48
BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. DEFINISI Apendisitis adalah radang yang timbul pada apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. 1 Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Apendisitis perforasi terjadi ketika sekresi mukus terus berlanjut, dan tekanan dalam ruang appendiks terus meningkat dan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, bakteri menembus dinding apendiks, lalu arteri terganggu dann terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene dan pecahnya dinding apendiks yang telah rapuh. 1 II. ANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI APPENDIX Gambar 1. Letak anatomi Appendix vermicularis 8

Lapsus Appendisitis Perforata

  • Upload
    hasmia

  • View
    16

  • Download
    4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

appendicitis

Citation preview

Page 1: Lapsus Appendisitis Perforata

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Apendisitis adalah radang yang timbul pada apendiks dan merupakan salah

satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui.1 Infeksi menyebabkan

pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi

trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Apendisitis perforasi

terjadi ketika sekresi mukus terus berlanjut, dan tekanan dalam ruang appendiks

terus meningkat dan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, bakteri

menembus dinding apendiks, lalu arteri terganggu dann terjadi infark dinding

apendiks yang diikuti dengan gangrene dan pecahnya dinding apendiks yang telah

rapuh. 1

II. ANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI APPENDIX

Gambar 1. Letak anatomi Appendix vermicularis

Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara

Ileum dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan

Appendix terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada

Caecum. Awalnya Appendix berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi

dan terletak lebih medial dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses

perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir pada kuadran kanan

8

Page 2: Lapsus Appendisitis Perforata

bawa h perut. Appendix selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh karena

itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi Caecum.2

Gambar 2. Appendix vermicularis

Vaskularisasi Appendix berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran

histologis Appendix menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada

submukosanya. Pada usia 15 tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul

limfoid. Lumen Appendix biasanya mengalami obliterasi pada orang dewasa. 2

Gambar 3. Potongan transversa Appendix

Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan

rata-rata panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia

caealis pada dasar Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang

9

Page 3: Lapsus Appendisitis Perforata

terlihat pada gambar di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi

lokasi nyeri perut yang terjadi apabila Appendix mengalami peradangan. 2

Gambar 4. Variasi lokasi Appendix vermicularis

Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,

Appendix dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan

Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix

merupakan komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue

(GALT), fungsinya tidak penting dan Appendectomy tidak akan menjadi suatu

predisposisi sepsis atau penyakit imunodefisiensi lainnya. 2

III. EPIDEMIOLOGI

Peradangan pada appendix ini dapat ditemukan pada masyarakat dari

berbagai usia, dan juga dari berbagai kalangan yang berbeda pula. Terdapat

sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap

tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6 – 10 tahun. Di Indonesia sendiri

belum ada data pasti yang menyatakan jumlah insiden appendicitis, namun insiden

terbanyak terjadi pada usia 10 – 30 tahun, dengan jumlah penderita pria lebih

banyak daripada wanita. Walaupun appendicitis ini dapat ditemukan pada

berbagai usia, namun angka komplikasi tertinggi ada pada penderita pada rentang

usia muda (anak – anak) dan usia tua, di mana angka komplikasi berupa perforasi

appendix diikuti dengan peritonitis generalisata cukup tinggi. 1

10

Page 4: Lapsus Appendisitis Perforata

Insiden di negara maju lebih tinggi dibandingkan dengan di negara

berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir menurun secara

bermakna. Kejadian ini diduga karena meningkatnya penggunaan makanan

berserat dalam menu sehari-hari. Insidensi pada laki-laki dan perempuan

umumnya sebanding. Kecuali pada umur 20-30 tahun insidensi pada laki-laki

lebih tinggi. 1

IV. ETIOLOGI

A. Obstruksi

Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith

merupakan penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak

dengan Appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix.

