Click here to load reader
Upload
dessy-missa
View
234
Download
40
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ckd
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronis (CKD) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia publik. Hal ini
diakui sebagai kondisi umum yang berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit
kardiovaskular dan gagal ginjal kronis (CRF). Di Amerika Serikat, ada meningkatnya insiden
dan prevalensi gagal ginjal, dengan hasil yang buruk dan biaya tinggi (lihat Epidemiologi).
Penyakit Ginjal Kualitas Hasil Initiative (K / DOQI) dari National Kidney Foundation
(NKF) mendefinisikan penyakit ginjal kronis baik sebagai kerusakan ginjal atau tingkat
filtrasi glomerulus menurun (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m 2 untuk 3 atau bulan lagi.
Apapun etiologi yang mendasarinya, penghancuran massa ginjal dengan sclerosis ireversibel
dan hilangnya nefron menyebabkan penurunan progresif GFR. Pada tahun 2002, K / DOQI
diterbitkan klasifikasinya dari tahap penyakit ginjal kronis, sebagai berikut:
Tahap 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (> 90 mL/min/1.73 m
2)
Tahap 2: penurunan ringan pada GFR (60-89 mL/min/1.73 m 2)
Tahap 3: penurunan moderat GFR (30-59 mL/min/1.73 m 2)
Tahap 4: Penurunan berat pada GFR (15-29 mL/min/1.73 m 2)
Tahap 5: Kegagalan ginjal (GFR <15 mL/min/1.73 m 2 atau dialisis)
Pasien dengan stadium penyakit ginjal kronis 1-3 umumnya asimtomatik; klinis
manifestasi biasanya muncul dalam tahap 4-5. Diagnosis dini dan pengobatan dan penyebab /
atau lembaga tindakan pencegahan sekunder sangat penting pada pasien dengan penyakit
1
ginjal kronis. Ini mungkin menunda, atau mungkin menghentikan, kemajuan. Perawatan
medis pasien dengan penyakit ginjal kronis (lihat Pengobatan) harus fokus pada hal berikut:
Menunda atau menghentikan perkembangan penyakit kronis kidney
Mengobati manifestasi patologis penyakit ginjal kronis
Tepat waktu perencanaan jangka panjang terapi pengganti ginjal
Menunda atau menghentikan perkembangan penyakit kronis kidney
Mengobati manifestasi patologis penyakit ginjal kronis
Tepat waktu perencanaan jangka panjang terapi pengganti ginjal.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesa : Auto anamnesa,Tgl 25-2-2015, Jam 14.00 WIB
Identitas Pasien
Nama : Tn, S
Umur : 40 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh tani
Status : Menikah
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Ds.Bungkal,Dsn.Sambirobyong, RT 4/RW 2, Kec.Kayen
Kidul
Tanggal MRS : 25 Februari 2015
3
Keluhan Utama :
Lemas
Keluhan tambahan :
Sesak,batuk,mual,muntah, nafsu makan menurun,bengkak pada wajah dan kaki.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Penderita datang ke RSUD Pare pada tanggal 25 Februari 2015 dengan keluhan lemas
sejak 1 bulan SMRS.Lemas dirasakan pada seluruh badan. Lemas yang dirasakan dengan
atau tanpa aktivitas pun pasien merasakan lemas. Lemas yang dirasakan semakin hari
semakin bertambah sehingga pasien tidak bisa melakukan aktifitas selama 1 bulan. Lemas
sedikit berkurang dengan beristirahat namun kemudian terulang lagi.
Pasien juga mengeluh terkadang merasakan sesak, dan sesak terasa semakin
memberat sejak ± 1 minggu yang lalu. Sesak semakin lama semakin menghebat.pasien
merasa sesak nafas bila pasien dalam posisi berbaring. Pasien mengatakan bahwa sesak
nafasnya berkurang dengan posisi setengah duduk. Sesak nafas tidak disertai dengan bunyi
mengi.Sesak tidak berhubungan dengan aktifitas.
Pasien juga terkadang mengalami batuk- batuk, batuk kering tanpa dahak atau riak
dan tanpa darah. Batuk kadang muncul dan kadang tidak. Ketika terjadi batuk, pasien
merasakan sesak bertambah. Keluhan keringat digin pada malam hari disangkal.
Tidak ada rasa nyeri dada yang menjalar ke lengan ataupun ke daerah
punggung.Namun pasien merasa berdebar- debar.berdebar- debar tidak membaik dengan
istirahat.
4
Pasien juga merasakan mual sejak 1 bulan lebih yang lalu. Pada awalnya mual
dirasakan hilang timbul namun kemudian dirasakan semakin sering dan semakin memberat
dari hari ke hari.Mual tersebut dirasakan mengganggu.Mual juga disertai dengan muntah 3
kali sehari sebanyak ¼ gelas aqua. Isi dan warna muntahan sesuai dengan makanan dan
minuman yang dikonsumsi oleh pasien, dan muntah tidak disertai dengan darah.Mual dan
muntah tersebut juga disertai dengan nafsu makan berkurang. Pasien juga merasakan perut
terasa begah.
Pasien juga merasakan pusing, kepala terasa gliyer, terkadang timbul pada saat pasien
bangun dan terasa berkunang- kunang. Pasien menyangkal pernah mengalami nyeri kepala
hebat kejang dan tidak sadarkan diri.
Pasien juga merasakan gatal yang hebat dan kulit terasa kering dan sedikit
bersisik .Gatal- gatal dirasakan disekujur tubuh.
