Upload
titis-nugroho
View
1.814
Download
157
Embed Size (px)
DESCRIPTION
menentukan tingkat reaksi (orde) ion permanganat dengan asam oksalat
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA FISIK II
KINETIKA REAKSI ION PERMANGANAT DENGAN ASAM OKSALAT
Nama Praktikan : Titissari Indah T.N
NIM : 111810301010
Kelompok : 3
Fak./Jurusan : MIPA/KIMIA
Nama Asisten : Lutfi Septi
LABORATORIUM KIMIA FISIK
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang materi dan perubahannya. Materi dan
perubahannya berkaitan erat dengan reaksi kimia. Sebelum melakukan reaksi kimia harus
memahami sifat fisik larutan dan koloid, reaksi redoks, dan elektrokimia. Selain
memahami sifat fisik, konsep kesetimbangan kimia dalam sistem gas, kesetimbangan
asam-basa: dalam larutan pelarut air, dan kesetimbangan kelarutan dan ion kompleks juga
harus dipahami agar keadaan akhir reaksi kimia atau keadaan sistem kimia setelah
mencapai kesetimbangan dapat diketahui saat melakukan praktek tentang reaksi kimia.
Reaksi yang mencapai keadaan setimbang memang susah diamati, tetapi informasi tentang
kesetimbangan ini dapat dijelaskan secara termodinamika. Melalui konsep
termodinamika juga dapat menceritakan apakah reaksi kimia berlangsung spontan atau
tidak. Selain faktor termodinamika, kesetimbangan dan kespontanan reaksi, masih ada
faktor lain yang sangat penting di dalam menentukan proses kimia yang terjadi di alam ini.
Faktor tersebut adalan kecepatan terjadinya proses kimia.
Kinetika kimia merupakan pengkajian laju reaksi dan mekanisme reaksi kimia.
Pengertian laju reaksi digunakan untuk menerangkan kecepatan suatu reaksi berlangsung.
Sedangkan mekanisme reaksi adalah langka-langkah ketika reagen perlahan-lahan berubah
menjadi produk. Laju reaksi dapat diamati melalui faktor-faktor yang mempengaruhinya
saat berlangsungnya reaksi. Faktor-faktor ini adalah kosentrasi, temperatur, dan katalis.
Laju reaksi mudah diamati melalui kosentrasi materi-materi yang bereaksi karena laju
reaksi merupakan besarnya perubahan jumlah pereaksi dan hasil reaksi per satuan waktu.
Perubahan ini dapat dikatakan perubahan konsentrasi molar (molaritas) sehingga laju
reaksi dapat dikatakan perubahan konsentrasi akhir (hasil reaksi) terhadap konsentrasi awal
(pereaksi) per satuan waktu. Pengamatan pengaruh kosentrasi terhadap laju reaksi yaitu
dengan cara menentukan orde atau tingkat reaksi. Orde reaksi menyatakan banyaknya
faktor konsentrasi zat reaktan yang mempengaruhi kecepatan reaksi. Perlu diketahui bahwa
penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi tetapi hanya dapat
ditentukan berdasarkan percobaan.
1.2 Tujuan Percobaan
Percobaan ini mempunyai tujuan yaitu menentukan tingkat reaksi (orde) MnO4-
dengan H2C2O4.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material Safety Data Sheets (MSDS)
2.1.1 Asam Oksalat
Asam oksalat dikenal sebagai agen pereduktor. Asam oksalat memiliki massa molar
90,03 gr/mol (anhidrat), dan 126,07 gr/mol (dihidrat). Asam oksalat dalam keadaan fase
padat densitas asam oksalat yaitu 1,90 g/cm3 (anhidrat) dan 1,653 gr/cm3 (dihidrat).
Sedangkan kelarutan dalam air 9,5 gr/100 mL pada suhu 15oC, 14,3 g/100 mL (25oC), dan
pada temperatur 100oC memiliki kelarutan 120 gr/100 mL (Anonim, 2015).
Asam oksalat adalah asam dikarboksilat yang hanya terdiri dari dua atom C pada
masing-masing molekul, sehingga dua gugus karboksilat berada berdampingan. Letak
gugus karboksilat yang berdekatan menyebabkan asam oksalat mempunyai konstanta
dissosiasi yang lebih besar daripada asam-asam organik lain. Besarnya konstanta disosiasi
(K1) = 6,24.10-2 dan K2 = 6,1.10-5). Keadaan yang demikian dapat dikatakan asam oksalat
lebih kuat daripada senyawa homolognya dengan rantai atom karbon lebih panjang.
Namun demikian dalam medium asam kuat (pH <2) proporsi asam oksalat yang terionisasi
menurun
(Anonim, 2015).
Asam oksalat dan garamnya yang larut air dapat membahayakan, karena senyawa
tersebut bersifat toksis. Dosis sebanyak 4-5 gram asam oksalat atau kalium oksalat dapat
menyebabkan kematian pada orang dewasa, tetapi biasanya jumlah yang menyebabkan
pengaruh fatal adalah antara 10 dan 15 gram. Gejala pada pencernaan (pyrosis, abdominal
kram, dan muntah-muntah) dengan cepat diikuti kegagalan peredaran darah dan pecahnya
pembuluh darah inilah yang dapat menyebabkan kematian (Kharisma, 2015).