Penyebab yang lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa

Appendix, barium yang mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian,

gallstone, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Reaksi jaringan limfatik,

baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia,

Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba,

Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis

juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles,

chicken pox, dan cytomegalovirus. Insidensi Appendicitis juga meningkat pada

pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar

yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat terjadi akibat tumor

carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200

tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam

terjadinya Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis

adalah trauma, stress psikologis, dan herediter. 1,3

11

Page 5: Lapsus Appendisitis Perforata

Gambar 5. Appendicitis (dengan fecalith)

B. Bakteriologi

Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix

normal. Sekitar 60% cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan

bakteri jenis anaerob, dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi

Appendix yang normal. Diduga lumen merupakan sumber organisme yang

menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa terganggu oleh peningkatan

tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal Colon memainkan

peranan penting pada perubahan Appendicitis acuta ke Appendicitis gangrenosa

dan Appendicitis perforata. 1,3

Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus

didapatkan lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang

mengalami perforasi. Flora normal pada Appendix sama dengan bakteri pada

Colon normal. Flora pada Appendix akan tetap konstan seumur hidup kecuali

Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada orang dewasa. Bakteri

yang umumnya terdapat di Appendix, Appendicitis acuta dan Appendicitis

perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi

dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan. 1,3,4

C. Peranan lingkungan: diet dan higiene

Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat

dengan kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan

berhubungan dengan kondisi tertentu pada pencernaan. Appendicitis, penyakit

Divertikel, carcinoma Colorectal lebih sering pada orang dengan diet seperti di

atas dan lebih jarang diantara orang yang memakan makanan dengan kandungan

serta lebih tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada

12

Page 6: Lapsus Appendisitis Perforata

perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen yang mempunyai

kecenderungan untuk timbul fecalith. 1,3

V. PATOFISIOLOGI

Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat

peradangan sebelumnya, atau neoplasma. 1,3

Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi

normal mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada

Appendix normal 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan

meningkatkan tekanan intraluminal sekitar 60 cmH2O. Distensi merangsang

akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-

samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium. 1,3

Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari

pertumbuhan bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan

tekanan organ melebihi tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat

menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol tidak terhambat.

Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih nyata.

Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix dan peritoneum parietal pada

regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ. 1,3,6,7

Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap

kekurangan suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan

arteriol, daerah dengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami

kerusakan paling parah. Dengan adanya distensi, invasi bakteri, gangguan

vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu daerah infark

di batas antemesenterik. 1,2,6,7

Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala

gangguan gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan

kebiasaan BAB, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada

diagnosis Apendisitis, khususnya pada anak-anak.6

Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang

dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri

13

Page 7: Lapsus Appendisitis Perforata

tumpul di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual

dan muntah dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah

timbul mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.6

Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi

perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal,

terjadi gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal

tersebut semakin meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya,

peningkatan tekanan ini menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi

Appendix yang menyebabkan iskhemia jaringan intraluminal Appendix, infark,

dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke dinding Appendix; diikuti

demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator inflamasi karena

iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding Appendix

berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi

dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik Mc

Burney’s. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului

nyeri visceral sebelumnya. Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di

pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai

peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi Appendix dan penyebaran infeksi.

Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau

pinggang. Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau

pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri

pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat

penyebaran infeksi Apendisitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau

nyeri seperti terjadi retensi urine.

Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau

peritonitis difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah

perforasi dan kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut.

Tanda perforasi Appendix mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC,

leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat

tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48

jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi

14

Page 8: Lapsus Appendisitis Perforata

tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang

melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak

yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess

tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat

pemeriksaan fisik.6

Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering

dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat

iritasi Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya

abscess pelvis.6

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan

menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum

setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut

dengan apendisitis supuratif akut. 1,3

Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang

diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila

dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. 1,3

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang

disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi

abses atau menghilang. 1,3

Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai

dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48

jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses

radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa

sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis

jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,

apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk

selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 1,3

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,

dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh

15

Page 9: Lapsus Appendisitis Perforata

yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua

perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah. 1,3

Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi

mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum,

usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria,

uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila

proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul

peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup

kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu

pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest). 1,3

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan

membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan

sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan

bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan

mengalami eksaserbasi akut. 1,3

VI. GAMBARAN KLINIS

Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah

umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah dan anoreksia.

Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat

bila berjalan atau batuk. Nyeri menetap dan terus menerus, tapi tidak begitu berat

dan diikuti dengan kejang ringan didaerah epigastrium, kadang diikuti pula dengan

muntah, kemudian beberapa saat nyeri pindah ke abdomen kanan bawah. Nyeri

menjadi terlokalisir, yang menyebabkan ketidakenakan waktu bergerak, jalan atau

batuk. Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix,

biasanya suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh

meningkat hingga > 39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai Apendisitis. Pada

75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja.

Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya

gejala Apendisitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah

mendahului nyeri perut, maka diagnosis Apendisitis diragukan. Muntah yang

timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis. Penderita

16

Page 10: Lapsus Appendisitis Perforata

kadang juga mengalami konstipasi. Sebaliknya karena ada gangguan fungsi usus

bisa mengakibatkan diare, dan hal ini sering dikacaukan dengan gastroenteritis

acute. Penderita appendicitis acute biasanya ditemukan ditemukan terbaring di

tempat tidur serta memberkan penampilan kesakitan. Mudah tidaknya gerakan

penderita untuk menelentangkan diri merupakan tanda ada atau tidaknya rangsang

peritoneum ( somatic pain). 3,4

Pemeriksaan pada abdomen kanan bawah, menghasilkan nyeri terutama bila

penderita disuruh batuk.. Pada palpasi dengan satu jari di regio kanan bawah ini,

akan teraba defans musculer ringan . Tujuan palpasi adalah untuk menentukan

apakah penderita sudah mengalami iritasi peritoneum atau belum. Pada

pemeriksaan auskultasi, peristaltik usus masih dalam batas normal, atau kadang

sedikit menurun. Suhu tubuh sedikit naik, kira-kira 7,8 derajat Celcius, pada kasus

appendix yang belum mengalami komplikasi. Nyeri di epigastrium kadang

merupakan awal dari appendicitis yang letaknya retrocaecal/ retroileal Untuk

appendix yang terletak retrocaecal tersebut, kadang lokasi nyeri sulit ditentukan

bahkan tak ada nyeri di abdomen kanan bawah. Karena letak appendix yang dekat

dengan uretra pada lokasi retrocaecal ini, sehingga menyebabkan frekuensi urinasi

bertambah dan bahkan hematuria. Sedang pada appendix yang letaknya pelvical,

kadang menimbulkan gejala seperti gastroenteritis akut. 3,4

Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan: 3,4

A. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;

B. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat

tanda-tanda peritonitis;

C. laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat

pergeseran ke kiri.

Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan: 3,4

1. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak

tinggi lagi;

2. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis

dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan

3. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.

17

Page 11: Lapsus Appendisitis Perforata

Untuk appendisitis akut yang telah mengalami komplikasi, misal perforasi,

peritonitis dan infiltrat atau abses, gejala klinisnya seperti dibawah ini : 3,4

1. Perforasi :

Terjadi pada 20% penderita terutama usia lanjut. Rasa nyeri bertambah

dahsyat dan mulai dirasa menyebar, demam tinggi (rata-rata 38,3oC). Jumlah

lekosit yang meninggi merupakan tanda khas kemungkinan sudah terjadi perforasi.

2.  Peritonitis :

Peritonitis lokal merupakan akibat dari mikroperforasi dari appendicitis yang

telah mengalami gangrene. Sedangkan peritonitis umum adalah merupakan tindak

lanjut daripada peritonitis lokal tersebut. Bertambahnya rasa nyeri, defans

musculer yang meluas, distensi abdomen, bahkan ileus paralitik, merupakan

gejala-gejala peritonitis umum. Bila demam makin tinggi dan timbul gejala-gejala

sepsis, menunjukkan peritonitis yang makin berat.

3.  Abses / infiltrat :

Merupakan akibat lain dari perforasi. Teraba masa lunak di abdomen kanan

bawah. Seperti tersebut diatas karena perforasi terjadilah “walling off”

(pembentukan dinding) oleh omentum atau viscera lainnya, sehingga terabalah

massa (infiltrat) di regio abdomen kanan bawah tersebut. Massa mula-mula bisa

berupa plegmon, kemudian berkembang menjadi rongga yang berisi pus. Dengan

USG bisa dideteksi adanya bentukan abses ini. Untuk massa atau infiltrat ini,

beberapa ahli menganjurkan antibiotika dulu, setelah 6 minggu kemudian

dilakukan appendektomi. Hal ini untuk menghindari penyebaran infeksi.

