68
“DEMAM 5 HARI” OLEH KELOMPOK 1 FAKULTAS KEDOKTERAN

Laporan Tutorial I - Kelompok I

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Tutorial I - Kelompok I

“DEMAM 5 HARI”

OLEH

KELOMPOK 1

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MATARAM2008

Page 2: Laporan Tutorial I - Kelompok I

DAFTAR ISI

Daftar Isi ........................................................................................................... 2

Skenario 1 ........................................................................................................ 3

Organ yang berperan dalam sistem imun ..................................................... 4

Imunitas spesifik dan nonspesifik .................................................................17

Imunitas aktif dan pasif ..................................................................................29

Antigen .............................................................................................................32

Antibodi ............................................................................................................35

Patofisiologi demam .......................................................................................43

Daftar Pustaka ................................................................................................ .49

2

Page 3: Laporan Tutorial I - Kelompok I

SKENARIO 1

“DEMAM 5 HARI”

Sapto, anak laki-laki umur 5 tahun, menderita demam sejak lima hari yang lalu. Ibunya

sudah memberi kompres dan obat penurun panas. Setelah minum obat, suhu tubuhnya turun

menjadi normal untuk beberapa jam, tapi setelah itu naik lagi. Tadi malam Sapto panas lagi

dan mengigau, suhunya mencapai 40o C. Sapto juga mengeluh sakit jika menelan. Beberapa

hari sebelum sakit, Sapto mengalami luka robek dikakinya akibat terjatuh dari sepeda dan

sekarang mengalami inflamasi. Beberapa teman sapto juga sedang mengalami batuk-pilek,

tetapi tidak ada yang mengalami demam seperti Sapto. Ibunya sangat panik dan

membawanya ke IRD RSU Mataram. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan nadi 108

kali/menit, reguler, kuat. Suhu 39,5o C. Tonsila palatina dextra dan sinistra edema dan

hiperemis. Bagaimana mekanisme terjadinya demam pada Sapto? Bagaimana pula peran

sistem imun tubuh Sapto melawan antigen penyebab penyakitnya.

3

Page 4: Laporan Tutorial I - Kelompok I

ORGAN-ORGAN YANG BERPERAN DALAM SISTEM

IMUN

Organ dan jaringan limfoid dibagi dalam 2 kelompok utama, yaitu organ limfoid

primer dan organ limfoid sekunder. Fungsi utama organ limfoid primer adalah

embriogenesis dari sel-sel yang

berfungsi dalam respon imun, dan

organ limfoid sekunder yang

disamping limfopoesis juga

bereaksi aktif terhadap stimulasi

antigen. Dalam hal ini kelenjar

timus dianggap sebagai organ

limfoid utama dalam imunogenesis

dan yang menjadi pusat

pengendalian aktifitas organ serta

jaringan limfoid yang lain.

Menurut fungsinya system limfoid

dibagi dalam 2 kompartemen, yaitu

:

1. Kompartemen sentral, dimana terjadi maturasi dan diferensiasi sel-sel yang mampu

bereaksi dengan antigen.

2. Kompartemen perifer, dimana terjadi interaksi sel-sel tersebut dengan antigen.

Rangsangan untuk maturasi sel

pada kompartemen sentral tidak

diketahui secara pasti, namun

diduga prolifersi dan maturasi sel

dipengaruhi oleh hormon timus dan

4

Page 5: Laporan Tutorial I - Kelompok I

dapat terjadi tanpa stimulasi antigen. Sebaliknya maturasi sel pada kompartemen

perifer terjadi atas stimulasi antigen.

Organ Limfoid Primer

Leukosit dan sel-sel lain yang berperan dalam respons imun dibentuk dari stem

cell dalam sumsum tulang. Sel B mengalami maturasi dan diferensiasi dalam sumsum

tulang, sedangkan sel T mengalami maturasi dan diferensiasi dalam kelenjar timus,

karena itu, kedua organ itu disebut organ limfoid primer.

KELENJAR TIMUS

Thymus adalah anggota dari limfatik system dan endokrin sistem. Jadi, timus

dapat mengembangkan lymphocytes dan juga mengeluarkan hormon yang kemudian

akan mengatur aktivitas mereka. Thymus berlokasi diantara sternum dan arkus aorta di

mediastinum superior. Thymus sangat

besar pada saat janin dan sedikit

tumbuh selama masa anak-anak, ketika

pada saat aktif digunakan. Setelah umur

14 tahun (masa pubertas), timus mulai

untuk mengalami penyusutan sehingga

timus pada orang dewasa sangat kecil.

Setelah umur 14 tahun (masa pubertas),

timus mulai untuk mengalami

penyusutan sehingga timus pada orang

dewasa sangat kecil. Pada orang tua,

thymus hampir seluruhnya digantikan

oleh fibrosa dan lapisan lemak dan

hampir tidak dapat dibedakan dari

jaringan sekitarnya. Timus terbagi dalam

5

Page 6: Laporan Tutorial I - Kelompok I

2 lobus dan banyak lobulus yang masing-masing terdiri atas korteks dan medula.

Kapsul fibrosa pada thymus menyemburkan trabeculae yang membagi parenkim ke

dalam beberapa lobuli. Masing-Masing lobuli mempunyai suatu korteks dan medulla

yang didiami oleh limfosit T. Sel retikular epitel menutupi korteks dari medulla dan

mengepung pembuluh darah dan sekelompok lymphocyte di dalam korteks. Dengan

demikian, mereka membentuk suatu blood-thymus barrier yang mengisolasikan

perkembangan limfosit-limfosit dari antigen asing. Setelah mengalami perkembangan di

korteks, sel T berpindah tempat ke medulla, di mana mereka menghabiskan waktu

selama 3 minggu disana. Tidak ada blood-thymus barrier di medulla; sel T dewasa

masuk ke pembuluh darah atau pembuluh limfatik di sini dan kemudian meninggalkan

timus. Di dalam medulla, sel reticular epithel membentuk lingkaran yang disebut badan

Hasall, yang bermanfaat untuk mengidentifikasi histologi timus. Di samping membentuk

blood-thymus barrier, sel retikular epitel mengeluarkan hormon, yaitu

thymosins,thymulin,and thymopoietin,yang merangsang perkembangan dan aksi sel T.

Di dalam medulla, sel reticular epithel membentuk lingkaran yang disebut badan

Hasall, yang bermanfaat untuk mengidentifikasi histologi timus. Di samping membentuk

blood-thymus barrier, sel retikular epitel mengeluarkan hormon, yaitu

thymosins,thymulin,and thymopoietin,yang merangsang perkembangan dan aksi sel T.

Jika thymus dipindahkan dari binatang menyusui yang baru lahir, mereka sangat

merana dan tidak mengalami perkembangan imunitas. Organ limfatik lainnya

nampaknya juga tergantung pada hormon thymic dan perkembangannya kurang baik

pada binatang yang mengalami thymectomized (pengangkatan kelenjar timus).

Sel induk pluripoten yang merupakan cikal bakal sel T, masuk ke dalam timus

lalu berplorifersi menjadi sel yang disebut timosit. Timosit dalm timus berda dalam

berbagai stadium maturasio. Bagian korteks lebih banyak mengandung sel yang muda,

sedangkan di bagian medula terdapat lebih banyak sel yang lebih matang. Proses yang

terjadi dalam perkembangan sel T dalam kelenjar timus adalah :

a. pembentukan berbagai reseptor sel T

b. seleksi sel T fungsional aktif yang dapat mengenal antigen tertentu yang

dipresentasikan melalui MHC.

6

Page 7: Laporan Tutorial I - Kelompok I

c. Pemusnahan sel T autoreaktif melalui apoptosis.

d. Diferensiasi subpopulasi sel yang mengekspresikan CD4+ dan CD8+. Proses

diferensiasi limfosit dalam timus dipengaruhi oleh epitel timus dan sel dentritik yang

berasal dari sumsum tulang (interdigitating cells). Sel dentritik ini mengekspresikan

MHC kelas II dalam jumlah banyak dan diduga berperan dalam mendidik limfosit T

untuk mengenal antigen diri (self). Dalam proses maturasi ini sel T menjadi

imunokompeten. Hanya sel T matang yang kompeten untuk melaksanakan

fungsinya sebagai T-helper dan T-sitotoksik yang akan meninggalkan timus dan

masuk ke dalam sirkulasi darah dan hal ini terjadi dua sampai tiga hari setelah sel

induk masuk ke dalam timus. Limfosit itu selanjutnya menetap dalam organ limfoid

perifer.

SUMSUM TULANG DAN EKUIVALEN BURSA FABRISIUS

Merupakan organ terbesar di dalam tubuh, terdiri atas 4,5 % dari jumlah seluruh

berat tubuh. Pada orang dewasa, ada 2 macam sumsum tulang, yaitu sum-sum tulang

merah, dan sumsum tulang kuning. Sumsum tulang merah merupakan jaringan

hematopoietik yang aktif, sedangkan di dalam sumsum tulang kuning kebnyakan

jaringan hematopoietik telah diganti oleh lemak. Pada orang dewasa, sumsum tulang

merah terutama terdapat di dalam tulang dada, iga, ruas tulang belakang, tempurung

kepala, dan epifisis proksimal dari beberapa tulang panjang.

Ploriferasi dan maturasi dalam sumsum tulang dipengaruhi oleh sitokin yang

disebut sebagai colony stimulating factors (CFS). Faktor pertumbuhan hemopoetik

diproduksi oleh sel stroma dan makrofag dalam sumsum tulang, sehinggasumsum

tulang menghasilkan lingkungan yang sesuai untuk hemopoesis. Faktor pertumbuhan

juga diproduksi oleh limfosit yang diaktivasi oleh antigen, sehingga merangsang

pertumbuhan sel untuk menggantikan sel yang rusak akibat reaksi imunologik. Sitokin

yang merangsang prolifersi dan maturasi berbagai lineage berbeda-beda. Selain tempat

pematangan sel B, dalam sumsum tulang juga terdapat sel T matang dan plasmosit,

sehingga dengan demikian sumsum tulang disamping sebagai organ limfoid primer juga

berfungsi sebagai organ limfoid sekunder.

7

Page 8: Laporan Tutorial I - Kelompok I

Organ limfoid sekunder

Organ limfoid sekunder merupakan tempat dimana antigen yang dibawa oleh sel

pembawa antigen (antigen transporting cells) dan APC berinteraksi denagn limfosit T

dan limfosit B spesifik. Struktur organ limfoid sekunder yang teratur dan menunjang

regulasi pematangan dan aktivasi sel limfoid yang responsif terhadap antigen

bersangkutan. Bagaimana organ limfoid sekunder dibentuk hngga mampu berfungsi

untuk menunjang aktivitas respons imun secara tepat belum banyak diketahui. Namun

ada indikasi bahwa sel B sendiri, tidak hanya berperan sebagai APC dan menyajikan

antigen kepada sel T serta memproduksi antibodi, tetapi ia juga berperan dalam

memberikan sinyal utama untuk pertumbuhan organ limfoid sekunder. Diduga bahwa

berbagai molekul yang diperlukan untuk perkembangan sel B normal juga berperan

dalam pembentukan pusat germinal (germinal center) dan lingkungan yang tepat untuk

maturasi sel B teraktivasi, misalnya CD40 dan CD40L, CD19, CD28 dan B7-2. Diantara

beberapa jenis sitokin yang mempunyai peran besar dalam pembentukan organ limfoid

sekunder adalah TNF dan limfotoksin (LT), yang diketahui dapat memberikan sinyal

penting untuk perkembangan struktur kelenjar getah bening. Peyer’s patch dan limpa.

