Upload
am555999
View
21
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
lap
Citation preview
LAPORAN KASUS
DERMATITIS KONTAK IRITAN
Pembimbing: dr. Dody Suhartono, Sp.KK, MH
Oleh: Amanda Fitriadhianti Kadar (030.10.024)
I. PENDAHULUAN
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang
menempel pada kulit. Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit non
imunologik, jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi.1
Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak diketahui, sebagian besar merupakan
respon kulit terhadap agen eksogen maupun endogen. Dermatitis adalah peradangan kulit
(epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor
endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema,
papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.1,2
DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis
kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan
dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat sulit
diketahui. Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada
perempuan dibanding laki-laki. Tingginya frekuensi DKI pada wanita dibanding laki-laki
karena faktor lingkungan, bukan genetik. Berdasarkan usia, DKIbisa mencul pada
berbagai usia. DKI bisa mengenai siapa saja, yang terpapar dengan bahan iritan, tetapi
individu dengan riwayat dermatitis atopi lebih mudah terserang.1,3
Dermatitis Kontak Iritan adalah peradangan kulit yang disebabkan terpaparnya kulit
dengan bahan dari luar yang bersifat iritan yang menimbulkan kelainan klinis efloresensi
polimorfik berupa eritema, vesikula, edema, papul, vesikel, dan keluhan gatal, perih serta
panas. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan hanya beberapa saja.2
Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan kuat
memberi gejala akut, sedangkan iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga
banyak faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor individu dan faktor lingkungan.1
1
DKI merupakan hasil klinik dari inflamasi yang berasal dari pelepasan sitokin-sitokin
proinflamasi dari sel-sel kulit, biasanya sebagai respon terhadap rangsangan kimia.
Bentuk klinik yang berbeda-beda bisa terjadi. Tiga perubahan patofisiologi utama adalah
disrupsi sawar kulit, perubahan seluler epidermis dan pelepasan sitokin.3
II. KASUS
Seorang perempuan, berusia 33 tahun, sudah menikah, pendidikan S1, pekerjaan
karyawan swata, agama Islam, datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Kardinah
Tegal pada tanggal 24 Agustus 2015 pukul 10.00 WIB dengan keluhan utama bercak
kemerahan yang terasa gatal dan panas di telapak tangan kanan dan tangan kanan.
ANAMNESIS KHUSUS
(Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 24 Agustus 2015 pukul 10.00 WIB di Poliklinik
Kulit dan Kelamin RSUD Kardinah Tegal)
Pasien mengatakan keluhan bercak kemerahan pada telapak tangan dan tangan kanan
yang terasa gatal dan panas sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya keluhan
muncul setelah pasien terkena sabun cuci baju, pertama kali muncul bintik-bintik
kemerahan terlebih dahulu pada telapak tangan, terasa gatal terus menerus kemudian
menjadi bercak kemerahan meluas ke tangan kanan, kulit mengelupas dan keluar cairan
bening 2 hari yang lalu. Rasa gatal dirasakan pasien terus menerus, dan rasa panas seperti
terbakar dirasakan hilang timbul. Pasien mengatakan tidak pernah menggaruk bagian
kulit yang terasa gatal. Pasien mengobati sendiri dengan Fungiderm sekitar 1 bulan yang
lalu namun tidak ada perubahan.
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, keluarga juga tidak
ada yang mengalami hal yang serupa. Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat tetapi
memiliki riwayat alergi terhadap makanan udang. Riwayat asma disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
1. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Baik, tampak sakit ringan.
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah: 120/80 mmHg
2
Nadi : 80 x/menit
Suhu : Afebris
Pernafasan : 18 x/menit
Berat Badan : 63 kg
Tinggi : 165 cm
Status Gizi : 23,14 kg/m2 (gizi baik)
Kepala : Bentuk Normocephali
Mata : Conjunctiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
Hidung : Tidak ada septum deviasi, sekret (-)
Mulut : Bibir tidak sianosis, Karies gigi (-), Tonsil T1-T1 tenang, Faring tidak
hiperemis
Telinga : Normotia
Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB
Kulit kepala : Kelainan kulit (-)
Thorax :
- Inspeksi : Bentuk simetris, gerak napas simetris
- Palpasi : Vokal fremitus sama kuat kanan dan diri
- Perkusi : Sonor di semua lapang paru
- Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-) suara napas vesikuler,
ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar, lesi kulit (-), supel, hepar dan lien tidak teraba membesar,
timpani, bising usus (+) normal
Ekstremitas:
Superior:
o oedem (-)
o deformitas (-)
o kelainan sendi (-)
o kelainan kulit (+) lihat status dermatologikus
o kelainan kuku (-)
Inferior:
o oedem(-)
o deformitas (-)
o kelainan kulit(-)
3
o kelainan kuku (-)
2. STATUS DERMATOLOGIKUS
Distribusi : regional
Regio : telapak tangan kanan dan tangan kanan bagian volar
Lesi : multipel, konfluens, bentuk tidak teratur, ukuran plakat, batas tegas,
menimbul dari permukaan kulit, kering
Efloresensi : plak eritema dan skuama
Gambar 1. Regio telapak tangan
4
Gambar 2. Regio tangan kanan bagian volar
RESUME
Seorang perempuan, berusia 33 tahun, sudah menikah, pendidikan S1, pekerjaan
karyawan swasta, agama Islam, datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Kardinah
Tegal pada tanggal 24 Agustus 2015 pukul 10.00 WIB dengan keluhan utama bercak
kemerahan yang terasa gatal dan panas di telapak tangan kanan dan tangan kanan.
