Upload
kikiputeriamanda
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
ILUSTRASI KASUS
1.1 Indentitas
Nama : An.X
Umur : 10 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
1.2 Anamnesis
Keluhan utama : Kaki dan tangan dingin tiba-tiba
Keluhan tambahan : Demam, nyeri ulu hati, tampak mengantuk.
Riwayat perjalanan penyakit :
± 4 hari SMRS, demam tinggi mendadak, terus menerus, demam tidak
menurun walaupun sudah diberikan obat penurun panas. Menggigil (-), kejang
(-), mual (-), muntah (-), sakit di daerah perut (+), batuk (-), pilek (-), nafsu
makan seperti biasanya, BAK seperti biasa warna kuning jernih, BAB tidak ada
keluhan.
± 2 jam SMRS kaki dan tangan os dingin tiba-tiba, pasien tampak lemah
dan mengantuk. Lalu os dibawa ke IGD Rumah Sakit. Kejang (-), mual (-),
muntah (-), nyeri ulu hati (+), mencret (-), batuk (-), pilek (-), BAK seperti biasa
warna kuning jernih (terakhir 4 jam SMRS), BAB tidak ada keluhan.
1.3 Riwayat penyakit dahulu
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal.
Riwayat trauma disangkal.
1.4 Riwayat penyakit dalam keluarga
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.
1.5 Riwayat status gizi
Anak laki-laki umur 10 tahun dengan BB 28 kg, dan tinggi badan 120 cm.
Status gizi berdasarkan IMT menurut umur (WHO 2007) adalah baik atau normal.
1
1.6 Pemeriksaan Fisik
1.6.1 Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Delirium
Tekanan darah : 90/70 mmHg
Suhu : 35º C (axilla)
Pernafasan : 32 x/menit
Tipe Pernapasan : torakoabdominal
Nadi : 140 x/menit (lemah)
Kulit ;
Turgor : Baik < 2 detik
Ptechie : (-)
1.6.2 Pemeriksaan Khusus
Kepala
Bentuk : Normochepal
Rambut : lurus, hitam, tidak mudah dicabut
Edema : (-)
Mata
Refleks cahaya : (+/+)
Pupil : isokor kiri dan kanan
Conjungtiva anemis : (-/-)
Sklera ikterik : (-/-)
Mata cekung : (-/-)
THT : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Thorax
Paru:
Bentuk : simetris kiri dan kanan
Bentuk pernapasan : Torakoabdominal
2
Retraksi : (-)
Bunyi nafas tambahan : rhonki (-), wheezing (-)
Jantung:
Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan bunyi jantung II reguler,
Bising jantung : Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
Bentuk : simetris, datar
Bising usus : (+), ↓
Hepar dan Lien : Sulit dinilai
Ekstremitas Superior Inferior
Akral digin : (+/+) (+/+)
Capillary refill : >2” >2”
Uji tourniquet : (-)
1.7 Pemeriksaan Khusus
Laboratorium IGD:
Hematologi
WBC : 1950 /mm3
RBC : 5,62 106/mm3
HGB : 9 L g/dl
PLT : 60 103 /mm3
HCT : 40 vol%
1.8 Pemeriksaan Anjuran
- Pemeriksaan Hb, Ht, dan Trombosit secara serial
- Pemeriksaan kimia darah
- Darah rutin.
- Pemeriksaan serologi dengue: IgG dan IgM.
- Cek GDS
- Pemeriksaan urin rutin
- Rontgen thorax
3
1.9 Diagnosa Kerja
Dengue Syok Syndrom + Anemia sedang + Gizi baik.