Limfotoksin memegang peran penting dalam organogenesis kelenjar getah bening dan

peyer’s patch dan dalam menentukan kompartemen-kompartemen untuk sel T sel B

dalam limpa. Di samping itu LT dan TNF masing-masing menunjang pembentukan

struktur folikuler untuk sel B dalam kelenjar limfoid perifer. Aktivitas TNF dan LT dalam

memberikan sinyal untuk pertumbuhan jaringan limfoid perifer terutama dibantu oleh

reseptornya masing-masing yaitu TNFR dan LTbR.

Pembentukan limfosit dalam organ limfoid primer diikuti dengan migrasi sel-sel

tersebut ke dalam organ-organ limfoid perifer atau sekunder, dan migrasi ini merupakan

salah satu proses sirkulasi limfosit dalam tubuh (lymphocyte traffic). Berbagai penelitian

membuktikan bahwa dalam melakukan surveillance imunologik, limfosit melakukan

sirkulasi dalam tubuh, diawali dengan :

8

Page 9: Laporan Tutorial I - Kelompok I

1. migrasi sel induk pluripoten dari hai janin atau sumsum tulang ke dalam organ

limfoid primer serta diferensiasi dan distribusi limfosit ke dalam organ limfoid perifer.

2. resirkulasi limfosit dari peredaran darah ke dalam limfa atau kelenjar limfe dan

kembali ke darah.

3. distribusi sel efektor ke tempat-tempat tertentu bila diperulkan untuk melakukan

reaksi imunologik.

Diketahui pula bahwa migrasi limfoid berlangsung secara selektif, yaitu bahwa

limfosit T cenderung bermigrasi ke kelenjar limfe perifer, sedangkan limfosit B lebih

banyak bermigrasi ke jaringan limfoid yang terdapat sepanjang mukosa. Migrasi ini

dikendalikan oleh reseptor yang terdapat pada vaskular yang berinteraksi dengan

reseptor spesifik pada limfosit. Selain itu migrasi diatur dan disesuaikan dengan status

aktifasi limfosit dan mediator yang berfungsi pada proses inflamasi dan kemotaksis.

Limfosit dalam keadaan istirahat cenderung bergerak ke arah terjadinya inflamasi.

Apabila limfosit menetap dalam jaringan ia mengekspresikan reseptor untuk protein

matriks ekstraseluler, termasuk diantaranya golongan integrin.

TONSIL

Tonsil adalah organ yang terdiri atas jaringan limfoid bersimpai tak utuh, yang

terdapat di bawah dan berkontak dengan epitel bagian awal saluran cerna. Tonsil

merupakan "patches of lymphatic tissue" yang berlokasi

di jalan masuk ke faring, di mana tempat mereka berjaga

untuk melawan patogen-patogen yang terhisap dan

tertelan. Masing-masing tonsil dilapisi oleh suatu

epithelium dan mempunyai lubang kecil dalam yang

disebut kriptus tonsilla yang dikelilingi oleh kelompok-

kelompok limfonodus. Kriptus tersebut sering berisi sisa-

sisa makanan, leukocytes mati, bakteri, dan bahan-kimia

antigenic. Di bawah kriptus, tonsil secara parsial terpisah

dari dasar jaringan ikat oleh suatu kapsule fibrosa yang

tidak sempurna. Tergantung lokasinya, tonsil dalam mulut dan faring disebut tonsila

9

Page 10: Laporan Tutorial I - Kelompok I

palatina, faringea, atau lingualis. Tonsil-tonsil ini menghasilkan limfosit, dan banyak

diantara limfosit tersebut yang menginfiltrasi epitel.

a. Tonsila Palatina

Terdapat sepasang dalam jaringan ikat mukosa. Kedua tonsila palatina terletak

di dinding lateral faring di bawah epitel berlapis gepeng, jaringan limfoid padat pada

tonsil ini membentuk pita yang mengandung nodul limfoid, umumnya dengan pusat

germinal. Setiap tonsil memiliki 10-

20 invaginasi epitel yang masuk jauh

ke dalam parenkim, yang

membentuk kriptus (kriptus tosilla)

yang dilapisi oleh epitel permukaan,

dengan lumen yang berisi sel-sel

epitel yang lepas, limfosit hidup dan

yang sudah mati, serta bakteri.

Kriptus dikelilingi jaringan limfoid,

yang didalamnya terdapat

limfonodulus. Pada kriptus yang

lebih dalam terdapat banyak limfosit

pada epitelnya, sehingga tidak tedapat batas tegas antara epitel dan jaringan

limfoid.

Kriptus mungkin terlihat sebagai bintik-bintik purulen pada tonsilitis. Jaringan

limfoid dipisahkan dari struktur di bawahnya oleh suatu pita jaringan ikat padat,

yaitu simpai tonsil. Simpai tersebut merupakan padatan jaringan ikat fibrosa yang

berdekatan dengan bagian tonsila yang terdalam. Simpai ini biasanya bekerja

sebagai sawar terhadap penyebaran infeksi tonsil. Permukaannya dilapisi epitel

berlapis gepeng yang menyatu dengan epitel yang melapisi mulut dan faring.

b. Tonsila Faringea

10

Page 11: Laporan Tutorial I - Kelompok I

Tonsila faringea adalah tonsil tunggal yang terdapat di bagian postero-superior

faring. Tonsil ini ditutupi oleh epitel bertingkat silindris bersilia dan sel goblet, yang

khas untuk epitel saluran pernafasan, dan daerah epitel berlapis. Tonsila faringea

terdiri atas lipatan mukosa dan mengandung janringan limfoid difus dan noduli.

Tonsil ini tidak memiliki kriptus dan simpainya lebih tipis daripada simpai tonsila

palatina dan mengelilingi tonsila membentuk septa ke dalam pusat lapisan epitel.

Hipertrofi tonsila faringea akibat radang menahun yang berakibat tersumbatnya

jalan masuk udara ke hidung disebut adenoid.

c. Tonsila Lingualis

Tonsila lingualis lebih kecil dan lebih banyak daripada tonsila palatina atau

tonsila faringea. Tonsil ini terletak di pangkal lidah di belakang papila sirkumvata.

Terdiri atas kriptus yang bermuara lebar dan masing-masing dikelilingi oleh jaringan

limfoid. Tiap kriptus dilapisi oleh lanjutan epitel permukaan yaitu epitel berlapis

gepeng. Jaringan limfoidnya berisi selapis limfonodulus, dengn pusat germinal.

Saluran keluarnya kelenjar mukosa dibawahnya bermuara ke permukaan atau ke

dalam kriptus. Setiap tonsila lingualis memiliki satu kriptus.

d. Tonsilla Tuba

Dianggap sebagai kelompok tonsilla tersendiri. Terletak disekeliling muara

faringeal tuba faringo-timpani (auditiva) dan membentuk perluasan tonsila faringeal

ke lateral. Dilapisi epitel silindris bersilia.

KELENJAR GETAH BENING

Pembuluh getah bening di bagian perifer kelenjar getah bening sangat mudah

ditembus oleh berbagai sel dan makromolekul endogen maupun eksogen. Dalam setiap

bagian ini limfosit dan sel-sel sistem imun lain tersusun dalam area-area tertentu

tergantung jenis dan fungsinya. Folikel merupakan bagian kelenjar yang berisi banyak

11

Page 12: Laporan Tutorial I - Kelompok I

sel B. Folikel primer mngandung lebih banyak sel B matang yang belum pernah

terpapar antigen (naif) sedangkan pusat-pusat germinal berkembang sebagai respons

terhadap stimulasi antigen. Pusat-pusat germinal juga

dihuni oleh banyak sel dendritik yang mempunyai reseptor

untuk C3 dan fragmen IgG, dengan demikian antigen yang

tidak diproses dapat dipertahankan pada permukaan sel ini

dalam bentuk kompleks antigen-antibodi-C3 selama

beberapa bulan. Antigen yang tertangkap ini diduga

memberikan rangsangan secara periodek dengan sewaktu-

waktu melepaskan iccomes yang kemudian ditangkap dan

diproses oleh APC dan disajikan kepada sel T. Akibatnya

adalah dari waktu ke waktu sel T merangsang sel B memory untuk berproliferasi dan

membentuk pusat-pusat germinal. Dengan demikian, pusat germinal merupakan tempat

proliferasi dan selak si sel B yang

menghasilkan antibodi dengan

afinitas tinggi serta pembentukan sel

b memory.

Sel T terutama terdapat di

antara folikel dan dalam korteks yang

disebut area parakortikal.. sebagian

besar sel T adalah Th (CD4+)

bercampur dengan Tc (CD8+) yang

jumlahnya relatif sedikit. Limfosit T

naif masuk ke dalam kelenjar melalui

pembuluh getah bening atau venula

khusus yang melapisi endotel yang

disebut high endotelial venules (HEV)

yang jumlahnya cukup banyak dalam

zone kelenjar yang mengandung

banyak sel T. Di tempat ini sel T

bertemu dengan antigen yang ditransportasikan ke dalam kelenjar melalui getah bening

12

Page 13: Laporan Tutorial I - Kelompok I

dan disajikan oleh sel dendritik. Jadi di tempat inilah dimulai respons imunologik sel T

terhadap antigen. Medula mengandung sebaran limfosit, makrofag, sel dendritik dan

dalam kelenjar yang mengalirkan getah bening dari tempat terdapat banyak sel plasma.

Mekanisme yang bertanggung jawab atas sekuestrasi anatimik berbagai jenis

limfosit dalam area yang berbeda-beda belum diketahui secara pasti. Salah satu

kemungkinan adalah pembagian dalam kompartemen-kompartemen itu dipertahankan

oleh kemampuan adhesi berbagai jenis lomfosit pada sel-sel stroma dan protein matriks

eksrtaseluler. Bagian parakortikal kelenjar getah bening mengandung banyak sel

pendamping yang mengekspresikan banyak MHC kelas II dan menyajikan antigen

kepada sel T. Kelenjar getah bening yang terbagi-bagi dalam pusat-pusat germinal

yang berisi sel B, daerah parakortikal yang berisi sel T yang bergerak cepat, sinus yang

penuh dengan makrofag dan sel-sel dendritik yang dapat menampung dan

mempertahankan antigen, merupakan tempat interaksi antara berbagai jenis sel yang

diperlukan untuk menimbulkan respons imun.

LIMPA

Limpa terdiri atas pulpa merah yang

terutama merupakan tempat penghancuran

eritrosit dan pulpa putih yang terdiri atas

jaringan limfoid. Di dalam limfa, limfosit T

menumpuk di bagian tengah lapisan limfoid

periarteriol, duapertiganya adalah sel Th CD4+

dan sepertiganya lagi adalah sel Tc (CD8+).

Sel B terdapat dalam folikel dan pusat-pusat

germinal di bagian perifer. Sel B dapat

dijumpai dalam bentuk tidak teraktivasi

maupun teraktivasi. Dalam pusat-pusat

germinal juga dijumpai sel dendritik dan

makrofag. Makrofag spesifik umumnya

13

Page 14: Laporan Tutorial I - Kelompok I

terdapat di daerah marginal, dan sel ini bersama-sama dengan sel dendritik berfungsi

sebagai APC yang menyajikan antigen kepada sel B dan sel T.

