panen
Waktu panen yang tepat ditandai dengan: (1) Bulir padi pada pertanaman
sudah memasuki masak fisiologi (malai berwarna kuning jerami) sekitar 90-95%,
(2) bulir padi pada malai sudah mengeras. Kondisi masak fisiologis antar varietas
dan musim ketika tanam berbeda. Pertanaman padi pada tanam pindah pada
musim hujan dicapai pada umur 30-42 hari setelah bunga merata. Padi di musim
kemarau berumur 26-36 hari setelah berbunga merata.
Lahan sawah yang akan dipanen dikeringkan. Tanaman biasanya siap
dipanen 4-6 pekan setelah berbunga rata. Pada saat itu, butiran benih telah
keras, kadar air sekitar 18-25%. Pemanenan dilakukan dengan memotong
tanaman dengan sabit bergerigi, menumpuk brangkasan dibagian sawah yang
kering dengan dialasi terpal. Selanjutnya, dirontokan dengan mesin perontok.
Proses panen harus memenuhi standar baku sertifikasi yang
diantaranya:
1. Mengeluarkan rumpun yang tidak seharusnnya dipanen
2. Menggunakan sabit bergerigi untuk mengurangi kehilangan hasil
3. Perontokan biji segera dilakukan setelah panen dengan tradisional (digeblok)
atau dengan tresher
4. Menghindari penumpukan terutama jika sampai terjadi fermentasi/panas
tinggi karena akan mematikan calon lembaga pada benih
5. Melakukan pembersihan pendahuluan, mengukur kadar air gabah, memberi
label dengan identitas sekurang-kurangnya asal blok, nama varietas, berat,
kelas calon benih, dan tanggal panen (Nugraha dkk, (2008).
2.2. Prosesing
Tahapan prosesing terdiri dari (1) pengerigan, (2) pengemasan, dan
(3) pelabelan.
1. Pengeringan dan pembersihan benih
Benih yang ada segera dikeringkan. Hal ini penting untuk menekan laju
deteriorasi. Penundaan atau keterlambatan pengeringan akan menurunkan
viabilitas benih. Bila pengeringan dilakukan dengan sinar matahari, maka benih
dihamparkan di atas lantai jemur dengan ketebalan antara 5-10 cm dan frekuensi
pembalikan sekitar 2-3 jam sekali. Ini cukup efektif untuk mengeringkan benih
dengan aman tanpa merusak viabilitasnya. Kadar air akhir yang diharapkan
untuk benih padi adalah 11% untuk memungkinkan penyimpanan dalam suhu
kamar selama satu tahun. Dapat juga dengan kadar air di bawah 9% untuk
penyimpanan lebih lama yang mungkin diperlakukan untuk benih sumber (misal
kelas BS atau SS). Makin rendah kadar air benih, maka makin peka benih
terhadap kerusakan mekanis dan makin mahal biaya pengeringan yang harus
dikeluarkan, walaupunpun makin tinggi daya simpannya.
Gambar 2. Proses pengeringan benih padi menggunakan sinar matahari di Halmahera
Timur
Bila penyimpanan benih yang diperlukan hanya sekitar 6 bulan, maka
pengeringan sampai kadar air 11-12%. Benih juga perlu dikelola/dibersihkan.
Tahap ini dilakukan dengan membersihkan benih dari kotoran, biji gulma, benih yang
rusak dan memilih benih yang berisi penuh dan seragam. Teknik pengelolaan
benih ini dapat dengan penampian atau seed blower (penampi benih). Tujuan
penampian benih ini untuk meningkatkan mutu fisik dengan membuang kotoran
dari lot benih.
2. Pengemasan
Benih yang sudah melalui tahap pengeringan dan penampian selanjutnya
dilakukan pengemasan. Tujuan pengemasan ini adalah untuk (1) memudahkan
pengelolaan benih, (2) memudahkan transportasi benih untuk pemasaran, (3)
memudahkan penyimpanan dengan kondisi yang memadai, (4) mempertahankan
viabilitas benih, (5) mengurangi deraan (tekanan/pengaruh) luar, (6)
mempertahankan kadar air benih (Kuswanto H., 2007). Pengemasan benih
dapat menggunakan karung atau kantong plastik (Gambar 3). Ukuran kemasan
disesuaikan dengan kebutuhan dan pertimbangan efisiensi distribusi. Untuk
menekan laju deteriorasi benih dapat menggunakan pengemasan benih dengan
kantong polyethilene atau polypropylene 0,08mm (grade 08) kedap udara
(Nugraha dkk, 2008). Pada kantong plastik/karung kemasan benih disertakan:
nama dan alamat produsen benih, jenis/varietas tanaman, nomor kelompok
benih, berat bersih, daya tumbuh dll (Sutopo, 2004).
Pada prinsipnya diperlukan bahan pengemas yang dapat menghambat
perubahan kadar air benih. Hal ini mengingat sifat benih akan selalu mencapai
kondisi equilibrium dengan kondisi sekitarnya. Oleh karena itu, untuk
penyimpanan benih dalam jangka waktu lama, pengemasan penggunakan bahan
moisture resistence. Bahan ini dapat mencegah masuknya uap air ke dalam
kemasan meskipun disimpan dalam ruangan dengan RH tinggi. Selain konsep
tersebut bahan pengemas harus memenuhi persyaratan antara lain: (1) mudah
didapat, (2) cukup kuat, (3) harga memadai, (4) mudah/dapat dicetak untuk
logo, merek, dan keterangan lainnya, (5) tidak beracun (Kuswanto H., 2007).
