Upload
sushy-azka-oryzae-nasution
View
111
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Home Leadership Technology Education Marketing Design More TopicsMakalah Kimia Analitik I2 of 14Makalah Kimia Analitik I8,740viewsFakultas Sains dan Teknologi- KIMIAFakultas Sains dan Teknologi- KIMIA(9 SlideShares)Follow0 0 0 0Published on Mar 17, 2013 0 Comments 3 Likes Statistics Notes Be the first to commentTranscript 1. MAKALAH KIMIA ANALITIK I “GRAVIMETRI” DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 2Anis Dwi Lestari : F1C111033Bambang Pamungkas : F1C111009Irma Asrtiana : F1C111045Reno Saputra : F1C111042Suci Mustika Wirni : F1C111038Widya Sulastri :FIC111008 UNIVERSITAS JAMBI 2011/2012 2. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telahmemberikan rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikanmakalah dengan judul “GRAVIMETRI”. Dalam menyelesaikan makalah ini,penulis telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini, masih banyakkekurangan atau bahkan kekeliruan dalam penyusunannya. Untuk itu kritik dansaran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini,bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Jambi, 5 September 2012 Penulis 3. BAB 1 PENDAHULUAN1.Latar Belakang Analisis Gravimetri merupakan salah materi matakuliah kimia analitik yang sangatpenting dan juga merupakan materi wajib dari kurikulum yang telah ditetapkan olehProgram Studi Teknik Pertambangan Universitas Hasanuddin. Analisis Gravimetriadalah suatu bentuk analisis kuantitatif yang berupa penambangan, yaitu suatu prosespemisahan dan penimbangan suatu komponen dalam suatu zat dengan jumlah tertentudan dalam keadaan sempurna mungkin.2.Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut : Untuk melaksanakan tugas Kimia Analitik Menjadi Pegangan bagi Mahasiswa Yang ingin memahami konsep Analisis Gravimetri. Menjadi referensi tambahan yang menunjang keberhasilan pembelajaran matakuliah kimia Analitik.3.Metode penulisan Dalam penulisan makalah ini,kami memperoleh kajian materi dari beberapasumber,yaitu studi literatur buku-buku yang terkait dengan topik dan berbagai artikeldan internat. 4. BAB 2 PEMBAHASANA. ANALISIS GRAVIMETRI Dalam analisis kuantitatif selalu memfokuskan pada jumlah atau kuantitas dari sebuah sampel, pengukuran sampel dapat dilakukan dengan menghitung berat zat, menghitung volume atau menghitung konsentrasi. Gravimetri merupakan penetapan kuantitas atau jumlah sampel melalui penghitungan berat zat. Sehingga dalam gravimetri produk harus selalu dalam bentuk padatan (solid). Alat utama dalam gravimetri adalah timbangan dengan tingkat ketelitian yang baik. Umumnya reaksi kimia tidak dalam ukuran besar seperti kilogram, namun dalam satuan yang lebih kecil seperti gram dan mili gram. Timbangan yang dipergunakan memiliki ketelitian yang tinggi atau kepekaan yang tinggi dan disebut dengan neraca analitik atau analytical balance. Dalam melakukan analisis dengan teknik gravimetric, kemudahan atau kesukaran dari suatu zat untuk membentuk endapan dapat diketahui dengan melihat kelarutannya atau melihat harga dari hasil kali kelarutan yaitu Ksp. Jika harga Ksp suatu zat kecil maka kita dapat mengetahui bahwa zat tersebut sangat mudah membentuk endapan. Ingat definisi kelarutan; kelarutan suatu zat dalam suatu pelarut adalah jumlah zat tersebut sebanyak-banyaknya yang dapat larut dalam pelarut pada suhu tertentu sehingga larutan tepat jenuh. Analisis gravimetri adalah salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam keadaan murni. Gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu. Gravimetri juga merupakan suatu analisis kimia secara kuantitatif berdasarkan proses pemisahan dan penimbangan suatu unsur atau senyawa tertentu dalam bentuk semurni mungkin. Dalam reaksi pembentukan endapan, dimana endapan merupa
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Praktikum
1. Menetapkan kadar cuka dalam cuka makan
2. Menetapkan kadar Cl dalam zat pemutih
1.2 Latar Belakang Masalah
Kesetimbangan asam-basa merupakan topik yang luar biasa pentingnya
dalam seluruh ilmu kimia dan bidang lain, yang mamanfaatkan kimia. Contohnya
Titrasi asam basa sangat berguna dalam dunia kefarmasian terutama untuk reaksi-
reaksi dalam pembuatan obat. Oleh karena itu asidi alkalimetri sangat perlu untuk
dipelajari. Metode analisis dengan volumetri ataupun titrimetri menggunakan
prinsip asam basa adalah asidi alkalimetri. Proses ini digunakan dalam
perhitungan untuk menentukan kadar suatu zat berdasarkan perhitungan volume
dengan larutan standar yang telah diketahui kadarnya dengan tepat. Dalam
percobaan ini yang dilakukan adalah titrasi asam yaitu menentukan konsentrasi
asam cuka dengan menggunakan larutan natrium hidroksida (NaOH).
Iodin adalah sebuah agen pengoksidasi yang jauh lebih lemah dari pada
kalium permanganat, senyawa serium(IV), dan kalium dikromat. Dilain pihak ion
iodida adalah agen pereduksi yang termasuk kuat, lebih kuat, sebagai contoh, ion
Fe(II). Dalam proses-proses analitis, iodine dipergunakan sebagai sebuah agen
pereduksi (iodometri). Namun demikian, banyak agen pereduksi yang cukup kuat
untuk bereaksi dengan ion iodida, dan aplikasi dari proses iodometrik cukup
banyak. Dalam percobaan ini iodometri menetukan kadar Cl dalam pemutih
pakaian.
1
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Analisis Gravimetri
Gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau
komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam
keadaan murni setelah melalui proses pemisahan. Analisis gravimetri adalah
proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsure atau senyawa tertentu. Bagian
terbesar dari penetuan secara analisis gravimetri meliputi transformasi unsur atau
radikal kesenyawaan murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang
dapat ditimbang dengan teliti. Metode gravimetrik memakan waktu yang cukup
lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu faktor-faktor
koreksi dapat digunakan (Khopkar, 1990).
Analisis gravimetri merupakan salah satu bagian dari kimia analitik.
Langkah pengukuran pada cara gravimetri adalah pengukuran berat, analit secara
fisik dipisakan dari semua komponen lainnya maupun dari solvennya.
Pengendapan merupakan teknik yang secara luas digunakan untuk memisahkan
analit dari gangguan-gangguan (Underwood, 1981).