Secara umum fungsi limpa dan responsnya terhadap antigen sama dengan

kelenjar getah bening. Perbedaan terpenting adalah bahwa limpa merupakan tempat

terjadinya respons imun terhadap antigen yang masuk melalui sirkulasi darah,

sedangkan kelenjar getah bening memberikan respons terhadap antigen yang masuk

melalui pembuluh getah bening.

a. Pulpa putih

Pulpa puith terdiri atas jaringan limfoid yang menyelubungi arteri sentralis dan

nodul limfoid yang menempel pada selubung. Kebanyakan sel-sel limfoid yang

mengelilingi arteri sentralis adalah limfosit T dan membentuk PALS. Nodus limfoid

terutema terdiri atas limfosit B. Di antara pulpa putih dan merah terdapt zona

marginal, yang terdiri atas banyak sinus dan jaringan limfoid longgar. Terdapat

sedikit limfosit dan banyak makrofak aktif disini. Zona marginal mengandung

banyak antigen darah dan karenanya berperan utama dalam aktivitas imunologik

limpa. Limfosit di bagian pusat PALS bersifat dependent timus, sedangkan zona

marginal dan limfonoduli-pulpa putih perifer-dihuni limfosit B.

b. Pulpa merah

Pulpa merah mengandung korda limfa dan sinusoid. Korda limfa terdiri atas

anyaman longgar sel-sel retikuler, yang ditunjang serat-serat retikulin. Selain itu,

korda limfa mengandung makrofag, limfosit T dan B, sel plasma, dan banyak sel

darah (eritrosit, trombosit dan granulosit). Sel-sel endotel panjang membatasi

sinusoid limpa dengan sumbu panjnag yang sejajar dngan sumbu panjang sinusoid.

Sel-sel ini dibungkus serat retikulin, yang terutama tersusun melintang, mirip

pengikat gentong. Serat panjang dan melintang bergabung membentuk anyaman

yang membungkus sel-sel sinusoid dan makrofag yang menempati celah-celah

diantara sel-sel endotel yang berdekatan. Di sekitar sinusoid terdapat suatu lamina

basal yang tidak utuh.

14

Page 15: Laporan Tutorial I - Kelompok I

Jaringan limfoid lain

Jaringan limfoid lain tersebar dalam jaringan submukosa saluran nafas, saluran

cerna dan saluran urogenital. Contoh jaringan limfoid ynag tersusun baik dan

mengandung banyak pusat-pusat germinal adalah tonsil yang merupakan garis

pertahanan pada pintu masuk saluran cerna dan saluran nafas, dan Peyer’s Patch dan

apendiks termasuk gutassociated lymphoid tissues (GALT).

Dalam jaringan limfoid ini terdapat bagian yang dipengaruhi oleh timus maupun

yang tidak. Banyak limfosit juga dijumpai dalam lamina propria dari vili pada mukosa

usus kecil dan diantara sel-sel epitel mukosa. MALT yang terdapat pada saluran nafas,

saluran cerna dan urogenital berfungsi memberikan respons imunologik lokal pada

permukaan mukosa. Karean jaringan limfoid ini selain berisi limfosit juga berisi fagosit,

jaringan limfoid mampu memberikan respons nonspesifik maupun spesifik.

Di dalam jaringan limfoid sepanjang saluran cerna dan saluran nafas dibentuk

IgA sekretorik (sIgA) dan IgE yang disekresikan untk mempertahankan tubuh terhadap

antigen yang masuk melalui mukosa. Selain terkumpul dalam jaringan limfoid dan

kelenjar,limfosit bebas juga dapat menginfiltrasi epitel maupun jaringan lain di seluruh

tubuh.

Dalam mukosa saluran cerna, limfosit dijumpai dalam jumlah banyak di tiga

tempat utama, yaitu di dalam lapisan epitel, tersebar sepanjang lamina propria, dan

tersusun sacara teratur dalam lamina propria membentuk Peyer’s Patch. Sel-sel limfosit

dalam masing-masing area di atas mempunyai ciri fenotip dan fungsi berbeda.

Sebagian besar limfosit intraepitel adalah sel T.

Bagian lamina propria juga mengandung populasi limfosit campuran, yaitu sel T

yang sebagian besar adalah CD4+ dengan fenotip sel teraktivasi. Lamina propria juga

mengandung banyak sel B dan sel plasma, makrofag, sel dendritik, eosinofil dan

matosit. Di dalam peyer’spatch, seperti halnya dalam kelenjar limfoid, limfosit B

terutama terdapat dalam bagian tengah yang seringkali mengandung pusat-pusat

15

Page 16: Laporan Tutorial I - Kelompok I

germinal. Di dalam bagian interfolikuler terdapat sejumlah kecil sel CD4+. Beberapa sel

epitel yang melapisi peyer’s patch merupakan sel-sel khusus membran (M). Sel ini

diduga berfungsi mengirim antigen intraluminal kepada peyer’s patch untuk diproses,

tetapi sel ini tidak berfungsi sebagai APC.

Kulit dan Membran Mukosa

Agen penyakit infeksi biasanya masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau

membran mukosa, seperti permukaan epitel nasofarings, paru-paru, usus, dan saluran

genito-urinaria. Rintangan mekanis kulit dan mukosa utuh pada tempat-tempat tersebut

akan mencegah masuknya organisme ke dalam tubuh. Kebanyakan bakteri gagal

bertahan hidup lama pada kulit karena pengaruh hambatan langsung asam laktat asam

lemak dalam keringat dan sekresi sebasea, serta pH rendah yang dihasilkannya.

Berbagai pertahanan fisik dan biokimia yang melindungi permukaan mukosa, seperti

lisozim, suatu enzim yang ada di daalam berbagai sekresi dan mampu mencegah

peptidoglikan yang melekat pada dinding sel beberapa bakteri. Mukus yang

disekresikan oleh membran mkosa memblokade perlekatan bakteri dan virus pada sel

epitel. Mikroba dan partikel lain akan terperangkap dalam mukus yang adesif dan

dibuang secara mekanis, seperti oleh gerakan silia, batuk, dan bersin. Daya sensor air

mata, ludah dan urin juga bersifat protektif.

Untuk melindungi tubuh, agregat limfoid dan kumpulan jaringan limfoid difus

terdapat di mukosa dan submukosa saluran-saluran cerna, napas dan kemih dan

ditempat tertentu membentuk struktur yang mencolok seperti tonsil dan plak peyer di

usus halus. Kulit juga mengandung banyak sel sistem imun seperti limfosit, makrofag

dan sel langerhans. Jaringan limfoid kulit dan mukosa membentuk suatu sistem efisien

dengan letak strategis untuk melindungi tubuh dari patogen lingkungan.

IMUNITAS SPESIFIK DAN NON SPESIFIK

16

Page 17: Laporan Tutorial I - Kelompok I

Imunitas Spesifik

Daya tahan tubuh spesifik atau imunitas dibagi menjadi imunitas humoral yang

menyangkut reaksi antigen dan antibody yang komplementer di dalam tubuh; dan

imunitas selular yang menyangkut reaksi sejenis sel (T-limfosit) dengan antigen di

dalam tubuh.

Kedua imunitas disebut spesifik karena:

a. Setiap antibody dan settiap T-limfosit hanya bereaksi terhadap satu jenis antigen

saja. Kecuali bila ada antigen lain yang memiliki konfigurasi determinat site yang

serupa dengan antigen asli, maka akan terjadi reaksi antigen-entibodi. Reaksi ini

biasanya lemah karena keduanya tidak 100% komplementer. Peristiwa ini disebut

reaksi silang.

b. Baik B-limfosit dengan antibody yang dihasilkannya maupun T-limfosit dapat

mengenal dan mengingat determinate site pada antigen, kemudian berekasi

dengan antigen tersebut.

Perbedaan daya tubuh spesifik dan non spesifik adalah sebagai berikut:

a. Daya tahan tubuh non spesifik seperti rintangan mekanis, rintangan kimiawi,

fagositosis, dan komplemen, tidak memerlukan proses pengenalan terhadap

mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh.

b. Daya tahan tubuh nonspesifik akan bekerja terhadap bibit penyakit sekaligus.

Contohnya, asam lambung akan membunh berbagai bakteri, sedangkan fagositosis

mampu menelan berbagai bakteri.

Imunitas spesifik dibagi menjadi 3:

IMUNITAS SELULER

17

Page 18: Laporan Tutorial I - Kelompok I

Peran sel T dapat dibagi menjadi dua fungsi utama, yaitu fungsi regulator dan

fungsi efektor. Fungsi regulator terutama dilakukan oleh salah satu subset sel T, sel T

penolong (juga dikenal sebagai sel CD4 karena petanda cluster of differentiation di

permukaan sel diberi nomor 4). Sel-sel CD4 mengeluarkan molekul yang dikenal

dengan nama sitokin untuk melaksanakan fungsi regulatornya. Sitokin-sitokin dari sel

CD4 mengendalikan proses-proses imun seperti pembentukan immunoglobulin oleh sel

B, pengaktifan sel T lain, dan pengaktifan makrofag. Fungsi efektor dilakukan oleh sel T

sitotoksik (saat ini dikenal sebagai sel CD8 karena cluster of differentiation diberi nomor

8). Sel-sel CD8 mampu mematikan sel yang terinfeksi oleh virus, sel tumor, dan

jaringan transplantasi dengan menyuntikkan zat kimia yang disebut perforin ke dalam

sasaran “asing”.

Pendidikan Timus

Baik sel CD4 maupun sel CD8 menjalani “pendidikan timus” si kelenjar timus

untuk belajar mengenai fungsi. Teori delesi klonal memberikan salah satu penjelasan

bagaimana cara sel T mempelajari fungsinya. Saat mencapai timus, sel-sel T imatur

tidak memiliki reseptor pengikat epitop dan protein CD4 atau CD8. peran reseptor

epitop di sel T imatur adalah mengikat epitop antigenic. Peran protein CD4 dan CD8

pada sel T matang adalah untuk menstabilkan interaksi antara sel T dan sel lain.

Dengan demikian, sel T matang yang meninggalkan timus memiliki reseptor untuk

mengikat suatu epitop dan protein CD4 (menyebabkannya menjadi sel T CD4, atau

dikenal sebagai sel T penolong) atau protein CD8 (menyebabkannya menjadi sel T

CD8, atau sel T sitotoksik atau penekan).

Apabila sel T harus siap melaksanakan fungsinya saat meninggalkan timus,

maka sel tersebut pertama-tama perlu mengenai epitop-epitop asing dan kedua

memiliki protein CD4 atau CD8 dengan fungsi berikut: (1) sel yang mengenali sel diri

lainnya dari antigen MHC dan tidak berikatan dengan sel tersebut (yaitu, reseptor

protein sel T tidak akan “cocok” dengan sel diri lainnya); (2) sel yang menandai sel

asing sebagai penyerang; dan (3) sel yang dapat berikatan dengan sel asing dengan

18

Page 19: Laporan Tutorial I - Kelompok I

protein CD4 atau CD8 fungsional untuk menstabilkan interaksi antara dua sel. Sel-sel

yang berpotensi reaktif terhadap antigen-diri dan komponen MHC juga mungkin

dihasilkan tetapi di timus sel-sel tersebut dihilangkan; sel ini mungkin dibunuh oleh sel

lain atau dibuat mengalami apoptosis (kematian sel terprogram).

Fungsi Regulator Sel CD4

Sel-sel CD4 terutama terdapat di medula timus, tonsil, dan darah, membentuk

sekitar 65% dari seluruh limfosit T yang beredar. Sel CD4 memiliki empat fungsi utama:

(1) sel CD4 memiliki fungsi regulatorik yang mengaitkan sistem monosit-makrofag ke

sistem limfoid; (2) sel CD4 berinteraksi dengan APC untuk mengendalikan

pembentukan immunoglobulin; (3) sel CD4 menghasilkan sitokin-sitokin yang

memungkinkan sel CD4 dan CD8 tumbuh, dan (4) sel CD4 berkembang menjadi sel

pengingat.

