35

Click here to load reader

LAPORAN SOSIALISASI PANGLOK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

LAPORAN SOSIALISASI PANGLOK DI MAHASISWA UNIVERSITAS JEMBER

Citation preview

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dan maritim, tetapi pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya alam tidak dapat menunjang kemajuan bangsa. Kemiskinan tidak hanya menimpa kehidupan masyarakat kalangan menengah ke bawah, tetapi juga menimpa institusi penyelenggara negara. Dominasi pasar Indonesia memiliki banyak produk asing yang sangat merugikan produsen dalam negeri. Pasar farmasi, tekstil maupun pangan Indonesia dikuasai oleh asing. Hal ini menimbulkan permasalahan bagi bangsa Indonesia, terutama di bidang pangan.

Permasalahan pangan di Indonesia tidak dapat kita hindari. Masyarakat pada umumnya masih bergantung terhadap bahan pangan import. Permasalahan tersebut dapat dihindari dengan mencarikan solusi dengan memanfaatkan pangan lokal. Di beberapa daerah, produk pangan lokal tersebut sudah umum dimanfaatkan sebagai bahan pangan, namun demikian pemanfaatannya masih belum banyak ragamnya. Masih ada anggapan bahwa pangan lokal tersebut bernilai inferior (murahan; status sosialnya rendah), padahal sebenarnya bahan pangan lokal menyimpan potensi untuk dikembangkan melalui diversifikasi olahan.Salah satu cara diversifikasi pangan dengan cara mengembangkan potensi pangan lokal. Potensi pangan lokal di daerah Jawa Timur yaitu sukun, sangat potensial dikembangkan melalui program diversifikasi konsumsi pangan guna mengurangi ketergantungan pada beras dan tepung terigu. Ketersediaan buah sukun yang melimpah di berbagai penjuru daerah,mejadikan buah sukun sebagai salah satu bahan pangan lokal yang memiliki nilai jual cukup potensial. Kandungan karbohidrat serta proteinnya yang cukup tinggi, belakangan ini mulai dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras karena keberadaannya dapat menutupi kekosongan produksi beras di nusantara.Progam diversifikasi pangan berbasis sukun diharapkan dapat memperluas penggunaannya di tengah masyarakat kota Jember, baik sebagai bahan mentah (dalam bentuk sukun untuk kebutuhan langsung), produk setengah jadi (tepung sukun) atau produk akhir berupa pangan olahan seperti donat sukun maupun makanan yang berkembang saat ini salah satunya adalah pizza.

Pengembangan dan pengenalan potensi pangan lokal kepada masyarakat terutama mahasiswa sebagai agent of change diharapkan mampu membawa perubahan yang cukup signifikan. Mahasiswa sebagai agent of change harus mengaplikasikan tridarma perguruan tinggi antara lain pengembangan diri, penelitian dan pengabdian masyarakat. Dengan demikian, mahasiswa sebagai agent of change diharapkan mampu mengembangkan pangan lokal dan dapat mengenalkan pangan lokal kepada masyarakat.

Oleh karena itu, sosialisasi pangan lokal berbasis sukun terhadap masyarakat khususnya mahasiswa di lingkup Universitas Jember diharapkan mahasiswa pada umumnya akan mengetahui pentingnya pangan lokal, diversifikasi pangan serta terwujudnya ketahanan dan kemandirian pangan nasional. Upaya ini diharapkan mampu untuk mengenalkan dan memberikan informasi pangan lokal berbasi sukun dan memberikan pengarahan untuk memacu terbentuknya kegiatan-kegiatan untuk memacu usaha diversifikasi sukun. 1.2 Tujuan

Tujuan dari sosialisasi pada mahasiswa Universitas Jember adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengenalkan potensi pangan lokal yang ada di Indonesia.2. Untuk memberikan pengetahuan tentang pentingnya pangan lokal berbasis sukun, khususnya bagi mahasiswa.3. Untuk memacu terbentuknya kegiatan-kegiatan diversifikasi sukun.1.3 Manfaat

Adapun manfaat dari kegiatan sosialisasi pada mahasiswa Universitas Jember adalah sebagai berikut:

1. Mahasiswa mengetahui potensi pangan lokal yang ada di Indonesia.

2. Mahasiswa dapat mengetahui tentang pentingnya pangan lokal berbasis sukun.

3. Mahasiwa dapat mengetahui dan mengaplikasikan diversifikasi sukun.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pangan Lokal

Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk didalamnya adalah tambahan pangan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Pengertian pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Tersedianya pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi, sehat serta halal merupakan syarat utama guna mewujudkan masyarakat yang bermartabat serta sumberdaya yang berkualitas. Pangan juga merupakan hak asasi setiap individu untuk memperolehnya dengan jumlah yang cukup dan aman serta terjangkau. Oleh karena itu, upaya pemantapan ketahanan pangan harus terus dikembangkan dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal.

Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan/ minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman.

Definisi pangan lokal juga merujuk pada UU No. 18 tahun 2012 adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal. Pangan lokal merupakan produk pangan yang telah lama diproduksi, berkembang dan dikonsumsi di suatu daerah yang umunya diolah dari bahan baku lokal, teknologi lokal, serta pengetahuan lokal pula. Sehingga produk pangan lokal berkaitan dengan budaya lokal, karena itu sering kali produk menggunakan nama daerah. Contohnya: Gudeg Jogja, Dodol Garut, Jenang Kudus, Soto Betawi, Talas Bogor dan lainnya (Undang-Undang, 2012).