2.1.2 Kalium Permanganat
Kalium permanganat merupakan senyawa kimia anorganik dengan rumus KMnO4.
Garam yang terdiri dari K+ dan MnO4- ion. Kalium permanganat terurai saat terkena sinar:
2 KMnO4(s) → K2MnO4(s) + MnO2(s) + O2(g)
Kalium permanganat berupa padatan kristal berwana ungu, memiliki kelarutan dalam air
7gr dalam 100 gr air, juga memiliki densitas sebesar 2,7 gr/cm3. Apabila kontak dengan
senyawa yang mudah menyala akan menyebabkan kebakaran dan dijauhkan dari senyawa
pereduksi, asam kuat, material organik, peroksida, alkohol dan senyawa kimia logam aktif.
Kalium permanganat merupakan oksidator kuat. Perlu kehatia-hatian saat memanaskan
kalium permanganate untuk tujuan dekomposisi karena asap yang ditimbulkan beracun dan
dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan, pada kosentrasi yang tinggi dapat
menyebabkan edema paru. Kristal kalium permanganan bersifat kaustik yang apabila
terjadi kontak dengan kulit akan menyebabkan kemerahan, rasa nyeri, dan menimbulkan
noda coklat pada area kulit didaerah kontak (Anonim, 2015).
2.2 Dasar Teori
Kinetika kimia adalah bahagian ilmu kimia fisika yang mempelajari laju reaksi kimia,
faktor-faktor yang mempengaruhinya serta penjelasan hubungannya terhadap mekanisme
reaksi. Kinetika kimia disebut juga dinamika kimia, karena adanya gerakan molekul,
elemen atau ion dalam mekanisme reaksi dan laju reaksi sebagai fungsi waktu. Mekanisme
reaksi dapat diramalkan dengan bantuan pengamatan dan pengukuran besaran
termodinamika suatu reaksi, dengan mengamati arah jalannya reaktan maupun produk
suatu sistem. Syarat untuk terjadinya suatu reaksi kimia bila terjadi penurunan energi bebas
( ). Sering kali timbul pertanyaan berapa cepat reaksi reaksi berlangsung , dengan
perkataan lain, berapa nilai laju reaksi itu. Hal ini berlawanan dari tinjauan termodinamika,
di mana tidak dikenal parameter waktu karena hanya tergantung dari kaadaan awal dan
akhir sistem itu sendiri. Subyek yang sangat penting dalam termodinamika adalah keadaan
kesetimbangan, maka termodinamika adalah metoda yang sangat penting untuk mejajaki
keadaan kesetimbagan suatu reaksi kimia. Sebagai contoh adalah energi bebas dari reaksi-
reaksi berikut:
2H2 + O2 2H2O [1]
C + O2 CO2 [2]
H 2 + B r 2 2HBr [ 3 ]
Reaksi diatas dapat berlangsung, sehingga nilai energi bebasnya ( ) dan
termodinamika reaksi kesetimbangan pada suhu kamar benar-benar bergantung dari sisi
produk reaksi. Bila seperti itu ternyata reaksi berjalan lambat, dimana laju reaksi hampir
tidak dapat terukur. Selain itu, ada reaksi dimana termodinamika kesetimbangannya kuat
pada sisi reaktan, dalam keadaan ini ksetimbangan mempunyai laju reaksi yang tinggi.
Contohnya pada reaksi dissosiasi asam asetat dalam larutan berair.
CH3COOH + H2O CH3COO- + H3O+
(Siregar, 2008).
Awal reaksi pada A B mula-mula yang ada adalah zat A, sedangkan zat B
belum terbentuk. Setelah beberapa saat kosentrasi zat B akan meningkat, sementara
kosentrasi zat A akan menurun sampai pada saat tertentu reaksi akan berhenti karena telah
mencapai keadaan setimbang. Secara kuantitatif laju pengurangan zat A dapat dinyatakan
sebagai:
Laju penambahan produk (zat B) dinyatakan sebagai:
Secara stoikiometri maka
Laju reaksi yang diamati ternyata juga sebanding dengan kosentrasi reaktan dan tetapan
laju k (yang bergantung pada temperatur), ehingga hukum laju dapat dinyatakan sebagai
berikut:
A Produk
Reaksi yang menggunakan lebih dari satu pereaksi, maka hukum lajunya dapat dituliskan
sebagai berikut:
Sehingga hukum laju dapat didefinisikan sebagai fungsi dari semua pereaksi yang
menentukan laju reaki.
Kenyataannya ada reaksi-reaksi yang hukum lajunya tidak sesuai dengan persamaan
stoikiometri atau tidak bergantung pada persamaan stoikiometrinya, sehingga hukum
lajunya lebih tepat ditentukan secara eksperimen. Sebagai contoh pada reaksi berikut:
mempunyai hukum laju berkurangnya ion Br- sehingga perdsamaan laju reaksinya menjadi
(Widjajanti, 2007).
