Upload
rebeka-costantina-weriditi
View
126
Download
28
Embed Size (px)
DESCRIPTION
IPD
Citation preview
LAPORAN KASUS
SEORANG PENDERITA PENYAKIT HIPERTIROID DAN IDIOPATIK
TROMBOSITOPENIA PURPURA
Rebeka Costantina Weriditi, S.Ked
dr. Sofia Elisjabet Rumbino, Sp.PD
KASUS
Seorang wanita Nn. YA, usia 19 tahun, suku Ujung Pandang, mahasiswa, tinggal di Jl.
Sumatra Dok IV, datang ke Poli Penyakit Dalam RSUD Jayapura tanggal 13 Agustus 2014.
Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah terdapat benjolan pada leher.
ANAMNESIS
Pasien datang dengan keluhan utama terdapat benjolan pada leher yang dirasakan sejak
±1 tahun SMRS, awalnya sebesar biji kelereng, lunak, tidak nyeri, ikut bergerak saat
menelan. Lama kelamaan benjolan tersebut semakin membesar sampai sebesar bola ping
pong. Selain itu pasien juga merasa cepat capek jika berjalan cukup lama sehingga harus
berhenti untuk beristirahat. Merasa sesak saat pasien berlari. Keringat bertambah banyak saat
udara panas bahkan saat tidak melakukan aktifitas. Saat benjolan di leher mulai membesar,
pasien merasakan tangan dan kaki pasien sering gemetar. Sekitar tiga bulan yang lalu jantung
pasien mulai berdebar kencang setiap saat terutama jika sedang memikirkan banyak pikiran.
Selain itu sejak pasien kelas umur 14 tahun saat sikat gigi gusi pasien sering berdarah, jika
terbentur akan timbul lebam berwarna biru yang baru menghilang setelah 2-3 hari Demam
tidak ada, pusing tidak ada, batuk tidak ada, nyeri dada tidak ada, mual muntah tidak ada,
nyeri perut tidak ada, buang air kecil dan buang air besar normal tidak ada lendir, tidak ada
darah. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan pasien. Tidak ada keluarga pasien yang
mengalami keluhan seperti pasien. Riwayat DM tidak ada, riwayat hipertensi tidak ada,
riwayat malaria ada. Pasien suka makan tetapi berat badan tidak bertambah. Riwayat
merokok tidak ada. Riwayat mengonsumsi alkohol tidak ada.
Laporan Kasus 1
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan pasien saat masuk RS dari Poli Penyakit Dalam, pasien tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 140x/menit, pernapasan
24x/menit, temperatur aksila 36,3°C. Pada pemeriksaan fisik kepala conjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, oral kadidiasis tidak ada, tidak tampak adanya sianosis dan
dispneu. Pada pemeriksaan leher tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening.
Ditemukan pembesaran kelenjar tiroid ukuran 4cm x 1cm x 5 cm, konsistensi lunak,
permukaan licin, batas tegas, tidak nyeri, ikut gerak menelan. Pada pemeriksaan dada tampak
simetris, ikut gerak napas, tidak ada jejas, tidak ada benjolan, tidak ada spider nevi. Pada
pemeriksaan paru palpasi didapatkan vokal fremitus dextra sama dengan sinistra, perkusi
sonor, pada auskultasi didapatkan suara nafas vesikuler, tidak ada rhonki dan wheezing. Pada
pemeriksaan jantung didapatkan tampak iktus cordis, pada palpasi didapatkan thrill, perkusi
jantung pekak, pada auskultasi didapatkan bunyi jantung BJ 1 dan BJ 2 tunggal, murmur
tidak ada, galop tidak ada. Pada pemeriksaan abdomen tampak cembung, tidak ada kolateral,
tidak ada asites, bising usus normal, supel, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba
membesar, perkusi timpani.. Ekstermitas akral hangat, tidak didapatkan edema, tidak
didapatkan ulkus, tidak didapatkan eritema palmaris. Makan minum baik, BAB biasa, tidak
ada lendir, tidak ada darah. BAK lancar, urin berwarna kuning cerah, tidak nyeri sat
berkemih..