2.2 Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu dalam stabilitas nasional suatu negara, baik di bidang ekonomi, keamanan, politik dan sosial. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai peraturan pelaksanaan UU No. 7 tahun 1996 menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan pangan dilakukan dengan mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan, mengembangkan teknologi produksi pangan, mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif. Oleh sebab itu, ketahanan pangan merupakan program utama dalam pembangunan pertanian saat ini dan masa mendatang (Undang-Undang, 1996). Menurut Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, pasal 1 angka 17 menyatakan bahwa Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (Maleha dan Susanto, 2006).Ketahanan pangan nasional merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman, dan juga halal, yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya domestik. Salah satu indikator untuk mengukur ketahanan pangan adalah ketergantungan ketersediaan pangan nasional terhadap impor (Badan Litbang, 2005).Upaya dan kebijakan pemerintah dalam mempertahankan ketahanan pangan yaitu terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, dengan pengertian ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan dan memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, vitamin dan mineral serta turunan, yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia, terpenuhinya pangan dengan kondisi aman, diartikan bebas dari pencemaran biologis, kimia, dan benda lain yang lain dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman untuk kaidah agama, terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan bahwa distribusi pangan harus mendukung tersedianya pangan pada setiap saat dan merata di seluruh tanah air (Soetrisno, 1998).Adapun kebijakan pemerintah yang dilakukan adalah pemberdayaan Kelompok Wanita (optimalisasi pemanfaatan pekarangan, sosialisasi pola konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman, pengembangan usaha pengolahan pangan), sosialisasi dan promosi, pengembangan pangan lokal, mendukung pangkin (subsidi pangan bagi rumah tangga berpendapatan rendah), pengembangan teknologi pengolahan pangan lokal, dan pengembangan model rumah pangan lestari (Darwanto, 2005).

2.3 Kemandirian Pangan

Kemandirian pangan merupakan kondisi dinamis karena sifatnya lebih menekankan pada aspek perdangan atau komersialisasi: kemandirian lebih menuntut daya saing tinggi karena produk yang dihasilkan pada skema proporsi ekspor, sedangkan swasembada lebih tertuju pada skema subtitusi impor. Ruang lingkup dari kemandirian pangan adalah nasional atau wilayah dengan sasaran komoditas pangan dengan strategi yang diterapkan adalah peningkatan daya saing atau dapat dikatakan promosi ekspor (Hariadi, 2010).

Upaya atau harapan yang ditargetkan adalah peningkatan produksi pangan yang berdaya saing pangan sehingga hasil yang akan didapatkan ketersediaan pangan oleh produk domestik yang didapatkan dari hasil petani sebagai stake holder dalam negeri sedangkan impor hanya digunakan sebagai pelengkap (Hariadi, 2010).2.4 Diversifikasi Pangan

Diversifikasi pangan adalah usaha untuk menyediakan berbagai ragam produk pangan baik dalam segi jenis maupun bentuk sehingga tersedia banyak pilihan bagi kosumen. Penganekaragaman konsumsi pangan akan memberi dorongan dan insentif pada penyediaan produk pangan yang lebih beragam dan aman untuk dikonsumsi termasuk pangan yang berbasis lokal. Dari sisi produksi, hal tersebut mendorong pengembangan beragam sumber pangan terutama sumber karbohidrat, protein, dan zat penting lainnya. Dari sisi konsumsi, dampak langsung yang diharapkan adalah menurunnya konsumsi beras per kapita tiap tahunnya pada tingkat rumah tangga, walaupun disadari bahwa banyak hal yang mempengaruhi tingkat konsumsi suatu produk (Soetrisno, 1998).Menurut Ariani dan Ashari (2006), konsep diversifikasi pangan meliputi tiga hal, yaitu diversifikasi horizontal (mengubah usaha tani berbasis padi menjadi tanaman pangan lain), diversifikasi vertikal (pengembangan pangan pasca panen), dan diversifikasi regional (penganekaragaman pangan dengan pendekatan wilayah).

Diversifikasi pangan tercakup aspek produksi, konsumsi, pemasaran, dan distribusi. Dari aspek produksi, diversifikasi berarti perluasan spektrum komoditas pangan, baik dalam hal perluasan pemanfaatan sumber daya, pengusahaan komoditas maupun pengembangan produksi komoditas pangan. Sedangkan diversifikasi konsumsi merupakan penganekaragaman konsumsi pangan dari masyarakat Indonesia agar terpenuhinya gizi yang tepat dan seimbang. Pemenuhan pangan dapat diartikan pemenuhan asupan zat-zat yang diperlukan tubuh, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan lain sebagainya yang kemudian dikonversi menjadi energi (Ariani dan Ashari, 2006).

2.5 Kedaulatan Pangan

Kedaulatan pangan didefinisikan sebagai hak rakyat, komunitas-komunitas, dan negeri-negeri untuk menentukan sistem-sistem produksinya sendiri dalam lapangan pertanian, perikanan, pangan dan tanah, serta kebijakan-kebijakan lainnya yang secara ekologi, sosial, ekonomi dan kebudayaan sesuai dengan keadaan-keadaan khusu masing-masing (Hariadi, 2010).

Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal (Undang-Undang, 2012).

Kedaulatan pangan menitik beratkan pada pentingnya peran masyarakat lokal, sehingga aspek lingkungan, sosial budaya dan politik pangan masyarakat, lokal akan mendapatkan tempat untuk berkembang. Terlihat jelas bahwa sistem pangan, kebijakan dan strategi suatu negara akan sangat erat kaitannya dengan sistem dan struktur sosial, budaya, politik dan ekonomi masyarakatnya (Hariadi, 2010).

2.6 Sukun

2.6.1 Pengertian Sukun

Sukun merupakan tanaman yang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan, khususnya terhadap timbulnya salinitas dan keadaaan fisiografi dengan adanya air yang dangkal. Tanaman sukun tumbuh menjulang tinggi dan dapat mendukung usaha diversifikasi tanaman pangan sehingga dijadikan sebagai cadangan pangan non beras (Triwiyatno, 2006).

