24
BAB I DESKRIPSI KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. F Umur : 51 tahun Status perkawinan : kawin Warga negara : Indonesia Agama : Islam Pendidikan : S1 Pekerjaan : URT Alamat : BTN Palupi Masuk RS tanggal : 21 Februari 2016 II. RIWAYAT PSIKIATRI A. Keluhan utama atau alasan terapi Pasien dirawat di RS Anutapura karena gelisah dan tidak mau makan. B. Riwayat gangguan sekarang Keluhan utama dan gejala Pasien datang ke RS Anutapura diantar oleh anak dan suaminya dengan keluhan tidak mau makan. Menurut anak pasien pasien sudah 1 minggu tidak mau makan, suami dan anak pasien sudah memaksa pasien untuk

Lapsus Dr.soraya

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lapsus

Citation preview

Page 1: Lapsus Dr.soraya

BAB I

DESKRIPSI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. F

Umur : 51 tahun

Status perkawinan : kawin

Warga negara : Indonesia

Agama : Islam

Pendidikan : S1

Pekerjaan : URT

Alamat : BTN Palupi

Masuk RS tanggal : 21 Februari 2016

II. RIWAYAT PSIKIATRI

A. Keluhan utama atau alasan terapi

Pasien dirawat di RS Anutapura karena gelisah dan tidak mau makan.

B. Riwayat gangguan sekarang

Keluhan utama dan gejala

Pasien datang ke RS Anutapura diantar oleh anak dan suaminya dengan

keluhan tidak mau makan. Menurut anak pasien pasien sudah 1 minggu tidak

mau makan, suami dan anak pasien sudah memaksa pasien untuk makan tapi

pasien tetap tidak mau makan. Dirumah pasien hanya jalan-jalan tidak bisa

tenang, mondar-mandir gelisah. Pasien juga mengeluh sulit tidur, pasien

terjaga sepanjang malam selama 1 minggu terakhir, menurut pasien mau tidur

tapi tidak bisa tertidur, pikiran melayang-layang. Awalnya keluhan ini

dirasakan sejak 1 minggu yang lalu saat pasien bertengkar tentang masalah

keluarga dengan kakak pasien. Setelah bertengkar pasien jadi terlihat murung,

Page 2: Lapsus Dr.soraya

sedih, tidak mau makan, tidak bisa tidur, gelisah, kadang keringat dingin,

jantung berdebar, kepala pusing kalau memikirkan masalahnya dengan

kakaknya. Menurut anak pasien kakak pasien sudah beberapa kali datang

kerumah tapi diusir oleh anak pasien, hal ini membuat pasien makin merasa

sedih.

C. Riwayat gangguan sebelumnya

Tidak pernah menderita gangguan seperti ini sebelumya.

Pasien menderita asam urat sudah + 10 tahun yang lalu.

D. Riwayat kehidupan pribadi

Riwayat masa prenatal

Tidak diketahui pasti

Masa kanak-kanak awal (sampai usia 3 tahun)

Tidak diketahui pasti

Masa kanak-kanak pertengahan (4-11 tahun)

Pasien masuk SD umur 7 tahun.

Hubungan pasien dengan guru baik, pasien termasuk anak yang pintar.

Masa kanak-kanak akhir (pubertas-remaja)

a. Hubungan sosial: pasien mempunyai beberapa teman akrab, hubungan

pasien dengan orang tua pasien baik, hubungan pasien dengan kakak

dan adik pasien baik..

b. Riwayat sekolah: hubungan pasien dengan guru baik.

c. Problem emosi atau fisik khusus remaja: pasien tidak pernah lari dari

rumah, tidak merokok juga tidak menggunakan obat-obatan.

d. Riwayat psikoseksual

Aktifitas seksual masa remaja: pasien pacaran sejak umur 14 tahun,

sering berganti-ganti pacar. Pasien nikah umur 25 tahum, menikah atas

dasar suka sama suka, tidak dijodohkan.

Page 3: Lapsus Dr.soraya

Sikapnya terhadap lawan jenis: pasien suka diperhatikan

pasangannya.

e. Latar belakang agama. Tidak ada kekangan agama dalam keluarga.

E. Riwayat keluarga

Riwayat gangguan mental dalam keluarga tidak ada.