Penderita juga menceritakan bahwa wajah dan kedua tungkai menjadi bengkak sejak
1 bulan SMRS. Namun yang awalnya bengkak adalah wajahnya. penderita juga mengeluh
kencingnya berjumlah sedikit dari biasanya, setengah gelas sampai satu gelas aqua dalam
satu kali kencing,dan BAK pasien dalam sehari seitar 2-3 kali,warna kuning, nyeri tidak ada,
tidak ada darah dan pasien tidak pernah merasakan buang air kecil seperti berpasir.
Buang Air Besar tidak ada keluhan,sehari 1 kali,konsistensi padat, berwarna kuning
kecoklatan, tidak ada darah dan tidak ada lendir. Mencret disangkal, BAB berwarna hitam
disangkal.
Penderita menceritakan bahwa sebelum ini dirinya tidak pernah memiliki darah tinggi.
Namun 10 hari yang lalu yang diketahui saat dirinya berobat ke RS Gambiran dengan
keluhan lemas. Saat itu tekanan darah penderita 150mm Hg/ (diastolenya penderita
lupa). Menurut penuturan penderita, sebelumnya tekanan darahnya normal yakni sekitar
5
120 mmHg (sistole). Penderita tidak pernah kontrol dan tidak pernah minum obat darah
tinggi.
Keluhan sering buang air kecil, mudah lapar dan haus disangkal. Pasien menyangkal
penglihatannya semakin kabur, rasa kesemutan diujung kaki dan tangan, serta rasa gatal
disekitar kemaluan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa sebelumnya (-)
Riwayat Diabetes Mellitus disangkal.
Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat penyakit ginjal disangkal.
Riwayat penyakit asam urat disangkal.
Riwayat penyakit saluran kencing disangkal.
Riwayat penyakit jantung disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan dan riwayat yang sama dengan pasien.
Terdapat riwayat hipertensi pada ibu pasien.
Tidak ada riwayat penyakit ginjal pada keluarga pasien.
Riwayat penyakit jantung pada keluarga disangkal.
Riwayat Diabetes Mellitus pada keluarga disangkal.
6
Anamnesa Psiko Sosial
Pendidikan : Tamat SMP
Sumber air di rumah : Air sumur
Kebiasaan : Merokok (disangkal), Alkohol (disangkal),
Penderita tidak suka minum kopi, Penderita sering merasakan lelah setelah
beraktifitas dan minum obat-obatan dan jamu penambah stamina.dan kegiatan seperti
ini sudah dilakukan sekitr 15 tahun yll
Anamnesa Makanan
Penderita makan 2-3 kali sehari, tidak teratur.
Sumber karbohidrat : Nasi, jagung, dan mie
Sumber protein hewani : Ikan, ayam, daging
Sumber protein nabati : Tahu, tempe
Sumber lemak : Minyak goreng
Sumber vitamin dan mineral : Sayur dan buah
Sebelum sakit penderita gemar mengkonsumsi jamu-jamuan berbentuk puyer atau
cair untuk menambah stamina.
Anamnesa Umum ( review of system)
Kulit : kulit kering dan gatal-gatal (+)
Hiperpigmentasi (-)
Paru : Batuk berdahak (-)
7
Sesak (+)
Hemoptisis (-)
Jantung : DOE (-)
Orthopneu (+)
Angina pectoris (-)
Alat pencernaan : Nyeri epigastrium (-)
Mual (+)
Muntah (+)
Diare (-)
Nafsu makan kurang (+)
Hepatobilier : Riwayat sakit kuning (-)
Riwayat sakit batu empedu (-)
Saluran kencing : Disuria (-)
Hematuria (-)
Oliguria (-)
Kencing seperti teh (-)
Endokrin : Nafsu makan berkurang
Pembesaran thyroid (-)
PEMERIKSAAN FISIK ( 25 Februari 2015 )
8
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang,Tampak pucat, tidak tampak kuning,
tidak tampak biru/ sianosis, tampak Dyspneu.
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 4-5-6
Status Gizi : Normal
Tinggi badan : 170 cm, Berat badan : 75 kg
RBW = 75 kg x 100 %
170 – 100
= 107 % ( Normal/ Normoweight )
Vital Sign :
Tekanan Darah : 170/100 mmHg
Nadi : frekuensi 88 x/menit Sifat: isi cukup, tekanan cukup, irama
reguler, equal, simetris, pulsus celler(-), pulsus alternans (-), pulsus defisit (-).
Suhu : 36,8 ºC suhu axilla
RR : 24 x/menit
Kulit : Turgor : Normal
Icterus (-), Hiperpigmentasi (-) kulit berwarna
sawo matang, Kulit kering (+), Sianosis (-)
Kepala
9
Rambut : berwarna hitam,Tipis (+), allopesia (-) rambut distribusi
merata, dan tidak mudah dicabut.
Kulit muka : Icterus (-)
Mata : Sclera : Icterus (-)
Conjungtiva : Anemis (+)
Reflek pupil : + / +, bulat, isokor, 3mm / 3mm
Arcus senilis (-)
Lensa : Keruh (-)/(-)
Edema palpebra (+)/(+)
Telinga: Bentuk : Normal/ Normal,Liang telinga lapang
Sekret : (-)/(-)
Perdarahan : (-)/(-)
Pendengaran : dbn
Hidung : Bentuk : Normal
Nafas cuping hidung : -
Deviasi septum nasi : -
Sekret : (-)
Perdarahan : (-)
Hiperemis : -
10
Mulut : Mukosa bibir lembab (+), hiperemis (-),
sianosis (-), lidah kotor (-),Gigi tanggal (+), Foetor Uremi (+).
