73
PORTOFOLIO KASUS KEDARURATAN MALFORMASI ANOREKTAL Disusun oleh: dr. Frita Dwi Luhuria Dokter Internship Pembimbing: dr. Sepakat Ginting, SpB Pendamping: dr. Chadija Adnan

Laporan Atresia Ani New

Embed Size (px)

DESCRIPTION

atresia ani

Citation preview

Page 1: Laporan Atresia Ani New

PORTOFOLIO KASUS KEDARURATAN

MALFORMASI ANOREKTAL

Disusun oleh:

dr. Frita Dwi Luhuria

Dokter Internship

Pembimbing:

dr. Sepakat Ginting, SpB

Pendamping:

dr. Chadija Adnan

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIARUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARGA MAKMUR

BENGKULU UTARA

Page 2: Laporan Atresia Ani New

2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, dan

hidayah-Nya laporan kasus ini dapat diselesaikan. Laporan ini disusun sebagai salah satu

laporan portofolio dokter internship dibagian kasus kegawatdaruratan.

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan

berbagai pihak terutama kepada yang terhormat Bapak/Ibu pembimbing/ spesialis dan Ibu

pendamping kami , penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas

bimbingannya. Tak lupa pula penulis ucapkan terimakasih pada teman- teman dan seluruh

pihak yang memberikan bantuan berupa ilmu, hasil diskusi kelompok, buku-buku referensi

serta hal lainnya. Oleh karena itu penulis berdoa mudah-mudahan segala bantuan yang telah

diberikan selama ini akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

penulis sangat mengharapkan saran dan kritik membangun agar dapat memberikan yang lebih

baik di kemudian hari. Akhir kata, mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak yang memerlukan.

Arga Makmur, 15 Maret 2014

Penulis

Page 3: Laporan Atresia Ani New

BAB I

PENDAHULUAN

Malformasi anorektal merupakan suatu spektrum dari anomali kongenital yang terdiri

dari anus imperforata dan kloaka persisten. Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi

anorektal adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk

didalamnya agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rkti. Sedangkan kloaka persisten

diakibatkan karena pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus

tidak terjadi.

Malformasi anorektal terjadi setiap 1 dari 5.000 kelahiran. Anomali ini penting

dihubungkan dengan defek pada genitourinaria berupa fistula, dimana 50% terjadi pada

semua pasien dengan malformasi anorektal. Anomali dari spinal termasuk penekanan spinal

cord bisa juga terjadi. Keabnormalan ini disebut intravertebral fixation dari phylum terminale

yang diketahui terjadi sekitar 25% dari pasien.

Kerusakan yang paling sering terjadi pada pria adalah anus imperforata denga fistula

rektouretra, diikuti fistula rektoperineum kemudian fistula rektovesika atau bladder neck.

Pada wanita, yang tersering adalah defek rektovestibuler, kemudian fistula

kutaneusperineal.Yang ketiga yang tersering adalah persisten kloaka

Etiologi dari malformasi belum jelas dan diduga sebagai multifaktorial. Ada beberapa

alasan untuk percaya bahwa komponen genetik ikut terlibat. Kelainan bawaan anus ini

tampak sebagai gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan

embriogenik. Banyak anak-anak dengan malformasi ini memiliki anus imperforata karena

mereka tidak memiliki lubang dimana seharusnya anus ada. Walaupun istilah ini menjelaskan

penampilan luar dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada kompleksitas sebenarnya dari

malformasi. Ketika malformasi terjadi, otot dan saraf yang berhubungan dengan anus juga

sering mengalami malformasi dalam derajat yang sama.

Pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir dengan memperhatikan ada tidaknya kelainan

dapat membantu mendiagnosa kelainan ini lebih awal. Evaluasi radiologi dari seorang bayi

dengan anus imperforata menggunakan sebuah USG abdominal dapat dilakukan untuk

mengevaluasi anomali urologi. Sinar X dengan posisi Crosstable Lateral Radiograph dapat

membantu melihat perjalan udara pada distal rektum. Jika spina tidak dievaluasi pada saat

baru lahir dengan USG, MRI diperlukan setelah usia 3 bulan untuk menyingkirkan terjadinya

penekanan korda atau anomali spina lainnya.

Page 4: Laporan Atresia Ani New

Manajemen dari malfomasi anorektal pada periode neonatal sangatlah krusial karena

akan menentukan masa depan dari sang anak. Keputusan yang paling penting adalah apakah

pasien memerlukan kolostomi dan diversi urin untuk mencegah sepsis dan asidosis

metabolik. Penanganan secara bedah diperlukan untuk memperbaiki defek ini. Tahun 1980

diperkenalkan metode posterior sagital, dimana operasi ini menilai anatomi dari defek lebih

awal, memperbaiki, dan mempelajari anatomi kompleks ada tidaknya junction dari sistem

rectum dan traktus genitalia. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang anatominya,

diagnosis yang lebih cepat dari malformasi anorektal dan defek yang berkaitan dan

bertambahnya pengalaman dalam memanajemen, akan didapatkan dengan hasil yang lebih

baik.

Page 5: Laporan Atresia Ani New

BAB II

ILUSTRASI KASUS

Nama : By. Ny. Lastri Agama : Islam

Umur : 2 hari Bangsa : Indonesia

Jenis Kelamin : Laki- laki CM : 009081

Alamat : Suka Makmur Masuk RS : 22 Januari 2014

Pkl 11.00 WIB

ANAMNESIS (Alloanamnesis dari ibu kandung)

Keluhan Utama :

Tidak memiliki lubang anus

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Pasien tidak memiliki lubang anus yang baru diketahui ibunya 3 jam sebelum masuk

rumah sakit. Ibu pasien melihat ada warna kehitaman dibagian bawah dari kantong

kemaluan saat memandikan pasien.

- Pasien belum ada BAB dan buang angin sejak lahir. Pasien gelisah dan perut

kembung sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

- Pasien muntah lebih dari 10 kali sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Muntah

berwarna kekuningan, tidak menyemprot, konsistensinya cair dan tidak bercampur

darah. Banyak muntah lebih kurang ¼ gelas kecil setiap kali muntah.

- Pasien adalah bayi baru lahir, lahir di puskesmas, ditolong bidan, pengeluaran

mekonium dan ada tidaknya lubang anus tidak dinilai setelah kelahiran.

- Demam (-), riwayat muntah menyemprot dan tersedak sesaat setelah diberi Asi (-),

riwayat BAK berwarna coklat kehitaman dan berbau (-)

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya

Page 6: Laporan Atresia Ani New

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan seperti ini

Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit kongenital lain

Riwayat Kehamilan Ibu :

Penyakit : Ibu tidak memiliki penyakit saat hamil

Pemeriksaan kehamilan : Kontrol teratur ke bidan dan RS

Ibu tidak merokok dan tidak mengkonsumsi obat jangka lama maupun alkohol

Kualitas dan kuantitas makanan baik

Kehamilan cukup bulan

Riwayat Persalinan :

Anak kedua dari dua bersaudara, lahir secara spontan, ditolong bidan puskesmas dengan BBL

2700 gram dan PBL 48 cm, ketuban jernih, langsung menangis kuat. Tidak ada riwayat

kuning, kebiruan dan sesak nafas

Riwayat Makanan dan Minuman :

- Bayi : Asi umur 0 hr – sekarang

Riwayat Imunisasi :

Hepatitis B umur 0 hr

PEMERIKSAAN FISIK :

Keadaan umum : Tampak gelisah

Kesadaran : Sadar

Tanda vital

Frekuensi jantung : 128 x /menit

Frekuensi nafas : 44 x/ menit

Suhu : 37, 6 oC

Berat badan : 2,7 kg

Status Generalisata :

Kulit : Teraba hangat, sianosis tidak ada, turgor kulit baik

KGB : Tidak ditemukan pembesaran KGB

Page 7: Laporan Atresia Ani New

Kepala : Bulat, normochepal, ubun- ubun besar tidak membonjol

Rambut : Hitam, tidak mudah rontok

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor 2mm/2mm

Mulut : Sianosis sirkum oral tidak ada, reflek isap (+)

THT : Tidak ditemukan kelainan

Leher : Tidak ditemukan kelainan, JVP sulit dinilai

Toraks :

Paru - Inspeksi : Normochest, simetris, retraksi tidak ada

- Palpasi : Fremitus sulit dinilai

- Perkusi : Sonor

- Auskultasi : Bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada

Jantung - Inspeksi : Ictus tidak terlihat

- Palpasi : Ictus teraba LMCS RIC V

- Perkusi : Batas jantung sulit ditentukan

- Auskultasi : Bunyi jantung S1 S2 murni, reguler, bising tidak ada

Abdomen : - Inspeksi : Tampak membuncit, distensi (+)

- Palpasi : Supel, hepar teraba ¼ - ¼, lien tidak teraba

- Perkusi : Hipertimpani

- Auskultasi : Bising usus (+) normal meningkat

Genitalia : Tampak anus dimple (+), black ribbon (+), alat kelamin tidak ada kelainan

Ekstremitas: Akral hangat, refilling kapiler baik, reflek fisiologis (+/+), reflek patologis (-/-) ,

Tanda ransangan meningeal (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM :

Darah Lengkap

Hb : 16,6 gr/dl Hematokrit : 48 %

Leukosit : 12.900 sel/mm3 Diff. Count : 0/0/0/74/15/11

Trombosit : 435.000 sel/mm3

Page 8: Laporan Atresia Ani New

DIAGNOSIS KERJA :

Malformasi anorektal

DIAGNOSIS BANDING :

-

PEMERIKSAAN PENUNJANG :

- Foto polos abdomen

- USG abdomen

- CT-Scan

- MRI

PENATALAKSANAAN :

- IVFD KAEN 4A 8 tpm

- Konsul dr.Moretta, Sp.A

Non Farmakologi :

- Pasang NGT

- Puasa

- Foto polos abdomen knee chest positio

- Konsul dr. Sepakat, Sp.B

Hasil :

Gambar : Foto Polos Abdomen. Marker M menunjukkan meatus

Farmakologi :

- Ampicillin 2 x 135 mg

- Gentamicin 8 mg/18 jam

- Metronidazole 3 x 30 mg

Page 9: Laporan Atresia Ani New

DIAGNOSA : Atresia Ani Letak Rendah

PENATALAKSANAAN : Anoplasty

Laporan Operasi :

Dilakukan pembedahan mayor emergensi berupa anoplasty dengan lama operasi 1 ½ jam,

dilakukan dengan tahapan :

- Posisi litotomi

- Anastesi infiltrasi sekitar anus

- Insisi 1 cm

- Jahit sirkuler

- Pasang rectal tube no.24

- Fixasi

- Lanjut spooling dengan Nacl 0,9 % keluar mekonium (+)

Gambar : Foto Polos Abdomen. Tampak distribusi udara berjarak <1cm dari M

Page 10: Laporan Atresia Ani New

Follow Up :

22 Januari 2014

S/ Aktif

Perut kembung (-)

Tangis kuat (+)

Reflek isap (+)

O/ Torak cor/ pulmo normal

Abdomen distensi (-), lemas,

bising usus normal

A/ Atresia ani letak rendah ,

Post back cut incision

P/ Spooling dengan NaCl

hangat pagi sore 30cc

23 Januari 2014

S/ Aktif

Perut kembung (-)

Tangis kuat (+)

Reflek isap (+)

BAB (+)

O/ Torak cor/ pulmo normal

Abdomen distensi (-), lemas, hepar lien

tidak teraba ,bising usus normal

A/ Post Anoplasti ec. Atresia ani letak

rendah hr I

P/ KAEN 4A 8 tpm micro

Ampisilin 2 x 135 mg

Gentamicin 8 mg / 18 jam

Metronidazol 3 x 30 mg

Spooling dengan NaCl hangat pagi sore

30cc

Asi 12 x 5 cc

24 Januari 2014

S/ Aktif

Perut kembung (-)

Reflek isap (+)

BAB (+)

O/ Torak cor/ pulmo normal

Abdomen distensi (-), lemas

A/ Post Anoplasti ec. Atresia

ani letak rendah hr-II

P/ KAEN 4A 8 tpm micro

Ampisilin 2 x 135 mg

Gentamicin 8 mg / 18 jam

Metronidazol 3 x 30 mg

Spooling dengan NaCl

hangat pagi sore 30cc

Asi 12 x 5 cc

Aff NGT

25 Januari 2014

S/ Aktif

Perut kembung (-)

BAB (+)

O/ Torak cor/ pulmo normal

Abdomen distensi (-), lemas

A/ Post Anoplasti ec. Atresia ani letak

rendah hr-III

P/ KAEN 4A 8 tpm micro

Ampisilin 2 x 135 mg

Gentamicin 8 mg / 18 jam

Metronidazol 3 x 30 mg

Spooling dengan NaCl

Asi 12 x 5cc PO

Page 11: Laporan Atresia Ani New

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Malformasi anorektal merupakan suatu spektrum dari anomali kongenital yang terdiri

dari anus imperforata dan kloaka persisten. Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi

anorektal adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk

didalamnya agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rkti. Sedangkan kloaka persisten

diakibatkan karena pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus

tidak terjadi.