Gambar 3. Kemasan benih dengan kemasan plastik kedap udara
3. Pelabelan
Tahapan kegiatan ini dimulai dengan pengambilan contoh benih untuk
pengujian benih di laboratorium. Benih yang telah lulus uji di laboratorium,
selanjutnya dilakukan pelabelan. Disaat pelabelan, perlu pengawasan
pemasangan label oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi benih (BPS2TP).
Pengawasan menyangkut kepastian telah lulus tahap lapangan, diketahui jumlah
benih untuk volume packing penjualan, dan kepastian kesesuaian jumlah label
dengan jumlah packing benih (Nugraha dkk, 2008).
Pemberian label benih kepada penangkar oleh Balai Pengawasan dan
Sertifikasi Benih sesuai dengan kelas benih yang disertifikasi dalam jumlah yang
cukup. Tiap kemasan benih ditempelkan satu (1) label. Pada setiap label akan
tercantup kata-kata BENIH BERSERTIFKAT dalam huruf cetak, selajutnya diikuti
dengan nama kelas benih sesuai warnanya. Benih kelas dasar warna label putih,
kelas pokok warna label ungu, dan kelas sebar warna label biru atau hijau.
Pada label benih yang dipasang disetiap kemasan benih memuat keterangan
mengenai : (1) Nama dan alamat produsen benih, (2) Jenis/varietas tanaman,
(3) Nomor kelompok benih, (4) Berat bersih, (5) Tanggal selesai pengujian, (6)
Kadar air, (7) Daya tumbuh dll (Sutopo, 2004).
2.3. Sertifikasi Benih
Sertifikasi benih mengacu pada peraturan Menteri Pertanian
No.39/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Produksi, Sertifikasi, dan Peraturan
Benih Bina. Dalam memproduksi benih bina tersebut (FS, SS, ES) harus melalui
sertifikasi. Dimana adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap
benih yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi melalui pemeriksaan lapangan,
pengujian laboratorium, dan pengawasan serta memenuhi semua persyaratan
untuk diedarkan (Pasal 1 ayat 26). Sertifikasi terhadap benih bina yang
dihasilkan oleh penangkar benih diselenggarakan oleh instansi pemerintah yang
mempunyai tugas pokok dan fungsi pengawasan mutu dan sertifikasi benih
(Pasal 12 ayat 1). Untuk selanjutnya, hasil sertifikasi terhadap kelompok benih
yang telah memenuhi persyaratan, diterbitkan sertifikat (Hamidin dkk, 2010).
Tujuan sertifikasi benih tersebut adalah untuk melindungi keaslian
(keotentikan) dan kemurnian varietas selama proses produksi dan pemasaran,
agar potensi genetik dapat sampai secara utuh kepada penggunaannya (Nugraha
dkk, 2008). Secara lebih luas, tujuan proses kegiatan tersebut adalah untuk
menjamin/pengendalian mutu benih.
Terdapat dua mekanisme pengendalian mutu formal yang dapat
diterapkan dalam produksi dan pemasaran benih di Indonesia, yaitu: (1)
sertifikasi benih dan (2) penerapan standarisasi dalam (a) sertifikasi sistem
manajemen dan (b) sertifikasi produk sesuai dengan persyaratan standar
masing-masing, ISO 9001 serta ISO/IEC Guide 65 dan standar benih padi (SNI
Benih padi). Dalam sertifikasi sistem manajemen, produsen benih diwajibkan
untuk menerapkan semua persyaratan sistem manajemen standar yang ada
dalam ISO 9001: 2000 yang telah diadopsi menjadi SNI 19-9001-2001. Standar
ISO atau SNI 9001 menerapkan lima persyaratan yaitu: (1) persyaratan sistem
manajemen, (2) persyaratan manajemen, (3) persyaratan sumber daya, (4)
persyaratan proses produksi, (5) persyaratan tindakan perbaikan yang disusun
dala 21 proses.
Dalam sertifikasi produk, sistem manajemen tidak akan disertifikasi.
Produsen benih membuktikan kemampuannya kepada LS Pro (Lembaga
Sertifikasi Produk) bahwa benih yang mereka hasilkan sesuai dengan standar
yang ditetapkan SNI (SNI Benih Padi). Output dari penilaian ini adalah
pengakuan formal dari pemerintah (yang diwakili oleh LS Pro terakreditasi)
terhadap kesesuaian produk. Perusahaan diberi hak untuk membubuhkan tanda
SNI pada produk yang dihasilkan sebagi cara untuk memberitahukan pengakuan
ini kepada pelanggan atau petani.
Secara ringkas prinsip-prinsip sertikasi benih harus memenuhi strandar
(ISTA 1971), yaitu:
1. Penerimaan varietas ke dalam skim sertifikasi.Hanya varietas yang resmi
telah dilepas yang dapat dimasukkan ke dalam skim. Persyaratan unik,
seragam, dan mantap perlu ditetapkan untuk memungkinkan para petugas
dapat mengidentifikasi varietas secara obyektif.
2. Penentuan kelas-kelas benih. Dua kelas benih, yaitu: (a) Benih penjenis yang
diproduksi di bawah tanggung jawab pemulia, dan (b) Benih bersertifikat
generasi pertama dan generasi berikutnya yang merupakan keturunan dari
benih penjenis.