HASIL LABORATURIUM
Hari pertama MRS di RSUD Jayapura (13 / 08 / 2014)
Gula Darah Sewaktu : 163 mg/dL, ureum : 21 mg/dL, serum kreatinin : 0,7 mg/dL, SGOT :
31 IU/L, SGPT : 40 IU/L, kolesterol : 106 mg/dL, HDL : 50, LDL : 35, Trigliserida : 103,
FT3 : 38,76, FT4 : 100,0, FSH : 0,007. Hasil USG : Struma nodusum dextra.
Diagnosa : Hipertiroid.
Terapi saat masuk : IVFD RL : D5% 1:1 / 24 jam, Propiltiourasil 3 x 200 mg tab (po),
Propanolol 3 x 20 mg tab (po), Diazepam 1 x 2 mg tab (po), Drips Neurobion 1 ampul / 24
jam.
PERJALANAN PENYAKIT
Pada hari pertama perawatan (14/08/2014), pasien masuk dengan keadaan tampak sakit
sedang, dada berdebar – debar, tremor dan cepat berkeringat. Makan minum baik, BAB/BAK
Laporan Kasus 2
baik. TD 120/70 mmHg, nadi 132x/menit tidak teratur, respirasi 28x/menit, temperatur aksila
37,2°C. Berat badan 40 kg, tinggi badan 151 cm.
Diagnosa : Hipertiroid.
Pasien direncanakan cek darah lengkap, urin lengkap.
Terapi : Maintenance cairan IVFD RL 500cc / 8 jam, , Propiltiourasil 3 x 200 mg tab (po),
Propanolol 3 x 20 mg tab (po), Diazepam 1 x 2 mg tab (po), drips Neurobion 1 ampul / 24
jam.
Pada hari perawatan kedua (15/08/2014), dada masih terasa berdebar – debar, tremor. TD
120/70 mmHg, nadi 110x/menit tidak teratur, respirasi 24x/menit, temperatur aksila 36,7°C.
Didapatkan iktus cordis dan thrill. Hasil laboraturium : Haemoglobin 12,5 g/dL, leukosit ,
trombosit 15.000/mm3, hematokrit 35,5 L/%. Hasil urin leukosit esterase +3, Blood +2,
leukosit +2, eritrosit +1, epitel +1, bakteri +1, lekosit mengelompok.
Diagnosa : Hipertiroid + Infeksi Saluran Kemih.
Pasien direncanakan foto thoraks, cek darah lengkap ulang.
Terapi : Maintenance cairan IVFD RL 500cc / 8 jam, Propiltiourasil 3 x 200 mg tab (po),
Propanolol 3 x 20 mg tab (po), Diazepam 1 x 2 mg tab (po), cefixime 2 x 100 mg tab (po)
(selama 5 hari. H1), drips Neurobion 1 ampul / 24 jam.
Pada hari perawatan ketiga (16/08/2014), dada berdebar sudah berkurang. TD 110/70
mmHg, nadi 108x/menit tidak teratur, respirasi 24x/menit, temperatur aksila 36,5°C.
Didapatkan iktus cordis dan thrill. Hasil laboraturium : Haemoglobin 11,7 g/dL, leukosit
10.100/uL, trombosit 10.000/mm3, hematokrit 33,6 L/%.
Diagnosa : Hipertiroid + Infeksi Saluran Kemih + Susp. Idiopatik Trombositopenia Purpura.
Terapi : Maintenance cairan IVFD RL 500cc / 8 jam, , Inj. Metilprednisolon 2 x 1/2 vial (iv)
(H1), Propiltiourasil 3 x 200 mg tab (po), Propanolol 3 x 20 mg tab (po), Diazepam 1 x 2 mg
tab (po), cefixime 2 x 100 mg tab (po) (selama 5 hari. H2), drips Neurobion 1 ampul / 24 jam,
Bed rest.
Pada hari perawatan keempat (17/08/2014), dada berdebar sudah berkurang. TD 110/70
mmHg, nadi 108x/menit tidak teratur, respirasi 24x/menit, temperatur aksila 36,1°C.
Didapatkan iktus cordis dan thrill.
Pasien direncanakan untuk Hapusan Darah Tepi (HDT).
Diagnosa : Hipertiroid + Susp. Idiopatik Trombositopenia Purpura + Infeksi Saluran Kemih.
Terapi : Maintenance cairan IVFD RL 500cc / 8 jam, Inj. Metilprednisolon 2 x 1/2 vial (iv)
(H2), Propiltiourasil 3 x 200 mg tab (po), Propanolol 3 x 20 mg tab (po), Diazepam 1 x 2 mg
Laporan Kasus 3
tab (po), cefixime 2 x 100 mg tab (po) (selama 5 hari. H3), drips Neurobion 1 ampul / 24 jam,
bed rest.
Pada hari perawatan kelima (18/2014), dada berdebar sudah berkurang. TD 120/70
mmHg, nadi 104x/menit tidak teratur, respirasi 24x/menit, temperatur aksila 36,5°C.
Diagnosa : Hipertiroid + Susp. Idiopatik Trombositopenia Purpura + Infeksi Saluran Kemih.
Pasien direncanakan untuk periksa HDT.
Terapi : Maintenance cairan IVFD RL 500cc / 8 jam, Inj. Metilprednisolon 2 x 1/2 vial (iv)
(H3), Propiltiourasil 3 x 200 mg tab (po), Propanolol 3 x 20 mg tab (po), Diazepam 1 x 2 mg
tab (po), cefixime 2 x 100 mg tab (po) (selama 5 hari. H4), drips Neurobion 1 ampul / 24 jam,
Bed rest.
Pada hari perawatan keenam (19/08/2014), dada berdebar sudah berkurang. TD 120/70
mmHg, nadi 98x/menit, respirasi 24x/menit, temperatur aksila 36,4°C.
Diagnosa : Hipertiroid + Susp. Idiopatik Trombositopenia Purpura + Infeksi Saluran Kemih.
Pasien direncanakan untuk periksa Hapusan Darah Tepi (HDT).
Terapi : Maintenance cairan IVFD RL 500cc / 8 jam, Inj. Metilprednisolon 2 x 1/2 vial (iv)
(H4), Propiltiourasil 3 x 200 mg tab (po), Propanolol 3 x 20 mg tab (po), Diazepam 1 x 2 mg
tab (po), cefixime 2 x 100 mg tab (po) (selama 5 hari. H5), drips Neurobion 1 ampul / 24 jam,
Bed Rest.
Pada hari perawatan ketujuh (20/08/2014), dada berdebar sudah berkurang. TD 120/70
mmHg, nadi 96x/menit tidak teratur, respirasi 20x/menit, temperatur aksila 36,4°C.
Diagnosa : Hipertiroid + Susp. Idiopatik Trombositopenia Purpura + Infeksi Saluran Kemih.
Pasien direncanakan untuk periksa darah lengkap, Hapusan Darah Tepi (HDT).
Terapi : Maintenance cairan IVFD RL 500cc / 8 jam, Inj. Metilprednisolon 2 x 1/2 vial (iv)
(H5), Propiltiourasil 3 x 200 mg tab (po), Propanolol 3 x 20 mg tab (po), Diazepam 1 x 2 mg
tab (po), drips Neurobion 1 ampul / 24 jam, Bed rest.
Pada hari perawatan ketujuh (21/08/2014). TD 120/70 mmHg, nadi 94x/menit, respirasi
20x/menit, temperatur aksila 36,5°C. Hasil laboraturium : Haemoglobin : 12,7 g/dL,
Hematokrit : 35,7%, Trombosit : 66.000/uL, Leukosit : 20.000/uL.
Diagnosa : Hipertiroid + Susp. Idiopatik Trombositopenia Purpura + Infeksi Saluran Kemih.
Pasien direncanakan untuk periksa HDT.
Terapi : Maintenance cairan IVFD RL 500cc / 8 jam, Inj. Metilprednisolon 2 x 1/2 vial (iv)
(H6), Propiltiourasil 3 x 200 mg tab (po), Propanolol 3 x 20 mg tab (po), Diazepam 1 x 2 mg
tab (po), drips Neurobion 1 ampul / 24 jam, drips Neurobion 1 ampul / 24 jam, Bed rest.
Laporan Kasus 4
Pada hari perawatan kedelapan (22/08/2014), dada berdebar sudah berkurang. TD 120/70
mmHg, nadi 94x/menit tidak teratur, respirasi 20x/menit, temperatur aksila 36,5°C.
Diagnosa : Hipertiroid + Idiopatik Trombositopenia Purpura + Infeksi Saluran Kemih.
Hasil HDT : Trombosit giant sel (+), penyebaran merata, leukositosis dengan leukosit tanda –
tanda infeksi.
Terapi : Maintenance cairan IVFD RL 500cc / 8 jam, Inj. Metilprednisolon 2 x 1/2 vial (iv)
(H7), Propiltiourasil 3 x 200 mg tab (po), Propanolol 3 x 20 mg tab (po), Diazepam 1 x 2 mg
tab (po), drips Neurobion 1 ampul / 24 jam, Bed rest.
Pasien diperbolehkan pulang. Kontrol ke Poli Penyakit Dalam (25/08/2014). Diberikan obat
pulang Metilprednisolon tab. 16mg 3 x 1 tab (po), Propiltiourasil tab. 100mg 3 x 2 tab (po),
Propanolol tab 20 mg 3 x 1 tab (po), Diazepam tab. 2 mg 1 x 1 tab (po), CaCO3 tab 1 x 1 tab
(po).
PEMBAHASAN
Hipertiroid adalah keadaan dimana kadar hormon tiroid yang diproduksi meningkat dan
ditandai dengan temuan klinis, fisiologik, biokimiawi yang dihasilkan akibat adanya
perubahan atau kenaikan hormon tiroid didalam sirkulasi darah oleh kelenjar tiroid dengan
tiga manifestasi utama yaitu hipertiroidisme dengan struma difus, oftalmopati dan dermopati.
Ketiga manifestasi klinik utama ini tidak harus tampak secara bersamaan. Hipertiroid
merupakan suatu kelainan yang relatif umum terjadi pada semua umur.
Hormon tiroid berperan dalam berbagai proses didalam tubuh, antara lain dalam
metabolisme, energi, dan pertumbuhan. Gejala klinis hipertiroid tergantung pada umur
penderita, dimana pada umur muda gejala nervositas yang lebih menonjol, sedangkan pada
umur tua gejala kardiovaskuler yang lebih menonjol. Ada atau tidaknya kelainan organ –
organ lain sebelumnya, antara lain, tremor halus, nervous, mudah tersinggung, Von Muller’s
Paradox (makan banyak tetapi badan bertambah kurus), tidak tahan udara panas, kulit banyak
berkeringat dan hangat, palpitasi (berdebar – debar), rambut jarang, halus dan mudah rontok,
lekas lelah (terutama pada otot – otot paha). Gejala pada mata yang didapatkan antara lain
Mobius sign, sukar mengadakan konvergensi; Von Grave’s sign, sklera antara limbus dan
kelopak mata bagian atas terlihat; Jofferey’s sign, dahi tidak dapat berkerut; Lid lag, palpebra
superior tertinggal waktu melirik ke bawah; dan eksoftalmus.
Pemeriksaan Laboraturium yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan T3 dan T4 serum yang
meningkat, FT4 meningkat, TSH menurun. I131 uptake yang meningkat > 60% / 24 jam. Tiroid
scanning. Foto toraks dada dan leher untuk mencari adanya struma aberrant. Dari
Laporan Kasus 5
pemeriksaan laboraturium tersebut FT4 dan TSH yang terpenting untuk mendiagnosis
hipertiroid.
Untuk mendiagnosis pasien dengan Hipertiroid dapat menggunakan Indeks Wayne :
Simptom Score SignsScore
+ -- Dispneu d’effort- Palpitasi- Cepat lelah- Suka panas- Suka dingin- Sering berkeringat- Nervous- Tangan basah- Nafsu makan meningkat- Nafsu makan menurun- Berat badan naik- Berat badan turun- Fibrilasi Atrium
+1+2+2-5+5+3+2+1+3-3-3+3+4
- Tiroid teraba- Bruit diatas sistole- Eksoftalmus- Lid retraction- Lid lag- Hiperkinesis- Nadi <90x/m- Nadi >90x/m
+3+2+2+2+1+4
+3
-3-2
-2-3
Pasien pada laporan kasus ini didiagnosis Hipertiroid karena mempunyai gejala – gejala
yang sama sesuai dengan teori diatas. Ditemukan pembengkakkan kelenjar tiroid, pasien
juga mempunyai manifestasi klinis yaitu sesak pada saat aktifitas, palpitasi, cepat lelah, suka
dingin, sering berkeringat, nervous, tangan basah, nafsu makan meningkat, berat badan
turun, yang dihitung menggunakan Indeks Wayne dengan nilai 33 (Hipertiroid >20)
sehingga dapat dimasukkan dalam kriteria Hipertiroid. Pada pemeriksaan laboraturium
ditemukan fT3 dan fT4 meningkat (fT3 : 38,76 (Nilai rujukan 3,10 – 6,80); fT4 : 100,0 (Nilai
rujukan 12,00 – 22,00) sedangkan TSH menurun TSH : 0,007 (Nilai rujukan 0,270 – 4,20).
Pengobatan terbagi menjadi tiga yaitu, konservatif dengan obat – obatan, pembedahan
subtotal tiroidektomi dan radioaktif. Terapi yang utama ditujukan untuk membatasi jumlah
hormon tiroid yang diproduksi oleh kelenjar, ablasi jaringan tiroid sehingga membatasi
produksi hormon, hal ini dapat dilakukan dengan cara pembedahan atau radiasi.
Obat – obatan yang menekan produksi hormon tiroid antara lain :
a. Prophylthiouracil (PTU)
Dosis yang diberikan 200 – 600 mg/hari, 100 – 150mg/ 6-8 jam. Propiltiourasil
merupakan golongan tionamid yang bekerja menghambat konversi perifer T4 ke T3
Laporan Kasus 6
sehingga membawa perbaikan simptomatik lebih cepat. Setelah eutiroidisme dicapai, dosis
dapat diturunkan sampai jumlah terkecil yang dapat mengontrol hipertiroid. PTU juga
dapat diberikan pada ibu hamil kehamilan trimester pertama. Sediaan PTU tablet 50 mg
dan 100 mg. PTU masih merupakan obat pilihan utama pada pasien dengan krisis tiroid.
Efek samping pemberian PTU antara lain demam, mual muntah, nafsu makan berkurang,
kulit merah, gatal, dan nyeri sendi. Efek samping yang berat antara lain bersifat hepatoksik
dan leukopenia.
b. Methimazole
Dosis methimazole yang diberikan 10 – 20 mg per 8 – 12 jam. Methimazole bekerja
menghambat sintesis hormon tiroid. Efek samping antara lain sakit kepala, vertigo, mual
muntah, konstipasi, nyeri lambung. Kontra indikasi yaitu pada pasien dengan
hipersensitivitas terhadap methimazole dan ibu hamil. Sediaan methimazole tablet 5 mg,
10 mg, 20 mg.
Obat – obat yang menekan pengaruh “Sympathetic over stimulation”,
a. Beta blocker – propanolol
Dosis yang diberikan 20 – 40 mg per 8 jam. Propanolol merupakan golongan beta bloker
adrenergik non selektif yang bekerja menghambat respon terhadap stimulasi alfa bloker
dan beta bloker adrenergik yang akan menghasilkan penurunan denyut jantung, propanolol
digunakan untuk mengurangi gejala hipertiroid seperti palpitasi, takikardi, tremor.
Propanolol digunakan sebagai terapi tambahan dengan obat antitiroid. Efek samping
propanolol antara lain pruritus, urtikaria, insomnia, vertigo, mual muntah, diare, anoreksia,
bradikardi, penurunan sirkulasi perifer, faringitis, bronkospasme. Kontra indikasi dari
propanolol adalah pasien hipersensitif terhadap propanolol, syok kardiogenik, bradikardi,
pasien dengan asma atau PPOK, pada kehamilan trimester dua dan tiga.
b. Sedativa/ minor tranqualizer (Diazepam)
Dosis yang diberikan 2 – 5 mg satu kali sehari. Diazepam merupakan obat golongan
benzodiazepin long-acting yang bekerja sebagai antikonvulsan, sedatif, relaksan otot, dan
anti anxietas. Sediaan tablet 2 mg, 5 mg. Efek samping diazepam antara lain mengantuk,
erupsi pada kulit, mual muntah. Kontra indikasi pada pasien yang hipersensitifitas
terhadap diazepam, wanita hamil, bayi dibawah 6 bulan.