Laju reaksi merupakan fungsi temperatur, tekanan, dan kosentrasi berbagai macam
spesi dalam raksi ci, dan juga bergantung pada kosentrasi cx spesi seperti katalis atau
inhibitor yang tidak selalu ada dalam semua reaksi. Oleh karena itu, jika reaksi terjadi
secara homogen (satu fase), maka laju akan sebanding terhadap volume fase, V. Jika reaksi
terjadi pada suatu Permukaan aktif, maka laju akan sebanding terhadap luas dari
permukaan aktif tersebut, A. Sehingga sangant umum menuliskan laju reaksi sebagai
jumlah laju homogen dan reaksi permukaan:
Fungsi dimana dan adalah fungsi yang ditentukan dari data
eksperimental. Persamaan di atas adalah hukum laju reaksi. Persamaan hukum laju reaksi
dapat disederhanakan menjadi bentuk:
besaran cA, cB, cC merupakan kosentrasi dari spesi yang berpartisipasi dalam reaksi,
sedangkan k, adalah konstanta. k adalah konstanta laju reaksi dan adalah
orde reaksi. Secara kinetik, reaksi diklasifikasikan menjadi reaksi homogen dan reaksi
heterogen. Reaksi homogen terjadi dalam satu fase (tahap), sedangkan reaksi heterogen
adalah reaksi yang berlangsung dengan lebih dari satu fase (Castellan, 1983).
Orde reaksi ditentukan oleh bentuk matematis hukum laju dan juga variasi kosentrasi
semua spesi dengan waktu. Orde reaksi hanya dapat ditentukan melalui eksperimen.
Penentuan orde reaksi adalah bagian okjektif dalam investigasikinetik. Belum dipastikan
juga bahwa orde reaksi berhubungan dengan koefisien stoikiometri substansi dalam
persamaan kimia. Kinetika reaksi kimia juga dibedakan berdasarkan tingkan ordenya.
Reaksi orde pertama yaitu:
A Produk
Substansi A hanya satu-satunya reaktan. Reaksi orde pertama hanya bergantung pada
substansi A dan tidak bergantung pada kosentrasi produk, maka persamaan sederhana
hukum laju reaksi menjadi:
dengan c merupakan kosentrasi A.
(Castellan, 1983).
Bentuk persamaan orde pertama yaitu setelah diintegrasikan
persamaan hukum laju reaksi orde pertama menjadi di mana
adalah kosentrasi awal A pada t = 0. Bila ln ([A]/[A]0) diplotkan terhadap t, maka
grafik reaksi orde pertama akan menghasilkan garis lurus dengan slope = -k (Atkin, 2006).
Penentuan hukum laju reaksi dapat dilakukan dengan sederhana yaitu melalui metose
isolasi di mana kosentrasi semua reaktan sama kecuali ada satu reaktan yang kosentrasinya
dibuat lebih besar. Misalnya, bila kosentrasi B dibuat lebih besar, maka untuk perkiraan
yang baik kosentrasinya juga dianggap konstan saat reaksi. Melalui hukum persamaan laju
yang sebenarnya v = k[A][B], maka [B] dianggap menjadi [B]0 sebagai nilai awal.
Sehingga dapat dituliskan v = k[A][B] maka v = k’[A], dimana k’= k[B]0. Karena hukum
laju yang sebenarnya dipaksa menjadi bentuk reaksi orde pertama dengan mengasumsikan
kosentrasi B konstan persamaan diatas disebut hukum laju pseudo pertama (Atkin, 2006).
Perlu ditegaskan bahwa hubungan langsung antara tingkat reaksi dengan koefisien
stoikiometri tidak selalu dijumpai pada setiap reaksi kimia. Hubungan ini hanya akan
dijumpai apabila reaksi kimia berlangsung dalam satu tahap. Dengan demikian mekanisme
reaksi merupakan faktor yang sangat penting pada penetuan tingkat reaksi suatu reaksi
kimia (Tim Penyusun, 2015).
Laju reaksi merupakan fungsi dari tetapan laju reaksi, sedangkan tetapan laju reaksi
bergantung terhadap temperatur, hubungan ini dijelaskan melalui persamaan Arhenius. Hal
ini disebabkan peningkatan temperatur akan mempertinggi gerakan molekul. Semakin
banyak molekul yang bergerak dengan kecepatan rata- rata tinggi akan memperbesar
peluang terjadinya tumbukan efektif, yaitu tumbukan yang mencapai energi pengaktifan,
sehingga laju reaksi akan meningkat. Gambar dibawah ini menunjukkan hubungan antara
distribusi energi kinetik molekul pada dua temperatur yang berbeda . Nampak bahwa
jumlah molekul yang mencapai energi pengaktifan (Ea) pada kondisi T2 lebih besar
dibandingkan dengan pada temperatur T1 (Widjajanti, 2007)
Gambar 2.1 Energi Kinetik
Ketergantungan tetapan laju reaksi (k) pada temperatur dinyatakan sebagai persaman
Arhenius dimana (Widjajanti, 2007).
