Upload
ruben-harris
View
79
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
atresia ani
Citation preview
PORTOFOLIO KASUS KEDARURATAN
MALFORMASI ANOREKTAL
Disusun oleh:
dr. Frita Dwi Luhuria
Dokter Internship
Pembimbing:
dr. Sepakat Ginting, SpB
Pendamping:
dr. Chadija Adnan
PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIARUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARGA MAKMUR
BENGKULU UTARA
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, dan
hidayah-Nya laporan kasus ini dapat diselesaikan. Laporan ini disusun sebagai salah satu
laporan portofolio dokter internship dibagian kasus kegawatdaruratan.
Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak terutama kepada yang terhormat Bapak/Ibu pembimbing/ spesialis dan Ibu
pendamping kami , penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas
bimbingannya. Tak lupa pula penulis ucapkan terimakasih pada teman- teman dan seluruh
pihak yang memberikan bantuan berupa ilmu, hasil diskusi kelompok, buku-buku referensi
serta hal lainnya. Oleh karena itu penulis berdoa mudah-mudahan segala bantuan yang telah
diberikan selama ini akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik membangun agar dapat memberikan yang lebih
baik di kemudian hari. Akhir kata, mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang memerlukan.
Arga Makmur, 15 Maret 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Malformasi anorektal merupakan suatu spektrum dari anomali kongenital yang terdiri
dari anus imperforata dan kloaka persisten. Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi
anorektal adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk
didalamnya agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rkti. Sedangkan kloaka persisten
diakibatkan karena pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus
tidak terjadi.
Malformasi anorektal terjadi setiap 1 dari 5.000 kelahiran. Anomali ini penting
dihubungkan dengan defek pada genitourinaria berupa fistula, dimana 50% terjadi pada
semua pasien dengan malformasi anorektal. Anomali dari spinal termasuk penekanan spinal
cord bisa juga terjadi. Keabnormalan ini disebut intravertebral fixation dari phylum terminale
yang diketahui terjadi sekitar 25% dari pasien.
Kerusakan yang paling sering terjadi pada pria adalah anus imperforata denga fistula
rektouretra, diikuti fistula rektoperineum kemudian fistula rektovesika atau bladder neck.
Pada wanita, yang tersering adalah defek rektovestibuler, kemudian fistula
kutaneusperineal.Yang ketiga yang tersering adalah persisten kloaka
Etiologi dari malformasi belum jelas dan diduga sebagai multifaktorial. Ada beberapa
alasan untuk percaya bahwa komponen genetik ikut terlibat. Kelainan bawaan anus ini
tampak sebagai gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan
embriogenik. Banyak anak-anak dengan malformasi ini memiliki anus imperforata karena
mereka tidak memiliki lubang dimana seharusnya anus ada. Walaupun istilah ini menjelaskan
penampilan luar dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada kompleksitas sebenarnya dari
malformasi. Ketika malformasi terjadi, otot dan saraf yang berhubungan dengan anus juga
sering mengalami malformasi dalam derajat yang sama.
Pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir dengan memperhatikan ada tidaknya kelainan
dapat membantu mendiagnosa kelainan ini lebih awal. Evaluasi radiologi dari seorang bayi
dengan anus imperforata menggunakan sebuah USG abdominal dapat dilakukan untuk
mengevaluasi anomali urologi. Sinar X dengan posisi Crosstable Lateral Radiograph dapat
membantu melihat perjalan udara pada distal rektum. Jika spina tidak dievaluasi pada saat
baru lahir dengan USG, MRI diperlukan setelah usia 3 bulan untuk menyingkirkan terjadinya
penekanan korda atau anomali spina lainnya.
Manajemen dari malfomasi anorektal pada periode neonatal sangatlah krusial karena
akan menentukan masa depan dari sang anak. Keputusan yang paling penting adalah apakah
pasien memerlukan kolostomi dan diversi urin untuk mencegah sepsis dan asidosis
metabolik. Penanganan secara bedah diperlukan untuk memperbaiki defek ini. Tahun 1980
diperkenalkan metode posterior sagital, dimana operasi ini menilai anatomi dari defek lebih
awal, memperbaiki, dan mempelajari anatomi kompleks ada tidaknya junction dari sistem
rectum dan traktus genitalia. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang anatominya,
diagnosis yang lebih cepat dari malformasi anorektal dan defek yang berkaitan dan
bertambahnya pengalaman dalam memanajemen, akan didapatkan dengan hasil yang lebih
baik.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Nama : By. Ny. Lastri Agama : Islam
Umur : 2 hari Bangsa : Indonesia
Jenis Kelamin : Laki- laki CM : 009081
Alamat : Suka Makmur Masuk RS : 22 Januari 2014
Pkl 11.00 WIB
ANAMNESIS (Alloanamnesis dari ibu kandung)
Keluhan Utama :
Tidak memiliki lubang anus
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Pasien tidak memiliki lubang anus yang baru diketahui ibunya 3 jam sebelum masuk
rumah sakit. Ibu pasien melihat ada warna kehitaman dibagian bawah dari kantong
kemaluan saat memandikan pasien.
- Pasien belum ada BAB dan buang angin sejak lahir. Pasien gelisah dan perut
kembung sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
- Pasien muntah lebih dari 10 kali sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Muntah
berwarna kekuningan, tidak menyemprot, konsistensinya cair dan tidak bercampur
darah. Banyak muntah lebih kurang ¼ gelas kecil setiap kali muntah.
- Pasien adalah bayi baru lahir, lahir di puskesmas, ditolong bidan, pengeluaran
mekonium dan ada tidaknya lubang anus tidak dinilai setelah kelahiran.
- Demam (-), riwayat muntah menyemprot dan tersedak sesaat setelah diberi Asi (-),
riwayat BAK berwarna coklat kehitaman dan berbau (-)
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan seperti ini
Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit kongenital lain
Riwayat Kehamilan Ibu :
Penyakit : Ibu tidak memiliki penyakit saat hamil
Pemeriksaan kehamilan : Kontrol teratur ke bidan dan RS
Ibu tidak merokok dan tidak mengkonsumsi obat jangka lama maupun alkohol
Kualitas dan kuantitas makanan baik
Kehamilan cukup bulan
Riwayat Persalinan :
Anak kedua dari dua bersaudara, lahir secara spontan, ditolong bidan puskesmas dengan BBL
2700 gram dan PBL 48 cm, ketuban jernih, langsung menangis kuat. Tidak ada riwayat
kuning, kebiruan dan sesak nafas
Riwayat Makanan dan Minuman :
- Bayi : Asi umur 0 hr – sekarang
Riwayat Imunisasi :
Hepatitis B umur 0 hr
PEMERIKSAAN FISIK :
Keadaan umum : Tampak gelisah
Kesadaran : Sadar
Tanda vital
Frekuensi jantung : 128 x /menit
Frekuensi nafas : 44 x/ menit
Suhu : 37, 6 oC
Berat badan : 2,7 kg
Status Generalisata :
Kulit : Teraba hangat, sianosis tidak ada, turgor kulit baik
KGB : Tidak ditemukan pembesaran KGB
Kepala : Bulat, normochepal, ubun- ubun besar tidak membonjol
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor 2mm/2mm
Mulut : Sianosis sirkum oral tidak ada, reflek isap (+)
THT : Tidak ditemukan kelainan
Leher : Tidak ditemukan kelainan, JVP sulit dinilai
Toraks :
Paru - Inspeksi : Normochest, simetris, retraksi tidak ada
- Palpasi : Fremitus sulit dinilai
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : Bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung - Inspeksi : Ictus tidak terlihat
- Palpasi : Ictus teraba LMCS RIC V
- Perkusi : Batas jantung sulit ditentukan
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 S2 murni, reguler, bising tidak ada
Abdomen : - Inspeksi : Tampak membuncit, distensi (+)
- Palpasi : Supel, hepar teraba ¼ - ¼, lien tidak teraba
- Perkusi : Hipertimpani
- Auskultasi : Bising usus (+) normal meningkat
Genitalia : Tampak anus dimple (+), black ribbon (+), alat kelamin tidak ada kelainan
Ekstremitas: Akral hangat, refilling kapiler baik, reflek fisiologis (+/+), reflek patologis (-/-) ,
Tanda ransangan meningeal (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM :
Darah Lengkap
Hb : 16,6 gr/dl Hematokrit : 48 %
Leukosit : 12.900 sel/mm3 Diff. Count : 0/0/0/74/15/11
Trombosit : 435.000 sel/mm3
DIAGNOSIS KERJA :
Malformasi anorektal
DIAGNOSIS BANDING :
-
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
- Foto polos abdomen
- USG abdomen
- CT-Scan
- MRI
PENATALAKSANAAN :
- IVFD KAEN 4A 8 tpm
- Konsul dr.Moretta, Sp.A
Non Farmakologi :
- Pasang NGT
- Puasa
- Foto polos abdomen knee chest positio
- Konsul dr. Sepakat, Sp.B
Hasil :
Gambar : Foto Polos Abdomen. Marker M menunjukkan meatus
Farmakologi :
- Ampicillin 2 x 135 mg
- Gentamicin 8 mg/18 jam
- Metronidazole 3 x 30 mg
DIAGNOSA : Atresia Ani Letak Rendah
PENATALAKSANAAN : Anoplasty
Laporan Operasi :
Dilakukan pembedahan mayor emergensi berupa anoplasty dengan lama operasi 1 ½ jam,
dilakukan dengan tahapan :
- Posisi litotomi
- Anastesi infiltrasi sekitar anus
- Insisi 1 cm
- Jahit sirkuler
- Pasang rectal tube no.24
- Fixasi
- Lanjut spooling dengan Nacl 0,9 % keluar mekonium (+)
Gambar : Foto Polos Abdomen. Tampak distribusi udara berjarak <1cm dari M
Follow Up :
22 Januari 2014
S/ Aktif
Perut kembung (-)
Tangis kuat (+)
Reflek isap (+)
O/ Torak cor/ pulmo normal
Abdomen distensi (-), lemas,
bising usus normal
A/ Atresia ani letak rendah ,
Post back cut incision
P/ Spooling dengan NaCl
hangat pagi sore 30cc
23 Januari 2014
S/ Aktif
Perut kembung (-)
Tangis kuat (+)
Reflek isap (+)
BAB (+)
O/ Torak cor/ pulmo normal
Abdomen distensi (-), lemas, hepar lien
tidak teraba ,bising usus normal
A/ Post Anoplasti ec. Atresia ani letak
rendah hr I
P/ KAEN 4A 8 tpm micro
Ampisilin 2 x 135 mg
Gentamicin 8 mg / 18 jam
Metronidazol 3 x 30 mg
Spooling dengan NaCl hangat pagi sore
30cc
Asi 12 x 5 cc
24 Januari 2014
S/ Aktif
Perut kembung (-)
Reflek isap (+)
BAB (+)
O/ Torak cor/ pulmo normal
Abdomen distensi (-), lemas
A/ Post Anoplasti ec. Atresia
ani letak rendah hr-II
P/ KAEN 4A 8 tpm micro
Ampisilin 2 x 135 mg
Gentamicin 8 mg / 18 jam
Metronidazol 3 x 30 mg
Spooling dengan NaCl
hangat pagi sore 30cc
Asi 12 x 5 cc
Aff NGT
25 Januari 2014
S/ Aktif
Perut kembung (-)
BAB (+)
O/ Torak cor/ pulmo normal
Abdomen distensi (-), lemas
A/ Post Anoplasti ec. Atresia ani letak
rendah hr-III
P/ KAEN 4A 8 tpm micro
Ampisilin 2 x 135 mg
Gentamicin 8 mg / 18 jam
Metronidazol 3 x 30 mg
Spooling dengan NaCl
Asi 12 x 5cc PO
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Malformasi anorektal merupakan suatu spektrum dari anomali kongenital yang terdiri
dari anus imperforata dan kloaka persisten. Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi
anorektal adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk
didalamnya agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rkti. Sedangkan kloaka persisten
diakibatkan karena pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus
tidak terjadi.