Gambar 1. Buah Sukun

Menurut Pitojo (2006), sukun merupakan tanaman yang kurang begitu mendapat perhatian dikalangan masyarakat Indonesia sehingga tanaman ini hanya sekedar ditanam sebagai tanaman peneduh atau penghijauan dihalaman rumah, areal ladang dan kebun, sedangkan buahnya dimanfaatkan sebagai bahan makanan, diolah menjadi berbagai macam makanan, misalnya getuk, klepon, stick, keripik dan lain-lain.Sukun (Artocarpus communis) sampai saat ini terdapat beberapa versi mengenai sejarah penyebaran tanam sukun di Indonesia. Ada yang beranggapan bahwa tanaman sukun adalah tanaman asli Indonesia. Dalam buku History of Indian Archipelago, disebutkan bahwa orang Jepang menemukan tanaman sukun dikepulauan Ambon, kemudian menyebar luas kepulau Jawa, Sumatera, dan Malaysia bagian Barat. Beberapa ahli yang lain berpendapat bahwa tanaman sukun diduga berasal dari Amerika Latin, yaitu Peru, Argentina, dan Chilli. Anggapan yang lain menyebutkan bahwa tanaman sukun berasal dari kepulauan Pasifik, yakni disekitar Polinesia. Dari daerah asalnya, tanaman sukun tersebut masuk ke Indonesia melalui orang-orang Spanyol dan Portugis yang datang ke Indonesia pada abad XV (Triwiyatno, 2006).Menurut Sunarjono, (2009) dalam sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan, tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Plantae (tumbuh-tumbuhan), Divisi Spermatophyta (tumbuhan berbiji), Subdivisi Angiospermae (berbiji tertutup), Kelas Dicotyledonae (biji berkeping dua), Ordo Urticales, Famili Moraceae, Genus Artocarpus, Spesies Artocarpus communis.Bagian-bagian tanaman sukun terdiri atas akar, batang, daun, bunga dan buah. Secara (Morfologi) karakteristik bagian-bagian tanaman sukun tersebut adalah sebagai berikut :1. Akar tanaman sukun tergolong akar adventif karena sebagian besar menyebar didekat permukaan tanah. Pada tanaman yang sudah tua, sebagian akar tersebut menyembul kepermukaan tanah dan jika dilukai dari bagian akar yang terluka akan muncul tunas baru;

2. Batang sukun berukuran besar, agak lunak, kulit berserat kasar dan bergetah banyak. Cabangnya banyak, pertumbuhannya cenderung keatas tingginya mencapai 20 m keatas;

3. Daun tanaman sukun kaku, tebal dan besar, memiliki ukuran sekitar 30-60 cm atau 20-40 cm, permukaan daun bagian atas berwarna hijau mengkilap bagian bawah daun berwarna hijau muda dan kasar;

4. Bunga tanaman sukun relatif besar dan memiliki tandan bunga. Bunga tumbuh tegak, bunga jantan berbentuk seperti gada, dan bunga betina berbentuk bulat. Kelopak bunga berbentuk seperti tabung, dibagian atasnya menjulur kepala putik beruang dua, dengan tangkai putik berukuran kecil. Bakal buah sukun juga beruang dua;

5. Buah sukun berbentuk bulat telur, lonjong atau bulat panjang. Kulit buah cenderung berduri, namun ada juga yang berkulit halus. Buah berwarna hijau kekuningan dan tidak berbiji. Buah sukun dipanen setelah tua dengan tanda tonjolan kulit buah yang merata, buah berwarna kekuningan kusam, hasil buah sukun antara 200-700 buah/ pohon/ tahun dengan berat buah antara 3-5kg/ buah tergantung kultivar (Twiyatno, 2006).

2.5.2 Kandungan SukunNilai gizi buah sukun tidak kalah dengan bahan-bahan pangan lainnya yang sering digunakan sebagai bahan pangan pokok ataupun bahan pangan pokok alternatif di Indonesia. Bahkan,dalam beberapa hal sukun tampak lebih unggul dari bahan pangan lainnya. Dengan demikian sukun, khususnya tepung sukun mempunyai prospek yang sangat baik sebagai bahan pangan pengganti beras (Koswara, 2006).Kandungan gizi buah sukun sering digunakan sebagai bahan pangan pokok ataupun bahan pangan pokok alternatif di Indonesia. Bahkan dalam beberapa hal sukun tampak lebih unggul dari bahan pangan lainnya. Dengan demikian sukun, khususnya tepung sukun mempunyai prospek yang sangat baik sebagai bahan pangan pengganti beras. Adapun kandungan unsur gizi buah sukun dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Gizi Sukun/ 100 gram bahanNo.Unsur GiziKadar/ 100 gram bahan

1.Energi (kal)108,00

2.Protein (gr)1,30

3.Lemak (gr)0,30

4.Karbohidrat (gr)28,20

5.Serat-

6.Abu (gr)0,90

7.Kalsium (mg)21,00

8.Fosfor (mg)59,00

9.Besi (mg)0,40

10.Vitamin B1 (mg)0,12

11.Vitamn B2 (mg)0,06

12.Vitamin C (mg)17,00

13.Air (%)69,30

Sumber : Suprapti (2007).

2.5.3 Manfaat Sukun

Tanaman sukun memiliki beberapa manfaat untuk kepentingan kebutuhan pangan dan penghijauan. Beberapa manfaat tanaman sukun tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Sukun merupakan sumber bahan pangan pokok alternatif, didaerah Sangir Talaud buah sukun dimanfaatkan sebagai pengganti nasi, di daerah lain buah sukun dimanfaatkan sebagai makanan ringan;2. Tanaman sukun bermanfaat sebagai tanaman penghijauan dan peneduh. Sosok tanaman sukun yang tinggi, dengan perakaran yang tidak terlalu dalam tapi kokoh, membuat tanaman sukun sangat cocok untuk digunakan sebagai tanaman penghijauan. Tajuk tanaman yang besar mampu mengurangi erosi tanah;3. Kayu batang tanaman sukun dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar (Widyastuti, 2006).

