Upload
isma-suss-lolaloading
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
1/28
LAPORAN
SGD 6 BLOK 9
OROFACIAL PAIN
Anggota Kelompok :
1. Apriana Nofita Sari 31101300341
2. Ega Rochmawati 31101300346
3. Farida Musyfa 31101300350
4. Isma Susanti 31101300354
5. Junizaf Iqbal 31101300356
6. Rizal Saeful Drajat 31101300365
7. Thaufiqkitri 31101300391
8. Tia Lovita 31101300392
9. Tiara Bistya Astari 31101300393
10.Tri Anggasari 31101300394
11.
Wilda Noor Izzati Muslim 31101300396
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA)
SEMARANG
2014
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
2/28
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN TUTORIAL
SGD 6 BLOK 8 LBM 4
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK
Telah Disetujui oleh :
Semarang, 8 Juli 2014
Tutor
drg. Gustina Pasca
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
3/28
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali
yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan semesta alam atas segala berkat,
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan SGD dengan judul Persetujuan Tindakan Medik.
Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena
itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing SGD
Fakultas Kedokteran Gigi Unissula serta teman-teman yang turut berperan dalam pembuatan
laporan ini secara langsung maupun tidak langsung. Dari sanalah semua kesuksesan ini
berawal, semoga semua ini dapat memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada
langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,
namun kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu, kamimenerima kritik dan
saran yang membangun agar laporan ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata kami berharapagar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Jazakumullah khairan katsiran wa jazzakumullah ahsanal jaza.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Semarang, 8 Juli 2014
Penyusun
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
4/28
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... iii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iv
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1
B.
Skenario ..................................................................................................................... 2
C.
Identifikasi Masalah ................................................................................................... 2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori................................................................................................................. 3
B. Kerangka Konsep ....................................................................................................... 22
BAB III : Penutup
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... v
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
5/28
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif
antaradokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa
yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihatdari aspek hukum
bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan
sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain. Atau Informed Consent adalah
persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya
setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut. Tujuan Informed Consent adalah memberikan
perlindungan kepada pasien serta memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap
suatu kegagalan dan bersifat negative.
Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak
(yaitu pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan kepada
dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi
informasi secukupnya
Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45
serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent
adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter,
dan pasien) bertindak sebagai subyek hukum yakni orang yang mempunyai hak dan
kewajiban, sedangkan jasa tindakan medis sebagai obyek hukum yakni sesuatu yang
bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi perbuatan
hukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak
saja maupun oleh dua pihak.
Dalam masalah informed consent dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis,
disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga
tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata, hukum pidana
maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.
http://draft.blogger.com/blogger.g?blogID=8883521558896358080http://draft.blogger.com/blogger.g?blogID=8883521558896358080http://draft.blogger.com/blogger.g?blogID=8883521558896358080http://draft.blogger.com/blogger.g?blogID=88835215588963580808/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
6/28
2
Pasien berusia 18 tahun datang ke Praktek Drg. A dengan keluhan gusinya
bengkak dan sering berdarah. Kemudian Drg. A melakukan pemeriksaan dan
dicurigai adanya keganasan. Sehingga Drg. A menyarankan untuk dibawa ke Drg.
B yang lebih kompeten untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan
diberikan surat pengantat. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh Drg. B, kasus
pasien perlu dilakukan tindakan medis sehingga Drg. B menyiapkan prosedur
sebelum dilakukan tindakan medis.
Diskusikan skenario tersebut dengan menggunakan seven jumps!
Untuk itu,Contoh sebagai calon doktergigi,perlu untuk mengetahui tentang aspek
hukum informed consent. Selain itu perlu pula mengetahui isi dari informed consent serta
format informed consent yang sah secara hukum.
B. Skenario
Judul : Pasien harus di rujuk nich...
C. Identifikasi Masalah
1. Jelaskan pengertian, fungsi dan komponen dari inform consent!
2. Jelaskan pengertian, fungsi, macam, dan komponen dari surat rujukan!
3.
Jelaskan dasar hukum dari inform consent dan surat rujukan!
4.
Jelaskan siapa saja yang berhak memberikan surat pengantar ke dokter yang
lebih kompeten (menurut hukum)!
http://draft.blogger.com/blogger.g?blogID=8883521558896358080http://draft.blogger.com/blogger.g?blogID=88835215588963580808/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
7/28
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.LANDASAN TEORI
1. Informed Consent
Secara harfiah Informed Consent merupakan padanan kata dari: Informed
artinya telah diberikan penjelasan/informasi ,dan Consent artinya persetetujuan yang
diberikan kepada seseorang untuk berbuat sesuatu.
Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu informed yang berarti telah
mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan consent yang berarti
persetujuan atau memberi izin. Jadi informed consent mengandung pengertian suatu
persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian informed
consent dapat didefinisikan sebagaipersetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau
keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan
terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.