3.2 Epidemiologi

Terjadi rata-rata 1 kasus dalam 5000 kelahiran. Lebih dari 50% pasien memiliki

kelainan kongenital lain, yaitu kelainan traktus urogenital (30%), jantung (75%), saluran

cerna dan tulang.

Kerusakan yang paling sering terjadi pada pria adalah anus imperforata dengan fistula

rektouretra, diikuti fistula rektoperineum kemudian fistula rektovesika atau bladder neck.

Pada wanita, yang tersering adalah defek rektovestibuler, kemudian fistula kutaneusperineal.

Ketiga yang tersering adalah persisten kloaka. Lesi ini adalah malformasi yang berspektrum

luas dimana rektum, vagina, dan traktus urinarius bertemu dan bersatu membentuk satu

saluran.

Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan bahwa malformasi

letak rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi.

3.3 Embriologi

Secara embriologis, saluran pencernaan berasal dari Foregut, Midgut dan Hindgut.

Foregut akan membentuk faring, sistem pernapasan bagian bawah, esofagus, lambung

sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut membentuk usus halus,

sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon ascenden sampai pertengahan kolon

transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membran kloaka, membran ini tersusun

dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm / analpit . Hindgut membentuk sepertiga

distal dan kolon tranversum , kolon desenden, sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani.

Endoderm hindgut ini juga membentuk lapisan dalam kandung kemih dan uretra. Bagian

Page 12: Laporan Atresia Ani New

akhir hindgut bermuara ke dalam kloaka, suatu rongga yang dilapisi endoderm yang

berhubungan langsung dengan ektoderm permukaan. Daerah pertemuan antara endoderm dan

ektoderm membentuk membrana kloaka.

Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu septum urorektal,

pada sudut antara allantois dan usus belakang. Sekat ini tumbuh ke arah kaudal, karena itu

membagi kloaka menjadi bagian depan, yaitu sinus urogenitalis primitif, dan bagian

posterior, yaitu kanalis anorektalis. Ketika mudigah berumur 7 minggu, septum urorektal

mencapai membran kloaka, dan di daerah ini terbentuklah korpus perinealis. Membran

kloakalis kemudian terbagi menjadi membrana analis di belakang, dan membran urogenitalis

di depan.

Sementara itu, membrana analis dikelilingi oleh tonjolan-tonjolan mesenkim, dan pada

minggu ke-8 selaput ini terletak di dasar cekungan ektoderm, yang dikenal sebagai celah anus

atau proktoderm. Pada minggu ke-9 membran analis koyak, dan terbukalah jalan antara

rektum dengan dunia luar. Bagian atas kanalis analis berasal dari endoderm dan diperdarahi

oleh pembuluh nadi hindgut, yaitu arteri mesenterika inferior. Akan tetapi sepertiga bagian

bawah kanalis analis berasal dari ektoderm dan diperdarahi oleh aa. Rektales, yang

merupakan cabang dari arteri pudenda interna. Tempat persambungan antara bagian

endoderm dan ektoderm dibentuk oleh linea pektinata, yang terdapat tepat di bawah kolumna

analis. Pada garis ini, epitel berubah dari epitel torak menjadi epitel berlapis gepeng. Usus

terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang

lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator.

Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan

proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya

tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter.

Tahap-tahap pertumbuhan terjadi pada formasi anatomi normal dari bagian bawah yaitu

anus, rektum dan saluran urogenital. Pada minggu ke-4 pertumbuhan terdapat kloaka dan

struktur yang disebut membran kloaka. Kloaka adalah struktur normal pada burung dan ada

pada manusia untuk waktu yang singkat pada tahap pertumbuhan. Sebelum manusia lahir,

kloaka adalah struktur dimana kolon, saluran urin, dan genital bermuara kemudian keluar dari

tubuh melalui satu lubang. Manusia melalui suatu tahap pertumbuhan dimana kloaka

merupakan struktur yang normal, kemudian tumbuh lubang yang terpisah untuk rektum dan

traktus urin dan pada wanita juga terbentuk vagina. Perkembangan normal ini juga terjadi

pada perkembangan struktur yang disebut membran kloaka. Jika membran ini tidak

Page 13: Laporan Atresia Ani New

berkembang normal, kloaka mungkin masih terdapat setelah kelahiran pada wanita atau pada

pria akan berkembang bentuk dari anus imperforata.

3.4 Anatomi dan Fisiologi

Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ektoderm,

sedangkan rektum berasal dari endoderm. Karena perbedaan asal anus dan rektum ini maka

perdarahan, persarafan, serta penyaliran vena dan limfanya juga berbeda, demikian pula

epitel yang menutupinya. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis

analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. Tidak ada

yang disebut mukosa anus. Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan

perubahan jenis, epitel. Kanalis analis dan kulit luar di sekitarnya kaya akan persarafan

sensoris somatik dan peka terhadap rangsangan nyeri, sedangkan mukosa rectum mempunyai

persarafan autonom dan tidak peka terhadap nyeri. Nyeri bukanlah gejala awal pengidap

karsinoma rektum, sementara fisura anus nyeri sekali.

Darah vena di atas garis anorektum mengalir melalui sistem porta, sedangkan yang

berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melalui cabang v.iliaka. Distribusi ini menjadi

penting dalam upaya memahami cara penyebaran keganasan dan infeksi serta

terbentuknyahemoroid. Sistem limf dari rektum mengalirkan isinya melalui pembuluh limf

sepanjang pembuluh hemoroidalis superior ke arah kelenjar limf paraaorta melalui kelenjar

limf iliaka interna, sedangkan limf yang berasal dari kanalis analis mengalir ke arah kelenjar

inguinal. Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 sentimeter. Sumbunya mengarah

ke ventrokranial yaitu ke arah umbilikus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal dengan

rektum dalam keadaan istirahat Pada saat defekasi sudut ini menjadi lebih besar. Batas atas

kanalis anus disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinata, atau linea dentata. Di

daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum. Infeksi yang

terjadi di sini dapat menimbulkan abses, anorektum yang dapat membentuk fistel. Lekukan

antar-sfingter sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu melakukan colok dubur

Usus besar terdiri atas kolon, rektum dan anus. Di dalam kolon tidak terjadi pencernaan. Sisa

makanan yang tidak dicerna di dorong ke bagian belakang dengan gerakan peristaltik. Air

dan garam mineral diabsorbsi kembali oleh dinding kolon yaitu kolon ascendens. Sisa

makanan berada pada kolon selama 1 sampai 4 hari.

Pada waktu pembusukan dibantu oleh bacteria E. Coli. Selanjutnya dengan gerakan

peristaltik, sisa makanan terdorong sedikit demi sedikit ke tempat penampungan tinja yaitu di

rektum. Apabila lambung dan usus halus telah terisi makanan kembali akan merangsang

kolon untuk melakukan defekasi (reflek gastrokolik). Peregangan rektum oleh feses akan

Page 14: Laporan Atresia Ani New

mencetuskan kontraksi reflek otot-otot rektum dan keinginan BAB pada saat tekanan rektum

meningkat sampai sekitar 18 mmHg.

Apabila tekanan ini mencapai 15 mmHg, sfingter interior maupun eksterior melemas

dan isi rektum terdorong keluar. Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter eksterior

tercapai, terjadilah kontraksi otot-otot abdomen (mengejan), sehingga membantu refleks

pengosongan rektum yang teregang.

Distensi dari rectum oleh feses menginisiasi kontraksi reflex dari otot-ototnya dan

membuat keinginan untuk BAB. Pada manusia, saraf simpatis mensuplai sfingter anal

internasebagai eksitatori, dimana parasimpatisnya sebagai inhibitor. Sfingter ini rileks ketika

rectum distensi. Suplai saraf ke sfingter anal eksterna, otot skeletal berasal dari saraf

pudenda. Sfingter ini terjaga dalam keadaan kontraksi tonik, dan adanya distensi yang

bertambah pada rectum akan menambah tekanan dari kontraksi otot. Keinginan untuk BAB

pertama kali muncul pada saat tekanan rectum sekitar 18 mmHg. Ketika tekanan mencapai 55

mmHg, sfingter interna maupun eksterna rileks dan isi dari rectum dikeluarkan.

Kontinensia berhubungan dengan fungsi normal dari otot sfingter yang mengelilingi

anus dan rektum dan derajat dimana mereka ada dan mendapatkan stimulasi saraf yang

cukup. Perkembangan sakrum terjadi pada saat yang sama dengan perkembangan anus,

rektum, dan sfingter. Ini adalah hal yang penting karena saraf yang terletak dekat sacrum

yang mensuplai otot sfingter yang mengontrol kontinensia. Jika sakrum tidak berkembang

normal, saraf ini mungkin tidak berkembang atau tidak berfungsi normal. Pada

perkembangannya terdapat reseptor sensori pada garis dasar dari anal kanal yang penting

untuk kontinensia. Bagian ini mungkin tidak ada pada anak dengan anus imperforata.

Nomalnya manusia memiliki 3 kelompok otot di sekitar anus dan rektum yang penting untuk

kontinensia. Sfingter eksterna, sfingter interna, dan kompleks levator. Anak yang lahir

dengan anus imperforata memiliki disfungsi atau tidak adanya komponen ini. Sfingter interna

dan eksterna mengontrol kemampuan untuk membuat anus menutup. Beberapa bagian dari

muskulus levator ani berbentuk seperti kerucut yang mengelilingi anus dan rektum. Ketika

otot ini mengkerut maka rektum akan tertarik ke depan menambah sudut usus besar sebelum

masuk anal kanal. Sudut rektoanal yang tepat dapat membantu mempertahankan kontinensia

dengan manghambat feses yang terbentuk memasuki anal kanal. Otot levator juga disuplai

oleh saraf yang dekat dengan sakrum, hal ini penting jarena sebagai aturan umum, jika ada

bagian dari sakrum yang hilang maka saraf yang berhubungan dengan sakrum tersebut

mungkin juga tidak ada.

Page 15: Laporan Atresia Ani New

Sistem Otot

Otot dasar pelvis terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian posterior disebut sebagai otot

diafragmatik dan bagian anteromedial disebut sebagai kelompok pubovisceral. Otot

diafragmatik berasal dari membran obturator dan Ischium sampai ke spinal ischiadika

kemudian berlanjut ke medial dan ke bawah masuk ke raphe anokosageal, serat anterior

berlanjut ke serat posterienor membentuk suatu lembaran otot dengan otot kontralateral.