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Buret 50 mL
Erlenmeyer
Gelas ukur 50 mL
Pipet Mohr
Pipet tetes
Stopwatch
3.1.2 Bahan
0,1 N larutan KMnO4
0,7 N larutan H2C2O4
Aquades
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Tabel Reaksi
Pereaksi Erlenmeyer
1 2 3 4 5
V H2C2O4 (mL) 5 7,5 10 12,5 10
V KMnO4 (mL) 2 3 4 5 2
V Aquades (mL) 2 2 2 2 2
3.2.2 Reaksi Asam Oksalat dengan Kalium Permanganat
Buret
Disiapkan 3 buah buret volume 50 mL yang bersih
Diisi buret 1 dengan larutan 0,1 N KMnO4, buret 2 diisi larutan 0,7 N
H2C2O4, dan buret 3 diisi aquades
Direaksikan H2C2O4 dan KMnO4 dalam buret yang tersedia berdasarkan
tabel diatas
Dicampurkan terlebih dahulu H2C2O4 dan aquades, dan goyangkan
Erlenmeyer agar larutan homogeny
Ditambahkan KMnO4
Diulangi percobaan ini sebanyak 2 kali
Dicatat waktu yang diperlukan mulai dari penambahan KMnO4 sampai
hilangnya warna ungu dalam Erlenmeyer
Ditentukan tingkat reaksi dengan membuat grafik C versus 1/t dan C2
versus 1/t untuk masing-masing reaksi
Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Data Percobaan
Percobaan
dalam
Erlenmeyer
Pengulangan
Volume
H2C2O4
(mL)
M
Volume
KMnO4
(mL)
M
Waktu
(Sekon)
Waktu
rata-rata
(Sekon)
11 5 0,35 2 0,05 190
194, 72 5 0,35 2 0,05 198
21 7,5 0,35 3 0,05 187
174,32 7,5 0,35 3 0,05 160
31 10 0,35 4 0,05 182
1692 10 0,35 4 0,05 155
41 12,5 0,35 5 0,05 176
160,42 12,5 0,35 5 0,05 144
51 10 0,35 2 0,05 160
147,92 10 0,35 2 0,05 135
4.1.2 Kosentrasi Asam Oksalat
Volume (mL) Kosentrasi (M) 1/t (sekon-1)
5 0,25 5,14 x 10-3
7,5 0,276 5,74 x 10-3
10 0,292 5,92 x 10-3
12,5 0,302 6,23 x 10-3
10 0,292 5,92 x 10-3
4.1.3 Kosentrasi Kalium Permanganat
Volume (mL) Kosentrasi (M) 1/t (sekon-1)
2 0,011 5,14 x 10-3
3 0,012 5,74 x 10-3
4 0,0125 5,92 x 10-3
5 0,013 6,23 x 10-3
2 0,011 5,92 x 10-3
4.2 Pembahasan Memanipulasi sebuah kerja harus memahami secara mendetail suatu sistem dan
memahami bagaimana bila ada salah faktor yang diaplikasikan dapat mempengaruhi hasil
kerja dari sistem tersebut. Ketika mengamati reaksi kimia ada sebuah kerja yang terjadi
dalam sistem reaksi yaitu kinetika kimia. Kinetika kimia digunakan untuk mengukur laju
dari reaksi kimia. Pengertian laju reaksi dalam kimia adalah pengukuran banyaknya
reaktan yang bereaksi per unit waktu atau banyaknya produk yang dihasilkan per unit
waktu. Laju reaksi dapat diamati melalui eksperimental reaksi kimia yaitu dengan
mempengaruhi proses terjadinya suatu reaksi dengan mengubah atau menambahkan factor-
faktor tertentu yang dapat mempercepat atau melambatkan terjadinya reaksi. Ada banyak
faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi, beberapa yang umum diantaranya yaitu:
Laju reaksi merupakan fungsi dari tetapan laju reaksi, sedangkan tetapan laju
reaksi bergantung terhadap. Hal ini disebabkan peningkatan temperatur akan
mempertinggi gerakan molekul, sehingga mempercepat proses tumbukan antar
molekul-molekul reaktan.
Penambahan substansi dalam reaksi (katalis) dapat mempengaruhi laju reaksi.
Katalis berfungi sebagai media penggabungan molekul-molekul reaktan sehingga
memudahkan terjadinya reaksi. Penggabungan tersebut membentuk suatu
kompleks yang hanya merupakan produk antara yang akan terurai kembali menjadi
produk dan katalis.
Umumnya laju reaksi pada temperature tetap lebih sering dinyatakan sebagai jau
perubahan kosentrasi komponen-komponennya dalam sistem, sehingga dapat
dikatakan bahwa laju reaksi bergantung pada kosentrasi pereaksi atau hasil reaksi.
Ketergantungan laju reaksi pada kosentrasi pereaksi atau hasil reaksi diungkapkan
dalam persamaan laju reaksi atau hukum laju, meskipun demikian persamaan laju
suatu reaksi tidak dapat diramalkan hanya dari persamaan reaksinya atau
kosentrasinya saja.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka kosentrasi adalah faktor yang paling mudah
digunakan untuk menentukan laju terjadinya suatu reaksi kimia. Pengaruh kosentrasi
terhadap laju reaksi diamati dalam reaksi antara kalium permanganat dan asam oksalat.
Kalium permanganat dan asam oksalat akan direaksikan dalam berbagai variasi kosentrasi
yaitu dari kosentrasi rendah hingga kosentrasi yang lebih tinggi. Variasi kosentrasi yang
digunakan untuk asam oksalat antara lain 0,25 M, 0,276 M, 0,292 M, 0,302 M. Sedangkan
variasi kosentrasi kalium permanganat yang digunakan adalah 0,011 M, 0,012 M, 0,0125
M, dan 0,013 M. Kedua reaktan akan direaksikan dan waktu berlangsungnya reaksi dicatat
hingga reaksi berakhir. Tujuan dari pencatatan waktu untuk mengkonfirmasi pengaruh
kosentrasi terhadap ccepat atau lambatnya reaksi asam oksalat dan kalium permanganat.
Selain itu, kinetika reaksi berkaitan erat dengan laju reaksi dan energi yang menyertainya.
Penentuan laju reaksi tidak bisa hanya melalui kosentrasinya saja, tetapi orde reaksinya
juga harus ditentukan. Orde reaksi merupakan pangkat dari kosentrasi pada persamaan
hokum laju. Orde reaksi dapat ditentukan melalui mekanisme reaksi asam oksalat dan
kalium permanganat yang dilakukan secara eksperimental secara eksperimental.
Mekanisme reaksi berkaitan erat dengan tahap-tahap yang terjadi dalam suatu reaksi.
Reaksi yang melibatkan dua jenis pereaksi memiliki banyak kemungkinan orde reaksi. Ada
3 kemungkinan orde reaksi yang terjadi bila reaksi yang melibatkan dua macam pereaksi.
Bila sebelum eksperimental dirumuskan terlebih dahulu bila masing-masing pereaksi
memiliki tingkat reaksi sebesar m dan n dan orde reaksi merupakan jumlah dari tingkat
reaksi masing-masing zat pereaksi . Kemungkinan orde reaksi pada reaksi yang memiliki
dua reaktan yaitu orde reaksi 1, orde reaksi 2, dan orde reaksi 3.
Asam oksalat dan kalium permanganat yang digunakan sebagai reaktan dalam
reaksi kimia memiliki kosentrasi awal berturut-turut 0,35 M dan 0,05 M. Asam oksalat
0,35 M diambil sebanyak 5 mL; 7,5 mL; 10 mL;12,5; 10 mL yang kemudian
dicampurakan dengan air sebanyak 2 mL pada masing-masing variasi volume. Kosentrasi
dari campuran asam oksalat dan air ditentukan melalui hubungan M1 . V1=M2 . V2.
Kemudian kalium permanganat 0,05 M diambil sebanyak 2 mL, 3 mL, 4 mL, 5 mL, dan 2
mL dan dicampurkan pada masing-masing campuran asam oksalat dan air. Asam oksalat
terlebih dahulu dicampurkan dalam air sebelum direaksikan dengan kalium permanganat
karena agar asam oksalat terurai didalam air membentuk ion H+ yang dibutuhkan ketika
bereaksi dengan kalium permanganat. Perlu diketahui bahwa reaksi yang terjadi antara
asam oksalat dan kalium permanganat adalah reaksi redoks. Substansi yang dibutuhkan
dalam asam oksalat untuk reaksi redoks adalah H+. Perlu diketahui juga, bahwa kalium
permanganat tidak boleh secara langsung dicampurkan dengan air karena kalium
permanganat bersifat sebagai oksidator kuat, maka ketika kalium permanganat direaksikan
dengan air (lingkungan netral) akan membentuk mangan oksida dan ion hidroksida,
dimana mangan oksida adalah produk yang bersifat sebagai oksidator lemah. Mangan
dioksida tidak cukup kuat untuk mengoksidasi asam oksalat menjadi gas karbon dioksida.
Reaksi kalium permanganat dan air:
MnO4-(l) + 2 H2O (l) + 3e- MnO2(s) + 4 OH-(l)
Reaksi redoks asam oksalat dan kalium permanganat melibatkan perubahan warna saat
berlangsungnya reaksi, sehingga menentukan orde reaksi secara eksperimental melalui
reaksi redoks ini lebih mudah dilakukan. Asam oksalat yang telah terdisosiasi membentuk
ion-ion setelah dicampur air, kemuadian direaksikan dengan kalium permanganat. Larutan
yang semula tidak berwarna ketika dicampurkan dengan kalium permanganat menjadi
ungu pekat. Larutan campuran ini ketika didiamkan pada t waktu akan berubah warna
larutannya yang semula berwarna ungu pekat menjadi larutan berwarna gelap dan warna
ungu pekat dari kalium permanganate perlahan-lahan menghilang.Perubahan warna terjadi
akibat logam mangan dalam kalium permanganat tereduksi oleh keberadaan ion-ion asam
oksalat. Bilangan oksidasi logam mangan yang semula adalah Mn7+ mengalami reduksi
menjadi logam dengan bilangan oksidasi Mn2+. Selain terjadi perubahan warna, reaksi
antara asam oksalat dan kalium permanganat menghasilkan gelembung-gelembung gas.
Gelembung gas yang dihasilkan sangat banyak mengingat kosentrasi asam oksalat yang
digunakan lebih besar daripada kalium permanganat. Timbulnya banyak gelembung gas
dapat dijelaskan melalui peristiwa oksidasi yang terjadi pada asam oksalat oleh kalium
permanganat sebagai oksidator kuat. Reaksi reduksi-oksidasi asam oksalt dan kalium
permanganat adalah sebagai berikut:
Reduksi : MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O x2
Oksidasi: C2O42- 2CO2 + 2e x5 +
Reaksi keseluruhan:
2MnO4- (aq) + 16H+ (aq) + 5C2O4
2- (aq) 2Mn2+ (aq) + 8H2O(l) +10CO2 (g)
Warna larutan yang berubah menjadi gelap menandakan ion mangan dioksida secara
keseluruhan mengalami reduksi, sehingga didalam larutan hanya berisi ion mangan yang
menyebabkan larutan menjadi berwarna coklat kemerahan. Pada Erlenmeyer I yang berisi
campuran asam oksalat 5 mL dan kalium permanganat 2 mL menunjukkan warna larutan
merah yang semakin memudar. Hal ini karena jumlah komposisi kalium permanganat yang
sedikit, sehingga ketika terbentuk Mn2+ akan larut dalam air yang terbentuk dari hasil
reaksi redoks. Berbeda dengan warna larutan pada elenmeyer 2 hingga 4 yang larutannya
semakin kental dan berwarna gelap. Hal ini disebabkan karena volume kalium
permanganat yang semakin banyak ketika direaksikan dengan asam oksalat. Spesi Mn2+
lebih mendominasi daripada banyaknya air yang dihasilkan, sehingga larutan yang
dihasilkan lebih berwana coklat pekat dan lebih kental. Sedangkan larutan dalam
Erlenmeyer 5 menunjukkan keadaan yang sama dengan erlenmeyer 1, dimana warna
larutan yang semula berwarna coklat kehitaman perlahan-lahan berubah warna menjadi
warna merah yang semakin memudar.
Reaksi antara kalium permanganat dan asam oksalat dibuat dengan variasi volume.
Berdasarkan variasi volume ini akan diamati laju reaksi yang difungsikan terhadap waktu,
dimana dimulai dari penambahan KMnO4 sampai semakin menghilangnya warna ungu dari
KMnO4 yang dijadikan patokannya. Reaksi dilakukan dalam 5 tabung Erlenmeyer yang
berisi campuran asam oksalat dan kalium permanganat berturut-turut sebanyak: 5 mL dan
2 mL; 7,5 mL dan 3 mL; 10 mL dan 4 mL; 12,5 mL dan 5 mL; 10 mL dan 2 mL.
Pengulangan setiap percobaan dilakukan sebanyak dua kali untuk mendapat hasil yang
presisi.Berdasarkan eksperimen yang dilakukan diketahui bahwa semakin meningkat
jumlah masing-masing reaktan maka semakin cepat terjadinya reaksi (dibuktikan dengan
warna ungu yang semakin cepat menghilang). Setiap pengulangan reaksi pencatatan waktu
dilakukan, dimana waktu yang diperoleh dirata-rata. Secara berurutan dari erlenmeyer 1
hingga erlenmeyer 5, waktu yang dibutuhkan kedua reaktan tersebut bereaksi yaitu 194, 7
detik; 174,3 detik; 169 detik; 160,45 detik; 147,9 detik. Jumlah volume masing-masing
reaktan dalam Erlenmeyer 1 hingga erlenmeyer 4 semakin bertambah, hanya volume
masing-masing reaktan pada erlenmeyer 5 yang dibuat berbeda. Berdasarkan catatan
waktu, reaksi yang terjadi dari erlenmeyer 1-4 berlangsung semakin cepat. Hasil yang
diperoleh ini sesuai dengan literatur laju reaksi yang merupakan fungsi kosentrasi zat-zat
yang bereaksi terhadap waktu bahwa semakin besar kosentrasi zat yang bereaksi, maka
proses berlangsungnya reaksi juga semakin cepat. Kosentrasi masing-masing zat pereaksi
yaitu untuk asam oksalat antara lain 0,25 M, 0,276 M, 0,292 M, 0,302 M dan untuk kalium
permanganat adalah 0,011 M, 0,012 M, 0,0125 M. Tetapi pada percobaan kelima terjadi
penyimpangan terhadap literatur. Kosentrasi asam oksalat yang digunakan sebesar 0,292 M
dan kalium permanganat 0,11 M, dimana catatan waktu yang seharusnya diperoleh untuk
kosentrasi sebesar ini ialah harus lebih cepat daripada larutan dalam erlenmeyer 2.
Penyimpangan ini terjadi akibat adanya human error akibat tidak mengikuti prosedur
percobaan dengan benar. Ketika mereaksikan kalium permanganat pada campuran oksalat
dan air tidak diperlukan proses pengocokan campuran karena faktor yang mempengaruhi
laju reaksi yang diujikan pada eksperimen ini hanya kosentrasi terhadap waktu. Sehingga
saat dilakukan pengocokan akan memperpendek waktu berlangsungnya reaksi yaitu untuk
reaksi redoks ini catatan waktu yang diperoleh lebih pendek dengan waktu sebesar 147,9
detik, dimana waktunya lebih pendek dari percobaan 5 yang memiliki kosentrasi dua
reaktan yang paling besar.
Data-data eksperimen yang berupa volume diubah menjadi kosentrasi. Data
kosentrasi asam oksalat dan kalium permanganat dan waktu dialurkan menjadi sebuah
grafik garis lurus. Masing-masing reaktan memiliki tiga grafik garis lurus yaitu grafik
kosentrasi [C] trhadap 1/t, grafik kosentrasi kuadrat [C]2 terhadap 1/t, dan grafik ln [C]
terhadap 1/t. Ketiga grafik ini yaitu:
Gambar (a) grafik [C] terhadap1/t Gambar (b) grafik [C]2 terhadap 1/t
Gambar (c) grafik ln [C] terhadap 1/t
Regresi ketiga grafik yang tidak mencapai 0,9 disebabkan oleh kesalahan dari
percobaan 5 sehingga data yang diperoleh tidak presisi. Hal ini dapat dilihat dari regresi
grafik sebesar 0,69 yang menunjukkan adanya kesalahan pada keseluruhan data.
Berdasarkan teori, grafik laju reaksi yang baik adalah berupa garis lurus yang
menggambarkan hubungan antara laju reaksi yang sebanding dengan kosentrasi dan
berbanding terbalik dengan waktu.
Grafik ini dapat digunakan untuk menentukan konstanta laju reaksi yaitu dari nilai
slope kurva dan dapat menentukan orde reaksi melalui besarnya regresi yang dihasilkan.
Berdasarkan hukum laju reaksi, grafik [C] terhadap 1/t digunakan untuk menggambarkan
kurva laju reaksi untuk mekanisme reaksi dengan dua reaktan yang direaksikan dengan
kosentrasi konstan sehingga walaupun ada salah satu reaktan memiliki kosentrasi yang
berlebih atau untuk reaksi yang terjadi untuk dua reaktan yang memiliki besaran kosentrasi
yang sama. Persamaan rekasi untuk hukum laju reaksi tersebut yaitu:
A + B P
A + 2 B P
Berdasarkan persamaan hukum laju reaksi semua reaktan dianggap memiliki orde 1,
sehingga jumlah orde keseluruhan reaksi adalah 2. Berdasarkan teori ini gambar (a) tidak
dapat menggambarkan orde reaksi asam oksalat = 1 karena regresinya yang kecil.
Grafik (b) menggambarkan grafik dari persamaan hukum laju untuk reaksi dengan
dua reaktan yang memiliki orde secara keseluruhan 3. Persamaan hukum laju reaksi ini
untuk menggambarkan salah satu reaktan yang memiliki orde reaksi sebesar 2. Regresi dari
gambar (b) juga memiliki regresi yang paling besar dibandingkan dengan dua grafik
lainnya. Oleh sebab itu, asam oksalat dianggap dalam laju reaksi memiliki orde reaksi
sebesar 2. Persamaan hukum lajunya dan persamaan reaksinya yaitu:
2A + B P
Data berupa kosentrasi kalium permanganat dan waktu rata-rata dialurkan menjadi
grafik seperti yang dilakukan pada asam oksalat. Grafik-grafik tersebut antara lain:
Gambar (d) grafik [C] terhadap 1/t Gambar (e) grafik [C]2 terhadap 1/t
Gambar (f) grafik ln [C] terhadap 1/t
Regresi yang dihasilkan oleh ketiga grafik sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa data
hasil percobaan yang tidak presisi. Melihat bentuk kurva dari grafik-grafik diatas, terdapat
satu data yang membuat bentuk grafik tidak membentuk garis lurus sehingga tidak sesuai
dengan teori, dimana data tersebut adalah data percobaan kelima. Pada percobaan kelima
pencampuran kalium permanganat pada asam oksalat dilakukan pengocokan sehingga
akan mempercepat waktu reaksi. Pengocokan dapat meningkat gerakan molekul dalam
larutan, sehingga antar molekul pereaksi dapat bertemu atau bertumbukan dengan cepat
yang akibatnya reaksi berlangsung dengan cepat. Kosentrasi kalium permanganat yang
digunakan sama dengan percobaan yang pertama, ketika kecepatan reaksi tidak
berlangsung semestinya maka menyebabkan bentuk kurva yang tidak sesuai literatur.
Regresi grafik (f) menunjukkan regresi tersebesar. Laju reaksi dua reaktan yang
berbeda, bila salah satu pereaksinya memiliki orde sebesar satu maka reaksinya disebut
reaksi “pseudo-first-order”. Persamaan dan hukum laju reaksinya dituliskan sebagai
berikut:
2A + B P
Melalui eksperimen orde reaksi keseluruhan dari reaksi redoks asam oksalat dan
kalium permanganat yaitu memilki orde reaksi sebesar 3 dengan masing-masing reaktan
memiliki orde reaksi 2 untuk asam oksalat dan orde reaksi 1 untuk kalium permanganat.
Orde reaksi asam oksalat lebih besar karena kosentrasi asam oksalat yang digunakan lebih
besar dibandingkan dengan kalium permanganat.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Melalui eksperimen kinetika reaksi ion permanganate dengan asam oksalat diperoleh
suatu kesimpulan bahwa:
Semakin besar kosentrasi zat yang bereaksi, maka proses berlangsungnya reaksi
juga semakin cepat. Kosentrasi masing-masing zat pereaksi yaitu untuk asam
oksalat antara lain 0,25 M, 0,276 M, 0,292 M, 0,302 M dan untuk kalium
permanganat adalah 0,011 M, 0,012 M, 0,0125 M.
Orde reaksi asam oksalat sebesar 2 dan orde reaksi kalium permanganat sebesar 1.
Hal ini dengan literature yang menyatakan bahwa suatu reaksi mempunyai tingkat
reaksi (orde) sebesar n terhadap suatu zat pereaksi, maka laju reaksinya akan
sebanding dengan kosentrasi n dan berbanding terbalik dengan waktu.
5.2 Saran
Saat akan melakukan eksperimen hendaknya terlebih dahulu memahami prosedur
percobaan pada buku penuntun petunjuk praktikum agar data yang diperoleh menjadi
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Material Safety Data Sheets Asam Oksalat.
http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927593. Diakses tanggal 28 September
201
Anonim. 2015. Material Safety Data Sheets Kalium Permanganat.
http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927593. Diakses tanggal 28 September
2015
Atkins, Peter. 2006. Physical Chemistry Eight Edition. United Stated: W.H Freeman and
Company
Castellan, Gilbert. 1983. Physical Chemistry Third Edition. Massachusetts: Addison-
Wesley Publishing Company
Kharisma. 2013. Asam Oksalat, Sifat Asam Oksalat, Dan Pengaruh Asam Oksalat.
http://kharismakeperawatan.blogspot.co.id/2013/05/asam-oksalat.html. Diakses tanggal 28
September 2015
Siregar, Tirena Siregar. 2008. Kinetika Kimia Reaksi Erlementer. Medan: USU Press
Tim Penyusun. 2015. Penuntun Praktikum Kimia Fisik II. Jember: FMIPA Universitas
Jember
Widjajanti, Endang. 2007. Kinetika Kimia. FMIPA UNY: Jurusan Pendidikan Kimia
LAMPIRAN
1. Asam Oksalat
a. Molaritas Asam oksalat 5 mL + 2 Aquades
Keterangan: M1: molaritas asam oksalat
V1: volume asam oksalat
M2: molaritas asam oksalat + air
V2: volume asam oksalat + air
b. Molaritas asam oksalat 7,5 mL + 2 mL aquades
c. Molaritas asam oksalat 10 mL + 2 mL aquades
d. Molaritas asam oksalat 12,5 mL + 2 mL aquades
Grafik C vs 1/t
Percobaan C 1/t
1. 0,25 5,14 x 10-3
2. 0,276 5,74 x 10-3
3. 0,292 5,92 x 10-3
4. 0,302 6,23 x 10-3
5. 0,292 5,92 x 10-3
Grafik C2 vs 1/t
Percobaan C2 1/t
1. 0,062 5,14 x 10-3
2. 0,076 5,74 x 10-3
3. 0,085 5,92 x 10-3
4. 0,091 6,23 x 10-3
5. 0,085 5,92 x 10-3
ln C vs 1/t
Percobaan ln C 1/t
1. -1,386 5,14 x 10-3
2. -1,287 5,74 x 10-3
3. -1,231 5,92 x 10-3
4. -1,197 6,23 x 10-3
5. -1,231 5,92 x 10-3
orde reaksi asam okasalat = 2
2. Kalium Permanganat
a. Molaritas KMnO4 2 mL + aquades
Keterangan: M1: molaritas KMnO4
V1: volume KMnO4
M2: molaritas KMnO4 + aquades
V2: volume KMnO4 + aquades
b. Molaritas KMnO4 3 mL + aquades
c. Molaritas KMnO4 4 mL + aquades
d. Molaritas KMnO4 2 mL + aquades
Percobaan C C2 ln C 1/t
1. 0,011 1,21 x 10-4 -4.51 5,14 x 10-3
2. 0,012 1,44 x 10-4 -4,42 5,74 x 10-3
3. 0,0125 1,56 x 10-4 -4,38 5,92 x 10-3
4. 0,013 1,69 x 10-4 -4,34 6,23 x 10-3
5. 0,011 1,21 x 10-4 -4,51 5,92 x 10-3
a. Grafik C vs 1/t
b. Grafik C2 vs 1/t