3.2 Epidemiologi
Terjadi rata-rata 1 kasus dalam 5000 kelahiran. Lebih dari 50% pasien memiliki
kelainan kongenital lain, yaitu kelainan traktus urogenital (30%), jantung (75%), saluran
cerna dan tulang.
Kerusakan yang paling sering terjadi pada pria adalah anus imperforata dengan fistula
rektouretra, diikuti fistula rektoperineum kemudian fistula rektovesika atau bladder neck.
Pada wanita, yang tersering adalah defek rektovestibuler, kemudian fistula kutaneusperineal.
Ketiga yang tersering adalah persisten kloaka. Lesi ini adalah malformasi yang berspektrum
luas dimana rektum, vagina, dan traktus urinarius bertemu dan bersatu membentuk satu
saluran.
Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan bahwa malformasi
letak rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi.
3.3 Embriologi
Secara embriologis, saluran pencernaan berasal dari Foregut, Midgut dan Hindgut.
Foregut akan membentuk faring, sistem pernapasan bagian bawah, esofagus, lambung
sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut membentuk usus halus,
sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon ascenden sampai pertengahan kolon
transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membran kloaka, membran ini tersusun
dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm / analpit . Hindgut membentuk sepertiga
distal dan kolon tranversum , kolon desenden, sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani.
Endoderm hindgut ini juga membentuk lapisan dalam kandung kemih dan uretra. Bagian
akhir hindgut bermuara ke dalam kloaka, suatu rongga yang dilapisi endoderm yang
berhubungan langsung dengan ektoderm permukaan. Daerah pertemuan antara endoderm dan
ektoderm membentuk membrana kloaka.
Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu septum urorektal,
pada sudut antara allantois dan usus belakang. Sekat ini tumbuh ke arah kaudal, karena itu
membagi kloaka menjadi bagian depan, yaitu sinus urogenitalis primitif, dan bagian
posterior, yaitu kanalis anorektalis. Ketika mudigah berumur 7 minggu, septum urorektal
mencapai membran kloaka, dan di daerah ini terbentuklah korpus perinealis. Membran
kloakalis kemudian terbagi menjadi membrana analis di belakang, dan membran urogenitalis
di depan.
Sementara itu, membrana analis dikelilingi oleh tonjolan-tonjolan mesenkim, dan pada
minggu ke-8 selaput ini terletak di dasar cekungan ektoderm, yang dikenal sebagai celah anus
atau proktoderm. Pada minggu ke-9 membran analis koyak, dan terbukalah jalan antara
rektum dengan dunia luar. Bagian atas kanalis analis berasal dari endoderm dan diperdarahi
oleh pembuluh nadi hindgut, yaitu arteri mesenterika inferior. Akan tetapi sepertiga bagian
bawah kanalis analis berasal dari ektoderm dan diperdarahi oleh aa. Rektales, yang
merupakan cabang dari arteri pudenda interna. Tempat persambungan antara bagian
endoderm dan ektoderm dibentuk oleh linea pektinata, yang terdapat tepat di bawah kolumna
analis. Pada garis ini, epitel berubah dari epitel torak menjadi epitel berlapis gepeng. Usus
terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang
lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator.
Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan
proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya
tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter.
Tahap-tahap pertumbuhan terjadi pada formasi anatomi normal dari bagian bawah yaitu
anus, rektum dan saluran urogenital. Pada minggu ke-4 pertumbuhan terdapat kloaka dan
struktur yang disebut membran kloaka. Kloaka adalah struktur normal pada burung dan ada
pada manusia untuk waktu yang singkat pada tahap pertumbuhan. Sebelum manusia lahir,
kloaka adalah struktur dimana kolon, saluran urin, dan genital bermuara kemudian keluar dari
tubuh melalui satu lubang. Manusia melalui suatu tahap pertumbuhan dimana kloaka
merupakan struktur yang normal, kemudian tumbuh lubang yang terpisah untuk rektum dan
traktus urin dan pada wanita juga terbentuk vagina. Perkembangan normal ini juga terjadi
pada perkembangan struktur yang disebut membran kloaka. Jika membran ini tidak
berkembang normal, kloaka mungkin masih terdapat setelah kelahiran pada wanita atau pada
pria akan berkembang bentuk dari anus imperforata.
3.4 Anatomi dan Fisiologi
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ektoderm,
sedangkan rektum berasal dari endoderm. Karena perbedaan asal anus dan rektum ini maka
perdarahan, persarafan, serta penyaliran vena dan limfanya juga berbeda, demikian pula
epitel yang menutupinya. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis
analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. Tidak ada
yang disebut mukosa anus. Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan
perubahan jenis, epitel. Kanalis analis dan kulit luar di sekitarnya kaya akan persarafan
sensoris somatik dan peka terhadap rangsangan nyeri, sedangkan mukosa rectum mempunyai
persarafan autonom dan tidak peka terhadap nyeri. Nyeri bukanlah gejala awal pengidap
karsinoma rektum, sementara fisura anus nyeri sekali.
Darah vena di atas garis anorektum mengalir melalui sistem porta, sedangkan yang
berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melalui cabang v.iliaka. Distribusi ini menjadi
penting dalam upaya memahami cara penyebaran keganasan dan infeksi serta
terbentuknyahemoroid. Sistem limf dari rektum mengalirkan isinya melalui pembuluh limf
sepanjang pembuluh hemoroidalis superior ke arah kelenjar limf paraaorta melalui kelenjar
limf iliaka interna, sedangkan limf yang berasal dari kanalis analis mengalir ke arah kelenjar
inguinal. Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 sentimeter. Sumbunya mengarah
ke ventrokranial yaitu ke arah umbilikus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal dengan
rektum dalam keadaan istirahat Pada saat defekasi sudut ini menjadi lebih besar. Batas atas
kanalis anus disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinata, atau linea dentata. Di
daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum. Infeksi yang
terjadi di sini dapat menimbulkan abses, anorektum yang dapat membentuk fistel. Lekukan
antar-sfingter sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu melakukan colok dubur
Usus besar terdiri atas kolon, rektum dan anus. Di dalam kolon tidak terjadi pencernaan. Sisa
makanan yang tidak dicerna di dorong ke bagian belakang dengan gerakan peristaltik. Air
dan garam mineral diabsorbsi kembali oleh dinding kolon yaitu kolon ascendens. Sisa
makanan berada pada kolon selama 1 sampai 4 hari.
Pada waktu pembusukan dibantu oleh bacteria E. Coli. Selanjutnya dengan gerakan
peristaltik, sisa makanan terdorong sedikit demi sedikit ke tempat penampungan tinja yaitu di
rektum. Apabila lambung dan usus halus telah terisi makanan kembali akan merangsang
kolon untuk melakukan defekasi (reflek gastrokolik). Peregangan rektum oleh feses akan
mencetuskan kontraksi reflek otot-otot rektum dan keinginan BAB pada saat tekanan rektum
meningkat sampai sekitar 18 mmHg.
Apabila tekanan ini mencapai 15 mmHg, sfingter interior maupun eksterior melemas
dan isi rektum terdorong keluar. Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter eksterior
tercapai, terjadilah kontraksi otot-otot abdomen (mengejan), sehingga membantu refleks
pengosongan rektum yang teregang.
Distensi dari rectum oleh feses menginisiasi kontraksi reflex dari otot-ototnya dan
membuat keinginan untuk BAB. Pada manusia, saraf simpatis mensuplai sfingter anal
internasebagai eksitatori, dimana parasimpatisnya sebagai inhibitor. Sfingter ini rileks ketika
rectum distensi. Suplai saraf ke sfingter anal eksterna, otot skeletal berasal dari saraf
pudenda. Sfingter ini terjaga dalam keadaan kontraksi tonik, dan adanya distensi yang
bertambah pada rectum akan menambah tekanan dari kontraksi otot. Keinginan untuk BAB
pertama kali muncul pada saat tekanan rectum sekitar 18 mmHg. Ketika tekanan mencapai 55
mmHg, sfingter interna maupun eksterna rileks dan isi dari rectum dikeluarkan.
Kontinensia berhubungan dengan fungsi normal dari otot sfingter yang mengelilingi
anus dan rektum dan derajat dimana mereka ada dan mendapatkan stimulasi saraf yang
cukup. Perkembangan sakrum terjadi pada saat yang sama dengan perkembangan anus,
rektum, dan sfingter. Ini adalah hal yang penting karena saraf yang terletak dekat sacrum
yang mensuplai otot sfingter yang mengontrol kontinensia. Jika sakrum tidak berkembang
normal, saraf ini mungkin tidak berkembang atau tidak berfungsi normal. Pada
perkembangannya terdapat reseptor sensori pada garis dasar dari anal kanal yang penting
untuk kontinensia. Bagian ini mungkin tidak ada pada anak dengan anus imperforata.
Nomalnya manusia memiliki 3 kelompok otot di sekitar anus dan rektum yang penting untuk
kontinensia. Sfingter eksterna, sfingter interna, dan kompleks levator. Anak yang lahir
dengan anus imperforata memiliki disfungsi atau tidak adanya komponen ini. Sfingter interna
dan eksterna mengontrol kemampuan untuk membuat anus menutup. Beberapa bagian dari
muskulus levator ani berbentuk seperti kerucut yang mengelilingi anus dan rektum. Ketika
otot ini mengkerut maka rektum akan tertarik ke depan menambah sudut usus besar sebelum
masuk anal kanal. Sudut rektoanal yang tepat dapat membantu mempertahankan kontinensia
dengan manghambat feses yang terbentuk memasuki anal kanal. Otot levator juga disuplai
oleh saraf yang dekat dengan sakrum, hal ini penting jarena sebagai aturan umum, jika ada
bagian dari sakrum yang hilang maka saraf yang berhubungan dengan sakrum tersebut
mungkin juga tidak ada.
Sistem Otot
Otot dasar pelvis terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian posterior disebut sebagai otot
diafragmatik dan bagian anteromedial disebut sebagai kelompok pubovisceral. Otot
diafragmatik berasal dari membran obturator dan Ischium sampai ke spinal ischiadika
kemudian berlanjut ke medial dan ke bawah masuk ke raphe anokosageal, serat anterior
berlanjut ke serat posterienor membentuk suatu lembaran otot dengan otot kontralateral.