Tenggorokan:
Dinding faring hiperemis (-), Tonsil Hiperemis (-), Ukuran Tonsil T1-T1
Leher : Pembesaran KGB : Tidak ditemukan
Pembesaran Kelenjar Thyroid : Tidak ditemukan
Deviasi trakea : Tidak ditemukan
Bendungan vena jugularis : Tidak ditemukan
Thorax : Normochest, Spider navy (-), Kolateral (-)
Cor : Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba pada ICS V,1 jari lateral MCL
sinistra
Perkusi : Batas jantung atas : ICS 2 Para sternal line kiri
Batas jantung kanan : Sternal line dextra
Batas jantung kiri : 1 jari lateral MCL sinistra.
Auskultasi : S1S2 tunggal, Gallop -/-, Murmur -/-
Pulmo : Inspeksi : Pergerakan napas simetris
Palpasi : Pergerakan napas simetris,Fremitus raba menurun pada
lapangan tengah dan bawah kedua paru
11
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru atas, Redup pada
kedua lapangan paru tengah dan bawah
Auskultasi : Vesikuler pada kedua lapangan paru atas,
Vesikuler melemah pada kedua lapangan paru tengah dan
bawah.
wheezing -/-, ronki basah halus +/+ pada kedua lapang paru tengah dan bawah
Abdomen : Inspeksi : Datar, simetris, Collateral (-)
Auskultasi : Bising usus dalam batas normal
Palpasi : Soepel,Turgor kulit baik, Nyeri tekan (-),
Hepar tidak teraba,Lien tidak teraba,
Renal teraba, ballotement (+).
Perkusi :Timpani diseluruh lapang abdomen, pekak
disebelah lateral kiri dan kanan abdomen dan dihepar,Shifting dulness (+), Nyeri
ketok ginjal (-)
Ekstremitas atas : - Eritema palmaris (-)
- Kuku : Icterus (-)
- Akral hangat : + / +
- Sianosis (-)
- CRT >2 detik
- Kekuatan motorik:5555/5555
12
- Reflek fisiologis (+)
- Edema : -/-
- Kulit kering : +/+
- Hiperpigmentasi : -/-
Ekstremitas bawah : - Edema : +/ +
- Akral hangat : + / +
- Sianosis (-)
- CRT >2 detik
- Kekuatan motorik:5555/5555
- Reflek fisiologis (+)
- Kulit kering : +/+
- Hiperpigmentasi : -/-
- Gangrene : -/-
- Pulsasi A. dorsalis pedis teraba samakuat.
RESUME
Penderita seorang laki-laki datang dengan keluhan: Lemas
Penderita juga mengeluh Sesak nafas,batuk,mual,muntah, nafsu makan
menurun,bengkak pada wajah dan kaki.
13
Riwayat penyakit dahulu : Diabetes Mellitus disangkal,Hipertensi
disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga : Ibu penderita menderita Hipertensi.
Pemeriksaan fisik :
Kepala : Conjungtiva Palpebra Anemis (+), edema
palpebra (+) dikedua mata pasien, foetor uremi (+)
Dyspneu (+)
Rambut rontok (-)
Pulmo : Fremitus raba menurun pada lapangan tengah dan
bawah kedua paru
Sonor pada kedua lapangan paru atas, redup pada kedua
lapangan paru tengah dan bawah.
Vesikuler pada kedua lapangan paru atas, Vesikuler
melemah pada kedua lapangan paru tengah dan bawah.
Ronkhi +/+
Abdomen : Shifting dulnes (+), Palpasi renal
teraba,balotemen (+).
Ekstremitas : Edema pada wajah dan extremitas bawah
DASAR DIAGNOSA
Adanya sindroma uremia : lemah, mual, kulit gatal-gatal
Adanya odema pada palpebra dan tungkai, Acites
14
Adanya Conjungtiva anemis dan pasien terlihat pucat dengan CRT >2’
Didapatkan foetor uremi pada pasien
Tekanan darah 170/100 mmHg, RR= 24x/menit
Dari pemeriksaan fisik didapatkan rhonki di daerah tengah dan bawah kedua
paru
Adanya jumlah urine dalam 24 jam = ± 600 ml.
DIAGNOSA
S.CKD
S.Efusi pleura
Anemia
Hipertensi
Diferensial Diagnosa
GGA
Glomerulonefritis
Sirosis Hepatis
Gagal jantung kongestif
Hepatitis
PLANNING DIAGNOSA
Darah Lengkap.
Untuk mengetahui secara pasti apakah terjadi penurunan Hb pada
pasien yang dicocokan dengan klinis pasien yang mengarah pada
diagnosa anemia.
Faal Hati
15
Karena didapatkan keluhan mual dan muntah pada pasien maka
untuk menyingkirkan diagnosa adanya penurunan fungsi hati
maka perlu dilakukan pemeriksaan fingsi hati untuk lebih
memastikan diagnosa.
Evaluasi Hapusan Darah Tepi
Evaluasi hapusan darah tepi digunakan untuk mengetahui jenis
anemia yang diderita oleh pasien dengan harapan apabila terjadi
ganguan pada ginjal maka ditemukan hapusan darah tepi
normokrom normostik.
Urin Lengkap
Urin lengkap diajukan agar bisa menunjang kecurigaan asal ari
penyakit ginjal yang terjadi pada pasien apakah ada infeksi saluran
kemih atau ada penumpukan uric acid pada pasien yang dapat
dijumpai pada pemeriksaan urin pasien. Dengan harapan apabila
penyebabnya dalah infeksi saluran kemih akan didapatkan jumlah
leukosit dan bakteri yang meningkat pada urin, serta apabila
penyebabnya adalah batu saluran kemih maka akan ditemukan
kristal uric dalam kencingnya.