Salah satu fungsi regulatorik esensial pada sel CD4 adalah perannya

mengaitkan sistem monosit-makrofag (sistem pertahanan tubuh yang mengandung

SDP fagositik seperti monosit dan makrofag) dengan sistem limfoid. Apabila makrofag

menelan suatu imunogen misalnya bakteri, maka makrofag tersebut akan menguraikan

imunogen. Epitop-epitop bakteri adalah salah satu produk destruksi bakteri tersebut.

Sebuah epitop berikatan dengan antigen MHC makrofag (MHC klas II), yang

menyebabkan berkibarnya kompleks MHC-epitop “seperti bendera” di permukaan sel

makrofag. “Bendera” ini mengaktifkan sel CD4, yang reseptor antigennya juga berikatan

dengan kompleks epitop-MHC. Interaksi antara sel fagositik dan sel limfoid ini adalah

suatu keterkaitan esensial yang memungkinkan tubuh bertahan terhadap serangan

benda asing. Interaksi antara sel fagositik dan sel limfoid menyatukan dua sistem tubuh

yang kuat, menjadi suatu sistem pertahanan yang melindungi diri dari asing seumur

hidup orang yang bersankutan. Interaksi antara APC dan sel CD4 menghasilkan fungsi

regulator tambahan. Sel-sel CD4 dalam reaksi ini mengeluarkan interferon-gama (γ)

(suatu sitokin) setelah APC dan sel CD4 menyatu. Pengeluaran interferon-γ oleh sel

19

Page 20: Laporan Tutorial I - Kelompok I

CD4 menarik makrofag lain ke lokasi, mengaktifkan makrofag tersebut, dan

memperkuat reaksi jaringan terhadap antigen asing.

Sel-sel CD4 memiliki fungsi regulatorik penting lainnya, terutama berkaitan

dengan pembentukan immunoglobulin. Saat menyajikan epitoop, APC berinteraksi

dengan sel CD4 dan mengaktifkannya. Sel –sel CD4 yang sudah diaktifkan akan

menghasilkan zat-zat kimia atau limfokin misalnya interleukin 2,4 dan 5 (IL-2, IL-4, IL-5).

Sitokin-sitokin ini dan berbagai interaksi lain merangsang sel B untuk membelah dan

berdiferensiasi menjadi sel plasma, yaitu sel B matang yang mampu menghasilkan

immunoglobulin. Dengan demikian, sel CD4 esensial untuk merangsang sel B

menghasilkan immunoglobulin. Selain itu, pola sitokin kepada sel B yang terpejan

memengaruhi susunan gen yang menentukan tipe antibody yang akan dihasilkan.

Sel-sel CD4 memiliki fungsi regulatorik lain. Sebagai contoh, saat berinteraksi

dengan APC, produksi IL-2 juga penting untuk pertumbuhan sel CD4 dan CD8 yang

lain; peran ini menghasilkan imunitas seluler. Selain itu, sebagian sel T berkembang

menjadi sel T pengingat, yang mampu segera aktif apabila terpejan ke epitop di

kemudian hari.

Terdapat silang pendapat mengenai apakah terdapat subset-subset sel CD8

yang memiliki fungsi regulatorik di tubuh. Sebagian ahli imunologi menyarankan bahwa

sel CD8 tertentu memiliki fungsi penekan yang memodulasi atau “mematikan” kerja sel

T penolong (CD4) dan sitotoksik (CD8), sehingga keduanya tidak menyebabkan

kerugian bagi tubuh. Namun, saat ini para ahli imunologi belum mampu

mengidentifikasi adanya suatu subset spesifik sel CD8 penekan memiliki peran

“meredakan” ini. Walaupun pendapat yang sekarang berlaku adalah bahwa sel CD8

penekan dan sel CD8 sitotoksik tidak dapat dibedakan.

Fungsi Efektor Sel CD8

20

Page 21: Laporan Tutorial I - Kelompok I

Limfosit CD8, yang ditemukan terutama di sumsum tulang dan GALT,

membentuk sekitar 35% dari seluruh limfosit T yang beredar. Sel-sel CD8 melakukan

dua fungsi efektor utama: hipersensitivitas tipe lambat dan sitotoksik. Hipersensitivitas

tipe lambat terjadi saat imunogen organisme intrasel seperti fungus atau mikobakteri

menimbulkan suatu respons alergi.

Sitotoksisitas terutama berperan dalam menghancurkan sel yang terinfeksi virus,

penolakan cangkokan, dan destruksi sel tumor. Semua sel di dalam tubuh memiliki

salah satu tipe antigen MHC (MHC kelas I) yang dapat memperlihatkan epirtop virus di

permukaan sel. Sel CD8 mengenali kompleks MHC-epitop tersebut dan, dengan

bantuan sel CD4, membentuk klona sel CD8 spesifik untuk epitop virus tersebut. Sel

CD8 kemudian mengeluarkan perforin (zat kimia tosik yang merusak membran luar sel

yang terinfeksi) dan granzymes (enzim-enzim prostease). Perforin membentuk sebuah

lubang menembus membran sel sehingga cairan ekstrasel dapat masuk ke dalam sel.

Selain itu, DNA sel mengalami penguraian, memicu terjadinya apoptosis. Saat sel yang

terinfeksi oleh virus mati, sel CD8 tidak terpengaruh dan terus mematikan sel-sel lain di

sekitarnya yang juga terinfeksi oleh virus yang bersangkutan.

Apabila dilakukan transpalasi organ atau jaringan asing, maka sel CD8 resipien

(penerima transpalasi) akan mengetahui bahwa antigen MHC di permukaan sel

transplan bukanlah antigen-diri. Dengan bantuan sel CD4, sel CD8 membentuk klona

sel yang spesifik untuk menghancurkan epitop asing di permukaan sel transplan. Sel

CD8 mematikan sel di jaringan asing dengan mengeluarkan perforin. Proses serupa

terjadi terhadap sel tumor. Seiring dengan tumbuhnya tumor, sering terbentuk

imunogen-imunogen baru (berbeda dari komponen diri sel tubuh normal) di permukaan

sel tumor. Epitop yang relevan akan dikenali oleh sel CD8, yang membentuk suatu

klona untuk melakukan surveilans terhadap tumor, yang idealnya dapat mematikan

neoplasma tersebut terbentuk.

Fungsi Utama Imunitas Seluler

21

Page 22: Laporan Tutorial I - Kelompok I

Secara singkat, imunitas selular memiliki empat fungsi yang sering dikutip:

1. Sel T CD8 memiliki fungsi sitotoksik. Sel CD8 menyebabkan kematian secara

langsung sel sasaran seperti sel yang terinfeksi virus atau sel tumor. Sel CD8

melakukan fungsi ini dengan mengikat sel yang terinfeksi virus atau sel tumor dan

mengeluarkan perforin yang mematikan sel sasaran.

2. Sel T juga menyebabkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat saat menghasilkan

berbagai limfokin yang menyebabkan peradangan. Limfokin tidak saja memengaruhi

jaringan secara langsung, tetapi juga mengaktifkan sel lain seperti APC.

3. Sel T memiliki kemampuan untuk mengingat. Sel T pengingat memungkinkan

akselerasi respons imun apabila tubuh terpajan untuk kedua kalinya ke imunogen

yang sama walaupun dalam interval yang lama dari pajanan awal.

4. Sel T juga memiliki peran penting dalam regulasi atau pengendalian. Sel CD4 dan

CD8 meningkatkan atau menekan (atau keduanya) respons imun selular dan

humoral.

IMUNITAS HUMORAL

Sel B memiliki dua fungsi esensial: (1) berdiferensiasi menjadi sel plasma yang

menghasilkan imunoglobulin, dan (2) merupakan salah satu kelompok APC. Pada masa

janin, prekursor sel B pertama kali ditemukan di hati kemudian bermigrasi ke dalam

sumsum tulang. Sel B mengalami pematangan dalam dua tahap tetapi, tidak seperti sel

T, tidak matang di timus. Fase pertama pematangan sel B bersifat independen-antigen.

Pada fase ini, yang mungkin berlangsung di sumsum tulang,sel bakal mula-mula

berkembang menjadi sel pra-B dan kemudian menjadi sel B yang memperlihatkan

imunoglobulin M (IgM) di permukaannya. Pembentukan IgM permukaan ini tidak

bergantung pada imunogen (yaitu, bukan merupakan hasil dari reaksi dengan suatu

epitop). Baik IgM maupun imunoglobulin D (IgD) di permukaan sel B dapat merupakan

reseptor epitop.

22

Page 23: Laporan Tutorial I - Kelompok I

Pada fase kedua, atau fase dependen-antigen, sel B berinteraksi dengan suatu

imunogen, menjadi aktif, dan membentuk sel plasma yang mampu mengeluarkan

antibodi. Seleksi klonal adalah suatu teori yang menjelaskan bagaimana imunoglobulin

diproduksi. Setiap orang memiliki IgM atau IgD di permukaannya yang dapat bereaksi

dengan salah satu imunogen (atau kelompok imunogen yang berkaitan erat). Suatu

imunogen bereaksi dengan sel B yang imunoglobulin permukaannya paling “pas”

dengan imunogen tersebut. Saat diaktifkan oleh reaksi ini, sel B terangsang untuk

berproliferasi dan membentuk suatu klona sel. Sel-sel klona ini mengalami pematangan

menjadi sel plasma, yang mengeluarkan imunoglobulin yang spesifik untuk imunogen

yang pertama kalinya memicu perubahan ini. Pada fase kedua (dependen-antigen) ini,

sel B berinteraksi dengan suatu imunogen, menjadi aktif, dan membentuk sel plasma

yang mampu menghasilkan imunoglobulin.

Kompleks imunogen-imunoglobulin permukaan sel B juga dapat mengalami

endositosis (ingesti benda asing oleh sel). Sel B kemudian menyajikan epitop di

permukaannya di celah pengikatan antigen MHC. Kompleks epitop-MHC dikenali oleh

sel T CD4 (T penolong), yang menghasilkan interleukin untuk merangsang

pertumbuhan dan diferensiasi sel B. Terbentuk sebuah klona sel B yang menghasilkan

imunoglobulin yang spesifik bagi epitop tersebut. Selain itu, sebagian sel B yang sudah

diaktifkan berubah menjadi sel B pengingat, yang berada dalam keadaan inaktif

selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sampai kembali terpajan ke imunogen

yang sama. Sebagian besar respons sel B memerlukan bantuan sel T.

INTERAKSI SELULAR-HUMORAL

Salah satu interaksinya disebut antibodi dependent sel mediated cytotoksicity

(ADCT). Istilah ini diberikan karena sitolisis baru terjadi bila dibantu oleh antibodi.

Antibodi melapisis antigen sasaran sehingga sel NK yang memiliki reseptor

terhadap fragmen Fc antibodi tersebut dapat melekat pada sel atau antigen

sasaran. Pengikatan sel NK melalui reseptornya pada komplek antigen antibodi,

23

Page 24: Laporan Tutorial I - Kelompok I

mengakibatkan sel NK menghancurkan sel sasaran, yang dapat terjadi melalui

pelepasan berbagai enzim, sitolisin, reactif oxygen intermediates dan sitokin

langsung pada sel sasaran.

Imunitas Nonspesifik

Daya tahan tubuh nonspesifik mencakup rintangan mekanis, rintangan kimiawi,

sistem komplemen, interferon, fagositosis, demam, dan radang.

1. Rintangan Mekanis

Kulit yang utuh tidak dapat ditembus oleh mikroorganisme karena epidermis

terdiri dari berbagai sel epitel yang sangat rapat, disertai dengan lapisan tanduk

pada bagian atasnya.