Buah sukun mempunyai potensi sebagai cadangan ketahanan pangan nasional karena sukun mampu berproduksi sepanjang tahun selain itu buah sukun mengandung gizi yang tidak kalah dengan jagung maupun umbi-umbian (Irwanto, 2006). 2.5.4 Pemanfaatan Sukun

Sukun tergolong buah klimaterik, sehingga dapat matang dan rusak 3-4 hari setelah dipanen. Adanya kerusakan fisik, browning dan rasa pahit menyebabkan menurunnya mutu sehingga harganya murah. Untuk mengantisipasi hal ini perlu dilakukan alternatif pemanfaatan buah sukun agar nilai guna dan ekonominya meningkat (Koswara, 2006).

Pemanfaatan buah sukun sebagai bahan pangan semakin penting sejak pemerintah melancarkan program diverisifikasi pangan. Buah sukun termasuk buah-buahan yang mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi. Setiap 100 g mengandung karbohidrat 28,2 g, sedangkan dalam bentuk tepung kandungan karbohidratnya 84,03%, lebih tinggi dibanding beras giling (Suprapti, 2007).Berikut ini disajikan cara pembuatan beberapa jenis produk olahan dari buah sukun:

a. Gaplek SukunGaplek sukun terbuat dari buah sukun tua yang telah dikupas bersih, kemudian dipotong-potong. Potongan buah sukun tersebut selanjutnya diiris tipis-tipis. Irisan buah sukun kemudian dihamparkan di atas nampan untuk dijemur di bawah terik matahari;

b. Tepung SukunTepung sukun berasal dari olahan gaplek sukun. Gaplek sukun yang sudah kering ditumbuk atau digiling dan diayak dengan ayakan halus 80 mesh. Tepung sukun dapat berfungsi sebagai bahan substitusi tepung lainnya seperti substitusi dengan tepung terigu, tepung beras, tapioka atau tepung lainnya. Untuk meningkatkan kandungan gizi pada tepung sukun dapat pula ditambahkan tepung kain yang kaya kandungan proteinnya seperti tepung kedelai, tepung kacang hijau. Kandungan protein kedelai 35,90%, kacang merah 23,1%, dan kacang hijau 22,2%.c. Pati Sukun, Pati sukun dibuat dari buah sukun tua yang diparut atau diblender. Untuk melarutkan tepung dan memisahkannya dari ampas, tambahkan air ke dalam hasil parutan sukun lalu disaring hingga seluruh pati terlarut. Selanjutnya pati mengendap dengan lapisan air di bagian atasnya. Setelah itu air endapan dibuang dan jemur pati di bawah terik matahari sampai kering (Suprapti, 2007).BAB 3. METODOLOGI SOSIALISASI

3.1 Waktu danTempat

Waktu sosialisasi pangan lokal berbasis sukun yaitu pada hari Minggu, 1 Maret 2015 pada pukul 09.30-11.00 dan bertempat di ruang 9 Gedung D Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember. Sasaran sosialisasi pangan lokal Sukunku, Pesona Pangan Lokalku adalah mahasiswa Universitas Jember yang bertujuan untuk mengenalkan serta meningkatkan tingkat pangan lokal di Jawa Timur.

3.2 Alat dan Bahan3.2.1 AlatAlat-alat yang digunakan dalam sosialisasi adalah viewer, kursi, meja, sound, laptop, leaflet, dan doorprize.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam sosialisasi adalah roti sukun, alat tulis, dan kuisioner.3.3 Metode Sosialisasi

Metode yang digunakan dalam sosialisasi Sukunku, Pesona Pangan Lokalku adalah dengan cara penyampaian materi, pembagian produk, tanya jawab (diskusi), dan kuisioner.

3.3.1 Penyampaian Materi

Materi sosialisasi pangan lokal kepada mahasiswa Universitas Jember adalah Sukunku, Pesona Pangan Lokalku. Penyampaian materi meliputi pemberian materi mengenai pangan lokal, ketahanan pangan, kemandirian pangan, diversifikasi pangan, potensi pangan lokal di Indonesia, ragam pangan lokal di Indonesia, dan manfaat serta potensi pangan sukun sebagai pangan lokal di Indonesia. Penyampaian materi ini dilakukan dengan metode presentasi di depan peserta sosialisasi menggunakan sarana viewer.

3.3.2 Pembagian Produk

Pembagian produk pada sosialisasi Sukunku Pesona Pangan Lokalku adalah dengan membagikan salah satu pengaplikasikan diversifikasi sukun sebagai potensi pangan lokal di Indonesia adalah dengan membuat roti sukun. Pembagian produk roti sukun diselangi dengan hiburan yaitu pemutaran lagu diversifikasi pangan dari Badan Ketahanan Pangan (BKP).

3.3.3 Tanya Jawab (Diskusi)

Forum tanya jawab pada sosialisasi Sukunku, Pesona Pangan Lokalku adalah dengan memberikan pertanyaan kepada pemateri mengenai pangan lokal di negara Indonesia. Peserta yang mengajukan pertanyaan diberikan doorprize oleh penyaji.