Gula Darah
Pemeriksaan gula darah untuk mengetahui apakah penderita
mengalami Diabetes Mellitus sebelumnya imana diketahui DM
merupakan penyebab paling sering terjadinya PGK. Selain itu
dalam pemeriksaan gula darah juga dapat disarankan pemeriksaan
HbA1C untuk mengetahui apakah gula darah pasien dalam
keadaan terkontrol atau tidak selama 3 bulan terakhir.
16
Faal Ginjal
Pemeriksaan faal ginjal dilakukan dengan harapan utnuk
mengetahui apakah fungsi ginjal berjalan dengan baik. Dengan
menilai jumlah dari Kreatinin, Ureum, dan BUN (Blood Uremic
Nitrogen). Dengan diharapkan apabila terjadi peningkatan dari
ketiganya maka pasien sesunguuhnya mengalami penurunan
fungsi ginjal.
Pemeriksaan serologi: Hbs Ag
Untuk menghilangkan dugaan adanya Hepatitis B pada pasien.
EKG
Pada pemeriksaan EKG diharapkan dapat mengetahui penurunan
fungsi jantung.
Rontgen thorax
Selain utnuk memastikan apakah terjadi efusi pleura maupun
oedema paru juga dapat menentukan apakah jantung mengalami
pembesaran atau tidak akibat dari komprnsasi terjadinya
penumpukan cairan dalam tubuh.
BOF
Untuk mengetahui apakah terjadi batu atau hidronefrosis pada
pasien.
USG
USG sering digunakan dalam diagnosis penyakit ginjal. USG
adalah jenis tes noninvasif pencitraan. Secara umum, ginjal
menyusut dalam ukuran pada penyakit ginjal kronis, meskipun
mereka mungkin normal atau bahkan dalam ukuran besar dalam
17
kasus-kasus disebabkan oleh penyakit ginjal polikistik dewasa,
nefropati diabetik, dan amiloidosis. USG juga dapat digunakan
untuk mendiagnosis adanya obstruksi saluran kemih, batu ginjal
dan juga untuk menilai aliran darah ke ginjal.
Biopsi ginjal
Biopsi: Sebuah contoh dari jaringan ginjal (biopsi) kadang-kadang
diperlukan dalam kasus-kasus di mana penyebab dari penyakit
ginjal tidak jelas. Biasanya, biopsi dapat dikumpulkan dengan
anestesi lokal dengan memperkenalkan jarum melalui kulit ke
dalam ginjal.
18
BAB III
PEMBAHASAN
I. DEFINISI(4)
Definisi Penyakit Ginjal Kronis menurut NKF-K/DOQI adalah
1. Kerusakan ginjal selama ≥ 3 bulan.
Yang dimaksud terdapat kerusakan ginjal adalah bila dijumpai kelainan struktur
atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan GFR, dengan salah satu
manifestasi:
Kelainan patologi
Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan komposisi darah atau urine,
atau kelainan radiologi.
2. GFR < 60 ml/men/1,73 m2 ≥ 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
GFR < 60 ml/men/1,73 m2 ≥ 3 bulan diklasifikasikan sebagai PGK tanpa
memperhatikan ada atau tidak adanya kerusakn ginjal oleh karena pada tingkat
GFR tersebut atau lebih rendah, ginjal telah kehilangan fungsinya ≥ 50% dan
terdapat komplikasi. Disisi lain adanya kerusakan ginjal tanpa memperhatikan
19
tingkat GFR juga diklasifikasikan sebagai PGK. Pada sebagian besar kasus, biopsi
ginjal jarang dilakukan, sehingga kerusakan ginjal didasarkan pada adanya
beberapa petanda seperti proteinuria, kelainan sedimen (hematuria, pyiura dengan
cast), kelainan darah yang patognomik untuk kelainan ginjal seperti sindroma
tubuler (misalnya asidosis tubuler ginjal, diabetes insipidus nefrogenik), serta
adanya gambaran radiologis yang abnormal misalnya hidronefrosis. Ada
kemungkinan GFR tetep normal atau meningkat, tetapi sudah terdapat kerusakan
ginjal sehingga mempunyai risiko tinggi untuk mengalami 2 keadaan utama akibat
PGK, yaitu hilangnya fungsi ginjal dan terjadinya penyakit kardivaskuler.
II. STADIUM PENYAKIT GINJAL KRONIS(4)
Berdasarkan derajat penurunan GFR, PGK dibagi menjadi 5 stadium serta clinical
action plan :
Stadium Deskripsi GFR
(ml/men/1,73 m3)
Action
1 Kerusakan ginjal dengan
GFR normal atau
meningkat
≥ 90 Diagnosis &
pengobatan kondisi
komorbid,
perlambatan
progresivitas,
penurunan risiko
PJK
20
2 Kerusakan ginjal dengan
penururn GFR ringan
60-89 Memperkirakan
progresivitas
3 Penurunan GFR sedang 30-59 Evaluasi & obati
komplikasi
4 Penurunan GFR berat 15-29 Persiapan terapi
pengganti ginjal
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis Terapi pengganti
(jika ada uremia)
Pedoman K/DOQI merekomendasikan perhitungan GFR dengan rumus Cockroft-
Goult untuk orang dewasa, yaitu:
Klirens kreatinin (ml/mn.) =
(140 – umur) x berat badan x (0,85 jika wanita)
72 x kretinin serum
berdasarkan Cockroft-Goult belum didapatkan nilai Klirens kreatinin (-) karena belum
dilakukan pemeriksaan faal ginjal.