Raphe anokoksigeal berjalan ke bawah dan ke depan dari perlekatan sacrum dan tulang
koksigeus menuju otot sfingter internus dan puborectal sling complex masuk ke canalis ani
melalui mucocutaneus junction. Kelompok pubovisceral berasal dari bagian belakang pubis
berjalan turun ke medial dan ke belakang masuk ke viscera pelvis dan perineal body. Pada
laki-laki kelompok otot ini terdiri dari pubovaginalis dan puboperineus. Di bagian posterior
kelompok otot ini masuk ke kanalis ani dan perianal membentuk otot puboanalis
Otot elevator ani membentuk diafragma pelvis serta bagian atas kanalis ani sedangkan
bagian dasarnya adalah otot sfingter dan ani eksternus. Antara otot levator ani dan sfingter
ani intrenus disebut sebagai muscle complex atau vertical fibre. Secara rinci kanalis ani
terdiri dari otot ischiococygeus, otot iliococygeus, otot pubococygeus, otot sfiongter
ekstrenus superfisialis dan profunda. Sedangkan lapisan yang berfungsi sebagai sfingter
internus pada individu normal adalah ketebalan lapisan sirkuler dari otot involunter usus di
sekitar anorektal
Pembuluh darah dan persarafan
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm,
sedangkan rectum berasal dari entoderm. Karen perbedaan asal anus dan rectum ini maka
perdarahan, persarafan, serta pengaliran vena dan limfenya berbeda juga, demikian pula
epitel yang menutupinya. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis
analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulkit luar. Daerah batas
rectum dan kanalis analis ditandai oleh perubahan jenis epitel. Kanalis analis dana kulit luat
disekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatic dan peka terhadap rangsangan nyeri,
diperdarahi oleh arteri rectalis superior dan vena rectalis superior, pembuluh limfatiknya
menuju ke pelvis. Sedangkan mukosa rectum mempunyai persarafan otonom yang tidak peka
terhadap rangsangan nyeri, diperdarahi oleh arteri rectalis inferior, dan vena rectalis
inferior, Pembulih limfatiknya menuju ke inguinal.
Persarafan parasimpatik dikendalikan oleh nervus sakralis ketiga dan keempat bagian
depan yang member percabangan ke rectum, nervus tersebut melanjutkan rangsangan dari
ganglia pada pleksus Auerbach. Nervus tersebut bertindak sebagai saraf motorik pada
dinding usus dan rectum, menghambat kerja sfingter internus dan serabut sensoris pada
distensi rectal.
Persarafan simpatis berasal dari cabang kedua , ketiga dan keempat ganglia lumbalis
dan pleksus preaortikus. Nervus tersbut membentuk pleksus hipogastrikus pada vertebra
lumbalis kelima,kemudian turun melalui dinding pelvis bagian posterolateral sebagai nervus
presakralis dan bergabung dengan dengan ganglion pelvic dibagian posterolateral. Nervus
tersebut bekerja sebagai penghambat kerja dinding usus dan saraf motorik dari otot sfingter
internus
Sebagian otot levator terutama pada bagian atas (kelompok ischiococcygeus ) dan
bagian anterior (termasuk serabut vertical muscle complex). Yang disebut dengan kelompok
pobococcygeus, menerima inervasi dari cabang anterior nervus sakralis ketiga dan keempat.
Percabangan ini membentuk persarafan yang berjalan dibagaian atas pernukaan otot levator.
Nervus pudendus yang berasal dari nervus sakralis kedua, ketiga dan keempat juga
memberikan innervasi otot levator. Bagian bawah otot levator dikenal sebagai kelompok
puborektalis seperti pada otot sfingter eksternus menerima innervasi dari cabang perineal
nervus sakralis keempat dan dari cabang hemoroidalis inferior dan perineal dari nervus
pudendus.
Kanalis ani termasuk 1 cm diatas garis rektinea sampai kebawah dekat kulit , sensitive
terhadap rangsang nyeri (intraepithelial), raba (korpuskulum Meissner), Dingin (bulbus
Krause), tekanan (korpuskulum paccini dan Golgi Mazzoni), serta gesekan (korpuskulum
genital). Rectum tidak sensitive terhadap rangsang tersebut, tetapi adanya sensasi berupa
distensi rectal karena persarafan parasimpatis otot polos dan oleh reseptor propioseptif di otot
volunteer akan merangsang rectum.
Sistem Limfatik
Aliran limfe dari garis dentate ke proksimal mengikuti aliran arteri hemoroidalis
superior. Aliran diseblah distal garis dentate mengalir ke limfonodi hemoroidalis inferior
dank e limfonodi inguinalis.
Aliran limfe diatas valvula analis ke limfonodi para rektalis kemudian ke limfenodi
mesenterika inferior, sedang aliran dibawah valvula ke limfonodi iliaka interna dan inguinalis
superficialis.
Inervasi
Inervasi dari rectum melalui saraf simpatis dan parasimpatis, saraf simpatis berasal dari
segmen L1-3, membentuk plexus mesenterikus inferior, melewati plexus hipogastrik
superior, dan turun sebagai saraf hipogastrik untuk plexus pelviks.
Saraf parasimpatis berasal dari sacral dua, tiga, dan empat dan bergabung dengan saraf
hipogastrik anterior dan lateral menuju ke rectum dan membentuk plexus pelviks, dandimana
serat lewat untuk membentuk plexus periprostatik. Setelah melewati plexus pelvis dan
periprostatik Serat saraf simpatik dan parasimpatik menuju rectum dan sfingter anal juga
prostat, buli-buli, dan penis. Cedera pada saraf ini dapat menyebabkan impotensi, disfungsi
buli-buli, dan kehilangan mekanisme normal dari defekasi.
Sfingter interna diinervasi oleh serat dari simpatik dan parasmpatik. Keduanya
merupakan inhibitor dan menahan sfingter dalam keadaan kontraksi yang konstans. Sfingter
eksterna adalah otot skeletal yang diinervasi oleh saraf pudendan dengan serat yang berasal
dar S2-4.
Segmen saraf yang berasal dari bagian sakrum mensuplai anus dan rektum, uretra,buli-
buli, dan vagina, termasuk berbagai komponen dari kompleks levator ani (otot dan pelvis).
Saraf ini juga berfungsi sebagai reseptor sensoris kulit pada anus dan kulit sekitarnya. Batas
dari anal kanal dan kulit di sekitar anus sangtlah sensitif terhadap rasa sakit, sentuhan dingin,
tekanan, regangan, dan gesekan. Bukti menunjukkan bahwa reseptor sensori yang sejenis
terdapat pada otot-otot pelvis yang mengelilingi. Reseptor ini dapat membedakan isi rektum
yang keras, cair, atau gas. Anal kanal dan rektum di atas batas anal adalah yang paling tidak
sensitif terhadap nyeri tetapi sangat sensitif terhadap regangan.
Kontinensia feses terjadi pada saat batas anal, dinding rektum, dan otot
yangmengelilinginya menerima sensasi yang cukup dan diproses secara normal pada otak dan
kemudian sinyal yang cukup dikirim kembali ke berbagai otot yang mengontrol kontinensia.
Pada keadaan yang normal anal kanal tertutup kecuali ketika terjadi pergerakan usus. Ketika
defekasi terjadi, tekanan abdomen meningkat dan menyebabkan dinding pelvis melemah dan
otot-otot yang membuat kontinensia menjadi rileks.
Fisiologi dan fungsi
Fungsi anorektal secara normal adalah motilitas kolon yaitu mengeluarkan isi feses dari
kolon ke rectum; fungsi defekasi yaitu mengeluarkan feces secara intermitten dari rectum;
menahan isi usus agar tidak keluar pada saat tidak defekasi. Fungsi fungsi tercebut saling
berkaitan satu dengan yang lain dan adanya ketidak seimbangan akan menyebabkan
ketidaknormalan yang mempengaruhi masing-masing fungsi.
Motilitas Kolon
Motilitas kolon berbeda dengan motilitas usus dimana gelombang peristaltik
digantioleh adnya gerakan massa feces yang propulsive disepanjang kolon. Motilitas kolon
diatur oleh aktifitas listrik myogenik yang diperantarai oleh persarafan intriksik dan pleksus
mienterikus. Sebaliknya hal ini juga dirangsang oleh innervasi ekstrinsik dadn reflex humoral
seperti gastrokolik dan ileokolik. Motilitas kolon berfungsi untuk abssorbsi cairan dan
pendorongan massa pada waktu defekasi. Gerakan dari sigmoid ke rectum dihambat oleh
beberapa mekanisme yang digunakan oleh kontinensi.
Kontinensi
Kontinensi adalah kemampuan untuk mempertahankan feses dalam hal ini sangat
tergantung pada konsistensi feses, tekanan dalam anus, tekanan rectum, serta sudut anorektal.
Feses yang cair sulit dipertahankan dalam anus.
Kontinensi diatur oleh mekanisme volunter dan involunter yang menjaga hambatan
secara anatomiis dan fisiologis jalannya feses ke rectum dan anus. Penghambat terbesar
secara fisiologi adalah sudut antara anus dan rectum yang dihasilkan oleh otot levator ani
bagian puborektal anterior dan superior dan otot ini berkontraksi secara involunter. Adanya
perbedaan antara tekanan adan aktivitas motorik anus, rectum, dan sigmoid juga
menyebabkan progresifitas pelepasan feses terlambat. Kontraksi sfingter ani eksternus seperti
pada puborektalis diaktivasi secara involunter dengan distensi rectum dan dapat
meningkatkan secara volunteer selama 1-2 menit. Tekanan istirahat dalam anus kurang lebih
25-100 mmHg, dalam rectum 5-20 mmHg. Apabila sudut antara anus dan rectum lebih dari
80° maka feses akan sulit dipertahankan.
Defekasi
Pada bayi baru lahir defekasi bersifat ototnom tetapi dengan perkembangan, maturitas
defekasi dapat diatur. Pemindahan feses dari kolon sigmoid ke rectum kadang dicetuskan
juga oleh rangsang makanan terutama pada bayi. Apabila rectum terisi feses maka akan
dirasakan oleh rectum sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi. Rektum mempunyai
kemampuan yang lhas untuk mengenal dan memisahkan bahan padat, cair, dan gas.
Syarat untuk terjadinya defekasi normal adalah persarafan sensible untuk sensasi isi
rectum dan persarafan sfingter ani untuk kontraksi dan relaksasi, peristaltic kolon dan rectum
normal, dan struktur organ panggul yang normal. Sikap badan waktu defekasi juga
memegang peranan yang penting. Defekasi terjadi akibat peristaltic rectum, relaksasi sfingter
ani eksternus, dan dibantu mengedan
3.5 Patofisiologi
Malformasi anorektal terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala
akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi
sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara
rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina)
atau perineum (rektovestibuler). Pada laki2 biasanya letak tinggi , umumnya fistula menuju
ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika). pada letak rendah fistula menuju ke urethra
(rektourethralis).
Atresia anorektal terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan. Secara
embriologis hindgut dari apparatus genitourinarius yang terletak di depannya atau mekanisme
pemisahan struktur yang melakukan penetrasi sampai perineum. Pada atresia letak tinggi atau
supra levator, septum urorektal turun secara tidak sempurna atau berhenti pada suatu tempat
jalan penurunannya
Urorektal dan rektovaginal bisa terjadi karena septum urorektal turun ke bagian kaudal
tidak cukup jauh, sehingga lubang paling akhir dari hindgut berbelak ke anterior sehingga
lubang akhir hindgut menuju ke uretra atau ke vagina. Atresia rektoanal mungkin dapat
meninggalkan jaringan fibrous atau hilangnya segmen dari rektum dan anus, defek ini
mungkin terjadi karena adanya cedera vaskular pada regio ini sama dengan yang
menyebabkan atresi pada bagian lain dari usus. Anus imperforata terjadi ketika membran anal
gagal untuk hancur.