Metoda gravimetri adalah suatu metoda analisis secara kuantitatif yang
berdasarkan pada prinsip penimbangan. Analisis gravimetri digunakan pada
beberapa bidang diantaranya untuk mengetahui suatu spesies senyawa dan
kandungan-kandungan unsur tertentu/molekul dari suatu senyawa murni yang
diketahui berdasarkan pada perubahan berat. Analisis kandungan air didalam
uranium oksida dengan metoda gravimetri (ASTM C-696) menggunakan alat
microprocessor oven. Air terserap secara fisika oleh suatu bahan padat danbukan
membentuk ikatan kimia dalam suatu bahan dapat dilepaskan lagi dengan cara
membentuk uap. Pelepasan air ini sangat tergantung pada suhu dan waktu
(Okdayani, 2010).
Sulfat di dalam senyawa organik terdapat sebagai thiophenols dan
thiophenes. Batubara dengan kandungan sulfur tinggi ketika dibakar akan
terbentuk sulfur dioksida yang dapat menyebabkan polusi di dalam udara. Ada
beberapa metoda analisis sulfat, yaitu pertama metoda gravimetri, sangat
2
tergantung pada konsentrasi Sulfat yang ada dalam larutan, untuk konsentrasi
yang kecil akan terbentuk endapan koloid (sangat halus) sehingga endapan yang
terbentuk susah dipisahkan (sulit penyaringannya) selain hal di atas waktu
pengerjaan dengan gravimetri cukup lama. Kedua, metoda titrimetri, perlakuannya
(preparasi dan analisisnya) dilakukan secara konvensional butuh waktu yang lama
dan dibutuhkan indikator untuk penentuan end point nya. Dan ketiga, metoda
potensiometri, waktu lebih cepat dibandingkan dengan kedua metoda di atas dan
tanpa indikator, caranya sama dengan titrimetri bedanya penentuan titik akhirnya
(end point) menggunakan elektroda ion selektif kalsium (Yudhi, 2009).
Metoda gravimetri adalah metoda absolut (primer) yang digunakan untuk
mengetahui kadar suatu zat berdasarkan persenyawaan murni yang hilang dan
yang terbentuk. Thorium yang ditetapkan secara gravimetri melalui penimbangan
yang menggunakan neraca yang terkalibrasi (traceable), pelarutan yang
digunakan adalah campuran asam nitrat dengan asam fluorida (2500 ml : 1 ml),
penambahan fluorida dalam jumlah kecil yang dapat membantu mempercepat
pembentukan endapan atau pengkristalan pada sampel yang mengandung logam
Thorium. Penambahan asam oksalat jenuh dapat membantu dalam pembentukan
endapan menjadi Thorium oksalat dan gas NO2 menghilang dengan adanya proses
pemanasan (Fatimah, et al., 2009).
Karakterisasi kimia-fisik biosorben yang diamati meliputi penentuan
keasaman permukaan dengan metode analisis gravimetri, titrasi asam basa, dan
spektrofotometri inframerah, dan luas permukaan menggunakan spektrofotometer
UV-Vis dengan metode adsorpsi metilen biru. Pemanfaatannya sebagai biosorben
Cd2+ dipelajari dari waktu setimbang, isoterm adsorpsi, kapasitas adsorpsi, dan
pengaruh pH terhadap kapasitas adsorpsi (Widihati, et al., 2010).
2.2 Volumetri
Volumetri adalah analisa yang didasarkan pada pengukuran volume dalam
pelaksanaan analisanya. Analisa volumetri biasa disebut juga sebagai
analisis titirimetri atau titrasi yaitu yang diukur adalahvolume larutan
yang diketahui konsentrasinya dengan pasti yang disebut sebagai titran,
dan diperlukanuntuk bereaksi sempurna dengan sejumlah tepat volume titrat
3
(analit) atau sejumlah berat zat yang akanditentukkan. Titran adalah larutan
standar yang telah diketahui dengan tepat konsentrasinya
Volumetri/titrasi merupakan salah satu cara analisis secara kuantitatif, yaitu
analisis yang bertujuan untuk menentukan jumlah suatu zat atau komponen zat.
Salah satu contoh dari analisis volumetri adalah titrasi, dimana analat direaksikan
dengan suatu pereaksi sedemikian rupa sehingga jumlah zat-zat yang direaksikan
itu ekuivalen satu sama lain atau tepat saling menghasilkan sehingga tidak ada
sisa. Beberapa analisis yang dapat kita ketahui dalam volumetri atau titrasi ini
yaitu:
1. Analisis kesadahan total melalui titrasi kompleksometri
Kesadahan total adalah jumlah ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang terdapat
dalam suatu sampel air. Kesadahan total salah satunya dapat ditentukan
melalui volumetri. Titrasi menggunakan EDTA (etilendiamintetraasetat)
sebagai titran dan EBT (Eriochrome Black T, Erio T) sebagai indikator.
2. Analisis keasaman melalui titrasi asam lemah dengan basa kuat
Titrasi asam basa adalah titrasi yang menyangkut asam dan basa aik kuat
maupun lemah. Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup
tajam dan untuk itu digunakan pengamatan dengan indicator bila pH ekuivalen
antara 4 sampai 10.
3. Analisis kadar H2O2 melalui titrasi redoks.
Reaksi redoks merupakan suatu reaksi yang menyebabkan terjadinya
perubahan bilangan oksidasi pada atom-atom dalam komponen yang terlibat
dalam reaksi. Reaksi redoks dapat dijadikan sebagai dasar dalam titrasi karena
seringkali atom atau senyawa yang sama dengan bilangan oksidasi berbeda
memiliki perbedaan warna yang cukup jelas.
4. Analisis kadar Cl dalam larutan NaCl melalui titrasi argentometri
metode volhard.
Argentometri merupakan metode titrasi yang menggunakan larutan pekat
nitrat (AgNO3) sebagai titran. Hasil reaksi titrasinya adalah endapan atau
garam yang sukar larut.
4
2.3 Titrasi
Titrasi adalah suatu metode penentuan kadar (konsentrasi) suatu larutan
dengan larutan lain yang telah diketahui konsentrasinya. Titrasi merupakan suatu
metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang
sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis
reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi
asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang
melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang
melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya.
PRINSIP TITRASI NETRALISASI
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran.
Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan
dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan
ekuivalen (artinya secara stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi).
Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”. Pada saat titik ekuivalent ini maka
proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan
untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant,
volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.