F. Situasi sekarang

Pasien tinggal di rumah bersama suami dan ke tiga anaknya, anak

pasien yang pertama sudah kerja disalah satu kantor swasta. Anak kedua

kuliah dan anak ke tiga smp. Suami pasien sudah tidak berkerja, pensiunan

pegawai negeri. Kegiatan pasien mengurus rumah, memasak, mencuci,

mengurus suami dan anak. Hubungan pasien dengan tetangga baik, pasien

sering kali bercerita dengan tetangganya.

G. Presepsi pasien tentang dirinya sendiri

Pasien menganggap dirinya sakit.

III. STATUS MENTAL

a. Deskripsi Umum

Penampilan. Tampak seorang perempuan berumur 51 tahun,

berpenampilan seperti umurnya. Berambut coklat kehitaman panjang,

berkulit putih. Pasien menggunakkan baju berwarna biru dan celana

coklat. Sikap baik terhadap pemeriksa. Pasien tampak lemah.

Kesadaran. Compos mentis, proses berpikir pasien teratur

Perilaku dan aktivitas psikomotor. pasien tidak canggung menyalami

pemeriksa, tidak ada gerakan tambahan berarti

Pembicaraan. Pasien berbicara baik, lancar. Nada bicara normal.

b. Sikap terhadap pemeriksa. Koperatif

Keadaan afektif (mood), perasaan, empati dan perhatian

Page 4: Lapsus Dr.soraya

Mood. Sedih.

Afek. Kurang.

Keserasian. Sesuai.

Empati. Pemeriksa mampu menghayati apa yang dirasakan oleh pasien.

c. Fungsi intelektual (kognitif)

Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan. Pasien mampu

berhitung, menjumlahkan, pengetahuan umum pasien baik.

Daya kosentrasi. Pasien kosentrasi menjawab pertanyaan .

Orientasi:

Waktu: baik

Tempat: baik

Orang: baik

Daya ingat:

1) Daya ingat jangka panjang: baik

2) Daya ingat jangka pendek: baik

3) Pikiran abstrak. Baik. Pasien bisa membedakan motor dengan

sepeda, bisa mengartikan peribahasa tong kosong nyaring

bunyinya.

4) Bakat: tidak ada.

5) Kemampuan menolong diri sendiri. Pasien mampu makan

tanpa disuruh, mandi tanpa disuruh.

d. Gangguan presepsi

Halusinasi dan ilusi: tidak ada

Depersonalisasi atau deralisasi. Tidak ada.

e. Arus pikiran

Page 5: Lapsus Dr.soraya

Produktivitas. . Ide gagasan baik.

Kontiunitas pikiran: Jawaban pasien sesuai dengan pertanyaan, kohoren,

pasien menceritakan secara detail apa yang dia alami.

Hendaya berbahasa: tidak ada hendaya berbahasa.

Isi pikiran.

Preokupasi. Menurut pasien menderita sakit maag.

Gangguan isi pikiran.

Waham: tidak ada.

f. Pengendalian impuls: pasien tidak dapat mengendalikan amarah.

g. Tilikan (insight)

3. Pasien sadar bahwa dirinya sakit tetapi menyalahkan orang lain, atau faktor

dari luar, maupun faktor organik sebagai penyebabnya.

h. Taraf dapat dipercaya

Dapat dipercaya.

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LEBIH LANJUT

Tekanan darah : 100/60mmHg

Nadi : 68x/menit

Pernapasan : 24x/menit

Suhu : 36,5oc

GCS : E4M5V6 = 15

V. EVALUASI MULTIAKSIAL

Page 6: Lapsus Dr.soraya

Aksis I :

Aksis II :

Aksis III : tidak ada

Aksis IV : masalah dengan keluarga

Aksis V :80-71. Geajal sementara dan dapat diatasi, disabilitas

ringan dalam sosial, pekerjaan,sekolah, dll.