III. PENYEBAB PENYAKIT GINJAL KRONIS(4)
Penyakit Contoh jenis-jenis terbanyak
21
Penyakit Ginjal Diabetik Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit Ginjal Non-Diabetik Penyakit glomerulus (penyakit otoimun,
infeksi sistemik, obat-obatan,
keganasan)
Penyakit-penyakit pembuluh darah
(penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit- penyakit tobulointerstisiel
(ISK, batu, obstruksi, keracunan obat)
Penyakit-penyakit kista (penyakit ginjal
polikistik)
Penyakit pada Transplantasi Rejeksi kronik
Toksisitas obat (siklosporin atau
takrolimus)
Penyakit rekuren (penyakit glomerulus)
Glomerulopati transplant
22
IV. PATOFISIOLOGI(2,4)
23
Gambar 1. Patofisiologi PGK, 4. Sukahatya M, Soewanto
Terdapat dua pendekatan teoritis yang umumnya diajukan untuk menjelaskan
gangguan fungsi ginjal pada gagal ginjal kronik. Sudut pandangan tradisional
mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium
yang berbeda-beda, dan bagian-bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan
fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya. Pendekatatan
kedua dikenal dengan hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh, yang
berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit, maka seluruh unuitnya akan
hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal.
Patofisiologi PGK terkait dengan penyebab yang mendasari, selanjutnya proses
berjalan secara kronis progresif yang dalam jangka panjang akan menyebabkan
penurunan massa ginjal. Sejalan dengan menurunnya massa ginjal, sebagai
mekanisme kompensasi maka nefron yang masih baik akan mengalami hiperfiltrasi
oleh karena peningkatan tekanan dan aliran kapiler glomerulus, dan selanjutnya
terjadi hipertrofi. Hipertrofi struktural dan fungsional dari sisa nefron yang masih baik
tersebut terjadi akibat pengaruh molekul-molekul vasoaktif, sitokin serta growth
factor, hingga pada akhirnya akan terjadi proses sklerosis. Aktifitas aksis Renin-
Angiostensin intrarenal juga ikut berperan dalam hiperflasi-hipertrofi dan sklerosis.
Pada pasien dicurigai terjadinya penimbunan zat toxic didalam ginjal akibat dari
keseringan pasien meminum jamu-jamuan penambah stamina dalam jangka waktu
yang lama sehingga terjadi penimbunan. Dengan terjadinya penimbunan pada ginjal
maka menyebabkan Laju Filtrasi Glomerulus menurun yang menyakibatkan PGK.
24
V. GEJALA KLINIS PENYAKIT GINJAL KRONIS(1,3,4)
Pada dasarnya gejala yang timbul pada PGK erat hubunyannya dengan penurunan
fungsi ginjal, yaitu:
1. Kegagalan fungsi ekskresi, penurunan GFR, gangguan resorbsi dan sekresi di
tubulus. Akibatnya akan terjadi penumpukan toksin uremik dan gangguan
keseimbangan cairan, elektrolit, serta asam-basa tubuh.
2. Kegagalan fungsi hormonal
Penurunan eritropoetin
Penurunan vitamin D3 aktif
Gangguan sekresi urine
Lain – lain
Keluhan gejala klinis yang timbul pada PGK hampir mengenai seluruh sistem, yaitu:
Umum :lemah, malaise, gangguan pertumbuhan dan debilitas, edema.
Kulit :pucat, rapuh, gatal, bruising
Kepala dan leer :foetor uremi
Mata :fundus hipertensi, mata merah
Jantung dan vaskuler :hipertensi, sindroma overload, payah jantung, pericarditis
Uremik, tamponade
Respirasi :efusi pleura, edema paru, nafas Kussmaul, pleuritis uremia
25
Gastrointestinal :anorexia, mual, muntah, gastritis, ulkus, colitis uremia,
perdarahan saluran cerna
Ginjal :nokturia, poliuria, haus, proteinuria, hematuria
Reproduksi ;penurunan libido, impotensi, amenorhoe, infertilitas
ginekomasti
Syaraf :letargi, malaise, anorexia, drowsiness, tremor, mioklonus,
ateriksis, kejang, koma, penurunan kesadaran
Tulang :ROD, kalsifikasi di jaringan lunak
Sendi :gout, pseudogour, kalsifikasi
Darah :anemia, kecenderungan berdarah akibat penurunan fungsi
trombosit, defisiensi imun akibat penurunan fungsi trombosit,
defisiensi imun akibat penurunan fungsi imunologis dan
fagositosis
Endokrin :intoleransi glukosa, resistensi insulin, hiperlipidemia,
penurunan kadar testoteron, dan estrogen
Farmasi :penurunan ekskresi lewat ginjal
26
Gastrointestinal
Anoreksia, nausea, vomiting, gastritis, ulkus peptikum, kolitis
uremik, perdarahan saluran cerna
Anoreksia (+), nausea (+), vomiting
(+),
Ginjal
Nokturia, poliuri,anuria, haus, proteinuria, hematuria
(-),(-),(-),(-),?,(-)
27
VI. PERJALANAN PENYAKIT GINJAL KRONIK(4)
VII. EVALUASI(4)
Apabila seseorang sudah ditetapkan ada peningkatan risiko mengalami PGK tetapi
belum mengalami PGK maka perlu evaluasi sebagaimana dibawah ini:
Evaluasi klinik untuk semua pasien:
Pengukuran tekanan darah
Pada pasien dilakukan pengukuran tekanan darah dan evaluasi terhadap tekanan
darah.