1.10 Diagnosa Banding
- Malaria
- Campak
- Thypoid fever
- Syok sepsis
1.11 Penatalaksanaan
Medikamentosa
- Oksigen nasal 1-3 L/menit
- IVFD RL 20 cc/kgBB/30 mnt (560cc/30menit, 373 tetes/menit (makro))
kemudian bila syok teratasi dilanjutkan IVFD RL 10 cc/KgBB/jam
(280cc/jam atau 93 tetes/menit makro) bila tidak teratasi maka lanjutkan
IVFD RL 560cc/jam. Jika kondisi tetap stabil dan membaik maka cairan
diturunkan menjadi 140 cc/jam. Jika dalam 24 jam kondisi membaik dan
stabil maka cairan diturunkan lagi menjadi 84 cc/jam.
- Paracetamol 3 x 500 mg PO bila suhu > 38oC
- Fe syr 3x1 50mg
- Pasang kateter
- Observasi tanda-tanda vital per 30 menit
- Observasi tanda perdarahan
Non medikamentosa
- Bedrest (tirah baring)
- Minum air yang banyak
- Diit makanan yang mengandung banyak zat besi.
1.12 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Klasifikasi
Dengue yang juga dikenal sebagai breakbone fever adalah sebuah penyakit
infeksi tropis yang disebabkan oleh virus dengue. Gejalanya memiliki spectrum klinis
yang bervariasi meliputi demam, sakit kepala, nyeri otot dan tulang dan ruam kulit yang
khas seperti penyakit campak. Dalam kasus yang relatif jarang, penyakit ini dapat
progresif menjadi sebuah penyakit yang mengancam nyawa akibat dari perdarahan,
trombositopenia dan kebocoran plasma dimana membawa keadaan syok yang dikenal
sebagai dengue shock syndrome (DSS).1,2,4,7
Bagan 1. Spektrum Klinis (Simptomatis) Infeksi Virus Dengue.
Pada klasifikasi ini, DF dibedakan dari DHF grade I sampai IV dimana DSS
sama dengan DHF grade III/ IV. Namun demikian, trombositopenia dan perdarahan
spontan/ provokasi dapat terjadi pada demam dengue. Secara sederhana, klasifikasi ini
membagi infeksi dengue menjadi dengue ringan dan dengue dengan keadaan yang berat.
Mungkin perrmeabilitas plasma bukan hal yang utama dalam keadaan dengue yang
berat seperti hemokonsentrasi, efusi pleura dan asites tetapi penanda gejala dengue yang
berat meliputi keadaan syok (ekstermitas yang dingin, tekanan nadi yang lemah,
perpanjangan waktu CRT), perubahan kesadaran, perdarahan mukosa (hematemesis,
melena, atau perdarahan dari hidung atau gusi) dan manifesatasi berat lainnya
(kerusakan hati, cardiomyopaty, ensephalopaty, dan ensefalitis).9
2.2 Etiologi
5
Terdapat 3 faktor yang memegang peranan penting dalam penularan infeksi
virus yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada
manusia melalui gigitan nyamuk aedes.2,3,4
Virus dengue sebagai penyebab DF, DHF dan DSS termasuk
kelompok arbovirus (arthopod borne virus) yang dikenal sebagai genus flavivirus,
famili flaviviridae dan hingga saat ini terdapat 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3 dan DEN-4. DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe yang paling
banyak menjadi penyebab. DEN-3 merupakan serotipe dominan di Indonesia dan
diasumsikan menjadi penyebab manifestasi klinis yang berat walaupun akhir-akhir ini
DEN-2 mulai cenderung mendominasi. DSS cenderung terjadi pada urutan infeksi
serotipe tertentu yakni DEN-1 yang disusul DEN-2 sebanyak 20% dan DEN-3 yang
disusul DEN-2 sebanyak 2%.3,5,7
Infeksi salah satu serotipe akan memberikan perlindungan seumur hidup
terhadap serotipe tersebut tetapi proteksi silang antar serotipe hanya berlangsung singkat
bahkan cenderung mengakibatkan penyakit berat (Demam Berdarah Dengue/ Sindrom
Syok Dengue).