TITIK AKHIR TITRASI
Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan
sempurna yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan
warna indikator. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam
lemah atau basa lemah. Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa
organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi
perubahan warna pada indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan
kedalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator
tidak mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah titran yang diperlukan
untuk terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin. Umumnya dua atau tiga
tetes larutan indikator 0.1%(b/v) diperlukan untuk keperluan titrasi. Dua tetes
5
(0.1 mL) indikator (0.1% dengan berat formula 100) adalah sama dengan 0.01 mL
larutan titran dengan konsentrasi 0.1 M.
Berikut tabel indikator asam basa dengan rentang pH dan perubahan warna yang
terjadi.
Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak
terionisasi dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator
phenolphthalein (pp) seperti diatas dalam keadaan tidak terionisasi (dalam larutan
asam) tidak akan berwarna (colorless) dan akan berwarna merah keunguan dalam
keadaan terionisasi ( dalam larutan basa).
CARA MENGETAHUI TITIK EKUIVALEN
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa:
Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan,
kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh
kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalen”.
Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum
proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik
ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
6
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak
diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis. Indikator yang dipakai dalam titrasi
asam basa adalah indicator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH.
Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua
hingga tiga tetes. Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi
dipilih sedekat mungkin dengan titik ekuivalen, hal ini dapat dilakukan dengan
memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator
disebut sebagai “titik akhir titrasi”.
2.4 Larutan Baku Primer dan Sekunder
Larutan baku primer yaitu larutan dimana dapat diketahui kadarnya dan
stabil pada proses penimangan, pelarutan, dan penyimpanan.
Adapun syarat – syarat larutan baku primer :
Mempunyai kemurnian yang tinggi
Rumus molekulnya pasti
Tidak mengalami perubahan selama penimbangan
Berat ekivalen yang tinggi (Agar kesalahan penimbangan dapat diabaikan)
Larutan stabil didalam penyimpanan
Larutan standar primer adalah larutan standar yang konsentrasinya
diperoleh dengan cara menimbang.
Contoh senyawa yang dapat dipakai untuk standar primer adalah:
Arsen trioksida (As2O3) dipakai untuk membuat larutan natrium arsenit
NaASO2 yang dipakai untuk menstandarisasi larutan natrium periodat NaIO4,
larutan iodine I2, dan cerium (IV) sulfat Ce(SO4)2.
Asam bensoat dipakai untuk menstandarisasi larutan natrium etanolat,
isopropanol atau DMF.
Kalium bromat KBrO3 untuk menstandarisasi larutan natrium tiosulfat
Na2S2O3.
Kalium hydrogen phtalat (KHP) dipakai untuk menstandarisasi larutan asam
perklorat dan asam asetat.
7
Natrium Karbonat dipakai untuk standarisasi larutan H2SO4, HCl dan HNO3.
Natrium klorida (NaCl) untuk menstandarisasi larutan AgNO3
Asam sulfanilik (4-aminobenzene sulfonic acid) dipakai untuk standarisasi
larutan natrium nitrit.
Larutan baku sekunder yaitu larutan dimana konsentralisinya ditentukan
dengan jalan pembekuan dengan larutan atau secara langsung tidak dapat diketahu
kadarnya dan kestabilannya didalam proses penimbangan, pelarutan dan
penyimpanan.
Adapun syarat – syarat larutan baku sekunder :
Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
Berat ekivalennya tinggi
Larutan relatif stabil didalam penyimpanan
SATUAN KONSENTRASI pada LARUTAN
Larutan adalah campuran serba sama antara komponen zat terlarut dan komponen
pelarut. Hubungan kuantitatif antara zat terlarut dengan pelarut dalam suatu
larutan disebut konsentrasi atau kepekaan. Kita kenal beberapa satuan konsentrasi
yang umum antara lain :
a. Persen
Persen adalah hubungan yang menyatakan banyaknya bagian zat terlarut
dalam setiap seratus bagian larutan. Satuan persen terdiri atas beberapa macam
yaitu : Persen berat per volume (V/V)
b. Molar
Molar atau molaritas adalah sistem konsentrasi yang menyatakan banyaknya
mol zat yang terkandung dalam satu liter larutan.
M = Mol/liter M = mmol/ml M = gr/Mr x 1000/ml
c. Normal (N)
Normal atau normalitas adalah banyaknya eqivalen zat terlarut yang
terkandung dalam setiap liter larutan.
N = grek/liter BE = BM/ev grek = gr/BE x 1/ltr
N = gr x ev/BM x vol
8
d. Molal (m)
Molal atau molalitas adalah perbandingan antara jumlah zat terlarut dalam
setiap kilogram pelarutnya.
m = mol zat terlarut/kg pelarut m = gr/BM x 1000/p
e. Fraksi mol (X)
Fraksi mol merupakan perbandingan mol zat terlarut terhadap jumlah mol
larutan.
X = mol zat terlarut/mol larutan X = n1/n1 + n2
f. Part per million (ppm)
Parts per million (ppm) merupakan satuan konsentrasi yang sangat encer atau
disebut juga bagian persejuta.
ppm = mol zat terlarut/106 mg air atau ppm = mol zat terlarut/liter larutan
Untuk melarutkan bahan-bahan kimia yang tergolong eksotermik, seperti
asam sulfat atau natrium hidroksida, maka yang dimasukkan ke dalam gelas piala
lebih dahulu adalah pelarutnya/air, kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit
bahannya sambil diaduk dan didinginkan (biasanya wadah direndam dalam air).
Hal ini disebabkan karena bahan kimia ekstremik jika direaksikan dengan air akan
menimbulkan pana, sehingga jika bahan kimianya yang dimasukkan dengan
sedikit air pada awal reaksi akan menimbulkan panas. Akibatnya dapat
menyebabkan ledakan kecil atau wadahnya dapat pecah.
Jika kita hendak membuat larutan dari bahan yang wujudnya cair, maka
pekerjaan ini disebut pengenceran. Pertama-tama harus diketahui konsentrasi atau
kadar dari zat cair induk. Dengan mengetahui konsentrasinya dapat dihitung
jumlah larutan induk yang harus diencerkan sampai volume tertentu yang
diinginkan dengan menggunakan rumus pengenceran sebagai berikut :
V1 x N1 = V2 x N2
Ket :
V1 = Volume larutan induk (diketahui konsentrasinya) yang akan dipipet.
V2 = Volume larutan yang diinginkan.
9
N1 = Konsentrasi larutan induk.
N2 = Konsentrasi larutan yang diinginkan.
2.5 Indikator
Dalam titrasi diperlukan suatu penunjuk titik akhir yang biasa disebut
dengan istilah Indikator. Indikator adalah senyawa organik (umumnya) atau
anorganik yang digunakan dalam titrasi untuk menentukan dan menunjukkan titik
akhir suatu titrasi. Dalam pemakaiannya, indikator ada memberikan warna pada
larutan misalnya pada Kompleksometri atau juga berupa suatu endapan ini pada
titrasi Argentometri.