28
KOMPLIKASI
NORMAL
kerusakan
GFR
PENINGKATAN RISIKO
Penurunan risiko PGK. Penapisan PGK
Diagnosis & obati kondisi komorbid. Memperlambat progresif.
Perkirakan progresivitas. Obati komplikasi.persiapan terapi pengganti.
GAGAL GINJAL
TERMINAL
KEMATIAN PGK
Terapi pengganti ginjal dengan dialysis atau transplantasi
Penapisan faktor resiko PGK
Kreatinin serum untuk mengukur GFR
Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan laboratorium dan masih dalam
perencanaan.
Rasio protein-kreatinin atau rasio albumin-kreatinin pagi hari, atau spesimen urin
sewaktu.(untimed spot urine specimen)
Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan laboratorium terkait.
Pemeriksaan sedimen urine atau dipstik untuk dteksi adanya sel darah merah dan sel
darah putih.
Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan terkait.
Evaluasi klinik untuk pasien tertentu (tergantung faktor risiko):
USG (misalnya untuk pasien dengan gejala obstruksi saluran kemih, infeksi atau
batu, riwayat keluarga penyaki ginjal polikistik)
Elektrolit serum (Na, K, bicarbonat)
Pada pasien Tn.S harus dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dalam tubuh
paien sehingga dapat dicegah terjadinya hiperkalemia yang merupakan suatu
kegawatan pada PGK.
Konsentrasi urin (berat jenis atau osmolalitas)
Keasaman urin (pH)
Untuk semua penderita yang sudah ditetapkan sebagai PGK, maka evaluasi
laboratorium yang harus dilakukan adalah:
Kreatinin serum untuk menentukan GFR.
29
Ratio protein/kreatinin atau ratio albumin/kreatinin pagi hari atau sewaktu dengan
spot urin.
Pemeriksaan sedimen urin atau dipstik untuk sel darah merah dan sel darah putih.
Pemeriksaan radiologis ginjal, biasanya USG.
Elektrolit serum (Na, K, Cl, bicarbonat).
IX. KRITERIA DIAGNOSA(1,3)
1. Penyakit berlangsung lama, progresif, dan irreversibel.
2. gejala tidak khas, bisa didapatkan gejala berikut:
lemas, mual, muntah, sesak nafas, pucat
kencing berkurang
3. Tanda (sign)
Anemis, kulit kering
Edema tungkai atau muka
Dapat disertai tanda bendungan paru
4. laboratorium:
Hb ≤ 10 g% N: L (13-17) ; P (11,5-16)
Ureum > 50 mg%
Kreatinin > 2 mg% N: 0,5-1,5 mg/ dl
Tes klirens kreatinin < 75 ml / menit N: L (9,7-13,7); P (8,8-12,8)
Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan laboratorium terkait.
X. INDIKASI DIALISIS
30
1. Uremia > 200 mg%
2. Asidosis dengan pH darah < 4,72
3. Hiperkalemia > 7 mEq/l
4. Kelebihan / retensi cairan dengan tanda-tanda gagal jantung / edema paru
5. Klinis uremia dengan kesadaran menurun / koma
Apabila pada pasien ditemukan beberapa indikasi seperti diatas maka harus dilakukan
hemodialisa.
XI. PENATALAKSANAAN(4)
1. Pengobatan penyakit dasar
Meliputi pengendalian tekanan darah, regulasi gula darah pada pasien DM,
koreksi jika ada obstuksi saluran kencing, serta pengobatan infeksi saluran
kemih.
Pada pasien dilakukan pengendalian tekanan darah, serta upaya mencari tau
apa sumber atau penyakit yang mendasari CKD pada pasien dengan
melakukan berbagai pemeriksaan penunjang yang membantu dalam proses
penentuan diagnosa.
Pada pasien Tn.S :
31
pencegahan penyebab dengan melarang pasien mengkonsumsi minuman
berenergi maupun produk-produk yang mengandung aspartame sebagai
bahan pemanisnya
evaluasi terhadap penyebab lain yaitu infeksi dan batu saluran kemih
(konsultasi dengan Bedah Urologi)
2. Pengendalian keseimbangan air dan garam
Pemberian cairan disesuaikan dengan produksi urin. Yaitu produksi urin 24
jam ditambah 500 ml. Asupan garam tergantung evaluasi elektrolit, umumnya
dibatasi 40-120 mEq (920-2760 mg). Diet normal mengandung rata-rata 150
mEq. Furosemide dosis tinggi masih dapat dipakai pada awal PGK, akan
tetapi pada fase lanjut tidak lagi bermanfaat dan pada obstruksi merupakan
contra indikasi. Penimbangan berat badan, pemantauan produksi urin serta
pencatatan keseimbangan cairan akan membantu pengelolaan keseimbangan
cairan dan garam.
Pada Tn.S:
Asupan garam dikurangi,dengan diet rendah garam.
Diet rendah garam :
Garam yang dimaksud adalah garam natrium
Sumber natrium:
1)Bahan makanan alami terutama pda lauk hewani
2)berupa ikatan;
- natrium klorida: Garam dapur
- Monosodium/natrium glutamat : vetsin, masako, royco
32
- natrium bicarbonat : soda kue
- Natrium benzoat : pada pengawet buah seperti buah kaleng, sirup buah
- Natrium nitrit : cornet, sosis, dendeng
3. Diet rendah protein dan tinggi kalori
Asupan protein dibatasi 0,6-0,8 gram/kg/BB/hari. Rata-rata kebutuhan protein
sehari pada penderita GGK adalah 20-40 gram. Kebutuhan kalori minimal
35kcal/kgBB/hari. Diet rendah protein tinggi kalori akan memperbaiki
keluhan mual, menurunkan BUN dan akan memperbaiki gejala. Selain itu diet
rendah protein akan menghambat progresivitas penurunan faal ginjal.