3.6 Etiologi
Etiologi dari malformasi belum jelas dan diduga sebagai multifaktorial. Ada beberapa
alasan untuk percaya bahwa komponen genetik ikut terlibat. Pada tahun 1950, resiko pada
saudara kandung dari seorang pasien dengan malformasi anorektal untuk lahir dengan
malformasi, sebanyak 1 dalam 100 kasus, setara dengan insiden kira-kira 1 dalam 5000
populasi keseluruhan. Sejak saat itu dilaporkan keluarga- keluarga dengan 2 atau lebih
anggota yang mengalami malformasi anorektal dengan multisystem syndromes.
Mutasi dalam gen spesific encoding transkription factors terlihat pada pasien Townes-
Broks syndrome, Currarino’s syndrome, and Pallister-Hall syndrome, pewarisan secara
autosomal dominan. Selain itu, telah ditemukan bahwa tidak hanya peningkatan insiden
malformasi anorektal pada pasien dengan trisomy 21 (sindrom down), tetapi 95% dari pasien
dengan trisomy 21 dan malformasi anorektal mempunyai anus imperforata tanpa fistula,
dibandingkan dengan hanya 5% dari semua pasien dengan malformasi anorektal.
Berdasarkan data ini, tergambar bahwa mutasi dari variasi gen yang berbeda bisa berakhir
dengan malformasi anorektal, atau etiologi dari malformasi anorektal itu adalah multigenic.
3.7 Klasifikasi
Klasifikasi yang paling sering digunakan untuk malformasi anorektal adalah klasifikasi
Wingspread yang membagi malformasi anorektal menjadi letak tinggi, intermedia dan letak
rendah. Akan tetapi terdapat juga klasifikasi lain yang bermanfaat untuk tujuan terapi dan
prognosis.
Melbourne membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang melewati ischii kelainan
disebut :
Letak tinggi rektum berakhir diatas m.levator ani (m.pubo coxigeus)
Letak rendah rektum berakhir dibawah m.levator ani
Modifikasi Klasifikasi (Wingspread 1984)
Penggolongan anatomis untuk terapi dan prognosis:
Laki-laki:
Golongan I Tindakan
1.Fistel urine Kolostomi neonatus
2.Atresia rekti Operasi definitif
3.Perineum datar Usia 4-6 bulan
4.Tanpa fistel. Udara > 1 cm
dari kulit pada invertogram
Golongan II Tindakan
1.Fistel perineum
2.Membran anal meconeum tract Operasi definitif pada neonatus
3.Stenosis ani Tanpa kolostomi
4.Bucket handle
5.Tanpa fistel. Udara < 1 cm
dari kulit pada invertogram
Wanita:
Golongan I Tindakan
1. Kloaka
2. Fistel vagina Kolostomi neonatus
3. Fistel vestibulum ano atau Usia 4-6 bulan
rekto, vestibules
4. Atresia rekti
5.Tanpa fistel. Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram
Golongan II Tindakan
1.Fistel perineum
2.Stenosis Operasi definitif pada neonatus
3.Tanpa fistel. Udara > 1 cm
dari kulit pada invertogram
Tabel klasifikasi dari anorectal malformation
Gambaran Malformasi Anorektal pada Laki-Laki
Gambaran Malformasi Anorektal pada Perempuan
3.8 Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi dalam waktu 24-48 jam.
Gejala itu dapat berupa:
1. Perut kembung
2. Muntah
3. Tidak bisa buang air besar
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana
terdapat penyumbatan.
Sebagian besar bayi dengan anus imperforata memiliki satu atau lebih abnormalitas
yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak
abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan
itu ditemukan secara kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa
seperti kelainan kardiovaskuler.
Normal Male Anatomy Recto Uretra Bulbar Fistula (low) Recto Bladder Neck Fistula
Untuk menegakkan diagnosis Malformasi anorektal adalah dengan anamnesis dan
pemeriksaan perineum yang teliti.
Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula
Bila ada fistula pada perineum (mekoneum +) kemungkinan letak rendah
Persisten kloaka dapat didiagnosa secara klinik. Adanya lubang tunggal pada perineum
merupakan suatu petunjuk klinik dari kloaka persisten. Genitalia eksternanya sering
berukuran kecil. Pada pemeriksaan abdomen terkadang dapat ditemukan massa pada
abdomen, yang mungkin merupakan vagina yang mengalami distensi (hidrokolpos) dan ini
ada pada 50% pasien dengan kloaka persisten. Untuk menegakkan diagnosis Malformasi
anorektal adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan perineum yang teliti .
PENA menggunakan cara sebagai berikut:
1 . Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urine bila :
Fistel perianal (+) , bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti atresia
letakrendah, dilakukan Minimal PSARP tanpa kolostomi
Mekoneum (+) atresia letak tinggi dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan 8
minggu kemudian dilakukan tindakan definitif.
Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram . Bila :
Akhiran rektum < 1 cm dari kulit disebut letak rendah
· Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi
Pada laki-laki fistel dapat berupa rectovesikalis, rektourethralis dan rektoperinealis.
2 . Pada bayi perempuan 90 % malformasi anorektal disertai dengan fistel. Bila ditemukan
Fistel perineal (+) minimal PSARP tanpa kolostomi.
Fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
Fistel (-) invertrogram :
- Akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti
- Akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu
Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum, vestibulum
atau fistel perianal berarti letak rendah. Bila Pada pemeriksaan Fistel (-) Letak tinggi atau
rendah. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisi udara,
dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertical dengan kepala
dibawah) atau knee chest position (sujud) bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling
distal.
Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.
A. Pemeriksaan klinis
1. Pemeriksaan neonatus secara keseluruhan untuk mengetahui umur kehamilan, berat,
temperature, warna, tangisan, pernapasan, ada tidaknya jaundice, distensi abdomen,
septicemia, dan anomaly congenital lainnya. Yang harus dipertimbangkan adalah:
a. dengan malformasi apakah bayi tersebut lahir,
b. apa yang sudah diakibatkan malformasi tersebut pada bayi.
2. Pemeriksaan untuk menentukan tipe dan asal dari anomali. Secara klinik dapat dilakukan
pada bayi perempuan tetapi tidak semua bayi laki-laki. Pada wanita jumlah lubang pada
perineum sangatlah signifikan. Jika terdapat tiga lubang berarti masalah dapat diatasi cukup
dari perineum, sedangkan jika hanya ada dua atau satu lubang berarti memerlukan
pembedahan.
3. Ada atau tidaknya anomali yang berkaitan. Periode embriologi pada saat ujung kaudal dari
fetus berdiferensiasi (5-24 minggu) merupakan waktu dimana sistem tubuh lainnya juga
sedang berkembang. Sehingga tidak sulit untuk membayangkan jika terjadi defek embriologi
pada waktu ini yang menyebabkan malformasi anorektal juga akan menyebabkan insidensi
yang tinggi dari anomali lainnya. Istilah “asosiasi VACTERL” telah ditentukan untuk
menunjukkan grup non-acak dari anomali yang berkaitan.
Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan rutin tetap harus dilakukan untuk mencari ke lain-lain 50% sampai 60%
penderita ini mempunyai kelainan kongenital di tempat lain.
Yang sering ditemukan adalah:
a. pada traktus genito urinarius
b. kelainan jantung
c. traktus gastrointestinal, misalnya atresia esofagus, atresia duodenum
d. tulang, misalnya tulang radius tidak ada.
Pemeriksaan khusus untuk kelainan anorektal
a. Perempuan
Umumnya pada 80-90% wanita ditemukan fistula ke vestibulum atau vagina, hanya pada 10-
20% tidak ditemukan fistel.
Golongan 1 :
1. Kloaka
Pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak
terjadi. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan
kolostomi.
2. Fistel vagina
Mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses bisa tidak lancar, sebaiknya
cepatdilakukan kolostomi.
3. Fistel vestibulum
Muara fistel di vulva dibawah vagina. Umumnya evakuasi feses lancar selama
penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan
makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.
4. Atresia rekti
Kelainan dimana anus tampak normal, tetapi pada pemeriksaan colok dubur jari tidak
dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segera dilakukan
kolostomi.
5. Tanpa fistel
Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segera
dilakukan kolostomi.
Golongan 2
1. Fistel perineum
Terdapat lubang antara vulva dan tempat dimana lokasi anus normal. Dapat
berbentukanus anterior, tulang anus tampak normal, tetapi marks anus yang rapat ada
di posteriornya.Umumnya menimbulkan obstipasi.
2. Stenosis ani
Lubang anus terletak di lokasi normal, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak
lancar. Sebaiknya secepat mungkin lakukan tetapi definitif
3. Tanpa fistel
Udara < 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segera
dilakukan kolostomi.
b. Laki-laki
Perlu diperhatikan hal-hal seperti bentuk perineum dan adanya fistel, melihat ada
tidaknya mekonium pada urin Dari kedua hal tersebut di atas pada anak laki dapat dibuat
golongan-golongan seperti berikut:
Golongan 1 :
1. Fistel urine
Tampak mekonium keluar dari orificium urethrae eksternum. Fistula dapat terjadi
bilaterdapat fistula baik ke urethra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis untuk
membedakan lokasi fistel ialah dengan memasang kateter urine. Bila keteter terpasang
dan urine jernih, berarti fistel terletak di urethra yang terhalang kateter. Bila dengan
kateter, urine berwarna hijau, berarti fistel ke vesika urinaria. Evakuasi feses tidak
lancar, dan penderita mernedukan kolostomi segera.
2. Atresia rekti. Sama dengan wanita. Perineum datar. Menunjukkan bahwa otot yang
berfungsi untuk kontinensi tidak terbentuk sempurna.
3. Tanpa fistel
Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Karena tidak ada evakuasi feses maka perlu
segera dilakukan kolostomi.
Golongan 2 :
1. Fistel perineum. Sama dengan perempuan.
2. Membran anal. Anus tertutup selaput tipis dan sering tampak bayangan jalan
mekonium di bawah kulit. Evaluasi feses tidak ada. Secepat mungkin sebaiknya
dilakukan terapi definitif.
3. Stenosis ani. Sama dengan perempuan
4. Bucket handle (gagang ember).
Daerah lokasi anus normal tertutup kulit yang berbentuk gagang ember. Evakuasi
feses tidak ada. Perlu secepatnya dilakukan terapi definitif.
4. Tanpa fistel ,
Udara < 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi feses, sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi.
Berhubungan dengan Defek Genitourinaria
Malformasi anorektal ini penting dihubungkan dengan defek pada genitourinaria,
dimana terjadi lebih awal 50% pada semua pasien dengan malformasi anorektal. Semua
pasien harus dievaluasi pada saat kelahiran untuk menyingkirkan adanya defek, dan
kebanyakan tes skrining adalah dengan USG abdominal dan pelvic. Evaluasi dari segi urologi
memprioritaskan pembedahan kolostomi untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
Sayangnya, kemungkinan eror dalam
mendiagnosa terjadi sejak inspeksi perineal, ketika
seorang perempuan difikirkan adanya anus imperforata
dengan fistula rektovaginal, yang pada kenyataannya
ketiga struktur tersebut yakni traktus urinari, vagina
dan rectum bertemu pada satu saluran dan bayi tersebut
mempunyai sebuah kloaka. Tampilan sebuah lubang
pada perineal adalah dasar klinis seorang pasien dengan
kloaka persisten. Pasien dengan adanya anomali juga
mempunyai genitalia yang kecil. Pasien dengan kloaka, mungkin ditemukan massa
diabdomen dengan gambaran “ distended vagina” (hidrocolpos) diperlihatkan pada 50%
pasien dengan kloaka. USG abdominal menggambarkan penyakit obstruksi traktus urologi
yang juga tergambar sebuah hidrocolpos.