3. Penggendalian mutu dalam proses produksi benih penjenis dan benih
bersertifikat. Persyaratan di bawah ini menjadi pertimbangan dalam
pengendalian produksi:
- Pertanaman sebelumnya
- Isolasi tanaman
- Penyakit terbawa benih
- Gulma
- Inspeksi lapangan
- Standar minimum untuk kemurnian varietas
- Pengambilan contoh dan pengemasan
- Pengujian laboratorium secara resmi untuk kemurnian fisik dan daya
berkecambah
4. Pemberian sertifikat dan pemasangan label
5. Pelabelan ulang (relabelling) resealing di negara lain (untuk benih
ekspor/import)
6. Koordinasi diantara lembaga yang berwenang (Nugraha dkk, 2008).
III. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Kegiatan produksi benih sumber padi dilakukan mulai bulan Oktober s.d.
Desember 2011. Tempat produksi benih dilakukan di Desa Mekarsari dan
Bumirestu Kec. Wasile Kab. Halmahera Timur. Luas lahan yang digunakan adalah
10 ha lahan sawah irigasi. Pemilihan tempat di Halmahera Timur didasarkan
karena daerah ini adalah wilayah dengan luas lahan sawah terbesar di Maluku
Utara (sentra padi). Adapun pemilihan desa didasarkan atas kondisi lahan sawah
dan penerimaan petani. Sawah yang dipilih adalah yang beririgasi teknis
(kecukupan air), drainase bagus, bukan lahan beresiko asam-asaman, serta
diusahakan dalam satu hamparan dan mudah akses jalannya.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam kegiatan produksi benih adalah hand traktor,
alat pertanian kecil (APK) seperti cangkul, parang, sabit, hand sprayer, penyiang
tipe landak (osrok), alat tanam jajarlegowo (atajale), perontok power treaser.
Juga menggunakan alat pencatat data kegiatan dilapangan (ATK), alat
pascapanen seperti pengukur kadar air benih, timbangan, terpal, karung, serta
alat lainnya. Pada tahap pengemasan dibutuhkan alat pelekat kemasan/jahit
kemasan, kemasan plastik, serta alat-alat lainnya. Bahan yang digunakan adalah
varietas Inpari 1, Inpari 6, Inpari 10, dan Inpari 13. Pupuk yang digunakan
adalah ZA, SP-36, KCl, NPK Phonska, serta pupuk kandang. Untuk Mencegah
reaksi asam-asaman pada tanah sebelum penanaman disebar dolomit.
Digunakan juga ZnSO4 untuk menanggulangi tanaman tercekam asam-asaman.
3.3. Pelaksanaan Produksi
Untuk kegiatan produksi benih sumber FS padi, dilakukan seiring tahapan
kegiatan produksi benih di lapangan yang mencakup program budidaya, dan
sertifikasi lapangan, serta pelabelan. Pelaksanaan produksi dibagi dalam
beberapa tahap, yaitu : Persiapan, survey pendahuluan, produksi, dan analisis
data. Penjabaran masing-masing tahapan adalah sebagai berikut :
Persiapan:
Pada tahap persiapan kegiatan yang dilaksanakan meliputi: koordinasi tim
dan koordinasi dengan dinas pertanian Haltim serta balai sertifikasi benih (BPSB),
desk study tentang produksi benih sumber, persiapan bahan acuan pemilihan
calon petani/lahan.
Survey pendahuluan (pemilihan calon petani/lahan) :
Survey lapangan terdiri survei kajian kebutuhan dan peluang (KKP), KKP
yang dimaksud adalah mencatat kebutuhan dalam mencapai produksi optimal
dan peluang pencapaiannya. Peluang pencapaian dimaksud adalah penggunan
sumberdaya yang ada (teknologi dan input produksi). Hal lain adalah kendala
produksi yang menghambat serta pemecahannya, masalah daya sangga lahan
(kesuburan tanah). Faktor non teknis yang digali adalah penerimaan petani
terhadap penerapan inovasi teknologi dan kemampuan bekerjasama dengan unit
produksi UPBS BPTP Maluku Utara. Teknik yang digunakan dengan wawancara
langsung dengan petani berdasarkan bahan tolok ukur/kreteria yang telah
disiapkan terlebih dulu.
Produksi :
Teknik budidaya mengacu pada teknk produksi padi spesifik lokasi Maluku
Utara. Pada Tahapan sertifikasi lapang mencakup sejarah lahan, rouging di umur
fase anakan, premordia, menjelang panen dan panen. Adapun tekniknya
mengacu pada ketentuan umum produksi benih padi inbrida yang antara lain
pemurnian calon varietas lain (CVL) dan tipe simpang serta sertifikasi lapang.
Analisa data dan pelaporan :
Data yang dikumpulkan adalah data produksi benih kelas SS per ha dan
total per luasan 10 ha, selanjutnya ditabulasi dalam bentuk laporan..
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Penentuan Lokasi dan Calon Petani.
Unit produksi benih sumber devisi produksi BPTP Maluku Utara belum
memiliki lahan sendiri. Oleh karena itu dalam produksi benih sumber di lapangan,
menggunakan lahan petani dengan sistem bagi hasil. Biaya produksi sepenuhnya
dari UPBS. Dalam operasional lapang guna pengawasan dan pendampingan
teknologi, UPBS menempatkan satu (1) tenaga deta sharing. Lahan total unit
produksi seluas 10 ha dengan menyebar di tiga lokasi dalam dua (2) desa yaitu
Bumirestu dan Mekarsari. Kec.Wasile, Kabutanten Halmahera Timur. Lokasi lahan
seperti dalam gambar 4 dan 5.