Raphe anokoksigeal berjalan ke bawah dan ke depan dari perlekatan sacrum dan tulang

koksigeus menuju otot sfingter internus dan puborectal sling complex masuk ke canalis ani

melalui  mucocutaneus junction. Kelompok pubovisceral berasal dari bagian belakang pubis

berjalan turun ke medial dan ke belakang  masuk ke viscera pelvis dan perineal body. Pada

laki-laki kelompok otot ini terdiri dari pubovaginalis dan puboperineus. Di bagian posterior

kelompok otot ini masuk ke kanalis ani dan perianal membentuk otot puboanalis

Otot elevator ani membentuk diafragma pelvis serta bagian atas kanalis ani sedangkan

bagian dasarnya adalah otot sfingter dan ani eksternus. Antara otot levator ani dan sfingter

ani intrenus disebut sebagai muscle complex atau vertical fibre. Secara rinci kanalis ani

terdiri dari otot ischiococygeus, otot iliococygeus, otot pubococygeus, otot sfiongter

ekstrenus superfisialis dan profunda. Sedangkan lapisan yang berfungsi sebagai sfingter

internus pada individu normal adalah ketebalan lapisan sirkuler dari otot involunter usus di

sekitar anorektal

Pembuluh darah dan persarafan

Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm,

sedangkan rectum berasal dari entoderm. Karen perbedaan asal anus dan rectum ini maka

perdarahan, persarafan, serta pengaliran vena dan limfenya berbeda juga, demikian pula

epitel yang menutupinya. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis

analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulkit luar. Daerah batas

rectum dan kanalis analis ditandai oleh perubahan jenis epitel. Kanalis analis dana kulit luat

disekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatic dan peka terhadap rangsangan nyeri,

diperdarahi oleh arteri rectalis superior dan vena rectalis superior, pembuluh limfatiknya

menuju ke pelvis. Sedangkan mukosa rectum mempunyai persarafan otonom yang tidak peka

terhadap rangsangan nyeri, diperdarahi oleh arteri rectalis inferior, dan  vena rectalis

inferior, Pembulih limfatiknya menuju ke inguinal.

Page 16: Laporan Atresia Ani New

Persarafan parasimpatik dikendalikan oleh nervus sakralis  ketiga dan keempat bagian

depan yang member percabangan ke rectum, nervus tersebut melanjutkan rangsangan dari

ganglia pada pleksus Auerbach. Nervus tersebut bertindak  sebagai saraf motorik pada

dinding usus dan rectum, menghambat kerja sfingter internus dan serabut sensoris pada

distensi rectal.

Persarafan simpatis berasal dari cabang kedua , ketiga  dan keempat ganglia lumbalis 

dan pleksus preaortikus. Nervus tersbut membentuk pleksus hipogastrikus pada vertebra

lumbalis kelima,kemudian turun melalui dinding pelvis bagian posterolateral  sebagai nervus

presakralis  dan bergabung dengan dengan ganglion pelvic dibagian posterolateral. Nervus

tersebut bekerja sebagai penghambat kerja dinding usus dan saraf motorik dari otot sfingter

internus

Sebagian otot levator terutama pada bagian atas (kelompok ischiococcygeus ) dan

bagian anterior (termasuk serabut vertical muscle complex). Yang disebut dengan kelompok

pobococcygeus, menerima inervasi dari cabang anterior nervus sakralis ketiga dan keempat.

Percabangan ini membentuk persarafan yang berjalan dibagaian atas pernukaan otot levator.

Nervus pudendus yang berasal dari nervus sakralis kedua, ketiga dan keempat juga

memberikan innervasi otot levator. Bagian bawah otot levator dikenal sebagai kelompok

puborektalis seperti pada otot sfingter eksternus menerima innervasi  dari cabang perineal

nervus sakralis keempat dan dari cabang hemoroidalis inferior dan perineal dari nervus

pudendus.

Kanalis ani termasuk 1 cm diatas garis rektinea sampai kebawah dekat kulit , sensitive

terhadap rangsang nyeri (intraepithelial), raba (korpuskulum Meissner), Dingin (bulbus

Krause), tekanan (korpuskulum paccini dan Golgi Mazzoni), serta gesekan (korpuskulum

genital). Rectum tidak sensitive terhadap rangsang tersebut, tetapi adanya sensasi berupa

distensi rectal karena persarafan parasimpatis otot polos dan oleh reseptor propioseptif di otot

volunteer akan merangsang rectum.

Sistem Limfatik

Aliran limfe dari garis dentate ke proksimal mengikuti aliran arteri hemoroidalis

superior. Aliran diseblah distal garis dentate mengalir ke limfonodi hemoroidalis inferior

dank e limfonodi inguinalis.

Page 17: Laporan Atresia Ani New

Aliran limfe diatas valvula analis ke limfonodi para rektalis kemudian ke limfenodi

mesenterika inferior, sedang aliran dibawah valvula ke limfonodi iliaka interna dan inguinalis

superficialis.

Inervasi

Inervasi dari rectum melalui saraf simpatis dan parasimpatis, saraf simpatis berasal dari

segmen L1-3, membentuk plexus mesenterikus inferior, melewati plexus hipogastrik

superior, dan turun sebagai saraf hipogastrik untuk plexus pelviks.

Saraf parasimpatis berasal dari sacral dua, tiga, dan empat dan bergabung dengan saraf

hipogastrik anterior dan lateral menuju ke rectum dan membentuk plexus pelviks, dandimana

serat lewat untuk membentuk plexus periprostatik. Setelah melewati plexus pelvis dan

periprostatik Serat saraf simpatik dan parasimpatik menuju rectum dan sfingter anal juga

prostat, buli-buli, dan penis. Cedera pada saraf ini dapat menyebabkan impotensi, disfungsi

buli-buli, dan kehilangan mekanisme normal dari defekasi.

Sfingter interna diinervasi oleh serat dari simpatik dan parasmpatik. Keduanya

merupakan inhibitor dan menahan sfingter dalam keadaan kontraksi yang konstans. Sfingter

eksterna adalah otot skeletal yang diinervasi oleh saraf pudendan dengan serat yang berasal

dar S2-4.

Segmen saraf yang berasal dari bagian sakrum mensuplai anus dan rektum, uretra,buli-

buli, dan vagina, termasuk berbagai komponen dari kompleks levator ani (otot dan pelvis).

Saraf ini juga berfungsi sebagai reseptor sensoris kulit pada anus dan kulit sekitarnya. Batas

dari anal kanal dan kulit di sekitar anus sangtlah sensitif terhadap rasa sakit, sentuhan dingin,

tekanan, regangan, dan gesekan. Bukti menunjukkan bahwa reseptor sensori yang sejenis

terdapat pada otot-otot pelvis yang mengelilingi. Reseptor ini dapat membedakan isi rektum

yang keras, cair, atau gas. Anal kanal dan rektum di atas batas anal adalah yang paling tidak

sensitif terhadap nyeri tetapi sangat sensitif terhadap regangan.

Kontinensia feses terjadi pada saat batas anal, dinding rektum, dan otot

yangmengelilinginya menerima sensasi yang cukup dan diproses secara normal pada otak dan

kemudian sinyal yang cukup dikirim kembali ke berbagai otot yang mengontrol kontinensia.

Pada keadaan yang normal anal kanal tertutup kecuali ketika terjadi pergerakan usus. Ketika

defekasi terjadi, tekanan abdomen meningkat dan menyebabkan dinding pelvis melemah dan

otot-otot yang membuat kontinensia menjadi rileks.

Page 18: Laporan Atresia Ani New

Fisiologi dan fungsi

Fungsi anorektal secara normal adalah motilitas kolon yaitu mengeluarkan isi feses dari

kolon ke rectum; fungsi defekasi yaitu mengeluarkan feces secara intermitten dari rectum;

menahan isi usus agar tidak keluar pada saat tidak defekasi. Fungsi fungsi tercebut saling

berkaitan satu dengan yang lain dan adanya ketidak seimbangan akan menyebabkan

ketidaknormalan yang mempengaruhi masing-masing fungsi.

Motilitas Kolon

Motilitas kolon berbeda dengan motilitas usus dimana gelombang peristaltik

digantioleh adnya gerakan massa feces yang propulsive disepanjang kolon. Motilitas kolon

diatur oleh aktifitas listrik myogenik yang diperantarai oleh persarafan intriksik dan pleksus

mienterikus. Sebaliknya hal ini juga dirangsang oleh innervasi ekstrinsik dadn reflex humoral

seperti gastrokolik dan ileokolik. Motilitas kolon berfungsi untuk abssorbsi cairan dan

pendorongan massa pada waktu defekasi. Gerakan dari sigmoid ke rectum dihambat oleh

beberapa mekanisme yang digunakan oleh kontinensi.

Kontinensi

Kontinensi adalah kemampuan untuk mempertahankan feses dalam hal ini sangat

tergantung pada konsistensi feses, tekanan dalam anus, tekanan rectum, serta sudut anorektal.

Feses yang cair sulit dipertahankan dalam anus.

Kontinensi diatur oleh mekanisme volunter dan involunter yang menjaga hambatan

secara anatomiis dan fisiologis jalannya feses ke rectum dan anus. Penghambat terbesar

secara fisiologi adalah sudut antara anus dan rectum yang dihasilkan oleh otot levator ani

bagian puborektal anterior dan superior dan otot ini berkontraksi secara involunter. Adanya

perbedaan antara tekanan adan aktivitas motorik anus, rectum, dan sigmoid juga

menyebabkan progresifitas pelepasan feses terlambat. Kontraksi sfingter ani eksternus seperti

pada puborektalis diaktivasi secara involunter dengan distensi rectum dan dapat

meningkatkan secara volunteer selama 1-2 menit. Tekanan istirahat dalam anus kurang lebih

25-100 mmHg, dalam rectum 5-20 mmHg. Apabila sudut antara anus dan rectum lebih dari

80° maka feses akan sulit dipertahankan.

Page 19: Laporan Atresia Ani New

Defekasi

Pada bayi baru lahir defekasi bersifat ototnom tetapi dengan perkembangan, maturitas

defekasi dapat diatur. Pemindahan feses dari kolon sigmoid ke rectum kadang dicetuskan

juga oleh rangsang makanan terutama pada bayi. Apabila rectum terisi feses maka akan

dirasakan oleh rectum sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi. Rektum mempunyai

kemampuan yang lhas untuk mengenal dan memisahkan bahan padat, cair, dan gas.

Syarat untuk terjadinya defekasi normal adalah persarafan sensible untuk sensasi isi

rectum dan persarafan sfingter ani untuk kontraksi dan relaksasi, peristaltic kolon dan rectum

normal, dan struktur organ panggul yang normal. Sikap badan waktu defekasi juga

memegang peranan yang penting. Defekasi terjadi akibat peristaltic rectum, relaksasi sfingter

ani eksternus, dan dibantu mengedan

3.5 Patofisiologi

Malformasi anorektal terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada

kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.

Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala

akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi

sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius

menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara

rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina)

atau perineum (rektovestibuler). Pada laki2 biasanya letak tinggi , umumnya fistula menuju

ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika). pada letak rendah fistula menuju ke urethra

(rektourethralis).