1. ANAMNESIS 

Nyeri / Sakit perut

Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada

seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut ( tidak

pin-point). Mula-mula daerah epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apa

bila telah terjadi inflamasi ( > 6 jam ) penderita dapat menunjukkan letak nyeri,

karena bersifat somatik. 3,4

Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Setiap pasien dengan

gejala nyeri abdomen yang belum pernah mengalami apendektomi seharusnya

18

Page 12: Lapsus Appendisitis Perforata

dicurigai menderita apendisitis. Pasien dapat menerangkan dengan jelas permulaan

gejala nyeri abdomen dan dapat menerangkan lokasi yang tepat. Pasien dapat

menunjuk dengan satu jari tempat permulaan nyeri, dimana saja yang pernah nyeri

dan sekarang dimana yang nyeri. 3,4

Setelah itu dilanjutkan dengan anamnesis terpimpin seperti misalnya: 3,4

a. Bagaimana hebatnya nyeri ?

b. Apakah nyerinya sampai menyebabkan pasien tidak dapat beraktivitas?

c. Apakah pasien dapat tidur seperti biasa semalam ?

d. Apakah pagi ini makannya baik dan cukup seperti biasa ?

 Beberapa pasien dapat menentukan dengan tepat waktu mulainya nyeri yang

dihubungkan dengan peristiwa tertentu, umpamanya nyeri sesudah makan malam,

sesudah berolah raga atau sesudah bangun tidur. Pasien dapat menunjukkan dan

menceritakan perjalanan rasa nyeri, kadang-kadang perlu juga bantuan informasi

dari orang lain. 3,4

Perasaan nyeri pada apendisitis biasanya datang secara perlahan dan makin

lama makin hebat. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh  karena adanya

kontraksi apendiks, distensi dari lumen apendiks ataupun karena tarikan dinding

apendiks yang mengalami peradangan Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu

nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah umbilikus

dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena apendiks

dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan

dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal Secara klasik, nyeri

di daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan

menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri

somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan

sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk

ataupun berjalan kaki. 3,4

Muntah (rangsangan viseral)  akibat aktivasi N.Vagus

Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya,

merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan

anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita apendisitis akut, bila hal ini

19

Page 13: Lapsus Appendisitis Perforata

tidak ada maka diagnosis  apendisitis akut perlu dipertanyakan.  Hampir 75%

penderita disertai dengan vomitus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan

kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria juga timbul apabila

peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria. 3,4

Obstipasi karena penderita takut mengejan

Penderita apendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa

nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada

letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rectum. 3,4

Demam(infeksi akut)  bila timbul komplikasi

Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50  -

38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi. 3,4

Variasi lokasi anatomi apendiks akan menjelaskan keluhan nyeri somatik

yang beragam. Sebagai contoh apendiks yang panjang dengan ujung yang

mengalami inflamasi di kuadran kiri bawah akan menyebabkan nyeri di daerah

tersebut, apendiks retrosekal akan menyebabkan nyeri flank atau punggung,

apendiks pelvikal akan menyebabkan nyeri pada supra pubik dan apendiks

retroileal bisa menyebabkan nyeri testikuler, mungkin karena iritasi pada arteri

spermatika dan ureter . 3,4

2. PEMERIKSAAN FISIS

Kesalahan membuat diagnosis dapat terjadi kalau apendiks terletak pada

tempat yang bukan tempat biasanya yaitu kuadran kanan bawah.1

a. Inspeksi

Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit,

kembung (+) bila terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada

appendikuler abses. 3,4

b. Palpasi

Pada pemeriksaan abdomen pada anak dengan permukaan tangan yang

mempunyai suhu yang sama dengan suhu abdomen anak. Biasanya cukup

dipanaskan dengan menggosok-gosok tangan dengan pakaian penderita. Tangan

yang dingin akan merangsang otot dinding abdomen untuk berkontraksi sehingga

sulit menilai keadaan intraperitoneal. Terkadang kita perlu melakukan palpasi

20

Page 14: Lapsus Appendisitis Perforata

dengan tangan anak itu sendiri untuk mendapatkan otot abdomen yang tidak

tegang. Abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding

abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat

yang jauh dari lokasi  nyeri. Umpamanya mulai dari kiri atas, kemudian secara

perlahan-lahan mendekati daerah kuadran kanan bawah. Palpasi dengan

permukaan dalam (volar) dari ujung-ujung jari tangan, dengan tekanan yang

ringan dapat ditentukan adanya nyeri tekan, ketegangan otot atau adanya tumor

yang superfisial. Waktu melakukan palpasi pada abdomen anak, diusahakan

mengalihkan perhatiannya dengan boneka atau usaha yang lain, sambil

memperhatikan ekspresi wajahnya. Hindari gerakan yang cepat dan kasar karena

hal ini akan menakuti anak dan membuat pemeriksaan nyeri tekan tidak mungkin

dilakukan. 3,4

Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah : 3,4

Nyeri tekan (+) Mc.Burney

Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc

Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis. 3,4

Nyeri lepas (+)  rangsangan peritoneum

Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat

dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-

tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam

di titik Mc Burney. 3,4

Defans muskular (+) rangsangan m.Rektus abdominis

Defans muskular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang

menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. 3,4

Rovsing sign (+)