Apabila kulit tergores ataupun lembab, maka infeksi oleh bakteri maupun jamur

akan lebih mudah terjadi. Walaupun selaput lendir (membrane mikosa) hanya terdiri

atas satu lapis atau beberapa lapis sel epitel saja, selaput lendir tetap sulit ditembus

oleh mikroorganisme. Hal ini disebabkan karena selaput lendir akan mensekresi

lendir (mucus) yang lengket dan akan memerangkap mikroorganisme ataupun

debu-debu, kemudian zat ini akan “disapu” keuar oleh gerakan silia.

Keringat, air mata, dan lendir dapat mengencerkan ataupun membersihkan zat

asing, sedangkan minyak dari kelenjar sebasea pada kulit melindungi kulit dari

kekeringan. Rambut hidung menyaring partikel kasar,. Refleks batuk, bersin,

muntah dapat mengeluarkan zat asing dari pernapasan dan saluran pencernaan

bagian atas.

2. Rintangan Kimiawi

Suasana asam di kulit akan mengurangi pertumbuhan mikroorganisme. Asam

lambung dapat membunuh berbagai mikroorganisme dan melumpuhkan berbagai

toksin. Flora mikroorganisme yang normal pada kulit dan selaput lendir dapat

menekan pertumbuhan bakteri pathogen, Lisozim suatu enzim bakterisida terdapat

24

Page 25: Laporan Tutorial I - Kelompok I

pada air ludah, air mata, dan keringat yang akan menhurangi kemungkinan infeksi

oleh bekteri virus.

3. Sistem Komplemen

Sistem komplemen adalah suatu seri protein plasma yang normal berada dalam

keadaan nonaktif. Tetapi bila ada mikroorganisme tersebut akan mengaktifkan

system komplemen ini. Hal lain yang juga dapat mengaktifkan system komplemen

tersebut adalah bila terdapat kompleks antibody yang telah melekat dengan

antigen.

Sistem komplemen yang telah aktif ini berupa suatu seri reaksi kimia dengan

akibat sebagai berikut :

a. Menghasilkan opsinon, suatu zat yang melekatkan mikroorganisme dengan

leukosit sehingga memudahkan terjadinya fagositosis.

b. Menyebabkan pelepasan histamine oleh mastosis. Histamin menimbulkan

vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein.

c. Menghasilkan kemotoksin yang akan menarik leukosit menuju daerah infeksi.

d. Menghasilkan kinin yang mempunyai fungsi seperti histamin (vasodilatasi dan

meningkatkan permeabilitas pembuluh) juga bersifat merangsang ujung reseptor

saraf (rasa sakit, gatal)

e. Menimbulkan suatu reaksi pada membrane sel mikroorganisme yang

menyebabkan timbulnya “lubang-lubang” pada membrane. Hal inin kan

mematikan mikroorganisme.

4. Interferon

Sekumpulan protein yang diproduksi dan disekresikan sejumlah sel, misalnya

makrofag, fibrosit, limfosit yang terkena infeksi berbagai virus dinamakn interferon.

Begitu masik ke dalam cairan interstitial, interferon akan terikat oleh reseptor

membrane plasma dan sel yang sehat. Sel-sel yang telah terikat dengan interferon

tersebut terpicu untuk membentuk suatu protein antivirus, dengan demikian

melindungi sel-sel sehat terhadap serangan berbagai virus. Interferon juga dapat

25

Page 26: Laporan Tutorial I - Kelompok I

merangsang jenis limfosit tertentu untuk langsung membunuh dan menghancurkan

sel-sel yang terinfeksi virus, juga sel-sel kanker jenis tertentu, misalnya kanker tahi

lalat, (melanoma) dan kanker payudara.

5. Fagositosis

Sewaktu tubuh terkena infeksi, terbentuk kemotoksin yang berasal dari

komplemen, dari racun bakteri atau dari sel-sel yang mati. Kemotoksin ini akn

terikat pada reseptor membrane plasma dari fagosit, kemudian akan mempengaruhi

kadar Ca²⁺ sitosol sehingga terjadi pergerakan ameboid dari fagosit menuju ke

daerah infeksi.

Dengan pergerakan ameboid dan dengan mensekresi enzim tertentu fagosit

dapat menerobos melintasi celah diantara sel-sel endothelium kapiler menuju kee

daerah infeksi. Peristiwa ini disebut diapedesis.

Fagosit dibedakan menjadi dua macam:

a. Makrofag

Berasal dari monosit yang berhasil masuk ke dalam jaringan. Bila makrofah

masih berjalan-jalan, disebut makrofag berkelana; bila sudah menetap di dalm

jaringan disebut histiosit atau makrofag menetap, contonya adalah microglia di

dalam otak dan makrofag pad dinding sinusoid hati.

b. Mikrofag

Merupakan suatu granulosit yang masuk ke dalam jarinagn melalui proses

diapedesis. Diantara granulosit yang berkemampuan paling besar

memfagositosis ialah netrofil, kemudian eusinofil.

Untuk terjadinya proses fagositosis diperlukan opsonin, kemudian: terbentuk

pseudopodia terbentuk vakuola fagositositik fusi lisosom dengan

vakuola fagositik membentuk fagolisosom proses pencernaan dan

penghancuran oleh enzim dan H2O2 limbah pencernaan dikeluarkan melalui

proses eksositosis.

26

Page 27: Laporan Tutorial I - Kelompok I

Beberapa bakteri misalnya bakteri TBC dan Staphylococcus yang

terfagositosis kadang-kadang tidak mati, malah dapat berproduksi si dalam

fagosit, sehingga fagosit yang terbunuh.

6. Demam

Suatu keadaan dimana suhu tubuh melebihi normal, disebut demam. Suhu

tubuh normal berkisar antara 36,5-37,5 L C. Demam merupakan salah satu

manifestasi sistemik tubuh terhadap radang. Bakteri, virus yang menyerang tubuh,

sel kanker, sel yang mati menghasilkan zat yang disebut pirogen eksogen. Pirogen

eksogen ini merangsang makrofag dan monosit untuk menghasilkan sejenis protein

yang disebut pirogen endogen. Pirogen endogen merangsang merangsang sel-sel

hipotalamus menghasilkan prostaglandin E. Prostaglandin E inilah yang akan

menyetel thermostat di hipotalamus pada suhu yang lebih tinggi. Dengan demikian

timbul perasaan dingin, menggigil, suatu tanda suhu tubuh akan meningkat.

Telah dijelaskan bahwa sampai taraf tertentu demam ini sangat

menguntungkan karena bakteri atau virus akan lemah dan mati pada suhu tubuh

yang tinggi, BMR meningkat, rekasi kimia tubuh dipacu, leukosit lebih aktif;

semuanya ini akan mempercepat penyembuhan. Tetapi bersamaan dengan demam

karena efek prostaglandin, juga timbul gejala spesifik seperti sakit kepala, pusing-

pusing, lesu, pegal-pegal, bahkan kejang-kejang sampai kerusakan otak yang

mmbahayakan.

Obat-obatan paracetamol, pirazolon, aspirin, propionate, dan obat0obat-obat

penurun panas tubuh lainnya menghambat sintesis dari prostaglandin, dengan

demikian dapat menurunkan demam. Mengingat keuntungan dan kerugian dari

demam, maka penggunaan obat0obat pada demam di atas sering diperbincangkan.

7. Radang

Infeksi adalah masuk dan berkembangnya mikroorganisme di dalam tubuh.

Karena racun yang dikeluarkan oleh mikroorganisme, infeksi dapat menimbulkan

kerusakan pada sel-sel tubuh. Respon atau reaksi tubuh terhadap kerusakan sel-

27

Page 28: Laporan Tutorial I - Kelompok I

sel tubuh yang disebabkan baik oleh bakteri, zat kimia, atau gangguan fisik

misalnya benturan, sinar, panas; dinamakan radang atau inflamasi.

Gejala dari radang adalah rubor, kalor, dolor, tumor, dan gangguan fungsi pada

daerah yang terkena radang. Contoh dari radang adalah amandel, bisul yang sakit

dan bengkak, kulit yang telah tertusuk duri kotor, encok pada sendi, kulit yang telah

terjemur sinar matahari, dan terkena asam. Reaksi radang yang disebabkan oleh

infeksi amandel adalah mirip dengan rekasi-reaksi radang lainny misalnya karena

encok, terkena asam, ataupun patah tulang.

8. Sel Natural Killer

Walaupun bukan sel T sejati, namun sel NK juga melaksanakan fungsi-

fungsi efektor yang penting. Sel NK mengkhususkan diri menghancurkan sel yang

terinfeksi virus dan neoplasma dengan mengeluarkan perforin yang serupa dengan

mengeluarkan perforin yang serupa dengan yang dihasilkan oleh sel CD8. sel

natural killer diberi nama demikian karena sel ini aktif tanpa perlu terlebih dahulu

”disensitisasi” oleh epitop; sel NK mengenali sel asing melalui cara-cara

nonimunologik misalnya muatan listrik yang tidak lazim di permukaan sel.

Perbedaan utama antara sel CD8 dan sel NK tidak spesifik untuk epitop dan tidak

bertambah kuat oleh pajanan sebelumnya. Namun, sel NK melakukan suatu fungsi

penting; sel-sel ini selalu ada untuk menyerang sel-sel yang memperlihatkan

petanda-petanda ”asing” tanpa perlu mengalami sensitisasi dan kemungkinan

mematikan sel-sel asing ini sebelum imunitas selular benar-benar teraktifkan.

Sekitar 5% sampai 15% dari semua limfosit dalam sirkulasi adalah sel NK.

Walaupun memiliki berberapa petanda sel T, namun limfosit ini tidak melewati timus

untuk menjalani pematangan, tidak memiliki ingatan imunlogik, dan tidak memiliki

reseptor sel T.

28

Page 29: Laporan Tutorial I - Kelompok I

a. Imunitas aktif, yaitu bila seseorang secara aktif membentuk sendiri imunitasnya terhadap suatu penyakit

b. Imunitas pasif, yaitu bila imunitas itu berasal luar yang kemudian masuk atau dimasukkan ke dalam tubuh.

IMUNITAS AKTIF DAN PASIF

Imunitas Aktif

Imunitas aktif dibedakan menjadi “didapat secara alamiah“ dan “dimasukkan secara

alamiah”.

a. Imunitas aktif didapat secara alamiah

Imunitas didapat bila seseoarng terserang suatu penyakit terutama

mikroorganisme, kemudian menjadi sakit ringan ataupun berat. Sementara itu di

dalam tubuhnya dikembangkan imunitas humoral dan imunitas selular terhadap

bibit penyakit tersebut. Bila imunitasnya dapat mengatasi bibit penyakit, maka organ

ini akn sembuh dan kebal khusus terhadap penyakit tesebut. Contohnya adalah

sebagai berikut:

Di negara-negara berkembang lebih dari 90% anak-anak pada usia 7 tahun

sudah memiliki antibody terhadap virus poliomielitis. Mungkin sebagian besar

anak-anak di atas usia 10 tahun sudah memiliki imunitas terhadap dipteri. Hal ini

terjadi karena anak-anak itu sudah terserang penyakit, sebagian besar dalam

bentuk ringan, kemudian sembuh dan menjadi kebal (imun). Hanya sebagian

29

Page 30: Laporan Tutorial I - Kelompok I

kecil dari anak-anak tersebut yang karena suatau sebab menderita sakit berat

dan membahayakan.

Seseorang yang telah terkena penyakit campak, cacar, gondongan tidak akan

diserang untuk yang kedua kalinya.