Atresia anorektal terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan. Secara

embriologis hindgut dari apparatus genitourinarius yang terletak di depannya atau mekanisme

pemisahan struktur yang melakukan penetrasi sampai perineum. Pada atresia letak tinggi atau

supra levator, septum urorektal turun secara tidak sempurna atau berhenti pada suatu tempat

jalan penurunannya

Urorektal dan rektovaginal bisa terjadi karena septum urorektal turun ke bagian kaudal

tidak cukup jauh, sehingga lubang paling akhir dari hindgut berbelak ke anterior sehingga

lubang akhir hindgut menuju ke uretra atau ke vagina. Atresia rektoanal mungkin dapat

meninggalkan jaringan fibrous atau hilangnya segmen dari rektum dan anus, defek ini

Page 20: Laporan Atresia Ani New

mungkin terjadi karena adanya cedera vaskular pada regio ini sama dengan yang

menyebabkan atresi pada bagian lain dari usus. Anus imperforata terjadi ketika membran anal

gagal untuk hancur.

3.6 Etiologi

Etiologi dari malformasi belum jelas dan diduga sebagai multifaktorial. Ada beberapa

alasan untuk percaya bahwa komponen genetik ikut terlibat. Pada tahun 1950, resiko pada

saudara kandung dari seorang pasien dengan malformasi anorektal untuk lahir dengan

malformasi, sebanyak 1 dalam 100 kasus, setara dengan insiden kira-kira 1 dalam 5000

populasi keseluruhan. Sejak saat itu dilaporkan keluarga- keluarga dengan 2 atau lebih

anggota yang mengalami malformasi anorektal dengan multisystem syndromes.

Mutasi dalam gen spesific encoding transkription factors terlihat pada pasien Townes-

Broks syndrome, Currarino’s syndrome, and Pallister-Hall syndrome, pewarisan secara

autosomal dominan. Selain itu, telah ditemukan bahwa tidak hanya peningkatan insiden

malformasi anorektal pada pasien dengan trisomy 21 (sindrom down), tetapi 95% dari pasien

dengan trisomy 21 dan malformasi anorektal mempunyai anus imperforata tanpa fistula,

dibandingkan dengan hanya 5% dari semua pasien dengan malformasi anorektal.

Berdasarkan data ini, tergambar bahwa mutasi dari variasi gen yang berbeda bisa berakhir

dengan malformasi anorektal, atau etiologi dari malformasi anorektal itu adalah multigenic.

3.7 Klasifikasi

Klasifikasi yang paling sering digunakan untuk malformasi anorektal adalah klasifikasi

Wingspread yang membagi malformasi anorektal menjadi letak tinggi, intermedia dan letak

rendah. Akan tetapi terdapat juga klasifikasi lain yang bermanfaat untuk tujuan terapi dan

prognosis.

Melbourne membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang melewati ischii kelainan

disebut :

Letak tinggi rektum berakhir diatas m.levator ani (m.pubo coxigeus)

Letak rendah rektum berakhir dibawah m.levator ani

Modifikasi Klasifikasi (Wingspread 1984)

Penggolongan anatomis untuk terapi dan prognosis:

Page 21: Laporan Atresia Ani New

Laki-laki:

Golongan I Tindakan

1.Fistel urine Kolostomi neonatus

2.Atresia rekti Operasi definitif

3.Perineum datar Usia 4-6 bulan

4.Tanpa fistel. Udara > 1 cm

dari kulit pada invertogram

Golongan II Tindakan

1.Fistel perineum

2.Membran anal meconeum tract Operasi definitif pada neonatus

3.Stenosis ani Tanpa kolostomi

4.Bucket handle

5.Tanpa fistel. Udara < 1 cm

dari kulit pada invertogram

Wanita:

Golongan I Tindakan

1. Kloaka

2. Fistel vagina Kolostomi neonatus

3. Fistel vestibulum ano atau Usia 4-6 bulan

rekto, vestibules

4. Atresia rekti

5.Tanpa fistel. Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram

Golongan II Tindakan

1.Fistel perineum

2.Stenosis Operasi definitif pada neonatus

3.Tanpa fistel. Udara > 1 cm

dari kulit pada invertogram

Tabel klasifikasi dari anorectal malformation

Page 22: Laporan Atresia Ani New
Page 23: Laporan Atresia Ani New

Gambaran Malformasi Anorektal pada Laki-Laki

Gambaran Malformasi Anorektal pada Perempuan

3.8 Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi dalam waktu 24-48 jam.

Gejala itu dapat berupa:

1. Perut kembung

2. Muntah

3. Tidak bisa buang air besar

4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana

terdapat penyumbatan.

Sebagian besar bayi dengan anus imperforata memiliki satu atau lebih abnormalitas

yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak

abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan

itu ditemukan secara kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa

seperti kelainan kardiovaskuler.

Normal Male Anatomy Recto Uretra Bulbar Fistula (low) Recto Bladder Neck Fistula

Page 24: Laporan Atresia Ani New

Untuk menegakkan diagnosis Malformasi anorektal adalah dengan anamnesis dan

pemeriksaan perineum yang teliti.

Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir

Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula

Bila ada fistula pada perineum (mekoneum +) kemungkinan letak rendah

Persisten kloaka dapat didiagnosa secara klinik. Adanya lubang tunggal pada perineum

merupakan suatu petunjuk klinik dari kloaka persisten. Genitalia eksternanya sering

berukuran kecil. Pada pemeriksaan abdomen terkadang dapat ditemukan massa pada

abdomen, yang mungkin merupakan vagina yang mengalami distensi (hidrokolpos) dan ini

ada pada 50% pasien dengan kloaka persisten. Untuk menegakkan diagnosis Malformasi

anorektal adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan perineum yang teliti .

PENA menggunakan cara sebagai berikut:

1 . Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urine bila :

Fistel perianal (+) , bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti atresia

letakrendah, dilakukan Minimal PSARP tanpa kolostomi

Mekoneum (+) atresia letak tinggi dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan 8

minggu kemudian dilakukan tindakan definitif.

Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram . Bila :

Akhiran rektum < 1 cm dari kulit disebut letak rendah

· Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi

Pada laki-laki fistel dapat berupa rectovesikalis, rektourethralis dan rektoperinealis.

2 . Pada bayi perempuan 90 % malformasi anorektal disertai dengan fistel. Bila ditemukan

Fistel perineal (+) minimal PSARP tanpa kolostomi.

Fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu.

Fistel (-) invertrogram :

- Akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti

- Akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu

Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum, vestibulum

atau fistel perianal berarti letak rendah. Bila Pada pemeriksaan Fistel (-) Letak tinggi atau

rendah. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisi udara,

Page 25: Laporan Atresia Ani New

dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertical dengan kepala

dibawah) atau knee chest position (sujud) bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling

distal.

Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.

A. Pemeriksaan klinis

1. Pemeriksaan neonatus secara keseluruhan untuk mengetahui umur kehamilan, berat,

temperature, warna, tangisan, pernapasan, ada tidaknya jaundice, distensi abdomen,

septicemia, dan anomaly congenital lainnya. Yang harus dipertimbangkan adalah:

a. dengan malformasi apakah bayi tersebut lahir,

b. apa yang sudah diakibatkan malformasi tersebut pada bayi.

2. Pemeriksaan untuk menentukan tipe dan asal dari anomali. Secara klinik dapat dilakukan

pada bayi perempuan tetapi tidak semua bayi laki-laki. Pada wanita jumlah lubang pada

perineum sangatlah signifikan. Jika terdapat tiga lubang berarti masalah dapat diatasi cukup

dari perineum, sedangkan jika hanya ada dua atau satu lubang berarti memerlukan

pembedahan.

3. Ada atau tidaknya anomali yang berkaitan. Periode embriologi pada saat ujung kaudal dari

fetus berdiferensiasi (5-24 minggu) merupakan waktu dimana sistem tubuh lainnya juga

sedang berkembang. Sehingga tidak sulit untuk membayangkan jika terjadi defek embriologi

pada waktu ini yang menyebabkan malformasi anorektal juga akan menyebabkan insidensi

yang tinggi dari anomali lainnya. Istilah “asosiasi VACTERL” telah ditentukan untuk

menunjukkan grup non-acak dari anomali yang berkaitan.

Pemeriksaan Umum

Pemeriksaan rutin tetap harus dilakukan untuk mencari ke lain-lain 50% sampai 60%

penderita ini mempunyai kelainan kongenital di tempat lain.

Yang sering ditemukan adalah:

a. pada traktus genito urinarius

b. kelainan jantung

c. traktus gastrointestinal, misalnya atresia esofagus, atresia duodenum

d. tulang, misalnya tulang radius tidak ada.

Page 26: Laporan Atresia Ani New

Pemeriksaan khusus untuk kelainan anorektal

a. Perempuan

Umumnya pada 80-90% wanita ditemukan fistula ke vestibulum atau vagina, hanya pada 10-

20% tidak ditemukan fistel.

Golongan 1 :

1. Kloaka

Pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak

terjadi. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan

kolostomi.

2. Fistel vagina

Mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses bisa tidak lancar, sebaiknya

cepatdilakukan kolostomi.

3. Fistel vestibulum

Muara fistel di vulva dibawah vagina. Umumnya evakuasi feses lancar selama

penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan

makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.

4. Atresia rekti

Kelainan dimana anus tampak normal, tetapi pada pemeriksaan colok dubur jari tidak

dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segera dilakukan

kolostomi.

5. Tanpa fistel

Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segera

dilakukan kolostomi.

Golongan 2

1. Fistel perineum

Terdapat lubang antara vulva dan tempat dimana lokasi anus normal. Dapat

berbentukanus anterior, tulang anus tampak normal, tetapi marks anus yang rapat ada

di posteriornya.Umumnya menimbulkan obstipasi.

2. Stenosis ani

Lubang anus terletak di lokasi normal, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak

lancar. Sebaiknya secepat mungkin lakukan tetapi definitif

3. Tanpa fistel

Udara < 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segera

Page 27: Laporan Atresia Ani New

dilakukan kolostomi.

b. Laki-laki

Perlu diperhatikan hal-hal seperti bentuk perineum dan adanya fistel, melihat ada

tidaknya mekonium pada urin Dari kedua hal tersebut di atas pada anak laki dapat dibuat

golongan-golongan seperti berikut:

Golongan 1 :

1. Fistel urine

Tampak mekonium keluar dari orificium urethrae eksternum. Fistula dapat terjadi

bilaterdapat fistula baik ke urethra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis untuk

membedakan lokasi fistel ialah dengan memasang kateter urine. Bila keteter terpasang

dan urine jernih, berarti fistel terletak di urethra yang terhalang kateter. Bila dengan

kateter, urine berwarna hijau, berarti fistel ke vesika urinaria. Evakuasi feses tidak

lancar, dan penderita mernedukan kolostomi segera.

2. Atresia rekti. Sama dengan wanita. Perineum datar. Menunjukkan bahwa otot yang

berfungsi untuk kontinensi tidak terbentuk sempurna.

3. Tanpa fistel

Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Karena tidak ada evakuasi feses maka perlu

segera dilakukan kolostomi.

Golongan 2 :

1. Fistel perineum. Sama dengan perempuan.

2. Membran anal. Anus tertutup selaput tipis dan sering tampak bayangan jalan

mekonium di bawah kulit. Evaluasi feses tidak ada. Secepat mungkin sebaiknya

dilakukan terapi definitif.

3. Stenosis ani. Sama dengan perempuan

4. Bucket handle (gagang ember).

Daerah lokasi anus normal tertutup kulit yang berbentuk gagang ember. Evakuasi

feses tidak ada. Perlu secepatnya dilakukan terapi definitif.

4. Tanpa fistel ,

Udara < 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi feses, sehingga perlu

segera dilakukan kolostomi.

Berhubungan dengan Defek Genitourinaria

Page 28: Laporan Atresia Ani New

Malformasi anorektal ini penting dihubungkan dengan defek pada genitourinaria,

dimana terjadi lebih awal 50% pada semua pasien dengan malformasi anorektal. Semua

pasien harus dievaluasi pada saat kelahiran untuk menyingkirkan adanya defek, dan

kebanyakan tes skrining adalah dengan USG abdominal dan pelvic. Evaluasi dari segi urologi

memprioritaskan pembedahan kolostomi untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.