Pada Tn S:
Pasien berat badan 75 kg
Kalori minimal sebesar 2625 kkal/hr (35 kkal/kgBB/hr)
Protein sebesar 45 gr/hr 40gr/hr (0.6 gr/kgBB/hr)
Diet rendah protein:
1. Sumber protein hewani : misalnya, telur, ikan, daging, hati, keju,
mempunyai mutu protein yg lebih baik
Pilihlah sumber protein ini sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.
2. Sumber protein nabati; misalnya kacang- kacangan dan hasil olahannya
seperti tempe mempunyai nilai protein yang rendah dibanding sumber
hewani.
33
Sumber protein ini sebaiknya dihindari
4. Pengelolaan hipertensi
Berbeda dengan pengendalian hipertensi pada umumnya, pada PGK masalah
pembatasan cairan mutlak dilakukan. Target tekanan darah 125/75 diperlukan
untuk menghambat laju progresifitas penurunan faal ginjal. Penghambat -ACE
dan ARB diharapkan akan menghambat progresifitas PGK. Pemantauan faal
ginjal secara serial perlu dilakukan pada awal pengobatnan hipertensi jika
digunakan penghambat -ACE dan ARB. Apabila dicurigai adanya stenosis
arterial renal, penghambat –ACE merupakan kontraindikasi.
Pada Tn S:
a. Pemberian obat anti hipertensi golongan ACE Inhibitor yaitu captopril.
Pemberian captopril ini dirasa lebih efektif kare obat ini berkerja
dengan menghambat Sistem Renin Angiotensin Aldosteron {SRAA}
yang selain dapat menurunkan tekanan darah, juga memperlambat
perkembangan penyakit ginjal yang telah ada.
b. Pemberian obat golongan ARB {Angiotensin Reseptor Blocker) yaitu
Lorasartan dan vasartan dengan tujuan untuk mengotrol tekanan darah
pasien yang sebagian besar fluktuatif akibat kondisi ginjal pasien yang
telah menurun.
5. Pengendalian gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa
Gangguan keseimbangan elektrolit utama pada PGK adalah hiperkalemia dan
asidosis. Pencegahan meliputi:
a. Diet rendah kalium
34
Menghindari buah (pisang, jeruk, tomat) serta sayuran berlebih
b. Menghindari pemakaian diuretika K-sparing
Pengobatan hiperkalemia tergantung derajat kegawatannya:
a. Gawat
Glukonas calcicus intravena (10-20 ml 10% Ca gluconate)
Glukosa intravena (25-50 ml glukosa 50%)
Insulin-dextrose i.v. dengan dosis 2-4 unit atracpid tiap 10
gram glukosa
Natrium bicarbonat intravena (25-10 ml 8.4% Na HCO3)
b. Meningkatkan ekskresi kalium
Furosemid
Untuk mengatasi kondisi odema pada pasien gagal ginjal,
terutama jika disertai adanya gagal jantung kongestif disamping
sebagai terapi kombinasi penanganan hipertensi.
K-exchange resin
Dialisis
6. Pencegahan dan pengobatan ROD
Pengendalian hiperphosphatemia
Suplemen vitamin D3 aktif
Paratiroidektomi
7. Pengobatan gejala uremi spesifik
Diet rendah protein juga memperbaiki keluhan anoreksia da mual-mual.
Anemia yang terjadi pada PGK terutama disebabkan oleh defisiensi hormon
eritropoetin. Selain itu juga bisa disebabkan oleh defisiensi Fe, asam folat atau
vitamin B12. Pemberian eritropoetin rekombinan pada penderita PGK yang
35
menjalani HD akan memperbaiki kualitas hidup, dapat pula diberikan pada
penderita PGK pra-HD. Sebelum pemberian eritropoetin dan suplemen Fe
diperlukan evaluasi kadar SI, TIBC, dan feritin.
8. Deteksi dan pengobatan infeksi
Penderita PGK merupakan penderita dengan respon imun yang rendah,
sehingga kemungkinan infksi harus selalu dipertimbangkan.
9. Penyesuaian pemberian obat
Beberapa obat memerlukan penyesuaian dosis karena ekskresi metaboliknya
melalui ginjal, penggunaan obat nefrotoksik misalnya aminoglikosida, co-
trimoxazole, amphoterisin sebaiknya dihindari dan hanya diberikan pada
keadaan khusus. OAINS juga menurunkan fungsi ginjal. Tertacyclin
meningkatkan katabolisme protein. Nitrofurantoin juga harus dihindari dan
penggunaan diuretik K-sparing harus pula berhati-hati karena menyebabkan
hiperkalemia.
10. Deteksi dan pengobatan komplikasi
Komplikasi yang merupakan indikasi untuk tindakan HD antara lain:
a. Ensephalopat uremik
b. Perikarditis atau pleulitis
c. Neuropati perifer progresif
d. ODR progresif
e. Hiperkalemia yang tak dapat dikendalikan dengan pengobatan
medikamentosa
f. Sindroma overlaod
g. Infeksi yang mengancam jiwa
36
h. Keadaan sosial
11. Persiapan dialisis dan tranplantasi
Penderita PGK dan keluarganya sudah harus diberitahu sejak awal bahwa pada
suatu saat penderita akan memerlukan HD atau transplantasi ginjal.