Gambar 4. Blok lahan II (kiri-3,5ha-) dan III (kanan-3ha-)
Gambar 5. Lahan blok I di desa Mekarsari.
Lahan blok I seluas 3,5 ha. Pemilihan lahan didasarkan atas (1) respon
petani pada inovasi teknologi, (2) daya sangga lahan menyangkut kesuburan,
serangan OPT yang sebelumnya, produktivitas sebelumnya, terhindar dari
cekaman asam-asaman tanah, serta kemudahan akses dan irigasi.
4.1.2. Budidaya dan Teknik Produksi Benih Padi Inbrida
Dalam kegiatan ini menyangkut : penanaman varietas, budidaya tanaman,
dan tahapan sertifikasi lapang.
-Penanaman varietas:
Varietas yang ditanam terdiri empat (4) varietas yaitu Inpari 1, Inpari 6, Inpari
10, dan Inpari 13. Adapun sebaran varietas seperti dalam tabel 2.
Tabel. 2. Varietas yang diproduksi oleh UPBS BPTP Malut pada lahan petani. Blok Nama petani Varietas Luas (ha) Kelas benih Ket.
I Sihud Inpari 13 1 FS Pada varietas yang
berbeda diberlakukan isolasi jarak (2m)
Ahmad Inpari 6 0,5 FS Idris Inpari 1 0.75 FS
Ratno Inpari 6 0,5 FS Suripto Inpari 13 0,75 FS
3,5
II Sukardi Inpari 10 1 FS Rosikun Inpari 10 1 FS
Kartijah Inpari 10 0,5 FS Sukimin Inpari 10 0,5 FS
Kamsidi Inpari 10 0,5 FS
3,5
III Sumaji Inpari 1 1 FS Pada varietas yang
berbeda dengan menggunakan isolasi
waktu (> 14 hari)
Nuryanto Inpari 6 1 FS Ariyanto Inpari 6 1 FS
3
T O T A L L U A S (I+II+III) 10
Gambar 6. Varietas Inpari 6 dan Inpari 10 yang ditanam di lahan produksi
Gambar 7. Varietas Inpari 1 dan Inpari 13 yang ditanam di lahan produksi. -Budidaya dengan sistem pengelolaan tanaman terpadu (PTT)
Teknik yang digunakan dalam budidaya padi adalah pengelolaan tanaman
terpadu (PTT). Komponen PTT yang digunakan adalah sistem tanam jajar legowo
tipe 2:1, pengkayaan bahan organik tanah dengan kotoran kambing 1,5 ton/ha,
pemberian dolomit, ZnSO4 untuk menangulangi hambatan keasaman tanah serta
dugaan keracuanan besi. Bibit yang ditanam adalah bibit muda dibawah 18 hari
setelah sebar, dengan jumlah tanam per lubang 2 bibit. Pengairan adalah sistem
intermitted (berselang).
Gambar 8. Sistem pengairan intermittent (kiri). Sistem tanam jajar legowo 2:1 (kanan)
Terdapat tujuan/keuntungan pemberian air secara intermittent yaitu: (1)
Menghemat air irigasi sehingga areal yang diairi lebih luas; (2) Memberi
kesempatan akar tanaman memperoleh udara lebih lebih banyak sehingga dapat
berkembang lebih dalam. Akar yang dalam dapat menyerap unsur hara dan air
yang lebih banyak; (3) Mencegah timbulnya keracunan besi; (4) Mencegah
penimbunan asam organik dan gas H2S yang menghambat perkembangan akar;
(5) Mengaktifkan jasad renik (mikroba tanah) yang bermanfaat; (6) Mengurangi
kerebahan; (7) Mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif; (8)
Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen; (9)
Memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah); (10)
Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran hama
WBC dan penggerek batang, serta mengurangi kerusakan tanaman karena
serangan hama tikus (Yulia dkk, 2008).
Pengendalian hama penyakit dilakukan secara terpadu antara mekanik
fisik dan kimia. Pada umur tanaman 18 hari setelah tanam (HST) hama yang
penting adalah serangan sundep. Oleh karena itu dilakukan monitoring ngengat
dan dilakukan pencarian telur penggerek batang. Hasil yang didapat dari
pengencarian kelompok telur penggerek, 4000 kelompok telur dalam 1 ha. Rata-
rata dalam satu kelompok telur terdiri 50-200 telur. Di persemaian, didapat 250
kelompok telur. Pada pengendalian gulma dilakukan secara kimia dan makanik.
Hal ini untuk efisiensi tenaga kerja untuk penggunaan herbisida dan perbaikan
aerase perakaran untuk penggunaan penyiang tipe landak.
Gambar 9. Penyiangan gulma dengan sistem kimia dengan herbisida pratumbuh
dan penggunaan penyiang tipe landak. Pupuk yang digunakan disesuaikan dengan rekomendasi PUTS dan
kondisi tanah. Untuk lahan gejala asam-asaman digunakan pupuk ZA sebagai
sumber N, dengan penambahan pupuk kandang 1,5 ton/ha dan pemberian
dolomit untuk menaikkan pH tanah. Dosis dan waktu pemupukan adalah
pemupukan I umur 2 MST dengan pupuk 80kg ZA, 100kg SP-36 dan 100kg KCl.
Pemupukan II saat umur 4 MST dengan dosis dan macam pupuk 90kg ZA dan
50kg NPK Phonska. Pemupukan III dilakukan 7 MST dengan pupuk 80kg ZA dan
50kg NPK Phonska. Pupuk kandang dan dolomit diberikan sebelum setelah
pengolahan tanah II dan sebelum tanam. Pemberian ZnSO4 diaplikasikan secara
semprot saat umur tanaman 17, 28, dan 32 hst dengan dosis 0,5% ZnSO4.