1. Dalam titrasi ada pula yang tidak memerlukan indikator sebagai penunjuk titik
akhir titrasi, hal ini memungkinkan karena zat asalnya yang berwarna dan
memiliki perbedaan warna pada awal titrasi dengan warna akhir titrasi yang
cukup kontras dan mencolok, sebagai contoh pada titrasi Permanganometri
yang memiliki larutan titer yang berwarna ungu dengan warna merah muda
pucat pada titik akhir titrasi. Istilah yang sering digunakan adalah
Autoindikator. Bila suatu indikator dalam suatu titrasi kita pergunakan untuk
menunjukkan titik akhir titrasi, maka :
Indikator harus berubah warna tepat pada saat titrant menjadi ekivalen
dengan titrat agar tidak terjadi kesalahan titrasi (yakni selisih antara titik
akhir dan titik ekivalen). Untuk memenuhinya maka trayek indikator harus
mencakup pH larutan pada titik ekivalen, atau sangat mendekatinya.
2. Perubahan warna harus terjadi dengan mendadak, agar tidak ada keragu-raguan
tentang kapan titrasi harus dihentikan. Untuk memenuhinya maka trayek
indikator harus memotong bagian yang sangat curam dari kurva titrasi.
Pembagian Indikator dalam titrasi :
1. Indikator Asam Basa (Acid Base Indicators)
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Asidimetri dan
alkalimetri.
2. Indikator Pengendapan dan Adsorpsi.
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi presipitimetri seperti
pada Argentometri.
10
3. Auto indikator.
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Iodometri,
Permanganometri, Iodimetri dan Bromatometri.
4. Indikator Redoks
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Bromatometri, Serimetri,
dan titrasi K2Cr2O7, Iodimetri dan Iodometri.
5. Indikator dalam (Internal Indicator)
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Nitrimetri
6. Indikator luar (Eksternal Indicator)
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Nitrimetri
7. Indikator Metal (Metalochromatic Indicators)
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Kompleksometri dan
Kelatometri.
INDIKATOR ASAM BASA
Indikator untuk titrasi asam basa memegang peranan yang amat penting
disebabkan indicator ini akan menunjukkan kita dimana titik akhir titrasi
berlangsung. Pemilihan indicator yang tepat akan sangat membantu dalam
keberhasilan titrasi yang akan kita lakukan. Jangan sampai kita salah memilih
indicator yang menyebabkan terjadinya kesalahan dalam penentuan titik akhir
titrasi.
Untuk memilih indicator yang akan dipakai pada titrasi asam basa maka
terlebih dahulu kita harus memperhatikan trayek pH indicator tersebut. Misalkan
kita memiliki indicator asam lemah HIn dimana bentuk takterionisasinya
berwarna merah sedangkan bentuk terionisasinya berwarna kuning.
HIn H+ + In-
Merah Kuning
Perubahan warna HIn terjadi pada kisaran pH tertentu. Perubahan ini tampak
bergantung pada kejelihan penglihatan orang yang melakukan titrasi. Untuk warna
indicator yang terjadi akibat terbentuknya dari transisi kedua warna (misal HIn
11
berubah dari warna merah ke kuning maka kemungkinan warna transisinya adalah
oranye), maka umumnya hanya satu warna yang akan teramati jika perbandingan
kedua konsentrasi adalah 10:1 jadi hanya warna dengan konsentrasi yang paling
tinggi yang akan terlihat.
Sebagai contoh jika hanya warna kuning yang terlihat maka konsentrasi
[In-]/[HIn] = 10/1 dan jika kita masukkan ke persamaan Henderson-Hasselbalch
diperoleh :
pH = pKa + log 10/1 = pKa + 1
dan jika hanya warna merah yang terlihat maka konsentrasi [In]/HIn] = 1/10
sehingga:
pH = pKa + log 1/10 = pKa – 1
Jadi pH indicator akan berubah dari kisaran warna yang satu dengan yang
lain adalah berkisar antara pKa-1 sampai dengan pKa + 1, dan pada titik tengah
daerah transisi perubahan warna indicator konsentrasi [In-] akan sama dengan
[HIn] oleh sebab itu pH = pKa.
Dengan demikian kita dapat memilih suatu indicator dengan cara mimilih
indicator yang nilai pKa-nya adalah mendekati nilai pH pada titik ekuivalen atau
untuk pH indicator dari basa lemah nilai pKb-nya yang mendekati nilai pH
ekuivalen. Contoh indicator pp yang dipakai untuk titrasi asam kuat dan basa kuat
atau asam lemah dan basa kuat, indikato metil merah yang dipakai untuk titrasi
basa lemah dan asam kuat.
Fenolftalein adalah indikator titrasi yang lain yang sering digunakan, dan
fenolftalein ini merupakan bentuk asam lemah yang lain. Pada kasus ini, asam
lemah tidak berwarna dan ion-nya berwarna merah muda terang.
Contoh indicator phenolphthalein
Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi
kesetimbangan ke arah kiri, dan mengubah indikator menjadi tak berwarna.
Penambahan ion hidroksida menghilangkan ion hidrogen dari kesetimbangan yang
mengarah ke kanan untuk menggantikannya – mengubah indikator menjadi merah
muda.Setengah tingkat terjadi pada pH 9.3. Karena pencampuran warna merah muda
dan tak berwarna menghasilkan warna merah muda yang pucat, hal ini sulit untuk
mendeteksinya dengan akurat.
12
Harus diingat bahwa titik ekivalen titrasi yang mana anda memiliki
campuran dua zat pada perbandingan yang tepat sama. anda tak pelak lagi
membutuhkan pemilihan indikator yang perubahan warnanya mendekati titik
ekivalen. Indikator yang dipilih bervariasi dari satu titrasi ke titirasi yang lain.
2.6 Iodometri
Iodin adalah sebuah agen pengoksidasi yang jauh lebih lemah dari pada
kalium permanganat, senyawa serium(IV), dan kalium dikromat. Dilain pihak ion
iodida adalah agen pereduksi yang termasuk kuat, lebih kuat, sebagai contoh, ion
Fe(II). Dalam proses-proses analitis, iodine dipergunakan sebagai sebuah agen
pereduksi (iodometri). Namun demikian, banyak agen pereduksi yang cukup kuat
untuk bereaksi dengan ion iodida, dan aplikasi dari proses iodometrik cukup
banyak.