Virus ini ditularkan oleh nyamuk Aedes. Di Indonesia dikenal 2 jenis nyamuk
aedes, yaitu aedes aegypti dan aedes albopictus. Terdapat perbedaan pada profil kedua
nyamuk ini yakni aedes aegypti lebih sering ditemukan dan merupakan nyamuk daerah
tropis yang hidup dan berkembang biak di dalam rumah, nyamuk ini tampak berlurik
dengan bintik putih yang biasanya menggigit pada pagi dan sore hari sementara aedes
albopictus mempunyai daur hidup di luar rumah, menggigit pada siang hari dan jarak
terbang lebih pendek dibandingkan aedes aegypti. Selain kedua tipe tersebut, spesies
seperti aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan
vektor yang kurang berperan dalam transmisi kepada manusia.3, 5
Nyamuk aedes mendapatkan virus dari darah yang penderita yang mengalami
viremia. Virus berkembang biak di tubuh nyamuk dalam waktu 8-10 hari (extrinsic
incubation periode). Setelah itu virus ditularkan kepada telur- telur
nyamuk (transovarian transmission) tetapi tidak bermakna kepada transmisi manusia.
Virus dapat ditularkan kepada manusia seumur hidup nyamuk. Di tubuh manusia, virus
memerlukan waktu masa tunas 6 hari (intrinsic incubation periode). Penularan kepada
nyamuk hanya dapat terjadi pada saat manusia mengalami viremia yakni 2 hari sebelum
6
panas hingga 5 hari setelah demam timbul. Penyakit ini mudah menjadi endemik karena
nyamuk dikatakan sebagai multiple bitters.2, 3
2.4 Patogenesis
Patogenesa DHF dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial dan
belum dapat dimengerti sepenuhnya. Dua hipotesis yang banyak dianut antara lain
secondary heterologous infection dan antibody dependent enhancement (ADE). DSS
acap kali dihubungkan dengan infeksi virus dengue yang besifat heterolog sekunder.
Pada infeksi sekunder, antibodi heterolog yang didapat dari infeksi primer akan
membentuk kompleks antigen-antibodi. Fa dan Fb akan berikatan dengan reseptor
antigen pada permukaan virus yang dikenali sementara Fc akan berikatan dengan
makrofag. Oleh karena antibodi heterolog, virus tidak dapat dinetralisasikan sehingga
virus berkembang biak dalam sel makrofag. Pada hipotesis ADE, antibodi non-
neutralisasi yang terbentuk meningkatkan potensi virus untuk masuk kedalam sel
mononuklear dimana ADE bersifat sitofilik. Sebagai tanggapan terhadap infeksi
tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif, peningkatan permeabilitas pembuluh darah
sehingga membawa keadaan syok dan hipovolemia.1,2,3,7,8
Sebagai infeksi sekunder oleh tipe virus yang berlainan, dalam waktu beberapa
hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan antibodi
IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue dalam sel limfosit yang
bertransformasi. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang
selanjutnya mengakibatkan aktivasi system komplemen, aktivasi koagulasi dan
agregrasi trombosit.3,5,6
Peredaran kompleks antigen-antibodi meningkat dalam kadar tinggi, penurunan
komplemen C3 berkaitan dengan derajat beratnya penyakit. Dari beberapa penilitan
yang dilakukan dari serum ibu manusia yang anaknya menderita DHF atau anak yang
mendapat DHF menunjukan bahwa sirkulasi antibodi merupakan resiko terkuat yang
berkaitan dengan perkembangan penyakit. Penurunan trombosit, penurunan faktor
hageman, penurunan kadar fibrinogen dan beredarnya pecahan fibrin menandakan
koagulasi intravaskular disemata. Oleh karena vaskulitis merupakan bagian intergral
penyakit yang berperan dalam proses perdarahan. Cedera kapiler akan menyebabkan
plasma bocor ke ekstravaskuler. Bersamaan dengan muntah menimbulkan
7
hemokonsetrasi, hipovolemia dan kerja jantung bertambah, hipoksia jaringan, asidosis
metabolik dan hiponatremia.1,2,3,6,8
Gambar 1. Keterlibatan Sistem Komplemen dalam Melawan Infeksi Mikroorganisme
(diilustrasikan mikroorganisme sebagai mikroba, hal yang hampir sama terjadi pada virus hanya
saja teraktivasi melalui classical pathwaydan alternative pathway, melalui potein plasma-
properdin faktor B dan D).