Gambar 10. Pemberian dolomit di lahan dan pemupukan I (KCl).
Pemberian pupuk kandang juga diberikan di tahap persemaian selain di
lahan yang siap tanam. Dosis pemberian di persemaian adalah 1kg/m2 (Gambar
11).
Gambar 11. Pupuk kandang yang diaplikasikan di persemaian. -Roguing/seleksi off type
Dalam produksi benih sumber padi inbrida, salah satu tahap penting
adalah roguing. Roguing adalah kegiatan untuk membuang tipe simpang
(rumpun-rumpun tanaman yang ciri-ciri morfologinya menyimpang dari ciri-ciri
rumpun tanaman varietas yang sedang diproduksi), campuran varietas lain dan
membuang tanaman lain.
Disamping itu, tanaman yang terinfeksi oleh stem borer atau penyakit
tanaman lainnya seperti tungro juga harus dibuang pada saat roguing. Roguing
minimal dilakukan 3 kali: fase vegetatif, fase generatif awal dan menjelang
panen.
Gambar 12. Perawatan tanaman sekaligus roguing yang dilakukan di fase vegetatif awal di lahan produksi.
Beberapa karakter tanaman perlu diperhatikan saat roguing diantaranya
seperti yang tertera dalam tabel 3.
Tabel 3. Karakter tanaman yang di roguing per fase pertumbuhan padi
No Fase Pertumbuhan Tanaman Karakter yang perlu diperhatikan
1 Tanaman vegetatif Warna daun, Sudut daun, warna pelepah, warna kaki (pelepah bagian bawah)
2 Fase awal berbunga Sudut daun bendera, jumlah malai/rumpun
3 Fase pematangan biji Warna gabah, bentuk gabah, keberadaan bulu pada ujung gabah.
4 Fase panen Kerontokan, bentuk dan ukuran gabah
4.2. Pembahasan
Penentuan calon lahan dan petani dalam unit produksi merupakan
salah satu langkah penting dan strategis dalam pencapaian target produksi dan
mutu benih bersertifikat. Lahan yang digunakan dimana telah memenuhi kriteria
calon lokasi produksi benih sumber seluas 10 ha didesa Bumirestu dan Mekarsari
Kec Wasile, Halmehara Timur.
Lahan yang digunakan adalah lahan yang telah memenuhi kriteria
pencapaian produksi maksimal. Syarat tersebut diantaranya: lahan tidak
bermasalah dengan cekaman asam-asaman yang menyebabkan tanaman
keracunan logam berat sehingga pertumbuhannya kerdil menguning. Lahan ini
dijumpai di daerah cekungan, lahan yang drainase buruk (air selalu
menggenang). Tanah ini cenderung memiliki kandungan unsur hara makro (N, P,
dan K) serta bahan organik, dan unsur hara mikro Zn dan SO4 relatif rendah
(Gamal dkk, 2006). Oleh karena itu, selain pemilihan lahan yang tanahnya relatif
sehat, juga dilakukan pemberian beberapa input produksi yang dapat
menurunkan hambatan faktor pembatas tersebut. Input produksi yang diberikan
berupa pupuk kandang (1,5-3ton/ha), pupuk kimia N yang tidak bereaksi masam
dan mengandung sulfur yaitu ZA, pemberian KCl dengan dosis 100kg/ha, serta
SP-36 100kg/ha. Pemberian pupuk tersebut diharapkan mengatasi kendala
hambatan produksi. Hal ini dikarenakan belum optimalnya hasil tanaman padi di
lahan sawah di berbagai daerah dapat disebabkan oleh kahat hara belerang (S),
seng (Zn), dan tembaga (Cu) (Anonimous, 2006).
Sementara itu menurut Wahyuni S (2011), pemilihan lokasi untuk
produksi benih sumber padi inbrida, dilakukan dengan mempertimbangkan:
1. Lokasi subur dengan air irigasi dan saluran drainase baik
2. Bersih dari sisa-sisa tanaman/varietas lain
3. Bersih dari gangguan hama/penyakit
4. Sedapat mungkin satu lokasi ditanami oleh satu varietas yang sama. Bila tidak
mungkin, maka pengolahan tanah dilakukan secara sempurna untuk iradikasi
tanaman voluntir yang berasal dari gabah yang jatuh dari pertanaman musim
sebelumnya.
Sementara itu, pemberian unsur hara melalui pupuk harus mengacu
pada spesifik lokasi/kebutuhan tanah/tanaman. Sebagai contoh pupuk yang
diberikan pada kondisi lahan yang diduga terdapat gejala tanah masam seperti
hanya unsur K (pupuk KCl), dan ZA. Unsur K berperan penting dalam fotosintesis
karena secara langsung meningkatkan fotosintesis dan indeks luas daun, serta
meningkatkan translokasi hasil fotosintesis keluar daun dan ada korelasi positip
dengan peningkatan jumlah dan panjang akar tanaman (Gardner et al, 1991).
Disamping itu, unsur ini relatif rendah ditanah yang menunjukkan gejala asam-
asaman. Pemberian pupuk kandang sebagai bahan organik tanah memberikan
pengaruh pada kearah perbaikan sifat-sifat tanah (fisik, kimia dan biologi). Bahan
organik memberikan hampir semua unsur yang dibutuhkan tanaman dalam
perbandingan yang relatif seimbang, walaupun kadarnya kecil (Winarso, 2005).