Prinsip dari iodi/iodometri adalah reaksi reduksi oksidasi. Reaksi-reaksi
yang terjadi meliputi perubahan bilangan oksidasi atau perpindahan elektron-
elektron dari zat-zat yang bereaksi. Iodimetri adalah penyelidikan untuk
mengetahui kadar suatu zat dengan menggunakan larutan standar iodium,
sedangkan iodometri adalah titrasi terhadap iodium yang dibebaskan dari suatu
reaksi kimia.
Beberapa kimiawan lebih suka menghindari istilah iodi/iodometri,dan
sebagai gantinya mengatakan proses-proses iodometrik langsung dan tak
langsung. Sebab pada iodimetri iodium yang ada merupakan reagen yang
diberikan dalam reaksi tersebut, sedangkan pada iodometri iodium yang terbentuk
merupakan hasil reaksi.
Iodium merupakan oksidator yang relatif lemah. I2 dapat bereaksi secara
kuntitaif dengan reduktor kuat dan reduktor lemah. Dalam keadaan demikian
oksidasi potensial dari reduktor tersebut menjadi minimal sedangakan kekuatan
mereduksinya menjadi maksimal. Dalam suasana basa, iodium dapat bereaksi
dengan ion hidorksil membentuk hipoiodit dan iodida. Hiopidit ini sangat tidak
stabil dan dengan segera dapat berubah menjadi iodidat.
Senyawa- senyawa iodine yang penting yaitu :
13
a. Kalium Iodat (KIO3) yang ditambahkan pada garam dapur agar tubuh kita
memeperoleh iodine.
b. Iodoform (CHI3) suatu zat organic yang penting.
c. Perak Iodida (agi) yang juga di gunakan dalam film fotografi.
2.7 Macam-macam Iodometri
1. Iodometri Langsung
Subtansi-subtasi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur reduksi
untuk dititrasi langsung dengan iodin adalah tiosulfat, arsenik(III),
antimony(III), sulfida, sulfit, timah(II), dan ferosianida.
a. Pembuatan larutan iodin
Iodine hanya larut dalam sedikt air (0,00134 mol/liter pada 25ºc) namun
larut dalam cukup banyak larutan-larutan yang mengandung ion iodida.
Suatu kelebihan kalium iodide ditambahka untuk meningkatkan kelarutan
dan untuk menurunkan keatsirian iodin.
b. Standarisasai
Larutan-larutan iodin standard dapat dibuat melalui penimbangan langsung
iodin murni dan pengenceran dalam sebuah labu volumetrik. Standarisasi
terhadap sebuah standar primer, As2O3 paling sering dipergunakan. Jika
konsentarasi ion hidrogen diturunkan, reaksi dipaksa bergeser ke kanan dan
dapat dibuat cukup lengkap sehingga bisa digunakan untuk titrasi. Biasanya
larutan dinaggap apda ph sedikit diatas 8, menggunakan natriun bikarbonat,
dantitrsai akan memberikan hasil-hasil yang sempurna.
c. Indikator Kanji
Iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga
memberikan warna ungu Atau violet yang intes untuk zat-zat pelarut seperti
karbontetraklorida dan klorofrom, dan Terkadang kondisi ini dipergunakan
dalam mendeteksi titik akhir dari titrasi. Warna birugelap Dari kompleks
iodin-kanji bertindak sebagai tes yang amat sensitif untuk iodin. Laruta-
larutan Kanji dengan mudah didekomposisinya oleh bakteri dan biasanya
sebuah subtansi, seperti asam Borat dutambahkan sebagai bahan pengawet.
Beberapa penentuaan yang dapat dilakukan melalui titrasi langsung dengan
14
sebuah larutan Iodin standar. Dalam penentuan timah dan sulfit, larutan
yang sedang dititrasi harus dilindungi Dari oksidasi oleh udara. Titrasi
hidrogen sulfida sering kali dipergunakan untuk menentukan Belerang
didalam besi atau baja.
2. Iodometri Tak Langsung
Banyak agen pengoksidasi yang membutuhkan suatu larutan asam untuk
bereaksi dengan iodin, natrium Thiosulfat biasanya dipergunakan sebagai
titrannya. Titrasi dengan arsenic(III) membutuhkan sebuah Larutan yang
sedikit alkalin.
a. Natrium Thiosulfat
Natrium thiosulfat umumnya dibeli sebagai penhidrat, Na2S2O3. 5H2O,
dan larutan-larutan tersebut tidak stabil pada jangka waktu yang lama,
sehingga boraks atau natrium karbonat seringkali ditambah sebagai bahan
pengawet.
Iodin mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat :
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O6
2-
Jika ph dari larutan diatas 9, tiosulfat teroksidasi secara parsial menjadi
sulfat :
4I2 + S2O32- + 5H2O 8I- + 2SO4
2- + 10H+
Standarisasi larutan-larutan tiosulfat
Iodin murni adalah stnadar yang paling jelas namun jarang
dipergunakan karena kesulitannya dalam penanganan dan penimbangan
yang lebih sering dipergunakan adalah stanadar yang terbuat dari suatu
agen pengoksidasi kuat yang akan membaskan ion iodin dari iodida, sebuah
iodometrik.
b. Kalium Dikromat
Senyawa ini bisa didapat dengan tingkat kemurnian yang tinggi.
Senyawa ini mempunyai berat ekivalen yang cukup tinggi, tidak
higroskipik, dan padat serta larutanya amat stabil. Berat ekivalen dari
kalium dikromat adalah seperenam dari berat molekulnya. Untuk
15
memperoleh hasil terbaik, seposi kecil natrium bikarbonat atau es kering
ditambahkan kelabu titrasi.
c. Kalium iodidat dan Kalium Bromat
Kedua garam ini mengoksidasi iodida secara kuantitaif menjadi iodin
dalam larutan asam. Reaksi iodatnya berjalan cukup cepat, reaksi ini juga
hanya membutuhkan sedikit ion hidrogen untuk menyelesaikan reaksi.
Reaksi bromat berjalan lebih lamabat, namun kecepatanya dapat
ditingkatkan dengan menaikan konsentrasi ion hidrogen. Biasanya sebuah
amonium molibdat ditambah sebagai katalis.
Kerugian utama dari kedua garam ini sebagai standar primer adalah
bahwa barat ekivalen mereka kecil. Bereat equivalen adalah seperenam dari
berat molekular, dimana berat ekivalen KIO3 adalah 35,67 dan KBrO3
adalah 27,84. Garamkalium asam iodidat, KIO3. HIO3, dapat juga
dipergunakan sebagai standar primer namun berat ekivalenya juga kecil,
seperduabelas dari berat molekulnya atau 32,49.
d. Tembaga
Tembaga murni dapat dipergunakan sebgai standar primer untuk
natrium tiosulfat dan disarankan untuk dipakai ketika tiosulfatnya akan
dipergunakan untuk menentukan tembaga. Telah ditemukan bahwa iodin
ditahan oleh adsorpsi pada permukaan dari endapan tembaga(I) iodida dan
harus dipindahkan untuk mendapatkan hasil-hasil yang benar. Kalium
tiosianat biasanya ditambahkan sesaat sebelum titik akhir titrasi tercapai
untuk menyingkirkan iodin yang diadsorbsi.