Penting untuk melakukan perbaikkan pada kloaka karena 90% bayi mempunyai
permasalahan urologi dan 50% hindrocolpos. Antara traktus urinarius dan jarak vagina
mungkin butuh perbaikkan pada periode awal kehidupan untuk menghindari komplikasi
serius. Kesalahan diagnosis dari kloaka diartikan obstuktif uropathy berarti overlooked.
Pasien mungkin hanya menjalankan kolostomi dan
terhindar dari sepsis, acidosis, dan kadang
kematian. Implikasi lainnya dari kesalahan
diagnosis dari kloaka, hanya melakukan perbaikan
komponen rektal yang anomali sehingga
membiarkan pasien dengan sinus urogenital
persisten.
Berhubungan dengan Spinal Anomali
Sacrum sering dihubungkan dengan struktur tulang.
Dahulu, untuk mengevaluasi tingkat defisiensi sacral, dihitung sacrum keberapa pada
vertebre tersebut. Assessment yang lebih objektif dari sakrum bisa didapatkan dengan
menghitung ratio dari sacral. Sacrum dinilai dan panjangnya disetarakan dengan parameter
tulang dari pelvis. Pengambilan dari lateral lebih akurat dibandingkan gambaran anterior
posterior sebab perhitungan tersebut tidak efektif dengan kemiringan dari pelvis. Sebuah
hemisacrum selalu dihubungkan dengan sebuah massa presacral, yang biasanya terbentuk
dari dermoids, teratomas, atau meningokel anterior. Hemivertebrae mungkin juga
mempengaruhi lumbal atau torakal dari spinal, terutama kearah skoliosis.
Anomali dari spinal termasuk penekanan spinal cord bisa terjadi. Keabnormalan ini
disebut intravertebral fixation dari phylum terminale yang diketahui terjadi sekitar 25% dari
pasien. Prevalensi penekanan spinal cord berhubungan dengan peningkatan tinggi dan
kompleksnya anomali dari anorektal. Pasien dengan keterlambatan perkembangan sakrum
yang dihubungkan dengan permasalahan urologi kemungkinan besar adanya penekanan pada
korda. Gangguan motorik dan sensorik mungkin akan muncul. Mengenai fungsi bowel dan
traktus urinarius, pasien dengan malformasi anorectal dan penekanan korda mempunyai
prognosis fungsional yang buruk dan mereka juga mempunyai defek anorectal yang tinggi,
perkembangan sakrum yang lambat, herhubungan dengan permasalah spinal, dan lambatnya
perkembangan otot perineal. Penekanan dari korda adalah dindikasikan dalam literatur
neurosurgical untuk menghindari permasalahan motorik dan sensorik. Tidak munculnya
permasalahan ini menjadi dasar bahwa pembedahan ini akan berdampak pada prognosis
fungsional dari pasien dengan malformasi anorectal. USG spinal pada 3 bulan pertama
kehidupan dan MRI telah digunakan berfungsi sebagai modalitas dalam mendukung
diagnosis. Selain itu, pasien mungkin mempunyai anomali spinal lainnya disamping
penekanan korda seperti syringomyelia dan myelomeningocole.
Fistula Perineal
Fistula perineal pada laki- laki dan perempuan dahulunya mempunyai sebutan “low”
defects. Terdapat kasus dimana rectum terbuka pada sebuah lobang kecil, biasanya kaku dan
berlokasi di anterior dari bagian tengan spingter. Kebanyakan pasien mempunyai mekanisme
spingter yang baik dan sakrum yang normal. Pada laki- laki,
perineum mungkin menunjukkan gambaran lain yang
membantu dalam pengenalan defek ini, seperti sebuah jembatan
kulit yang menonjol pada garis tengah (bucket handle) atau
fistula pada subepitelial midline yang terlihat seperti “black
ribbon” karena telah dipenuhi mekonium. Gambaran ini adalah
penampakan luar dan membantu mendiagnosis fistula perineal.
Tindakan simple anoplasty membesarkan lubang stenotic tersebut dan menempatkan
lubang rectal lebih ke posterior hingga batas dari spingter. Pembedahan ini disebut dengan
“Minimal Posterior Sagital Anoplasty”. Pembedahan ini dilakukan dengan memposisikan
pasien dalam keadaan pronasi dengan mengelevasikan pelvis; beberapa jahitan benang silk
ditempatkan pada mucocutaneus junction dari anus sebagai traksi. Dilakikan insisi pendek
midsagittal (1-2cm) pada posterior dari fistula, memisahkan secara keseluruhan spingter
eksterna. Fistula dan bagian bawah rectum dipotong scara hati- hati untuk membatasi
pemindahan dari rektum ke tempat semula hingga kebatas spingter. Pada bagian perineum
dimana terdapat fistula tersebut diperbaiki dengan sedikit jahitan yang mudah diserap tubuh.
Metode Diagnostic
Evaluasi radiologi dari seorang bayi dengan anus imperforata menggunakan sebuah
USG abdominal untuk mengevaluasi anomali urologi juga bisa mengidentifikasi kasus
kloaka persisten, vagina tambahan (hydrocolpos). Otot polos dari sakrum dalam posisi
anterior- posterior dan lateral dapat menunjukkan anomali sakrum seperti hemisacrum dan
hemivertebrae sakral. Begitu juga dengan adanya keterlambatan perkembangan sakrum bisa
ditemukan, dan ratio sacral bisa dihitung yang diartikan jarak antara struktur tulang. USG
spinal pada bayi baru lahir dan usia lebih dari 3 bulan (dimana saat sakrum mengalami
osifikasi) dimana bisa dilihat adanya penekanan korda spinalis dan anomali spinal lainnya.
Setelah kelahiran, pasien kontrol untuk melihat hasil kolostomi, dilakukan pemberian
high pressure pada bagian distal colostography. Cairan kontras diinjeksikan kedalam distal
dari stoma untuk melihat distal rektum dan hubungan dengan urinarius. Tekanan hidrostatik
dilakukan dibawah kontrol fluoroscopic. Sebuah foley cath diletakkan dalam mukosa fistula
dan balloon 3 cc dipompa dan ditarik kembali menutupi stoma pada waktu kontras
disuntikkan.Tekanan hidrostatik harus cukup tinggi (jarum suntik manual) untuk melemahkan
tonus otot dari meknisme otot lurik yang mengelilingi rectum dan menjaganya tetap kolaps.
Ini adalah hal terbaik untuk mendemontrasikan hubungan recto-urinary, dan mentukan tinggi
rectum yang sebenarnya.
Zat kontras biasanya mengisi uretra bagian proximal dan vesika urinaria melalui
fistula. Menyuntikkan secara berkelanjutan hingga habis dan gambar pertama diambil selama
miksi mulai terlihat, dalam gambar pertama, sacrum, tinggi sacrum, perineum, lokasi fistula,
vesika urinaria, refluk vesicoureteral jika terlihat, dan uretra. Hal ini adalah vital dalam
menilai anatomi selanjutnya bisa direncanalkan dilakukannya pembedahan definitf. Dalam
10% dari pasien, fistula terletak pada bladder neck.
Dalam kasus ini, selama perbaikan awal, ahli bedah tahu bahwa rectum akan
dipertemukan ke abdomen, dan kombinasi posterior sagittal dan abdominal atau laparoscopic
akan diperlukan. Defek anorektal terjadi sekitar 5% pasien, mempunyai prognosa baik, dan
biasanya pasien- pasien dengan sindrom down. Pengecualian untuk kloaka, kebanyakan kasus
pada wanita dengan malformasi, distal colostrography tidak perlu sebab fistula terlihat
berdasarkan klinis. Jika spina tidak dievaluasi pada saat baru lahir dengan USG, MRI
diperlukan setelah usia 3 bulan untuk menyingkirkan terjadinya penekanan korda atau
anomali spina lainnya.
3.9 Managemen Penatalaksanaan
A. Membuat keputusan lebih awal
Managemen awal bayi baru lahir dengan kelainan anorektal adalah sangat penting dan
dua pertanyaan yang harus dijawab selama 2-8 jam pertama kehidupan. Pertama, apakah ada
hubungan anomali yang mengancam kehidupan bayi dan harus ditangani secepatnya? Dan
kedua, haruskah neonatus tersebut menjalani prosedur utama dan bukan kolostomi protektif
atau suatu kolostomi protektif dan selanjutnya akan dilakukan perbaikan definitif? Untuk
bayi yang lahir dengan kloaka persisten, ahli bedah juga harus menentukan apakah dilatasi
vagina memang terlihat dan kalau demikian harus dialirkan, seperti menentukan apakah
pengalihan traktus urinaria diperlukan. Manuver ini diharapkan mencegah sepsis dan
asidosis metabolic. Keputusan untuk melakukan anoplasti pada bayi baru lahir atau menunda
perbaikan dan melakukan kolostomi berdasarkan pemeriksaan fisik dari neonatus, tampilan
perineum, dan banyakny aperubhan yang terjadi setelah 2 jam pertama khidupan.
Setelah bayi lahir, jalur intravena dipasang untuk pemberian cairan dan antibiotic,
nasogastric tube dimasukkan untuk mencegah penekanan abdomen sehingga menghindari
resiko muntah dan aspirasi. Mekonium biasanya tidak tampak di perineum pada bayi dengan
fistula recto-perineal sekurang- kurangnya 16 – 24 jam. Distensi abdomen tidak muncul
selama beberapa jam diawal kehidupan dan dibutuhkan pengangkatan mekonium melalui
fistula recto- perineal sama seperti melalui fistula urinaria. Hal ini menyebabkan kebanyakan
bagian distal dari rectum pada anak dikelilingi oleh sebuah saluran- seperti struktur otot
luruk yang menjaga bagian rectum tetap kolaps dan kosong. Tekanan intraabdominal harus
cukup tinggi untuk melemahkan tonus dari otot yang mengelilingi rectum jika kita berharap
melihat mekonium pada perineum atau didalam urine. Oleh karena itu , keputusan apakah
dilakukan kolostomi atau anoplasti harus menunggu 16 – 24 jam ketika ahli bedah
mengobservasi gejala dasar adanya kelainan anorectal pada bayi.
Tampilan klinis dari bokong sangat penting. Bagian bawah yang datar atau perineum
yang datar sebagai dasar kurangnya lipatan garis tengah gluteal dan tidak adanya anal dimple
mengindikasikan sangat kurangnya otot di perineum. Hal ini dihubungkan dengan
malformasi letak tinggi dan untuk itu perlu dilakukan kolostomi. Penanda perineum yang
ditemukan pada pasien dengan malformasi termasuk gambaran mekonium pada perineum,
“bucket-handle”malformation (penonjolan kulit yang berada pada anal dimple kebagian
bawah yang bisa dilalui sebuah instrument), dan anal membrane (mekonium dapat terlihat).
Membuat keputusan untuk neonatus laki- laki
Pada bayi baru lahir laki-laki dengan fistula recto- perineal tidak dibutuhkan suatu
kolostomi. Mereka bisa menjalani posterior sagital anoplasty sebaliknya bayi laki- laki
dengan dasar adanya hubungan recto-urinari seharusnya menjalani pengalihan fecal dengan
tindakan kolostomi.