Dari hasil anamnesis didapatkan sejak 2 bulan yang lalu pasien mengalami keluhan
bercak kemerahan pada telapak tangan dan tangan kanan yang terasa gatal dan panas.
Awalnya keluhan muncul setelah pasien terkena sabun cuci baju, pertama kali muncul
bintik-bintik kemerahan terlebih dahulu pada telapak tangan, terasa gatal terus menerus
kemudian menjadi bercak kemerahan meluas ke tangan kanan, kulit mengelupas dan
keluar cairan bening 2 hari yang lalu. Rasa gatal dirasakan pasien terus menerus, dan rasa
panas seperti terbakar dirasakan hilang timbul. Pasien mengatakan tidak pernah
menggaruk bagian kulit yang terasa gatal. Pasien mengobati sendiri dengan Fungiderm
sekitar 1 bulan yang lalu namun tidak ada perubahan. Pasien belum pernah mengalami
keluhan seperti ini sebelumnya, keluarga juga tidak ada yang mengalami hal yang serupa.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat tetapi memiliki riwayat alergi terhadap
makanan udang.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal. Dari status
dermatologis didapatkan lesi regional pada telapak tangan kanan dan tangan kanan bagian
volar. Lesi multipel, konfluens, bentuk tidak teratur, ukuran plakat, batas tegas, menimbul
dari permukaan kulit, kering. Efloresensiberupa plak eritema dan skuama
5
DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis Kontak Iritan
2. Dermatitis Kontak Alergi
3. Psoriasis
DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis Kontak Iritan
USULAN PEMERIKSAAN
Uji tempel (patch test)
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum
Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya dan pengobatannya
Menghindari pajanan bahan iritan yaitu sabun cuci baju
Pemakaian alat pelindung seperti sarung tangan apabila melakukan kegiatan yang
berisiko terpajan bahan iritan
Menggunakan pelembab pada kulit
Penatalaksanaan khusus
Sistemik:
Antihistamin: Chlorpenilamin maleat 1 x 4 mg
Topikal:
Clobetasol Propionate 0,05% dioleskan 2 kali sehari tipis-tipis pada kulit yang
kemerahan
6
PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad cosmeticum : ad bonam
III.PEMBAHASAN
Dermatitis merupakan penyakit yang menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi
polimorfik berupa eritema, edema, papula, vesikel, skuama, dan likenifikasi. Salah satu
jenis dermatitis adalah dermatitis kontak. Dermatitis kontak adalah respon terhadap
pajanan bahan atau substansi tertentu, dapat berupa alergen maupun bahan iritan.
Peradangan akibat pajanan terhadap alergen disebut dermatitis kontak alergi (DKA).
Pajanan terhadap bahan iritan disebut dermatitis kontak iritan. Dermatitis kontak iritan
(DKI) adalah peradangan pada kulit yang dapat berupa eritema, edema, dan skuama. DKI
merupakan respons nonspesifik kulit terhadap berbagai kerusakan kimia dengan
melepaskan mediator inflamasi terutama dari sel-sel epidermis.1,2,3
Dalam kehidupan sehari-hari, iritan yang menyebabkan DKI meliputi air, deterjen,
berbagai pelarut, asam, basa, bahan adhesi, cairan bercampur logam, kosmetik, minyak
oles, dan substansi topikal lainnya. Sering bahan-bahan ini bekerja bersama untuk
merusak kulit. Iritan merusak kulit dengan cara memindahkan minyak dan pelembab dari
lapisan terluar, membiarkan iritan masuk lebih dalam, dan menyebabkan kerusakan lebih
lanjut dengan cara memicu proses inflamasi.2
Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat digolongkan sebagai penyakit kulit akibat kerja
karena berkaitan dengan oleh pajanan berulang substansi di area kerja, seperti bahan
pembersih, deterjen, dan pelarut. Penggunaan zat-zat tertentu pada area kulit yang sensitif
juga menyebabkan timbulnya gejala klinis penyakit ini. DKI dapat diderita oleh semua
orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin.1
Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak, terutama yang berhubungan
dengan pekerjaan. Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada
7
perempuan dibanding laki-laki. Secara epidemiologis, hal tersebut dapat ditemukan pada
kasus ini. Pasien pada kasus ini adalah seorang perempuan dimana kegiatan yang
dilakukan sebelum keluhan muncul adalah mencuci dengan sabun cuci baju, sehingga
bahan iritan yang dicurigai sebagai pemicu timbulnya DKI adalah dari sabun cuci baju.
Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut,
konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi faktor lain. Faktor yang
dimaksud yaitu: lama kontak, kekerapan, gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban
lingkungan juga ikut berperan. Faktor individu juga ikut berpengaruh, misalnya
perbedaan ketebalan kulit, usia, ras, jenis kelamin, penyakit kulit yang pernah atau sedang
dialami.1,2 Pada pasien ini, lesi yang dialami tidak hanya diakibatkan oleh iritan yang
terkandung dalam sabun cuci baju, namun terdapat faktor lain yang berperan. Dari faktor
iritannya pada anamnesis didapatkan keluhan muncul sejak 2 bulan yang lalu,
menunjukkan sifat iritan yang lemah sehingga memberi gejala yang kronis. Dari faktor
individu, psien juga memiliki riwayat alergi terhadap makanan udang hal tersebut
mengakibatkan ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun.
Diagnosis banding lain yang harus dipikirkan yaitu dermatitis kontak alergi yang
memiliki efloresensi serupa dengan DKI, dan biasanya disertai dengan keluhan gatal.
Selain dari anamnesis mengenai riwayat penyakit alergi, dapat juga dilakukan
pemeriksaan khusus berupa uji tempel. Uji tempel ini berguna untuk menilai bahan-bahan
yang terduga merupakan alergen penyebab dermatitis.
Secara klinis pada kasus dapat digolongkan menjadi DKI kumulatif (kronis). Hal ini
sesuai dengan hal-hal yang tercakup didalamnya yaitu penyebabnya adlah iritan lemah,
onset berminggu-minggu/bulan/tahun. Kulit tampak kering, eritema, skuama, dan
likenifikasi. Pada pasien dari anamnesis diketahui pasien menegeluh bercak kemerahan
pada telapak tangan dan tangan kanan yang terasa gatal dan panas sudah dirasakan sejak 2
bulan yang lalu. Awalnya keluhan muncul setelah pasien terkena sabun cuci baju,
pertama kali muncul bintik-bintik kemerahan terlebih dahulu pada telapak tangan, terasa
gatal terus menerus kemudian menjadi bercak kemerahan meluas ke tangan kanan, kulit
mengelupas dan keluar cairan bening. Dari pemeriksaan fisik ditemukan plak eritema
dengan skuama pada telapak tangan dan tangan kanan bagian volar. Pada DKI, riwayat
yang terperinci sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada adanya
riwayat paparan iritan yang menegenai tempat-tempat pada tubuh. Diagnosis DKI
8
didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. Dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik pada pasien kasus ini termasuk dalam DKI kronis.
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan,
baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor yang
memperberat. Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi maka tidak
perlu pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang
kering. Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid
topikal. Pemakaian alat pelindung yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja
dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan. Untuk DKI kronis, secara topikal
diberikan salep yang mengandung steroid yang lebih poten. Sistemik diberikan
antihistamin untuk menghilangkan rasa gatal.1,2 Pada pasien ini diberikan obat
kortikosteroid Clobetasol Propionate 0,05%, hal ini sesuai dengan DKI kronis karena
Clobetasol Propionate 0,05% merupakan kortikosteroid potensi tinggi yang memiliki efek
anti inflamasi kuat. Pasien juga diberikan edukasi untuk menghindari kontak dengan
sabun cuci baju. Bila terpaksa harus mencuci hendaknya memakai sarung tangan. Pasien
disarankan secara teratur menggunakan pelembab kulit. Adapun hal ini bertujuan untuk
menghindari pajanan iritan dan menyingkirkan faktor yang memperberat.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., editor. Djuanda S., Sularsito SA., penulis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Keenam, Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007, hal 129-138.
2. Wolff K., Goldsmith LA., Katz SI., Gilchrest BA., Paller AS., Leffell DJ., Fitzpatrick’s DERMATOLOGY IN GENERAL MEDICINE, 7th ed, USA: McGraw-Hill Companies., 2008, pg 395-401.
3. Hogan D. Contact Dermatitis Iritant. Emedicine; 2014. Avaiable at: http://emedicine.medscape.com/article/1049353-overview. Accesed on August 2015.
4. Michael JA. Dermatitis Contact. Emedicine; 2005. Available at: http://www.emedicine.com/specialties.htm
5. Lehrer MS. Contact Dermatitis. Medline Plus Medical Encyclopedia; 2006. Available at: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus.html
10