Penentuan iodometrik tembaga banyak dipergunakan baik untuk bijih
maupun paduannya. Metoda ini memberika hasil-hasil yang sempurna dan
lebih cepat daripada penentuan elektrolotik tembaga.
2.8 Penentuan Titik Akhir Titrasi Iodometri
Larutan iodium dalam air yang mengandung iodida berwarna kuning sampai
coklat tergantung kadarnya. Iodium dapat berlaku sebagai indikator sendiri tapi
16
penglihatan kurang dapat menagkap perubahan warnanya, maka digunakan
indikator amilum.
Dalam lingkungan asam kuat amilum tidak dapat digunakan sebagai
indikator karena amilum akan terhidrolisa. Kepekaan warna indikator akan
menurun apabila :
a. Suhu dinaikan
b. Larutan mengandung alkaohol, pada konsentrasi alkohol >50% menjadi tidak
berwarna
Keuntungan menggunakan indikator amilum :
a. Harganya murah
b. Mudah didapat
c. Perubahan warna pada titik akhirtitrasi jelas
Kerugian/keburukan menggunakan indikator amlilum :
a. Sukar larut dalam air dingin
b. Tidak stabil mudah terhidolisa menjadi dekstrin
c. Dalam suasana asam kuat akan terhidrolisa
d. Larutan amilum dengan iodium menjadi kompleks yang sukar larut maka
pemberian amilum mendekati t.a.t.
e. Jika larutanya sangat encera kan terjadi pergeseran titik akhir titrasi.
Mengatasi keburukan-keburukan tersebut, dengan jalan menggunakan
tepung Natrium glikolat (sebagai pengganti amilum) yang sifatnya lebih baik dari
pada amilum :
a. Tidak higroskopis
b. Mudah larut dalam air
c. Lebih stabil
d. Dengan iodium tidak membentuk kompleks yang sukar larut, sehingga
penambahanya tidak perlu mendekat t.a.t
e. Pada larutan yang encer, tidak terjadi pergeseran t.a.t.
Na-glikolat dengan larutan iodium pekat berwarna hijau dan bila kadar iodium
turun berubah menjadi biru. Zat-zat organik seperti CCl4, CHCl3, dan CS2 (tidak
dapat bercampur dengan air) pada saat mendekati t.a.t kadar larutan +
17
CCl4/CS2/CHCL3 yang akan turu ke dasar labu titrasi dengan warna merah violet
karena I2 terlarut didalamnya. Kemudian titrasi dilanjutkan sambil dikocok keras
sampai warna merah hilang.
2.9 Larutan Standar Iodometri
1. Larutan Standar Primer
Iodium sukar larut dalam air, untuk mempertinggi larutannya maka
iodium dilarutkan dalam larutan KI sehingga terbentuk tri ioda. Dimana I2
diikat oleh KI sehingga menpunyai tekanan uap yang lebih rendah dari pada
air murni dan hasrat penguapannya berkurang. Makin besar kadar KI, makin
besar kelarutan I2 didalamnya.
Pada penggunaan larutan Iodium sebagai titran ada kesealahan yang perlu
diperhatikan, yaitu:
a. Hilanganya Iodium karena mudah menguap pada suhu kamar
b. Penurunan kadar larutan selama penyimpanan disebabkan oleh reaksi
Iodium dengan air
c. Reaksi ini dikatalisir oleh cahaya, tambah pula iodida yang ada dalam
larutan dapat dioksidasi oleh oksigen dari udara menjadi iodium
2. Larutan Sekunder
Larutan standar tiosulfat Na2S2O3 . 5H2O mempunyai kemurnian yang
tinggi tetapi kadar airnya tidak tetap. Karena itu dapat digunakan sebagai
larutan primer . Larutan standar tiosulfat disebabkan oleh :
a. Adanya CO2 dalam air yang digunakan untuk membuat larutan satandar
dan juga karbon dioksida dari udara sehingga terjadi pengendapan dari
sulfur. Kekeruhan terjadi akibat endapan dari belerang, tetapi reaksi ini
lebih lambat dari pada reaksi S2O3= denga iodium, sehingga titrasi masih
dapat dilakukan dalam suasana asam
b. Larutan tiosulfat mudah diuraikan oleh bakteri, , misalnya thibacilus,
thioparus
Maka untuk menjaga kesetabilan larutan thiosulfat (supaya tahan lama),
dilakukan tidakan-tindakan sebagai berikut :
18
a. Larutan dibuat dengan aquadest yang venas carbón dioksida
b. Ditmbah pengawet 3 tetes CHCl3 atau 10 mg hgi2/liter larutan
c. Lindungi larutan dari cahaya.
Cara titrasi oksidasi reduksi yang dikenal ada dua :
a. Oksidimetri Yaitu titrasi redoks dengan menggunakan larutan baku yang
bersifat oksidator. Misal: Sulfur dioksida dan hydrogen sulfide, timah (II)
klorida , logam dan amalgam.
b. Reduksimetri Yaitu titrasi redoks dengan menggunakan larutan baku yang
bersifat reduktor. Misal : Natrium dan Hidrogen Peroksida, Kalium dan
amonium peroksidisulfat,natrium Bismutat (nabio3).
Prinsip Iodometri
Chlorine akan membebaskan ion bebas dari larutan KI pada Ph 8 atau kurang.
Iodium ini akan dititrasi dengan larutan standar sodium thiosulfate dengan
indikator starch dalam keadaan Ph 3-4, sebab pada Ph netral reaksi ini tidak
stoikiometri dengan reaksi oksidasi parsial thiosulfate menjadi sulfat.
Kegunaan Iodometri:
Kegunaan iodometri adalah untuk menetapkan kadar larutan iodin, larutan
natrium tiosulfat dan zat-zat yang dapat bereaksi dengan iodida membebaskan
iodin.