Pembuatan akses vaskuler sebaiknya sudah dikerjakan sebelum klirens
kreatinin dibawah 15 ml/menit. Dianjurkan pembuatan akses klirens kreatinin
telah dibawah 20 ml/menit. Perlu membatasi punksi pembuluh darah daerah
ekstremitas yang akan dipakai untuk akses-vaskuler. Disamping persiapan dari
sei medik perlu pula persiapan non medik.
Hemodialisis
Hemodialisis melibatkan sirkulasi darah melalui filter atau dialyzer pada
mesin dialisis.
•Dialyzer memiliki dua kompartemen cairan dan dikonfigurasi dengan
kumpulan berongga tabung kapiler serat.
•Darah di kompartemen pertama dipompa sepanjang satu sisi membran
semipermeabel, sedangkan dialisat (cairan yang digunakan untuk
membersihkan darah) dipompa sepanjang sisi lain, dalam kompartemen yang
terpisah, dalam arah yang berlawanan.
•Konsentrasi gradien zat antara darah dan dialisat menyebabkan perubahan
yang diinginkan dalam komposisi darah, seperti pengurangan produk-produk
limbah (urea nitrogen dan kreatinin), sebuah koreksi kadar asam, dan
equilibrium tingkat mineral berbagai.
•Pengeluaran kelebihan cairan.
37
•Darah kemudian kembali ke tubuh.
Transplantasi Ginjal
38
Transplantasi ginjal menawarkan hasil terbaik dan kualitas terbaik dari
kehidupan. Transplantasi ginjal Sukses terjadi setiap hari di Amerika Serikat.
Transplantasi ginjal dapat berasal dari donor hidup terkait, donor hidup tidak
berhubungan, atau orang yang telah meninggal karena sebab lain (donor
kadaver). Pada penderita diabetes tipe I, transplantasi ginjal-pankreas
dikombinasikan sering merupakan pilihan yang lebih baik. Namun, tidak
semua orang merupakan kandidat untuk transplantasi ginjal. Orang perlu
menjalani pengujian ekstensif untuk memastikan kesesuaian mereka untuk
transplantasi. Juga, ada kekurangan organ untuk transplantasi, membutuhkan
waktu tunggu dari bulan sampai tahun sebelum mendapatkan transplantasi.
Seseorang yang membutuhkan transplantasi ginjal mengalami
beberapa tes untuk mengidentifikasi karakteristik sistem kekebalan tubuh nya.
Penerima dapat menerima hanya ginjal yang berasal dari donor yang cocok
tertentu karakteristik imunologi nya. Donor lebih mirip berada dalam
karakteristik ini, semakin besar kemungkinan kesuksesan jangka panjang dari
transplantasi. Transplantasi dari donor yang terkait hidup umumnya memiliki
hasil terbaik.
Terapi antibodi Antilymphocyte induksi bervariasi dan termasuk
antiserum poliklonal, monoclonals mouse, dan apa yang disebut monoclonals
manusiawi. Antiserum poliklonal, seperti globulin antilymphocyte (ALG),
antilymphocyte serum (ALS), dan antithymocyte globulin (ATG), adalah
kuda, kambing, atau antiserum kelinci ditujukan terhadap sel-sel limfoid
manusia. Efeknya adalah untuk secara signifikan lebih rendah dan hampir
menghapuskan sel limfoid beredar yang sangat penting untuk respon
penolakan. Imunologi co-stimulasi blokade dengan Belatacept (Nulojix) telah
39
menjanjikan sebagai agen imunosupresif perawatan baru untuk meningkatkan
fungsi ginjal. Itu mungkin memainkan peran dalam menekan ketergantungan
pada kalsineurin inhibitor (tacrolimus dan siklosporin) untuk imunosupresi.
12. . Prognosis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa GFR diperkirakan lebih rendah, lebih
tinggi albuminuria, usia muda, dan seks laki-laki menunjuk sebuah
pengembangan yang lebih cepat dari gagal ginjal. Juga, serum albumin
rendah, kalsium, dan bikarbonat, dan fosfat serum yang lebih tinggi dapat
memprediksi peningkatan risiko gagal ginjal.
Di Amerika Serikat, hemodialisis dan peritoneal dialisis memiliki populasi
umum penerimaan rumah sakit 2 per pasien per tahun; pasien yang
memiliki transplantasi ginjal memiliki rata-rata 1 masuk rumah sakit per
tahun. Selain itu, pasien dengan ESRD yang menjalani transplantasi ginjal
bertahan hidup lebih lama daripada mereka pada dialisis kronis.
Angka kematian yang berhubungan dengan hemodialisis yang
mencolok dan menunjukkan bahwa harapan hidup pasien masuk ke
40
hemodialisis nyata dipersingkat. Pada tahun 2003, lebih dari 69.000 pasien
dialisis terdaftar dalam program ESRD meninggal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arief M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wahyu I K, Wiwiek S, 2001. Kapita Selekta
Kedokteran, edisi 3. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran UI
2. Askandar T, Poernomo B S, Djoko S, Gatot s, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, edisi 1. Surabaya: Penerbit Airlangga University Press
3. Price SA, Wilson LM, 2003. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit,
edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
41
4. Sukahatya M, Soewanto, Yogiantoro M, Pranawa, 1994. Gagal Ginjal
Kronik.Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam. RSUD
Dr.soetomo
42