Penekanan perut sebelah kiri dan yang nyeri sebelah kanan, karena tekanan

merangsang peristaltik dan udara usus , sehingga menggerakan peritoneum sekitar

appendik yang meradang (somatik pain). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di

kuadran kanan bawah, apabila kita melakukan penekanan pada abdomen bagian

kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena

iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan. 3,4

21

Page 15: Lapsus Appendisitis Perforata

Psoas sign (+)

Pada appendik letak retrocaecal, karena merangsang peritoneum: 3,4

Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan

yang terjadi pada apendiks.

Ada 2 cara memeriksa :

1. Aktif  :   Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, pasien

memfleksikan articulatio coxae kanan nyeri perut kanan bawah.  

2. Pasif   :   Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan Pemeriksa

nyeri perut kanan bawah

Obturator Sign (+)

Dengan gerakan fleksi dan endorotasi articulatio coxae pada posisi

telentang  nyeri (+)

Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut

difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut

menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium

c. Perkusi   Pada pasien didapatkan nyeri ketok (+) pada daerah perut kanan

bawah, dan suara redup pada daerah yang terdapat massa. 3,4

d. Auskultasi

Peristaltik normal, peristaltik(-) pada illeus paralitik karena peritonitis

generalisata akibat appendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu

dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis

maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pasien didapatkan bisng ususnya

(+) dan normal. 3,4

Rectal Toucher / Colok dubur   biasanya didapatkan nyeri tekan pada jam

9-12. Rectal Toucher juga digunakan untuk mengetahui adanya tumor atau massa

di rectum serta menilai adanya pembesaran prostat pada laki-laki yang berumur

diatas 50 tahun. Pada pasien ini didapatkan nyeri pada pukul 10-2 dan

tidakditemukan pembesaran prostat. Pada sarung tangan tidak didapatkan adanya

darah ataupun lendir. 3,4

Tanda Peritonitis umum (perforasi) :

22

Page 16: Lapsus Appendisitis Perforata

1. Nyeri seluruh abdomen

2. Pekak hati hilang

3. Bising usus hilang

Apendiks yang mengalami gangren atau perforasi lebih sering terjadi dengan

gejala-gejala sebagai berikut:

a. Gejala progresif dengan durasi lebih dari 36 jam

b. Demam tinggi lebih dari 38,50C

c. Lekositosis (AL lebih dari 14.000)

d. Dehidrasi dan asidosis

e. Distensi

f. Menghilangnya bising usus

g. Nyeri tekan kuadran kanan bawah

h. Rebound tenderness sign

i. Rovsing sign

j. Nyeri tekan seluruh lapangan abdominal

Insidensi perforasi apendiks pada anak di bawah umur 6 tahun lebih dari

50%, ini berhubungan dengan dinding apendiks yang lebih tipis dan omentum

mayus yang berkembang belum sempurna dibanding anak yang lebih besar .

VII. DIAGNOSIS

Tabel 2. Gejala Appendicitis acuta

Gejala* Frekuensi (%)

Nyeri perut 100

Anorexia 100

Mual 90

Muntah 75

Nyeri berpindah 50

Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian

anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ

kemudian demam yang tidak terlalu tinggi)

50

23

Page 17: Lapsus Appendisitis Perforata

*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam

Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado

dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya

ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy,

dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasil PA

diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut. 4,5

Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.