Sebanyak 80-90% bayi baru lahir laki- laki, melihat
klinis dan analisis urin akan memberikan cukup
informasi untuk ahli bedah memutuskan apakah
bayi harus di kolostomi. Jika tidak satupun tanda
klinis menentukan lokasi dari kelainan anorectal
hingga jelas dalam 24 jam, dapat dilakukan foto
crosstable lateral dengan bayi posisi pronasi,
dengan elevasi pada pelvis, dan diletakkan marker radioopak pada perineum. X- ray ini
memperlihatkan column dari udara didalam rectum bagian distal kurang dari 1 cm dari
perineum, dan bila seperti ini, bayi bisa ditatalaksana sebagai fistula recto-perineal, dan
pembedahan perineal dapat dilakukan. Jika distribusi udara lebih dari 1 cm dari perineum
maka ini merupakan indikasi kolostomi.
Terapi defenitif pada awal kelahiran menghindari kolostomi tetapi ada resiko besar
untuk traktus urinarius dengan tindakan ini, sebab ahli bedah tidak mengetahui persis defek
anorektal. Satu- satunya jalan untuk menetukan terapi defenitif pada pasien defek anorektal
adalah gambaran colostrogram bagian distal, yang tentu saja harus dilakukan kolostomi.
Tanpa informasi ini pembedahan pada neonatus seperti tidak terorganisir. Ahli bedah
mungkin tidak bisa menemukan rectum dan mungkin menemukan kerusakan lain, struktur
tidak terduga, seperti uretra posterior, vesika seminalis, vas deferens, dan uretrer ektopik.
Terakhir, tanpa pengalian fekal, terdapat resiko kebocoran dan infeksi. Komplikasi ini
mungkin menurunkan prognosis fungsional.
Membuat keputusan untuk bayi baru lahir perempuan
Keputusan yang dilibatkan pada managemen bayi perempuan yang baru lahir sedikit
kompleks. Pada 90% pasien, inspeksi perineal yang dilakukan dengan teliti akan
menunjukkan defek anorektal. Menunggu 16 – 24 jam akan terjadinya distensi abdomen
untuk menunjukkan adanya fistula rektoperineal atau fistula rektovestibular.
Kebanyakan anomali pada perempuan berupa fistula rectovestibularis. Inspeksi pada
perineal memperlihatkan uretra normal, vagina normal, dan lubang lain, dimana fistula rectal
didalam vestibula. Pilihan yang tepat untuk seorang ahli bedah dalam kelainan anorektal
ketika dihadapkan dengan seorang bayi dengan gejala klinis adanya sebuah fistula
rektovestibular maka dilakukan pengalihan kolostomi. Kolostomi diprioritaskan untuk
perbaikkan awal untuk menghindari komplikasi infeksi dan ruptur. Perbaikkan definitive dari
anomali pada bayi baru lahir seharusnya ditatalaksana oleh ahli bedah yang memiliki
keahlian dalam penangan defek tersebut. Anomali ini
mempunyai prognosis yang baik dan untuk itu
komplikasi yang bisa timbul harus dihindari.
Sayangnya kebanyakan rujukan untuk kelainan
anorektal ke tingkat tersier untuk operasi ulangan
adalah pasien dengan fistula rektovestibuler yang
telah menjalani penatalaksanaan awal yang tidak
berhasil ketika baru lahir. Terkadang, fistula yang
besar cukup untuk mendekompresi traktus gastrointestinal, dan mungkin didilatasi untuk
memudahkan drainase fekal sampai bayi bertambah usia dan dapat dilakukan perbaikkan
definitif. Seperti pada laki- laki, kurang dari 5% dari bayi perempuan tidak ada dasar klinis
dilokasi rectum setelah 24 jam. Hal ini mungkin disebabkan oleh anus imperforata tanpa
fistula. Cross-table lateral x-ray seharusnya dapat dilakukan, dan membantu menentukan
apakah perlu dilakukan kolostomi.
B. Penatalaksanaan
Seperti penjelasan sebelumnya, saat bayi baru lahir ahli bedah harus memutuskan
apakah musti pengalihan fekal dengan kolostomi, atau bisa menjalani prosedur perbaikan.
Pena secara tegas menjelaskan bahwa Malformasi anorektal letak tinggi dan intermediet
dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif setelah 4
– 8 minggu. Saat ini tehnik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti,
baik minimal, limited atau full postero sagital anorektoplasti.
Prinsip pengobatan operatif pada malformasi anorektal dengan eksplorasi postero
sagital anorektal plastik, akan banyak menggunakan kolostomi perlindungan atau kolostomi
sementara. Ada dua tempat kolostomi yang dianjurkan dipakai pada neonatus dan bayi, yaitu:
transversokolostomi (kolostomi di kolon transversum) dan sigmoidostomi (kolostomi di
sigmoid). Bentuk kolostomi yang mudah dan aman adalah laras ganda (double barrel).
Kolostomi dilakukan pada saat neonatus, manfaat melakukan kolostomi adalah
a. mengatasi obstruksi usus
b. memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi
yang bersih
c. memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha
menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain.
Leape (1987) menganjurkan pada :
Atresia letak tinggi & intermediet sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6
–12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)
Atresia letak rendah perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes
provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani
ekternus,
Bila terdapat fistula cut back incicion
Stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin , berbeda dengan Pena dimana
dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
Setelah dilakukan kolostomi, tindakan definitif akan dilakukan 3-4 bulan kemudian.
Dengan alasan pasien diharapkan telah memiliki keadaan umum yang baik, fungsi peristaltis
dari pasien sudah membaik. Dan komplikasi-komplikasi untuk tindakan bedah sudah teratasi
seperti gangguan sirkulasi, gangguan jalan napas, dan keseimbangan cairan elektrolit telah
terjaga. Kenapa diambil waktu 3-4 bulan karena menurut Albanese et al, semakin cepat
perbaikan dari suatu malformasi keongenital semakin baik hasil yang didapatkan dan juga
lebih cepat untuk melatih reflex defekasi dari otak merupakan hal yang sangat penting
Pembedahan
Kolostomi
Kolostomi yang disukai adalah colostomi pada kolon desenden dimana dilakukan dari bagian
desenden kolon yang berlokasi dikuadran bawah kiri dari abdomen, dengan pemisahan
stoma. Stoma bagian proksimal dihubungkan ke traktus gastrointestinal bagian atas dan
mendrainase feses. Stoma bagian distal juga disebut fistula mukuos yang dihubungkan ke
rectum dan akan didrainase sejumlah kecil dari material mucus. Banyak keuntungan dari tipe
kolostomi ini diantara lain : 1) hanya sebagian kecil kolon distal yang difungsikan,2) Pada
kasus fistula rectourinari yang luas pada pasien dengan aliran urin ke dalam usus, urin keluar
dengan mudah melalui fistula mucous, menghindari permasalahan asidosis hiperkloremik
yang disebabkan oleh absorpsi urin. Infeksi traktus urinaria juga dihindari, 3) Relatif lebih
mudah untuk membersihkan dan mencuci bagian kolon distal, 4) kolostogram dari bagian
distal lebih mudah terlihat, 5) Lingkaran sigmoid adalah bagian distal untuk kolostomi yang
memberikan cukup panjang untuk mencapai perineum selama procedure definitive pull-
through, 6) pemisahan stoma mencegah tumpahnya feses dari proksimal ke distal usus, yang
menghindari dampak kotoran didistal dan infeksi traktus urinarius, 7) rendahnya insidensi
prolap dengan tekhnik ini. Prolaps stoma proksimal pada lingkaran kolon normal seharusnya
tidak terjadi dengan tekhnik ini sebab kolon akan difiksasi dengan baik ke retropritoneum
sebelum kolostomi mencapai bagian kulit. Stoma bagian distal mungkin dapat prolaps sebab
bagian kolon ini dalam keadaan mobile.
Untuk mencegah hal ini, stoma bagian distal harus dibuat kecil, cara ini digunakan
hanya untuk mengirigasi dan studi radiologic. Ketika melakukan kolostomi pada bayi baru
lahir, dital usus harus diirigasi dan dibersihkan dari mekonium. Hal ini mencegah timbulnya
megasigmoid, yang mungkin berdampak pada timbulnya konstipasi.
Beberapa kesalahan muncul mengenai kolostomi. 1) Jika kolostomi diletakkan terlalu
distal, ini mengganggu penarikan dan penyambungan. 2) Selama usaha kolostomi
transversum, menyebabkan ketidakhati-hatian dalam penempatan sigmoid kolostomi pada
kuadran kanan atas. Menempatkan sigmoid pada kuadran kanan atas akan mengganggu
prosdure penarikan dan penyambungan. 3) Lingkaran kolostomi tidak tuntas mengalihkan
feses dan membebaskan pengaruh feses pada bagian distal dan infeksi traktus urinarius. 4)
Kolostomi transversal menimbulkan megarektum.
Pendekatan sagital posterior
Perbaikkan anorektal
Perbaikan malformasi anorektal harus menggunakan tekhnik teliti dan halus,
Pendekatan sagital posterior adalah cara ideal menemukan dan memperbaiki kelainan
anorektal. Jika bayi tumbuh baik, perbaikkan bisa dilakukan pada usia 1-2 bulan.
Sebanyak 90% dari pasien laki- laki dengan pendekatan postero-sagital, sementara
10% memerlukan komponen abdominal (dengan laparatomi atau laparoskopi) untuk
memindahkan rectum yang sangat tinggi. Semua perempuan dengan malformasi, dengan
pengecualian 30% dari kloaka bisa ditatalaksana dengan pendekatan ini. Pada 30% kloaka,
rectum atau vagina sangat tinggi sehingga perlu pendekatan yang baik untuk abdominal.
Rectobladder neck fistula
Pada kasus yang jarang dari malformasi supralevator
(Rectobladder neck fistula), operasi melibatkan antara
insisi posteror-sagital dan komponen abdominal, yang
bisa dilakukan dengan laparoskopi atau laparotomi
Anus imperforate tanpa fistula
Pada pasien dengan anus imperforate tanpa fistula, diperlukan pembedahan yang teliti
untuk memisahkan distal rectum dari traktus urinarius seperti pada pasien dengan fistula
rektourinari dan uretra yang masih pada satu dinding.
Rectovestibular Fistula
Pada kasus fistula rektovestibular, insisi postero sagital bisa lebih pendek dari pasien
laki- laki dengan fistula rektouretral. Sering seluruh mekanisme levator tidak perlu dibagi
dan hanya sphincter eksterna, kesatuan otot, dan bagian terbawah dari mekanisme levators aja
yang dibagi. Rektum dan vagina posterior bagian satu dinding, dan ini bagian yang sulit pada
pembedahan. Setelah rectum dipindahkan, perineum diperbaiki, dan rectum diletakkan
sampai batas mekanisme spincter.
Rectal Atresia
Ini merupakan malformasi yang jarang, atresia rectal terjadi sekitar1 % dari kasus.
Kanal anal normal dan anus bagian luar tampak normal. Namun terdapat blockade 1-2cm dari
anal skin, selalu ditemukan ketika perawat mencoba memasukkan thermometer. Bayi ini
seharusnya menjalani kolostomi saat baru lahir, dan kemudian perbaikkan definitive secara
pendekatan postero sagital dan melakukan anasomosis antara kantong rectal bagian atas dan
anal kanal.