Contoh kegunaannya
a. Penetapan kadar CaCl2 dalam kaporit
b. Penetapan kadar Kalium Bikromat
c. Penetapan kadar FeCl3
d. Penetapan kadar CuSO4
e. Penetapan kadar NaClO dalam pemutih
19
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat:
Buret
Alat penyangga buret
Labu ukur
Erlenmeyer
Gelas kimia
Kaca arloji
Timbangan analitik
Bunsen
Kaki tiga
Pipet tetes
Pipet volume
Batang pengaduk
Termometer
Bahan:
larutan NaOH
larutan Na2S2O3
larutan asam asetat
cuka makan
bayclin
padatatan kalium dikromat
padatan NaOH
larutan kanji
padatan KI
larutan HCLl 1:1
larutan asam oksalat
Indikator PP
Ammonium molibdat
3.2 Cara Kerja
1. Penetapan Kadar Cuka
a. Dibuat larutan sorensen dan larutan NaOH 0,1N.
Kedalam 25ml air suling dalam gelas piala 50ml tambahkan sedikit demi
sedikit 25g hablur NaOH. Hati-hati campuran menjadi panas bila perlu
gelas piala direndam dalam air dingin, dibiarkan larutan selama 2menit.
Dari larutan sorensen yang jernih, diambil dengan gelas ukur kira-kira
1,3ml , dimasukkan kedalam 250ml labu ukur, kemudian ditambahkan
air suling yang sudah dipanaskan.
20
b. Pembuatan larutan asam oksalat untuk standarisasi
Ditimbang dengan teliti 636mg asam oksalat murni, kering dengan kaca
arloji. Larutan kedalam labu ukur 100ml dan tepatkan sampai tanda tera,
dikocok hingga homogen.
c. Titrasi standarisasi NaOH 0,1N
Kedalam 250ml Erlenmeyer, dipipet 25ml asam oksalat, ditambahkan 2-
3 tetes indikator PP ( larutan 1% dalam alcohol 60%), kemudian dititar
dengan NaOH 0,1N sampai muncul warna merah muda. Dilakukan
penetapan ini 3 kali. Dihitung normalitas larutan NaOH.
d. Persiapan sample
Dipipet 10ml cuka makan kedalam 100ml labu volumetric, ditambahkan
air suling sampai tanda tera lalu dikocok.
e. Penetapan kadar cuka
Dipipet 25ml larutan pada langkah 4 diatas, kedalam 250ml erlenmeyer,
ditambahkan 2-3tetes indicator pp. Kemudian dititrasi dengan larutan
NaOH yang telah distandarisasi. Dilakukan 3 kali dan dihitung kadar
cuka asam.
2 Penetapan Zat Pemutih
a. Standarisasi Natrium Tiosianat
Ditimbang 100 mg kalium dikromat dan 1 gram KI.
Dimasukkan larutan natrium tiosianat ke dalam buret.
Dimasukkan 100 mg kalium dikromat ke dalam Erlenmeyer,
ditambahkan 50 ml air, ditambahkan 1 gram KI, ditambahkan 5 ml HCl
1:1, dan ditambahkan 50 ml air lagi, dikocok dan diamati perubahan
yang terjadi.
Dititrasi sampai berwarna kuning/ warna iod hilang.
Dicatat volume natrium tiosianat yang diperlukan.
b. Penetapan Zat Pemutih
Ditimbang 1,5 gram KI
Dimasukkan larutan natrium tiosianat ke dalam buret.
21
Dimasukkan 5 ml byclean ke dalam Erlenmeyer, ditambahkan 1,5 gram
KI, ditambahkan 4 ml asam sulfat 4N, ditambahkan 1,5 tetes ammonium
molibdat. Dititrasi hingga berwarna kuning.
Dicatat volume natrium tiosianat yang diperlukan.
Campuran yang telah dititrasi tadi dipanaskan hingga suhu 60 derajat
celcius.
Ditambahkan 1,5 ml larutan kanji
Dititrasi lagi dengan natrium tiosianat hingga berwarna biru yang
kemudian hilang.
Dicatat volume natrium tiosianat yang diperlukan.
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
1. Hasil Penetapan Kadar Cuka
No V1 (NaOH) N1V2
(As. Oks)N2
1 5,3 0,18 10 0,2
2 16 0,06 10 0,2
3 14,2 0,07 10 0,2
No V1 (NaOH) N1V2
(Cuka)N2
1 53,3 0,18 10 0,95
2 51,5 0,06 10 0,3
3 51,6 0,07 10 0,36
NaOH dan Asam oksalat 1 NaOH dan Cuka 1
V1.N2= V2.N2 V1.N1 =V2.N2
5,3.N1= 10. 0,1 53,3.0,18= 10.N2
N1= 10.0,1
5,3 N2=
53,3.0 ,1 810
= 0,18 = 0,95N
NaOH dan asam oksalat 2 NaOH dan Cuka 2
V1.N1=V2.N2 V1.N1 = V2.N2
16.N1=10.0,1 51,5.0,06 = 10.N2
N1=10.0,1
16 N2=
51,5.0,0610
=0,06N = 0,3N
NaOH dan asam oksalat 3 NaOH dan cuka 3
V1.N1= V2.N2 V1.N1 = V2.N2
14,2.N1= 10.0,1 51,6.0,07= 10.N2
N1= 10.0,114,2
N2= 51,6.0,07
10
23
= 0,07 = 0,36
% Kadar cuka:¿N NaOH xV NaOH x BM Cuka x FP
1000 xVol cukax 100 %
= 0 ,103 x 52,13 x 60 x10
10000x 100%
= 3221,6310000
x100 %
= 32,21%
2. Hasil Penetapan Zat Pemutih
a. Standarisasi Natrium Tiosianat
K2CrO7+ air = Warna orange
+HCl = coklat betadine
+ 50ml air = coklat kemerahan
Dititrasi + Na2S2O3= iod hilang berwarna kuning (30,5ml) V tio=
Dititrasi + lar. Kanji = berwarna biru terang (2,6ml) 33,1 ml
N tio= mg sample
V tioxfpxBst =
100 mg33,1.1.158
= 0,019N
b. Penetapan Zat Pemutih
Bst = Mr Na2S2O3= 158
Bayclin + H2SO4 = Berwarna hijau terang kekuningan
Bayclin+ H2SO4+ KI+ ammonium molibdat = coklat hitam terjadi gas klor
berwarna merah muda.
Dititrasi + Na2S2O3= 50ml Na2S2O3 V tio= 52,5 ml
Dititrasi bayclin + kanji= 2,5ml
N bayclin
V1.N1=N2.V2
5ml.N1=0,019.52,5ml
N1= 0,997510 ml
%Kadar Cl =
V tio . N tio . Fp . BstN mg(10 ml)
x100 %
¿ 52,2.0,019.1 .1580,09975 x1000
24
= 0,09975N
= 15,75%
4.2 Pembahasan
Gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau
komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam
keadaan murni setelah melalui proses pemisahan. Analisis gravimetri adalah
proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsure atau senyawa tertentu. Bagian
terbesar dari penetuan secara analisis gravimetri meliputi transformasi unsur atau
radikal kesenyawaan murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang
dapat ditimbang dengan teliti. Metode gravimetrik memakan waktu yang cukup
lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu faktor-faktor
koreksi dapat digunakan (Khopkar, 1990).