1. Appendicitis Point Pain 2

2. Leucositosis (>10.000/mm3) 2

3. Vomitus/Nausea 1

4. Anorexia 1

5. Rebound Tenderness Phenomen 1

6. Abdominal Migrate Pain 1

7. Degree of Celcius (>37,3 ْ C) 1

8. Observation of Hemogram (segmen >75%) 1

>8 : Acute Appendicitis

5 – 7 : Suspect Acute Appendicitis

<5 : Not Acute Appendicitis

Tabel 3. Kalesaran Skor

GEJALA KALESARAN SCORE

ADA TIDAK

Mual +7 -10

Muntah +11 -5

Demam +7 -27

Nyeri Batuk +15 -20

Nyeri Ketuk +5 -23

Defans Lokal +10 -13

Leukositosis +15 -11

24

INTERPRETASI

Operasi >19

Observasi -15 s/d 19

Bukan Appendicitis <-15

Page 18: Lapsus Appendisitis Perforata

Tabel 4. Labaeda Skor

GEJALA LABAEDA SCORE

ADA TIDAK

Mual +4 -12

Muntah +2 -6

Demam +7 -7

Nyeri Batuk +4 -15

Nyeri Ketuk +10 -9

Defans Lokal +16 -11

Leukositosis +6 -7

+13 (pria) -6 (wanita)

INTERPRETASI

Operasi >19

Observasi -15 s/d 19

Bukan Appendicitis <-15

Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 4,5

Rovsing’s sign

Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi

peritoneum. Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.

25

Page 19: Lapsus Appendisitis Perforata

Psoas sign

Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut

pasien dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien

digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan

kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal

dari peradangan Appendix. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi

rigiditas abdomen.

Gambar 6. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign

Obturator sign

Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki

kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa

memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam

posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di

hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya

perforasi Appendix, abscess lokal, iritasi M. Obturatorius oleh Appendicitis letak

retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.

Gambar 7. Cara melakukan Obturator sign

26

Page 20: Lapsus Appendisitis Perforata

Gambar 8. Dasar anatomis Obturator sign

Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral)

Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini

dikatakan positif bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.

Wahl’s sign

Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat

dilakukan perkusi di RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren

pada auskultasi.

Baldwin’s test

Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat

tungkai kanannya ditekuk.

Defence musculare

Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.

Nyeri pada daerah cavum Douglasi

Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum

Douglasi atau Appendicitis letak pelvis.

Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral

Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)

1. Laboratorium

Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya

didapatkan pada keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai

predominan polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal

27

Page 21: Lapsus Appendisitis Perforata

tidak ditemukan shift to the left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta

harus dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm3

pada Appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah

tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi Appendix dengan atau

tanpa abscess. 3,4

CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis

oleh hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai

meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan. 3,4

Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP ≥ 8 mcg/mL, hitung leukosit

≥ 11000, dan persentase neutrofil ≥ 75% memiliki sensitivitas 86%, dan

spesifisitas 90.7%.3,4

Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari

saluran kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari

iritasi Urethra atau Vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi

Appendix, pada Appendicitis acuta dalam sample urine catheter tidak akan

ditemukan bakteriuria. 3,4

2. Ultrasonografi

Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis

Appendicitis. Appendix diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur,

bagian usus yang nonperistaltik yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan

yang maksimal, Appendix diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian

dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-posterior Appendix 6 mm

atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan mendukung diagnosis. Gambaran

USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan ringan merupakan struktur

akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan

diagnosis Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak

terlihat dan tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis

Appendicitis acuta tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain

dalam rongga abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada

wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat baik dengan

28

Page 22: Lapsus Appendisitis Perforata

pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar dapat menyingkirkan

penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis

Appendicitis acuta dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96%

dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan

wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut. 3,4

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari Appendicitis acuta pada dasarnya adalah diagnosis

dari akut abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak spesifik untuk

suatu penyakit tetapi spesifik untuk suatu gangguan fisiologi atau gangguan

fungsi. Jadi pada dasarnya gambaran klinis yang identik dapat diperoleh dari

berbagai proses akut di dalam atau di sekitar cavum peritoneum yang

mengakibatkan perubahan yang sama seperti Appendicitis acuta. 3,4

Diagnosis banding Appendicitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi

anatomi dari inflamasi Appendix, tingkatan dari proses dari yang simple sampai

yang perforasi, serta umur dan jenis kelamin pasien. 3,4

1. Intususseption

Sangat penting untuk membedakan Intususseption dari Appendicitis acuta

karena terapinya sangat berbeda. Umur pasien sangat penting, Appendicitis sangat

jarang dibawah umur 2 tahun, sedangkan Intususseption idiopatik hampir

semuanya terjadi di bawah umur 2 tahun. Pasien biasanya mengeluarkan tinja

yang berdarah dan berlendir. Massa berbentuk sosis dapat teraba di RLQ. Terapi

yang dipilih pada intususseption bila tidak ada tanda-tanda peritonitis adalah

barium enema, sedangkan terapi pemberian barium enema pada pasien

Appendicitis acuta sangat berbahaya.