3.3.4 Kuisioner

Kuisioner adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang memungkinkan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman materi oleh peserta. Kuisioner sosialisasi Sukunku, Pesona Pangan Lokalku diberikan kepada peserta sosialisasi dengan menjawab pertanyaan seputar sosialisasi yang dilakukan. Dengan adanya kuisioner, diharapkan dapat membantu mengenai seberapa besar materi yang dapat diterima oleh peserta serta kritik dan saran yang membangun dalam sosialisasi pangan lokal tersebut.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Pembukaan

Kegiatan sosialisasi pangan lokal dengan tema Sukunku, Pesona Pangan Lokalku bertempat di ruang 9 Gedung D Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember dengan jumlah peserta sebanyak 25 orang dari berbagai fakultas di Universitas Jember pada Minggu, 1 Maret 2015. Kegiatan sosialiasi sebenarnya dimulai pada pukul 08.00 WIB, tetapi terkendala kemoloran waktu dan peserta sehingga acara dimulai pada pukul 09.30 WIB.

Pembukaan acara sosialisasi pangan lokal dengan tema Sukunku, Pesona Pangan Lokalku kepada mahasiswa Universitas Jember dilakukan dengan pemutaran video, pengenalan kelompok A THP B 2013, latar belakang dilakukannya sosialisasi, tujuan sosialisasi dan manfaat sosialisasi. Pembukaan acara dilakukan dengan memutar video yang sesuai dengan pangan yang ada di Indonesia. Pemutaran video tersebut menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara agraris dan maritim yang luas, tetapi pemerintah masih tidak dapat mencapai kemandirian pangan. Dalam pemutaran video tersebut, masih tidak bisa dipungkiri bahwa produk import mulai merajalela di negeri sendiri. Barang import memiliki harga yang lebih murah di banding harga produk lokal. Hal ini dapat mengancam stabilitas ekonomi maupun stabilitas politik bangsa Indonesia. Beberapa penyebabnya antara lain kurangnya kesadaran terhadap pangan lokal dan adanya mafia, baik dalam pemeritahan maupun masyarakat. Pemutaran video membuat penonton sangat antusias, karena video yang disajikan menarik sesuai dengan kondisi masyarakat dan negara saat ini.

Pembukaan sosialisasi Sukunku, Pesona Pangan Lokalku selanjutnya dilakukan dengan perkenalan setiap anggota kelompok A THP B 2013, sehingga peserta lebih mengenal anggota kelompok sosialisasi, karena ada peribahasa mengatakan Tak kenal maka tak sayang. Oleh sebab itu, kelompok kami memperkenalkan anggota-anggota kelompok A kepada peserta sosialisasi.

Latar belakang dalam acara sosialisasi berkorelasi dengan video yang ditampilkan dan sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini. Tujuan dan manfaat kegiatan dipaparkan kepada peserta, sehingga peserta lebih mengenal dan mengetahui output dari sosialisasi tersebut.4.2 Penyampaian Materi

Sarana dan prasana yang diguanakan dalam sosialisasi ini adalah powerpoint, leafleat, resep, kuisioner, viewer, kursi dan meja. Materi mengenai sosialisasi Sukunku, Pesona Pangan Lokalku diberikan oleh 2 anggota dari Kelompok A, hal ini dikarenakan setiap anggota memiliki jobdisk masing-masing. Materi yang disampaikan antara lain ketahanan pangan, kemandirian pangan, diversifikasi pangan, pangan lokal, ragam pangan lokal,olahan pangan lokal, sukun, manfaat sukun dan berbagai potensi dan inovasi olahan sukun.

Materi ketahanan pangan yang disampaikan mencakup pengertian ketahanan pangan dan kondisi apabila pemerintah tidak dapat menjamin ketahanan bangsanya sehingga mengganggu stabilitas ekonomi dan politik di Indonesia serta upaya pemerintah untuk mencapai ketahanan pangan di Indonesia.Mencakup ruang lingkup yang lebih sempit lagi adalah kemandirian pangan. Dalam penyampaian materi kemandirian pangan mencakup pengertian kemandirian pangan dan bagaimana Indonesia mencari solusi untuk menjadi negara yang tidak berkegantungan terhadap barang import dan lebih mencintai produk lokal di Indonesia.

Materi selanjutnya adalah materi diversifikasi pangan, dalam materi tersebut dijelaskan pengertian, pengaplikasikan dan contoh diversifikasi pangan yang ada di Jember khususnya. Pemberian contoh diversifikasi pangan lebih mencakup wilayah yang telah menerapkan diversifikasi pangan lokal, salah satunya adalah kota Depok dengan slogan One Day No Rice, gerakan ini adalah salah satu upaya pemerintah Depok untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras dan upaya pemerintah kepada masyarakat agar lebih mencintai produk lokal seperti umbi-umbian. Penjelasan diversifikasi pangan disertai dengan contoh makanan pokok yang dikonsumsi sehari-hari serta bahan pangan alternatif yang dapat menggantikannya misal umbi-umbian dan beras cerdas.

Pemaparan selanjutnya adalah pangan lokal. Dalam materi tersebut dijelaskan pengertian pangan lokal, potensi pangan lokal di wilayah Jember dan ragam pangan lokal. Pada pemaparan ini, penonton dilibatkan sehingga kita lebih mengetahui seberapa jauh penonton mengenal pangan lokal yang ada di Indonesia.

Sosialisasi pangan lokal Sukunku, Pesona Pangan Lokalku, mengangkat sukun sebagai salah satu produk umbi-umbian yang pemanfaatannya masih minim. Dalam presentasi atau pemaparan materi, sukun dijelaskan dalam beberapa ruang lingkup antara lain klasifikasi sukun, manfaar sukun, kandungan gizi sukun dan beberapa inovasi olahan yang dapat dikembangkan dari sukun.

Dalam penyampaian materi, presentasi dilakukan dengan pemaparan materi secara lisan dan menggunakan video sebagai penunjang jalannya presentasi. Dengan adanya video, dapat membuat peserta sosialisasi lebih antusias dan lebih memahami materi. Saat materi tersampaikan, pada akhir pemaparan ditampilkan video dan lagu mengenai diversifikasi pangan sembari membagikan beberapa roti sukun sebagai salah satu inovasi pengembangan sukun sebagai pangan lokal di daerah Jawa Timur khususnya.