Bahan organik juga menggunakan kompos dari pengembalian jerami padi. Di
lahan produksi dilakukan pengembalian jerami padi.
Gambar 13. Pengembalian dan pembenaman jerami padi saat pengolahan tanah II di lokasi produksi UPBS BPTP Malut.
Penggunaan jerami padi sebagai bahan organik telah sering diteliti dan
pada umumnya memberikan pengaruh yang positif. Dari penelitian Juliardi dan
Supriyatno (1995) dalam Karim M (2007), menunjukkan bahwa pemberian bahan
orgaik (jerami padi) dikombinasikan dengan pupuk N meningkatkan hasil gabah
sebanyak 9,4% pada MKI dan 6,1% pada MKII dibanding tanpa pemberian
bahan organik (jerami padi).
Pada sistem tanam jajar legowo tipe 2:1 yang diterapkan, akan
meningkatkan efek tanaman tepi dan mempermudah perawatan. Beberapa
manfaat sistem tanam jajar legowo adalah (1) Meningkatkan populasi tanaman.
Populasi tanaman di sistem jajar legowo 4:1 adalah 200.000 rumpun bahkan
untuk jajar legowo 2:1 (12,5x 25cm) mencapai 213.000 rumpun. Populasi ini
lebih tinggi 133% dari sistem tanam tegel 25 x 25 cm yang sebesar 160 rumpun;
(2) Meningkatkan efek tanaman tepi. Tanaman menjadi lebih berkembang
maksimal yaitu jumlah anakan produktif dan jumlah malai; (3) Meningkatkan
intersepsi cahaya dan turbulensi udaya hal ini penting untuk menjaga fotosintesis
dan respirasi sehingga didapatkan laju asimilasi bersih yang optimal; (4)
Memudahkan dalam perawatan dan pengendalian hama/penyakit; (5)
Memudahkan dalam panen dan proses rouging untuk produksi benih sumber.
Ditekankan lebih jauh bahwa tanam jajar legowo dianjurkan di daerah endemis
hama penyakit atau di lahan sawah yang keracunan besi (Anonimous, 2006;
Baehaki, 2011).
Varietas adalah salah satu komponen teknologi yang sangat penting.
Masing-masing varietas yang dilepas memiliki karakteristik, potensi, dan alasan
dilepas. Penanaman varietas Inpari 1, Inpari 6, Inpari 10, dan Inpari 13 di unit
produksi UPBS BPTP Maluku Utara memiliki alasan tersendiri disamping alasan
pelepasan varietas secara umum. Sebagai contoh adalah peningkatan indeks
pertanaman (IP). Untuk meningkatkan indeks pertanaman menjadi IP 300-400
diperlukan varietas genjah. Di Halmahera Timur IP tanaman padi masih 200.
Peningkatan IP sangat perpeluang menggingat lahan sawah adalah irigasi teknis
dan terdapat varietas genjah dan produksi tinggi. Menurut laporan Wawan dkk
(2009), penggunaan varietas Dodokan dan Tukad Petanu dengan sistem sisipan
dapat meningkatkan IP menjadi 400 dengan hasil rerata Tukad Petanu 4,5 ton
GKG dan Dodokan 3,7 ton/ha. Disebutkan lebih lanjut, walaupun belum
maksimal, capaian ini sudah menunjukkan jalan pencapaian peningkatan IP
menjadi 300-400 di Wasile Halmahera Timur.
Pada aspek faktor cekaman biotik yang mempengaruhi produksi,
perhatian pada endemis penyakit dan hama menjadi faktor utama. Di daerah
sentra produksi padi Halmahera Timur, merupakan daerah endemik tungro. Hal
ini dikarenakan adanya pemakain satu jenis varietas yang terus menerus seperti
Cisantana dan IR-64. Terdapat manfaat pergiliran varietas antar musim tanam
diantaranya: (1) Varietas dipilih berdasarkan kesesuaian dengan musim tanam
dan pola tanam, sehingga produktivitas antar musim tetap tinggi; (2) pergiliran
varietas antar musim dengan varietas berbeda “susunan gen-nya” akan berfungsi
sebagai penyangga bagi pembentukan biotipe hama dan strain penyakit; (3)
Pergiliran varietas yang terencana akan memudahkan dalam penyiapan benih
agar tepat jenis, tepat waktu, dan tepat mutu (Satoto, 2011).
Preferensi petani dengan varietas yang lama memang masih menjadi
kendala dan perlu perlu pengarahan. Hal ini karena varietas baru (VUB) adalah
memiliki karakteristik khusus baik sisi terhadap agroklimat maupun kimia-rasa
serta merupakan perbaikan dari varietas sebelumnya. Berikut ini karakteristik
varietas yang diproduksi oleh UPBS BPTP Maluku Utara (Tabel 4):
Tabel 4. Karakteristik varietas padi yang diproduksi oleh UPBS BPTP Malut. Varietas Rerata hasil Potensi
hasil
Tekstur nasi dan sifat
kimia lain
Alasan Utama dilepas:
Inpari 1 7,3 t/ha 10 t/ha Pulen, kadar amilosa
22%, Indeks
glikemik 50,4
genjah (108hari), tahan
HDB, perbaikan IR64
untuk ketahanan terhadap HDB, tahan
wereng coklat biotipe2.
Inpari 6 6,82 t/ha 12 t/ha Sangat pulen, kadar
amilosa 18%, Indeks glikemik 66,2
Genjah (118hari), agak
tahan wereng coklat biotipe 2 dan 3, tahan
terhadap HDB patotipe III, IV dan VIII.
Inpari 10 4,08 t/ha 7,0 t/ha Pulen, kadar amilosa
22%,
Genjah, cocok ditanam
dilahan sawah dengan
sistem irigasi berselang 5-7 hari sekali.
Inpari 13 6,6 t/ha 8,0 t/ha Pulen, kadar amilosa
25,2g, indeks
glikemik 45
Sangat genjah, tahan
terhadap WBC biotipe
1, 2, dan 3.
(Satoto, 2011).
Untuk menunjang keberhasilan benih bermutu/bersertifikasi, diperlukan
teknik pemurnian varietas dari campuran varietas lain (CVL) dan tipe simpang
serta tanaman terinfeksi hama/penyakit tertentu. Dalam tahap ini diperlukan
langkah pemurnian dan kontrol semenjak di lapangan. Langkah dimaksud adalah
isolasi baik jarak dan waktu dan rouging. Varietas yang berbeda seperti di blok I
yang terdiri varietas Inpari !, Inpari 13, dan Inpari 6, serta blok III yaitu Inpari 1
dan 6 menggunakan isolasi waktu. Isolasi waktu idealnya antar varietas adalah
30 hari didasarkan atas perbedaan waktu berbunga. Ini diperlukan untuk
menghindari terjadinya penyerbukan silang. Untuk isolasi jarak antar varietas
adalah 2m (Wahyuni S, 2011).
Namun demikian dalam pelaksaaan produksi di lahan, isolasi waktu tidak
menggunakan perbedaan waktu 30 hari. Hal ini dikarenakan tanaman padi
adalah tanaman menyerbuk sendiri sebelum sekam membuka sempurna,
sehingga kemungkinan menyerbuk silang sangat kecil (Satoto, 2011). Hal ini
didukung oleh Udin dkk, 2009, bahwa isolasi waktu tanam agar agar waktu
pembungaannya berbeda sekitar 10-20 hari sudah memadai.
Rouging yang dilakukan didasarkan atas karekater tanaman untuk tiap
varietas terhadap tipe simpang dan varietas lain. Proses rouging dilakukan saat
fase vegetatif harus memperhatikan karakter tanaman: 1) tumbuh diluar jalur
barisan, (2) rumpun/tanaman yang tipe pertunasan awal menyimpang dari
sebagian besar rumpun-rumpun yang lain, (3) tanaman yang bentuk dan ukuran
daunnya berbeda, (4) tanaman yang warna kaki atau daun pelepahnya berbeda,
dan (5) tanaman/rumpun yang tingginya sangat berbeda /mencolok (Udin dkk,
2009). Ciri karakter tersebut harus dicabut dan dibuang dari areal pertanaman.
Tahapan mulai dari pemilihan lokasi perbanyakan benih sumber, teknik
budidaya yang tepat untuk tercapainya produksi maksimal, proses/tahapan
sertifikasi lapang yaitu teknik isolasi dan rouging adalah beberapa hal yang
sangat penting dijaga untuk keberhasilan proses perbenihan. Diharapkan hal
tersebut akan menghasilkan produk yang bermutu dengan volume yang
maksimal. Keberadaan benih yang dihasilkan menjadi memenuhi syarat enam (6)
tepat yang diantaranya tepat jenis (varietas) karena telah adaptif spesifik lokasi
dan preferensi petani, tepat harga karena dibuat areal sentra produksi padi
sehingga beban biaya tranportasi menjadi tiada/terkurangi, tepat mutu, dan
tepat volume. Diharapkan target benih yang dicanangkan sebesar 4 ton benih SS
bersertifikat per ha, total 40 ton benih kelas SS terpenuhi.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil kegiatan yang telah dicapai dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemilhan lokasi (lahan) sesuai dengan dengan pertimbangan
lahan produksi benih sumber padi Inbrida. Hal ini ditandai dengan
petumbuhan tanaman terakhir tumbuh normal dengan vigor
bagus.
2. Penggunaan teknologi spesifik lokasi untuk sistem perbenihan
sangat penting dalam pemenuhan pencapaian mutu benih dan
volume benih yang dihasilkan.
3. Varietas Inpari 1, Inpari 6, Inpari 10 dan Inpari 13 yang
diproduksi pertumbuhannya bagus dicirikan dengan vigor tanaman
yang optimal. Hal ini selain faktor genetik varietas, diduga kuat
karena pengaruh input produksi yang diterapkan. Di lapangan
tidak ditemukan adanya gangguan serangan hama HDB, WBC dan
penggerek batang diatas ambang batas serta gangguan
keracunan besi/asam-asaman. Apabila kondisi optimal tersebut
kontinyu, maka target produksi benih sumber kelas SS sebanyak
40 ton akan terpenuhi.
4. Penerimaan petani/kelompok tani dan dinas terkaid baik-sangat
baik terhadap sistim perbenihan padi Inbrida.
5. Inovasi teknologi berjalan dengan adanya sistem perbanyakan
benih sumber padi di lokasi Halmahera Timur.
5.2. Saran
1. Diperlukan pengawasan lapang yang lebih intensif untuk mencapai
standar mutu benih di lapangan.
2. Perlu koordinasi yang lebih intensif dengan BPSB serta dinas
pertanian kabupaten dan Provinsi. Khususnya kabupaten
Halmahera Timur untuk menampung volume benih yang
dihasilkan.
3. Perlu pembinaan terhadap petani penangkarbenih padi secara
lebih intensif agar dapat menjadi petani penangkar mandiri dari
hasil benih produksi UPBS BPTP Malut.
VI. KINERJA HASIL PENGKAJIAN
Dari hasil kegiatan produksi benih sumber padi yang sedang berjalan
berpengaruh positif, diantaranya adalah:
1. Memberikan ruang kepada petani sekitarnya untuk lebih cepat
menyerap dan menerima informasi dan teknologi terkait budidaya
padi yang baik. Kesempatan ini ada ketika ada kunjungan tim
selanjutnya melakukan sarasehan.
Gambar 14. Sarasehan petani dengan Ka.Dinas Pertanian Kab. Haltim (duduk tengah) dan Kepala BPTP Malut (kanan) di areal devisi produksi UPBS BPTP Malut.
2. Inovasi teknologi lebih cepat sampai ke petani (diseminasi inovasi
teknologi). Contohnya seperti sistim tanam jajar legowo 2:1,
penggunaan varietas unggul yang bersertifikat, pengelolaan hara
tanah (pemberian pupuk kandang), perlakuan tanah asam-asaman,
tanam serempak, sistem pengairan, dan kelembagaan petani.
Gambar 15. Upaya percepatan adopsi teknologi varietas dan komponen PTT oleh deta sharing.
3. Mendukung program pencapaian produksi dan produktivitas tanaman
padi yang dicanangkan oleh dinas pertanian Kabupaten terutama
Halmahera Timur, dan secara umum Provinsi Maluku Utara. UPBS
berperan dalam penyediaan stok benih unggul padi bersertifikat.
Daftar Pustaka
Anonimous, 2006. Inovasi Teknologi Unggulan Tanaman Pangan Berbasis Agroekosistem Mendukung Prima Tani. Badan Litbang Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Jakarta.
Anonimous, 2007. Penggunaan Benih Bermutu. www.puslittan.bogor.[ 17 April
2011].
Abdurrahman S., Sembiring H., dan Suyamto. 2008. Pemupukan Tanaman Padi. Padi Inovasi Teknologi Produksi. Buku. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Tibang Deptan RI. Jakarta.
Baehaki, 2011. Beberapa Temuan Kekeliruan SL-PTT. Episode: Kendala, Peluang, dan Harapan. Materi Ilmiah dalam koordinasi SL-PTT Padi dan UPBS. Balai Besar Padi. Sukamandi.
Fairhurst T., Witt C., Burest R., and Dobermann A.-Penyunting-., Widjono A.-
penerjemah., 2007. Padi. Panduan Praktis Pengelolaan Hara. Buku.
Badan Litbang Deptan RI. Jakarta.
Gamal P., Suwono F., Kasijadi, D.P., Saraswati, Sutrisno O., 2006. Teknologi Produksi Padi di lahan Sawah Bergejala Asam-asaman. Info Teknologi Pertanian. No.09. BPTP Jatim. Malang.
Gardner F.P., Pearce R.B., Mitchell R.L.terjemahan Susilo H., 1991. Fisiologi
Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta. Hamidin E. dkk, 2010. Sertifikasi Benih. Laboratorium Teknologi Benih Jurusan
Budidaya Pertanian. www.Scribd.com [ 24 April 2011].
Karim M., Sumarno, Suyamto., 2007. Jerami Padi. Pengelolaan dan Pemanfaatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
Kuswanto H., 2007. Teknologi Pemrosesan, Pengemasan dan Penyimpanan
Benih. Kanisius. Jogjakarta.
Nugraha U.S, Sri Wahyuni M., dan Yamin Samaullah. 2008. Produksi Benih
Komersial. Sistem Perbenihan. Padi: Inovasi Teknologi Produksi. Buku
2. Balai Besar Padi. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
Satoto, 2011. Pengenalan Tipe Varietas dan Program Pemuliaan Padi di BB Padi. Materi Ilmiah dalam koordinasi SL-PTT Padi dan UPBS. Balai Besar Padi. Sukamandi.
Sembiring H dan N. Widiarta, 2008. Inovasi Teknologi Padi Menuju Swasembada Beras Berkelanjutan. Prosiding Simposium V Tanaman Pangan.
Inovasi Teknologi Tanaman Tanam. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
Sulistiono W., Syahbudin H., Hakim O. R., M. Seni Kulle., Yayat H., Wardono
H.P., Musyadik, 2009. Peningkatan Produksi varietas Dodokan dan
Tukad Petanu Menuju IP Padi 400 di Wasile Halmahera Timur.
Laporan Akhir Tahun. Pengkajian BPTP Maluku Utara. Sofifi.
Suyamto dkk, 2007. Pedoman Umum Produksi Benih Sumber Jagung. Badan
Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
Sutopo L., 2004. Teknologi Benih-Ed. Revisi. RajaGrafindo Persada.Jakarta.
Udin S., Wahyuni S., Samaullah M.Y., Ruskandar A., 2009. Sistem Perbenihan Padi. Padi. Inovasi Teknologi Produksi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
Wahyuni S, 2011. Teknik Produksi Benih Sumber Padi. Materi Ilmiah dalam
Koordinasi SLPTT Padi dan UPBS. Balai Besar Padi. Sukamandi. Winarso S., 2005. Kesuburan Tanah. Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava
Media. Yogyakata.
Yulia P., Junita B., Bambang W., 2008. Teknologi Budidaya Padi. Balai Besar
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.