Pada awal stadium akut infeksi dengue sekunder, ada aktivasi cepat system
komplemen pada kompleks antigen-antibodi, kadar C1q, C3, C4, C5-C9 dan
proaktivator C3 mengalami depresi dan kecepatan katabolik C3 naik. Komplemen dapat
diaktivasi melalui jalur klasik yaitu fiksasi C1 terhadap kompleks antigen-antibodi.
Pelepasan C3a dan C5a mengakibatkan permeabilitas pembuluh darah kapiler.3,5
8
Bagan 2. Patogenesa DSS.
C3a dan C5a akan meningkatkan permeabilitas vaskular dan menyebabkan
vasodilatasi dengan menginduksi mast cells untuk melepaskan histamin.
Produk komplemen ini juga disebakan anafilaktosin karena aksi komplemen ini mirip
dengan sel mast yang merupakan reaksi alergi yang parah disebut sebagai anafilaksis.
C5a juga mengaktivasi jalur lipoksigenase pada metabolisme asam arakidonat pada
netrofil da makrofag yang menyebabkan pelepasan mediator inflamasi; meningkatkan
aktivitas leukosit adhesi ke endothel dan bersifat kemotaksis terhadap netrofil, monosit,
eosinofil dan basofil. Komplemen juga merangsang monosit untuk memproduksi
berbagai sitokin seperti TNF, IFN Gamma dan interleukin (IL-2 dan IL-1).2,7
9
Bagan 3. Patogenesa Infeksi Dengue hingga Membawa pada Keadaan DHF dan DSS.
Kompleks antigen-antibodi dalam sirkulasi darah dapat mengakibatkan
trombosit kehilangan fungsi agregrasi karena akibat dari perlekatan kompleks pada
membran trombosit dan trombosit juga mengalami perubahan bentuk sehingga
difagositosis oleh sistem retikuloendotelial sehingga terjadi trombositopenia. Disamping
itu, trombosit yang mengalami metamorphosis mengaktifkan sistem koagulasi. Pada
beberapa penilitian yang dilakukan menunjukan bahwa menurunnya kadar fibrinogen
dan faktor pembekuan bukan hanya karena konsumsi sistem koagulasi tetapi konsumsi
sistem fibrinolisis. Pada stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis.3,5,6,7
Akibat dari pembekuan intravaskular yang luas, plasminogen akan berubah
menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilaktosin dan penghancuran
fibrin sehingga beredarnya pecahan fibrin degradation product (FDP). Menurunnya
fungsi hati akan menambah berat perdarahan.5,6,7
Lesi patologis berupa perdarahan ringan sampai sedang dapat ditemukan
disaluran cerna atas, perdarahan ptechiae lazim ditemukan di sekat
interventrikuler jantung, perikardium dan permukaan visera major. Pada keadaan yang
jarang, perdarahan terlihat di paru-paru, hati, adrenal dan ruang subaraknoid. Hati biasa
mengalami pembesaran. Efusi bercak kuning dan berdarah pada ¾ penderita. Secara
10
mikroskopis, edema perivaskuler pada jaringan lunak dan diapedesis sel darah merah
menyebar. Megakariosit banyak ditemukan pada kapiler paru-paru, glomerulus ginjal
dan sinusoid organ RES (reticuloendothelial system). Virus dengue tidak dapat diisolasi
dari jaringan yang mati.6,7,8
2.5 Diagnosa
Syok biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun antara hari ke-3
sampai hari ke-7. Pasien mula-mula gelisah kemudian jatuh kedalam syok yang ditandai
dengan kulit dingin lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat lemah, tekanan nadi < 20
mmHg. Dengan diagnosis biasanya teratasi dengan segera namun bila terlambat
diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan
berbagai penyulit seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna hingga
memperburuk prognosis.3
Tabel 1. Derajat Penyakit DHF menurut WHO, 1997.
Gejala klinis diawali dengan demam mendadak disertai muka kemerahan
(flushed face) dan gejala klinis lain yang tidak khas, seperti nyeri kepala, nyeri otot dan
sendi, nyeri epigastrium, anoreksia, muntah dan pada beberapa pasien mengeluhkan
nyeri tenggorokan dan ditemukan faring hiperemis.3,5
11
Gambar 2. Perjalanan Penyakit Dengue.
Penyakit ini didahului demam tinggi mendadak, terus menerus berlangsung
dalam 2-7 hari naik turun dan tidak turun dengan obat anti piretik maupun surface
cooling. Bila hipereksia dapat terjadi kejang demam. Pada saat fase demam cenderung
turun pasien akan tampak sembuh tapi hati-hati karena fase tersebut dapat sebagai awal
kejadian syok. Biasanya pada hari ketiga dari demam. Hari ke 3 sampai ke 5 adalah fase
kritis yang harus dicermati karena pada hari ke 6 dapat terjadi syok. Kemungkinan
terjadi perdarahan ketika trombosit sangat rendah < 20.000 /uL.1,3
Tanda perdarahan adalah manifestasi dari vaskulopati, trombositopenia dan
gangguan fungsi trombosit serta koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Tanda ini
dapat muncul pada hari pertama muncul demam atau pada fase kritis. Perdarahan
terbagi atas 2 jenis perdarahan yaitu; perdarahan terprovokasi dan perdarahan spontan.
Perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji torniquet (rumple leede/
uji bendung), ptechiae, purpura dan ekimosis. Perdarahan lain adalah perdarahan gusi,
melena dan hematemesis. Pada kasus yang jarang dapat terjadi perdarahan
subkonjungtiva dan hematuria. Perdarahan provokasi yang diuji melalui uji torniquet
dikatakan positif jika terdapat lebih dari 10 ptechiae dalam diameter 2,8 cm di volar dan
fossa cubiti.3,5
Hepatomegali umumnya ditemukan pada permulaan penyakit dapat diraba 2-4
cm dibawah lengkung iga bawah kanan. Walaupun derajat pembesaran hati tidak
berbanding lurus dengan beratnya penyakit namun proses dari tidak teraba menjadi
teraba dapat meramalkan perjalanan penyakit. Nyeri perut lebih tampak jelas pada anak
12
besar dari pada anak kecil. Nyeri tekan pada tepi hati berhubungan dengan adanya
perdarahan. Pada sebagian kecil kasus dapat dijumpai ikterus.3
Sesaat sebelum syok sering kali pasien mengeluh nyeri perut, keadaan pasien
amat lemah dan sangat gelisah. Beberapa saat setelah suhu turun, bisa dijumpai
kegagalan sirkulasi; pasien menjadi gelisah, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan
lembab pada ujung jari dan kaki, nadi cepat, lemah dan sampai tak teraba. Keadaan
profound shock terjadi pada waktu tekanan darah dan nadi tidak dapat terukur lagi.3,5
Dari pemeriksaan darah rutin, jumlah leukosit normal tetapi ada dominasi
netrofil pada awal fase dan limfositosis pada fase demam akhir yang dijumpai pada hari
ketiga sama ketujuh. Trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan
suhu turun. Jumlah trombosit < 100.000/ uL biasanya pada hari ke-3 sampai hari ke-7.
Hemokonsentrasi dengan peningkatan diatas 20% mencerminkan peningkatan
permeabilitas plasma dan perembesan plasma. Pemeriksaan radiologis pada DSS bisa
didapati efusi pleura di sebelah hemitoraks kanan.3,6
Diagnosis definitif infeksi virus dengue hanya dilakukan di laboratorium
dengan cara isolasi virus, deteksi antigen virus atau RNA dalam serum atau jaringan
tubuh dan deteksi antibodi spesifik dalam serum pasien. Sementara diagnosis serologis
dapat ditentukan dengan 5 jenis uji yaitu Haemaglutination Inhibition test, Complement
Fixation test, Neutralization test, IgM dan IgG Elisa.3,5,6
Dasar diagnosis DBD ( WHO 1997):
Klinis
Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari
Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji bendung positif
dan bentuk lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi),
hematemesis atau melena.
Pembesaran hati
Syok yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi menurun
(menjadi 20 mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan
sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang
teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari, dan kaki,
pasien menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar mulut
Pemeriksaan Penunjang
13
Laboratorium
Trombositopenia (100.000/µl atau kurang)
Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler,
dengan manifestasi sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit > 20% dari nilai standar
Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan
Efusi pleura/perikardial, asites, dan hipoproteinemia.
Dua kriteria klinis ditambah dari satu dari kriteria laboratorium cukup untuk
menegakkan diagnosis DBD. 10,12,13
2.6 Penatalaksanaan
Terapi bersifat simtomatis dan suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya
perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan. Syok diobat dengan
cara biasa yaitu cairan intravena dan pengembang plasma. Strategi keberhasilan adalah
pemilihan cairan dan jenis cairan serta pengawasan klinis. Penentuan hematokrit
bermanfaat untuk menentukan tanda awal pemekatan darah yang biasanya mendahului
kegagalan persedaran darah. Asidosi metabolik harus segera dikoreksi. Beberapa pasien
sangat gelisah dapat memerlukan sedatif. Indikasi transfusi hanya bila mengalami
perdarahan hebat seperti hematemesis dan melena.1,3
14
Bagan 5. Tatalaksana DSS.
Tatalaksana DSS adalah penggantian cairan berupa IVFD dengan cairan
resusitasi seperti ringer laktat, ringer asetat dan normal saline 10-20 ml/kgBB
secepatnya dalam waktu 30 menit dan oksigen 2 liter/i. Untuk syok berat langsung
penambahan koloid seperti dekstran, gelatin dan HES (Hydroxyl Ethyl Stratch).
Pemberian HES dan dekstran tidak boleh diberikan pada pasien KID. Observasi tekanan
darah dan nadi tiap 15 menit, trombosit tiap 6 jam. Pemeriksaan elektrolit dan gula
darah perlu dilakukan. Kemudian rencanakan apabila syok telah teratasi atau belum bisa
15
teratasi. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan
cairan dan pasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin.3,5,7
Selain melakukan pengobatan secara simtomatis dan suportif, pemantauan juga
perlu dilakukan misalnya nadi, tekanan darah, respirasi, temperatur harus dicatat tiap
15-30 menit sampai syok teratasi, hematokrit juga dipantau tiap 4- 6 jam sampai pasien
stabil. Selain itu, balance cairan harus diperhatikan. Salah satu penanda penggantian
volume intravaskular terpenuhi adalah kecukupan diuresis.7
2.7 Diagnosa Banding
Demam tifoid, campak
Infeksi virus pada saluran napas bagian atas
Malaria.
Infeksi Saluran Kemih
Sepsis
Idiophatic Trombocytopenic Purpura (ITP), leukemia, dan anemia
aplastik.
Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi membedakan DBD
dari penyakit lain.12,13
2.8 Prognosa
Penyembuhan DHF dengan atau tanpa syok sulit diramalkan. Perubahan
keadaan dapat berubah dengan cepat dalam waktu 12-24 jam. Pada masa penyembuhan
biasanya terjadi dalam 2-3 hari jika pengobatan adekuat, kadang-kadang ditemukan
bradikardi dan aritmia serta timbul ruam pada kulit. Kembalinya nafsu makan adalah
penanda prognostik yang baik. Kesadaran pasien bukan penanda penting kesembuhan
karena banyak pasien yang masih tetap sadar meskipun pada stadium akhir. Panas
mempunyai nilai prognostik yang tinggi dimana bila demam > 39,0oC mempunyai nilai
prognostik yang lebih jelek.3,5
Kematian terjadi pada 40-50% penderita DSS tetapi dengan perawatan yang
intensif kematian kurang dari 2%. Ketahanan hidup secarra langsung terkait dengan
manajemen awal dan intensif.
Pasien baru dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa
antipiretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan klinis, hematokrit stabil, trombosit
16
> 50.000 /uL dan cenderung meningkat serta tidak dijumpai distress pernapasan. Jika
syok telah teratasi maka harus ditunggu 3 hari setelah syok hilang.1,3,7
BAB III
ANALISA KASUS
17
Pada pasien ini ditegakan diagnosa dengue shock syndrome karena dari hasil
pemeriksaan didapatkan :
1. Anamnesa
Gejala awal demam tinggi ± 4 hari SMRS dan terus menerus, sudah
meminum obat penurun panas namun tidak ada perubahan, dan sakit di daerah
perut. Hal ini merupakan gejala awal dari demam dengue dengan diagnose
banding nya seperti demam thypoid, malaria, campak, serta penyakit infeksi
lainnya.
Datang ke rumah sakit dengan keluhan kaki dan tangan teraba dingin
tiba-tiba, dan os seperti mengantuk (penurunan kesadaran), menggambarkan
gejala klinis yang mengarah pada syok.
2. Pemeriksaan fisik
Pada saat pemeriksaan fisik dan pemantauan tanda vital, ditemukan
tanda-tanda syok berupa kesadaran menurun (delirium), tekanan darah 90/70
mmHg, nadi 140 kali per menit dan lemah, suhu turun 35oC, serta ekstrimitas
yang dingin dan lembab, capillary refill >2”.
3. Pemeriksaan laboratorium
Didapatkan jumlah leukosit 1950/mm3 (leukopenia) menandakan adanya
infeksi dari virus dengan diagnosa banding adanya sepsis.
Trombosit 60.000/mm3 (trombositopenia) merupakan tanda dari gejala
DHF.
Haemoglobin 9 g/dl menunjukkan adanya anemia sedang dengan
diagnosis banding nya anemia defisiensi besi, dan anemia aplastik, Di Indonesia
anemia yang paling sering adalah akibat kekurangan zat besi. Pada anak-anak
pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja, kebutuhan besi akan meningkat
sehingga pada periode ini insiden anemia defisiensi Fe meningkat. Dalam kasus
ini perlu dilakukan evaluasi Hb dan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan
jenis anemia pada pasien ini.
Hematokrit 40% (dalam batasan normal). Berdasarkan literatur
peningkatan hematokrit >20% menandakan adanya kebocoran plasma karena
18
peningkatan permeabilitas kapiler, pada kasus ini hematokrit masih dalam
batasan normal, perlu dilakukan evaluasi serial pemeriksaan hematokrit.
Berdasarkan tinjauan pustaka, dua kriteria klinis ( demam tinggi mendadak dan
terus menerus dan gejala syok) ditambah dari satu dari kriteria laboratorium
(trombositopenia) maka diagnosis DBD grade III (Dengue Syok Sindrome) dapat
ditegakkan.
Penatalaksanaan awal sesuai dengan penatalaksanaan dari DSS yaitu dengan
memperhatikan jalan nafas dan pernafasan (airway dan breathing) dalam kasus ini
diberikan oksigen nasal 1-3 L/menit.
Kemudian dilakukan penggantian volume plasma segera (circulation) dengan
pemberian Ringer laktat 20 cc/kgBB/30 menit, kemudian bila syok teratasi dilanjutkan
10 cc/kgBB/jam. Bila syok belum teratasi maka dilanjutkan 20 cc/kgBB/jam. Jika
kondisi tetap stabil dan membaik maka cairan diturunkan menjadi 5 cc/kgBB/jam. Dan
jika kondisi stabil dan membaik dalam 24 jam diturunkan lagi menjadi 3cc/kgBB/jam.
Dasar patogenesa DBD adalah perembesan plasma, yang terutama terjadi pada
fase afebris. Pengobatan yang utama adalah penggantian volume cairan plasma yang
menghilang. Dari beberapa jenis cairan rumatan, cairan kristaloid adalah yang lebih
direkomondasikan oleh WHO. Pada kasus ini Ringer laktat (RL) terpilih karena selain
RL memiliki komposisi isotonis dengan plasma, RL juga lebih banyak mengandung
NaHCO3 dibanding jenis koloid lainnya. sehingga RL memiliki dua efek, selain
mengganti plasma yang hilang akibat perembesan plasma, juga dapat mengatasi atau
mencegah terjadinya asidosis metabolik.
Pemberian pengobatan simptomatik pada kasus ini diberikan paracetamol
sebagai antipiretik bila suhu >38oC.
Pemberian Fe sirup sebagai terapi anemia sedang dengan dosis 4-6
mg/kgBB/hari dengan dosis dibagi tiga.
Pemasangan kateter digunakan sebagai kontrol diuresis selama pemberian
resusitasi cairan.
Evaluasi ketat tanda-tanda vital, tanda perdarahan, diuresis dan pantau Hb, Ht,
dan trombosit serial.
19
Anak laki-laki umur 10 tahun dengan BB 28 kg, dan tinggi badan 120 cm.
Dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT) didapatkan IMT anak tersebut 19,44
kg/m2. Berdasarkan standar penilaian status gizi berdasar IMT menurut umur (WHO
2007) anak umur 10 tahun dengan IMT 13,8-21,3 adalah normal.
DAFTAR PUSTAKA
20
1. Behrman, Kleigman, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2. 15Th
ed.Jakarta: EGC; 2005.
2. Brooks GeoF, Butel Janet S, Morse Stephen A. Mikrobiologi
Kedokteran.Jakarta: EGC; 2007.
3. Hadinegoro Sri Rezeki H, Soegijianto, Wuryadi, Suharyono, SurosoThomas.
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. 3 rd ed.Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 2004.
4. Hay William W, Hayward Anthony R, Levin Myron J, Sondheimer JudithM.
Lange Current Pediatric Diagnosis and Treatment. 6 th ed. New York:McGraw
Hill; 2007.
5. Rampengan TH. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. 2nded. Jakarta: EGC;2007.
6. Rudolph Abraham M, Hoffman Julien I E, Rudolph Colin D. Buku AjarPediatri
Rudolph. Vol 1. 20 th ed. Jakarta: EGC; 2007.
7. Soedarmo Sumarmo S, Garna Herry, Hadinegoro Sri Rezeki S, SatariIrawan
Hindra. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. 2 nd ed. Jakarta;Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2010.
8. Sumarno, Sunaryo, Poorwo, Soedarmo. Demam Berdarah (Dengue) padaAnak.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia; 2005.
9. WHO. Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome in
the Context of the Integrated Management of ChildhoodIllness. Jenewa: WHO;
2005.
10. Wastoro Dwi, Muryawan, Anindita. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak.
Semarang: Badan Penerbit Universitas diponegoro; 2011.
11. Depkes RI. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue Disarana Pelayanan
Kesehatan. Departemen Kesehatan RI Jakarta. 2005
12. Buku saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008.
13. Standar Pelayanan Medis Kesehatah Anak Edisi 1. Ikatan dokter Anak
Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2004
21