Sayangnya, kemungkinan eror dalam

mendiagnosa terjadi sejak inspeksi perineal, ketika

seorang perempuan difikirkan adanya anus imperforata

dengan fistula rektovaginal, yang pada kenyataannya

ketiga struktur tersebut yakni traktus urinari, vagina

dan rectum bertemu pada satu saluran dan bayi tersebut

mempunyai sebuah kloaka. Tampilan sebuah lubang

pada perineal adalah dasar klinis seorang pasien dengan

kloaka persisten. Pasien dengan adanya anomali juga

mempunyai genitalia yang kecil. Pasien dengan kloaka, mungkin ditemukan massa

diabdomen dengan gambaran “ distended vagina” (hidrocolpos) diperlihatkan pada 50%

pasien dengan kloaka. USG abdominal menggambarkan penyakit obstruksi traktus urologi

yang juga tergambar sebuah hidrocolpos.

Penting untuk melakukan perbaikkan pada kloaka karena 90% bayi mempunyai

permasalahan urologi dan 50% hindrocolpos. Antara traktus urinarius dan jarak vagina

mungkin butuh perbaikkan pada periode awal kehidupan untuk menghindari komplikasi

serius. Kesalahan diagnosis dari kloaka diartikan obstuktif uropathy berarti overlooked.

Pasien mungkin hanya menjalankan kolostomi dan

terhindar dari sepsis, acidosis, dan kadang

kematian. Implikasi lainnya dari kesalahan

diagnosis dari kloaka, hanya melakukan perbaikan

komponen rektal yang anomali sehingga

membiarkan pasien dengan sinus urogenital

persisten.

Berhubungan dengan Spinal Anomali

Sacrum sering dihubungkan dengan struktur tulang.

Dahulu, untuk mengevaluasi tingkat defisiensi sacral, dihitung sacrum keberapa pada

vertebre tersebut. Assessment yang lebih objektif dari sakrum bisa didapatkan dengan

Page 29: Laporan Atresia Ani New

menghitung ratio dari sacral. Sacrum dinilai dan panjangnya disetarakan dengan parameter

tulang dari pelvis. Pengambilan dari lateral lebih akurat dibandingkan gambaran anterior

posterior sebab perhitungan tersebut tidak efektif dengan kemiringan dari pelvis. Sebuah

hemisacrum selalu dihubungkan dengan sebuah massa presacral, yang biasanya terbentuk

dari dermoids, teratomas, atau meningokel anterior. Hemivertebrae mungkin juga

mempengaruhi lumbal atau torakal dari spinal, terutama kearah skoliosis.

Anomali dari spinal termasuk penekanan spinal cord bisa terjadi. Keabnormalan ini

disebut intravertebral fixation dari phylum terminale yang diketahui terjadi sekitar 25% dari

pasien. Prevalensi penekanan spinal cord berhubungan dengan peningkatan tinggi dan

kompleksnya anomali dari anorektal. Pasien dengan keterlambatan perkembangan sakrum

yang dihubungkan dengan permasalahan urologi kemungkinan besar adanya penekanan pada

korda. Gangguan motorik dan sensorik mungkin akan muncul. Mengenai fungsi bowel dan

traktus urinarius, pasien dengan malformasi anorectal dan penekanan korda mempunyai

prognosis fungsional yang buruk dan mereka juga mempunyai defek anorectal yang tinggi,

perkembangan sakrum yang lambat, herhubungan dengan permasalah spinal, dan lambatnya

perkembangan otot perineal. Penekanan dari korda adalah dindikasikan dalam literatur

neurosurgical untuk menghindari permasalahan motorik dan sensorik. Tidak munculnya

permasalahan ini menjadi dasar bahwa pembedahan ini akan berdampak pada prognosis

fungsional dari pasien dengan malformasi anorectal. USG spinal pada 3 bulan pertama

kehidupan dan MRI telah digunakan berfungsi sebagai modalitas dalam mendukung

diagnosis. Selain itu, pasien mungkin mempunyai anomali spinal lainnya disamping

penekanan korda seperti syringomyelia dan myelomeningocole.

Fistula Perineal

Fistula perineal pada laki- laki dan perempuan dahulunya mempunyai sebutan “low”

defects. Terdapat kasus dimana rectum terbuka pada sebuah lobang kecil, biasanya kaku dan

berlokasi di anterior dari bagian tengan spingter. Kebanyakan pasien mempunyai mekanisme

spingter yang baik dan sakrum yang normal. Pada laki- laki,

perineum mungkin menunjukkan gambaran lain yang

membantu dalam pengenalan defek ini, seperti sebuah jembatan

kulit yang menonjol pada garis tengah (bucket handle) atau

fistula pada subepitelial midline yang terlihat seperti “black

ribbon” karena telah dipenuhi mekonium. Gambaran ini adalah

penampakan luar dan membantu mendiagnosis fistula perineal.

Page 30: Laporan Atresia Ani New

Tindakan simple anoplasty membesarkan lubang stenotic tersebut dan menempatkan

lubang rectal lebih ke posterior hingga batas dari spingter. Pembedahan ini disebut dengan

“Minimal Posterior Sagital Anoplasty”. Pembedahan ini dilakukan dengan memposisikan

pasien dalam keadaan pronasi dengan mengelevasikan pelvis; beberapa jahitan benang silk

ditempatkan pada mucocutaneus junction dari anus sebagai traksi. Dilakikan insisi pendek

midsagittal (1-2cm) pada posterior dari fistula, memisahkan secara keseluruhan spingter

eksterna. Fistula dan bagian bawah rectum dipotong scara hati- hati untuk membatasi

pemindahan dari rektum ke tempat semula hingga kebatas spingter. Pada bagian perineum

dimana terdapat fistula tersebut diperbaiki dengan sedikit jahitan yang mudah diserap tubuh.

Metode Diagnostic

Evaluasi radiologi dari seorang bayi dengan anus imperforata menggunakan sebuah

USG abdominal untuk mengevaluasi anomali urologi juga bisa mengidentifikasi kasus

kloaka persisten, vagina tambahan (hydrocolpos). Otot polos dari sakrum dalam posisi

anterior- posterior dan lateral dapat menunjukkan anomali sakrum seperti hemisacrum dan

hemivertebrae sakral. Begitu juga dengan adanya keterlambatan perkembangan sakrum bisa

ditemukan, dan ratio sacral bisa dihitung yang diartikan jarak antara struktur tulang. USG

spinal pada bayi baru lahir dan usia lebih dari 3 bulan (dimana saat sakrum mengalami

osifikasi) dimana bisa dilihat adanya penekanan korda spinalis dan anomali spinal lainnya.

Setelah kelahiran, pasien kontrol untuk melihat hasil kolostomi, dilakukan pemberian

high pressure pada bagian distal colostography. Cairan kontras diinjeksikan kedalam distal

dari stoma untuk melihat distal rektum dan hubungan dengan urinarius. Tekanan hidrostatik

dilakukan dibawah kontrol fluoroscopic. Sebuah foley cath diletakkan dalam mukosa fistula

dan balloon 3 cc dipompa dan ditarik kembali menutupi stoma pada waktu kontras

disuntikkan.Tekanan hidrostatik harus cukup tinggi (jarum suntik manual) untuk melemahkan

tonus otot dari meknisme otot lurik yang mengelilingi rectum dan menjaganya tetap kolaps.

Ini adalah hal terbaik untuk mendemontrasikan hubungan recto-urinary, dan mentukan tinggi

rectum yang sebenarnya.

Zat kontras biasanya mengisi uretra bagian proximal dan vesika urinaria melalui

fistula. Menyuntikkan secara berkelanjutan hingga habis dan gambar pertama diambil selama

miksi mulai terlihat, dalam gambar pertama, sacrum, tinggi sacrum, perineum, lokasi fistula,

vesika urinaria, refluk vesicoureteral jika terlihat, dan uretra. Hal ini adalah vital dalam

Page 31: Laporan Atresia Ani New

menilai anatomi selanjutnya bisa direncanalkan dilakukannya pembedahan definitf. Dalam

10% dari pasien, fistula terletak pada bladder neck.

Dalam kasus ini, selama perbaikan awal, ahli bedah tahu bahwa rectum akan

dipertemukan ke abdomen, dan kombinasi posterior sagittal dan abdominal atau laparoscopic

akan diperlukan. Defek anorektal terjadi sekitar 5% pasien, mempunyai prognosa baik, dan

biasanya pasien- pasien dengan sindrom down. Pengecualian untuk kloaka, kebanyakan kasus

pada wanita dengan malformasi, distal colostrography tidak perlu sebab fistula terlihat

berdasarkan klinis. Jika spina tidak dievaluasi pada saat baru lahir dengan USG, MRI

diperlukan setelah usia 3 bulan untuk menyingkirkan terjadinya penekanan korda atau

anomali spina lainnya.

3.9 Managemen Penatalaksanaan

A. Membuat keputusan lebih awal

Managemen awal bayi baru lahir dengan kelainan anorektal adalah sangat penting dan

dua pertanyaan yang harus dijawab selama 2-8 jam pertama kehidupan. Pertama, apakah ada

hubungan anomali yang mengancam kehidupan bayi dan harus ditangani secepatnya? Dan

kedua, haruskah neonatus tersebut menjalani prosedur utama dan bukan kolostomi protektif

atau suatu kolostomi protektif dan selanjutnya akan dilakukan perbaikan definitif? Untuk

bayi yang lahir dengan kloaka persisten, ahli bedah juga harus menentukan apakah dilatasi

vagina memang terlihat dan kalau demikian harus dialirkan, seperti menentukan apakah

pengalihan traktus urinaria diperlukan. Manuver ini diharapkan mencegah sepsis dan

asidosis metabolic. Keputusan untuk melakukan anoplasti pada bayi baru lahir atau menunda

perbaikan dan melakukan kolostomi berdasarkan pemeriksaan fisik dari neonatus, tampilan

perineum, dan banyakny aperubhan yang terjadi setelah 2 jam pertama khidupan.

Setelah bayi lahir, jalur intravena dipasang untuk pemberian cairan dan antibiotic,

nasogastric tube dimasukkan untuk mencegah penekanan abdomen sehingga menghindari

resiko muntah dan aspirasi. Mekonium biasanya tidak tampak di perineum pada bayi dengan

fistula recto-perineal sekurang- kurangnya 16 – 24 jam. Distensi abdomen tidak muncul

selama beberapa jam diawal kehidupan dan dibutuhkan pengangkatan mekonium melalui

fistula recto- perineal sama seperti melalui fistula urinaria. Hal ini menyebabkan kebanyakan

bagian distal dari rectum pada anak dikelilingi oleh sebuah saluran- seperti struktur otot

luruk yang menjaga bagian rectum tetap kolaps dan kosong. Tekanan intraabdominal harus

cukup tinggi untuk melemahkan tonus dari otot yang mengelilingi rectum jika kita berharap

melihat mekonium pada perineum atau didalam urine. Oleh karena itu , keputusan apakah

Page 32: Laporan Atresia Ani New

dilakukan kolostomi atau anoplasti harus menunggu 16 – 24 jam ketika ahli bedah

mengobservasi gejala dasar adanya kelainan anorectal pada bayi.

Tampilan klinis dari bokong sangat penting. Bagian bawah yang datar atau perineum

yang datar sebagai dasar kurangnya lipatan garis tengah gluteal dan tidak adanya anal dimple

mengindikasikan sangat kurangnya otot di perineum. Hal ini dihubungkan dengan

malformasi letak tinggi dan untuk itu perlu dilakukan kolostomi. Penanda perineum yang

ditemukan pada pasien dengan malformasi termasuk gambaran mekonium pada perineum,

“bucket-handle”malformation (penonjolan kulit yang berada pada anal dimple kebagian

bawah yang bisa dilalui sebuah instrument), dan anal membrane (mekonium dapat terlihat).

