Upload
nascomp
View
1.242
Download
122
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan Kasus Mukokel
Citation preview
LAPORAN KASUS
Seorang Anak Perempuan 7 Tahun dengan Mukokel
Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan senior Bagian Gigi dan Mulut
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Disusun oleh :
N. Andree Satriotomo 22010111200103
Nadia Chairunnisa 22010111200104
Nia Astarina S. 22010111200105
Pembimbing :
drg. Gustantyo Wahyu Wibowo
BAGIAN GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
BAB 1
PENDAHULUAN
Glandula saliva dapat menjadi penyebab dari penyakit pada rongga mulut. Salah
satu penyakit yang mengenai glandula saliva ialah kista. Kista merupakan suatu kantong
patologis yang dapat terjadi pada tulang atau jaringan lunak yang berisi cairan,
mempunyai dinding berupa kapsul yang berlapis epitel. Kista yang berasal dari glandula
saliva dapat berupa mukokel dan ranula. Mukokel merupakan kista retensi/ekstravasasi
dari glandula saliva minor, sedangkan ranula merupakan kista retensi/ekstravasasi dari
glandula sublingualis dan submandibularis.
Mukokel paling banyak terjadi pada individu muda, skitar 70% pada individu di
bawah usia 20 tahun. Prevalensi tertinggi terjadi pada usia 10-20 tahun. Walaupun belum
diteliti lebih lanjut, mukokel superfisial cenderung terjadi pada usia lebih dari 30 tahun.
Telah dilaporkan kejadian mukokel kongenital, meskipun jarang terjadi.
Hasil penelitian di Minnesota, Amerika dari 23.616 orang dewasa berusia lebih
dari 35 tahun, mukokel merupakan lesi mukosa oral peringkat ke 17 yang sering terjadi
dengan prevalensi kira-kira 2,4 kasus yang ditemui per 1000 orang. The Third National
Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) di Amerika mencatat, dari
pemeriksaan 17.235 orang dewasa berusia 17 tahun atau lebih menunjukkan prevalensi
mukokel sebesar 0,02%. Di Swedia, individu yang berusia 15 tahun atau lebih
menunjukkan prevalensi mukokel sebesar 0,11%. Di Brazilia, dari pemeriksaan 1200
orang anak yang dirawat di rumah sakit anak, menunjukkan prevalensi mukokel sebesar
0,08%. Dari hasil penelitian penyakit mulut di Minnesota, Amerika, ditemukan mukokel
sejumlah 1,9 kasus per 1000 orang laki-laki dan 2,6 kasus per 1000 orang perempuan.
Namun, pada penelititan lain didapatkan perbandingan prevalensi mukokel pada laki-
laki : perempuan sebesar 1,3 : 1.
Berdasarkan data prevalensi, mukokel menunjukkan jumlah prevalensi yang
tidak banyak. Namun, sebagai dokter harus tetap mengetahui gambaran klinis mukokel,
mekanisme terjadinya, diagnosa banding dan perawatannya. Agar dapat mengatasi
dampak buruk ataupun gangguan yang diakibatkan oleh mukokel.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Mukokel adalah lesi pada mukosa (jaringan lunak) mulut yang diakibatkan
oleh pecahnya saluran kelenjar liur dan keluarnya mucin ke jaringan lunak di
sekitarnya. Paling sering terjadi pada bibir bawah (60% pada seluruh kasus), dan
dapat terjadi juga di mukosa bukal, anterior lidah, dan dasar mulut. Mukokel jarang
terjadi pada bibir atas, palatum molle.
Mukokel adalah penyakit mulut yang melibatkan glandula saliva. Glandula
saliva terbagi dua, yaitu glandula saliva mayor dan glandula saliva minor. Glandula
saliva mayor terdiri dari :
1. Glandula parotis
Merupakan glandula terbesar yang letaknya pada permukaan otot masseter
yang berada di belakang ramus mandibula, di anterior dan inferior telinga.
Glandula parotis menghasilkan hanya 25% dari volume total saliva yang
sebagian besar merupakan cairan serous.
2. Glandula submandibula
Merupakan glandula terbesar kedua setelah glandula parotis. Letaknya di
bagian medial sudut bawah mandibula. Glandula submandibula menghasilkan
60- 65% dari volume total saliva di rongga mulut, yang merupakan campuran
cairan serous dan mukus.
3. Glandula sublingual
Glandula yang letaknya pada fossa sublingual, yaitu dasar mulut bagian
anterior. Merupakan glandula saliva mayor yang terkecil yang menghasilkan
10% dari volume total saliva di rongga mulut dimana sekresinya didominasi
oleh cairan mukus.
Sedangkan glandula saliva minor terdiri dari 1000 kelenjar yang tersebar pada
lapisan mukosa rongga mulut, terutama di mukosa pipi, palatum, baik palatum
durum maupun palatum molle, mukosa lingual, mukosa bibir, dan juga terdapat di
uvula, dasar mulut, bagian posterior lidah, dasar atau ventral lidah, daerah sekitar
retromolar, daerah peritonsillar, dan sistem lakrimal. Glandula saliva minor
terutama menghasilkan cairan mukus, kecuali pada glandula Von Ebner’s (glandula
yang berada pada papilla circumvalata lidah) yang menghasilkan cairan serous.
Kasus mukokel umumnya melibatkan glandula saliva minor. Tidak tertutup
kemungkinan mukokel dapat melibatkan glandula saliva mayor tergantung pada
letaknya. Sedangkan ranula merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut
mukokel yang berada di dasar mulut, dan diketahui daerah dasar mulut dekat
dengan glandula sublingual dan glandula saliva minor. Dengan kata lain ranula
umumnya melibatkan glandula saliva minor ataupun glandula sublingual. Sama
halnya dengan mukokel, ranula juga dapat melibatkan glandula saliva mayor,
misalnya glandula saliva submandibula apabila ranula telah meluas ke otot
milohioideus dan memasuki ruang submandibula.
Glandula Saliva
2.2. Etiopatogenesis
Mukokel melibatkan duktus glandula saliva minor dengan etiologi yang tidak
begitu jelas, namun diduga terbagi atas dua, pertama diakibatkan trauma, baik
trauma lokal atau mekanik pada duktus glandula saliva minor, untuk tipe ini disebut
mukus ekstravasasi. Trauma lokal atau mekanik dapat disebabkan karena trauma
pada mukosa mulut hingga melibatkan duktus glandula saliva minor akibat
pengunyahan, atau kebiasaan buruk seperti menghisap mukosa bibir diantara dua
gigi yang jarang, menggigit-gigit bibir, kebiasaan menggesek-gesekkan bagian
ventral lidah pada permukaan gigi rahang bawah (biasanya pada anak yang
memiliki kebiasaan minum susu botol atau dot), dan lain-lain. Dapat juga akibat
trauma pada proses kelahiran bayi, misalnya trauma akibat proses kelahiran bayi
yang menggunakan alat bantu forceps, trauma pada saat dilakukan suction untuk
membersihkan saluran nafas sesaat setelah bayi dilahirkan, ataupun trauma yang
disebabkan karena ibu jari bayi yang dilahirkan masih berada dalam posisi sucking
(menghisap) pada saat bayi melewati jalan lahir. Ketiga contoh trauma pada proses
kelahiran bayi akan mengakibatkan mukokel kongenital. Setelah terjadi trauma
yang dikarenakan salah satu atau beberapa hal di atas, duktus glandula saliva minor
rusak, akibatnya saliva keluar menuju lapisan submukosa kemudian cairan mukus
terdorong dan sekresinya tertahan lalu terbentuk inflamasi (adanya penumpukan
jaringan granulasi di sekeliling kista) mengakibatkan penyumbatan pada daerah
tersebut, terbentuk pembengkakan lunak, berfluktuasi, translusen kebiruan pada
mukosa mulut yang disebut mukokel.
Kedua diakibatkan adanya genangan mukus dalam duktus ekskresi yang
tersumbat dan melebar, tipe ini disebut mukus retensi. Genangan mukus dalam
duktus ekskresi yang tersumbat dan melebar dapat disebabkan karena plug mukus
dari sialolith atau inflamasi pada mukosa yang menekan duktus glandula saliva
minor lalu mengakibatkan terjadinya penyumbatan pada duktus glandula saliva
minor tersebut, terjadi dilatasi akibat cairan mukus yang menggenang dan
menumpuk pada duktus glandula saliva, dan pada akhirnya ruptur, kemudian
lapisan subepitel digenangi oleh cairan mukus dan menimbulkan pembengkakan
pada mukosa mulut yang disebut mukokel.
2.3. Klasifikasi
Berdasarkan etiologi, patogenesis, dan secara umum mukokel dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mukokel ekstravasasi mukus yang sering
disebut sebagai mukokel superfisial dimana etiologinya trauma lokal atau mekanik,
dan mukokel retensi mukus atau sering disebut kista retensi mukus dimana
etiologinya plug mukus akibat sialolith atau inflamasi pada mukosa mulut yang
menyebabkan duktus glandula saliva tertekan dan tersumbat secara tidak langsung.
Literatur lain mengklasifikasikan mukokel menjadi tiga, yaitu superficial mucocele
yang letaknya tepat di bawah lapisan mukosa dengan diameter 0,1-0,4 cm, classic
mucocele yang letaknya tepat di atas lapisan submukosa dengan diameter lebih
kecil dari 1 cm, dan deep mucocele yang letaknya lebih dalam dari kedua mukokel
sebelumnya. Dikenal pula tipe mukokel kongenital yang etiologinya trauma pada
proses kelahiran bayi.
Mukokel ekstravasasi mukus
2.4. Gambaran Klinis dan Histopatologi
Mukokel memiliki gambaran klinis yang khas, yaitu massa atau
pembengkakan lunak yang berfluktuasi, berwarna translusen kebiruan apabila
massa belum begitu dalam letaknya, kadang-kadang warnanya normal seperti
warna mukosa mulut apabila massa sudah terletak lebih dalam, apabila dipalpasi
pasien tidak sakit.Massa ini berdiameter 1 mm hingga beberapa sentimeter,
beberapa literatur menuliskan diameter mukokel umumnya kurang dari 1 cm.
Mukokel retensi mukus
Mukokel pada anterior median line permukaan ventral lidah
Gambaran histopatologi mukokel tipe ekstrsavasasi mukus berbeda dengan
tipe retensi mukus. Tipe ekstravasasi gambaran histopatologinya memperlihatkan
glandula yang dikelilingi oleh jaringan granulasi. Sedangkan tipe retensi
menunjukkan adanya epithelial lining.
.
Mukokel pada bibir bawah
Gambaran histopatologi mukokel tipe ekstravasasi mukus yang terletak di bibir bawah
Gambaran histopatologi mukokel yang bagian duktusnya mengalami dilatasi
2.5. Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosa mukokel dilakukan prosedur-prosedur yang
meliputi beberapa tahap. Pertama melakukan anamnese dan mencatat riwayat pasien.
Pada pasien anak dilakukan alloanamnese yaitu anamnese yang diperoleh dari orang
terdekat pasien. Pada pasien dewasa dengan autoanamnese yaitu yang diperoleh dari
pasien itu sendiri. Kedua melakukan pemeriksaan terhadap pasien dan pemeriksaan
pendukung. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik dengan tujuan
melihat tanda-tanda yang terdapat pada pasien, yaitu pemeriksaan keadaan umum
mencakup pengukuran temperatur dan pengukuran tekanan darah, pemeriksaan ekstra
oral mencakup pemeriksaan kelenjar limfe, pemeriksaan keadaan abnormal dengan
memperhatikan konsistensi, warna, dan jenis keadaan abnormal, kemudian pemeriksaan
intra oral yaitu secara visual melihat pembengkakan pada rongga mulut yang
dikeluhkan pasien dan melakukan palpasi pada massa tersebut. Diperhatikan apakah
ada perubahan warna pada saat dilakukan palpasi pada massa. Ditanyakan kepada
pasien apakah ada rasa sakit pada saat dilakukan palpasi.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan pendukung meliputi pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan laboratorium sangat membantu
dalam menegakkan diagnosa. Pada kasus mukokel, cairan diambil secara aspirasi dan
jaringan diambil secara biopsi, kemudian dievaluasi secara mikroskopis untuk
mengetahui kelainan-kelainan jaringan yang terlibat. Kemudian dapat dilakukan
pemeriksaan radiografi, meliputi pemeriksaan secara MRI (Magnetic Resonance
Imaging), CT Scan (Computed Tomography Scan), ultrasonografi, sialografi, dan juga
radiografi konfensional.
2.6. Diagnosa Banding
Beberapa penyakit mulut memiliki kemiripan gambaran klinis dengan mukokel,
diantaranya hemangioma, lymphangioma, pyogenic granuloma (apabila letaknya pada
bagian anterior lidah), salivary gland neoplasm, dan lain-lain. Untuk dapat
membedakan mukokel dengan penyakit-penyakit tersebut maka dibutuhkan riwayat
timbulnya massa dan gambaran klinis yang jelas yang menggambarkan ciri khas
mukokel yang tidak dimiliki oleh penyakit mulut lain, dan dibutuhkan hasil
pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan pendukung lain yang akurat seperti
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiografi.
2.7. Perawatan
Pada umumnya pasien yang berkunjung ke dokter gigi dan meminta perawatan,
memiliki ukuran mukokel yang relatif besar. Perawatan mukokel dilakukan untuk
mengurangi dan menghilangkan gangguan fungsi mulut yang dirasakan pasien akibat
ukuran dan keberadaan massa. Sejumlah literatur menuliskan beberapa kasus mukokel
dapat hilang dengan sendirinya tanpa dilakukan perawatan terutama pada pasien anak-
anak.
Perawatan yang dilakukan meliputi penanggulangan faktor penyebab dan
pembedahan massa. Penanggulangan faktor penyebab dimaksudkan untuk
menghindarkan terjadinya rekurensi. Umumnya mukokel yang etiologinya trauma
akibat kebiasaan buruk atau trauma lokal dan mekanik yang terjadi terus menerus dapat
menyebabkan terjadinya rekurensi mukokel. Karena jika kebiasaan buruk atau hal yang
menyebabkan terjadinya trauma tidak segera disingkirkan atau dihilangkan, maka
mukokel akan dengan mudah muncul kembali walaupun sebelumnya sudah dilakukan
perawatan bedah. Pembedahan massa dibagi atas tiga jenis, yaitu eksisi, marsupialisasi,
dan dissecting. Pemilihan teknik pembedahan tergantung kepada ukuran dan lokasi
massa.
Eksisi mukokel dengan memakai modifikasi teknik elips, menebus mukosa,
diluar batas permukaan dari lesi. Batas mukokel dengan jaringan sehat mudah
diidentifikasi, lesi dipotong dengan teknik gunting, pengambilan glandula mukos
asesoris, penutupan dengan jahitan terputus
Terkadang mukokel dapat sembuh dengan sendirinya. Akan tetapi, jika dibiarkan
tanpa perawatan akan meninggalkan luka parut. Mukokel biasanya harus diangkat, bisa
dengan bedah maupun laser. Namun ada kemungkinan pembedahan dapat
menyebabkan munculnya mukokel lain. Beberapa dokter saat ini ada juga yang
menggunakan menggunakan injeksi kortikosteroid sebelum melakukan pembedahan,
ini terkadang dapat mengempiskan pembengkakan. Jika berhasil, maka tidak perlu
dilakukan pembedahan.
2.8. Komplikasi
Mukokel biasanya tidak menimbulkan keluhan bila kecil, namun jika besar akan
menimbulkan deformitas, penipisan korteks tulang, sehingga timbul fenomena bola
pingpong (pingpong phenomenon). Bila terus membesar akan menembus tulang,
sehingga akan ditutupi jaringan lunak. Pada perabaan akan juga akan teraba fluktuasi.
Bila kista ini terinfeksi akan terasa sakit dan timbul pus (nanah).
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas
Nama : Thalita Suci Rahmasari
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 7 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Ds Sidorejo Brangsong Kendal
Tgl Periksa : 29 Juni 2012
No. CM : C362675
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama :
Benjolan di bibir bawah sebelah kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang :
± 6 bulan yang lalu, pasien mengeluh terdapat lapisan tipis dipermukaan bibir. Oleh ibu
pasien, diberi abothyl, namun tidak ada perbaikan. Lama kelamaan timbul benjolan
kecil sebesar batu kerikil yang dirasakan semakin membesar.
±1 bulan yang lalu, benjolan sudah tidak dirasakan bertambah besar. Benjolan tidak
dirasakan sakit, kesulitan mengunyah (-), namun dirasakan tidak nyaman dan membuat
anak malu bermain dengan teman sebayanya. Anak didapatkan riwayat sering
menggigit bibirnya. Oleh karena takut sebuah kelainan, pasien dibawa berobat ke
RSDK.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit seperti pasien.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Ayah pasien bekerja sebagai wirausaha, ibu pasien adalah ibu rumah tangga, pasien
merupakan anak pertama. Biaya pengobatan dengan biaya sendiri. Kesan sosial
ekonomi cukup.
3.3. Pemeriksaan Fisik
PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL
Wajah :
Inspeksi : simetris, bengkak (-)
Palpasi : benjolan (-)
Leher :
Inspeksi : simetris
Palpasi : pembesaran limfonodi (-/-)
PEMERIKSAAN INTRA ORAL
Mukosa : licin, hiperemis (-), edem (-)
Mukosa dasar mulut/lidah : licin, hiperemis (-), edem (-)
Gingiva Rahang Atas : hiperemis (-), edema (-), abses (-)
Gingiva Rahang bawah : hiperemis (-), edema (-), abses (-)
Gigi :
3.2 dan 4.2 Inspeksi : tampak gigi pre erupsi
6.4 dan 6.5 Inspeksi : tampak kavitas sedalam pulpa pada permukaan distooklusal
5.2 Inspeksi : tampak kavitas sedalam enamel pada permukaan labial
5.4 Inspeksi : tampak kavitas sedalam dentin
3.4. Status Lokalis
Mukosa Labial Inferior
Inspeksi : tampak benjolan sebelah kanan bibir, sebesar kacang polong, warna lebih
pucat dari daerah sekitar, tampak berisi cairan bening, permukaan tampak
licin.
Palpasi : benjolan berukuran 1x1x0,5 cm3, konsistensi lunak, pada penekanan lesi
tidak menjadi cekung, permukaan tidak berbenjol-benjol, tidak mudah
berdarah, fluktuasi (+), nyeri tekan (-), terfiksasi pada dasar bibir. Mukosa
yang menutupi benjolan teraba tegang.
3.5. Diagnosis
Diagnosis Keluhan Utama : Mukokel
Diagnosis Banding : Adenoma pleimorfik, kista implantasi, kista nasolabial
Diagnosa Penyakit Lain : 6.4 dan 6.5 : ganggren pulpa
5.2 : iritasi pulpa
5.4 : hiperemi pulpa
3.6. Rencana Terapi
Pro eksisi kista
Pro konservatif gigi 5.2 dan 5.4
Pro ekstraksi gigi 6.4 dan 6.5
BAB 4
PEMBAHASAN
Dalam kasus ini, dari anamnesis didapatkan riwayat keluhan benjolan di bibir bawah
sebelah kanan sejak 6 bulan yang lalu. Benjolan semakin lama semakin membesar hingga
sebesar kacang polong, tidak didapatkan nyeri, tidak didapatkan kesulitan mengunyah.
Pada pemeriksaan ekstraoral, tidak didapatkan asimetri wajah maupun pembesaran
limfonodi. Pada pemeriksaan intraoral, pada mukosa labial inferior kanan didapatkan
benjolan sebesar kacang polong, warna lebih pucat dari daerah sekitar, tampak berisi cairan
bening, permukaan tampak licin. Benjolan berukuran 1x1x0,5 cm3, konsistensi lunak, pada
penekanan lesi tidak menjadi cekung, permukaan tidak berbenjol-benjol, tidak mudah
berdarah, fluktuasi (+), nyeri tekan (-), terfiksasi pada dasar bibir. Mukosa yang menutupi
benjolan teraba tegang. Didapatkan juga kelainan periodontal berupa periodontitis kronis ec.
gangren pulpa gigi 6.4 dan 6.5, iritasi pulpa pada gigi 5.2, dan hiperemi pulpa pada gigi 5.4.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditarik diagnosis pasien tersebut
adalah mukokel pada mukosa labial inferior kanan. Mukokel tersebut dapat disebabkan oleh
trauma, karena didapatkan riwayat sering menggigit bibir. Setelah terjadi trauma akibat
sering menggit bibir, duktus glandula saliva minor rusak, akibatnya saliva keluar menuju
lapisan submukosa kemudian cairan mukus terdorong dan sekresinya tertahan lalu terbentuk
inflamasi (adanya penumpukan jaringan granulasi di sekeliling kista) mengakibatkan
penyumbatan pada daerah tersebut, terbentuk pembengkakan lunak, berfluktuasi, translusen
kebiruan pada mukosa bibir.
Rencana terapi pada pasien ini adalah eksisi, yakni dengan mengangkat keseluruhan
dari kista beserta kapsulnya sebersih-bersihnya. Edukasi pasien perlu diberikan berkaitan
dengan pentingnya untuk tidak menggigit bibir. Melakukan konservatif pada gigi 5.2 dan 5.4
dan mengekstraksi gigi 6.4 dan 6.5 juga dapat dipertimbangkan kepada pasien, karena
kemungkinan dapat menjadi fokal infeksi selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Baurmash HD. Mucoceles and ranulas. Journal of Oral and Maxillofacial Surgery. March
2003;61(3):369-78
2. Gupta B, Anegundi R, Sudha P, Gupta M. Mucocele: two case reports. Journal of Oral
Health and Community Dentistry. January 2007;1(3):56-58
3. Flaitz CM. Mucocele and ranula. Diundih dari
http://emedicine.medscape.com/article/1076717-overview tanggal 4 Juli 2012
4. Eveson JW. Superficial mucoceles: pitfall in clinical and microscopic diagnosis. Oral
Surgery Oral Medicine Oral Pathology Journal. September 1988;66(3):318-22.