2. Chron’s enteritis

Manifestasi enteritis regional berupa demam, nyeri RLQ, perih, dan

leukositosis sering dikelirukan sebagai Appendicitis. Selain itu, terdapat diare dan

anorexia. Mual dan muntah yang jarang, dapat mengarahkan diagnosis kepada

enteritis namun tidak menyingkirkan diagnosis Appendicitis acuta.

3. Perforasi ulkus peptikum

29

Page 23: Lapsus Appendisitis Perforata

Gejala perforasi ulkus peptikum menyerupai Appendicitis jika cairan

gastroduodenal mengalir ke bawah di daerah caecal. Jika perforasi secara spontan

menutup, gejala nyeri abdomen bagian atas menjadi minimal.

4. Infeksi saluran kencing

Pyelonephritis acuta, terutama yang terletak di sisi kanan dapat menyerupai

Appendicitis acuta letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costo vertebra kanan, dan

terutama pemeriksaan urine biasanya cukup untuk membedakan keduanya.

IX. PENATALAKSANAAN

A. Terapi Konservatif

1. Pemberian antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan

anaerob. Regimen antibiotik terbaik dan durasi penggunaan antibiotik masih

merupakan subjek yang kontroversial. Kombinasi ampicillin,

gentamycin,dan clindamycin / metronidazol secara intravena merupakan

gold standard selama 10 hari merupakan untuk terapi apendisitis yang

berkomplikasi.3,4 Pada apendisitis tahap awal, hanya antibiotika preoperatif

yang diperlukan. Pemberian antibiotika preoperative dengan antibiotika

broadspectrum untuk gram negative dan anaerob efektif untuk menurunkan

terjadinya infeksi post operasi. Standar terapi antibiotik preoperatif yang

digunakan adalah cefotixim untuk pasien dengan suspek apendisitis akut,

dan kombinasi ampicillin, gentamycin dan clindamycin untuk apendisitis

yang berkomplikasi. 3,4

2. Pemberian cairan infus, dilakukan observasi terhadap keseimbangan cairan

dan elektrolityang diperiksa setiap harinya.

3. Observasi pasien dengan melakukan pencatatan denyut nadi dan suhu.

4. Penderita bed rest dengan posisi Fowler, yaitu posisi terlentang, kepala

ditinggikan 18-20 inchi, kaki diberi bantal, lutut ditekuk. Pada daerah

McBurney dikompres dengan air dingin.

30

Page 24: Lapsus Appendisitis Perforata

Gambar 12. Posisi Fowler

Konservatif dilakukan sampai stadium tenang, yaitu massa mengecil atau

menghilang, tidak nyeri tekan, tidak febris dan jumlah leukosit normal. Penderita

diperbolehkan pulang dan appendiktomi elektif dapat dilakukan 2-3 bulan

kemudian, agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. 3,4

Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat Appendix menjadi

dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa

yang terbentuk tersusun atas campuran bangunan-bangunan ini dan jaringan

granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada

Appendix tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus

mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam

jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abscess yang jelas batasnya. 3,4

Urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah

bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi

untuk membuang Appendix yang mungkin gangrene, dari dalam massa perlekatan

ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan karena massa ini telah menjadi

lebih terfiksasi, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu

pembentukan abscess yang dapat mudah didrainase. 3,4

Massa Appendix terjadi bila terjadi Appendicitis gangrenosa atau

mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus.

Pada massa periappendikular yang pendindingannya belum sempurna, dapat

terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti

peritonitis purulenta generalisata. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam

waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periappendikular yang

terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan

diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya

peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan

leukosit normal, penderita boleh pulang dan Appendectomy elektif dapat

dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan

sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abscess Appendix. Hal ini

31

Page 25: Lapsus Appendisitis Perforata

ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan

teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit. 3,4

Pada anak-anak, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang

menjadi abscess, dianjurkan untuk operasi secepatnya. Pada penderita dewasa,

appendectomy direncanakan pada Appendicular infiltrat tanpa pus yang telah

ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif

terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8

minggu kemudian dilakukan Appendectomy. 3,4

Bila sudah terjadi abscess, dianjurkan untuk drainase saja dan

Appendectomy dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak

ditemukan keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan fisik dan laboratorium

tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan

tindakan bedah. 3,4

Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta yaitu

1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala

klinis dehidrasi atau septikemia.