Membuat keputusan untuk neonatus laki- laki

Pada bayi baru lahir laki-laki dengan fistula recto- perineal tidak dibutuhkan suatu

kolostomi. Mereka bisa menjalani posterior sagital anoplasty sebaliknya bayi laki- laki

dengan dasar adanya hubungan recto-urinari seharusnya menjalani pengalihan fecal dengan

tindakan kolostomi.

Sebanyak 80-90% bayi baru lahir laki- laki, melihat

klinis dan analisis urin akan memberikan cukup

informasi untuk ahli bedah memutuskan apakah

bayi harus di kolostomi. Jika tidak satupun tanda

klinis menentukan lokasi dari kelainan anorectal

hingga jelas dalam 24 jam, dapat dilakukan foto

crosstable lateral dengan bayi posisi pronasi,

dengan elevasi pada pelvis, dan diletakkan marker radioopak pada perineum. X- ray ini

memperlihatkan column dari udara didalam rectum bagian distal kurang dari 1 cm dari

perineum, dan bila seperti ini, bayi bisa ditatalaksana sebagai fistula recto-perineal, dan

pembedahan perineal dapat dilakukan. Jika distribusi udara lebih dari 1 cm dari perineum

maka ini merupakan indikasi kolostomi.

Terapi defenitif pada awal kelahiran menghindari kolostomi tetapi ada resiko besar

untuk traktus urinarius dengan tindakan ini, sebab ahli bedah tidak mengetahui persis defek

anorektal. Satu- satunya jalan untuk menetukan terapi defenitif pada pasien defek anorektal

adalah gambaran colostrogram bagian distal, yang tentu saja harus dilakukan kolostomi.

Tanpa informasi ini pembedahan pada neonatus seperti tidak terorganisir. Ahli bedah

Page 33: Laporan Atresia Ani New

mungkin tidak bisa menemukan rectum dan mungkin menemukan kerusakan lain, struktur

tidak terduga, seperti uretra posterior, vesika seminalis, vas deferens, dan uretrer ektopik.

Terakhir, tanpa pengalian fekal, terdapat resiko kebocoran dan infeksi. Komplikasi ini

mungkin menurunkan prognosis fungsional.

Membuat keputusan untuk bayi baru lahir perempuan

Keputusan yang dilibatkan pada managemen bayi perempuan yang baru lahir sedikit

kompleks. Pada 90% pasien, inspeksi perineal yang dilakukan dengan teliti akan

menunjukkan defek anorektal. Menunggu 16 – 24 jam akan terjadinya distensi abdomen

untuk menunjukkan adanya fistula rektoperineal atau fistula rektovestibular.

Kebanyakan anomali pada perempuan berupa fistula rectovestibularis. Inspeksi pada

perineal memperlihatkan uretra normal, vagina normal, dan lubang lain, dimana fistula rectal

didalam vestibula. Pilihan yang tepat untuk seorang ahli bedah dalam kelainan anorektal

ketika dihadapkan dengan seorang bayi dengan gejala klinis adanya sebuah fistula

rektovestibular maka dilakukan pengalihan kolostomi. Kolostomi diprioritaskan untuk

perbaikkan awal untuk menghindari komplikasi infeksi dan ruptur. Perbaikkan definitive dari

anomali pada bayi baru lahir seharusnya ditatalaksana oleh ahli bedah yang memiliki

keahlian dalam penangan defek tersebut. Anomali ini

mempunyai prognosis yang baik dan untuk itu

komplikasi yang bisa timbul harus dihindari.

Sayangnya kebanyakan rujukan untuk kelainan

anorektal ke tingkat tersier untuk operasi ulangan

adalah pasien dengan fistula rektovestibuler yang

telah menjalani penatalaksanaan awal yang tidak

berhasil ketika baru lahir. Terkadang, fistula yang

besar cukup untuk mendekompresi traktus gastrointestinal, dan mungkin didilatasi untuk

memudahkan drainase fekal sampai bayi bertambah usia dan dapat dilakukan perbaikkan

definitif. Seperti pada laki- laki, kurang dari 5% dari bayi perempuan tidak ada dasar klinis

dilokasi rectum setelah 24 jam. Hal ini mungkin disebabkan oleh anus imperforata tanpa

fistula. Cross-table lateral x-ray seharusnya dapat dilakukan, dan membantu menentukan

apakah perlu dilakukan kolostomi.

B. Penatalaksanaan

Page 34: Laporan Atresia Ani New

Seperti penjelasan sebelumnya, saat bayi baru lahir ahli bedah harus memutuskan

apakah musti pengalihan fekal dengan kolostomi, atau bisa menjalani prosedur perbaikan.

Pena secara tegas menjelaskan bahwa Malformasi anorektal letak tinggi dan intermediet

dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif setelah 4

– 8 minggu. Saat ini tehnik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti,

baik minimal, limited atau full postero sagital anorektoplasti.

Prinsip pengobatan operatif pada malformasi anorektal dengan eksplorasi postero

sagital anorektal plastik, akan banyak menggunakan kolostomi perlindungan atau kolostomi

sementara. Ada dua tempat kolostomi yang dianjurkan dipakai pada neonatus dan bayi, yaitu:

transversokolostomi (kolostomi di kolon transversum) dan sigmoidostomi (kolostomi di

sigmoid). Bentuk kolostomi yang mudah dan aman adalah laras ganda (double barrel).

Kolostomi dilakukan pada saat neonatus, manfaat melakukan kolostomi adalah

a. mengatasi obstruksi usus

b. memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi

yang bersih

c. memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha

menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain.

Leape (1987) menganjurkan pada :

Atresia letak tinggi & intermediet sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6

–12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)

Atresia letak rendah perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes

provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani

ekternus,

Bila terdapat fistula cut back incicion

Stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin , berbeda dengan Pena dimana

dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.

Setelah dilakukan kolostomi, tindakan definitif akan dilakukan 3-4 bulan kemudian.

Dengan alasan pasien diharapkan telah memiliki keadaan umum yang baik, fungsi peristaltis

dari pasien sudah membaik. Dan komplikasi-komplikasi untuk tindakan bedah sudah teratasi

seperti gangguan sirkulasi, gangguan jalan napas, dan keseimbangan cairan elektrolit telah

Page 35: Laporan Atresia Ani New

terjaga. Kenapa diambil waktu 3-4 bulan karena menurut Albanese et al, semakin cepat

perbaikan dari suatu malformasi keongenital semakin baik hasil yang didapatkan dan juga

lebih cepat untuk melatih reflex defekasi dari otak merupakan hal yang sangat penting

Pembedahan

Kolostomi

Kolostomi yang disukai adalah colostomi pada kolon desenden dimana dilakukan dari bagian

desenden kolon yang berlokasi dikuadran bawah kiri dari abdomen, dengan pemisahan

stoma. Stoma bagian proksimal dihubungkan ke traktus gastrointestinal bagian atas dan

mendrainase feses. Stoma bagian distal juga disebut fistula mukuos yang dihubungkan ke

rectum dan akan didrainase sejumlah kecil dari material mucus. Banyak keuntungan dari tipe

kolostomi ini diantara lain : 1) hanya sebagian kecil kolon distal yang difungsikan,2) Pada

kasus fistula rectourinari yang luas pada pasien dengan aliran urin ke dalam usus, urin keluar

dengan mudah melalui fistula mucous, menghindari permasalahan asidosis hiperkloremik

yang disebabkan oleh absorpsi urin. Infeksi traktus urinaria juga dihindari, 3) Relatif lebih

mudah untuk membersihkan dan mencuci bagian kolon distal, 4) kolostogram dari bagian

distal lebih mudah terlihat, 5) Lingkaran sigmoid adalah bagian distal untuk kolostomi yang

memberikan cukup panjang untuk mencapai perineum selama procedure definitive pull-

through, 6) pemisahan stoma mencegah tumpahnya feses dari proksimal ke distal usus, yang

menghindari dampak kotoran didistal dan infeksi traktus urinarius, 7) rendahnya insidensi

prolap dengan tekhnik ini. Prolaps stoma proksimal pada lingkaran kolon normal seharusnya

tidak terjadi dengan tekhnik ini sebab kolon akan difiksasi dengan baik ke retropritoneum

sebelum kolostomi mencapai bagian kulit. Stoma bagian distal mungkin dapat prolaps sebab

bagian kolon ini dalam keadaan mobile.

Untuk mencegah hal ini, stoma bagian distal harus dibuat kecil, cara ini digunakan

hanya untuk mengirigasi dan studi radiologic. Ketika melakukan kolostomi pada bayi baru

lahir, dital usus harus diirigasi dan dibersihkan dari mekonium. Hal ini mencegah timbulnya

megasigmoid, yang mungkin berdampak pada timbulnya konstipasi.

Beberapa kesalahan muncul mengenai kolostomi. 1) Jika kolostomi diletakkan terlalu

distal, ini mengganggu penarikan dan penyambungan. 2) Selama usaha kolostomi

transversum, menyebabkan ketidakhati-hatian dalam penempatan sigmoid kolostomi pada

kuadran kanan atas. Menempatkan sigmoid pada kuadran kanan atas akan mengganggu

Page 36: Laporan Atresia Ani New

prosdure penarikan dan penyambungan. 3) Lingkaran kolostomi tidak tuntas mengalihkan

feses dan membebaskan pengaruh feses pada bagian distal dan infeksi traktus urinarius. 4)

Kolostomi transversal menimbulkan megarektum.

Pendekatan sagital posterior

Perbaikkan anorektal

Perbaikan malformasi anorektal harus menggunakan tekhnik teliti dan halus,

Pendekatan sagital posterior adalah cara ideal menemukan dan memperbaiki kelainan

anorektal. Jika bayi tumbuh baik, perbaikkan bisa dilakukan pada usia 1-2 bulan.

Sebanyak 90% dari pasien laki- laki dengan pendekatan postero-sagital, sementara

10% memerlukan komponen abdominal (dengan laparatomi atau laparoskopi) untuk

memindahkan rectum yang sangat tinggi. Semua perempuan dengan malformasi, dengan

pengecualian 30% dari kloaka bisa ditatalaksana dengan pendekatan ini. Pada 30% kloaka,

rectum atau vagina sangat tinggi sehingga perlu pendekatan yang baik untuk abdominal.

Rectobladder neck fistula

Pada kasus yang jarang dari malformasi supralevator

(Rectobladder neck fistula), operasi melibatkan antara

insisi posteror-sagital dan komponen abdominal, yang

bisa dilakukan dengan laparoskopi atau laparotomi

Anus imperforate tanpa fistula

Pada pasien dengan anus imperforate tanpa fistula, diperlukan pembedahan yang teliti

untuk memisahkan distal rectum dari traktus urinarius seperti pada pasien dengan fistula

rektourinari dan uretra yang masih pada satu dinding.

Rectovestibular Fistula

Pada kasus fistula rektovestibular, insisi postero sagital bisa lebih pendek dari pasien

laki- laki dengan fistula rektouretral. Sering seluruh mekanisme levator tidak perlu dibagi

Page 37: Laporan Atresia Ani New

dan hanya sphincter eksterna, kesatuan otot, dan bagian terbawah dari mekanisme levators aja

yang dibagi. Rektum dan vagina posterior bagian satu dinding, dan ini bagian yang sulit pada

pembedahan. Setelah rectum dipindahkan, perineum diperbaiki, dan rectum diletakkan

sampai batas mekanisme spincter.

Rectal Atresia

Ini merupakan malformasi yang jarang, atresia rectal terjadi sekitar1 % dari kasus.