Page 7: Lapsus Dr.soraya

BAB II

PEMBAHASAN

A. KASUS

Pasien datang ke RS Anutapura diantar oleh anak dan suaminya

dengan keluhan tidak mau makan. Menurut anak pasien pasien sudah 1

minggu tidak mau makan, suami dan anak pasien sudah memaksa pasien

untuk makan tapi pasien tetap tidak mau makan. Dirumah pasien hanya

jalan-jalan tidak bisa tenang, mondar-mandir gelisah. Pasien juga

mengeluh sulit tidur, pasien terjaga sepanjang malam selama 1 minggu

terakhir, menurut pasien mau tidur tapi tidak bisa tertidur, pikiran

melayang-layang. Awalnya keluhan ini dirasakan sejak 1 minggu yang

lalu saat pasien bertengkar tentang masalah keluarga dengan kakak pasien.

Setelah bertengkar pasien jadi terlihat murung, tidak mau makan, tidak

bisa tidur, gelisah, kadang keringat dingin, jantung berdebar, kepala

pusing kalau memikirkan masalahnya dengan kakaknya. Menurut anak

pasien kakak pasien sudah beberapa kali datang kerumah tapi diusir oleh

anak pasien, hal ini membuat pasien makin merasa sedih.

B. DEFINISI

Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-

masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk

menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala

otonomik harus ditemukan walaupun tidak terus-menerus, disamping rasa

cemas atau kekhawatiran berlebihan.

Kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok mengalami

perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem saraf autonom

dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas, nonspesifik.

Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang menggambarkan perasaan,

keadaan emosional yang dimiliki seseorang pada saat menghadapi

kenyataan atau kejadian dalam hidupnya.1,2

Page 8: Lapsus Dr.soraya

Gangguan depresif merupakan suatu masa terganggunya fungsi

manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dengan gejala

penyerta termasuk perubahan pola tidur, nafsu makan, psikomotor,

konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa, tak berdaya dan gagasan

bunuh diri.2

GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis bervariasi, diagnosis Gangguan Cemas

Menyeluruh ditegakkan apabila dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan

cemas, khawatir, was-was, ragu untuk bertindak, perasaan takut yang

berlebihan, gelisah pada hal-hal yang sepele dan tidak utama yang mana

perasaan tersebut mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga

pertimbangan akal sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu

spesifik untuk Gangguan Kecemasan Menyeluruh adalah kecemasanya

terjadi kronis secara terus-menerus mencakup situasi hidup (cemas akan

terjadi kecelakaan, kesulitan finansial), cemas akan terjadinya bahaya,

cemas kehilangan kontrol, cemas akan`mendapatkan serangan jantung.

Sering penderita tidak sabar, mudah marah, sulit tidur. 3,7,8

Untuk lebih jelasnya gejala-gejala umum ansietas dapat dilihat pada tabel

di bawah:

Ketegangan Motorik 1. Kedutan otot/ rasa gemetar

2. Otot tegang/kaku/pegal

3. Tidak bisa diam

4. Mudah menjadi lelah

Page 9: Lapsus Dr.soraya

Hiperaktivitas Otonomik 5. Nafas pendek/terasa berat

6. Jantung berdebar-debar

7. Telapak tangan basah/dingin

8. Mulut kering

9. Kepala pusing/rasa melayang

10. Mual, mencret, perut tak enak

11. Muka panas/ badan menggigil

12. Buang air kecil lebih sering

Kewaspadaan berlebihan dan

Penangkapan berkurang

13. Perasaan jadi peka/mudah ngilu

14. Mudah terkejut/kaget

15. Sulit konsentrasi pikiran

16. Sukar tidur

17. Mudah tersinggung

Sedangkan untuk gangguan depresif ditandai dengan suatu mood depresif,

kehilangan minat dan kegembiraan serta berkurangnya energi yang menuju

meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit

saja) dan menurunnya aktivitas merupakan tiga gejala utama depresi.3,4,5

Gejala lainnya dapat berupa :

Konsentrasi dan perhatian berkurang

Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

Page 10: Lapsus Dr.soraya

Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

Tidur terganggu

Nafsu makan berkurang.