Menurut D. Veronika Komalawati, SH , informed consent dirumuskan
sebagai suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan
dokter terhadap dirinya setelah memperoleh informasi dari dokter mengenai upaya
medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai
segala resiko yang mungkin terjadi.
Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang
berhak (yaitu pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan
kepada dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut
diberi informasi secukupnya.
Persetujuan tindakan adalah kesepakatan yang dibuat seorang klien untuk
menerima rangkaian terapi atau prosedur setelah informasi yang lengkap, termasuk
risiko terapi dan fakta yang berkaitan dengan terapi tersebut, telah diberikan oleh
dokter. Oleh karena itu, persetujuan tindakan adalah pertukaran antara klien dan
dokter. Biasanya, klien menandatangani formulir yang disediakan oleh institusi.
Formulir itu adalah suatu catatan mengenai persetujuan tindakan, bukan persetujuan
tindakan itu sendiri.
Mendapatkan persetujuan tindakan untuk terapi medis dan bedah spesifik
adalah tanggung jawab dokter. Meskipun tanggung jawab ini didelegasikan kepada
perawat di beberapa institusi dn tidak terdapat hukum yang melarang perawat untuk
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
8/28
4
menjadi bagian dalam proses pemberian informasi tersebut, praktik tersebut sangat
tidak dianjurkan (Aiken dan Catalano, 1994, hlm. 104).
2. Tujuan Informed Consent
Di Indonesia informed Consent tentu memiliki maksud tujuan diatur terlihat
dari arti pentinganya perlindungan terhadap hak-hak azasi pasien untuk menentukan
nasib sendiri (hak informasi tentang penyakitnya, hak untuk menerima/menolak
rencana perawatan). Juga merupakan suatu tindakan konkrit atas penghormatan
kalangan kesehatan terhadap hak perorangan. mengingat perlu dan pentinya
pembatasan Otorisasi Tenaga kesehatan terhadap pasien juga merupakan hal yang bisa
dilepaskan.
Dalam hubungan antara pelaksana (dokter) dengan pengguna jasa tindakan
medis (pasien), maka pelaksanaan informed consent, bertujuan : Melindungi
pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan medis yang
dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis
yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi
pasien dan standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan
biaya tinggi atau over utilization yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan
medisnya;
Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari
tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak
terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of treatment yang tak mungkin
dihindarkan walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai dengan
standar profesi medik. Sepanjang hal itu terjadi dalam batas-batas tertentu, maka tidak
dapat dipersalahkan, kecuali jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian
(negligence) atau karena ketidaktahuan (ignorancy) yang sebenarnya tidak akan
dilakukan demikian oleh teman sejawat lainnya.
Perlunya dimintakan informed consent dari pasien karena informed consent
mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut :
1. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia
2. promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri
3. untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati
pasien
4. menghindari penipuan dan misleading oleh dokter
5. mendorong diambil keputusan yang lebih rasional
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
9/28
5
6. mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan
7. sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan
kesehatan.
Pada prinsipnya iformed consent deberikan di setiap pengobatan oleh dokter.
Akan tetapi, urgensi dari penerapan prinsip informed consent sangat terasa
dalam kasus-kasus sebagai berikut :
1. dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pembedahan/operasi
2. dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pengobatan yang memakai
teknologi baru yang sepenuhnya belum dpahami efek sampingnya.
3. dalam kasus-kasus yang memakai terapi atau obat yang kemungkinan
banyak efek samping, seperti terapi dengan sinar laser, dll.
4. dalam kasus-kasus penolakan pengobatan oleh klien
5. dalam kasus-kasus di mana di samping mengobati, dokter juga melakukan
riset dan eksperimen dengan berobjekan pasien.
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang
cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed
consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan
nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua
informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat.
Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan
guncangan psikis pada pasien.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik
yang kuat. Menurut American College of Physicians Ethics Manual, pasien harus
mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan.
Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent
menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang
diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.
3. Fungsi Pemberian Informed Consent
Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia
Penghormatan terhadap hak otonomi perorangan yaitu hak untuk menentukan
nasibnya sendiri
Proteksi terhadap pasien sebagai subjek penerima pelayanan kesehatan (health
care receiver = HCR)
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
10/28
6
Untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien
Menghindari penipuan dan misleading oleh dokter
Mendorong diambil keputusan yang lebih rasional
Mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan Sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan kesehatan
Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk melakukan introspeksi
terhadap diri sendiri.
4. Ruang Lingkup Informed Consent
Ruang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada
pengetahuan medis pasien saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu
mengenai tanggung jawab orang lain yang berperan serta dalam pengobatan pasien.Di Florida dinyatakan bahwa setiap orang dewasa yang kompeten memiliki hak
dasar menentukan tindakan medis atas dirinya termasuk pelaksanaan dan penghentian
pengobatan yang bersifat memperpanjang nyawa. Beberapa pengadilan membolehkan
dokter untuk tidak memberitahukan diagnosis pada beberapa keadaan. Dalam
mempertimbangkan perlu tidaknya mengungkapkan diagnosis penyakit yang berat,
faktor emosional pasien harus dipertimbangkan terutama kemungkinan bahwa
pengungkapan tersebut dapat mengancam kemungkinan pulihnya pasien.
Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan dokter akan adanya
penyakit tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang telah dilakukan inkonklusif. Hak-
hak pasien dalam pemberian inform consentadalah:
Hak atas informasi
Informasi yang diberikan meliputi diagnosis penyakit yang diderita,
tindakan medik apa yang hendak dilakukan, kemungkinan penyulit
sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya,
alternatif terapi lainnya, prognosanya, perkiraan biaya pengobatan.
Hak atas persetujuan (Consent)
Consent merupakan suatu tindakan atau aksi beralasan yg diberikan
tanpa paksaan oleh seseorang yang memiliki pengetahuan cukup
tentang keputusan yang ia berikan ,dimana orang tersebut secara
hukum mampu memberikan consent. Kriteria consent yang syah yaitu
tertulis, ditandatangani oleh klien atau orang yang betanggung jawab,
hanya ada salah satu prosedur yang tepat dilakukan, memenuhi
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
11/28
7
beberapa elemen penting, penjelasan tentang kondisi, prosedur dan
konsekuensinya. Hak persetujuan atas dasar informasi (Informed
Consent).
a) Hak atas rahasia medis
b) Hak atas pendapat kedua (Second opinion)
c)
Hak untuk melihat rekam medik
d) Hak perlindungan bagi orang yg tidak berdaya (lansia, gangguann mental,
anak dan remaja di bawah umur)
e) Hak pasien dalam penelitian
f) Hak pasien membuat keputusan sendiri untuk berpartisipasi, mendapatkan
informasi yang lengkap, menghentikan partisipasi dalam penelitian tanpa
sangsi, bebas bahaya, percakapan tentang sumber pribadi dan hak
terhindar dari pelayanan orang yang tidak kompeten.
g) Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di rumah sakit
h) Hak memperoleh pelayanan yg adil dan manusiawi
i) Hak memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan yang bermutu sesuai
dengan standar profesi keperawatan tanpa diskriminasi
j)
Hak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
sesuai dengan peraturan yg berlaku di rumah sakit
k)
Hak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan
mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri
sesudah memperoleh informasi yg jelas tentang penyakitnya
l)
Hak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis
m)Hak menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya
selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya
n)
Hak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di
rumah sakit
o) Hak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit
terhadap dirinya
p) Hak menerima atau menolak bimbingan moral maupun spiritual
q) Hak didampingi perawat atau keluarga pada saat diperiksa dokter
5.
Bentuk-Bentuk Informed Consent
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
12/28
8
Ada dua bentuk persetujuan tindak medik yang sesuai dengan peraturan
berlaku antara lain:
1. Tersirat ( Implied Consent) dimana persetujuan tindakan medik
dianggap telah diberikan kepada pihak pasien Persetujuan Tersirat ( Implied
Consent) Tanpa pernyataan yang tegas, hanya dengan isyarat yang diterima
tenaga kesehatan berdasarkan sikap dan tindakan pasien. Dalam kondisi
normal : umumnya merupakan tindakan yang sudah diketahui umum/biasa.
Dalam kondisi darurat : pasien tak mungkin diajak komunikasi, keluarga tak
ditempat ( Permenkes 585/1989, Pasal 11) merupakan Presumed consent.
2. Dinyatakan ( Expressed Consent) merupakan persetujuan dinyatakan
dengan lisan atau tulisan. Pada tindakan yang melebihi prosedur yang umum
/biasa dilakukan ; pemeriksaan genital / rectal atau lisan. Tindakan invasif/
berisiko; pembedahan untuk terapi/diagnosis dengan tertulis
Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan
medis (pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (dokter) untuk melakukan
tindakan medis dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu :
1. Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis
yang mengandung resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes
No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No.
319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang mengandung
resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah
sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang
perlunya tindakan medis serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi
informed consent);
2. Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis
yang bersifat non-invasif dan tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan
oleh pihak pasien;
3. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat,
misalnya pasien yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung
menyodorkan lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan
dilakukan terhadap dirinya.
6. Unsur Informed Consent
Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3
(tiga) unsure sebagai berikut :
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
13/28
9
1. Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter
2. Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan
3. Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam memberikan persetujuan.
7. Komponen-komponen Informed Consent
1) Threshold elements
Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh
karena sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang
yang kompeten (cakap). Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk
membuat keputusan medis. Kompetensi manusia untuk membuat keputusan
sebenarnya merupakan suaut kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki
kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh diantaranya terdapat
berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan tertentu.
Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah
dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah
pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau
telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak
kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental sedemikian rupa
sehingga kemampuan membuat keputusan menjadi terganggu.
2) Information elements
Terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan)
danunderstanding (pemahaman). Elemen ini berdasarkan pemahaman yang
adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan
informasi (disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai
pemahaman yang adekuat. Dalam hal ini, seberapa baik informasi harus
diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3 standar, yaitu :
Standar Praktik Profesi
Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria keadekuatan
informasi ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dalam komunitas
tenga medis. Dalam standar ini ada kemungkinan bakebiasaan tersebut di atas
tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang tidak
bermakna (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna
dari sisi sosial pasien.
Standar Subyektif
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
14/28
10
Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh
pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk
pasien tersebut dalam membuat keputusan. Kesulitannya adalah mustahil
(dalam hal waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai
yang secara individual dianut oleh pasien.
Standar pada reasonable person
Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya,
yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah
memenuhi kebutuhan umumnya orang awam.
3) Consent elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan,
kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak
ada tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari
tekanan yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan
dibiarkan apabila tidak menyetujui tawarannya
8. Halhal yang dapat di informasikan
Hasil Pemeriksaan
Pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
Misalnya perubahan keganasan pada hasil Pap smear. Apabila infomasi sudah
diberikan, maka keputusan selanjutnya berada di tangan pasien.
Risiko
Risiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya
antisipasi yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut. Reaksi alergi
idiosinkratik dan kematian yang tak terduga akibat pengobatan selama ini jarang
diungkapkan dokter. Sebagian kalangan berpendapat bahwa kemungkinan tersebut
juga harus diberitahu pada pasien.
Jika seorang dokter mengetahui bahwa tindakan pengobatannya berisiko dan
terdapat alternatif pengobatan lain yang lebih aman, ia harus memberitahukannya
pada pasien. Jika seorang dokter tidak yakin pada kemampuannya untuk
melakukan suatu prosedur terapi dan terdapat dokter lain yang dapat
melakukannya, ia wajib memberitahukan pada pasien.
Alternatif
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
15/28
11
Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan
terapi. Ia harus dapat menjelaskan prosedur, manfaat, kerugian dan bahaya yang
ditimbulkan dari beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh adalah terapi
hipertiroidisme. Terdapat tiga pilihan terapi yaitu obat, iodium radioaktif, dan
subtotal tiroidektomi. Dokter harus menjelaskan prosedur, keberhasilan dan
kerugian serta komplikasi yang mungkin timbul.
Rujukan atau konsultasi
Dokter berkewajiban melakukan rujukan apabila ia menyadari bahwa kemampuan
dan pengetahuan yang ia miliki kurang untuk melaksanakan terapi pada pasien-
pasien tertentu. Pengadilan menyatakan bahwa dokter harus merujuk saat ia
merasa tidak mampu melaksanakan terapi karena keterbatasan kemampuannya
dan ia mengetahui adanya dokter lain yang dapat menangani pasien tersebut lebih
baik darinya.
Prognosis
Pasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi, sekuele,
ketidaknyamanan, biaya, kesulitan dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak
mendapat pengobatan atau tidak mendapat tindakan apapun. Pasien juga berhak
mengetahui apa yang diharapkan dari dan apa yang terjadi dengan mereka. Semua
ini berdasarkan atas kejadian-kejadian beralasan yang dapat diduga oleh dokter.
Kejadian yang jarang atau tidak biasa bukan merupakan bagian dari informed
consent.
9. Aspek Hukum Informed Consent
Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter,
dan pasien) bertindak sebagai subyek hukum yakni orang yang mempunyai hak dan
kewajiban, sedangkan jasa tindakan medis sebagai obyek hukum yakni sesuatu
yang bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi
perbuatan hukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang
dilakukan satu pihak saja maupun oleh dua pihak.
Dalam masalah informed consent dokter sebagai pelaksana jasa tindakan
medis, disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi
dokter, juga tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata,
hukum pidana maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
16/28
12
Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur
yang digunakan adalah kesalahan kecil (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan
kecil dalam tindakan medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan
pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum perdata secara
umum berlaku pada barang siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti
rugi.
Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolak ukur yang dipergunakan adalah
kesalahan berat (culpa lata). Oleh karena itu, adanya kesalahan kecil (ringan) pada
pelaksanaan tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolak ukur untuk
menjatuhkan sanksi pidana.
Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana
jasa tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa
tindakan medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu
memberikan persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat
dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga dokter dan
harus menghormatinya;
Aspek Hukum Pidana, informed consent mutlak harus dipenuhi dengan
adanya pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang
penganiayaan. Suatu tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology
invasive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak
pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat dituntut telah melakukan tindak
pidana penganiayaan yaitu telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP.
Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari
bahwa informed consent benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan
hukum antara pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan
kewajiban masing-masing pihak yang seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan.
Masih banyak seluk beluk dari informed consent ini sifatnya relative, misalnya tidak
mudah untuk menentukan apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan
oleh dokter. Hal tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-
yuridisnya juga belum mantap, sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam
lagi terhadap masalah hukum yang berkenaan dengan informed consent ini.
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
17/28
13
Adanya kewajiban dari pihak pemberi informasi dalam menyampaikan sebuah
persetujuan tindak medik yang akan dilakukan atau setelah dilakukan. Tentunya tenaga
kesehatan harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien/ keluarga
diminta atau tidak diminta. Informasi tersebut: harus dengan jelas yang berkaitan
dengan penyakit pasien ; prosedur diagnostik, tindakan/terapi, alternatif terapi
dan pembiayaanserta resiko yang mungkin timbul dari proses tersebut dan harus
dijelaskan selengkap-lengkapnya, kecuali dipandang merugikan pasien atau pasien
menolak untuk diberikan informasi. Informasi itu juga sewajarnya diberikan oleh
tenaga kesehatan yang melakukan tindakan atau tenaga kesehatan lain yang diberi
wewenang, dan bila dipandang perlu informasi bisa diberikan pada pihak keluarga
pasien.
Persetujuan dari pasien dari merupakan hal yang harus sangat diperhatikan,
pasien tepat tidak dibawah tekanan hubungan tenaga pasien. Sebelum dan
sesudahnya telah mendapatkan informasi lengkap, dan pihak yang membuat
persetujuan adalah mereka pasien dewasa (lebih dari 21 tahun atau sudah menikah )
atau dapat diwakilkan pihak Keluarga/ Wali/ induk semang.
Syarat sahnya persetujuan tindakan medik yang dilakukan oleh tenaga medis
terhadap pasien, sejatinya pasien diberikan secara bebas, diberikan oleh orang yang
sanggup membuat perjanjian.Telah mendapatkan penjelasan dan memahaminya,
Mengenai susuatu hal yang khas dari persetujuan ini, tindakan dilakukan pada situasi
yang sama.
Tetapi penolakan (informed refusal) bisa juga dilakukan oleh pasien, karena
merupakan hak pasien/ keluarga pasien dan tiada satupun tenaga kesehatan yang bisa
memaksa sekalipun berbahaya bagi pasien maka sebaiknya pihak rumah sakit/ dokter
meminta pasien/ kel menandatangani surat penolakan terhadap anjuran tindakan medik
tersebut di lembaran khusus.
10. Sanksi Hukum terhadap Informed Consent
1. Sanksi pidana
Apabila seorang tenaga kesehatan menorehkan benda tajam tanpa persetujuan
pasien dipersamakan dengan adanya penganiayaan yang dapat dijerat Pasal
351 KUHP
2. Sanksi perdata
Tenaga kesehatan atau sarana kesehatan yang mengakibatkan kerugian dapat
digugat dengan 1365, 1367, 1370, 1371 KUHPer
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
18/28
14
3. Sanksi administratif
Pasal 13 Pertindik mengatur bahwa :
Terhadap dokter yang melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien
atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin
praktik.
11. Hal-hal yang Mempengaruhi Proses Informed Consent
Bagi pasien
a) Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis
b) Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian, atau tidak ada
waktu untuk tanya jawab
c) Pasien sedang dalam keadaan stress emosional sehingga tidak mampu
mencerna informasi
d) Pasien dalam keadaan tidak sadar atau mengantuk.
Bagi petugas kesehatan
a) Pasien tidak mau diberitahu.
b) Pasien tak mampu memahami.
c) Resiko terlalu umum atau terlalu jarang terjadi.
d) Situasi gawat darurat atau waktu yang sempit.
12.
Kualitas Informasi yang di berikan
Kualitas informasi sangat ditentukan oleh pengetahuan, pengalaman, selera,
dan iman seseorang mengolah stimulus menjadi informasi. Burch (1986:5)
mengatakan bahwa sebuah informasi yang berkualitas sangat ditentukan oleh
kecermatan (accuracy), tepat waktu (timeliness) dan relevansinya (relevancy).
Keakuratan informasi adalah bila informasi tersebut terbebas dari bias. Informasi
dikatakan tepat waktu bila dihasilkan pada saat diperlukan. Adapun relevansi suatu
informasi berhubungan dengan kepentingan pengambilan keputusan yang telah
direncanakan.
Informasi yang tidak adekuat sering menimbulkan masalah dalam
menginterpretasikan perawatan klien di Rumah Sakit seperti kecemasan pada keluarga
menolak dilakukan tindakan medik atau tindakan keperawatan invasif.
Adekuatnya informasi sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat dalam
menyampaikan pesan melalui komunikasi terapeutik, pengetahuan dan pemahaman
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
19/28
15
dasar tentang penyakit. Dalam melaksanakan tindakan invasif hal-hal yang perlu
diinformasikan adalah:
o Alasan dilakukan tindakan tersebut.
o Manfaat atau kegunaannya.
o Langkah-langkah yang akan dilakukan.
o Persiapan yang akan dibutuhkan.
o Cara perawatan setelah pemasangan alat tersebut.
Dengan telah dijelaskannya kegunaan dari pemasangan alat tersebut oleh
perawat diharapkan akan meningkatkan kerja sama perawat dan orang tua yang pada
gilirannya diharapkan akan menurunkan tingkat kecemasan orang
tua(Setiawan,1992,Sachari, 1996, Whaley and Wongs, 1999).
Penerimaan informasi bagi seseorang dipengaruhi oleh:
1) Tingkat pendidikan
Semakin tinggi pendidikan orang tua akan semakin luas wawasan
pengetahuan dan akan semakin mudah untuk menerima dan
mengangkat informasi yang disampaikan. Tingkat pendidikan ini akan
berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi, penerimaan informasi
oleh petugas kesehatan serta menentukan penilaian objektif dan
kognitif terhadap pengalaman prioritas yang lain (Andrew, MC. Ghie,
1999).
2) Pengalaman
Pengalaman adalah sesuatu yang telah dihayati (Purwardaminta, 1991).
Pengalama baik bersifat efektif dan kognitif akan mempengaruhi
seseorang dalam mengambil keputusan terhadap kehidupannya,
pengalaman juga dapat terjadi setelah melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba,
sebagian besar pengethuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Andrew, MC. Ghie, 1999).
3) Nilai sosial dan budaya
Nilai sosial adalah segala sesuatu yang mendasari perilaku seseorang
yang ditinjau dari segi nilai-nilai, kemanusiaan pengaruh dari individu
lain dan sebagainya. Sistem nilai yang dianut oleh sesorang akan dapat
mempengaruhi pola pikir, sikap, dan tindakan yang diambil untuk
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
20/28
16
mencapai tujuan. Dalam pembangunan kesehatan, aspek tingkah laku
yang didasari oleh faktor sosial budaya perlu mendapat perhatian,
karena umumnya program kesehatan lebih berhasil apabila intensitas
tingkah laku sosial budaya individu ataupun masyarakat tidak begitu
kuat (Azwar, 1996).
13.Surat Rujukan
Surat rujukan adalah surat pengantar tenaga medis dalam hal ini ditujukan
kepada dokter maupun dokter gigi secara tertulis yang bertujuan sebagai advice
(petunjuk pengobatan) maupun pengobatan secara lebih lanjut kepada tenaga medis
yang lebih berkompeten dalam bidangnya. Dalam dunia kedokteran gigi, surat rujukan
biasanya diberikan oleh dokter gigi umum kepada dokter yang lebih berkompeten atau
dokter spesialis, contohnya diagnosa sementara dokter gigi umum adalah tumor maka
sebaiknya pasien segera dirujuk kepada dokter gigi yang lebih berkompeten, yaitu
dokter gigi spesialis penyakit mulut. Ataupun dokter gigi yang ingin mengetahui kadar
gula darah dan tekanan darah pasien dapat memberikan surat rujukan kepada dokter
umum ataupun dokter spesialis penyakit dalam
14.Unsur-unsur apa saja yang ada dalam surat rujukan medik
1. Kop surat (nama instansi kesehatan dan alamat yang merujuk
2. Badan surat (tujuan rujukan, asal rujukan, nomer rujukan, perihal rujukan, tanggal
dibuat rujukan, isi rujukan)
3. Penutup
15.Manfaat rujukan :
1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan (bila sistemnya berjalan sesuai
dengan yang seharusnya)
2. Kebutuhan dan tuntutan kesehatan pasien akan terpenuhi (terbentuk team work)
16.
Masalah dalam rujukan
1. Rasa kurang percaya pasien terhadap dokter (bila rujukan/konsultasi inisiatif dokter)
2. Rasa kurang senang pada diri dokter (bila rujukan/ konsultasi atas permintaan pasien)
3. Bila tidak ada jawaban dari konsultasi
4. Bila tidak sependapat dengan saran/tindakan dokter konsultan
5. Bila ada pembatas (sikap/ perilaku,biaya, transportasi)
6. Apabila pasien tidak bersedia untuk dikonsultasikan dan ataupun dirujuk.
17.
Tata Laksana Konsultasi dan Rujukan
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
21/28
17
Dasarnya adalah kepatuhan terhadap kode etik profesi yg telah disepakati bersama,
dan sistem kesehatan terutama sub sistem pembiayaan kesehatan yang
berlaku.Konsultasi (McWhinney, 1981):
a. Penjelasan lengkap kepada pasien alasan untuk konsultasi
b. Berkomunikasi secara langsung dengan dokter konsultan (surat, formulir
khusus, catatan di rekam medis, formal/ informal lewat telefon)
c. Keterangan lengkap tentang pasien
d. Konsultan bersedia memberikan konsultasi
18.Tata cara rujukan
Pasien harus dijelaskan selengkap mungkin alasan akan dilakukan konsultasi dan
rujukan.
Penjelasan ini sangat perlu, terutama jika menyangkut hal-hal yang peka, seperti
dokter ahli tertentu.
Dokter yang melakukan konsultasi harus melakukan komunikasi langsung dengan
dokter yang dimintai konsultasi. Biasanya berupa surat atau bentuk tertulis yang
memuat informasi secara lengkap tentang identitas, riwayat penyakit dan penanganan
yang dilakukan oleh dokter keluarga.
Keterangan yang disampaikan tentang pasien yang dikonsultasikan harus selengkap
mungkin. Tujuan konsultasi pun harus jelas, apakah hanya untuk memastikan
diagnosis, menginterpretasikan hasil pemeriksaaan khusus, memintakan nasihat
pengobatan atau yang lainnya.
Sesuai dengan kode etik profesi, seyogianya dokter dimintakan konsultasi wajib
memberikan bantuan profesional yang diperlukan. Apabila merasa diluar keahliannya,
harus menasihatkan agar berkonsultasi ke dokter ahli lain yang lebih seuai.
Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja
Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg meminta rujukan
Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggungjawab masing-masing pihak
19.Pembagian wewenang & tanggungjawab
1. Interval referral, pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penderitasepenuhnya
kepada dokter konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka waktu
tersebut dokter tsb tidak ikut menanganinya.
2. Collateral referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan
penderita hanya untuk satu masalah kedokteran khusus saja
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
22/28
18
3. Cross referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita
sepenuhnya kepada dokter lain untuk selamanya
4. Split referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita
epenuhnya kepada beberapa dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan
wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi rujukan tidak ikut campur.
20.Jenis Rujukan
1. Rujukan secara konseptual terdiri atas:
Rujukan upaya kesehatan perorangan yang pada dasarnya menyangkut masalah
medik perorangan yang antara lain meliputi:
a. Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operasional
dan lain-lain.
b.
Rujukan bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium klinik yang lebih
lengkap.
c. Rujukan ilmu pengetahuan antara lain dengan mendatangkan atau mengirim
tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk melakukan tindakan, memberi
pelayanan, ahli pengetahuan dan teknologi dalam meningkatkan kualitas
pelayanan.
2.
Rujukan upaya kesehatan masyarakat pada dasarnya menyangkut masalah kesehatan
masyarakat yang meluas meliputi:
a. Rujukan sarana berupa antara lain bantuan laboratorium dan teknologi kesehatan.
b.
Rujukan tenaga dalam bentuk antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan
sebab dan asal usul penyakit atau kejadian luar biasa suatu penyakit serta
penanggulangannya pada bencana alam, gangguan kamtibmas, dan lain-lain.
c.
Rujukan operasional berupa antara lain bantuan obat, vaksin, pangan pada saat
terjadi bencana, pemeriksaan bahan (spesimen) bila terjadi keracunan masal,
pemeriksaan air minum penduduk, dan sebagainya.
3.
Rujukan Terencana
Menyiapkan dan merencanakan rujukan ke rumah sakit jauh-jauh hari bagi ibu
risiko tinggi/Risti. Sejak awal kehamilan diberi KIE. Ada 2 macam rujukan terencana
yaitu :
a. Rujukan Dini Berencana (RDB) untuk ibu dengan APGO dan AGO ibu Risti
masih sehat belum inpartu, belum ada komplikasi persalinan, ibu berjalan sendiri
dengan suami, ke RS naik kendaraan umum dengan tenang, santai, mudah, murah,
dan tidak membutuhkan alat ataupun obat.
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
23/28
19
b. Rujukan Dalam Rahim (RDR) : di dalam RDB terdapat pengertian RDR atau
Rujukan In Utero bagi janin ada masalah, janin risiko tinggi masih sehat misalnya
kehamilan dengan riwayat obstetrik jelek pada ibu diabetes mellitus, partus
prematurus iminens. Bagi janin, selama pengiriman rahim ibu merupakan alat
transportasi dan inkubator alami yang aman, nyaman, hangat, steril, murah, mudah,
memberi nutrisi dan O2, tetap pada hubungan fisik dan psikis dalam lindungan
ibunya.
Pada jam-jam krisis pertama bayi langsung mendapatkan perawatan
spesialistik dari dokter spesialis anak. Manfaat RDB/RDR: pratindakan diberi KIE,
tidak membutuhkan stabilisasi, menggunakan prosedur, alat, obat standar (obat
generik), lama rawat inap pendek dengan biaya efisien dan efektif terkendali, pasca
tindakan perawatan dilanjutkan di puskesmas.
4.Rujukan Tepat Waktu/RTW untuk ibu dengan gawat darurat-obstetrik, pada
kelompok FR III AGDO perdarahan antepartum dan preeklampsi berat /eklampsia
dan ibu dengan komplikasi persalinan dini yang dapat terjadi pada semua ibu hamil
dengan atau tanpa FR. Ibu GDO membutuhkan RTW dalam menyelaatkan ibu atau
BBL.
5.
Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari : rujukan internal dan rujukan
eksternal.
a. Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di
dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas pembantu)
ke puskesmas induk
b. Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang
pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas
rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).
6.
Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari : rujukan Medik dan
rujukan Kesehatan.
a. Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya
penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien
puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus)
ke rumah sakit umum daerah.
b. Rujukan Kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan dengan
upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif).
Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
24/28
20
gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi
puskesmas (pos Unit Kesehatan Kerja).
21.Jenjang Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan maka jenjang pelayanan kesehatan
dibedakan atas lima, yaitu:
1.
Tingkat rumah tangga
Pelayanan kesehatan oleh individu atau oleh keluarga sendiri.
2. Tingkat masyarakat
Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka sendiri, misalnya: posyandu,
polindes, POD, saka bakti husada, dan lain-lain.
3. Fasilitas pelayanan tingkat pertama
Upaya kesehatan tingkat pertama yang dilakukan puskesmas dan unit fungsional
dibawahnya, praktek dokter swasta, bidan swasta, dokter keluarga dan lain-lain.
4. Fasilitas pelayanan tingkat kedua
Upaya kesehatan tingkat kedua (rujukan spesial) oleh balai: balai pengobatan penyakit
paru (BP4), balai kesehatan mata masyarakat (BKMM), balai kesehatan kerja
masyarakat (BKKM), balai kesehatan olah raga masyarakat (BKOM), sentra
pengembangan dan penerapan pengobatan tradisional (SP3T), rumah sakit kabupaten
atau kota, rumah sakit swasta, klinik swasta, dinas kesehatan kabupaten atau kota, dan
lain-lain.
5.
Fasilitas pelayanan tingkat ketiga
Upaya kesehatan tingkat ketiga (rujukan spesialis lanjutan atau konsultan) oleh rumah
sakit provinsi atau pusat atau pendidikan, dinas kesehatan provinsi dan departemen
kesehatan.
22. Jalur Rujukan
Jalur rujukan terdiri dari dua jalur, yakni:
1.
Rujukan upaya kesehatan perorangan
1) Antara masyarakat dengan puskesmas
2) Antara puskesmas pembantu atau bidan di desa dengan puskesmas
3) Intern petugas puskesmas atau puskesmas rawat inap
4) Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan
lainnya.
2.
Rujukan upaya kesehatan masyarakat
1) Dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten atau kota
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
25/28
21
2) Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral maupun
lintas sektoral
Bila rujukan ditingkat kabupaten atau kota masih belum mampu mananggulangi, bisa
diteruskan ke provinsi atau pusat (Trihono, 2005).
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
26/28
22
B. Kerangka Knsep
Mampu Tidak mampu
Informed Consent
Tindakan
Surat rujukan
Tindakan
Kasus Medis
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
27/28
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di Indonesia perkembangan informed consent secara yuridis formal, ditandai
dengan munculnya pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang informed consent
melalui SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 pada tahun 1988. Kemudian dipertegas lagi
dengan PerMenKes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik atau
Informed Consent. Serta dipertegas oleh Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004.
Informed Consent yang diperoleh dengan tata cara yang tidak benar tidak dapat di
anggap sebagai penemu hak otonomi pasien, sehingga tindakan tersebut merupakan tindakan
melanggar hukum namun demikian pelaksanaan informed Consennt di indonesia hanya
dilakukan dengan mengindahkan nilai-nilai dalam budaya setempat yang sangat bervariasi.
B. Saran
Dalam Hal ini semoga dapat membatu pengetahuan dan menambah ilmu
pengetahuan kita dalam kesehatan , dan yang terpenting adalah dalam hal ini Pemerintah
Bertanggung jawab merencanakan , mengatur, menyelenggarakan dan membina Serta
mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masayarakat. Juga sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh
masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya, terhadap Informed Consent agar kelak tidak terjadi perselisihan
8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8
28/28
DAFTAR PUSTAKA
Budi Sampurna, Zulhasmar Syamsu, Tjetjep Dwijdja Siswaja. 2005.Bioetik dan Hukum
Kedokteran, Pengantar bagi Mahasiswa Kedokteran dan Hukum. Penerbit Pustaka
Dwipar.
J. Guwandi. Informed consent Consent. FKUI. Jakarta. 2004.
M.jusuf H & Amri Amir. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. EGC. Jakarta. 1999.
Yuningsih, Yuyun dkk. 2008. Praktik Keperawatan Profesional Konsep & Perspektif, Ed. 4 .
Jakarta : EGC
Anies. 2006. Kedokteran Keluarga & Pelayanan Kedokteran yang Bermutu.Semarang