Kanal anal normal dan anus bagian luar tampak normal. Namun terdapat blockade 1-2cm dari

anal skin, selalu ditemukan ketika perawat mencoba memasukkan thermometer. Bayi ini

seharusnya menjalani kolostomi saat baru lahir, dan kemudian perbaikkan definitive secara

pendekatan postero sagital dan melakukan anasomosis antara kantong rectal bagian atas dan

anal kanal.

Persisten Cloaca

Perbaikkan dari persisten kloaka memerlukan tekhnik yang serius yang dilakukan oleh ahli

bedah anak dengan mempertimbangkan komplikasi yang akan terjadi. Malformasi ini

merupakan defek dengan spectrum yang luas, yang

melibatkan fusi dari rectum, vagina, dan uretra secara

bersama untuk membentuk suatu saluran.

Panjangnya saluran ini sekitar 1-10cm. Rektum dan

vagina menjadi satu dinding dan begitu juga dengan

vagina dan traktus urinari. Keberhasilan terapi

pembedahan mencakup kontrol bowel, urinari dan

fungsi sexual normal. Kadang dari tercapai tiga

keberhasilan tersebut, kadang hanya dua, bahkan sering hanya satu dan terkadang tidak sama

sekali.

Faktor- faktor prognosa termasuk kualitas dari sacrum, kualitas otot, dan panjang saluran

yang berhubungan. Perbaikan pasien dengan saluran yang kecil dari 3cm hasilnya lebih baik

dan dapat dilakukan oleh ahli bedah anak kebanyakan. Untuk pasien dengan saluran yang

lebih dari 3cm, perbaikkan seharusnya dilakukan pada pusat spesialisistik dengan ahli bedah

yang berpengalaman menatalaksana anomaly urologi dan sanggup melakukan rekonstruksi

vagina keseluruhan. Jika saluran ini kurang dari 3 cm, pendekatan postero sagital tanpa

pendekatan abdominal dapat digunakan untuk memperbaiki defek ini.

Page 38: Laporan Atresia Ani New

Untuk pasien dengan saluran yang lebih besar dari 3 cm, laparatomi selalu dilakukan.

Sering juga vagina dan traktus urinari harus dipisahkan agar bertambah panjang dan uretra

harus direkonstruksi. Ahli bedah harus dipersiapkan untuk membuka bladder dan

memasukkan kembali ureter jika diperlukan. Memindahkan komplek vagina sering

dibutuhkan dan perlu pemindahan letak vagina dengan usus halus atau kolon. Penarikkan

penyambungan rectum mirip dengan malformasi anorektal lainnya. Memperbaiki vagina,

uretra, dan defek urologic yang berhubungan yang ditemukan saat pembedahan. Vagina yang

luas bisa menjadi manfaat selama terapi definitive sebab ahli bedah bisa lebih mudah

memindahkannya dan alternative untuk perbaikkan vagina. Sekitar 50% dari pasien

mempunyai berbagai tingkat vagina atau pembentukan sekat uterus. Hal ini bisa diperbaiki

secara total atau sebagian selama pembedahan. Ketepatan anatomi ginekologi harus

memastika sejak perbaikkan awal atau sejak penutupan kolostomi (jika suatu laparotomi

tidak dilakukan sejak awal). Kita belajar bahwa obstruksi 1/3 proksimal dari struktur

mullerian kita bisa menyebabkan masalah yang berat dari menstruasi yang memburuk.

Prediksi dari masalah berikutnya seperti amenorea pada kasus atretic uteri, atau hidrokolpos

dan retrograde menses bisa terjadi pada saat baru lahir. Presentasi dari nyeri pelvic atau

amenorea pada remaja seharusnya cepat dianggap sebagai anomaly dari struktur ginekologi.

Laparoscopically assited anorectal approach

Pendekatan ini terdiri dari mobilisasi dan pemindahan rectum melewati otot sfingter

dasar pelvic melalui insisi minimal pada posterior. Pemisahan perianal menghadap sumber

cahaya laparoskopik yang membantu akurasi pemindahan dari sebuah trocar untuk menarik

rectum melalui komplek otot spingter eksterna. Laparoscopically- assisted anorectal repair

dapat dilakukan saat baru lahir tanpa kolostomi atau pendekatan bertahap. Ini merupakan

tekhnik baru, digambarkan oleh KE Georgeson et al. Butuh evaluasi jangka panjang

berikutnya dalam hal fecal continence.

Anterior sagittal approach

Hal ini melibatkan pembedahan perineal anterior (dari dasar scrotum hingga bagian

posterior dari anoderm), pendekatan ini digunakan oleh beberapa ahli bedah, dengan tujuan

mempertahankan sfingter ani internal. Tetapi seharusnya diberitahukan bahwa pendekatan ini

mungkin merusak nervus plexus ketika diseksi dari fistula rektouretra. Namun demikian,

tekhnik penyelamatan sfingter internal telah disusun ketika melakukan pendekatan postero

sagital.

Page 39: Laporan Atresia Ani New

Post- Operative Management

Anoplasty

Insisi postero sagital relatif tidak terlalu nyeri. Pasien dengan fistula rektouretra, foley

catheter tetap terpasang sekitar 5-7 hari, dan kadang lebih lama. Selama 2 minggu post

operasi, dilakukan kalibrasi anus, diikuti dengan program dilatasi anus. Anus harus didilatasi

dua kali sehari dan setiap minggu ukuran dilator terus ditingkatkan. Ukuran akhir yang

dicapai tergantung usia pasien. Segera setelah ukuran yang diinginan tercapai, kolostomi bisa

ditutup.

Pendilatasian merupakan bagian penting dari managemen post operasi untuk

menghindari striktur pada anoplasti. Setelah kolostomi ditutup,ruam berat pada bokong

biasanya disebabkan oleh kulit perineum tidak pernah sebelumnya berkontak dengan apapun.

Functional Disorders

Konstipasi

Kebanyakan gangguan fungsional ditemui setelah penatalaksanaan anus imperforatus

dimana rectum yang sebelumnya tidak difungsikan akan mengalami konstipasi. Hal ini juga

masalah penting untuk dihindari setelah terapi definitive untuk pasien perempuan dengan

fistula rektovestibular atau fistula rektoperineal dan untuk laki- laki dengan fistula

rektobulbaruretra, anus imperforate tanpa fistula, dan fistula rektoperineal. Kegagalan

menghindari konstipasi tersebut dapat menyebabkan megarektum dan megasigmoid dan

dapat menyebabkan impaksi fekal dan inkontinensia. Permasalahan dari konstipasi ini tidak

diketahui. Ini pemikiran murni bahwa diseksi perirektal disebabkan tingkat dari denervasi

yang menghasilkan konstipasi.

Bagaimanapun, penilaian kembali yang hati-hati dari segala hal pada pasien ini, akan

menjelaskan bahwa kebanyakan defek tidak berbahaya dan sedikit jumlah dari diseksi

perirektal yang akhirnya mengalami konstipasi yang buruk. Gambaran dari megarektum yang

sebelumnya dilakukan penarikan dan penyambungan berhubungan dengan kostipasi post

operasi. Hal ini kebanyakan pada pasien yang dilakukan transversal atau rangkaian kolostomi

pada saat baru lahir. Konstipasi terjadi sebagai gangguan hipomotilitas sekunder untuk

terjadinya dilatasi usus yang kronik. Atau, hipomotilitas yang menyebabkan dilatasi, yang

berakhir dengan konstipasi.

Ketika seorang dengan megasigmoid mengalami konstipasi, reseksi sigmoid dapat

mengurangi kebutuhan obat pencahar. Kolon desenden dengan caliber normal dan motilitas

normal dianastomose ke rectum pada reflexi peritoneal. Penerapan ini dilakukan pada

Page 40: Laporan Atresia Ani New

kelompok pasien dengan kebutuhan pencahar yang terlalu banyak setiap hari untuk

membersihkan kolon. tindakan operasi penarikan dan penyambungan seharusnya dihindari

sehingga rectum pasien dipersiapkan. kurangnya tempat penampungan pada rectum bisa

menyebabkan permasalahan yang lebih buruk dari inkontinensia dengan pasien yang sedang

diare.

Kunci pada pasien adalah proaktif dalam memanajemen kostipasi dan menghindari

konstipasi setelah prosedur penarikan dan penyambungan dilakukan. Pasien harus kontrol

teratur, dan mengatur laxative dan diet saat adanya gejala konstipasi.

Terkadang konstipasi terjadi sangat berat pada pasien yang mengalami impaksi fekal yang

kronik dan menumpuk lama.

Pasien seperti ini sering mengacu pada inkontinensia fekal. Bagaimanapun, jika

anomali anorektalnya mempunyai prognosa baik, sering inkontinensia sebenarnya adalah

overflow pseudoinkontinensia. Saat konstipasi ditatalaksana, maka akan membaik.

Continence

Memiliki frekuensi sedikit daripada konstipasi, beberapa pasien menunjukkan perasaan

penuh. Ketika pasien mempunyai prognosa baik, ini mungkin overflow inkontinensia, dimana

juga menunjukkan inkontinensia fekal sebenarnya pada kasus anus imperforate letak tinggi

atau kurangnya otot dan sacrum yang abnormal. Enema kontras membantu dalam

membedakan 2 kelompok ini. Pasien dengan inkontinensia yang nyata membutuhkan

program manajemen bowel, yang terdiri pembersihan kolon anak sekali dalam sehario

menggunakan suposituria, enema atau irigasi kolon.

Pemberian enema merupakan pembersihan yang lebih efisien dari saluran cerna dengan

mengambil keuntungan dari reflek gastrocolic. Prosedur enema antegrade, dimana enema

diperkenalkan dalam sebuah saluran via appendicocecostomy, yang dirancang untuk

menolong pasien membersihkan saluran pencernaanya. Sfingter anus buatan dan gricilis

neosfingter yang distimulasikan secara electric adalah tekhnik baru yang digunakan untuk

penatalaksanaan pasien dengan inkontinensia fekal refraktori berat.

Pasien yang telah menjalani operasi abdominoperineal untuk anus imperforata termasuk

reseksi rektum cenderung mengalami diare disebabkan oleh kurangnyaa reservoir rektal.

Inkontinensia pasien ini sulit ditatalaksana sebab mereka buang air besar terus menerus.

Page 41: Laporan Atresia Ani New

Pola perubahan buang air besar sebelum potty-training mungkin memberi petunjuk penting

untuk potensial anak selanjutnya. Seperti contoh, anak berusia 1 tahun yang menjalani

penarikan dan penyambungan pada anus imperforata bisa buang air besar 1-3 kali dalam

sehari dengan tidak mengotori selama waktu tersebut, hal ini mempunyai potensial untuk

menahan fekal dikemudian hari. Anak tersebut memperlihatkan tanda bahwa ia merasa ketika

terjadinya pergerakan usus.

Dilain hal, anak yang bertahan dari inkontinensia fekal terus menerus tanpa banyak

tanda adanya dorongan atau feeling. Seorang anak dengan pola buang air besar normal

merupakan latihan, dimana anak dengan pola kedua sepertinya akan membutuhkan program

manajemen bowel. Untuk anak itu seharusnya tidak mengharapkannya untuk mencapai

kontrol bowel secara volunter.

Gambar . Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada 41opical41 laki-laki

Page 42: Laporan Atresia Ani New

Gambar Penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan

Perawatan Pasca Operasi PSARP

Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotic diberikan selama 8-

10 hari.

2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2x sehari

dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan sampai

mencapai ukuran ynag sesuai dengan umurnya . Businasi dihentikan bila busi

nomor 13-14 mudah masuk.

Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan serta tidak ada

rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup

kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan.

Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari. Sedangkan

pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14 hari. Drainase suprapubik

Page 43: Laporan Atresia Ani New

diindikasikan pada pasien persisten kloaka dengan saluran lebih dari 3 cm. Antibiotik

intravena diberikan selama 2-3 hari, antibiotik topikal berupa salep dapat digunakan pada

luka.

Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali dilakukan oleh

ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun

keluarga. Setiap minggu lebar dilator ditambah 1 mm tercapai ukuran yang diinginkan.

Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari sampai dilator dapat lewat dengan mudah.

Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu

pada bulan berikutnya, sekali seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan

selama tiga bulan. Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan kolostomi.

Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi karena kulit

perineum bayi tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya. Salep tipikal yang mengandung

vitamin A, D, aloe, neomycin dan desitin dapat digunakan untuk mengobati eritema popok

ini.

3.10 Prognosis

Ketika mengevaluasi hasil dari penatalaksanaan defek anorektal, kita merasa bahwa

pasien tidak bisa dikelompokkan berdasarkan istilah dahulu menjadi “high”, “intermediet”,

dan “low” defect, dimana malformasi yang diklasifikasikan dalam grup yang sama bisa

mendapatkan penatalaksanaan yang berbeda dan prognosa yang berbeda. Kita percaya bahwa

klasifikasi anatomis akan mempunyai nilai klinis yang lebih. Hasil fungsional dari perbaikan

abomali anorektal melihat kepada peningkatan signifikan sejak dilakukan pendekatan

posterior sagittal. Bagaimanapun, hasil dari pendekatan ini sulit dibandingkan dengan metode

lain sebab terminologi dan klasifikasinya tidak konsisten.

Fecal continence

Kontinesia fekal tergantuing pada 3 faktor utama: Otot sphingter yang bekerja secara

volunter yang diperankan oleh levator, sekelompok otot, spingter eksterna. Dalam keadaan

normal, mereka digunakan hanya pada waktu singkat, ketika massa fekal rektal mencapai

anorektal, mendorong dengan kontraksi peristaltik secara involunter dari motilitas

rectosigmoid. Kontraksi volunter yang terjadi hanya dalam hitungan menit untuk terjadi

defekasi, dan otot ini digunakan hanya sesekali sejak diakhir hari dan malam.

Pasien dengan malformasi anorektal mempunyai otot lurik volunter dengan derajat berbeda

dari hypodevelopment. Otot volunter bisa digunakan hanya ketika pasien mempunyai sensasi

Page 44: Laporan Atresia Ani New

bahwa mereka perlu menggunakannya. Untuk memahami sensasi ini, pasien butuh informasi

yang bisa berasal dari mekanisme sensorik anus, mekanisme yang tidak dipunyai pasien

dengan malformasi anorektal.

Anal canal

Sensasi yang hebat pada individu normal terletak dalam anal kanal. Kecuali pasien

dengan atresia rektal, kebanyakan pasien dnegan malformasi anorektal lahir tanpa kanal,

karena itu sensasi ini tidak ada atau tidak berkembang. Hal ini memperlihatkan bahwa pasien

bisa merasa distensi rektum tetapi ini berada pada rektum yang lokasinya benar- benar tanpa

struktur otot. Sensasi ini terlihat sebagai konsekuensi dari peregangan otot volunter

(proprioception). Tampilan klinis yang penting adalah buang air yang encer dan material tinja

yang lunak mungkin tidak dirasakan pasien sebagai tanda atidak adanya distensi rektum.

Kemudian, untuk mencapai sensasi dan kontrol bowel, pasien musti mepunyai kapasitas

untuk membentuk tinja yang padat.

Bowel motility

Konon faktor terpenting pada kontinensia fekal adalah motilitas usus, bagaimanapun,

dampak dari motilitas sering diabaikan. Pada individu normal, rectosigmoid tetap tenang

untuk beberapa waktu (satu sampai beberapa hari), tergantung dari kebiasaan defekasi

masing- masing. Sejak waktu itu, sensasi dan struktur otot volunter kebanyakan tidak

penting karena tinja tersebut, jika tinjanya padat, tersisa didalam kolon. Pasien merasa

kontraksi peristaltik dari rektosigmoid yang terjadi bertahap hungga defekasi. Secara

volunter, individu normal bisa relax terhadap peregangan otot yang diikuti isi dari rektal

bermigrasi kebawah kedalam area yang sensitifnya tinggi di anal kanal. Disana, informasi

akurat diberikan oleh anal kanal mengenai konsistensi dan kualitas tinja. Otot volunter

digunakan untuk mendorong isi dari rektal menuju rektosigmoid dan menahannya jika

diinginkan, sampai waktu yang tidak ditentukan untuk evakuasi. Pada saat defekasi, struktur

otot volunter relax.

Faktor utama yang memprovokasi pengosongan dari rektosigmoid adalah kontraksi

peristaltik involunter secara terus menerus terkadang dibantu oleh manuver valsava.

Kebanyakan pasien dengan malfomasi anorektal menderita gangguan mekanisme motilititas

usus. Pasien yang menjalani anorektoplasti postero-sagittal atau tipe lainnya dari pendekatan

sakroperineal, yang mana kebanyakan bagian distal dari usus dipersiapkan, melihat bukti dari

Page 45: Laporan Atresia Ani New

usus reservoir yang berlebihan (megarektum). Manifestasi klinis utamanya berupa konstipasi,

yang tampak menjadi lebih berat pada pasien dengan lower defects.

Konstipasi yang tidak diterapi adekuat, pengkombinasian penyambungan kolon,

nantinya menyebabkan konstipasi berat, dan siklus yang buruk kemudian hari, dengan

konstipasi yang memburuk mengarah kedilatasi rectosigmoid, mengarah kekonstipasi yang

buruk. Dilatasi rektosigmoid yang berlebihan, dengan sell ganglion yang normal, akan

menunjukkan seperti sebuah tipe miopatik dari kolon hipomotil.

Pasien- pasien dengan malformasi anorektal diterapi dengan teknik dimana bagian

distal dari usus direseksi, dan bermanifetasi sebagai individu tanpa usus reservoir. Situasi ini

sebanding dengan kolostomi perineum. Tergantung jumlah kolon yang direseksi, pasien

mungkin mempunyai tinja yang lunak. Pada kasus seperti ini, manajemen berkelanjutan dari

enema ditambah dengan diet konstipasi, dan diindikasikan pengobatan untuk memperlambat

motilitas kolon.

True fecal incontinence

Untuk pasien dengan inkontinensia fekal, pendekatan ideal adalah program

menajemen bowel terdiri dari menajarkan pasien dan prangtuanya bagaimana membersihkan

kolon sekali sehari sehingga bersih selama 24 jam.Pasien ini tidak bisa mengeluarkan secara

volunter dan mewajibkan mekanisme artificial untuk mengosongkan kolon, enema harian.

Program ini meskipun simpel, implementasinya dengan trial dan eror selama satu minggu.

Pasien dilihat setiap hari dan diambil foto X ray abdomen sehingga bisa dimonitor

setiap hari untuk jumlah dan lokasi dari banyaknya tinja yang tinggal dikolon. Keputusan

apakah tipe dan kualitas enema harus dimodifikasi seperti perubahan diet dan pengobatan

yang dibuat harian. Kira-kira 75% dari semua pasien dengan malformasi mempunyai

perubahan bowel volunter. Episode dari pengeluaran tinja selalu dihubungkan dengan

konstipasi, dan ketika konstipasi ditatalaksana, frekuensi pengeluaran tinja menghilang. Kira-

kira 40% dari perubahan bowel volunter dan tidak pernah, hingga membuat kontinen. 25%

pasien menderita inkontinensia fekal dan harus menerima regimen managemen bowel untuk

membersihkannya.

Salah satu diagnosis dari defek spesifik tidak bisa dipungkiri, prognosis fungsional

bisa cepat diprediksi, dimana penting menghindari timbulnya kesalahan expektasi dari

orangtua.Faktor- faktor diantaranya spina, sakrum, dan otor perineum sering dikonselingkan

pada orangtua. Pasien dengan gangguan perkembangan sakrum banyak menyerupai

Page 46: Laporan Atresia Ani New

inkontinensia dan merupakan prediksi bagus yang dihubungkan dengan masalah penekanan

korda.

Jika defek pasien mempunyai prognosis baik seperti fistula vestibular, fistula perineal,

atresia rektal, fistula rektouretral bulbaris, atau anus imperforata tanpa fistula, salah satu

harus mengharapkan bahwa anak akan mempunyai pergerakan bowel secara volunter saat

usia ke 3 atau 4. Pasien dengan fistula rektoprostatik mempunyai banyak kesempatan yang

sama dari pergerakan bowel volunter atau inkontinesia. Toilet training seharusnya diajarkan

pada usia 3, dan jika tidak berhasil, program management bowel harus dimulai.

Urinary Continence

Inkontinensia urin terjadi pada pasien laki- laki dengan malformasi anorektal hanya

ketika mereka memiliki defek ekstrem atau tidak adanya sakrum, atau ketika prinsip dasar

dari perbaikan surgical tidak diikuti dan nervus yang penting rusak saat operasi. Mayoritas

dari pasien laki- laki mempunyai kontrol saluran kemih. Ini juga ada pada pasien perempuan,

tidak termasuk grup kloaka.

Untuk pasien dengan kloaka, prognosis fungsional dengan menghubungkan

pencapaian kontinens dekal tergantung kompleksitas dari defek dan keadaan spina dan

sakrum. Kontrol urinari berdasarkan panjang dari saluran penghubung. 69% dari pasien

dengan kloaka dengan saluran lebih dari 3 cm wajib kateterisasi secara intermiten,

dibandingkan 20% grup dengan saluran kurang dari 3 cm.

Pasien kebaanyakan dengan bladder neck kompeten, yang wajib dikaterterisasi agar

tetap kering. Jika kateterisasi tidak dilakukan, inkontinensia over flow dapat terjadi. Kadang-

kadang, bladder neck tidak kompeten atau tidak ada, dan dalam hal ini, diversi urin seperti

prosedur mitrofanoff dapat dipertimbangkan. Perlu menjadi perhatian bahwa follow up yang

teratur penting pada pasien untuk akuratnya prognosis dan menghindari permasalahan yang

bisa berdampak pada hasil fungsional akhir.

Page 47: Laporan Atresia Ani New

DAFTAR PUSTAKA

Bhargava P, Mahajan J. K, Kumar A. 2003. Anorectal Malformations in Children. J Indian

Assoc Pediatric Surgery/Jul-Sept/Vol 11/Issue 3

Brunicardi F C. 2003. Schwartz’s principal of surgery: eight edition. New york: McGraw-Hill

medical publishing division

Chandler L R. Congenital Malformations Of The Rectum And Anus: Their Surgical

Treatment. California And Western Medicine Journal Vol. 51, No. 2

Joseph D. 2005. Management Of Anorectal Malformations And Hirschsprung Disease In

Guyana. Dept. of Pediatric Surgery Georgetown Public Hospital Corporation

Kella N, Memon A B, Qureshi G. A. 2006. Urogenital Anomalies Associated with Anorectal

Malformation in Children. World Journal of Medical Sciences 1 (2): 151-154

Levitt, March. 2007. Anorectal Malformation. Orphanet Jurnal of Rare Disease. Department

of Pediatric Surgery Cincinnati USA

Page 48: Laporan Atresia Ani New

Mittal A, et al. 2004. Associated Anomalies with Anorectal Malformation. Indian Journal of

Pediatrics, Volume 71--June, 2004

O'Neill. 2003. Principle of Pediatric Surgery: Imperforate Anus. Elsevier

Sadler T W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman: edisi ke-7. Jakarta: EGC penerbit buku

kedokteran

Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah: edisi 2. Jakarta: EGC penerbit

buku kedokteran

Thayeb. A. Malformasi Anorektal. Pada: Reksoprodjo, S editor. Kumpulan Kuliah Ilmu

Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara