40
LAPORAN KASUS LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ANAK Sindroma Nefrotik Idiopatik Oleh: Melissa Arinie Raharjo 209.121.0005 Pembimbing: dr. Dewi Astasari., Sp.A. KEPANITERAAN KLINIK MADYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG

LAPORAN KASUS Nefrotik Syndrome[1]

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nf

Citation preview

LAPORAN KASUSLABORATORIUM ILMU KESEHATAN ANAK

Sindroma Nefrotik Idiopatik

Oleh:Melissa Arinie Raharjo209.121.0005

Pembimbing:dr. Dewi Astasari., Sp.A.

KEPANITERAAN KLINIK MADYAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANGRSUD MARDI WALUYO KOTA BLITAR2015

25

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah -Nya kepada penyusun sehingga Laporan Kasus Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak yang berjudul Sindroma Nefrotik Idiopatik ini dapat terselesaikan.Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya serta untuk menambah pengetahuan mengenai permasalahan Sindroma Nefrotik pada anak. Penyusun menyampaikan terima kasih kepada pembimbing kami, dr. Dewi Astasari., Sp.A. atas waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan, hingga laporan kasus ini dapat diselesaikan dengan baik.Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna. Untuk itu, diharapkan saran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan laporan kasus ini. Atas saran dan kritik dosen dan pembaca, penyusun ucapkan terima kasih.

Blitar, April 2015Penyusun

Melissa Arinie RaharjoDAFTAR ISI

Judul Kata Pengantar 1Daftar Isi 2BAB I : Pendahuluan3BAB II : Status PenderitaIdentitas Penderita6Anamnesa6Pemeriksaan Fisik11Pemeriksaan Penunjang15Resume17Identifikasi Masalah18Diagnosis19Penatalaksanaan 19Prognosis20Follow Up20BAB III : Pembahasan22BAB IV : Penutup 33Daftar Pustaka34LAPORAN KASUS LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ANAK

BAB IPENDAHULUANSindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang paling sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun,1dengan prevalensi berkisar 12 16 kasus per 100.000 anak.2 Di negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun.3 Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1. Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein, dan lain lain. Pada konsensus ini hanya akan dibicarakan SN idiopatik. Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai sakit perut, hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis atau hipovolemia. Dalam laporan ISKDC (International Study for Kidney Diseases in Children), pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) ditemukan 22% dengan hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara.4Pada anak, sebagian besar (80%) SN idiopatik mempunyai gambaran patologi anatomi kelainan minimal (SNKM). Gambaran patologi anatomi lainnya adalah glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7-8%, mesangial proliferatif difus (MPD) 2-5%, glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP) 4-6%, dan nefropati membranosa (GNM) 1,5%.5,6,7 Pada pengobatan kortikosteroid inisial sebagian besar SNKM (94%) mengalami remisi total (responsif), sedangkan pada GSFS 80-85% tidak responsif (resisten steroid).8Prognosis jangka panjang SNKM selama pengamatan 20 tahun menunjukkan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada GSFS 25% menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun dan pada sebagian besar lainnya disertai penurunan fungsi ginjal.9 Pada berbagai penelitian jangka panjang ternyata respons terhadap pengobatan steroid lebih sering digunakan untuk menentukan prognosis dibandingkan dengan gambaran patologi anatomi. Oleh karena itu pada saat ini klasifikasi SN lebih didasarkan pada respons klinik yaitu: Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS),dan Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS).Karena tingginya angka kejadian Sindroma Nefrotik pada anak di Indonesia, maka penyusun mengangkat kasus ini sebagai bahan pembelajaran dalam upaya penanganan penyakit Sindroma Nefrotik pada anak. Berikut akan dilaporkan sebuah kasus Sindroma nefrotik pada seorang anak perempuan berumur 11 tahun yang dirawat di RSUD Mardi Waluyo Blitar.

LAPORAN KASUS LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ANAK

BAB IISTATUS PASIEN

IDENTITAS PASIENDatang seorang anak perempuan diantar oleh orang tuanya ke RSUD Mardi Waluyo Blitar, pasien atas nama An.Y dengan usia 11tahun alamat di Sentul, Kepanjen Kidul. Masuk Rumah Sakit pada tanggal 5 April 2015 di ruang anak dengan nomor rekam medis 57xxxxx.Nama ayah Tn, S usia 35 tahun pekerjaan swasta. Ibu. Ny.E usia 31 tahun pekerjaan swasta.

ANAMNESIS Pasien An.Y datang ke RSUD Mardi Waluyo Blitar dengan keluhan utama kedua kaki bengkak. Ibu pasien mengatakan bengkak di kedua kaki sejak 2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Bengkak juga dikeluhkan pada kedua kelopak mata, sehingga mata pasien terlihat sembab. Pasien mengatakan tidak sesak nafas saat tidak beraktivitas, maupun saat beraktivitas, seperti berjalan >10 meter, naik tangga, dan berlari. Pasien mengeluh batuk sejak 3 hari ini tidak berdahak, tidak disertai demam. BAB sejak 1 hari ini (-), BAK biasanya sehari 2 kali sedikit, warna seperti the, BAK berwarna merah disangkal. Makan sehari 3 kali, terdiri dari nasi, sayur, tahu, tempe, telur, dan kadang-kadang daging. Minum air putih dalam sehari 1 gelas (300cc), minum minuman kemasan serbuk, setiap hari >2 kali sejak pasien usia 9 tahun. Ibu pasien mengatakan, bahwa sejak 2 minggu terakhir putrinya terlihat lebih gemuk dari sebelumnya. Penurunan berat badan selama 2 bulan berturut-turut,disangkal. Nafsu makan pasien, tidak menurun. Munculnya bercak merah pada kulit, kedua Tangan Dan kaki,dan wajah, disangkal oleh ibu pasien. Sariawan pada rongga mulut juga disangkal. Tidak didapatkan kejang, nyeri otot, dan kelemahan otot. Nyeri, kaku, bengkak, dan kemerahan pada sendi jari tangan dan kaki juga disangkal. Nyeri perut, yang sangat, disangkal. Riwayat penyakit dahulu, ibu pasien menyangkal bahwa anaknya pernah mengalami bengkak pada kaki dan, kelopak mata sebelumnya. Riwayat masuk rumah sakit juga disangkal. Ibu pasien mengatakan anaknya tidak pernah memiliki alergi makanan, ataupun alergi obat. Ibu pasien mengatakan bahwa selama ini anaknya belum pernah mengalami sakit berat sehingga harus dirawat di rumah sakit. Riwayat konsumsi obat-obatan secara terus menerus juga disangkal. Riwayat batuk lama, disangkal. Riwayat kontak dengan penderita batuk lama, juga disangkal.Riwayat penyakit keluarga, ibu pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami penyakit serupa, diabetes mellitus, dan penyakit jantung. Pasien merupakan anak kedua dari ibu berusia 45 tahun dan tidak ada riwayat keguguran sebelumnya. Saat hamil ibu tidak ada keluhan ,kehamilan ibu adalah kehamilan yang diinginkan dan ibu rutin memeriksakan kandungannya ke bidan desa setiap bulan. Ketika mengandung ibu berusia 34 tahun, selama hamil tidak pernah demam, minum obat-obatan tertentuminum-minuman beralkohol,merokok, tidak pernah mengalami trauma fisik selama hamil, tekanan darah tinggi, muntah berlebihan, keputihan yang berbau, tidak mengalami perdarahan melalui jalan lahir, tidak mengkonsumsi jamu, ibu hanya mendapat tablet besi dan kalsium. Pasien lahir normal, spontan dibantu oleh bidan desa Kepanjen Kidul pada usia kehamilan 39 minggu, lahir langsung menangis, warna ketuban jernih. Berat badan lahir 3200 gram, panjang badan 52 cm, bayi tunggal, presentasi kepala, tidak ada kelainan. Tali pusat dirawat dengan baik, ASI keluar dan langsung bisa menyusui setelah melahirkan, tidak terjadi pendarahan pasca melahirkan, bayi tidak kuning, tidak infeksi intra partum. Anak tidak pernah sakit setelah lahir seperti asfiksia, trauma lahir dan lain-lain.Dari riwayat makan, pasien diberikan ASI eksklusif mulai usia 0 bulan sampai usia 6 bulan. Saat usia 6 bulan sampai 11 bulan pasien diberikan ASI + susu formula + bubur halus. Saat usia 12 bulan, pasien mulai diberikan bubur tim kasar dengan lauk, seperti makanna keluarga.Riwayat imunisasi ibu sudah pernah diimunisasi TT (+) sebelum menikah. Sedangkan anak imunisasi lengkap sesuai dengan PPI yaitu hepatitis B diberikan 1 kali, saat usia 0 bulan. BCG diberikan 1 kali, saat usia 1 bulan. Polio diberikan 4 kali, saat usia 1, 6 bulan, 7 bulan, dan 10 bulan. Campak diberikan 1 kali saat usia 10 bulan, sedangkan DPT diberikan 3 kali saat usia usia 5 bulan, 6 bulan dan 7 bulan.Riwayat perkembangan anak yaitu pertama kali anak mengalami tumbuh gigi mulai usia 6 bulan. Pertama kali anak bisa membalikkan badan saat usia 4 bulan. Pertama kali anak bisa tengkurap saat anak berusia 4 bulan. Pertama kali anak bisa duduk saat anak berusia 5 bulan. Pertama kali anak bisa merangkak saat anak berusia 6 bulan. Pertama kali anak bisa berdiri saat anak berusia 10 bulan. Pertama kali anak bisa berjalan saat anak berusia 12 bulan. Pertama kali anak bisa tertawa saat anak berusia 4 bulan. Pertama kali anak bisa berceloteh saat anak berusia 5 bulan. Pertama kali anak bisa memanggil mama/papa saat anak berusia 8 bulan.Riwayat kebiasaan pasien ,setiap hari sebelum berangkat sekolah, pasien selalu sarapan, komposisi makanan, nasi, dan lauk, jarang sayur. Biasanya saat pagi pasien sarapan dengan mi instan, dan telur. Selama di sekolah, pasien juga membeli jajanan yang dijual disekolahnya (berupa makanan ringan), selama disekolah pasien jarang minum air putih, biasanya pasien membeli minuman sachet yang dilarutkan dalam air putih. Saat pulang sekolah, pasien makan siang di rumah, dengan komposisi makanan, nasi lauk pauk, kadang daging, disertai sayur. Selama dirumah, pasien minum air putih 2 gelas kecil sehari, tapi kadang dalam sehari pasien bisa tidak minum air putih sama sekali. Selama dirumah pasien juga sering mengkonsumsi minuman serbuk. Sejak .Di keluarga tidak ada yang merokok.

PEMERIKSAAN FISIK Dari pemeriksaan fisik pada tanggal 5 Februari 2015, keadaan umum pasien tampak baik. Kesadaran composmentis. Tanda Vital didapatkan antara lain : frekuensi nadi radialis : 94 x/menit, teratur, kuat angkat. Frekuensi pernapasan : 21 x/menit ,teratur. Suhu axilla : 36,8 0C. Waktu Pengisian Kapiler: < 2 detik.Pemeriksaan antropometri An.Y pada tanggal 5 Februari 2015 antara lain Berat Badan anak : 50 kg. Panjang Badan 148 cm. Lingkar Lengan Atas : 26 cm.. Status gizi berdasarkan WHO Child Growth Standart (kurva CDC anak perempuan 2-20th) grafik antara lain BB/U menunjukkan di titik antara mean 10 SD (Lihat lampiran 1). PB/U menunjukkan di titik antara mean 75 SD. Sedangkan BBI berada pada titik 41kg yang menunjukkan berat badan ideal. Apabila di rasiokan pada BB/BBI :BB/BBI (%) : 50/41 x 100% = 121,9%

121,9% menginterpretasikan berat badan lebih. Namun karena pasien mengalami edema, sehingga penghitungan berat badan menjadi tidak akurat, maka dilakukan penghitungan status gizi menggunakan LILA. Ukuran LILA pasien adalah 26 cm, apabila di masukkan dalam tabel persentil LILA, menunjukkan pada persentil 90% yang menginterpretasikan gizi normal (Lihat Lampiran 2). Pemeriksaan Fisik Head to Toe dimulai dari kulit didapatkan warna kulit sawo matang, effloresensi, pigmentasi, jaringan parut, sianosis tidak ada, lapisan lemak cukup, turgor kembali cepat, tonus otot normal, didapatkan edema. Kepala berbentuk mesosefal,rambut hitam tidak mudah dicabut. Pemeriksaan fisik bagian mata didapatkan edema palpebra, tekanan bola mata normal pada perabaan, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks kornea +/+ normal, pupil bulat isokor 3 mm-3 mm, refleks cahaya +/+ normal, lensa jernih, fundus dan visus tidak dievaluasi, gerakan normal, mata tidak cowong. Telinga tidak didapatkan adanya sekret dan perdarahan. Tidak ada nyeri tekan. Pada bagian hidung tidak didapatkan deviasi septum, epistaksis tidak ada, sekret tidak ada, pernapasan cuping hidung (-). Mulut didapatkan bibir tidak sianosis, lidah kotor tidak ada, gigi tidak karies perdarahan gusi tidak ada, bau pernapasan normal.. Faring didapatkan tidak hiperemi, tidak edema, tidak ada pseudomembran. Pemeriksaan tonsil menunjukkan T1/T1 tidak hiperemis. Bagian leher didapatkan trakea letak di tengah, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan tidak ada kaku kuduk.Pemeriksaan fisik daerah dada menunjukkan bentuk simetris, tidak ada retraksi di intercostal, subcostal dan xypoid. Pemeriksaan organ paru secara inspeksi menunjukkan gerakan dinding dada simetris kiri = kanan. Secara palpasi menunjukkan stem fremitus kiri = kanan. Pemeriksaan auskultasi paru-paru menunjukkan suara pernafasan vesikuler +/+, didapatkan adanya ronkhi -/- dan wheezing -/-. Pemeriksaan jantung secara inspeksi menunjukkan iktus tidak tampak. Secara palpasi menunjukkan ictus cordis kuat angkat. Secara perkusi tidak dilakukan. Sedangkan dengan auskultasi menunjukkan frekuensi denyut jantung 94x/menit, tidak ada bising.Pemeriksaan fisik daerah abdomen secara inspeksi terlihat datar. Secara auskultasi terdengat bising usus (+) terdengar 4 kali per menit. Pemeriksaan secara palpasi menujukkan hepar, ginjal dan lien tidak teraba, tidak ditemukan massa di bagian abdomen. Secara perkusi terdengar timpani di seluruh permukaan abdomen kecuali di daerah hati dan limpa. Di daerah hati terdengar suara pekak hati dan menunjukkan tidak ada perbesaran pada hati. Tidak ditemukan asites pada abdomen.Pemeriksaan daerah genitalia menunjukkan gentalia wanita tidak ditemukan perbesaran atau edema labia.Pemeriksaan anggota gerak CRT < 2 detik, akral hangat dan ditemukan pitting edema di kedua ekstermitas inferior, kulit mengkilat.

PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan penunjuang berupa darah lengkap yang dilakukan pada tanggal 4 Maret 2015 menunjukkan hasil sebagai berikut (Lihat Tabel 3):Tabel 3. Pemeriksaan Darah Lengkap (tanggal 4 Maret 2015)PemeriksaanHasilKet.UnitNilai Normal

HematologiHb leukositLEDTrombositEritrositHematokrit 15,59.57065-115392.0006.230.00047,2NNNNNg/dl/cmm /jamulJuta/ul%11,5-164.000-11.0000-20150.000-450.0003,0-6,035-47

IndexMCVMCHMCHC75,725,033,0NNNFlPg%70-8423-3031-37

Hitung Jenis2/1/1/47/44/5N/N/N/N/N/N%0-1/0-3/3-5/15-35/35-65/3-6

KreatininBUNAsam uratUreumKolesterolTrigliseridaAlbumin 0,60 64,8133136651,32NNNNmg/dl

mg/dlmg/dlg%0,5-1,2 4,7-23,42,5-6,015-45 3 kali warna kuning jernihKU: Tampak baikKesadaran: compos mentisN: 92x/menit, kuat angkatRR : 22 x/menit, regulerSuhu 36,80CEdema palpebra +/+ Pulmo : Suara pernafasan bronkovesikuler kasar, ronkhi (-/-) , wheezing (-/-) Cor : S1S2 tunggal regular, suara tambahan (-) Abdomen : Datar, soefl, BU (4x/mnt) ,hepar lien tidak teraba , nyeri tekan (-) Extremitas : Akral hangat, edema non pitting tungkai(+/+), CRT < 2

Albumin : 1,64 g/dlWdx :Sindroma Nefrotik episode pertamaPlanning Terapi:

-Transfusi albumin 439cc- inj.furosemid 40mg(post tansfusi)-Prednison tablet 5mg Pagi :6 tab Siang : 5 tab Malam: 5 tab

Pdx : DL,UL dan albumin

2.7/4/2015Bengkak di kedua kaki (+) bengkak di kelopak mata (+), BAK sehari >4 kali warna bening jernih, BAB (-)KU: Tampak baikKesadaran: compos mentisN: 100x/menit, kuat angkatRR : 20 x/menit, regulerSuhu 36,40CEdema palpebra +/+Extremitas : Akral hangat, edema non pitting tungkai (+/+)CRT < 2

Albumin urine : +3 Albumin : 1,56Wdx :Sindroma nefrotikPlanning Terapi:

-Transfusi albumin 439cc- inj.furosemid 40mg(post tansfusi)-Prednison tablet 5mg Pagi :6 tab Siang : 5 tab Malam: 5 tab

Pdx : DL,UL dan albumin

3.8/4/2015Bengkak kaki (+), bengkak kelopak mata (-), BAK (+)

KU : tampak sakitKesadaran : compos mentisN = 118 x/menitRR = 28 x/menitTax = 36,5oCEdema palpebra -/- Extremitas :,edema non pitting tungkai (+/+)

Albumin : 1,05 Albumin urine : +3 Produksi urine (1400ml/24jam)Wdx :Sindroma nefrotik episode relapsPlanning Terapi:

-Transfusi albumin 439cc- inj.furosemid 40mg(post tansfusi)-Prednison tablet 5mg Pagi :6 tab Siang : 5 tab Malam: 5 tab

Pdx : DL,UL dan albumin

4.9/4/2015Bengkak kaki (-+), bengkak kelopak mata (-), BAK (+)Kesadaran : compos mentisN = 80x/menitRR = 24 x/menitTax = 35,5oC Extremitas : Edema non pitting tungkai (-/-)

Albumin urine : +3 Silinder: cast leukosit (+) Albumin : 1,45 Produksi urine (1500ml/24jam)Wdx :Sindroma nefrotik episode relapsPlanning Terapi:

-Transfusi albumin 439cc- inj.furosemid 40mg(post tansfusi)-Prednison tablet 5mg Pagi :6 tab Siang : 5 tab Malam: 5 tab

5.10/4/2015BAK (+) >5 kali sehari warna kuning jernihKesadaran : compos mentisN = 80x/menitRR = 24 x/menitTax = 35,5oC Extremitas : Akral hangat, edema non pitting tungkai (-/-)CRT < 2

Wdx :Sindroma nefrotik episode relapsPlanning Terapi:

-Transfusi albumin 439cc- inj.furosemid 40mg(post tansfusi)-Prednison tablet 5mg Pagi :6 tab Siang : 5 tab Malam: 5 tab

Pdx: DL,albumin

6.11/4/2015Tidak ada keluhan .N = 80x/menitRR = 24 x/menitTax = 35,5oC

Albumin : 1,93Wdx :Sindroma nefrotik episode relapsPlanning Terapi:

-Transfusi albumin 439cc- inj.furosemid 40mg(post tansfusi)-Prednison tablet 5mg Pagi :6 tab Siang : 5 tab Malam: 5 tab

Pasien bisa KRS dengan membawa obat pulang:-Prednison tablet 5mg Pagi :6 tab Siang : 5 tab Malam: 5 tab

Pdx : control poli anak setelah obat habis

LAPORAN KASUS LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ANAK

BAB IIIPEMBAHASAN

Dilaporkan seorang anak perempuan umur 11 tahun dengan berat badan 50 kg. Anak dirawat di ruang anak RSUD Mardi Waluyo Blitar dengan keluhan utama bengkak pada kedua kaki sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menjelaskan tentang keluhan utama pada Nefrotik syndrome berupa edema palpebra, dan atau pretibia dan membuat keluarga membawa anaknya untuk mencari pelayanan kesehatan. 4Dari umur, penderita secara epidemiologi sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa nefrotik syndrome di Indonesia menyerang anak pada usia kurang dari 14 tahun. 3Pada kasus ini ibu pasien mengatakan bahwa bengkak pada kedua kaki dan kelopak mata didapatkan sejak 2 minggu sebelum MRS. Pasien mengatakan tidak sesak nafas saat tidak beraktivitas, maupun saat beraktivitas, seperti berjalan >10 meter, naik tangga, dan berlari. BAK biasanya sehari 2 kali sedikit, warna seperti teh. Minum air putih dalam sehari 1 gelas (300cc), minum minuman kemasan serbuk, setiap hari >2 kali sejak pasien usia 9 tahun. Ibu pasien mengatakan, bahwa sejak 2 minggu terakhir putrinya terlihat lebih gemuk dari sebelumnya.Pasien dengan nefrotik syndrome pada umumnya datang dengan keluhan bengkak pada kedua kaki, dan kelopak mata. Dalam keadaan yang lebih berat lagi dapat ditemukan keluhan perut yang membesar karena akumulasi cairan (asites), dan sesak akibat efusi pleura.4Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak baik. Kesadaran composmentis. Tanda Vital didapatkan antara lain : frekuensi nadi radialis : 94 x/menit, teratur, kuat angkat. Frekuensi pernapasan : 21 x/menit ,teratur. Suhu axilla : 36,8 0C. Waktu Pengisian Kapiler : < 2 detik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan edema palpebra dan edema non pitting pada tungkai (+/+). Pada keadaan Sindrom nefrotik yang lebih berat biasa ditemukan adanya asites dan, gambaran efusi pleura, ditemukan edema genital. 4Dalam beberapa literature dikatakan edema dan beberapa gejala terkait akumulasi cairan pada nefrotik sindrom dijelaskan dalam teori Underfilled theory , merupakan teori klasik tentang pembentukan edema, yang disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan menyebabkan cairan merembes masuk ke ruang interstisial. Kelainan glomerulus

Albuminuria

EdemaRetensi Na renal sekunderVolume plasmaTekanan onkotik plasmaHipoalbuminemia

Gambar 1. Terbentuknya edema menurut teori underfilled11Penurunan tekanan onkotik intravascular ini disebabkan karena hilangnya albumin, sebagai protein penentu tekanan onkotik. 8,9Dalam teori, Sindroma nefrotik merupakan kumpulan gejala yang ditandai dengan sindroma klinik yang terdiri dari beberapa gejala yaitu 10:1. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik 2+)2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL3. Edema4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dalam kasus adalah, pemeriksaan darah lengkap, albumin,dan urine lengkap. Dari pemeriksaan darah lengkap didapatkan hasil hiperkolesterolemi (313 mg/dl) dan peningkatan trigliserida (665 mg/dl), juga didapatkan hipoalbuminemi (1,32 g%). Pada pemeriksaan urine lengkap didapatkan warna urine kuning tua keruh, albuminuria (+3), dan ditemukannya Kristal triple phospat. Dari pemeriksaan pada pasien, didapatkan kesesuaian dengan studi literatur yang mengarah pada sindroma nefrotik.Pada pasien terjadi proteinuria massif, hal ini terjadi karena adanya peningkatan klirens protein bermuatan negative seperti albumin, yang disebabkan oleh hilangnya proteoglikan sulfat heparin dan heparitinase ( merupakan penyebab timbulnya muatan negative pada lamina rara interna dan eksterna yang merupakan sawar utama penghambat keluarnya molekul negatif seperti albumin ) sehingga mengakibatkan hilangnya sawar negative selektif,dan menyebabkan timbulnya albuminuria (proteinuria). Apabila ekskresi protein 40 mg/jam/m2 luas permukaan badan disebut dengan protenuria berat. Hal ini digunakan untuk membedakan dengan protenuria pada pasien bukan sindrom nefrotik. 11Salah satu manifestasi pada pasien sindrom nefrotik adalah, Hipoalbuminemi apabila kadar albumin kurang dari 2,5g/dL. Hipoalbuminemi merupakan manifestasi dari hilangnya protein dalam dalam urine yang berlebihan dan peningkatan katabolisme albumin. Dalam keadaan normal kehilangan albumin, akan dikompensasi dengan meningkatnya laju metabolisme albumin setidaknya tiga kali lipat, namun hal ini tidak terjadi pada sindrom nefrotik. Dalam suatu penelitian disebutkan laju sintesis albumin pada nefrotik sindrom tetap tidak meningkat walaupun diberikan diet protein yang adekuat. Hilangnya albumin disebabkan oleh kenaikan permeabilitas membrane kapiler glomerulus, karena adanya produksi FSGS (Focal segmental Glomerulosklerosis) dan factor plasma karena mediasi dari kompleks imun sel T, dan penipisan prosesus kaki podosit yang luas. 11Hiperkolesterolemi juga terjadi pada pasien, hal ini sesuai dengan teori bahwahampir semua kadar lemak (kolestrol, trigliserid) dan lipoprotein serum meningkat pada sindroma nefrotik. Hal ini dapat dijelaskan dari adanya kondisi hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein. Selain itu katabolisme lemak menurun karena terdapat penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. 11Working diagnose pada pasien langsung bisa ditegakkan yaitu,Sindroma nefrotik idiopatik. Penegakan diagnose berdasar terpenuhinya 4 kriteria sindroma nefrotik yaitu: 1. Edema, 2.Proteinuria, 3.Hipoalbuminemi, 4. Hiperkolesterolemi. criteria pembagian sindrom nefrotik dibagi berdasarkan etiologi, dan berdasarkan kepekaannya terhadap pengobatan steroid.

Berdasarkan etiologinya, sindrom nefrotik dibagi menjadi tiga, yaitu kongenital, primer atau idiopatik, dan sekunder.5 1) Kongenital Penyebab dari sindrom nefrotik kongenital atau genetik adalah : Finnish-type congenital nephrotic syndrome (NPHS1, nephrin) Denys-Drash syndrome (WT1) Frasier syndrome (WT1) Diffuse mesangial sclerosis (WT1, PLCE1) Autosomal recessive, familial FSGS (NPHS2, podocin) Autosomal dominant, familial FSGS (ACTN4, -actinin-4; TRPC6) Nail-patella syndrome (LMX1B) Pierson syndrome (LAMB2) - Schimke immuno-osseous dysplasia (SMARCAL1) Galloway-Mowat syndrome Oculocerebrorenal (Lowe) syndrome 2) Primer Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer atau idiopatik adalah sebagai berikut : Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM) Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) Mesangial Proliferative Difuse (MPD) Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP) Nefropati Membranosa (GNM)

3) Sekunder Sindrom nefrotik sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lainsebagai berikut : Lupus erimatosus sistemik (LES) Keganasan, seperti limfoma dan leukemia Vaskulitis, seperti granulomatosis Wegener (granulomatosis dengan poliangitis), sindrom Churg-Strauss (granulomatosis eosinofilik dengan poliangitis), poliartritis nodosa, poliangitis mikroskopik, purpura Henoch Schonlein Immune complex mediated, seperti post streptococcal (postinfectious) Glomerulonephritis Pembagian kedua selain berdasarkan etiologi, respon terhadap pengobatan steroid lebih sering dipakai untuk menentukan prognosis dibandingkan gambaran patologi anatomi. Berdasarkan hal tersebut, saat ini klasifikasi SN lebih sering didasarkan pada respon klinik, yaitu : 91. Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) 2. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) Pada pasien didiagnose dengan Sindroma Nefrotik Idiopatik Atau Sindroma Nefrotik Primer, berdasarkan etiologi, tidak ditemukan penyebab sekunder atau penyakit sistemik seperti SLE, dan purpura Henoch-Schonlein.Penatalaksanaan umum anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua. Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan berikut:11,121. Pengukuran berat badan dan tinggi badan. 2. Pengukuran tekanan darah. 3. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein.4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis 5. INH selama 6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis (OAT).Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah Pemberian oral kortikosteroid. yaitu prednisone dengan dosis 2mg/kgBB/hari (maksimal 80mg/hari) yaitu 2mg x 41kg = 82 mg/hari (pembulatan menjadi 80 mg). Sediaan prednisone tablet 5mg, yang berarti dalam 1 hari diberikan 16 tablet prednisone/hari selama 4 minggu, dibagi dalam 3 kali pemberian yaitu 6 tablet pagi hari, 5 tablet siang hari, dan 5 tablet malam hari. 9,10,11Ada beberapa batasan yang perlu diketahui, berikut ini adalah beberapa batasan yang dipakai pada sindrom nefrotik: 101) Remisi : Apabila proteinuri negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam satu minggu, maka disebut remisi. 2) Relaps: Apabila proteinuri 2+ ( >40 mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg) 3 hari berturut-turut dalam satu minggu, maka disebut relaps. 3) Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) :Sindrom nefrotik yang apabila dengan pemberian prednison dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu mengalami remisi. 4) Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) : Sindrom nefrotik yang apabila dengan pemberian prednison dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu tidak mengalami remisi. 5) Sindrom nefrotik relaps jarang : Sindrom nefrotik yang mengalami relaps < 2 kali dalam 6 bulan sejak respons awal atau < 4 kali dalam 1 tahun. 6) Sindrom nefrotik relaps sering :Sindrom nefrotik yang mengalami relaps 2 kali dalam 6 bulan sejak respons awal atau 4 kali dalam 1 tahun. 10 7) Sindrom nefrotik dependen steroid : Sindrom nefrotik yang mengalami relaps dalam 14 hari setelah dosis prednison diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh atau dihentikan dan terjadi 2 kali berturut-turut.

Berdasarkan International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC), terapi inisial untuk anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid adalah prednison dosis 60mg/m2LPB/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi. Terapi inisial diberikan dengan dosis penuh selama 4 minggu. Apabila dalam empat minggu pertama telah terjadi remisi, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2LPB/hari atau 1,5 mg/kgBB/hari, diberikan selang satu hari, dan diberikan satu hari sekali setelah makan pagi. Apabila setelah dilakukan pengobatan dosis penuh tidak juga terjadi remisi, maka pasien dinyatakan resisten steroid. 8,10,12Pada pasien, pemberian furosemide injeksi 1-3mg/kgBB/hari yaitu 41mg/hari. Berdasarkan teori, restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah. 8,10,11,12Sedangkan penatalaksanaan farmakoterapi untuk NS diberikan transfuse albumin dengan menggunakan rumus transfuse albumin yaitu:0,8 x albumin x BBI Persentase albumin

Albumin : Albumin target Albumin pasien Albumin = 4 1,32 = 2,68Kebutuhan albumin : 0,8 x 2,68 x 41 = 87,904/0,2 = 439,52 cc 20%Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari.8 ,10Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema. Pada pasien diet makanan rendah garam (1-2g/hari), protein cukup (1,5-2g/kgBB/hari) kebutuhan protein dalam satu hari adalah 2g x 41kg = 82 g/hari.Anak dapat dipulangkan dari RS setelah perawatan selama 6 hari dengan alasan secara klinis membaik dimana edema sudah tidak ditemukan lagi, tanda vital stabil dan keadaan umum baik serta pemeriksaan albumin sebelum pulang sudah mengalami kenaikan walaupun belum mencapai kadar normal. Ibu pasien disarankan untuk kontrol poli setelah pemberian kortikosteroid oral untuk diminum teratur dan setelah obat tersebut habis ibu pasien disarankan untuk kontrol poli bertujuan untuk mengetahui perkembangan klinis pasien, dan memberikan lanjutan terapi kostikosteroid oral. Prognosis umumnya baik dengan pengawasan pada anak umumnya baik dengan pengawasan dan terapi yang adekuat.

LAPORAN KASUS LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ANAK

BAB IVPENUTUP

Telah dilaporkan kasus sindroma nefrotik idiopatik pada seorang anak perempuan usia 11 tahun yang dirawat di RSUD Mardi Waluyo Blitar. Pasien datang dengan keluhan bengkak pada kedua kaki. Tanda klinis, fisik dan laboratorium mengarah pada sindroma nefrotik idiopatik. Penatalaksanaan pasien selama perawatan di Rumah sakit Mardi Waluyo sesuai dengan terapi yang dibutuhkan untuk penanganan Sindroma nefrotik idiopatik. Pasien dipulangkan dari RS setelah perawatan selama 6 hari dengan keadaan keluar rumah sakit membaik.

LAMPIRAN 1

Lampiran 1. CDC-NCHS 2000 : grafik berat badan dan tinggi badan anak perempuan 2-18

LAMPIRAN 2

Lampiran 2. Tabel persentil lingkar lengan atasDAFTAR PUSTAKA

1. Clark AG, Barrat TM. Steroid responsive nephrotic syndrome. Dalam: Barrat TM, Avner ED, Harmon WE, penyunting. Pediatric Nephrology, Edisi 4. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins 1999. h.731-47.2. Eddy AA, Symons JM. Nephrotic syndrome in childhood. Lancet 2003;362:629-39.3. Wila Wirya IGN: Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi anatomis sindrom nefrotik primer pada anak di Indonesia. Disertasi, FKUI. Jakarta 14 Oktober 1992.4. ISKDC. The primary nephrotic syndrome in children. Identification of patients with minimal change nephrotic syndrome from initial response to prednisone. J Pediatr 1981;98:561-4.5. Churg J, Habib R, White RH. Pathology of the nephrotic syndrome in children. A report for the International Study of Kidney Disease in Children. Lancet 1970;760:1299-302.6. White RH, Glasgow EF, Mills RJ. Clinicopathological study of nephrotic syndrome in childhood. Lancet 1970;i:1353-9.7. Srivastava RN, Mayekar G, Anand R, Choudry VP, Ghai OP, Tandon HD. Nephrotic syndrome in Indian children. Arch Dis Child 1975;50:626-30.8. ISKDC. Nephrotic syndrome in children: prediction of histopathology from clinical and laboratory characteristics at time of diagnosis. Kidney Int 1978;13:159-65.9. Trompeter RS. Steroid resistant nephrotic syndrome. Dalam: Postlethwaite RJ, penyunting. Clinical paediatric nephrology. Edisi kedua. Oxford: Butterworth-Heinemann,1994. h. 226-34.10. Vogt AB, Avner ED. Nephrotic syndrome. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia; WB Saunders; 2007. h. 2190-5.11. Alatas Husein, Dkk.Sindrom Nefrotik .Buku Ajar Nefrologi Anak Edisi 2.IDAI 2002. Jakarta. FKUI.H. 381-42312. Bagga A, Menon S. Idiopathic nephrotic syndrome: initial management. Dalam: Chiu MC, Yap HK, penyunting. Practical paediatric nephrology. An update of current practices. Hongkong; Medcom Limited;2005. h.109-15.