Imunitas aktif yang didapat secara alamiah ini merupakan imunitas yang terkuat

dan terbaik. Tetapi resikonya ialah kemungkinan ada sejumlah orang yang menjadi

sakit berat, meninggal atau cacat dan kemungkinan penyebaran penyakit dan biaya

yang harus dibayar.

b. Imunitas aktif yang dimasukkan secara buatan

Pemberian antigen yang aman untuk dimasukkan kedalam tubuh dengan tujuan

agar tubuh dapat membentuk antibody (imunitas) tetapi tidak mengalami sakit yang

berat. Antigen-antigen tersebut dapat berupa :

Vaksin adalah suatu suspensi mikroorganisme atau bagian mikroorganisme

(virus, riketsia, bakteri) yang telah mati atau dilemahkan.

Toksoid adalah toksin yang telah dilemahkan.

Reaksi dari system imunitas tubuh terhadap vaksin dan toksoid biasanya lemah

dan lambat karena antigen yang dimasukkan sedikit-sedikit dan telah dilemahkan.

Agar kekebalan yang cukup dapat diperoleh maka diperlukan ulangan-ulangan

dengan maksud mendapatkan respon sekunder (amamnestik) yang kuat.

Imunitas Pasif

Imunitas pasif dapat dibedakan menjadi “didapat secara alamiah“ dan “dimasukkan

secara alamiah”.

a. Imunitas pasif didapat secara alamiah

30

Page 31: Laporan Tutorial I - Kelompok I

Imunitas ini didapatkan oleh bayi ynag baru lahir sampai umur kira-kira 6 bulan

dari ibunya. Hal ini terjadi karena IgG ibu dapat menerobos rintngan plasenta,

masuk ke dalam tubuh janain. Dengan demikian tergantung pada jenis IgG ibunya,

si bayi samapai umur 6 bulan akan terlindung dari beberpa macam penyakit

misalnya campak dan difteri. Bayi dapat membentuk immunoglobulin sendiri secara

baik setelah berumur 2-3 bulan.

b. Imunitas pasif yang dimasukkan secara buatan

Imunitas ini diperoleh bila kepada seseorang disuntikkan IgG (gamma-globulin)

atau immunoglobulin lain yang didapat dari darah orang-orang yang telah kebal

terhadap suatu penyakit. Dapat juga yang disuntukkan itu berupa serum (darah

yang dihilangkan sel-sel dan fibriumnya) dari hewan yang telah dikebalakan

terhadap penyakit tertentu, karena di dalam serum terkandung antibody. Namun

sayangnya serum hewan mengandung berbagai protein yang dapat bertindak

sebagai alergen (antigen).

Suntikkan pertama menimbulkan kepekaan, suntikan kedua kali atau

selanjutnya dapat menimbulkan reaksi-reaksi yang tidak diinginkan seperti serum

sickness (pegal-pegal sendi, demam, ruam kulit, kelenjar limfe membengkak,

bahkan shock anafilaktis yang membahayakan. Imunitas ini hanya bertahan

beberapa minggu saja, karena immunoglobulin yang berasal dari luar tubuh akan

diuraikan dan hilang dari tubuh orang tersebut.

31

Page 32: Laporan Tutorial I - Kelompok I

Antigen

Masuknya patogen yang potensial ke tubuh penjamu dan setelah berinteraksi

dengan system pertahanan tubuh nonadaptif, patogen atau anti gen untamanya

ditangkap oleh penyaji antigen ( APCs = antigen presenting cells ), misalnya mekrofag.

Antigen nonsefl (dari luar) inimuncul kembali pada permukaan makrofag, digabungkan

dengan protein uang disandi oleh kompleks histokompotabilitas mayor ( MHC = mayor

histocompotabilitasy complex) dan disajikan ke kelompok (klon) limfosit T. komleks

MNC antigen dikenali oleh reseptor spesifik pada permukaan sel T dan sel ini kemudian

memproduksi berbagai macam sitokin yang menginduksi proliferasi klonal. Dua cara

respon imunitas yabg diperantarai oleh sel dan antibodi terjadi secara bersamaan.

Pada respon imunitas yang diperantarai oleh anti bodi, limfosit T helper (CD4)

mengenali antigen patogen yang bergabung dengan protein MHC kelas II pada

permukaan sel penyaji antigen (makrofag atau sel B) dan memproduksi sitokin yang

mengaktivasi sel yang mengekspresi antibody spesifik terhadap anti gen tersebut. Sel B

mengalami proliferasi klonal dan berdefensiasi membentuk sel plasma, yang kemudian

memproduksi imunoglobulin spesifik (antibodi). Fungsi pertahanan dai antibodi adalah

netralisasi toksin dan virus serta opsonisasi (menyelubungi) patogen, yang membantu

pengambilan patogen ini oleh sel fagositik. Pertahanan yang diperantarai oleh antibodi

ini penting untuk melawan patogen yang memproduksi toksik, atau yang empunyai

kapsul polisakarida yang mengganggu fagositosis. Pertahanan ini berlaku tertama

terhadap patogen ekstra seluler dan toksinnya.

Pada pertahanan yang diperantarai sel, kompleks antigen-MHC kelas II dikenali

oleh limfosit T helper (CD4), sedangkan komleks antigen-MHC kelas II dikenali oleh

limfosit T sitotoksik (DC8). Tiap-tiap kelas sel T penghasil sitokin, menjadi teraktivasi

dan berlanjut proliferasi klonal.

Aktivasi sel T helper, selain merangsang sel B untuk memproduksi antibodi, juga

meningkatkat perkembangan hipersensitivitas tipe lambat, sehingga berperan juga

32

Page 33: Laporan Tutorial I - Kelompok I

dalam pertahanan melawan agen intraseluler termasuk intraseluler ( misalnya

mikrobateria ), jamur, protozoa dan beberapa virus. Aktivasi sel T sitotoksik tertama

ditujukan untuk mendestruksi sel dalam jaringan transplantasi, sel tumor atau sel yang

terinveksi virus.

Karakteristik antigen

Karekteristin dari antugen akan menetukan imunogenitas respon imun, antara lain :

Asing , pada umunya molekul yang dikenal sebagai self tidak bersifat imunogenik,

untuk menimbulkan respon imun, molekul harus dikenal sebagai non self.

Ukuran molekul, imunogen yang paling poten biasanya merupakan protein

berukuran besar. Umumnya molekul dengan berat molekul kurang dari 10.000

kurang bersifat imunogenik dan yang sangat kecil (misalnya asam amino) tidak

bersifat imunogenik. Molekul kecil tertentu ( misalnya hapten ) menjadi imunogenik

hanya jika bergabung dengan protein pembawa.

Kompleksitas kimiawi dan stuktural, jumlah tetentu kompleksitas kimiawi yang

diperlukan contohnya homopolimer contohnya kurang bersifat imunogenik

dibandingkan dengan heteropolimer yang mengandung dua atau tiga asam amino

yang berbeda.

Determinan antigenik (epitop ), unit terkecil dari suatu antigen kompleks yang dapat

diikat oleh antibodi, disebut dengan determinan antigenik atau epitop. Antigen dapat

mempunyai satu atau lebih determinan. Pada umumnya, satu determinan

mempunyai ukuran lima asam amino atau gula, ukuran secara kasar.

Tatanan genetik penjamu, dua strain binatang yang sama dapat merespon secara

berbeda terhadap antigen yang sama karena perbedaan komposisi gen respon

imun.

Dosis, cara tepat pemberin antigen, oleh karena derajat respon imun tergantung

pada banyaknya antigen yang diberikan, respon imun dapat dioptimalkan denan cara

menentukan dosis antigen dengan cermat ( termasuk jumlah dosis ), cara pemberian

dan waktu pemberian ( termasuk interval diantara dosis yang diberikan ). Mungkin

33

Page 34: Laporan Tutorial I - Kelompok I

untuk meningkatkan respon imun dari suatu zat dengan menggabungkan dengan

ajuvan. Ajuvan merupakan zat yang merangsang respon imun, misalnya dengan

mempermudah pengambilan antigen oleh sel penyaji antigen ( antigen persenting cell ).

Molekul yang dapat mengenali antigen.

Sistem imun merespon nonself yang mampu membedakan dengan tepat self

dan nonself. Pembicaraan selanjutnya dalam bab ini adalah tentang molekul yang

digunakan untuk mengenali anti gen asing.

34

Page 35: Laporan Tutorial I - Kelompok I

Antibodi

Antibodi dibentuk dengan cara seleksi klonal. Setiap individu mempunyai banyak

kumpulan limfosit B yang berbeda, yang mempunyai rentang hidup dalam hari atau

minggu dan dibentuk dalam sumsum tulang, nodus limfatikus dan jaringan limfoid yang

berhubungan dengan usus ( misalnya tonsil dan apendiks).

Sel B mempunyai molekul imunoglobulin (105 per sel ) pada permukaanya

imunoglobulin tersebut bertindak sebagai reseptor untuk anitgen spesifik, sehingga tiap

seb B dapat merespon hanya kepada satuanti gen atau kelompok antigen yang

behubungan sangat dekat. Semua sel B immanatur membawa imunoglobulin IgM pada

permukaannya dan sebagian besar juga membawa IgD. Sel B mempunyai reseptor

permukaan untuk bagian Fc imunoglobulin dan beberapa komponen komplemen.

Antigen berinteraksi dengan limfosit B yang menunjukan kecocokan karena

adanya reseptor permukaan imunoglobulin. Antigen terikat pada reseptor tersebut dan

sel B dirangsang untuk membelah diri dan membentuk klon. Sel B yang terpilih ini

segera menjadi sel plasma dan mensekresi antibodi. Oleh karena setiap individu

mempu mebuat sekita 1011 molekul antibodi yang berbeda, terdapat tempat untuk

mengikat antigen pada sel B yang cocok dengan hampir setiap determinan antigen.

Tahap awal pembentukan antibodi adalah fagositosis antigon, biasanya oleh sel

penyaji antigen (antigen presenting cell) terutama makrefag atau sel B, yang

memproses dan menyajikan antigen kepada sel T. Sel T yang teraktivasi ini kemudian

berinteraksi dengan sel B. Sel B yang membawa imunoglobulin permukaan yang cocok

dengan antigen, dirangsang untuk berpoliferasi dan berdeferensiasi menjadi sel

plasma, yang membentuk protein antibodi spesifik atau berdeferensiasi menjadi sel

memori yang hidup dalam jagka waktu lama. Sel plasma tersebut mensintesis

imunoglobulin dengan spesifis yang sama dengan yang dibawa oleh sel B.

35

Page 36: Laporan Tutorial I - Kelompok I

Ciri imunoglobulin pada manusia :

ciri – ciri IgG IgA IgM IgE IgDSimbol rantai berat Γ Α μ ε δBerat molekul (x1000)

150 170 atau 400

900 190 150

Kosentrasi serum (mg/ml)

0,5 – 10

0,5 – 3 1,5 0,003 0,03

Waktu paruh serum (hati)

23 6 5 1-5 2-8

Komplemen tetap Ya Tidak Ya Tidak Tidak Persentase total imunoglobulin dalam serum

80 13 6 < 1 <

Struktur dan fungsi antibodi :

Antibodi merupakan imunoglobulin yang bereaksi secara spesifik dengan antigen

yang menstimulasi produksinya. Antibodi membentuk 20% protein plasma. Antibodi ini

dikatakan bersifat poliklonal. Antibodi yang terbentuk dari klon tunggal sel, misalnya

pada tumor sel plasma (myeloma), bersifat homogen dan disebut sebagai monoklonal.

Antibodi monoklonal dapat dihasilakn dengan cara menggabungkal sel myeloma

dengan limfosit yang memproduksi antribodi. Hybridoma seperti ini sebenarnya

menghasilkan jumlah antibodi monoklonal yang tidak terbatas in vitro.