Indikasi pembedahan yaitu relaps, struma yang besar, tidak dapat diobati secara
konservatif, Evaluasi pengobatan koservatif sukar, kosmetik. Sedangkan terapi radioaktif
memakai Iodium131 yang diindikasikan untuk pasien – pasien umur tua, menolak
pembedahan, karena kondisinya tidak dapat dibedah.
Laporan Kasus 7
Pasien ini diberikan terapi Propiltiourasil tab 100mg 3x2 tab (po), Propanolol tab 20 mg
3x1 tab (po), Diazepam tab 2 mg 1 x 1 tab (po).
Krisis Tiroid adalah kegawatdaruratan yang terjadi jika gejala – gejala hipertiroid
mendadak meningkat dengan hebat. Dapat terjadi pada penderita yang tak terkontrol dengan
baik dan ada faktor – faktor pencetusnya seperti infeksi dan trauma (fisik/psikis). Krisis tiroid
dapat dinilai dengan menggunakan Burch-Wartofsky-Score, yang meliputi pengukuran suhu
badan, efek sistem saraf pusat, gejala pada hepatogastrointenstinal, disfungsi kardiovaskular
dan anamnesa pada pasien.
Gejala antara lain :
Febris tinggi (hiperpireksia)
Muntah – muntah, sakit perut
Takikardia, aritmia, atrial fibrilasi, hingga ventrikel fibrilasi
Bendungan paru dan dekompensasi kordis
Hipotensi, dehidrasi, syok
Delirium
Koma
Burch-Wartofsky ScoreParameter Score
Suhu37,2 – 37,7°C37,8 – 38,238,3 – 38,838,9 – 39,439,5 – 39,9>40
51015202530
Saraf PusatTidak adaRingan (agitasi)Sedang (delirium, psikosis, letargi)Berat (kejang, koma)
0102030
HepatogastrointestinalTidak adaRinganSedang (diare, mual-muntah, nyeri perut)Berat (jaundice)
01020
KardiovaskularTakikardia (nadi/menit)90 – 109110 – 119
510
Laporan Kasus 8
120 – 139>140
1525
Congestive Heart FaillureRinganSedangBerat
51015
Atrial FibrilasiTidak adaAda
010
Score : ≥ 45 : Krisis Tiroid 20 – 44 : Impending Krisis Tiroid ≤ 20 : Bukan Krisis Tiroid
Pengobatan yang diberikan harus segera tanpa menunggu hasil laboratorium,
Pemberian cairan dan kalori
Menekan hormon tiroid dengan PTU 200 – 600 mg/4 jam atau Methimazole 20 mg/jam,
Menekan pengaruh “sympathetic over stimulation” dengan β-blocker (propanolol) IV 2
mg dan per oral 10 – 40mg/6-8 jam,
Febris diturunkan (antipiretik dan kompres dingin)
Hidrokortison 100-300 mg/hari
Bila ada kelemahan jantung dan bendungan paru, diberikan digitalis dan diuretika
Hilangkan faktor –faktor pencetus
Biasanya bila pengobatan berhasil, dalam waktu 1 – 2 hari sudah terjadi perbaikan dan
sembuh pada hari ke – 7.
Pada pasien ini ditemukan gejala klinis yaitu takikardia; denyut nadi 140x/menit pada saat
masuk ruangan, kemudian pada saat perawatan denyut nadi menurun sampai 94x/menit, dan
dihitung berdasarkan kriteria Burch-Wartofsky Score (5), sehingga dapat disimpulkan pasien
tidak mengalami Krisis Tiroid.
Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP) adalah penyakit purpura trombositopenik yang
penyebabnya tidak diketahui. Ditandai dengan trombositopenia akibat destruksi trombosit
yang meingkat yang kemudian diketahui disebabkan oleh karena proses immunologi. Dalam
keadaan normal umur trombosit sekitar 10 hari, pada ITP umur trombosit memendek menjadi
sekitar 2-3 hari atau bahkan hanya beberapa menit saja. Memendeknya umur trombosit ini
disebabkan destruksi yang meningkat di limpa oleh karena proses imunologi dan umur
trombosit berhubungan dengan kadar antibodi platelet. Bila kadar tinggi maka umur
trombosit makin memendek. Proses imunologi pada ITP diawali denga adanya patelet
Laporan Kasus 9
associated antigen, bila platelet ini berada didalam limpa dan sumsum tulang, yang mana
akhirnya merangsang pembentukkan autoantibodi didalam limpa, sumsum tulang dan
jaringan limfoid yang lain. Adanya ikatan antara trombosit dan “platelet associated antigen”
inilah yang menyebabkan destruksi trombosit. Destruksi trombosit terutama terjadi di limpa
dan terjadi secara cepat.
Gejala klinis biasanya perlahan dengan riwayat mudah berdarah dengan trauma maupun
tanpa trauma. Bentuk perdarahan pada umumnya adalah purpura pada mukosa atau kulit.
Tempat tempat yang sering menimbulkan perdarahan mukosa antara lain di hidung, gusi,
saluran makanan dan traktus urogenital. Dat dijumpai perdarahan di retina dan konjungtivita
tetapi sangat jarang dijumpai, sedangkan perdarahan sendi hampir tidak pernah dijumpai.
Perdarahan spontan baru akan terjadi bila trombosit<50000/mm3. Perdarahan intrakranial
merupakan kondisi yang fatal. Risiko terjadi perdarahan intrakranial sangat besar pada
penderita dengan trombosit<10000/mm3.
Pemeriksaan fisik biasanya didapat keadaan umum baik, tidak didapatkan demam,
pembesaran hati maupun limpa. Gejala klinis yang bervariasi tergantung jumlah trombosit
serta kadar antibodi platelet. Anemia baru didapatkan pada penderita dengan perdarahan yang
sangat banyak.
Diagnosa ITP ditegakkan dengan menyingkirkan faktor-faktor sekunder yang dapat
menimbulkan trombositopenia misalnya SLE, obat – obatan, trombositopenia post tranfusi,
leukemia. Adapun kriteria diagnosa adalah :
Perdarahan atau purpura pada lebih dari satu lokasi
Tidak ada pembesaran limpa
Terdapat trombositopenia dibawah 150.000/mm3 pada pemeriksaan darah tepi
Pada pemeriksaan aspirasi sumsum tulang jumlah megakariosit normal atau meningkat,
eritropoesis dan lekopoesis normal.
Mungkin ditemukan antipatelet antibodi positif
Tidak ada penyakit lain yang menyebabkan trombostiopenia misalnya obat – obatan,
sepsis, DIC, SLE, leukemia dan post tranfusi.
Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan jumlah trombosit yang menurun serta
dijumpai bentuk trobosit dengan ukuran yang besar. Dapat dijumpai anemia akibat sekunder
karena perdarahan.
Pemeriksaan faal hemostasis didapatan retraksi bekuan dapat normal atau terganggu,
waktu perdarahan memanjang serta pemeriksaan rumple ledge biasanya positif. Pada
Laporan Kasus 10
pemeriksaan aspiras sumsum tulang belakang kadang didapatkan jumlah megakariosit yang
meingkat.
Pada pasien ini ditemukan beberaapa kriteria diagnosa Idiopatik Trombositopenia Purpura
antara lain perdarahan atau purpura pada lebih dari satu lokasi, tidak ada pembesaran
limpa, terdapat trombositopenia dibawah 150.000/mm3 pada pemeriksaan darah, Pada
pemeriksaan aspirasi sumsum tulang jumlah megakariosit normal atau meningkat,
eritropoesis dan lekopoesis normal. Sehingga pasien ini dapat didiagnosa dengan Idiopatik
Tromositopenia Purpura.
Pada dasarnya pengobatan ITP adalah untuk menurunkan kadar PA igG. Terapi utama
adalah dengan steroid. Peranan steroid adalah untuk menekan aktifitas fagosit makrofag di
limpa, menekan sintesis autobodi, meningkatkan efektifisan sintesis trombosit serta
memperbaiki resistensi vaskular. Steroid yang digunakan adalah prednisolon dan dosisnya 1
mg/kgBB. Pada kasus yang lebih berat diperlukan dosis yang lebih tinggi. Bila diperlukan
steroid parenteral dianjurkan memakai metil prednisolon 1 gr/hari selama 3 hari. Evaluasi
pemberian steroid biasanya dilakukan setelah pengobatan 2 – 4 minggu. Bila responsif maka
dosis diturunkan pelan – pelan sampai kadar trombosit stabil atau dipertahankan sekitar
50000/mm3. Respon steroid dibagi menjadi :
- Respon lengkap : terdapat perbaikan klinis dan kenaikan trombosit mencapai
100.000/mm3 atau lebih serta tidak terjadi trombositopenia berulang bila dosis steroid
diturunkan.