Gejala-gejala diatas dialami oleh pasien hampir setiap hari dan di nilai

berdasarkan ungkapan pribadi atau hasil pengamatan orang lain misalnya

keluarga pasien. 3,4,5

DIAGNOSIS

Untuk diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh ditegakkan bila

terdapat kecemasan kronis yang lebih berat (berlangsung lebih dari 6

bulan; biasanya tahunan dengan gejala bertambah dan kondisi melemah)

dan termasuk gejala seperti respons otonom (palpitasi, diare, ekstremitas

lembab, berkeringat, sering buang air kecil), insomnia, sulit

berkonsentrasi, rasa lelah, sering menarik nafas, gemetaran, waspada

berlebihan, atau takut akan sesuatu yang akan terjadi.2,3, 4

Diagnosis gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ-III

ditegakkan berdasarkan :5

o Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang

berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai

beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada

keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau

“mengambang”).

o Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:

1. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung

tanduk, sulit berkonsentrasi, dsb)

2. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak

dapat santai); dan

3. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat,

jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing

kepala, mulut kering, dsb)

Page 11: Lapsus Dr.soraya

o Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk

beberapa hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis

utama Gangguan Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak

memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F.32.-), gangguan

anxietas fobik (F.40.-), gangguan panik (F42.0), atau gangguan

obsesif-kompulsif (F.42.-)

Kriteria diagnostik untuk gangguan depresi berat secara terpisah

dari kriteria diagnostik untuk diagnosis yang berhubungan dengan depresi

ringan dan sedang serta depresi berulang.2

Pada PPDGJ III pedoman diagnostik gangguan depresi berat dibagi

secara terpisah yaitu gangguan depresi berat tanpa gejala psikotik dan

gangguan depresi berat dengan gejala psikotik.

Episode depresif berat tanpa gejala psikotik :

Semua gejala depresi harus ada : afek depresif, kehilangan minat dan

kegembiraan serta berkurangnya energi yang menuju meningkatnya

keadaan mudah lelah.

Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya : konsentrasi dan

perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan

tentang rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang

suram dan pesimis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau

bunuh diri, tidur terganggu, nafsu makan berkurang.

Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang

mencolok, maka mungkin pasien tidak mau atau tidak mampu untuk

melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian

secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat

dibenarkan.

Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2

minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka

masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu dari 2

minggu.

Page 12: Lapsus Dr.soraya

Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat

terbatas.

Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik :

Episode depresif berat yang memenuhi kriteria diatas.

Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya

melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang

mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi

audiotorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau

menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor

yang berat dapat menuju stupor.

Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai waham

atau halusinasi yang serasi atau tidak serasi dengan afek (mood

congruent).

F 41.2. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresif.

Pedoman diagnostik

Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-

masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat

untuk menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa

gejala otonomik harus ditemukan walaupun tidak terus-menerus,

disamping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan.

Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan,

harus dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau

gangguan anxietas fobik.

Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat

untuk menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua

diagnosis tersebut dikemukakan, dan diagnosis gangguan

campuran tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu hal hanya

dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif harus

diutamakan.

Page 13: Lapsus Dr.soraya

Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan

yang jelas, maka harus digunakan kategori F43.2 gangguan

penyesuaian.

IV. PENATALAKSANAAN

Terapi pada Gangguan Kecemasan Menyeluruh pada umumnya dapat

dilakukan dengan 2 cara yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau terapi dengan

obat-obatan (farmakoterapi). Angka-angka keberhasilan terapi yang tinggi

dilaporkan pada kasus-kasus dengan diagnosis dini. Psikoterapi yang sederhana

sangat efektif, khususnya dalam konteks hubungan pasien dengan dokter yang

baik, sehingga dapat membantu mengurangi farmakoterapi yang tidak perlu.

Sedangkan pada gangguan depresif, pertimbangkan penggunaan obat-

obatan maupun psikoterapi. Anti depresan yang baru, venlafaksin XR, tampaknya

cukup efektif dan aman untuk pengobatan gangguan cemas menyeluruh. Gunakan

benzodiazepin dengan tidak berlebihan (diazepam, 5 mg per oral, 3-4 kali sehari

atau 10 mg sebelum tidur) untuk jangka pendek (beberapa minggu hingga

beberapa bulan); biarkan penggunaan obat-obatan untuk mengikuti perjalanan

penyakitnya. Pertimbangkan pemberian buspiron untuk pengobatan awal atau

untuk pengobatan kronis (20-30 mg/hari dalam dosis terbagi). Pasien tertentu

yang telah terbiasa dengan efek cepat benzodiazepin akan merasakan kurangnya

efektivitas buspiron. Anti depresan trisiklik, SSRI, dan MAOI bermanfaat

terhadap pasien-pasien tertentu (terutama bagi mereka yang disertai dengan

depresi). Sedangkan pasien dengan gejala otonomik akan membaik dengan β-

bloker (misal, propanolol 80-160 mg/hari). 4

Sedangkan bila diagnosa depresi sudah dibuat, maka perlu dinilai taraf

hebatnya gejala depresi dan besarnya kemungkinan bunuh diri. Hal ini ditanyakan

dengan bijkasana dan penderita sering merasa lega bila ia dapat mengeluarkan

pikiran-pikiran bunuh diri kepada orang yang memahami masalahnya, tetapi pada

beberapa penderita ada yang tidak memberitahukan keinginan bunuh dirinya

kepada pemeriksa karena takut di cegah. Bila sering terdapat pikiran-pikiran atau

Page 14: Lapsus Dr.soraya

rancangan bunuh diri, maka sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit dengan

pemberian terapi elektrokonvulsi di samping psikoterapi dan obat anti depresan.4

Sebagian besar klinisi dan peneliti percaya bahwa kombinasi psikoterapi

dan farmakoterapi adalah pengobatan yang paling efektif untuk gangguan depresi

berat. Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yaitu terapi kognitif, terapi

interpersonal dan terapi perilaku, telah diteliti tentang manfaatnya di dalam

pengobatan gangguan depresi berat. Pada farmakoterapi digunakan obat anti

depresan, dimana anti depresan dibagi dalam beberapa golongan yaitu :

1. Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine, clomipramine dan

opipramol.

2. Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan amoxapine.

3. Golongan MAOI-Reversibel (RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono Amine

Oxsidase-A), seperti : moclobemide.

4. Golongan atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine.

5. Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor), seperti : sertraline,

paroxetine, fluvoxamine, fluxetine dan citalopram.

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer (efek

klinis) sekitar 2-4 minggu, efek sekunder (efek samping) sekitar 12-24 jam serta

waktu paruh sekitar 12-48 jam (pemberian 1-2 kali perhari). Ada lima proses

dalam pengaturan dosis, yaitu :

1. Initiating Dosage (dosis anjuran), untuk mencapai dosis anjuran selama minggu

I. Misalnya amytriptylin 25 mg/hari pada hari I dan II, 50 mg/hari pada hari III

dan IV, 100 mg/hari pada hari V dan VI.

2. Titrating Dosage (dosis optimal), dimulai pada dosis anjuran sampai dosis

efektif kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari

selama 7 sampai 15 hari (miggu II), kemudian minggu III 200 mg/hari dan

minggu IV 300 mg/hari.

3. Stabilizing Dosage (dosis stabil), dosis optimal dipertahankan selama 2-3

bulan. Misalnya amytriptylin 300 mg/hari (dosis optimal) kemudian diturunkan

sampai dosis pemeliharaan.

Page 15: Lapsus Dr.soraya

4. Maintining Dosage (dosis pemeliharaan), selama 3-6 bulan. Biasanya dosis

pemeliharaan ½ dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari.

5. Tapering Dosage (dosis penurunan), selama 1 bulan. Kebalikan dari initiating

dosage. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari à 100 mg/hari selama 1 minggu, 100

mg/hari à 75 mg/hari selama 1 minggu, 75 mg/hari à 50 mg/hari selama 1 minggu,

50 mg/hari à 25 mg/hari selama 1 minggu.

Dengan demikian obat anti depresan dapat diberhentikan total. Kalau

kemudian sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan

seterusnya.

Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single

dose one hour before sleep), untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik. Untuk

golongan SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan. 4

Page 16: Lapsus Dr.soraya

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan Harold I., Sadock Benjamin J., dan Grebb Jack A. Dalam: Sinopsis

Psikiatri Jilid 2. Edisi ke-7. Jakarta: Binarupa Aksara; 2010. hal. 74-78.

2. American Psychiatric Association. Diagnosis dan Statistical Manual of Mental

disorders (DSM IV TM). American Psychological Association (APA):

Washington DC. 2011

3. Maslim R. (editor). 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari

PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya

Page 17: Lapsus Dr.soraya