Persisten Cloaca
Perbaikkan dari persisten kloaka memerlukan tekhnik yang serius yang dilakukan oleh ahli
bedah anak dengan mempertimbangkan komplikasi yang akan terjadi. Malformasi ini
merupakan defek dengan spectrum yang luas, yang
melibatkan fusi dari rectum, vagina, dan uretra secara
bersama untuk membentuk suatu saluran.
Panjangnya saluran ini sekitar 1-10cm. Rektum dan
vagina menjadi satu dinding dan begitu juga dengan
vagina dan traktus urinari. Keberhasilan terapi
pembedahan mencakup kontrol bowel, urinari dan
fungsi sexual normal. Kadang dari tercapai tiga
keberhasilan tersebut, kadang hanya dua, bahkan sering hanya satu dan terkadang tidak sama
sekali.
Faktor- faktor prognosa termasuk kualitas dari sacrum, kualitas otot, dan panjang saluran
yang berhubungan. Perbaikan pasien dengan saluran yang kecil dari 3cm hasilnya lebih baik
dan dapat dilakukan oleh ahli bedah anak kebanyakan. Untuk pasien dengan saluran yang
lebih dari 3cm, perbaikkan seharusnya dilakukan pada pusat spesialisistik dengan ahli bedah
yang berpengalaman menatalaksana anomaly urologi dan sanggup melakukan rekonstruksi
vagina keseluruhan. Jika saluran ini kurang dari 3 cm, pendekatan postero sagital tanpa
pendekatan abdominal dapat digunakan untuk memperbaiki defek ini.
Untuk pasien dengan saluran yang lebih besar dari 3 cm, laparatomi selalu dilakukan.
Sering juga vagina dan traktus urinari harus dipisahkan agar bertambah panjang dan uretra
harus direkonstruksi. Ahli bedah harus dipersiapkan untuk membuka bladder dan
memasukkan kembali ureter jika diperlukan. Memindahkan komplek vagina sering
dibutuhkan dan perlu pemindahan letak vagina dengan usus halus atau kolon. Penarikkan
penyambungan rectum mirip dengan malformasi anorektal lainnya. Memperbaiki vagina,
uretra, dan defek urologic yang berhubungan yang ditemukan saat pembedahan. Vagina yang
luas bisa menjadi manfaat selama terapi definitive sebab ahli bedah bisa lebih mudah
memindahkannya dan alternative untuk perbaikkan vagina. Sekitar 50% dari pasien
mempunyai berbagai tingkat vagina atau pembentukan sekat uterus. Hal ini bisa diperbaiki
secara total atau sebagian selama pembedahan. Ketepatan anatomi ginekologi harus
memastika sejak perbaikkan awal atau sejak penutupan kolostomi (jika suatu laparotomi
tidak dilakukan sejak awal). Kita belajar bahwa obstruksi 1/3 proksimal dari struktur
mullerian kita bisa menyebabkan masalah yang berat dari menstruasi yang memburuk.
Prediksi dari masalah berikutnya seperti amenorea pada kasus atretic uteri, atau hidrokolpos
dan retrograde menses bisa terjadi pada saat baru lahir. Presentasi dari nyeri pelvic atau
amenorea pada remaja seharusnya cepat dianggap sebagai anomaly dari struktur ginekologi.
Laparoscopically assited anorectal approach
Pendekatan ini terdiri dari mobilisasi dan pemindahan rectum melewati otot sfingter
dasar pelvic melalui insisi minimal pada posterior. Pemisahan perianal menghadap sumber
cahaya laparoskopik yang membantu akurasi pemindahan dari sebuah trocar untuk menarik
rectum melalui komplek otot spingter eksterna. Laparoscopically- assisted anorectal repair
dapat dilakukan saat baru lahir tanpa kolostomi atau pendekatan bertahap. Ini merupakan
tekhnik baru, digambarkan oleh KE Georgeson et al. Butuh evaluasi jangka panjang
berikutnya dalam hal fecal continence.
Anterior sagittal approach
Hal ini melibatkan pembedahan perineal anterior (dari dasar scrotum hingga bagian
posterior dari anoderm), pendekatan ini digunakan oleh beberapa ahli bedah, dengan tujuan
mempertahankan sfingter ani internal. Tetapi seharusnya diberitahukan bahwa pendekatan ini
mungkin merusak nervus plexus ketika diseksi dari fistula rektouretra. Namun demikian,
tekhnik penyelamatan sfingter internal telah disusun ketika melakukan pendekatan postero
sagital.
Post- Operative Management
Anoplasty
Insisi postero sagital relatif tidak terlalu nyeri. Pasien dengan fistula rektouretra, foley
catheter tetap terpasang sekitar 5-7 hari, dan kadang lebih lama. Selama 2 minggu post
operasi, dilakukan kalibrasi anus, diikuti dengan program dilatasi anus. Anus harus didilatasi
dua kali sehari dan setiap minggu ukuran dilator terus ditingkatkan. Ukuran akhir yang
dicapai tergantung usia pasien. Segera setelah ukuran yang diinginan tercapai, kolostomi bisa
ditutup.
Pendilatasian merupakan bagian penting dari managemen post operasi untuk
menghindari striktur pada anoplasti. Setelah kolostomi ditutup,ruam berat pada bokong
biasanya disebabkan oleh kulit perineum tidak pernah sebelumnya berkontak dengan apapun.
Functional Disorders
Konstipasi
Kebanyakan gangguan fungsional ditemui setelah penatalaksanaan anus imperforatus
dimana rectum yang sebelumnya tidak difungsikan akan mengalami konstipasi. Hal ini juga
masalah penting untuk dihindari setelah terapi definitive untuk pasien perempuan dengan
fistula rektovestibular atau fistula rektoperineal dan untuk laki- laki dengan fistula
rektobulbaruretra, anus imperforate tanpa fistula, dan fistula rektoperineal. Kegagalan
menghindari konstipasi tersebut dapat menyebabkan megarektum dan megasigmoid dan
dapat menyebabkan impaksi fekal dan inkontinensia. Permasalahan dari konstipasi ini tidak
diketahui. Ini pemikiran murni bahwa diseksi perirektal disebabkan tingkat dari denervasi
yang menghasilkan konstipasi.
Bagaimanapun, penilaian kembali yang hati-hati dari segala hal pada pasien ini, akan
menjelaskan bahwa kebanyakan defek tidak berbahaya dan sedikit jumlah dari diseksi
perirektal yang akhirnya mengalami konstipasi yang buruk. Gambaran dari megarektum yang
sebelumnya dilakukan penarikan dan penyambungan berhubungan dengan kostipasi post
operasi. Hal ini kebanyakan pada pasien yang dilakukan transversal atau rangkaian kolostomi
pada saat baru lahir. Konstipasi terjadi sebagai gangguan hipomotilitas sekunder untuk
terjadinya dilatasi usus yang kronik. Atau, hipomotilitas yang menyebabkan dilatasi, yang
berakhir dengan konstipasi.
Ketika seorang dengan megasigmoid mengalami konstipasi, reseksi sigmoid dapat
mengurangi kebutuhan obat pencahar. Kolon desenden dengan caliber normal dan motilitas
normal dianastomose ke rectum pada reflexi peritoneal. Penerapan ini dilakukan pada
kelompok pasien dengan kebutuhan pencahar yang terlalu banyak setiap hari untuk
membersihkan kolon. tindakan operasi penarikan dan penyambungan seharusnya dihindari
sehingga rectum pasien dipersiapkan. kurangnya tempat penampungan pada rectum bisa
menyebabkan permasalahan yang lebih buruk dari inkontinensia dengan pasien yang sedang
diare.
Kunci pada pasien adalah proaktif dalam memanajemen kostipasi dan menghindari
konstipasi setelah prosedur penarikan dan penyambungan dilakukan. Pasien harus kontrol
teratur, dan mengatur laxative dan diet saat adanya gejala konstipasi.
Terkadang konstipasi terjadi sangat berat pada pasien yang mengalami impaksi fekal yang
kronik dan menumpuk lama.
Pasien seperti ini sering mengacu pada inkontinensia fekal. Bagaimanapun, jika
anomali anorektalnya mempunyai prognosa baik, sering inkontinensia sebenarnya adalah
overflow pseudoinkontinensia. Saat konstipasi ditatalaksana, maka akan membaik.
Continence
Memiliki frekuensi sedikit daripada konstipasi, beberapa pasien menunjukkan perasaan
penuh. Ketika pasien mempunyai prognosa baik, ini mungkin overflow inkontinensia, dimana
juga menunjukkan inkontinensia fekal sebenarnya pada kasus anus imperforate letak tinggi
atau kurangnya otot dan sacrum yang abnormal. Enema kontras membantu dalam
membedakan 2 kelompok ini. Pasien dengan inkontinensia yang nyata membutuhkan
program manajemen bowel, yang terdiri pembersihan kolon anak sekali dalam sehario
menggunakan suposituria, enema atau irigasi kolon.
Pemberian enema merupakan pembersihan yang lebih efisien dari saluran cerna dengan
mengambil keuntungan dari reflek gastrocolic. Prosedur enema antegrade, dimana enema
diperkenalkan dalam sebuah saluran via appendicocecostomy, yang dirancang untuk
menolong pasien membersihkan saluran pencernaanya. Sfingter anus buatan dan gricilis
neosfingter yang distimulasikan secara electric adalah tekhnik baru yang digunakan untuk
penatalaksanaan pasien dengan inkontinensia fekal refraktori berat.
Pasien yang telah menjalani operasi abdominoperineal untuk anus imperforata termasuk
reseksi rektum cenderung mengalami diare disebabkan oleh kurangnyaa reservoir rektal.
Inkontinensia pasien ini sulit ditatalaksana sebab mereka buang air besar terus menerus.
Pola perubahan buang air besar sebelum potty-training mungkin memberi petunjuk penting
untuk potensial anak selanjutnya. Seperti contoh, anak berusia 1 tahun yang menjalani
penarikan dan penyambungan pada anus imperforata bisa buang air besar 1-3 kali dalam
sehari dengan tidak mengotori selama waktu tersebut, hal ini mempunyai potensial untuk
menahan fekal dikemudian hari. Anak tersebut memperlihatkan tanda bahwa ia merasa ketika
terjadinya pergerakan usus.
Dilain hal, anak yang bertahan dari inkontinensia fekal terus menerus tanpa banyak
tanda adanya dorongan atau feeling. Seorang anak dengan pola buang air besar normal
merupakan latihan, dimana anak dengan pola kedua sepertinya akan membutuhkan program
manajemen bowel. Untuk anak itu seharusnya tidak mengharapkannya untuk mencapai
kontrol bowel secara volunter.
Gambar . Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada 41opical41 laki-laki
Gambar Penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan
Perawatan Pasca Operasi PSARP
Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotic diberikan selama 8-
10 hari.
2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2x sehari
dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan sampai
mencapai ukuran ynag sesuai dengan umurnya . Businasi dihentikan bila busi
nomor 13-14 mudah masuk.
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan serta tidak ada
rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup
kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan.
Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari. Sedangkan
pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14 hari. Drainase suprapubik
diindikasikan pada pasien persisten kloaka dengan saluran lebih dari 3 cm. Antibiotik
intravena diberikan selama 2-3 hari, antibiotik topikal berupa salep dapat digunakan pada
luka.
Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali dilakukan oleh
ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun
keluarga. Setiap minggu lebar dilator ditambah 1 mm tercapai ukuran yang diinginkan.
Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari sampai dilator dapat lewat dengan mudah.
Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu
pada bulan berikutnya, sekali seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan
selama tiga bulan. Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan kolostomi.
Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi karena kulit
perineum bayi tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya. Salep tipikal yang mengandung
vitamin A, D, aloe, neomycin dan desitin dapat digunakan untuk mengobati eritema popok
ini.
3.10 Prognosis
Ketika mengevaluasi hasil dari penatalaksanaan defek anorektal, kita merasa bahwa
pasien tidak bisa dikelompokkan berdasarkan istilah dahulu menjadi “high”, “intermediet”,
dan “low” defect, dimana malformasi yang diklasifikasikan dalam grup yang sama bisa
mendapatkan penatalaksanaan yang berbeda dan prognosa yang berbeda. Kita percaya bahwa
klasifikasi anatomis akan mempunyai nilai klinis yang lebih. Hasil fungsional dari perbaikan
abomali anorektal melihat kepada peningkatan signifikan sejak dilakukan pendekatan
posterior sagittal. Bagaimanapun, hasil dari pendekatan ini sulit dibandingkan dengan metode
lain sebab terminologi dan klasifikasinya tidak konsisten.
Fecal continence
Kontinesia fekal tergantuing pada 3 faktor utama: Otot sphingter yang bekerja secara
volunter yang diperankan oleh levator, sekelompok otot, spingter eksterna. Dalam keadaan
normal, mereka digunakan hanya pada waktu singkat, ketika massa fekal rektal mencapai
anorektal, mendorong dengan kontraksi peristaltik secara involunter dari motilitas
rectosigmoid. Kontraksi volunter yang terjadi hanya dalam hitungan menit untuk terjadi
defekasi, dan otot ini digunakan hanya sesekali sejak diakhir hari dan malam.
Pasien dengan malformasi anorektal mempunyai otot lurik volunter dengan derajat berbeda
dari hypodevelopment. Otot volunter bisa digunakan hanya ketika pasien mempunyai sensasi
bahwa mereka perlu menggunakannya. Untuk memahami sensasi ini, pasien butuh informasi
yang bisa berasal dari mekanisme sensorik anus, mekanisme yang tidak dipunyai pasien
dengan malformasi anorektal.
Anal canal
Sensasi yang hebat pada individu normal terletak dalam anal kanal. Kecuali pasien
dengan atresia rektal, kebanyakan pasien dnegan malformasi anorektal lahir tanpa kanal,
karena itu sensasi ini tidak ada atau tidak berkembang. Hal ini memperlihatkan bahwa pasien
bisa merasa distensi rektum tetapi ini berada pada rektum yang lokasinya benar- benar tanpa
struktur otot. Sensasi ini terlihat sebagai konsekuensi dari peregangan otot volunter
(proprioception). Tampilan klinis yang penting adalah buang air yang encer dan material tinja
yang lunak mungkin tidak dirasakan pasien sebagai tanda atidak adanya distensi rektum.
Kemudian, untuk mencapai sensasi dan kontrol bowel, pasien musti mepunyai kapasitas
untuk membentuk tinja yang padat.
Bowel motility
Konon faktor terpenting pada kontinensia fekal adalah motilitas usus, bagaimanapun,
dampak dari motilitas sering diabaikan. Pada individu normal, rectosigmoid tetap tenang
untuk beberapa waktu (satu sampai beberapa hari), tergantung dari kebiasaan defekasi
masing- masing. Sejak waktu itu, sensasi dan struktur otot volunter kebanyakan tidak
penting karena tinja tersebut, jika tinjanya padat, tersisa didalam kolon. Pasien merasa
kontraksi peristaltik dari rektosigmoid yang terjadi bertahap hungga defekasi. Secara
volunter, individu normal bisa relax terhadap peregangan otot yang diikuti isi dari rektal
bermigrasi kebawah kedalam area yang sensitifnya tinggi di anal kanal. Disana, informasi
akurat diberikan oleh anal kanal mengenai konsistensi dan kualitas tinja. Otot volunter
digunakan untuk mendorong isi dari rektal menuju rektosigmoid dan menahannya jika
diinginkan, sampai waktu yang tidak ditentukan untuk evakuasi. Pada saat defekasi, struktur
otot volunter relax.
Faktor utama yang memprovokasi pengosongan dari rektosigmoid adalah kontraksi
peristaltik involunter secara terus menerus terkadang dibantu oleh manuver valsava.
Kebanyakan pasien dengan malfomasi anorektal menderita gangguan mekanisme motilititas
usus. Pasien yang menjalani anorektoplasti postero-sagittal atau tipe lainnya dari pendekatan
sakroperineal, yang mana kebanyakan bagian distal dari usus dipersiapkan, melihat bukti dari
usus reservoir yang berlebihan (megarektum). Manifestasi klinis utamanya berupa konstipasi,
yang tampak menjadi lebih berat pada pasien dengan lower defects.
Konstipasi yang tidak diterapi adekuat, pengkombinasian penyambungan kolon,
nantinya menyebabkan konstipasi berat, dan siklus yang buruk kemudian hari, dengan
konstipasi yang memburuk mengarah kedilatasi rectosigmoid, mengarah kekonstipasi yang
buruk. Dilatasi rektosigmoid yang berlebihan, dengan sell ganglion yang normal, akan
menunjukkan seperti sebuah tipe miopatik dari kolon hipomotil.
Pasien- pasien dengan malformasi anorektal diterapi dengan teknik dimana bagian
distal dari usus direseksi, dan bermanifetasi sebagai individu tanpa usus reservoir. Situasi ini
sebanding dengan kolostomi perineum. Tergantung jumlah kolon yang direseksi, pasien
mungkin mempunyai tinja yang lunak. Pada kasus seperti ini, manajemen berkelanjutan dari
enema ditambah dengan diet konstipasi, dan diindikasikan pengobatan untuk memperlambat
motilitas kolon.
True fecal incontinence
Untuk pasien dengan inkontinensia fekal, pendekatan ideal adalah program
menajemen bowel terdiri dari menajarkan pasien dan prangtuanya bagaimana membersihkan
kolon sekali sehari sehingga bersih selama 24 jam.Pasien ini tidak bisa mengeluarkan secara
volunter dan mewajibkan mekanisme artificial untuk mengosongkan kolon, enema harian.
Program ini meskipun simpel, implementasinya dengan trial dan eror selama satu minggu.
Pasien dilihat setiap hari dan diambil foto X ray abdomen sehingga bisa dimonitor
setiap hari untuk jumlah dan lokasi dari banyaknya tinja yang tinggal dikolon. Keputusan
apakah tipe dan kualitas enema harus dimodifikasi seperti perubahan diet dan pengobatan
yang dibuat harian. Kira-kira 75% dari semua pasien dengan malformasi mempunyai
perubahan bowel volunter. Episode dari pengeluaran tinja selalu dihubungkan dengan
konstipasi, dan ketika konstipasi ditatalaksana, frekuensi pengeluaran tinja menghilang. Kira-
kira 40% dari perubahan bowel volunter dan tidak pernah, hingga membuat kontinen. 25%
pasien menderita inkontinensia fekal dan harus menerima regimen managemen bowel untuk
membersihkannya.
Salah satu diagnosis dari defek spesifik tidak bisa dipungkiri, prognosis fungsional
bisa cepat diprediksi, dimana penting menghindari timbulnya kesalahan expektasi dari
orangtua.Faktor- faktor diantaranya spina, sakrum, dan otor perineum sering dikonselingkan
pada orangtua. Pasien dengan gangguan perkembangan sakrum banyak menyerupai
inkontinensia dan merupakan prediksi bagus yang dihubungkan dengan masalah penekanan
korda.
Jika defek pasien mempunyai prognosis baik seperti fistula vestibular, fistula perineal,
atresia rektal, fistula rektouretral bulbaris, atau anus imperforata tanpa fistula, salah satu
harus mengharapkan bahwa anak akan mempunyai pergerakan bowel secara volunter saat
usia ke 3 atau 4. Pasien dengan fistula rektoprostatik mempunyai banyak kesempatan yang
sama dari pergerakan bowel volunter atau inkontinesia. Toilet training seharusnya diajarkan
pada usia 3, dan jika tidak berhasil, program management bowel harus dimulai.
Urinary Continence
Inkontinensia urin terjadi pada pasien laki- laki dengan malformasi anorektal hanya
ketika mereka memiliki defek ekstrem atau tidak adanya sakrum, atau ketika prinsip dasar
dari perbaikan surgical tidak diikuti dan nervus yang penting rusak saat operasi. Mayoritas
dari pasien laki- laki mempunyai kontrol saluran kemih. Ini juga ada pada pasien perempuan,
tidak termasuk grup kloaka.
Untuk pasien dengan kloaka, prognosis fungsional dengan menghubungkan
pencapaian kontinens dekal tergantung kompleksitas dari defek dan keadaan spina dan
sakrum. Kontrol urinari berdasarkan panjang dari saluran penghubung. 69% dari pasien
dengan kloaka dengan saluran lebih dari 3 cm wajib kateterisasi secara intermiten,
dibandingkan 20% grup dengan saluran kurang dari 3 cm.
Pasien kebaanyakan dengan bladder neck kompeten, yang wajib dikaterterisasi agar
tetap kering. Jika kateterisasi tidak dilakukan, inkontinensia over flow dapat terjadi. Kadang-
kadang, bladder neck tidak kompeten atau tidak ada, dan dalam hal ini, diversi urin seperti
prosedur mitrofanoff dapat dipertimbangkan. Perlu menjadi perhatian bahwa follow up yang
teratur penting pada pasien untuk akuratnya prognosis dan menghindari permasalahan yang
bisa berdampak pada hasil fungsional akhir.
DAFTAR PUSTAKA
Bhargava P, Mahajan J. K, Kumar A. 2003. Anorectal Malformations in Children. J Indian
Assoc Pediatric Surgery/Jul-Sept/Vol 11/Issue 3
Brunicardi F C. 2003. Schwartz’s principal of surgery: eight edition. New york: McGraw-Hill
medical publishing division
Chandler L R. Congenital Malformations Of The Rectum And Anus: Their Surgical
Treatment. California And Western Medicine Journal Vol. 51, No. 2
Joseph D. 2005. Management Of Anorectal Malformations And Hirschsprung Disease In
Guyana. Dept. of Pediatric Surgery Georgetown Public Hospital Corporation
Kella N, Memon A B, Qureshi G. A. 2006. Urogenital Anomalies Associated with Anorectal
Malformation in Children. World Journal of Medical Sciences 1 (2): 151-154
Levitt, March. 2007. Anorectal Malformation. Orphanet Jurnal of Rare Disease. Department
of Pediatric Surgery Cincinnati USA
Mittal A, et al. 2004. Associated Anomalies with Anorectal Malformation. Indian Journal of
Pediatrics, Volume 71--June, 2004
O'Neill. 2003. Principle of Pediatric Surgery: Imperforate Anus. Elsevier
Sadler T W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman: edisi ke-7. Jakarta: EGC penerbit buku
kedokteran
Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah: edisi 2. Jakarta: EGC penerbit
buku kedokteran
Thayeb. A. Malformasi Anorektal. Pada: Reksoprodjo, S editor. Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara