Upload
khafauu
View
81
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan Praktikum
Citation preview
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
IV. HASIL PENGAMATAN
4.1 Karakteristik Fisik Limbah
Limbah Warna Bau Suhu pH wkertas saring
wkertas
saring+endapan
Wendapan
Tahu
Kuning
muda
keruh
Khas
tahu39°C 5,28 0,5593 g 0,6007 g 0,0414 g
Sungai
Cidurian
Kuning
hijau
keruh
Tanah
agak
amis
26°C 7,67 0,5606 g 0,5639 g 0,0033 g
Keran
gedung 4
Bening,
jernih
Tidak
berbau24°C 8,08 0,5473 g 0,5606 g 0,0133 g
Selokan
Ciseke
Kuning
muda
keruh
Amoni
a25,5°C 8,87 0,5462 g 0,5716 g 0,0254 g
ArboretumKuning
keruhLogam 27°C 9,36 0,546 g 0,5626 g 0,0166 g
pHaquades = 8,39
4.2 COD (Chemical Oxygen Demand)
Limbah V sampel COD
Tahu 8,6 ml 6,720 ppm
Sungai Cidurian 10,9 ml 400 ppm
Keran gedung 4 11,1 ml 240 ppm
Selokan Ciseke 10,5 ml 720 ppm
Arboretum 10,3 ml 880 ppm
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
V blanko=11,4 ml
N Na2 SO3=0,1 N
f plimbahtahu=15
f plimbahlain=5
ml sampel=5ml
COD sungaiCidurian=(V blanko−V sampel)∙ N Na2 SO3
∙8.000 ∙ f p
mlsampel
¿(11,4−10,9) ∙0,1 ∙ 8.000 ∙5
5
¿(0,5 ) ∙0,1 ∙ 40.000
5
¿ 2.0005
¿400 ppm
4.3 Total Mikroorganisme dari Limbah
Limbah 10-3 10-4 10-5 SPC
Tahu TBUD 3 5¿3,0 ×107
(5,0 ×106)
Sungai
CidurianTBUD 1 bakteri 1
¿1,0 ×107
(1,0 ×104)
Keran gedung 4 1 bakteri 2 bakteri 3-
(tidak valid)
Selokan Ciseke58 bakteri,
2 khamir
28 bakteri, 2
khamir
14 bakteri,
1 khamir5,8 ×104
Arboretum110 bakteri,
3 khamir- 21 1,1 ×105
4.4 BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan OD (Oxygen Demand)
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
Limbah DO0 DO5 BOD
Tahu 0,08 mg/L 0,12 mg/L 0,4
Sungai Cidurian 0,208 mg/L 0,16 mg/L 0,24
Keran gedung 4 0,64 mg/L 0,32 mg/L 1,6
Selokan Ciseke 0,16 mg/L 0,32 mg/L 1,6
Arboretum 0,8 mg/L 0,48 mg/L 1,6
V Na2 S2 O3untuk DO0 pada sungai Cidurian=0,13 ml
V Na2 S2 O3untuk DO5 pada sungai Cidurian=0,1ml
F=V sampel
V total
−(V Na2 S2 O3−V alkali iodidaazida )
¿ 60300
−(2−2 )¿0,2 ml
DO=V Na2 S2 O3
∙ N Na2 S2 O3∙ 8.000∙ F
V sampel titrasi
DO0=0,13∙ 0,025 ∙ 8.000 ∙0,2
25¿ 5,2
25
¿0,208DO5=0,1∙ 0,025 ∙ 8.000∙ 0,2
25
¿ 425
¿0,16
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
BODsungai Cidurian=|DO5−DO0|
V sampel
∙300¿|0,16−0,208|
60∙ 300¿0,048 ∙5¿0,24
4.5 Bakteri Koliform
4.5.1 Uji Penduga
Limbah LBDS 1 ml LBSS 0,1 ml LBSS MPN
Tahu 2 0 0 91 APM/100 ml
Sungai Cidurian 3 3 3 >2.400 APM/100 ml
Keran gedung 4 3 0 0 230 APM/100 ml
Selokan Ciseke 3 3 3 >2.400 APM/100 ml
Arboretum 3 3 3 >2.400 APM/100 ml
4.5.2 Uji Penguat dan Pelengkap
Limbah Uji PenguatUji
Pelengkap
Tahu - -
Sungai Cidurian Fekal -
Keran gedung 4 Fekal Foto
Selokan Ciseke Fekal -
Arboretum - -
4.6 Bakteri Salmonella dan Shigella
Limbah Salmonella Shigella
Tahu - +
Sungai Cidurian + +
Keran gedung 4 + -
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
Selokan Ciseke + -
Arboretum + +
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
V. PEMBAHASAN
Limbah merupakan kotoran atau buangan dari hasil proses produksi baik
industri maupun rumah tangga yang dapat berupa abu, sampah, dan sebagainya
dan dapat terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik yang tidak
bermanfaat/tidak bernilai ekonomi lagi. Limbah dengan konsentrasi dan kuantitas
tertentu dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan
manusia, sehingga perlu mengetahui karakteristik dari limbah tersebut dan
dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang
ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah: volume limbah,
kandungan bahan pencemar, frekuensi pembuangan limbah. Berdasarkan
karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi 4 bagian: limbah
cair, limbah padat, limbah gas dan partikel, limbah B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun). Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan
limbah.
Sampel yang digunakan dalam praktikum adalah limbah air tahu, air
sungai Cidurian, air keran gedung 4, air selokan ciseke, dan air arboretum. Sampel
ini dilakukan pengujian karakteristik limbah, pengujian BOD (Biochemical
Oxygen Demand), pengujian DO (Dissolved Oxygen), pengujian COD (Chemical
Oxygen Demand), perhitungan total mikroorganisme dari limbah, pengujian
bakteri koliform, dan pengujian bakteri Salmonella-Shigella.
5.1. Pengujian Karakteristik Fisik Limbah
Mengetahui karakteristik fisik limbah akan sangat membantu dalam
menentukan suatu sistem pengelolaan limbah yang layak dan penetapan metode
penanganan dan atau pembuangan limbah yang efektif. Dalam, pengujian
karakteristik limbah tersebut, parameter-parameter yang harus diamati, yaitu,
warna, bau, suhu, pH, dan endapan.
Pengujian warna dan bau dilakukan dengan membandingkan limbah
dengan kontrol, yaitu aquades. Pengujian suhu dilakukan dengan meletakan
termometer pada sampel limbah yang sudah ditaruh di beaker glass. Pengujian pH
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
dilakukan dengan menyimpan limbah didalam beaker glass dan diuji oleh pH
meter. Sedangkan, pengujian endapan dilakukan dengan cara menyiapkan 100 ml
limbah di dalam tabung reaksi, kemudian didiamkan selama 1 jam hingga
terbentuk endapan, setelah itu limbah tersebut disaring menggunakan kertas saring
dan dikeringkan selama 1 hari. Kemudian timbang dan amati kertas saring
tersebut.
a. Suhu
Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa suhu tertinggi terdapat
pada sampel limbah tahu, yaitu 390C dan suhu terendah adalah sampel air keran
gedung 4, yaitu 240C. Suhu limbah tahu hangat dikarenakan pada pembuatan tahu
digunakan air hangat dimana tahu tersebut disaring dengan kain blaco atau kain
mori kasar sambil dibilas dengan air hangat agar sari kedelai dapat terekstrak
keluar semua. Air keran gedung empat menunjukkan suhu yang rendah
dikarenakan air tersebut merupakan air keran di dalam ruangan yang tidak terkena
efek lingkunagn, seperti sinar matahari secara langsung. Selain itu, suhu pada
limbah cair dapat mempengaruhi kadar oksigen terlarut. Suhu tinggi pada limbah
cair menunjukkan karena adanya proses pembusukan Kenaikan suhu
mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut. Sehingga dapat disimpulkan, air
limbah tahu mengalami proses pembusukan yang lebih tinggi dibandingkan air
limbah lainnya.
b. Warna dan Bau
Dari segi warna dan bau, kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan
menimbulkan bau tidak sedap akibat terjadinya degradasi anaerobik. Berdasarkan
hasil pengamatan bau air limbah yang diamati beraneka ragam, hal ini
dikarenakan limbah-limbah tersebut diambil dari tempat yang berbeda-beda.
Limbah tahu karena merupakan hasil pengolahan dari tahu tentunya akan berbau
khas tahu, selain itu aroma limbah tahu sedikit berbau asam. Bau ini dipengaruhi
oleh senyawa-senyawa organik yang berada di alam limbah tahu. Aroma limbah
umumnya berkaitan dengan jumlah protein di dalamnya yang tinggi sekitar
226,06-434,78 mg/L. Disebabkan protein memiliki gugus amina dalam
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
strukturnya, gugus amin ini yang rentan mengalami perubahan menjadi ammonia
(NH3) dan mempengaruhi bau atau aroma limbah yang tidak sedap. Gas amonia
yang tersebntuk menimbulkan bau busuk sedangkan bau asam dipengaruhi oleh
pH tahu yang memang asam. Gas-gas lain yang umumnya diperoleh dari limbah
tahu dan dapat mempengaruhi bau limbah adalah Nitrogen (N2), Oksigen (O2),
Hidrogen Sulfida (H2S), Karbondioksida (CO2), dan metana (CH4). Air sungai
cidurian berbau tanah agak amis mungkin dikarenakan adanya ikan yang hidup di
sungai tersebut atau dapat juga dikarenakan pembusukan akibat mikroorganisme
di sungai tersbeut karena kandungan bahan organik dalam sungai cukup tinggi,
selokan ciseke berbau amonia karena air selokan ciseke berasal dari rumah-rumah
di daerah ciseke dimana limbah tersebut berasal dari kamar mandi-kamar mandi
dimana bau amonia yang mungkin tercium diakibatkan limbah urine yang
mengandung urea. Arboretum berbau logam karena arboretum berada tepat di
pinggir jalan sehingga polusi-polusi berupa timbal hasil pembuangan kendaraan
bermotor mungkin mengkontaminasi air arboretum. Sedangkan bau air keran
gedung 4 tidak berbau karena air tersebut berasal dari pengolahan air terpadu
seperti PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum). Warna sampel juga berbeda-beda
karena komposisi kimia dalam limbah juga berbeda. Limbah tahu berwarna
kuning keruh karena penggunaan pewarna untuk pembuatan tahu kuning sehingga
air limbahnya berwarna kuning, sedangkan air sungai cidurian sedikit berwarna
hijau mungkin disebabkan lumut yang tumbuh pada sungai tersebut. Kekeruhan
menunjukkan sifat optis di dalam air karena terganggunya cahaya matahari saat
masuk ke dalam air akibat adanya koloid dan suspensi. Semua sampel
menunjukkan kekeruhan, kecuali sampel air gedung 4. Hal ini menunjukkan
bahwa air keran gedung 4 berwarna normal.
c. pH
Berdasarkan hasil pengamatan pula, limbah yang mengandung pH
terendah, yaitu limbah air tahu sehingga limbah ini pun juga mengeluarkan sedikit
bau asam. Limbah yang bersifat asam dalam hasil pengamatan hanya didapat dari
limbah tahu, sedangkan limbah lainnya bersifat basa. pH limbah tahu adalah 3-6,
hal ini tidak berbeda jauh dengan hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa pH
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
limbah tahu ialah 5,28. pH yang rendah ini disebabkan karena limbah ini lebih
banyak mengandung komponen ion hidrogen yang pada akhirnya menimbulkan
sifat asam tersebut. Ion H+ diperoleh dari hasil reaksi senywa-senyawa yang
terdapat di dalam limbah tahu (Hefni, 2003).
Limbah tahu menjadi asam karena proses fermentasi dari mikroorganisme
yang menguraikan protein-protein tahu yang larut dalam air rendamannya dan
menyebabkan limbah tahu mempunyai pH yang rendah dibandingkan limbah
lainnya. Sedangkan, limbah yang memiliki pH tertinggi yaitu air arboretum.
Limbah air selokan, air sungai, air keran dan air kolam bersifat basa.
Menurut Said (1999), limbah selokan cenderung mengandung sampah dan
kotoran yang berasal dari rumah tangga, sehingga air buangan ini mengandung
campuran zat-zat kimia anorganik yang berasal dari penguraian tinja, urin, dan
sampah-sampah lainnya sehingga bersifat basa, tetapi jika dibiarkan dalam waktu
yang lama limbah ini akan mengalami pembusukan dan pHnya cenderung
menjadi asam.
Menurut Sumanti (2010), limbah domestik biasanya mempunyai pH
mendekati pH netral dan suhu berkisar antara 15 hingga 25oC. pH akan
mempengaruhi rasa, korosivitas air, dan efisiensi klorinasi. Bau asam ini lama-
kelamaan akan berbau busuk yang berasal dari bau hidrogen sulfida dan amoniak
yang berasal dari proses pembusukan protein serta bahan organik lain. Nilai pH
air yang normal adalah sekitar netral, yaitu antara pH 6-7,5. Fluktuasi nilai pH
pada air limbah dipengaruhi oleh berbagai hal antara lain:
a. Bahan organik atau limbah organik. Meningkatnya keasaman dipengaruhi
oleh bahan organik yang membebaskan CO2 jika mengalami proses
penguraian.
b. Bahan anorganik atau limbah anorganik. Air limbah industri bahan anorganik
umumnya mengandung asam mineral dalam jumlah tinggi sehingga
kemasamannya juga tinggi.
c. Basa dan garam basa dalam air seperti NaOH2, dan Ca(OH)2,
d. Hujan asam (Siradz dkk, 2008)
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
d. Endapan
Jumlah endapan pada limbah merupakan sisa penguapan dari air limbah
pada suhu 103–105°C. Jumlah total endapan terdiri dari benda-benda yang
mengendap, terlarut dan bercampur. Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan
hasil bahwa air limbah tahu mempunyai endapan yang paling besar bila
dibandingkan dengan sampel lainnya yaitu sebesar 0,0414 gram. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa pada air limbah tahu mempunyai benda-benda yang paling
banyak mengendap, terlarut dan tercampur.
5.2 Pengujian BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan
DO (DissolvedOxygen)
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) dalam air berasal dari proses
fotosintesa atau absorbs udara. Oksigen dari udara jumlahnya tidak tetap,
sedangkan kecepatan absorbs udara sangat terbatas. Air limbah yang terpolusi
bahan-bahan organik akan meningkatkan aktivitas aerobik sehingga terjadi
konsumsi oksigen dalam jumlah besar. Akibatnya air akan kekurangan oksigen
terlarut.
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah metode winkler.
Selain metode yang digunakan ini terdapat beberapa metode lain seperti metode
azida, metode permanganat, metode Pomeroy Kirshman-Alstenberg, metode
Chemtrix Oxygen, metode Membran elektroda (DO meter), atau dengan metode
titrasi lain.
Sebelum dilakukan penentuan kadar BOD dari suatu sampel limbah,
dilakukan penentuan kadar DO atau oksigen terlarut terlebih dahulu. Pengujian
oksigen terlarut ini menggunakan metode Winkler. Prinsip kerja dari metode
pengujian tersebut adalah oksigen akan mengoksidasi Mn2+ dalam suasana basa
membentuk endapan MnO2. Penambahan alkali iodida dalam suasana asam akan
membebaskan iodium. Banyaknya iodium yang dibebaskan ekivalen dengan
banyaknya oksigen terlarut. Rekasinya adalah sebagai berikut :
Mn2+ + 2OH- +1/2O2 MnO2 + H2O
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
MnO2 + + 2I- + 4H+ Mn2+ + I2 H2O
I2 + S2O32- S4O6 + 2I-
BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah banyaknya oksigen yang
dibutuhkan oleh bakteri selama penguraian senyawa organik pada kondisi aerobik.
Parameter BOD digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran oleh senyawa
organik pada kondisi aerobik. Parameter BOD digunakan untuk menentukan
tingkat pencemaran oleh senyawa organik yang dapat diuraikan oleh bakteri.
Indikasi polusi air dapat ditunjukkan berdasarkan peningkatan bahan-
bahan terdekomposisi (organik) ke dalam air sungai atau danau sebagai tempat
pembuangan limbah. Masuknya bahan-bahan tersebut ke dalam bahan air akan
mengubah sifat fisik, kimia, dan biologis air sehingga kandungan oksigen terlarut
dalam air menurun. Ketersediaan oksigen dalam air dapat habis akibat
pertumbuhan mikroba pengurai, sehingga dapat terjadi kondisi anaerobik yang
menyebabkan kematian biota air seperti ikan dan tanaman.
Pertama sampel limbah dimasukan kedalam botol winkler sampai isinya
meluap agar tidak ada gelembung udara di dalam botol, kemudian diinkubasi
selama 5 hari. Sampel tersebut kemudian ditambahkan 2 ml MnSO4 yang
berfungsi mengikat O2. Sebanyak 2 ml alkali iodida azida ditambahkan. Iodium
yang terdapat pada alkali iodida azida dalam suasana asam sangat mudah
menguap sehingga untuk meminimalisasi kehilangan Iodium dilakukan penutupan
labu erlenmeyer dengan kantung platik gelap. Selanjutnya dilakukan pengocokan
dengan tujuan untuk membebaskan iodium dan menghilangkan senyawa reduktor
atau oksidator. Penambahan H2SO4 6N dilakukan dan penghomogenan. Dalam hal
ini penambahan asam sulfat H2SO4 untuk memberikan kondisi asam. Jika masih
terdapat endapan, penambahan H2SO4 terus menerus dilakukan. Sebanyak 25 ml
larutan tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Kemudian
dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N sampai berwarna bening keunguan, lalu
ditambahkan 10 tetes larutan amilum. Penambahan amilum saat ½ reaksi
dikarenakan amilum akan membungkus iodide saat penambahan di awal dan
menghambat reaksi I2 dengan Na-tiosulfat yang yang menghambat terbentuknya
I-. Titrasi ini akan mengubah I2 menjadi I- kembali. Jumlah I- yang terbentuk setara
dengan O2 yang terdapat pada sampel.
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
Pengujian DO dan BOD hanya dibedakan oleh adanya faktor mikroba
dalam limbah. BOD merupakan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri
selama penguraian senyawa organik pada kondisi aerobik. DO adalah oksigen
terlarut yang terkandung didalam air, berasal dari udara dan hasil proses
fotosintesis tumbuhan air. Pengujian BOD ditentukan oleh DO sampel yang telah
diinkubasi selama 5 hari dan DO yang diinkubasi 1 hari (Sumanti, 2010).
Nilai DO paling besar pada hari ke-0 adalah pada sampel keran gedung 4,
sedangkan nilai DO terbesar pada hari ke-5 adalah keran gedung 4 dan selokan
ciseke. Nilai DO paling kecil dimiliki oleh sampel air limbah tahu, sedangkan
yang terbesar, yaitu air keran gedung 4. Terjadi penurunan nilai DO pada semua
sampel dari hari ke-0 sampai hari ke-5 kecuali pada air arboretum.
Ketersediaan oksigen terlarut di dalam limbah yang dibutuhkan oleh
bakteri dalam proses penguraian senyawa organik tergantung dari banyaknya
senyawa organik yang terdapat pada limbah tersebut. Semakin banyak jumlah
kandungan senyawa organik, maka jumlah gas oksigen terlarut yang dibutuhkan
akan semakin meningkat pula. Pencemaran air (terutama yang disebabkan oleh
bahan pencemar organik) juga dapat mengurangi persediaan oksigen terlarut. Hal
ini yang menyebabkan semua nilai DO pada sampel air limbah tahu, air sungai
sayang, air selokan ciseke dan air arboretum mengalami penurunan setelah
disimpan selama 5 hari. Mikroorganisme pencemar seperti bakteri aerobik yang
membutuhkan oksigen untuk menguraikan senyawa organik pada air limbah
membutuhkan oksigen sehingga ketersediaan oksigen terlarut pada sampel
berkurang disebabkan dipakai oleh bakteri tersebut untuk menguraikan senyawa
organik. Hal ini akan mengancam kehidupan organisme yang hidup di dalam air.
Semakin tercemar, kadar oksigen terlerut semakin mengecil. Kandungan nilai
BOD dalam air ada batasan tertentu sehingga dalam penanganan air kita harus
memperhatikan kandungan BOD dan oksigen terlarut demi kesehatan dan
keamanan lingkungan sekitar. Nilai DO yang baik adalah antara 5 mg/l – 8 mg/L,
nilai DO di bawah itu dikategorikan buruk.
Batas aman nilai BOD adalah 1-10 ppm. Berdasarkan hasil pengamatan di
atas, air sungai sayang dan air selokan ciseke dapat dikatakan aman karena nilai
BODnya masih di dalam batas aman. Nilai BOD untuk air limbah tahu dan air
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
arboretum berada di bawah nilai aman. Nilai BOD yang tinggi menunjukkan
sampel tersebut tercemar dan mengindikasikan banyak aktivitas mikroorganisme,
sedangkan sampel air limbah tahu dan air arboretum menunjukkan kandungan
mikroorganisme pengurai bahan organik di dalamnya sedikit.
Sampel air arboretum memiliki keanehan pada hasil pengamatan. Nilai
DO untuk sampel air arboretum pada yang diinkubasi selama 5 hari lebih tinggi
dari yang 0 hari. Seharusnya nilai DO akan semakin berkurang semakin lama
diinkubasi karena penggunaan oksigen terlarut untuk penguraian bahan organik
oleh mikroorganisme ataupun untuk oksidasi penguraian senyawa organik. Nilai
BOD untuk sampel limbah tahu, yaitu dari 0,08 mg/L pada hari ke-0 menjadi 0,12
mg/L pada hari ke-5. Sampel yang memiliki nilai BOD paling rendah seharusnya
memiliki ciri-ciri tidak berbau, berwarna bening dan tidak ada endapan sedangkan
sampel limbah tau berbau, berwarna kuning keruh, dan menghasilkan endapan
yang paling besar dibandingkna dengan limbah lainnya. Tentunya hal ini tidak
sesuai dengan literatur. Perbedaan hasil pengamatan dengan literatur ini dapat
disebabkan karena adanya indikasi polusi air dan dapat ditunjukan berdasarkan
peningkatan bahan-bahan terdekomposisi (organik) ke dalam sampel limbah
tersebut. Masuknya bahan-bahan organik tersebut ke dalam badan air akan
mengubah sifat fisik, kimia, dan biologis air, sehingga kandungan oksigen terlarut
dalam air akan menurun.
5.3 Pengujian COD (Chemical Oxygen Demand)
Selain ada pengujian kadar BOD dan DO pada suatu limbah, adapula
pengujian COD / Chemical Oxygen Demand. COD / Chemical Oxygen Demand
adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik
dalam contoh. Parameter COD menunjukkan jumlah senyawa organik dalam air
yang dapat dioksidasi secara kimia.Oksidator yang umum digunakan adalah
Kalium dikromat. Beberapa metoda pengukuran COD diantaranya adalah metoda
tanpa reflux untuk kadar air tinggi, metoda reflux untuk kadar air rendah, metoda
untuk air garam.
COD (Chemical Oxygen Demand) hampir mirip dengan BOD, yang
menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi kimia oleh bakteri.
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
Pengujian COD pada air limbah memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
pengujian BOD. Keunggulan itu diantara lainnya adalah :
Sanggup menguji air limbah industri yang beracun yang tidak dapat diuji
dengan BOD karena bakteri akan mati.
Waktu pengujian yang lebih singkat, kurang lebih hanya 3 jam.
Makin tinggi nilai dari COD suatu cairan atau limbah maka makin besar
jumlah senyawa organik dalam air limbah tersebut yang dapat dioksidasi secara
kimia. Menurut Laksmi (1990), batas maksimum kandungan zat-zat kimia tertentu
di dalam air yang digunakan dalam proses industri pangan khususnya COD
(Chemical Oxygen Demand) adalah 10 mg/l. Jadi konentrasi COD pada air yang
akan digunakan dalam pengolahan industri pangan tidak boleh lebih dari 10 mg/l.
Pada praktikum kali ini dilakukan penentuan kadar COD pada berbagai
sampel air. Sampel yang dipakai pada praktikum kali ini masih sama dengan
sampel sebelumnya. Prosedur yang dilakukan pada praktikum ini, yaitu pertama-
tama dilakukan persiapan sampel. Untuk sampel limbah tahu, sebanyak 9 ml
aquades dimasukkan ke dalam beaker glass kemudian ditambahkan 1 ml limbah
tahu, kemudian diambil 5 ml sampel dan dilakukan pengenceran hingga 10 kali.
Sedangkan untuk sample lain, sebanyak 4 ml aquades dimasukkan ke dalam
beaker glass, kemudian sebanyak 1 ml limbah diambil dan dilakukan pengenceran
5 kali.
Setelah persiapan sampel dilakukan, sampel yang telah disiapkan tersebut
diambil 5 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 5 ml
H2SO4 6N dan 20 ml K2Cr2O7, kemudian dikocok Kemudian panaskan di penangas
air selama 10 menit. Dinginkan samapi suhu kamar, kemudian ditambahkan 10 ml
larutan KI 30% (dalam kresek hitam), kemudian kocok kembali selama 10 menit.
Selanjutnya titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai berwarna kuning jerami,
kemudian setelah warna berubah tetesi dengan larutan amilum 1% sebanyak 10
tetes. Lanjutkan titrasi hingga menjadi warna biru muda.
Prinsip kadar COD ini dilakukan menggunakan oksidator kalium dikromat
yang berkadar asam tinggi dan dipertahankan pada temperatur tertentu.
Penambahan oksidator ini menjadikan proses oksidasi bahan organik menjadi air
dan CO2, setelah pemanasan maka sisa dikromat diukur. Pengukuran ini dilakukan
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
dengan jalan titrasi, oksigen yang ekivalen dengan dikromat inilah yang
menyatakan COD dalam satuan ppm.
Pada prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu
kaliumbikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume
diketahui)yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian
dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromatditera
dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk
oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat
ditentukan. Kelemahannya, senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan
yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi (De Santo, 1978), sehingga dalam
kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit ‘over estimate’ untuk gambaran
kandungan bahan organik.
Perhitungan COD (ppm)
COD = V Na 2 SO 3(Blanko−sampel )× N NA 2SO 3 ×8000 × Fp
ml Sampel
Berdasarkan hasil pengamatan, sampel cair yang memiliki kadar COD
paling tinggi adalah sampel air limbah tahu, sedangkan yang memiliki kadar COD
paling rendah adalah sampel air limbah keran gedung 4. Kadar COD yang tinggi
pada limbah air tahu menunjukan bahwa limbah air tahu membutuhkan oksigen
yang sangat besar agar limbah cair tersebut dapat teroksidasi melalui reaksi kimia.
Sedangkan kadar COD yang rendah pada limbah kimia menunjukan bahwa air
limbah kimia membutuhkan oksigen yang sedikit agar limbah cair tersebut dapat
teroksidasi melalui reaksi kimia.Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui
bahwa limbah sampel yang memiliki nilai COD yang tinggi maka volume titrasi
yang dibutuhkan akan semakin rendah sebaliknya limbah sampel yang memiliki
nilai COD yang rendah maka volume titrasi yang dibutuhkan semakin tinggi.
Sampel-sampel yang diambil menunjukkan bahwa pada limbah industri tahu dan
limbah air sungai sayang kadar COD positif dan tergolong tinggi dibandingkan
tiga jenis limbah lainnya yaitu limbah air keran, air selokan ciseke dan air kolam
arboretum, ini menunjukkan bahwa besarnya jumlah senyawa organik dalam air
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
limbah industri tahu dan limbah air sungai sayang kolam yang dapat dioksidasi
secara kimia.
Contoh perhitungan air sungai cidurian:
COD sungaiCidurian=(V blanko−V sampel)∙ N Na2 SO3
∙8.000 ∙ f p
mlsampel
¿(11,4−10,9) ∙0,1 ∙ 8.000 ∙5
5
¿(0,5 ) ∙0,1 ∙ 40.000
5
¿ 2.0005
¿400 ppm
Pada analisa BOD dan COD akan didapat nilai yang berbeda karena nilai
kadar COD disebabkan oleh banyak faktor seperti bahan kimia yang tahan
terhadap oksidasi biokimia tetapi tidak terhadap oksidasi kimia, seperti lignin,
bahan kimia yang dapat dioksidasi secara kimia dan peka terhadap oksidasi
biokimia tetapi tidak dalam uji BOD seperti selulosa, lemak berantai panjang, atau
sel – sel mikroba, dan adanya bahan toksik dalam limbah yang akan mengganggu
uji BOD tetapi tidak uji COD.
5.4. Perhitungan Total Mikroorganisme
Metode yang dilakukan pada praktikum ini adalah metode SPC. Prinsip
dari perhitungan dengan menggunakan metode SPC ini adalah jika
mikroorganisme yang masih hidup ditambahkan pada medium agar, maka sel
mikroorganisme tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang
dapat dilihat dan dihitung dengan mata menggunakan mikroskop. Media yang
digunakan adalah PCA karena PCA merupakan media yang dapat menumbuhkan
bakteri, kapang dan khamir.
Prosedur yang dilakukan adalah prosedur sederhana yaitu
pengenceran limbah ke dalam NaCl fis 9 ml pada tiap tabung
raksi hingga 10-5. Kemudian dilakukan metode tuang ke dalam
cawan petri dengan media PCA yaitu media yang dapat
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
ditumbuhi oleh semua jenis mikroorganisme.Inkubasi selama 2
hari pada suhu 30° C. Kemudian hitung total perhitungan
mikroorganisme (metode TPC).
Proses pengenceran bertujuan untuk memperluas bidang hidup sampel
agar memudahkan pada saat pengamatan dan perhitungannya. Pengenceran dapat
dilakukan beberapa kali agar biakan yang didapatkan tidak terlalu padat atau
memenuhi cawan sebab biakan terlalu padat akan mengganggu pengamatan
sehingga menyebabkan biakan yang tidak bisa dihitung (TBUD).
Teknik penanaman agar tuang merupakan lanjutan dari pengenceran
bertingkat. Pengambilan suspensi dapat diambil dari pengenceran terakhir, yaitu
10-5 dan 10-6. Kelebihan teknik ini adalah mikroorganisme yang tumbuh dapat
tersebar merata pada media agar. Teknik ini memerlukan agar PCA yang belum
padat (>45oC) untuk dituang bersama suspensi bakteri ke dalam cawan petri lalu
kemudian dihomogenkan dan dibiarkan memadat. Hal ini akan menyebarkan sel-
sel mikroorganisme tidak hanya pada permukaan agar saja melainkan sel
terendam agar (di dalam agar) sehingga terdapat sel yang tumbuh dipermukaan
agar yang kaya O2 dan ada yang tumbuh di dalam agar yang tidak banyak begitu
banyak mengandung oksigen.
Perhitungan jumlah total mikroba pada air limbah penting dilakukan untuk
mengetahui tingkat pencemaran biologis, sehingga dapat ditentukan cara-cara
penanganan limbah yang sesuai dengan karakteristik limbah tersebut. Selain itu
juga perhitungan mikrooganisme sangat penting untuk mengetahui mutu atau
kualitas limbah sebelum mengalami perlakuan lanjutan dan menghitung proses
pengawetan yang akan ditetapkan pada bahan pangan tersebut.
Air limbah perlu dilakukan perlakuan terlebih dahulu agar aman untuk
digunakan. Apabila tidak, maka mikroorganisme akan memecah oksigen, air dan
akseptor hidrogen lain sehingga proses anaerobik menghasilkan bau busuk dan
kondisi untuk kehidupan biologis alamiah menjadi terganggu dan menyebabkan
penyakit bagi yang mengkonsumsinya.
Berdasarkan hasil pengamatan, limbah yang menunjukkan
jumlah total mikroorganisme terbanyak, yaitu limbah selokan
ciseke, yaitu sebesar 58 bakteri, 2 khamir pada pengenceran 10-
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
3, 28 bakteri 2 khamir pada pengenceran 10-4, dan 14 bakteri 1
khamir pada pengenceran 10-5. Namun, berdasarkan hasil
pengamatan tersebut banyak sekali hasil pengamatan yang
terasa ganjil, yaitu pada sampel limbah tahu, sungai cidurian,
dan arboretum semakin tinggi pengenceran justru jumlah
mikroorganisme semakin banyak, hal ini tentunya tidak sesuai
dengan literature, hal ini dimungkinkan karena banyak sekali
kontaminasi yang terjadi pada sampel.
Limbah yang mengandung mikoorganisme berarti
didalamnya terkandung senyawa-senyawa organik, seperti
kandungan karbohidrat, protein, dan lemak yang dibutuhkan
sebagai substrat mikroorganisme. Limbah selokan ciseke
tersebut memiliki jumlah total mikroorganisme yang cukup tinggi
disebabkan sumber-sumber limbah domestik sangat beragam
seperti yang sudah disebutkan seperti dari WC, tempat cuci, dan
memasak dimana setiap tempat memiliki atau mengandung total
mikroorganisme yang berbeda-beda yang kemudian
terakumulasi dalam limbah domestik atau limbah rumah tangga.
Limbah rumah tangga adalah air yang telah dipergunakan yang
berasal dari rumah tangga atau permukiman termasuk di
dalamnya buangan yang berasal dari WC, kamar mandi, tempat
cuci, dan tempat memasak (Sugiharto, 1987).
Perhitungan total mikroorganisme pada limbah ini menggunakan metode
SPC. Menurut Fardiaz (1992), suatu standar SPC yaitu :
1. Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni
antara 30 dan 300.
2. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan satu kumpulan
koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan dapat dihitung sebagai
satu koloni.
3. Satu deretan rantai koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung
sebagai satu koloni.
Keuntungan dari metode ini adalah :
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
(1) Hanya sel yang masih hidup yang dihitung.
(2) Beberapa jenis mikroorganisme dapat dihitung sekaligus,
(3) Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroorganisme karena koloni
yang terbentuk mungkin berasal dari mikroorganisme yang mempunyai
penampakan pertumbuhan spesifik.
Selain keuntungan tersebut terdapat juga beberapa kelemahan yaitu :
(1) Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya.
(2) Medium dan kondisi inkubasi yang berbeda.
(3) Mikroorganisme yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat
dan membentuk koloni yang kompak dan jelas, tidak menyebar.
(4) Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi relatif lama sehingga pertumbuhan
koloni dapat dihitung.
5.5. Pengujian Bakteri Koliform
Bakteri koliform adalah golongan bakteri yang dijadikan sebagai indikator
polusi kotoran karena bakteri koliform merupakan spesies bakteri yang paling
banyak terdapat dalam saluran pencernaan manusia dan hewan. Bakteri koliform
adalah bakteri gram negatif berbentuk batang, tidak membentuk spora dan
termasuk dalam golongan Enterobacteriaceae. Bakteri ini dapat tumbuh pada
suhu sampai 400C, dengan suhu optimum 370C. Pertumbuhan optimum terjadi
pada pH 7,0-7,5 dengan kisaran antara 4,0 dan 9,0. Nilai Aw minimum untuk
pertumbuhan bakteri ini adalah 0,96. Bakteri ini relatif sangat sensitif terhadap
panas. Bakteri koliform bersifat aerobik serta anaerobik fakultatif yang
memfermentasi laktosa dengan menghasilkan asam dan gas dalam waktu 48 jam
pada suhu 350C. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui keberadaaan
bakteri E.coli dalam sampel limbah yang digunakan dalam pengujian.
Berdasarkan sumbernya, bakteri koliform ini dapat dibedakan menjadi
dua, yang pertama koliform fekal, yaitu bakteri yang ditemukan pada kotoran
hewan dan manusia, seperti jenis Escherichia Coli, dan yang kedua koliform
nonfekal, yaitu bakteri yang ditemukan pada hewan atau tanaman yang telah mati,
seperti jenis Enterobacter aerogenes, dan lain – lain. Keberadaan bakteri koliform
pada air makanan atau minuman menunjukan kemungkinan adanya mikroba yang
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
bersifat enteropatogenik atau enterotoksigenik yang berbahaya pada kesehatan.
Keberadaan bakteri koliform pada air, makanan atau minuman menunjukkan
kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik atau
enterotoksogenik yang berbahaya pada kesehatan.
Beberapa metode untuk mengetahui jumlah koliform pada sampel
diantaranya adalah metode MPN, metode cawan hitung (SPC), metode Milipore
Membrane Filter (MF), dan lain-lain. Metode yang digunakan pada praktikum
kali ini adalah metode MPN karena lebih sensitif dan dapat mendeteksi koliform
dalam jumlah yang rendah pada sampel.
Pengujian koliform dilakukan dengan melalui tahapan uji penduga, uji
penguat, dan uji pelengkap. Setelah didapatkan pengujian penduga yang positif,
maka dilanjutkan dengan uji penguat dengan menginokulasikan hasil yang positif
pada media EMB yang merupakan media selektif untuk pertumbuhan bakteri
koliform. Jika terdapat koloni yang tumbuh, maka dilakukan pengujian akhir yaitu
uji pelengkap dengan membuat kultur murni bakteri koliform dalam media agar
miring NA.
a. Uji Penduga
Tahapan uji penduga membutuhkan tabung reaksi yang telah diisi tabung
durham dan media LBDS/LBSS, kemudian sebanyak 10 ml sampel dimasukkan
ke dalam 3 tabung reaksi berukuran besar yang telah berisi 10 ml media LBDS
(Lactose Broth Double Strenght), selanjutnya 1 ml sampel dimasukkan ke dalam
tiga tabung reaksi berukuran kecil yang telah berisi 10 ml media LBSS (Lactose
Broth Single Strenght), serta 10 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kecil yang telah berisi 0,1 ml LBSS. LBDS dan LBSS mempunyai komposisi
yang sama yaitu Beef extract (3 gr), peptone (5 gr), lactose (10 gr) dan
Bromthymol Blue (0,2 %) per liternya. Perbedaan antara LBDS dan LBSS hanya
terdapat pada kadar laktosanya. Kadar laktosa LBSS setengah dari LBDS yaitu 5
gram. Perbedaan konsentrasi yang dibuat menyebabkan LB-DS lebih pekat
dibanding LB-SS, karena LB-DS dibuat dengan dua kali konsentrasi seharusnya.
Dengan begitu nutrisi yang terkandung dalam LB-DS akan lebih banyak dan
memberi kondisi yang baik bagi mikroorganisme untuk tumbuh (Pelczar, 1986).
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
Metoda MPN pada prinsipnya adalah metoda penentuan tingkat
pencemaran mikroorganisme pada air minum dan air permukaan yang umum
dilakukan pada saat ini dengan teknik filter untuk penentuan bakteri coliform dan
fekal coli (coli tinja). Karena sifatnya lebih cepat dan lebih reprodusibel, metoda
ini lebih unggul bila dibandingkan dengan metoda SPC. Kelemahannya pada
metode membran filter terletak pada kepekaannya terhadap gangguan yang
disebabkan oleh kekeruhan air. Kekeruhan air yang disebabkan oleh partikel –
partikel zat organik yang tinggi dapat mengganggu pertumbuhan mikroorganisme.
Selain itu hasil analisa dapat pula terganggu apabila dalam sampel terdapat zat
beracun atau bakteri jenis lainnya dalam jumlahnya besar (Safitri, 2009).
Sampel kemudian diinkubasi selama 2 hari dengan suhu 37oC. Penggunaan
suhu 37oC karena bakteri koliform tumbuh optimum pada suhu tersebut.
Pengamatan tabung yang positif dapat dilihat dengan mengamati timbulnya
perubahan warna dan terbentuknya gas di dalam tabung durham yang diletakkan
dalam posisi terbalik, yaitu untuk mikroorganisme pembentuk gas.
Selama inkubasi, bakteri akan tumbuh dan menunjukan perubahan-
perubahan pada tabung reaksi, akan tetapi jika tabung reaksi tidak menunjukan
perubahan berarti pada sampel itu tidak mengandung bakteri atau disebut negatif.
Tabung positif ditentukan berdasarkan adanya perubahan warna dan timbulnya
gas. Namun, bila dalam suatu tabung hanya terjadi perubahan warna tanpa adanya
gelembung gas, tabung tersebut dinyatakan negatif. Berdasarkan sifat coliform,
maka bakteri yang dapat memfermentasikan laktosa menjadi asam dan gas yang
dideteksi oleh berubahnya warna atau adanya kekeruhan dan timbulnya
gelembung-gelembung gas dalam tabung durham. Nilai MPN ditentukan dengan
kombinasi jumlah tabung positif (ada gelembung gas) tiap serinya setelah
diinkubasi (Penn, 1991).
Berdasarkan hasil pengamatan uji penduga di atas dapat dilihat bahwa
hampir semua sampel menunjukkan hasil yang positif. Sampel yang menunjukkan
hasil positif mengandung bakteri koliform adalah air sungai cidurian, air selokan
ciseke, dan air arboretum. Tabung positif ditentukan berdasarkan adanya
perubahan warna dan timbulnya gas. Gelembung udara yang dihasilkan pada
tabung durham disebabkan oleh adanya aktivitas yang respirasi mikroorganisme,
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
sehingga dapat dilihat hasil dari respirasi mikroorganisme tersebut berupa
gelembung gas (Pelczar, 1986). Kekeruhan atau perubahan warna yang terdapat
pada tabung reaksi juga disebabkan karena adanya aktivitas dari suatu
mikroorganisme. Kekeruhan yang terjadi pada tabung-tabung reaksi tersebut
berbeda, ada yang mengalami kekeruhan pada bagian permukaannya saja dan juga
ada yang mengalami kekeruhan merata pada seluruh media dan sampel.
Kekeruhan yang terjadi merata pada media disebabkan karena adanya
mikroorganisme anaerob fakultatif, yaitu mikroorganisme yang mampu hidup
ataupun tumbuh dengan atau tanpa adanya oksigen. Kekeruhan yang terjadi pada
permukaannya saja disebabkan karena adanya mikroorganisme aerob (Pelczar,
1986).
Disini sampel air sungai cidurian, air selokan ciseke, dan air arboretum
menunjukkan jumlah koloform yang sama, yaitu >2400 APM/100 ml, sedangkan
air limbah tahu memiliki kandungan sebanyak 91 APM/100 ml dan air keran
gedung 4 sebesar 230 APM/100 ml. Menurut Kepmenkes RI No:
907/Menkes/VII/2002 kadar maksimum total coliform yang diperbolehkan dalam
air minum adalah 0 MPN/100 ml, yang artinya bahwa keberadaan bakteri ini
dalam air minum benar-benar tidak diizinkan.
b. Uji Penguat
Uji penguat dilakukan ketika pada uji penduga didapatkan bahwa tabung
dinyatakan positif mengandung gelembung-gelembung gas atau berubah
warnanya. Uji penguat dilakukan untuk menguji lebih lanjut mikroorganisme
yang terkandung pada limbah karena diduga limbah tersebut mengandung bakteri
fekal atau non fekal. Uji ini bertujuan untuk lebih meyakinkan apakah dalam
limbah yang positif ditumbuhi E. coli pada uji penduga benar-benar ditumbuhi E.
coli. Pengujian penguat ini dilakukan dengan cara mengambil sampel pada tabung
yang diduga ditumbuhi E. coli yaitu dengan memilih tabung yang menghasilkan
gelembung paling besar banyak dan medianya berwarna kuning. Sampel diambil
menggunkan ose dan digores pada media EMB (Eosin Methylen Blue) yang telah
membeku.EMB merupakan media selektif yang digunakan untuk menumbuhkan
jenis enterobakteria, khususnya koliform yaitu E. coli.
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
Prinsip isolasi mikroorganisme dalam EMB adalah dengan menghambat
pertumbuan bakteri gram positif yang kemudian bekerja sama dengan EMB yang
akan menghasilkan warna yang berbeda-beda ketika lakosa atau sukrosa
difermentasi oleh bakteri. Bakteri yang menfermentasi laktosa akan menghasilkan
koloni dengan bagian tengah biru kehitam-hitaman. Koloni E. coli akan
menghasilkan koloni berwarna biru kehitaman, dengan warna tengah koloni hijau
tua dan menghasilkan kilau metalik (Holt-Harris dan Teague, 1916). Sedangkan,
bakteri non fekal (Enterobacteria) akan menghasilkan koloni berbentuk
bulat/melebar berwarna pink, merah, dan kuning.
Berdasarkan hasil pengamatan pada uji penguat, EMB yang menghasilkan
koloni hijau metalik adalah pada sampel air sungai, air selokan dan air keran. Hal
ini menunjukkan bahwa pada air keran positif mengandung E. coli. Untuk sampel
lain yang tidak tumbuh E. coli kemungkinan adalah bakteri koliform lain yang
terdeteksi pada uji penduga, yaitu pada air limbah yang lain ditumbuhi bakteri
Enterobacter karena perubahan warna menjadi ungu atau merah muda. Air keran
yang diasumsikan sebagai air bersih ternyata masih mengandung bakteri E. coli
hal ini menunjukkan bahwa air keran tetap harus dilakukakan proses pemanasan
supaya E.coli tidak dapat hidup kembali. Kontaminasi E.coli pada air keran
diduga berasal dari tempat penyulingan, dimana E.coli yang umumnya berada di
tempat-tempat pembuangan kotorang mudah mengontaminasi air pada saat
pengylingan air. Menurut Suriawiria (1995), perairan alami memang merupakan
habitat atau tempat yang sangat parah terkena pencemaran.
c. Uji Pelengkap
Untuk memastikan kandungan koliform dalam sampel maka dilakukan uji
pelengkap.Uji pelengkap dilakukan dengan menginokulasikan bakteri fekal dan
non-fekal dalam medium NA dan diinkubasikan selama 3 hari pada suhu 370C.
Dilakukan pengamatan terhadap perubahan warna dan dilakukan pewarnaan gram
pada koloni bakteri yang tumbuh pada medium NA.Koloni bakteri yang
menunjukkan pewarnaan gram negatif berbentuk batang dan membentuk asam
merupakan uji lengkap adanya koloni koliform dalam sampel.
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
Berdasarkan hasil pengematan pada uji pelengkap, hanya bakteri pada air
gedung 4 sajalah yang dapat teramati.
5.6. Pengujian Salmonella dan Shigella
Air berpotensi menjadi salah satu media pertumbuhan bakteri Salmonella-
Shigella dan dapat terkontaminasi oleh kedua bakteri tersebut, bahkan air minum
sekalipun.Bakteri Salmonella-Shigella merupakan salah satu jenis bakteri
enteropogenik yang dapat menyebabkan infeksi gastrointestinal atau penyebab
penyakit pada saluran pencernaan seperti tipus dan disentri.Kedua jenis bakteri
tersebut bisa terdapat dalam air limbah dan dapat juga mengkontaminasi air
minum.Bakteri enteropatogenik umumnya terdapat dalam sampel air, makanan
dan minuman dalam jumlah sedikit, namun jumlah itu cukup dapat menimbulkan
penyakit.
Uji kuantitatif terhadap bakteri Salmonella-Shigella pada makanan dan
minuman kadang-kadang tidak dapat terdeteksi karena pertumbuhannya tertutup
oleh mikroba lain dalam makanan tersebut. Untuk mengetahui adanya aktivitas
bakteri Salmonella-Shigella dalam sampel air maka perlu dilakukan uji kualitatif
yang melalui beberapa tahapan untuk memperbanyak jumlah bakteri tersebut
sehingga memudahkan untuk mendeteksi dan mengisolasinya. Tahapan-tahapan
tersebut adalah : tahapan perbanyakan dengan menggunakan media perbanyakan,
tahapan seleksi dengan menggunakan medium selektif, tahapan isolasi,
identifikasi primer, dan identifikasi lengkap. Dalam praktikum kali ini dilakukan
pengujian dan pengamatan terhadap bakteri Salmonella-Shigella dalam sampel air
limbah tahu, air limbah rumah tangga, air limbah kimia dan air keran.
Tahap pengujian Salmonella-Shigella yang pertama yakni tahap
perbanyakan dengan cara memasukkan 1 ml sampel air limbah ke dalam tabung
reaksi yang berisi 9 ml TTB (Tetra Tionat Broth) kemudian diinkubasi selama 16
jam pada suhu 37oC. Waktu inkubasi haruslah selama 16 jam, jika waktu inkubasi
melebihi 16 jam maka akan tumbuh bakteri lain seperti bakteri koliform yang
akan mengganggu pertumbuhan bakteri Salmonella-Shigella.
Tahap pengujian selanjutnya yakni tahap seleksi dengan metode gores
kuadran dengan jalan mengambil mencelupkan ose dari kultur yang telah
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
mengalami perbanyakan kemudiankan digoreskan di atas media SSA yang telah
membeku secara kuadran dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Media
SSA merupakan media spesifik untuk pertumbuhanbakteri Salmonella-Shigella.
Tahap ketiga adalah tahap isolasi dengan agar miring untuk kemudian
diinkubasi pada suhu 35oC selama 24 jam dan dilakukan pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan, sampel yang ditumbuhi bakteri
Salmonella, yaitu air arboretum, air keran gedung 4, air selokan ciseke, dan air
sungai cidurian. Sedangkan, sampel yang ditumbuhi bakteri Shigella, yaitu limbah
tahu, air sungai cidurian, dan air arboretum.
Salmonella merupakan nama genus bakteri dengan ciri-ciri berbentuk
batang, motil (kecuali S. gallinarum dan S. pullorum yang non-motil), tidak
membentuk spora, dan Gram-negatif. Bakteri ini tersebar luas di dalam tubuh
hewan, terutama unggas dan babi. Lingkungan yang menjadi sumber organisme
ini antara lain air, tanah, serangga, permukaan pabrik, permukaan dapur, kotoran
hewan, daging mentah, daging unggas mentah, dan makanan laut mentah. Warna
koloni Salmonella berwarna hitam akibat gas sulfur yang diprodusi oleh
mikroorganisme tesebut.
Shigella merupakan bakteri berbentuk batang, Gram-negatif, tidak motil,
tidak membentuk spora.Kurang dari 10% kasus-kasus keracunan makanan
disebabkan oleh Shigella (shigellosis).Shigella jarang ditemui pada hewan;
penyakit ini pada dasarnya hanya ditemui pada manusia dan primata lain seperti
monyet dan simpanse. Organisme ini sering ditemukan dalam air yang tercemar
kotoran manusia.
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
VI. KESIMPULAN
6.1. Pengujian Karakteristik Fisik Limbah
1. Air Limbah yang mempunyai pH terendah adalah air limbah tahu dengan
5,28 sedangkan yang mempunyai pH tertinggi adalah air kolam arboretum
dengan 9,36
2. Suhu terendah ada pada sampel limbah air keran gedung 4 dengan 24oC
dan suhu tertinggi ada pada sampel air limbah tahu dengan 39oC
3. Keempat sampel menunjukkan warna yang keruh kecuali air keran yang
menunjukkan warna bening.
4. Warna keruh pada limbah dapat ditimbulkan oleh kehadiran mikroba
bahan-bahan tersuspensi oleh ekstrak senyawa-senyawa organik serta
tumbuh-tumbuhan.
5. Pada pengujian Bau, sampel yang berbau beda karena limbah di ambil dari
tempat yang berbeda-beda pula.
6.2. Pengujian BOD
1. Kadar BOD tertinggi adalah pada air keran gedung 4, air selokan, dan air
kolam arboretum. Ketiga sampel ini menunjukkan hasil yang sama, yaitu
sebesar 1,6 ppm. Sedangkan BOD terendah adalah air sungai cidurian
yaitu 0,24 ppm.
2. Makin banyak bahan organik dalam air, makin besar BOD nya sedangkan
DO akan semakin rendah.
3. Besar kecilnya BOD maka semakin banyak petunjuk tentang banyaknya
sampah organik yang terdapat dalam air. Semakin besar harga BOD maka
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
akan semakin banyak sampah organiknya dan semakin sedikit jumlah
oksigen yang terlarut.
6.3. Pengujian COD
1. Kadar COD tertinggi adalah air limbah tahu yaitu 6720 ppm, sedangkan
kadar COD terendah adalah air keran gedung 4 yaitu 240 ppm.
2. Semakin rendah kadarCOD, maka semakin bagus kualitas air tersebut.
6.4. Perhitungan Total Mikroorganisme
1. Total mikroorganisme tersebesar didapatkan pada sampel air selokan
ciseke meggunakan perhitungan SPC, sebesar 5,8 x 104.
2. Sedangkan nilai SPC yang paling rendah terdapat pada sungai cidurian
yakni sebesar 1,0 x 104. Sedangkan, pada sampel air keran gedung 4,
perhitungan tidak valid.
3. Perhitungan total mikrooganisme penting untuk mengetahui seberapa
mikroorganisme hidup yang ada pada sampel limbah tersebut.
6.5. Pengujian Bakteri Koliform
1. Sampel dengan MPN tertinggi ada 3, yaitu air kolam arboretum, air sungai
cidurian dan air selokan ciseke, yaitu lebih dari >2400 APM/100 ml.
2. Sampel dengan nilai MPN terkecil yaitu air limbah tahu.
3. Pada uji penguat, hanya sampel air sungai cidurian, keran gedung 4, dan
air ciseke yang mengandung koliform, selain itu pada sampel lain tidak.
4. Berdasarkan uji penguat, sampel sungai cidurian, selokan ciseke, dan air
gedung 4 menunjukkan bakteri yang tumbuh adalah bakteri fekal.
5. Berdasarkan uji pelengkap, hanya air keran gedung 4 yang dapat teramati.
6.6. Pengujian Bakteri Salmonella-Shigella
1. Sampel yang mengandung bakteri Salmonella adalah air selokan ciseke,
air sungai cidurian, air arboretum, dan air keran gedung 4.
2. Sampel yang mengandung bakteri Shigella adalah air limbah tahu, air
sungai cidurian, dan air arboretum.
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
DAFTAR PUSTAKA
Fardiaz, Srikandi. 1987. Mikrobiologi Pangan. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fateta-IPB: Bogor.
Hefni, Mauli. 2003. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius. YogyakartaRavina, Louis. 1993. Coagulation and Flocculation. Zeta-Meter, Inc. Virginia.
Holt-Harris dan Teague. 1916. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerjemah Hadiutomo, R.S.. Jakarta: UI Press.Marlina, Singgih Wibowo. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme. Available Online at: http://download.fa.itb.ac.id/ (Diakses pada Minggu, 5 Januari 2014 pukul 5.08 WIB).
Pelczar, Jr et al. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Penn, C. 1991. Handling Laboratory Microorganism. Open University, Milton Keynes.
Safitri, R., dkk. 2009. Buku Penuntun Praktikum Mikrobiologi Dasar. Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjadjaran. Jatinangor.
Said N. I. dan H.D.Wahjono. 1999. Alat Pengolah Air Limbah Rumah Tangga Semi Komunal Kombinasi Biofilter Anaerob dan Aerob. Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair Direktorat Teknologi Lingkungan, Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material dan Lingkungan. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta.
Siradz, Syamsul A., dkk. 2008. “Kualitas Air Sungai Code, Winongo dan Gajahwong, Daerah Istiewa Yogyakarta”. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 8,. No. 2 (2008) p: 121-125
Gita Asapuri240210110043
TIP-A
S.L Betty dan Winiati P.R. 1990. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius. Bogor.
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. Universitas Indonesia. Jakarta.
Sumanti, D dan Tita, R. 2010. Penanganan Limbah Industri Pangan. Jurusan Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor.