29
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI............................................1 BAB I PENDAHULUAN.....................................2 BAB II LAPORAN KASUS..................................4 2.1. Identitas......................................4 2.2. Anamnesis......................................4 2.3. Pem. fisik.....................................4 2.4 Status obstetri...................................................... ..........................................4 2.4 Pemeriksaan Penunjang.................................................... ........................5 2.5 Diagnosis......................................6 2.6 Tindakan...................................................... ..................................................6 2.8. Follow up.... ....................................................... ........................................6 BAB III TINJAUAN PUSTAKA..............................7 BAB IV PEMBAHASAN....................................18 1

Lapsus HPP Chaaa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hpp

Citation preview

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI..........................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................2

BAB II LAPORAN KASUS..................................................................................4

2.1. Identitas.....................................................................................................4

2.2. Anamnesis.................................................................................................4

2.3. Pem. fisik...................................................................................................4

2.4 Status obstetri................................................................................................4

2.4 Pemeriksaan Penunjang............................................................................5

2.5 Diagnosis...................................................................................................6

2.6 Tindakan........................................................................................................6

2.8. Follow up.... ...............................................................................................6

BAB III TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................7

BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

1

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu masalah penting dalam bidang obstetri dan ginekologi adalah masalah

perdarahan. Walaupun angka kematian maternal telah menurun secara dramatis dengan

adanya pemeriksaan-pemeriksaan dan perawatan kehamilan dan persalinan di rumah sakit

dan adanya fasilitas transfusi darah, namun kematian ibu akibat perdarahan masih tetap

merupakan faktor utama dalam kematian maternal.Perdarahan dalam bidang obstetri hampir

selalu berakibat fatal bagi ibu maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat

dilakukan, atau jika komponennya tidak dapat segera digunakan. Oleh karena itu, tersedianya

sarana dan perawatan sarana yang memungkinkan penggunaan darah dengan segera,

merupakan kebutuhan mutlak untuk pelayanan obstetri yang layak.

Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan, persalinan,

maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi dalam masa kehamilan,

persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut danserius, karena dapat

membahayakan ibu dan janin. Setiap wanita hamil, dan nifas yang mengalami perdarahan,

harus segera dirawat dan ditentukan penyebabnya, untuk selanjutnya dapat diberi pertolongan

dengan tepat. Diperkirakan ada 14 juta kasus pendarahan dalam kehamilan setiap

tahunnya; paling sedikit 128.000 perempuan mengalami pendarahan sampai

meninggal.Pendarahan pasca persalinan merupakan pendarahan yang paling

banyak menyebabkan kematian ibu. Lebih dari separuh jumlah seluruh kematian ibu

terjadidalam waktu 24 jam setelah melahirkan, sebagian besar karena terlalu

banyak mengeluarkan darah. Walaupun seorang perempuan dapat bertahan hidup

setelahmengalami pendarahan pasca persalinan, namun ia akan menderita akibat

kekurangandarah yang berat (anemia berat) dan mengalami mengalami masalah kesehatan

yang berkepanjangan. Oleh sebab itu, diperlukan tndakan yang tepat dan cepat dalam

mengatasi pendarahan pasca persalinan.

2

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

2.1. Identitas

Nama : Ny.Muayana Nama suami : Tn. Sholikin

Umur : 20 tahun Umur : 31 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : petani

Alamat : Tanah merah -Dajah

MRS tanggal : 7-5-2015

2.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama

Pasien rujukan dari bidan dengan P1-1 post partum tgl 7-4-2015 jam 04.50, 2 jam pp

perdarahan banyak ±500cc.

Kronologis

Pasien datang ke bidan tgl 7 april 2015 pukul 01.00 WIB dengan keluhan kenceng-kenceng

Pasien rujukan dari bidan dengan P1-1 post partum tgl 7-4-2015 jam 04.50, 2 jam pp

perdarahan banyak ±500cc.

Tanggal 7-4-2015 jam 02.30 VT : pembukaan 8 ketuban + kepala hodge II blood slym +, his

3x dalam 10 menit, DJJ + 12-12-12 puka, tensi : 100/70 mmhg, suhu : 36,5 OC.

Tanggal 7-4-2015 jam 04.30 pembukaan lengkap, ketuban -, kepala hodge 3, DJJ + 12-12-12.

Jam 04.40 anak lahir spontan b, perempuan, TBJ : 2900 gram, PB : 49 cm, LLA : 11 cm

Jam 04.50 placenta lahir spontan, kesan lengkap, kontraksi uterus lemah.

Obs 2 jam PP Jam 07.00 KU : lemah, perdarahan banyak, + 2 underpad, tensi 90/60 mmhg,

nadi : 110x/menit. Kemudian dirujuk ke rs bangkalan

Riwayat menstruasi

- Siklus : teratur, 28 hari.

- Lama : 7 hari.

- Banyaknya : sedang.

- HPHT : 15-06-2014

- TP : 22-03-2015

- Menarche : umur 13 tahun

3

ANC : 1x puskesmas

USG : terakhir di puskesmas waktu usia kandungan 8 bulan

Menikah : 1x, usia 19 tahun.

R.Obstetrik

Riwayat KB : Pasien tidak pernah menggunakan KB apapun sebelum ini.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Keluarga dengan riwayat Abortus (-)

Hipertensi, Asma, alergi, DM, penyakit jantung, dan riwayat kejang disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi:

Suami sebagai petani Istri sebagai Ibu Rumah tangga.

2.3. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis :

KU/KES : lemah /CM

TV : TD: 80/50 mmHg, N : 115x/mnt, RR: 20x, S: 36,5 C

Kesan gizi : cukup

Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-

THT : dalam batas normal

Leher : Tidak ada pembesaran KGB

Jantung : S1 S2 tunggal, murmur -, gallop –

Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : supel, BU (+) N, TFU setinggi pusat.

Ekstremitas : akral dingin, sianosis (-) edema tungkai bawah -/-

2.4 Status Obstetri :

VT: v/v: fluksus (+)

P: terbuka

CU: AF ~ setinggi pusat

AP D/S: massa (-), nyeri (-)

CD: t.a.a

4

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (tanggal 7/4/2015)

Darah Lengkap (DL) :

Hb : 9,1 gr/dl

Eritrosit : 3,82

Hct : 30,6 %

Leukosit : 9.800

Trombosit : 313.000

ABO : O/+

2.6 DIAGNOSA

P1001 PP Spt B h-0 + HPP

2.7 TINDAKAN

- Infus RL double line

- Posisi syok

- Dilakukan eksplorasi – sisa jaringan + selaput + stolsel banyak

- Cek ulang lab darah post eksplorasi

- Bila Hb < 10 g/dL transfusi darah sampai Hb > 10g/dL

- Asam Mefenamat 3 x 500 mg p.o.

- Inj. Cefotaxim 3 x 1 g IV

- Inj. Methylergometrin 3 x 500 mg IV

Saat eksplorasi didapatkan:

- SAR intak

- SBR intak

- Sisa plasenta (+) dilakukan evakuasi

- Portio intak

- Vulva/vagina jahitan (+)

- Perineum, didapatkan jahitan episiotomi

5

Laboratorium (tanggal 8/4/2015)

Darah Lengkap (DL) :

Hb : 8,6 gr/dl

Eritrosit : 3,39

Ht : 28,5 %

Leukosit : 11.500

Trombosit : 215.000

2.8 Follow up

Tgl/Jam S O A P

Follow up

8-4-2015

Perdarahan (+)

sedikit

pusing (-)

TD = 110/90

mmHg

RR = 20 kali/menit

N = 88 kali/menit

T = 36,5oC

STO: TFU 2 jari di

bwh pst, kontraksi

uterus baik.

P1-1 post partum dengan

HPP (ec sisa plasenta)

perawatan hari I

Bed rest

Cefadroxil 3x1

As.mefenamat 3x1

Methergin 3xtab1

Monitor TV/ keluhan/kontraksi uterus/

fluksus

Follow up

9-4-2015

Perdarahan (+)

Sedikit

pusing (-)

TD = 120/80

mmHg

RR = 22 kali/menit

N = 80 kali/menit

T = 36,3oC

STO: TFU 3 jari di

bwh pst, kontraksi

uterus baik.

P1-1 post partum dengan

HPP (ec sisa plasenta)

perawatan hari II

Bed rest

Cefadroxil 3x1

As. Mefenamat 3x1

Methergin 3x1 tab

SF 2x1 tab

BPL

Kontrol poli kandungan 1 minggu

6

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau lebih

yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah

lahirnya plasenta.

B. Klasifikasi

Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian :

1. Perdarahan Pasca Persalinan Dini

(Early Postpartum Haemorrhage, atau Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan

Pasca Persalinan Segera). Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam

pertama. Penyebabutama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio

plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2

jam pertama.

2. Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder atau Perdarahan

Pasca Persalinan Lambat, atau Late PPH).

Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan

pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak

baik (subinvolusio uteri) atau sisa plasenta yang tertinggal.

C. Epidemiologi

1. Insiden

Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam yaitu 5-8 %.

Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan pada

kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan

darah yang hilang setelah persalinan.

2. Peningkatan angka kematian di Negara berkembang

Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian maternal hal

ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, kurangnya layanan transfusi,

kurangnya layanan operasi.

7

D. Etiologi

Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan hemorrhage postpartum, faktor-

faktor yang menyebabkan hemorrhage postpartum adalah atonia uteri, perlukaan jalan lahir,

retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan darah, subinvolusio uteri

1. Tone Dimished : Atonia uteri

Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil

sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol oleh

kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang

mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium

tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek

pada palpusi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan,

dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta,

sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab utama

perdarahan postpartum. Disamping menyebabkan kematian, perdarahan postpartum

memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang.

Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan “ Sindroma Sheehan “ sebagai akibat nekrosis

pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufiensi bagian tersebut dengan gejala : astenia,

hipotensi, dengan anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan

fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan

metabolisme dengan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi laktasi.

Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi:

Manipulasi uterus yang berlebihan,

General anestesi (pada persalinan dengan operasi ),

Uterus yang teregang berlebihan :

Kehamilan kembar

Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 – 5000 gram )

Polyhydramnion

Kehamilan lewat waktu,

Portus lama

Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ),

Anestesi yang dalam

Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ),

8

Plasenta previa,

Solutio plasenta,

2. Tissue

a. Retensio plasenta

b. Sisa plasenta

c. Plasenta acreta dan variasinya.

Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan

retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum lepas dari dinding uterus

atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.

Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perarahan, tapi apabila terlepas sebagian

maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.

Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :

- kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva )

- Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis menembus desidva

sampai miometrium – sampai dibawah peritoneum ( plasenta akreta – perkreta )

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan oleh

tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Sehingga terjadi

lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta

( inkarserasio plasenta ). Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari

kasus perdarahan postpartum.

Penemuan Ultrasonografi adanya masa uterus yang echogenic mendukung diagnosa

retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika perdarahan beberapa jam setelah persalinan

ataupun pada late postpartum hemorraghe. Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak

perlu dilakukan dilatasi dan curettage.

3. Trauma

Sekitar 20% kasus hemorraghe postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir

a. Ruptur uterus

b. Inversi uterus

c. Perlukaan jalan lahir

d. Vaginal hematom

Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain

grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan

9

induksi oxytosin. Ruptur uterus sering terjadi akibat jaringan parut section secarea

sebelumnya.

Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena

persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi

kehamilan dengan vacuum atau forcep, walau begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang

persalinan. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan

hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan

terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok.

Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai arteri atau

vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau

jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi. Perdarahan yang terus terjadi

(terutama merah menyala) dan kontraksi uterus baik akan mengarah pada perdarahan dari

laserasi ataupun episitomi. Ketika laserasi cervix atau vagina diketahui sebagai penyebab

perdarahan maka repair adalah solusi terbaik.

Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga tundus uteri

sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III

atau segera setelah plasenta keluar.

Inversio uteri dapat dibagi :

- Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang tersebut.

- Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.

- Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar vagina.

Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede pada korpus uteri

yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas

dari dinding uterus. Pada penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan

pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai.

Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteri atau dalam

vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi (

15 – 70 % ). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan

penderita.

4. Thrombin : Kelainan pembekuan darah

Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun

didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :

Hipofibrinogenemia,

10

Trombocitopeni,

Idiopathic thrombocytopenic purpura,

HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count )

Disseminated Intravaskuler Coagulation,

Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit karena darah

donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah rusak.

5. Subinvolusio uteri

Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan

keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan pascapartum. Biasanya

tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum.

Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran

lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba.

Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari

pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu

pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih

banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat,

bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur,

atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.

E. Faktor Resiko

Riwayat hemorraghe postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan faktor resiko

paling besar untuk terjadinya hemorraghe postpartum sehingga segala upaya harus dilakukan

untuk menentukan keparahan dan penyebabnya. Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui

karena dapat menyebabkan terjadinya hemorraghe postpartum :

1. Grande multipara

2. Perpanjangan persalinan

3. Chorioamnionitis

4. Kehamilan multiple

5. Injeksi Magnesium sulfat

6. Perpanjangan pemberian oksitosin

F. Patofisiologi

11

Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus terus melebar untuk

meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi

uterus menurun sehingga pembuluh darah – pembuluh darah yang melebar tadi tidak

menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti

episiotomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan

karena terbukanya pembuluh darah. Penyakit pada darah ibu misalnya afibrinogemia atau

hipofibrinogemia karena tidak adanya atau kurangnya fibrin untuk membantu proses

pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang

sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.

G. Diagnosis

Hemorraghe postpartum digunakan untuk persalinan dengan umur kehamilan lebih dari

20 minggu, karena apabila umur kehamilan kurang dari 20 minggu disebut sebagai aborsi

spontan.

Beberapa gejala yang bisa menunjukkan hemorraghe postpartum :

1. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol

2. Penurunan tekanan darah

3. Peningkatan detak jantung

4. Penurunan hitung sel darah merah (hematokrit)

5. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum

Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan ditatalaksana sesuai

penyebabnya. Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan menakutkan

sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa

perdarahan yang merembes perlahan-lahan tapi terjadi terus menerus sehingga akhirnya

menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh kedalam syok.

Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah,

nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai terjadi syok. Pada perdarahan sebelum

plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta atau laserasi jalan lahir, bila karena

retensio plasenta maka perdarahan akan berhenti setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang

terjadi setelah plasenta lahir perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau

trauma jalan lahir. Pada pemeriksaan obstretik kontraksi uterus akan lembek dan membesar

jika ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi untuk mengetahui

adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir.

12

Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan postpartum.

1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri

2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak

3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :

a. Sisa plasenta dan ketuban

b. Robekan rahim

c. Plasenta succenturiata

4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang pecah.

5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test dan lain-lain.

H. Pencegahan dan Manajemen

1. Pencegahan Perdarahan Postpartum

Perawatan masa kehamilan

Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan

terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu

bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik.

Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi

atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.

Persiapan persalinan

Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan

bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di bank darah. Pemasangan cateter

intravena dengan lobang yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk

pasien Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan postpartum untuk menabung

darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan.

Persalinan

Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular atau maju

mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massae yang berlebihan

atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa

mengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan

menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan

postpartum.

Kala tiga dan Kala empat

13

Uterotonika dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Beberapa penelitian

memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum pada pasien yang mendapat

oksitosin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan insiden terjadinya

retensio plasenta. Hanya saja lebih baik berhati-hati pada pasien dengan kecurigaan hamil

kembar apabila tidak ada USG untuk memastikan. Pemberian oksitosin selama kala tiga

terbukti mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan postpartum sebesar

40%.

Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit setelah bayi lahir.

Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada untungnya justru dapat menyebabkan

kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak

aliran darah yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali

plasenta terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan

cara menarik tali pusat secra hati-hati. Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah

lengkap atau tidak. Untuk “ manual plasenta “ ada perbedaan pendapat waktu dilakukannya

manual plasenta. Apabila sekarang didapatkan perdarahan adalah tidak ada alas an untuk

menunggu pelepasan plasenta secara spontan dan manual plasenta harus dilakukan tanpa

ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan, banyak yang menganjurkan dilakukan manual

plasenta 30 menit setelah bayi lahir. Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak

lengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari bagian-bagian kecil dari sisa plasenta.

Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan jalan lahir yang

dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang cukup. Luka trauma ataupun

episiotomi segera dijahit sesudah didapatkan uterus yang mengeras dan berkontraksi dengan

baik.

2. Manajemen Perdarahan Postpartum

Tujuan utama pertrolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum adalah

menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin.

Terapi pada pasien dengan hemorraghe postpartum mempunyai 2 bagian pokok :

a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan

Pasien dengan hemorraghe postpartum memerlukan penggantian cairan dan

pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ – organ penting. Pantau terus perdarahan,

kesadaran dan tanda-tanda vital pasien.

14

Pastikan dua kateler intravena ukuran besar (16) untuk memudahkan pemberian cairan

dan darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan cepat.

Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate

Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell

Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine (dikatakan perfusi cairan ke

ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1jam 30 cc atau lebih)

b. Manajemen penyebab hemorraghe postpartum

Tentukan penyebab hemorraghe postpartum :

Atonia uteri

Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di fundus uteri dan

lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina. Apabila terus

teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih keras

dan pemberian oksitosin.

Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus dan memudahkan

tindakan selanjutnya. Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut,

letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan lewat

jalan lahir dan ditekankan pada fornix anterior. Pemberian uterotonika jenis lain dianjurkan

apabila setelah pemberian oksitosin dan kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan,

pilihan berikutnya adalah ergotamine.

Sisa plasenta

Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah kompresi bimanual ataupun

massase dihentikan, bersamaan pemberian uterotonika lakukan eksplorasi. Beberapa ahli

menganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal ini sulit dilakukan tanpa general anestesi

kecuali pasien jatuh dalam syok. Jangan hentikan pemberian uterotonika selama dilakukan

eksplorasi. Setelah eksplorasi lakukan massase dan kompresi bimanual ulang tanpa

menghentikan pemberian uterotonika.

Pemberian antibiotik spectrum luas setelah tindakan ekslorasi dan manual removal.

Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik bisa dipertimbangkan

untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan tamponade uterrovaginal juga cukup berguna untuk

menghentikan perdarahan selama persiapan operasi

Trauma jalan lahir

Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus sudah berkontraksi

dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari

perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah

15

diketahui sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir

dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai.

Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi laserasi pembuluh

darah dibawah mukosa, penetalaksanaannya bisa dilakukan incise dan drainase. Apabila

hematom sangat besar curigai sumber hematom karena pecahnya arteri, cari dan lakukan

ligasi untuk menghentikan perdarahan.

Gangguan pembekuan darah

Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya ruptur uteri, sisa plasenta dan

perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik mak kecurigaan penyebab

perdarahan adalah gangguan pembekuan darah. Lanjutkan dengan pemberian product darah

pengganti ( trombosit,fibrinogen).

Terapi pembedahan

o Laparatomi

Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal adalah tergantung operator. Begitu

masuk bersihkan darah bebas untuk memudahkan mengeksplorasiuterus dan jaringan

sekitarnya untuk mencari tempat ruptur uteri ataupun hematom. Reparasi tergantung tebal

tipisnya ruptur. Pastikan reparasi benarbenar menghentikan perdarahan dan tidak ada

perdarahan dalam karena hanya akan menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina.

Pemasangan drainase apabila perlu. Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intact dan

tidak ada perlukaan ataupun ruptur lakukan kompresi bimanual disertai pemberian

uterotonika.

o Ligasi arteri

Ligasi uteri uterine

Prosedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang berasal dari uterus karena

uteri ini mensuplai 90% darah yang mengalir ke uterus. Tidak ada gangguan aliran

menstruasi dan kesuburan.

Ligasi arteri ovarii

Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang diberikan

Ligasi arteri iliaca interna

Efektif mengurangi perdarahan yany bersumber dari semua traktus genetalia dengan

mengurangi tekanan darah dan sirkulasi darah sekitar pelvis. Apabila tidak berhasil

menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah histerektomi.

o Histerektomi

16

Merupakan tindakan kuratif dalam menghentikan perdarahan yang berasal dari uterus. Total

histerektomi dianggap lebih baik dalam kasus ini walaupun subtotal histerektomi lebih

mudah dilakukan, hal ini disebabkan subtotal histerektomi tidak begitu efektif menghentikan

perdarahan apabila berasal dari segmen bawah rahim, servix,fornix vagina.

Referensi pemberian uterotonika :

1. Pitocin

a. Onset in 3 to 5 minutes

b. Intramuscular : 10-20 units

c. Intravenous : 40 units/liter at 250 cc/hour

2. Ergotamine ( Methergine )

a. Dosing : 0.2 mg IM or PO every 6-8 hour

b. Onset in 2 to 5 minutes

c. Kontraindikasi

Hypertensi

Pregnancy Induced hypertntion

hypersensitivity

3. Prostaglandin ( Hemabate )

a. Dosing : 0.25 mg Intramuscular or intra – myometrium

b. Onset < 5 minutes

c. Administer every 15 minutes to maximum of 2 mg

4. Misoprostol 600 mcg PO or PR

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, Pasien rujukan dari bidan dengan P1-1 post partum tgl 7-4-2015 jam 04.50, 2

jam pp perdarahan banyak ±500cc.

17

Faktor resiko terjadinya HPP pada pasien diantaranyaSisa plasenta apabila kontraksi

uterus jelek atau kembali lembek setelah kompresi bimanual ataupun massase dihentikan,

bersamaan pemberian uterotonika lakukan eksplorasi. Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi

secepatnya, akan tetapi hal ini sulit dilakukan tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh

dalam syok. Jangan hentikan pemberian uterotonika selama dilakukan eksplorasi. Setelah

eksplorasi lakukan massase dan kompresi bimanual ulang tanpa menghentikan pemberian

uterotonika.

Pada pemeriksaan fisik pasien, didapatkan tanda vital dalam keadaan syok,

setelah dilakukan eksplorasi didapatkan sisa placenta, SAR intak, SBR intak, Sisa plasenta

(+) dilakukan evakuasi, Portio intak Vulva/vagina jahitan (+), Perineum, didapatkan jahitan

episiotomi portio licin dan fluksus yang tidak aktif, Dari hasil laboratorium darah rutin yang

dilakukan, didapatkan kada Tindakan perawatan yang dilakukan pada kasus ini, dengan

memberikan terapi berupa obat dan tirah baring. Beberapa obat yang digunakan bertujuan

untuk mencegah terjadinya perdarahan yang berulang, sehingga diharapkan terjadi proses

penyembuhan luka yang baik. Obat-obatan yang diberikan antara lain drip oksitosin,

metergin, ceftriaxon dan tablet besi

Oksitosin dan methergin merupakan obat uterotonika yang memicu uterus agar bisa

berkontraksi dengan baik. Oksitosin bekerja untuk menigkatkan motilitas uterus dengan

merangsang kontraksi otot polos uterus. Oksitosin, alkaloid ergot, dan beberapa prostaglandin

adalah obat – obat dalam golongan ini. Ketika efek oksitosin alami tidak cukup atau bila ada

indikasi medis untuk menginduksi persalinan, dipakai oksitosin sintetik dan beberapa

prostaglandin. Methergin merupakan bagian dari alkaloid ergot dan oksitoksik yang

merangsang kontraksi uterus, juga merupakan vasokonstriktor pembuluh darah dan agonis

otot polos serta meningkatkan kontraksi dari otot uterus dan sering digunakan untuk

mencegah dan mengontrol perdarahan saat dan sesudah persalinan.

Pasien juga diberikan diberikan tablet besi berupa sulfasferosus untuk membantu

pembentukan sel darah merah dari dalam tubuh. Ceftriaxon digunakan sebagai antibiotik

spektrum luas yang digunakan karena salah satu faktor penyebab terbanyak terjadinya

subinvolusi uterus adalah karena infeksi.

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro H. Ilmu kebidanan. Jakarta: Tridasa printer. 2006

2. Ilmu Kebidanan, editor Prof.dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOg, edisi Ketiga cetakan

Kelima,Yayaan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1999

3. Williams Obstretics 21 st Ed: F.Gary Cunningham (Editor), Norman F.Grant

19