Volumetri adalah analisa yang didasarkan pada pengukuran volume dalam
pelaksanaan analisanya. Analisa volumetri biasa disebut juga sebagai
analisis titirimetri atau titrasi yaitu yang diukur adalahvolume larutan
yang diketahui konsentrasinya dengan pasti yang disebut sebagai titran,
dan diperlukanuntuk bereaksi sempurna dengan sejumlah tepat volume titrat
(analit) atau sejumlah berat zat yang akanditentukkan. Titran adalah larutan
standar yang telah diketahui dengan tepat konsentrasinya
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan 2 percobaan yaitu penetapan
kadar cuka dan penetapan zat pemutih. Tujuan penetapan kadar cuka adalah untuk
menetukan kadar cuka dalam cuka makan dan tujuan penetapan zat pemutih
adalah untuk mengetahui kadar Cl dalam pemutih.
Percobaan yang pertama yaitu penetapan kadar cuka dalam cuka makan.
Analisis yang dipakai dalam percobaan ini adalah analisis titrimetri. Titrimetri
merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan
zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Kegunaan percobaan ini yaitu untuk
menetukan keamanan dari sampel yang diuji. Percobaan ini dilakukan 3 kali, hal
ini bertujuan untuk meminimalisir kesalahan yang terjadi pada saat praktikum,
sehingga hasil yang diperoleh akurat. Proses titrasi ini diakukan dengan
25
memasukkan 10 ml asam oksalat dan 10 ml asam cuka dalam Erlenmeyer yang
berbeda, kemudian ditetesi indicator PP dan dititrasi menggunakan larutan
natrium hidroksida. Penggunaan natrium hidroksida adalah untuk menteralkan
asam pada asam oksalat dan asam asetat (cuka) agar diketahui normalitasnya.
Penentuan titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna pada titran yang
berubah menjadi merah muda. Persen kadar cuka yang dihasilkan praktikan yaitu
32,21%. Kadar ini, menurut literature sangatlah besar yang mana pada literature
disebutkan bahwa kadar cuka dalam cuka makan maksimal 25%. Hal ini
dipengaruhi oleh beberapa hal seperti kurangnya ketelitian praktikan dalam
pembacaan skala pada buret, adanya kontaminasi antar bahan satu dengan lainnya,
kesalahan pada saat titrasi yaitu titran yang terlalu berwarna merah muda pekat
dan lain-lain.
Adapun reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
NaOH + H2C2O4 → 2 NaCO2 + 2H2O
NaOH + CH3COOH → CH3COOH +H2O
Percobaan kedua yaitu penetapan kadar Cl dalam zat pemutih pakaian.
Analisis yang digunakan pada percobaan ini adalah analisis iodometri. Iodimetri
adalah penyelidikan untuk mengetahui kadar suatu zat dengan menggunakan
larutan standar iodium, sedangkan iodometri adalah titrasi terhadap iodium yang
dibebaskan dari suatu reaksi kimia. Kegunaan iodometri adalah untuk menetapkan
kadar larutan iodin, larutan natrium tiosulfat dan zat-zat yang dapat bereaksi
dengan iodida membebaskan iodin. Percobaan ini pertama-tama dilakukan dengan
menstandarisasi larutan natrium sulfat yang kemudian normalitasnya akan
digunakan dalam penentuan kadar Cl dalam zat pemutih.
Reaksi pada standarisasi:
K2CrO7 + 6KI + 14 H2SO4 → 8K2SO4 + 2CrSO4 +7H2O + 3I2
Kemudian untuk menetapkan kadar Cl nya sendiri, setelah standarisasi titran
dipanaskan hingga suhu 60 derajat celcius. Kemudian ditambahkan dengan 1,5 ml
larutan kanji dan dititrasi lagi dengan natrium tiosianat. Persen kadar Cl yang
didapat praktikan adalah 15,75%. Adapun reaksi yang terjadi yaitu:
Pada pengujian NaOCl:
NaClO + 3KI → NaI + KClO+ I2
26
I2 + 2Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
1. % kadar cuka yang didapat pada praktikum adalah 32,21%.
2. % kadar Cl dalam pemutih pakaian yang didapat pada praktikum adalah
15,75%.
3. Titrimetri merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya.
4. Iodimetri adalah penyelidikan untuk mengetahui kadar suatu zat dengan
menggunakan larutan standar iodium, sedangkan iodometri adalah titrasi
terhadap iodium yang dibebaskan dari suatu reaksi kimia
27
DAFTAR PUSTAKA
Fatimah, Syamsul., Rahmiati., Yoskasih. 2009. “Verifikasi Metoda Gravimetri untuk
Penentukan Thorium”. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir – BATAN. Vol. 13. No.
03.
Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.
Okdayani, Yoskasih. 2010. “Penentuan Kadar Air Dalam Serbuk UO2 Dengan
Metoda Gravimetri”. Hasil-hasil Penelitian EBN. Vol. 12. No. 7.
Underwood, A.L, dan Day, R.A., 1981, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga,
Jakarta.
Widihati, I. A. G., Ratnayani, Oka., Angelina, Yunita. 2010. “Karakterisasi
Keasaman dan Luas Permukaan Tempurung KelapaHijau (Cocos nucifera) dan
Pemanfaatannya Sebagai Biosorben Ion Cd2+”. Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Udayana.
Yudhi, Noor. 2009. “Penentuan Konsentrasi Sulfat Secara Potensiometri”. Vol. 2.
No.3.
http://zgpratiwi.blogspot.com/2012/12/volumetrititrasi.html
http://mhdjakasuntana.blogspot.com/
http://lablog92.tumblr.com/titrasi-asam-basa
http://sartinichemistry.blogspot.com/2013/05/analisis-gravimetri_14.html
http://dedyanwarkimiaanalisa.blogspot.com/2009/11/asidi-alkalimetri.html
28
LAMPIRAN:
1. Penetapan Kadar Cuka
Standarisasi NaOH
(as.oksalat + NaOH)
Penetapan Kadar Cuka
(Cuka + NaOH)
2. Penetapan Kadar Cl dalam Zat Pemutih
1 2 3
Ket:
1. Sebelum titrasi
2. Sesudah titrasi
3. Setelah penambahan kanji+pemanasan+titrasi
29