2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral

3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.

4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.

5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan

didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.

Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika

profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan

single dose dipilih antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob. 3,4

B. Teknik operasi Appendectomy:

a. Open Appendectomy

i. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.

ii. Dibuat sayatan kulit:

Horizontal Oblique

32

Page 26: Lapsus Appendisitis Perforata

1. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:

a. Pararectal/ Paramedian

Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot

disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus

abdominis karena fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada waktu penjahitan.

Bila yang terjahit hanya satu lapis fascia saja, dapat terjadi hernia cicatricalis.4,5

33

Page 27: Lapsus Appendisitis Perforata

2 lapis

b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting

Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot: 4,5

1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral atas ke

medial bawah.

Keterangan gambar:

Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua

mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis externus.

2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral bawah.

34

M.rectus abd.sayatan

M.rectus abd.ditarik ke medial

Page 28: Lapsus Appendisitis Perforata

Keterangan gambar:

Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi searah

dengan seratnya ke arah lateral.

3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.

Keterangan gambar:

Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak

terjadi trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus dan

pembuluh yang memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara M. obliquus

externus dan internus. Tarikan yang terlalu keras akan merobek pembuluh dan

membahayakan saraf.

2. Peritoneum dibuka.

Keterangan gambar:

Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar.

Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di

bawahnya. Secuil peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah

pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama pada

35

Page 29: Lapsus Appendisitis Perforata

sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan pinset, memasang lagi

sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang diangkat.

3. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri untuk

mencari Appendix. Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem dengan

klem Babcock dengan arah selalu ke atas (untuk mencegah kontaminasi ke

jaringan sekitarnya).

4. Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:

Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya,

diklem, kemudian dipotong di antara 2 ikatan.

Keterangan gambar:

Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem

Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium

seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem ujung bebas

mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh terlalu banyak

diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.

5. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih

kuat karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum).

Klem dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat

dengan benang yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk

rongga dan bila terbentuk pus akan masuk ke dalam Caecum).

36

Page 30: Lapsus Appendisitis Perforata

6. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.

7. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara:

a. Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix diinversikan ke

dalam Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan jahitan Z.

b. Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko kontaminasi

dan adhesi.

c. Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung rapuh,

dapat dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.

8. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru

dilepaskan dan mesenteriolumnya (retrograde).

9. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

b. Laparoscopic Appendectomy

Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk

pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy

sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian

bawah. Dengan menggunakan laparoscope akan mudah membedakan penyakit

akut ginekologi dari Appendicitis acuta. 4,5

37

Page 31: Lapsus Appendisitis Perforata

Gambar 12. Posisi operasi Laparoscopic Appendectomy

X. KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada appendicitis : 4,5

1. Appendicular abscess

Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang

meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus besar.

2. Perforasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa

perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami

pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan

lekuk usus halus. Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun

suatu peritonitis generalisata. Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah

terbentuknya abses pelvik, abses subfrenik atau abses intra peritonal lokal.

3. Peritonitis

Peritonitis merupakaninfeksi yang berbahaya karena bakterimasuk kerongga

abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.

4. Syok septic

5. Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar

6. Gangguan peristaltic

7. Ileus

XI. PROGNOSIS

38

Page 32: Lapsus Appendisitis Perforata

Kemajuan dalam pra dan pasca operasi, penekanan perawatan terutama

penggantian cairan sebelum operasi telah mengurangi angka kematian penderita

appendisitis. Angka kematian appendisitis dengan komplikasi (Periappendikular

Infiltrat) telah berkurang secara drastis menjadi 2-5%. Meskipun demikian infeksi

pasca bedah masih saja terjadi sekitar 30%.(5) Angka kematian dipengaruhi oleh

usia pasien, keadekuatan persiapan pra bedah, serta stadium penyakit pada waktu

intervensi bedah. Pengurangan mortalitas lebih lanjut harus dicapai dengan

intervensi pembedahan lebih dini. 4,5

39