Semua molekul imunoglobulin terdiri atas ranrai polipeptida ringan dan berat,

contohnya rantai ringan mempunyai berat molekul kira-kira 25.000, sedangkan rantai

ringan mempunyai berat molekul kira-kira 50.000, rantai ringan (L=light) terdiri atas dua

tipe yaitu kappa dan lamda klasifikasi ini dibedakan berdasarkan perbedaan asam

amino dalam regiio konstan. Kedua tipe tersebut terdapat pada semua kelas

imunoglobulin (IgG, IgM, IgA, IgE dan IgD) tetapi tiap satu molekul imunoglobulin

mengandung hanya satu jrnis rantai ringan.bagian akhir amino tiap rantai ringan

mengandung bagian tempat prngingkatan antigen.

36

Page 37: Laporan Tutorial I - Kelompok I

Rantai berat

(H=heavy)

berbeda untuk tiap

kelas

imunoglobulin

yang terdiri atas

delta, gamma, alfa,

mu, eplison.

Bagian akhir amino

dari tiap rantai berat berperan dalam tempat pengikatan antigen, ujung akhir yang lain

(karbosil) membentuk fragmen Fc yang mempunyai bermacam-macam aktivitas

biologis (misalnya aktivitas komplemen dan pengikat reseptor permulaan sel).

Molekul antibodi tiap individu selalu terdiri atas rantai H dan L yang identik.

Molekul antibodi paling sederhana digambarkan sebagai bentuk Y dan terdiri atas 4

rantai polipeptida, dua rantai berat dan dua rantai ringan. Empat rantai tersebut secara

kovalen dihubungkan oleh ikatan disulfida.

Jika molekul antibodi rusak oleh enzim proteolitik, ikatan regio dalamengsel

menjadi rusak. Kerusakan ini menghasilkan dua fragmen Fab yang identik, yang

membawa tempat pengikatan antigen atau satu fragmen Fc yang terlibatdalam transfer

melewati plasenta, fiksasi komplemen, pelekatan untuk berbagai macam sel dan

aktivasi bilogis lainnya.

Rantai L dan H dibagi dalam regio varibel dan regio konstan. Regiot tersebut

tersusun dari gulungan 3 dimensi, segme yang berulang disebut domain, struktur

tersebut telah ditentukan dengan kritalografi sinar X resilusi tinggi.

37

Page 38: Laporan Tutorial I - Kelompok I

Kelas imunoglobulin :

IgG

Tiap molekul IgG terdiri atas dua rantai L dan dua rantai H yang dihubungkan

oleh ikatan disulfida (rumus molekul H2L2). Oleh karena itu imunoglobulin ini

mempunyai dua tempat pengikatan antigen yang identik, meka disebut divalen.

IgG merupakan antibodi dominan pada respon sekunder dan menyusun

pertahanan yang penting melawan bakteti dan virus. Ini merupakan satu-satunya

antibodi yang mampu melintasi plasenta,oleh karena itu merupakan imunoglobulin

yang paling banyak ditemukan pada bayi yang baru lahir.

IgM

Merupakan imunoglobulin utama yang diproduksi pada awal respon imunitas

primer. IgM terdapat ada permukaan semua sel B. Ini merupakan imunoglobulin

yang efisien dalam proses aglutinasi fiksasikomplemen dan reaksi antigen-antibodi

lainnya serta penting juga dalam menjadi pertahanan dalam melawan bakteri dan

virus. Imunoglobulin dapat diproduksi oleh fesus yang terinfeksi. Karena interaksi

imunoglobulin ini dengan antigen dapat melibatkan semua tempat pengikatan

antigen tersebut, maka imunonoglobulin ini mempunyai tingkat aviditas yang paling

tinggi dibandingkan dengan semua imunoglobulin lainnya.

IgA

Merupakan imunoglobulin utama pada hasil sekresi misalnya susu, saliva dan

air mata serta sekresi traktus respiratorius, intestinal dan genital. Imunoglobulin

inimelindungi membran mukosa dari serangan bakteri dan virus.

Tiap molekul IgA terdiri atas dua unit H2L2 dan satu molekul terdidi atas rantai J

dan komponen sekresi, molekul yang disebut terakhir merupakan protein yang

diturunkan dari celah reseptor poli-Ig. Reseptor ini mengikat dimer IgA dan

mempermudah transpornya melintasi epitel mukosa. Beberapa bakteri (misalnya

neisseria) dapat merusak IgA1 dengan cara menghasilkan protase dah sehingga

menghalangi imunitas yang diperantarai antibodi pada permukaan mukosa.

38

Page 39: Laporan Tutorial I - Kelompok I

IgE

Regio Fc dari IgE terikat pada reseptor pada permukaan sel mast dan basofil.

IgE yang terikat ini bertindak sebagai reseptor antigen yang menstimulasi

produksinya sehingga terbentuk kompleks antigen-antibodi yang memicu terjadinya

respon alergi tipe cepat (anafilaksis) melalui pelepasan mediator. Pada orang

dengan hipersensivitas alergi yang diperantarai antibodi tersebut, IgE meningkat

dengan cepat dan IgE dapat terdapat pada sekresi eksternal. IgE serum juga

meningkat secara tipikal selama infeksi cacing.

IgD

IgD bertindak sebagai reseptor antigen ketika terdapat pada permukaan limfosit

B tertentu. Ini juga terjadi pada beberapa sel leukemia limfatik. Di dalam serum

immunoglobulin ini hanya terdapat dalam jumlah sedikit.

Gen immunoglobulin dan pembentukannya.

Tiap rantai immunoglobulin terdiri atas region variable (V) dan konstan (C). untuk

tiap tipe rantai immunoglobulin misalnya rantai ringan kappa, rantai ringan lamda an

lima rantai berat, terdapat pool segmen gen yang terpisah yang terletak di kromosom

yang berbeda. Tiap 3 loki gen mengandung seperangkat segmen gen V yang berbeda,

yang secara luas terpisah dari segmen gen C. selama berdefensiasi sel B, DNA

disusun kembali untuk membawa segmen gen yangterpilih berdekataaaan datu dengan

yang lain dalam genom.

Region variable daritiap rantai L dikode oleh 2 segmen gen, V dan J. region

variable dai tiap rantai H dikode oleh 3 segmen gen , V, D dan Y. segmen-segmen

tersebut disatkan menjadi 1 gen variabel fungsional melaui penyusunan kembali DNA.

Tiap gen variabel V yang berkumnpul kemudian digabung dengan gen konstan C yang

sesuai untuk menghasilkan mRNA yang mengkode rantai peptide komplit. Rantai L dan

39

Page 40: Laporan Tutorial I - Kelompok I

h disintesis secara terpisah pada polisom dan akhirnya dikumpulkan ke dalam

sitoplasma untuk membentuk unit H2L2 dengan menggunakan ikanta disulfida.

Kemudian karbohidrat ditambahkan selama proses tersebut melalui komponen

membrane sel dan molekul immunoglobulin dibebaskan dari sel.

Mekanisme susunan kembali sel memungkinkan penyusunan bayanak variasi

molekul immunoglobulin. Keanekaragaman antibody bergantung pada :

1. segmen gen V,D dan J multiple

2. hubungan kombinasi misalnya hubungan tiapsegmen gen V dengan tiap segmen

gen D dan J.

3. kombinasi acak rantai L dan H yang berbeda.

4. mutasi somatic

5. keragaman jungsinal yang dihasilkan oleh penggabungan yang tepat selama

proses penyusunan kembalil dan mengakibatkan perubahan atau penghilangan

asam amino dalam regio hipervariabel.

6. keragaman insersional, yaitu enzim deoksinukleotide teransferase ujung

menyisipkan kelompok kecil nukleutida pada persilangan V-D dan D-J.

Respon Primer

Ketika individu terpapar antigen untuk yang pertama kali, antibodi melawan antigen

tersebut dideteksi dalam serum dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu

tergantung pada asal dan dosis antigen serta cara pemberiaannya. Konsentrasi

antibody serum terus meningkat selama beberapa minggu dan kemudian menurun;

konsentrasi mungkin turun ke tingkat sangat rendah. Antibody yang pertama dibentuk

adalah IgM, diikuti oleh IgG, IgA atau keduanya. Kadar IgM cenderung turun lebih cepat

daripada kadar IgG.

40

Page 41: Laporan Tutorial I - Kelompok I

Respon Sekunder

Pada kejadian terpaparnya yang sama untuk kedua kalinya bebrapa bulan atau

beberapa tahun setelah respon primer, respon antibody lebih cepat dan meningkat ke

tingkat yang lebih tinggi daripada selama respon primer. Perubahan respon ini dibantu

oleh menetapnya sel memori yang sensitif terhadap antigen yang muncul setelah

respon imun yang pertama. Pada respon sekunder jumlah IgM yang diproduksi secara

kualitatif hampir sama dengan yang diproduksi setelah kontak dengan antigen yang

pertama; namun demikian, lebih banyak IgG yang diproduksi dan kadar IgG cenderung

menetap lebih lama dibandingkan yang terjadi pada respon primer. Selain itu antibody

ini cenderung mengikat antigen dengan kuat, sehingga kurang mudah mengalami

disosiasi.

Fungsi Perlindungan Antibodi

Karena hubungan saling melengkapi secara structural antara antibody dan antigen

yang memicu munculnya antibody tersebut, baik antibody maupun antigen cenderung

mengikat satu sama lain kapan pun mereka bertemu baik in vitro maupun in vivo.

Pengikatan ini nonkovalen dan melibatkan ikatan lemah elektrostatik, van der waals dan

ikatan lemah yang lain seperti ikatan hydrogen dan ikatan lainnya. Antibody dapat

menghasilkan imunitas melawan infeksi dengan cara opsonisasi organisme, yang

membuat antigen tersebut lebih siap diingesti oleh fagosit; antibody dapat mengikat

virus dan mengurangi kemampuannya untuk menginvasi sel pejamu; paling penting

adalah, bahwa antibody mampu menetralisir toksin mikroorganisme dan

mengaktifkanefek toksin membahayakan tersebut.

Antibody dapat diinduksi secara aktif di dalam tubuh pejamu dengan cara

memberikan antigen atau preparat yang mengandung antigen dengan tepat tetapi

efeknya tertunda sampai tercapai konsentrasi antibody yang ada menjadi kuat.

Sebaliknya, antibody dapat diberikan secara pasif, yang membuat antibody tersebut

41

Page 42: Laporan Tutorial I - Kelompok I

tersedia dengan cepat untuk kepentingan pencegahan atau terapi. Pemberian pasif

telah digunakan dalam pengelolaan difteria dalam klinis, tetanus dan botulisme.

Imunitas yang diperantai antibody melawan bakteri paling efektif ketika ditujukan

untuk melawan infeksi bakteri, di mana virulensi berhubungan dengan kapsul

polisakarida. Pada infeksi ini, antibosi bergabung dengan antigen berkapsul dan

membuat organisme rentan terhadap ingesti oleh sel fagositik dan destruksi dalam sel.

Banyak respon imunitas yang diperantarai sel juga memerlukan bantuan antibodi

yang ditujukan untuk melawan antigen yang menyerang sebelum antiigen dapat

diinaktivasik atau dieleminasi. Sebaliknya, pengikatan antibodi ke antigen

menyebabkan pembentukan kompleks imun dan deposisi kompleks imun ini merupakan

ciri penting dalam perkembangan disfungsi organ.

42

Page 43: Laporan Tutorial I - Kelompok I

PATOFISIOLOGI DEMAM

Demam, yang berarti temperature tubuh diatas batas normal atau biasa (36,6-37,5),

dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang

mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak, atau

dehidrasi.