- Respon parsial : ada perbaikan klinis dan peningkatan trombosit mencapai 50000mm3
tetapi kurang dari 100.000/mm3 serta memerlukan terapi steroid dosis rendah untuk
mencegah perdarahan dalam jangka waktu > 6 bulan.
- Respon minimal : ada perbaikan klinis tetapi peningkatan trombosit tidak dapat mencapai
50.000/mm3 atau masih ada perdarahan tetapi ada kenaikan trombosit dapat mencapai
diatas 50.000/mm3 dan memerlukan terapi steroid dosis rendah dengan jangka waktu >6
bulan.
- Tidak respon : tidak ada perbaikan klinis dan kenaikan trombosit tidak bisa mencapai
50.000/mm3 setelah terapi steroid dosis maksimal.
Bila terapi steroid dianggap gagal maka dianjurkan dilakukan splenektomi yang memiliki
angka keberhasilan 65-70%. Splenektomi bertujuan untuk mencegah terjadinya destruksi
trombosit yang telah terliputi dengan antibodi serta menurunkan sintesa antibodi platelet.
Laporan Kasus 11
Pada pasien ini diberikan terapi Metil Prednisolon 2 x 62,5 mg vial selama 6 hari, dan
dilanjutkan dengan Metil Prednisolone tablet 16 mg 3 x 1 tab selama 4 minggu.
RESUME
Pasien perempuan, usia 19 tahun datang dengan keluhan benjolan pada leher sejak 1
tahun SMRS. Benjolan tersebut awalnya sebesar biji kelereng semakin membesar sampai
sebesar bola ping pong, konsistensi lunak, tidak nyeri, ikut bergerak saat menelan. Nilai
Indeks Wayne 33.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, Nadi : 140 x/m, RR : 24x/m.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran kelenjar tiroid ukuran 4cm x 1cm x 5 cm,
konsistensi lunak, permukaan licin, batas tegas, tidak nyeri, ikut gerak telan, thrill (+),
ditunjang dengan pemeriksaan laboraturium fT3 dan fT4 meningkat, TSH menurun,
trombosit 15000, hasil USG ditemukan adanya struma. Kesimpulan Hipertiroid +
Idiopatik Trombositopenia Purpura.
Pasien dirawat selama 8 hari di Ruang Penyakit Dalam Wanita dan dipulangkan pada
tanggal 22/08/2014. Setelah itu pasien diberikan surat kontrol ke Poli Penyakit Dalam.
Laporan Kasus 12
DAFTAR PUSTAKA
1. Isselbacher KJ, et al. 2013. Harrison Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 5
Edisi 13. Jakarta: EGC.
2. Goldman L, Andrew I. Schafer. 2012. Goldman’s Cecil Medicine. Edisi 24. Philadelphia:
Elsevier Saunders.
3. Sudoyo AW, dkk. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi IV. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
4. Tjokroprawiro A, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya : Airlangga
University Press.
5. Hyperthyroidism diakses dari http://www.thyroid.org/what-is-hyperthyroidism/, 29
September 2014 jam 22.47.
6. Hyperthyroidism and Other Causes of Thyrotoxicosis: Management Guidelines of the
American Thyroid Association and American Association of Clinical Endocrinologists.
Diakses dari
http://www.thyroid.org/wpcontent/uploads/publications/guidelines/thy.2010.041.pdf 29
September 2014 jam 22.41.
7. Management Hyperthyroid and Hypotyroid. Diakses dari
http://penelitian.unair.ac.id/artikel_dosen_Management%20Hyperthyroid%20and
%20Hypothyroid_3415_1107, 10 Oktober 2014 jam 23.35.
8. Hyperthyroidism, Thyroid Storm, and Graves Disease - Medscape diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/767130, 10 Oktober 2014 jam 22.09
9. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura – Medscape diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/202158, 25 Oktober 2014 jam 21.50
10. MIMS diakses dari www.mims.com, 25 Oktober 2014 jam 20.10
Laporan Kasus 13