4.3 Tanya Jawab (Diskusi)

Diskusi adalah kegiatan bertukar pikiran secara lisan. Diskusi biasanya dilakukan karena ada masalah atau persoalan yang belum dipecahkan. Tujuan diskusi adalah untuk mencari solusi atau penyelesaian suatu masalah secara teratur dan terarah (Sulistyo, 2012).

Demi kelancaran berjalannya diskusi, perlu adanya moderator, notulen dan penyaji. Moderator diskusi berfungsi untuk mengatur proses penyampaian dan tanya jawab dan estimasi waktu yang ditentukan. Moderator diskusi dalam sosialisasi Sukunku, Pesona Pangan lokalku adalah Mohammad Syaiful Adzim. Notulen dalam diskusi seputar pangan lokal adalah Nurlita Sari, bertugas untuk mencatat segala hal selama berlangsungnya diskusi. Penyaji dalam sosialisasi adalah Amelia Robby dan Kasang Heru Cokro Febrianto yang bertugas untuk menjawab pertanyaan secara objektif dan argumentatif.

Pokok bahasan dalam diskusi adalah mengenai pemaparan seputar pangan lokal dengan estimasi waktu 20 menit. Peserta sosialisasi Sukunku, pesona pangan lokalku sangat antusias dalam proses tanya jawab. Pertanyaan yang diajukan kepada penyaji sangat kritis sesuai dengan permasalahan bangsa Indonesia yang belum terpecahkan seputar pangan lokal. Dalam proses tanya jawab (diskusi), peserta yang mengajukan pertanyaan sebanyak 8 orang dari jumlah peserta 25 orang. Berdasarkan proses tanya jawab (diskusi), terdapat beberapa pertanyaan yang diajukan selama sosialisasi pangan lokal Sukunku, Pesona Pangan Lokalku adalah sebagai berikut:

1. Di dalam Undang-Undang Pangan Tahun 2012 tercantum kedaulatan pangan, bagaimana korelasi antara ketahanan pangan, kemandirian pangan, diversifikasi pangan hingga pangan lokal itu sendiri terhadap kedaulatan pangan?

Jawab: korelasi diantara ketiganya yaitu mengembangkan pangan lokal untuk menjamin ketersediaan pangan secara berkelanjutan. Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. Apabila ketahanan, kemandirian, diversifikasi pangan dapat tercapai akan meningkatkan kedaulatan pangan bangsa Indonesia.

2. Didalam sukun, energi yang dihasilkan sebesar 106 kal/ 100 gram bahan. Bagaimana energi yang dihasilkan oleh nasi? Untuk menghitung AKG (Angka Kecukupan Gizi) apabila akan mengkonsumsi produk tersebut?

Jawab: Energi yang dihasilkan oleh nasi adalah sebesar 176 kal/100 gram, sukun tidak dapat sepenuhnya digantikan oleh nasi, tetapi dapat digunakan untuk diversifikasi pangan. Karbohidrat yang dihasilkan dalam sukun cukup tinggi, sehingga dapat digunakan untuk menghasilkan energi yang dapat menggantikan aktivitas sehari-hari.

4. Bagaimana apabila semua masyarakat lebih memilih bahan pangan lain, apakah dapat mempengaruhi stok tersebut bahkan stok tersebut dapat habis?

Jawab: Dengan melakukan diversifikasi pangan. Dengan adanya diversifikasi pangan, masyarakat tidak hanya tergantung pada satu jenis pangan, akan tetapi memiliki beragam pilihan (alternatif) terhadap berbagai bahan pangan.

5. Dalam penelitian dan perkembangan. Apakah nilai gizi dalam sukun tersebut dapat berubah apabila di proses lebih lanjut? Bagaimana nilai tambah dari sukun tersebut sehingga sukun tersebut dapat menjadi sasaran masyarakat untuk mengkonsumsinya sebagai bahan pangan lokal?

Jawab: Nilai gizi dapat berubah dipengaruhi oleh bahan tambahan yang digunakan dan proses yang digunakan. Sukun memiliki manfaat yang terkandung didalamnya misalnya karbohidrat, fosfor, asam amino esensial dan mineral yang bermanfaat bagi tubuh. Karbohidrat di dalam sukun dapat dirubah menjadi energi, sehingga dapat digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Sukun dapat menjadi sasaran masyarakat sebagai bahan pangan lokal untuk mengkonsumsinya, karena sukun sampai saat ini pemanfaatanya masih kurang beragam. Sukun dipasaran saat ini masih digunakan sebagai keripik sukun dan gorengan sukun. Dengan demikian, dapat meningkatkan nilai jual sukun.

6. Mengapa dalam roti sukun masih terdapat tepung terigu? Apakah dalam tepung terigu terdapat komponen yang menyebabkan roti tersebut empuk dan mengapa tidak menggunakan mocaf sebagai gantinya?

Jawab: Didalam tepung terigu terdapat gluten dan gliadin. Gluten dalam tepung terigu dapat menentukan keempukan roti tersebut. Gluten akan menentukan hasil produk karena gluten akan mempengaruhi jaringan atau kerangka yang akan mempengaruhi baik tidaknya produk. Baik tidaknya suatu produk akan ditentukan oleh baik tidaknya jaringan, baik tidaknya jaringan akan ditentukan oleh kuatnya gluten, kuat tidaknya gluten dipengaruhi banyak tidaknya kandungan protein, banyak sedikitnya kandungan protein akan ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan. Tidak dapat dipungkiri bahwa tepung terigu hingga saat ini masih tidak dapat digantikan dalam pembuatan roti, hanya saja dapat diminimalisir penggunaannya saja. Di dalam mocaf tidak terdapat kandungan gluten, apabila menggunakan mocaf 100% dapat menjadikan roti goreng yang dihasilkan bantat.

7. Sukun tersebut adalah buah musiman. Bagaimana tantangan yang diterima dan dilakukan oleh kelompok anda apabila sukun tersebut tidak ditemukan di pasaran, sedangkan tema sosialisasi kelompok anda adalah Sukunku, Potensi Pangan Lokalku?

Jawab: Buah sukun adalah salah satu buah yang panen raya saat bualan Januari-Februari. Suatu tantangan tersendiri bagi kelompok kami untuk mengembangkan sukun sebagai salah satu potensi pangan lokal di Jawa Timur. Tantangan yang dilakukan oleh kelompok kami adalah saat sukun tersebut sudah tidak musim, dapat menggantikan dengan potensi bahan pangan lain. Tema sosialisasi Sukunku, Pesona Pangan Lokalku diangkat karena sukun kurang dimanfaatkan dengan baik sehingga masyarakat masih menilai sukun sebagai bahan inferior. Oleh karena itu, dengan memanfaatkan potensi sukun sebagai pangan lokal, diharapkan dapat memunculkan inovasi terbaru perihal pangan lokal berbasis sukun.

8. Bagaimana cara anda untuk menjadikan sukun sebagai pengganti bahan pangan non beras?

Jawab: Cara kelompok kami menjadikan sukun sebagai pengganti pangan non-beras adalah dengan cara mengkritisi setiap kebijakan pemerintah yang mengharuskan untuk mengimport bahan pangan. Selain itu, kita sebagai mahasiswa harus menjalankan tridarma Perguruan Tinggi, antara lain pendidikan, pengembangan diri, dan pengabdian masyarakat.

9. Bagaimana pengelolaan sukun yang dapat diterima oleh masyarakat sehingga memiliki nilai jual yang tinggi?

Jawab: Pengelolaan sukun yang dapat diterima oleh masyarakat yakni dengan membuat inovasi terobasan pangan terbaru sehingga dapat meningkatkan harga jual pangan tersebut.Sukun tidak hanya dijadikan keripik sukun maupun gorengan sukun, tetapi dapat dimanfaatkan sebagai roti sukun, sehingga dapat meningkatkan nilai jual sukun dan masyarakat tidak mengganggap sukun sebagai pangan inferior.4.4 Kuisioner

Kuisioner adalah teknik pengumpulan data melalui formulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi yang diperlukan (Mardalis, 2008). Metode pengumpulan data dalam kuisioner merupakan salah satu aspek yang berperan dalam kelancaran dan keberhasilan dalam suatu penelitian. Pada acara sosialisasi pangan lokal dengan tema Sukunku, Pesona Pangan Lokalku diberikan kuisioner, untuk mengetahui sejauh mana pemahaman sosialisasi oleh peserta. Tabel 2. Hasil Kuisioner Pangan Lokal kepada mahasiswa di Universitas JemberPertanyaanPresentase

Pemahaman Pangan Lokal90%

Keinginan dalam pengembangan pangan lokal85%

Keperdulian terhadap pangan lokal90%

Ketertarikan pengembangan usaha diversifikasi sukun75%

Tabel 2. menunjukkan hasil kuisioner dalam sosialisasi Sukunku Pesona Pangan Lokalku. Pemahaman peserta seputar pangan lokal, menunjukkan bahwa 90% dari peserta mengetahui pangan lokal, 85% peserta berkeinginan dalam pengembangan pangan lokal, 90% peserta memiliki rasa keperdulian terhadap pangan lokal dan 75% peserta tertarik dalam pengembangan usaha diversifikasi sukun.

Dalam kuisioner, menunjukkan bahwa mahasiswa Universitas Jember lebih mengenal pangan lokal dan ragam pangan lokal setelah dilakukan sosialisasi. Rencana lebih lanjut adalah dengan melakukan inovasi terobosan terbaru dalam pembuatan produk pangan lokal sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Keinginan peserta dalam pengembangan pangan lokal memiliki presentase 85% yang artinya 21 peserta yang memiliki keinginan dalam pengembangan pangan lokal, alasan peserta adalah karena tidak hanya pangan lokal saja yang akan dikembangkan, tetapi masih terdapat pangan lain yang dibutuhkan oleh masyarakat.Tingkat keperdulian peserta terhadap pangan lokal sebesar 90%. Keperdulian peserta terhadap pangan lokal sangat tinggi, hal ini disebabkan karena mulai menurunnya minat masyarakat terhadap pangan lokal dan lebih cenderung memilih barang import, sedangkan ketertarikan peserta dalam pengembangan usaha diversifikasi sukun sebesar 75%. Ketertarikan peserta dalam usaha pengembangan diversifikasi sukun cukup tinggi, peserta lebih memilih diversifikasi pangan lokal lain seperti ubi dan singkong karena lebih mudah di dapatkan. Kritik dan saran dalam pengembangan pangan lokal adalah dengan meningkatkan potensi pangan lokal di Indonesia serta tidak memiliki kebanggaan menggunakan produk asing. Dengan demikian, produk lokal lebih dicintai oleh masyarakat Indonesia. Pemerintah diharapkan mampu memberikan kebijakan-kebijakan mengenai pangan lokal yang dapat meningkatkan kearifan pangan lokal.4.5 Foto Bersama

Kegiatan foto bersama dilakukan untuk mendokumentasikan penutupan serangkaian acara sosialisasi Sukunku, Pesona Pangan Lokalku, selain itu dapat menambah keakraban dari peserta yang notabennya adalah mahasiswa Universitas Jember yang berbeda Fakultas.BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil sosialisasi Sukunku, Pesona Pangan Lokalku dapat disimpulkan bahwa:

1. Mahasiswa di Universitas Jember mengetahui mengenai pangan lokal dan mengkritisi kebijakan pemerintah terkait rendahnya kesadaran bangsa akan kemandirian pangan di Indonesia. 2. Mahasiswa di Universitas Jember kurang mengenal potensi pangan lokal berbasis sukun di Jawa Timur.