PENGATURAN SUHU TUBUH

Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme umpan balik saraf, dan

hamper semua mekanisme ini bekerja melalui pusat pengaturan suhu yang terletak

pada hipotalamus. Akan tetapi, agar mekanisme umpan balik ini bekerja, juga harus

terdapat detektor suhu untuk menentukan bila suhu tubuh menjadi terlalu panas atau

terlalu dingin. Beberapa dari reseptor tersebut adalah sebagai berikut:

Reseptor suhu. Mungkin reseptor suhu yang paling penting untuk mengatur suhu

tubuh adalah banyak neuron peka-panas khusus yang terletak pada area preoptika

hipotalamus. Neuron ini meningkatkan pengeluaran impuls bila suhu meningkat dan

mengurangi impuls yang keluar bila suhu turun. Kecepatan cetusan kadang-kadang

meningkat sebanyak 10 kali pada peningkatan suhu tubuh sebesar 10°C.

Selain neuron peka panas area proptika ini, reseptor lain yang peka terhadap suhu

adalah: (1) reseptor suhu kulit termasuk reseptor panas dan dingin ( tetapi reseptor

dingin empat sampai sepuluh kali reseptor panas) yang menghantarkan impuls saraf ke

medula spinalis dan kemudian ke daerah hipotalamus otak untuk membantu mengatur

suhu tubuh dan (2) reseptor suhu dalam medula spinalis, abdomen dan mungkin

struktur dalam lainnya pada tubuh yang juga menghantarkan isyarat, juga terutama

isyarat dingin, ke susunan saraf pusat untuk membantu mengontrol suhu tubuh.

43

Page 44: Laporan Tutorial I - Kelompok I

KONSEP ”SET-POINT” UNTUK PENGATURAN SUHU TUBUH

Pada temperatur inti tubuh yang kritis, pada tingkat hampir tepat 37,1°C, terjadi

perubahan drastis pada kecepatan kehilangan panas dan kecepatan pembentukan

panas. Pada temperatur di atas tingkat ini, kecepatan kehilangan panas lebih besar dari

kecepatan pembentukan panas, sehingga temperatur tubuh turun dan mencapai

kembali tingkat 37,1°C. Tingkat temperatur kritis ini disebut set-point dari mekanisme

pengaturan temperatur. Yaitu, semua mekanisme pengaturan temperatur terus

menerus berupaya untuk mengembalikkan temperatur tubuh kembali ke tingkat set-

point.

Set-point temperatur kritis atas dan bawah pada hipotalamus, yang bila dilewati

akan menimbulkan berkeringat dan menggigil, terutama ditentukan oleh derajat aktivitas

reseptor temperatur panas pada area preoptik-hipotalamus anterior. Akan tetapi, sinyal

temperatur yang berasal dari bagian perifer tubuh, terutama dari kulit dan jaringan

tubuh bagian dalam tertentu (medulla spinalis dan organ abdomen bagian dalam), juga

berperan sedikit terhadap pengaturan temperature tubuh. Jadi peranan sinyal-sinyal

tersebut adalah mengubah set-point dari pusat pengaturan di hipotalamus.

PERANGAI PENGATURAN SUHU TUBUH

Di samping mekanisme thermostat hipotalamus untuk pengaturan suhu tubuh,

tubuh masih mempunyai mekanisme lain untuk pengaturan suhu tubuh yang biasanya

lebih kuat daripada system thermostat. Mekanisme ini merupakan perangai pengaturan

suhu, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: bila suhu interna tubuh terlalu tinggi,

isyarat dari area preoptika otak memberikan kesan psikis terlalu panas. Bila tubuh

terlalu dingin, isyarat dari kulit dan mungkin dari reseptor-reseptor perifer menimbulkan

perasaan dingin yang tidak enak. Oleh karena itu, orang membuat penyesuaian

lingkungan yang cocok untuk memberikan rasa nyaman. Hal ini merupakan sistem

pengaturan suhu tubuh yang jauh lebih kuat daripada yang telah ditemukan oleh

sebagian besar ahli fisiologis dahulu, memang bagi manusia, ini merupakan satu-

44

Page 45: Laporan Tutorial I - Kelompok I

satunya mekanisme yang efektif bagi pengaturan panas tubuh pada lingkungan yang

sangat dingin.

Pengaturan suhu interna tubuh setelah pemotongan medula spinalis. Setelah

pemotongan medula spinalis pada leher di atas berkas simpatis medula spinalis,

pengaturan suhu tubuh menjadi sangat jelek sekali, karena hipotalamus tidak dapat lagi

mengatur aliran darah kulit atau derajat berkeringat di semua bagian tubuh. Pada orang

dengan keadan ini, suhu tubuh terutama harus diatur oleh respon psikis penderita

terhadap sensasi dingin dan panas pada daerah kepalanya. Yaitu, bila ia merasa

dirinya terlalu panas, atau bila ia menderita nyeri kepala karena panas, ia mengetahui

bahwa ia harus memilih lingkungan yang lebih dingin, dan sebaliknya, bila ia

mempunyai sensasi dingin, ia memilih lingkungan yang lebih panas.

MENGATUR KEMBALI PUSAT PENGATURAN TEMPERATUR HIPOTALAMUS PADA

PENYAKIT DEMAM-EFEK PIROGEN

Banyak protein, hasil pemecahan protein, dan beberapa zat tertentu lain, terutama

toksin liposakarida yang dilepaskan olah bakteri, dapat menyebabkan peningkatan set-

poin termostat hipotalamus. Zat yang menimbulkan efek seperti ini disebut pirogen.

Pirogen yang dilepaskan oleh bakteri toksik atau pirogen yang dilepaskan dari

degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam selama keadaan sakit. Ketika

set-point pusat pengaturan temperatur hipotalamus meningkat lebih tinggi dari tingkat

normal, semua mekanisme untuk meningkatkan temperatur tubuh terlibat, termasuk

pengubahan panas dan peningkatan pembentukan panas. Dalam beberapa jam setelah

set- point ditingkatkan ke derajat yang lebih tinggi, temperatur juga mendekati tingkatan

seprti ini.

Mekanisme kerja pirogen dalam menyebabkan demam- peranan interleukin-1.

percobaan pada binatang telah memperlihatkan bahwa beberapa pirogen, ketika

disuntikkan ke dalam hipotalamus, dapat bekerja secara langsung pada pusat

pengaturan hipotalamus untuk meningkatkan set-pointnya, walaupun masih banyak

45

Page 46: Laporan Tutorial I - Kelompok I

pirogen lain berfungsi tidak langsung dan mungkin membutuhkan periode laten

beberapa jam sebelum menimbulkan efek ini. Hal ini banyak terjadi pada bakteri

pirogen, teruma endotoksin dari bakteri gram negatif, sebagai berikut.

Apabila bakteri atau hasil pemecahan

bakteri terdapat dalam jaringan atau

dalam darah, keduanya akan difagositosis

oleh leukosit darah, makrofag jaringan dan

limfosit bergranula besar. Seluruh sel ini

selanjutnya mencerna hasil pemecahan

bakteri dan melepaskan zat interleukin-1

ke dalam cairan tubuh, yang juga disebut

pirogen leukosit atau pirogen endogen.

Interleukin-1 saat, saat mencapai

hipotalamus, segera menimbulkan

demam, meningkatakan temperatur tubuh

dalam waktu 8 sampai 10 menit.

Sedikitnya sepersepuluh juta gram

endotoksin lipolisakarida dari bakteri, yang

beraksi dengan cara ini bersama-sama

dengan leukosit darah, makrofag jaringan,

dan limfosit pembunuh, dapat

menyebabkan demam. Jumlah interleukin-1 yang dibentuk dalam respon terhadap

lipopolisakarida untuk menyebabkan demam hanya beberapa nanogram.

Beberapa perobaan terakhir telah menunjukkan bahwa interleukin-1 menyebabkan

demam pertama-tama dengan menginduksi pembentukan salah satu prostaglandin,

terutama prostaglandin E2, atau zat yang mirip dan zat ini selanjutnya bekerja dalam

hipotalamus untuk membangkitkan reaksi demam. Ketika pembentukan prostaglandin

dihambat oleh obat, demam sama sekali tidak terjadi atau paling tidak berkurang.

Sebenarnya, hal ini mungkin sebagai penjelasan bagaimana cara kerja aspirin

menurunkan derajat demam, karena aspirin mengganggu pembentukan prostaglandin

46

Page 47: Laporan Tutorial I - Kelompok I

dari asam arakidonat. Hal ini juga aka menjelaskan mengapa aspirin tidak menurunkan

temperatur tubuh pada orang normal, karena orang normal tidak memiliki interleukin-1.

Obat seperti aspirin yang menurunkan tingkat demam sehingga disebut antipiretik.

KARAKTERISTIK KEADAAN DEMAM

1. Menggigil.

Apabila set point pusat pengaturan temperatur hipotalamus berubah tiba-tiba

dari tingkat normal ke tingkat lebih tinggi sebagai akibat dari penghancuran

jaringan, zat pirogen, atau dehidrasi, temperatur tubuh biasanya membutuhkan

waktu beberapa jam untuk mencapai set-point temperatur yang baru. Karena suhu

tubuh lebih rendah daripada setelan suhu hipotalamus, tubuh nerasa kedinginan

meski suhunya telah melebihi normal. Rasa dingin ini terus berlangsung hingga

suhu standard hipotalamus di capai, sehingga kita menjadi menggigil. Selain itu,

kulit juga mengalami vasokontriksi untuk mencegah pelepasan panas. Rasa dingin

dan menggigil ini akan terus berlanjut hingga suhu hipotalamus di capai.

2. Krisis atau “flush”.

Bila faktor yang menyebabkan penyetelan hipotalamus menjadi tinggi itu di

hilangkan, sehingga termostat hipotalamus mendadak memiliki nilai rendah, maka

tubuh akan menyesuaikan diri lagi untuk mencapai suhu yang baru. Pada keadaan

ini suhu darah yang tinggi akan menyesuaikan standard hipotalalmus yang rendah,

sehingga terjadi gejala yang analog dengan bila terjadi pemanasan berlebihan pada

area preoptika-hipotalamu anterior, yang menyebabkan keringat banyak dan kulit

tiba-tiba menjadi panas karena vasodilatasi di semua tempat.

47

Page 48: Laporan Tutorial I - Kelompok I

KEUNTUNGAN DEMAM

1. Bakteri / virus akan lemah dan mati pada suhu tubuh tinggi.

2. BMR meningkat ( Basal Metabolic Rate ) meningkat.

3. Reaksi kimia tubuh di pacu.

4. Leukosit lebih aktif.

48

Page 49: Laporan Tutorial I - Kelompok I

DAFTAR PUSTAKA

Burmester, GR, Pezzuto, A, 2003. Colour Atlas of Immunology. Available in

http://server.fk-unram.edu/document/

Di Fiore. 2000. Atlas Histologi Manusia. EGC: Jakarta

Kresno, SB, 2001. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. FKUI: Jakarta

Price dan Wilson, Patofisiologi: Konsep Penyakit. EGC: Jakarta

Leeson, CR, Leeson, TS, Paparo, AA, 1996. Buku Ajar Histologi. EGC: Jakarta

Saladin, KS, 2007. Anatomy & Phhysiology, 4th edition. McGraw-Hill: New York, pp.188-

196, 808-846

U.S. Departement of Helth and HumanService National Institutes of Health, 2003.

Understanding of Immune System: How It Works. Available in http://server.fk-

unram.edu/document/

Wahab, AS, Julia, M, 2002. Sistem Imun, Imunisasi, dan Penyakit Imun. Widya Medika :

Jakarta

49