3. Mahasiswa di Universitas Jember tertarik dalam pengembangan usaha diversifikasi sukun dengan cara pengembangan usaha kepada teman dan masyarakat luas, dengan demikian dapat meningkatkan kemandirian pangan Indonesia.5.2 Saran

Untuk menunjang kelancaran kegiatan sosialisasi, pemateri lebih memperbanyak data-data yang akan disampaikan sehingga lebih menunjang informasi yang disampaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, M dan Ashari. 2006. Arah, Kendala, dan Pentingnya Diversifikasi Konsumsi Pangan di Indonesia. Forum Agro Ekonomi. Vol. 21, No. 2. Desember. Bogor: IPB.

Badan Ketahanan Pangan. 1986. Kebijakan Ketahanan Pangan. Jakarta: Departemen Pertanian.

Badan Litbang Pertanian. 2005. Buku Komoditas Pertanian dan Rencana Aksi Ketahanan Pangan 2005-2010. http:// www.litbang.deptan.go.id/b1lahan.php. Diakses tanggal 27 Februari 2015.

Darwanto, Dwidjono H. 2005. Ketahanan Pangan Berbasis Produksi dan Kesejahteraan Petani, Fakultas Pertanian UGM dan MMA-UGM, Yogyakarta.

Hariadi, P. 2010. Mewujudkan Keamanan Pangan Produk-Produk Unggulan Daerah. Jakarta: Gramedia.Irwanto. 2006. Pengembangan Tanaman Sukun. Jakarta: Gramedia.

Koswara, S. 2006. Sukun Sebagai Cadangan Pangan Alternatif. Yogyakarta: Kanisius.Maleha dan A. Susanto. 2006. Kajian Konsep Ketahanan Pangan dalam Jurnal Protein Vol.13.No.2.Th.2006.Mardalis. 2008. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi

Aksara.Peraturan Pemerintah RI. 2004. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Jakarta: Depkes.

Pitojo. 2006. Keluwih. Yogyakarta: Kanisius.

Soetrisno, N. 1998. Ketahanan Pangan. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Serpong 17-20 Pebruari. Jakarta : LIPI.Sulistyo, Bambang. 2012. Teknik dan Etika Diskusi Ilmiah. Jakarta: Sinar HarapanSunarjono. 2009. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suprapti. 2007. Tepung Sukun. Yogyakarta: Kanisius.

Triwiyatno. 2006. Bibit Sukun Cilacap. Yogyakarta: Kanisius.Undang-undang pangan No. 18 tahun 2012. 2012. Ketahanan Pangan. Jakarta: DKP.Widyastuti. 2006. Nangka dan Cempedak. Jakarta: Penebar Swadaya. Lampiran 1. Tabel Pembagian Tugas

TanggalKegiatanPenanggung JawabKeterangan

20 Februari 2015Pencarian ide Semua anggota Tema Sosialisasi

Potensi pangan lokal di Indonesia

Memilih subjek sosialisasi

Tempat sosialisasi

25 Februari 2015Pembuatan posterKasang Heru Cokro F Pembuatan poster mengenai Sukunku, Pesona pangan lokalku

25 Februari 2015Pembuatan proposalAmelia Robby dan Nurlita Sari BAB 1 yakni pendahuluan hingga BAB 3 metodologi sosialisasi

Study literatur

27 Februari 2015Pembuatan PPTMohammad Syaiful Adzim Pembuatan PPT untuk proposal dan untuk media sosialisasi.

28 Februari 2015Presentasi ProposalSemua anggota Mempresentasikan rancangan sosialisasi

28 Februari 2015Pembuatan donat sukunAmelia Robby dan Nurlita Sari Aplikasi olahan sukun.

1 Maret 2015Sosialisasi pangan lokal Semua Anggota Sosialisasi Sukunku Pesona Pangan Lokalku

2 Maret 2015Pembuatan laporan sosialisasiSemua anggota Rancangan hasil dan pembahasan sosialisasi serta kesimpulan yang didapatkan selama sosialisasi

4 Maret 2015Pembuatan PPT laporan sosialisasiM.Syaiful Adzim Pembuatan PPT laporan sosialisasi Sukunku, Pesona Pangan Lokalku

5 Maret 2015Presentasi laporan sosialisasiSemua anggota Mempresentasikan dan melaporkan hasil sosialisasi.

6 Maret 2015Konsultasi laporan sosialisasiAmelia Robby Mengkonsultasikan laporan sosialisasi kepada asisten pendamping

8 Maret 2015Perbaikan laporan sosialisasiM. Syaiful Adzim Memperbaiki hasil laporan sosialisasi

9 Maret 2015Pembuatan video sosialisasiKasang Heru C.F Pembuatan video selama sosialisasi berlangsung

11 Maret 2015Pengumpulan laporan sosialisasiSemua Anggota Final laporan sosialisasi

Lampiran 2. Susunan Acara Sosialisasi

WaktuAcaraPenanggung JawabKeterangan

09:30 - 09.45PembukaanM. Syaiful Adzim Pembukaan Pemutaran video kondisi pangan di Indonesia Penyampaian tujuan

Penyampaian manfaat kegiatan

09:45 - 10.30MateriKasang Heru Cokro Febrianto Materi dan pemutaran video mengenai pangan lokal

10.35 - 10.55Tanya JawabAmelia Robby dan Nurlita Sari Tanya jawab sosialisasi

11.00 11.10KuisionerMohammad Syaiful Adzim Kuisioner sosialisasi