Upload
henny-indriani
View
719
Download
19
Embed Size (px)
Citation preview
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 1/68
Bagian Ilmu Penyakit Saraf Laporan Kasus
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
PARAPARESE INFERIOR TIPE UMN
PADA SPONDILITIS TB
Disusun oleh
Renny Tri Utami
0808015023
Pembimbing
dr. H.M Lutfi, Sp.S
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Pada Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2012
1
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 2/68
BAB I
PENDAHULUAN
Paresis berarti kelemahan, dan paraparesis digunakan untuk
mendeskripsikan kelemahan pada kedua kaki. Terminologinya cukup luas,
menyangkut gangguan gait yang disebabkan lesi pada UMN, walaupun tidak
ditemukan kelemahan pada pemeriksaan otot secara manual. Kelainan ini
kemudian berlanjut menjadi spastisitas atau kekakuan yang disebabkan oleh
malfungsi dari traktus kortikal.
Kelemahan atau kelumpuhan parsial yang ringan atau tidak lengkap atau
suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya sebagian gerakan atau gerakan
terganggu disebut dengan parese. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi
otot untuk satu atau lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan
mobilitas bagian yang terkena.
2
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 3/68
BAB II
LAPORAN KASUS
I. STATUS PASIEN
- MRS : Selasa, 20 November 2012
- Waktu Pemeriksaan : Kamis, 29 November 2012
-
Bangsal : Angsoka
Identitas
- Nama : Tn. BAR
- Usia : 23 tahun
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Alamat : Loa Janan Ulu RT.04 Samarinda
- Pekerjaan : Tidak Bekerja
- Agama : Islam
- Suku : Jawa
A. Hasil Anamnesa
1. Keluhan Utama
Kedua kaki tidak bisa digerakkan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Saraf RSUD A.W. Sjahranie pada tanggal
20 November 2012 dengan keluhan kedua kaki tidak bisa digerakkan yang
dirasakan sejak 8 tahun yang lalu. Keluhan ini timbul secara perlahan –
lahan, awalnya kedua kaki terasa lemah kemudian beberapa tahun
kemudian kedua kaki langsung tidak bisa digerakkan. Lemah kedua kaki
3
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 4/68
didahului keadaan jatuh dari sepeda sekitar tahun 2000, sejak kejadian itu
kedua kaki terasa lemah, akibatnya sebagian aktivitas dari pasien
terganggu seperti sekolah, bermain dan berolahraga. Beberapa tahun
kemudian pasien merasakan kedua kaki tidak bisa digerakkan secara total.
Sehingga pasien memutuskan untuk berobat di Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung. Selain itu, pasien juga merasakan batuk berdahak sejak
kurang lebih 3 minggu yang disertai keringat pada malam hari. Pasien
tidak merasakan adanya penurunan berat badan, tidak ada sesak nafas,
demam maupun mual dan muntah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Pernah didiagnosis TB paru kasus baru pada tahun 2000 dan
pernah mendapatkan pengobatan TB paru kategori I selama 6
bulan. Pasien tidak pernah kontrol ke rumah sakit atau puskesmas
terdekat sehingga belum dinyatakan sembuh dari TB paru.
- Pernah didiagnos spondilitis TB pada tahun 2010 dan
mendapatkan pengobatan TB paru kategori II selama 1 tahun.
Pasien juga tidak pernah kontrol ke rumah sakit atau puskesmas
terdekat, sehingga belum dinyatakan sembuh.
- Pasien belum pernah memiliki keluhan yang serupa sebelumnya.
- Pasien memiliki riwayat jatuh dari sepeda tahun 2000
- Tidak ada riwayat tekanan darah tinggi
- Tidak ada riwayat sakit jantung
- Tidak ada riwayat sakit kencing manis
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang serupa
- Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat tekanan darah
tinggi
- Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat sakit jantung
4
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 5/68
- Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat kencing manis.
- Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat TB paru
5. Kebiasaan
- Pasien tidak merokok
- Tidak minum – minuman beralkohol
- Tidak suka mengkonsumsi jamu – jamuan
-
Tidak suka mengkonsumsi obat anti nyeri
B. Hasil Pemeriksaan Fisik
1. Status Praesens
• Keadaan Umum : Sakit Sedang
• Kesadaran : Composmentis, GCS E4V5M6
• Tanda Vital
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 76 x/menit
- Pernafasan : 18 x/menit
- Suhu : 36,5 0C
• Kepala
- Bentuk normal
- Konjungtiva anemis (-)
- Pupil isokor, refleks cahaya (+/+)
- Bibir sianosis (-)
• Leher
o Pembesaran KGB (-)
o Trakea teraba di tengah
5
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 6/68
•
Thoraks○ Paru
- Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan simetris,
retraksi ICS (-).
- Palpasi : Pelebaran ICS (-)
- Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
- Auskultasi : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
○ Jantung
- Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
- Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung atas : ICS III
sinistra
Batas jantung kanan : PSL dextra
Batas jantung kiri : MCL sinistra
Batas jantung bawah : ICS V sinistra
- Auskultasi : S1 S2 tunggal, reguler. Murmur (-)
• Abdomen
- Inspeksi : Bentuk flat
- Palpasi : Soefel, nyeri tekan epigastrium (+),hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : Timpani di seluruh abdomen
- Auskultasi : Bising usus normal
• Ekstremitas atas dan bawah
- Akral hangat, Oedem (-).
2. Status Psychicus
6
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 7/68
• Cara berpikir dan tingkah laku : baik
•
Kecerdasan, perasaan hati dan ingatan : baik 3. Status Neurologicus
• Kesadaran
Kompos mentis, GCS 15 (E4V5M6)
• Kepala
Bentuk normal, simetris. Nyeri tekan (-)
• Leher
Sikap tegak, pergerakan baik. Tidak ada rangsangan meningeal.
• Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Saraf Kranialis Kanan KiriOlfaktorius (I)
Subjektif
Objektif (kopi dan teh)
Normal
Normal
Normal
Normal
Optikus (II)
Tajam penglihatan (Subjektif)
Lapangan pandang (Subjektif)
Melihat warna
Normal
Normal
(+)
Normal
Normal
(+)
Okulomotorius (III)
Sela mata
Pergerakan mata kearah
superior, medial, inferior, torsi
inferior
Strabismus
Nystagmus
Exoptalmus
Refleks pupil terhadap sinar
Melihat kembar
Normal
(+)
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
3 mm
Normal
(+)
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
3 mm
7
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 8/68
Pupil besarnyaTroklearis (IV)
Pergerakan mata (ke bawah-
keluar)
(+) (+)
Trigeminus (V)
Membuka mulut
Mengunyah
Menggigit
Sensibilitas muka
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Abdusens (VI) Pergerakan mata ke lateral (+) (+)
Fasialis (VII)
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Memperlihatkan gigi
Sudut bibir
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Vestibulokoklearis (VIII)
Fungsi pendengaran (Subjektif) (+) (+)Glossofaringeus (IX)
Perasaan lidah (bagian
belakang)
Refleks muntah
(+)
(+)
(+)
(+)Vagus (X)
Bicara
Menelan
(+)
(+)
(+)
(+)
Assesorius (XI)
Mengangkat bahu
Memalingkan kepala
(+)
(+)
(+)
(+)
Hipoglossus (XII)
Pergerakan lidah
Artikulasi
(+)
(+)
(+)
(+)
8
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 9/68
• Badan dan Anggota Gerak
- BadanMotorik
Respirasi : gerakan nafas simetris, tidak tampak retraksi otot-otot
thorakal
Duduk : bahu pasien tampak simetris
Bentuk Collumna Vertebralis : tampak kifosis
Pergerakan Collumna Vertebralis : terbatas
Refleks (kulit) : pada bagian perut negatif
Sensibilitas :
Taktil (raba) : normal
Nyeri : normal
Tonus : normal
Anggota Gerak Atas
Kanan KiriMotorik
Pergerakan
Kekuatan
Tonus
Normal
5
Normal
Normal
5
Normal
Sensibilitas
Taktil Nyeri
(+)(+)
(+)(+)
Refleks fisiologis
Biseps
Triceps
(+)
(+)
(+)
(+)
Refleks patologis
Tromner
Hoffman
(-)
(-)
(-)
(-)
9
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 10/68
Anggota Gerak BawahKanan Kiri
Motorik
Pergerakan
Kekuatan
Tonus
(-)
0
(+)
(-)
0
(+)
Sensibilitas
Taktil (raba)
Nyeri
(+)
(+)
(+)
(+)
Refleks fisiologis
Patella
Achilles
(-)
(-)
(-)
(-)
Refleks patologis
Babinski
Chaddock Schaefer
Oppenheim
Rossolimo
Mendel-Bechterew
Clonus paha
Clonus kaki
(+)
(+)(+)
(+)
(+)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)(+)
(+)
(+)
(-)
(+)
(+)
Pemeriksaan tambahan Deformitas tulang belakang (+)
Kaku kuduk (-)
Brudzinski I dan II (-)
Tes Laseque
Tes Kernig
Tes Patrick
Tes kontra Patrick
sde
sde
sde
sde
sde
sde
sde
sde
10
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 11/68
● Pemeriksaan Koordinasi gait keseimbangan :
▪ Cara berjalan : tidak dilakukan pemeriksaan
▪ Romberg-Test : tidak dilakukan pemeriksaan
▪ Tes tunjuk hidung : dalam batas normal
• Alat vegetatif :
Mictio : dalam batas normalDefekasi : dalam batas normal
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
- Leukosit : 5.500
- Hb : 13,2
- Ht : 39,3
- Plt : 247.000
- Ureum : 43,1
- Creatinin : 0,9
- CRP : -
- BTA : -
- LED : 33
11
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 12/68
Radiologis :
Foto thorax tahun 2010
12
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 13/68
Foto thorax 2010
13
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 14/68
MCT kepala + kontras (24/12/2012)
Foto thorax PA ( 01/12/12)
14
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 15/68
Foto thorax lateral (01/12/12)
(adanya gibus atau korpus V atau VI thoracic,angulasi deformitas mencapai
90%, )
D. DIAGNOSA
Diagnosa klinis : Paraparesis inferior UMN
Diagnosa topis : Dermatom segmen medula spinalis
thorakalis V-VI
Diagnosa etiologik : Spondilitis Tb
E. PENATALAKSANAAN
Terapi Poli :
IVFD RL 20 tetes per menit
Inj. Kalmeco 3 x 1 dalam NaCl
Inj. Kalmetason 3 x 1 amp
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
15
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 16/68
F. PROGNOSIS
Vitam : Dubia
Fungsionam : Malam
Sanationam : Dubia
16
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 17/68
FOLLOW UP RUANGAN
Sejak 21 November 2012 – 30 November 2012
Tanggal Perjalanan Penyakit TerapiPemeriksaan
Penunjang
21/11/2012 S:
kedua kaki kiri dan kanan,
tidak dapat digerakkan,
demam (-), lemas (-)
O:
E4V5M6
TD = 120/80 mmHg
RR = 16 x/menit
N = 80 x/menit
T = 36 oC
D S
5 5
0 0
A:
Dx klinis : Paraparesis
inferior UMN
Dx topis : dermatom
segmen medula spinalis
thorakalis V-VIDx etiologi : spondilitis tb
- IVFD RL 20
tetes per menit
- Inj. Kalmeco 3 x
1 amp dalam
NaCl
- Inj. Kalmetason
3 x 1 amp
- Inj. Ranitidin 2
x 1 amp
Pro MSCT
Thoracolumbal +
kontras
22/11/2012 S:
Kedua kaki tidak bisa
digerakkan (+), demam (-),
lemas (-)
O:
E4V5M6
- IVFD RL 20
tetes per menit
- Inj. Kalmeco 3 x
1 amp dalam
NaCl
- Inj. Kalmetason
Pro MSCT
Thoracolumbal +
kontras
17
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 18/68
TD = 120/70 mmHg
RR = 16 x/menit
N = 80 x/menit
T = 36,5oC
D S
5 5
0 0
A:
Dx klinis : Paraparesis
inferior UMN
Dx topis : dermatom
segmen medula spinalis
thorakalis V-VI
Dx etiologi : spondilitis tb
3 x 1 amp
- Inj. Ranitidin 2
x 1 amp
23/11/2012 S:
Kedua kaki tidak bisa
digerakkan (+), demam (-).Lemas (-), keluhan lain (-)
O:
E4V5M6
TD = 130/80 mmHg
RR = 12 x/menit
N = 80 x/menit
T = 36,1o
CD S
5 5
0 0
A:
Dx klinis : Paraparesis
inferior UMN
Dx topis : dermatom
Vit B komplex
3 x 1 tab
Rencana Pulang
dan konsul poli
saraf untuk proMSCT
Thoracolumbal.+
kontras.
18
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 19/68
segmen medula spinalis
thorakalis V-VI
Dx etiologi : spondilitis tb24/11/2012 S:
Kedua kaki tidak bisa
digerakkan (+), demam (-),
lemas (-), keluhan lain (-)
O:
E4V5M6
TD = 120/80 mmHg
RR = 16 x/menit
N = 70 x/menit
T = 36,5 oC
D S
5 5
0 0
A:
Dx klinis : Paraparesis
inferior UMN
Dx topis : dermatom
segmen medula spinalis
thorakalis V-VI
Dx etiologi : spondilitis tb
Vit B kompleks
3 x 1 tab
Rencana pulang
29/11/2012 S:
Kedua kaki tidak bisa
digerakkan (+), keluhan
lain (-)
O:
E4V5M6
TD = 110/80 mmHg
RR = 18 x/menit
Vit B kompleks
3 x 1 tab
Rencana Konsul
Paru
19
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 20/68
N = 80 x/menit
T = 36,5 oC
D S
5 5
0 0
A:
Dx klinis : Paraparesis
inferior UMN
Dx topis : dermatom
segmen medula spinalis
thorakalis V-VI
Dx etiologi : spondilitis tb30/11/2012 S:
Kedua kaki tidak bisa
digerakkan (+), keluhan
lain (-)
O:
E4V5M6
TD = 120/80 mmHg
RR = 20 x/menit
N = 84 x/menit
T = 36,5 oC
D S
5 50 0
A:
Dx klinis : Paraparesis
inferior UMN
Dx topis : dermatom
segmen medula spinalis
thorakalis V-VI
Vitamin B
kompleks 3x1
Foto thorax
PA/lateral
Konsul Paru
Cek DL, Sputum
BTA, CRP
20
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 21/68
Dx etiologi : spondilitis tb
21
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 22/68
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Paraparesis merupakan lesi intraspinal setinggi atau dibawah level
medulla spinalis thorakalis dengan deficit sensoris yang dapat
diidentifikasi setinggi dermatom medulla spinalis yang terkena lesi.
Paraparesis juga dapat berasal dari lesi pada lokasi lain yang
mempengaruhi UMN (terutama lesi parasagital dan hidrocepalus) dan
LMN (lesi pada cornu anterior, kauda equina, dan neuropati perifer).2
2.2 Anatomi5
Medula spinalis berfungsi sebagai pusat refleks spinal dan juga
sebagai jaras konduksi impuls dari atau ke otak. Medula spinalis terdiri
dari substansia alba (serabut saraf bermielin) dengan bagian dalam terdiri
dari substansia grisea (jaringan saraf tak bermielin). Substansia alba
berfungsi sebagai jaras konduksi impuls aferen dan eferen antara berbagai
tingkat medulla spinalis dan otak. Substansia grisea merupakan tempat
integrasi refleks-refleks spinal.
Pada penampang melintang, substansia grisea tampak menyerupai
huruf H capital, kedua kaki huruf H yang menjulur ke bagian depan tubuh
disebut kornu anterior atau kornu ventralis, sedangkan kedua kaki
belakang dinamakan kornu posterior atau kornu dorsalis.
Kornu ventralis terutama terdiri dari badan sel dan dendritneuron-neuron motorik eferen multipolar dari radiks ventralis dan saraf
spinal. Sel kornu ventralis (lower motor neuron) biasanya dinamakan jaras
akhir bersama karena setiap gerakan (baik yang berasal dari korteks
motorik serebral, ganglia basalis atau yang timbul secara refleks dari
reseptor sensorik) harus diterjemahkan menjadi suatu kegiatan atau
tindakan melalui struktur tersebut.
22
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 23/68
Kornu dorsalis mengandung badan sel dan dendrit asal serabut-
serabut sensorik yang akan menuju ke tingkat SSP lain sesudah bersinaps
dengan serabut sensorik dari saraf-saraf sensorik.
Substansia grisea juga mengandung neuron-neuron internunsial
atau neuron asosiasi, serabut eferen sistem saraf otonom, serta akson-
akson yang berasal dari berbagai tingkatan SSP. Neuron internunsial
menghantar impuls dari satu neuron ke neuron lain dalam otak dan
medulla spinalis. Dalam medulla spinalis neuron-neuron internunsial
mempunyai banyak hubungan antara satu dengan yang lain, dan hanya
beberapa yang langsung mempersarafi sel kornu ventralis. Hanya sedikit
impuls saraf sensorik yang masuk ke medulla spinalis atau impuls motorik
dari otak yang langsung berakhir pada sel kornu ventralis (lower motor
neuron). Sebaliknya, sebagian besar impuls mula-mula dihantarkan lewat
sel-sel internunsial dan kemudian impuls tersebut mengalami proses yang
sesuai, sebelum merangsang sel kornu anterior. Susunan seperti ini
memungkinkan respons otot yang sangat terorganisasi.
Lintasan beberapa traktus medulla spinalis. Traktus ascendens
membawa informasi sensorik ke SSP dan dapat berjalan ke bagian-bagian
medulla spinalis dan otak. Traktus spinotalamikus lateralis merupakan
suatu traktus ascendens penting, yang membawa serabut-serabut untuk
jaras nyeri dan suhu. Jaras untuk raba halus, propiosepsi sadar, dan getar
mempunyai serabut-serabut yang membentuk kolumna dorsalis substansia
alba medulla spinalis. Impuls dari berbagai bagian otak yang menuju
neuron-neuron motorik batang otak dan medulla spinalis disebut traktusdescendens. Traktus kortikospinalis lateralis dan ventralis merupakan jaras
motorik voluntary dalam medulla spinalis. Traktus asosiatif merupakan
traktus ascendens atau descendens yang pendek; misalnya, traktus ini
dapat hanya berjalan antara beberapa segmen medulla spinalis, sehingga
disebut juga traktus intersegmental. Tabel 1 menyebutkan beberapa traktus
ascendens dan descendens yang penting pada medulla spinalis.
23
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 24/68
Tabel 1. Traktus Ascendens dan Descendens Utama Medula Spinalis
Traktus FungsiASCENDENS
Kolumna dorsalis (posterior)
Fasikulus kuneatus (T6
dan di atasnya, bagian
atas tubuh)
Fasikulus grasilis (T7 dan
di bawahnya, bagian
bawah tubuh)
Spinotalamikus
Spinotalamikus lateralis
Spinotalamikus ventralis
Spinoserebelaris
Spinoserebelaris dorsalis
Spinoserebelaris ventralis
DESCENDENS
Kortikospinalis
Kortikospinalis lateralis
Kortikospinalis ventralis
Rubrospinalis
Kemampuan untuk melokalisasi stimulus dari sentuhan halus,
kemampuan untuk membedakan tekanan dan intensitas
(membedakan dua-titik, persepsi berat badan)
Kesadaran propioseptif (merasakan posisi)
Vibrasi (sensasi fasik)
Hantaran cepat informasi sensorik
Nyeri
Temperatur, termasuk sensasi hangat dan dingin
Kurang dapat melokalisasi stimulus dari sentuhan kasar serta
membedakan tekanan dan intensitas
Sensasi gatal dan geli
Hantaran informasi sensorik lebih lambat daripada kolumna
dorsalis
Propioseptif yang tidak disadari (sensasi otot)
Koordinasi postur tubuh dan gerakan ekstremitas
Informasi sensorik yang dihantarkan hampir seluruhnya dari
apparatus tendon Golgi dan gelendong otot
Serabut traktus-besar yang menghantarkan impuls lebih cepat
daripada neuron-neuron lain dalam tubuh
Traktus piramidalis membawa impuls untuk pengendalian
voluntar otot ekstremitas
Traktus piramidalis membawa impuls untuk pengendalian
voluntar otot tubuh
Traktus ekstrapiramidalis mengurus integrasi yang tidak
24
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 25/68
Tektospinalis
Vestibulospinalis
disadari dan koordinasi gerakan otot yang disesuaikan
dengan masukan propioseptif
Traktus ekstrapiramidalis mengurus gerakan pemindaian dan
pergantian refleks pada kepala dan gerakan refleks pada
lengan sebagai respons terhadap sensasi penglihatan,
pendengaran, atau kulit
Traktus ekstrapiramidalis terlibat dalam mempertahankan
keseimbangan dan koordinasi gerakan kepala dan mata
2.3 Etiologi
Paraparesis akut (lebih sering terjadi pada hitungan hari daripada
hitungan jam atau minggu) merupakan permasalahan dalam diagnosis.
Terjadinya nyeri punggung dan adanya refleks tendon atau tanda-tanda lesi
upper motor neuron (tabel. 2) berarti telah munculnya lesi kompresif.1
Tabel 2. Tanda-tanda lesi Upper Motor Neuron6
Karakteristik Upper Motor Neuron (UMN)Jenis dan
distribusi
kelemahan
Tonus
Massa otot
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Fasikulasi
Klonus
Lesi di otak: “distribusi piramidalis” yaitu bagian
distal terutama otot-otot tangan; ekstensor lengan
dan fleksor tungkai lebih lemah.
Lesi di medula spinalis: bervariasi, bergantung lokasi
lesi.
Spastisitas: lebih nyata pada fleksor lengan dan
ekstensor tungkai
Hanya sedikit mengalami disuse atrophy
Meninggi
Ada
Tidak ada
Seringkali ada
Berdasarkan umur, populasi lebih tua, penyebab terseringnya
adalah metastase tumor. Pada anak-anak atau dewasa muda, sindrom ini
25
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 26/68
lebih tidak menyenangkan karena disertai dengan nyeri yang penyebab
terseringnya adalah mielitis transversa akut. Pada anak-anak dan dewasa,
selain gangguan motorik, timbul pula gangguan sensorik. MRI spinal atau
mielografi diperlukan sebagai diferensiasi. Pada orang tua, kasus akut
paraplegia pada spinal cord jarang terjadi. Sindrom tersebut biasanya
terjadi setelah operasi klem aorta.1
Jika refleks tendon hilang disertai tidak adanya sensorik pada
pasien dengan paraparesis akut maka kasus yang sering terjadi adalah
sindrom Guillain Barre. Ini terjadi pada semua umur. Hilangnya sensorik
merupakan gejala yang mengarah ke diagnosis sindrom Guillain Barre
namun, kadang-kadang tidak selalu demikian. Diagnosis pasti ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan CSF dan elektromiografi (EMG). Pada negara
berkembang, akut paralisis poliomyelitis juga merupakan penyebab akut
paraplegia.1
Episode rekuren paraparesis biasanya disebabkan oleh adanya
multiple sklerosis atau adanya malformasi vascular medulla spinalis.2
Kelainan akut pada medulla spinalis dengan deficit UMN
biasanya menunjukkan gejala inkontinensia, hilangnya sensoris dari
ekstremitas bawah yang menjalar kearah rostral tubuh setinggi dermatom
medulla spinalis yang terkena lesi, tonus otot bersifat flaccid dan reflex
tendon menghilang, pada beberapa kasus, penegakan diagnosis didasarkan
pada pencitraan radiologis pada medulla spinalis.2
Kelainan-kelainan UMN tersebut dapat berupa:2
1. Lesi kompresif (seperti tumor epidural, abscess, ataupun hematoma)2. Infark medulla spinalis (propriosepsi biasanya terganggu)
3. Fistula arteriovenous atau kelainan vaskular lainnya (trombosis arteri
spinalis anterior)5
4. Mielitis transversa
Kelainan pada hemisfer serebral yang dapat menyebabkan
paraparesis akut yakni anterior cerebral artery ischemia (reflex
mengangkat bahu dapat terganggu), superior sagittal sinus atau cortical
26
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 27/68
venous thrombosis, dan acute hydrocephalus. Jika tanda UMN disertai
adanya drowsiness, confusion, seizures, atau tanda hemisferik lainnya
tanpa adanya gangguan sensoris maka penegakan diagnosis dimulai
menggunakan MRI otak. Paraparesis merupakan bagian dari sindrom
kauda equine yang dapat disebabkan oleh trauma pada punggung bawah,
HNP, dan tumor intraspinal.2
Meskipun jarang paraparesis dapat disebabkan oleh neuropati
perifer yang berkembang dengan cepat seperti pada Sindrom Guillain-
Barre atau oleh miopati dan pada kasus ini studi elektrofisiologis dapat
membantu penegakan diagnosa.2
2.4 Klasifikasi Paraparese
Pembagian paraparese berdasarkan kerusakan topisnya :
a. Paraparese spastik
Parapeaese spastik terjadi kerusakan yang mengenai upper motor
neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot
atau hipertoni.
b. Paraparese Flaksid
Paraparese flaksid terjadi karena krusakan yang mengenai lower
motor neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus
otot atau hipotoni.
2.5 Patofisiologi
Lesi yang mendesak medula spinalis sehingga merusak daerah jaras kortikospinalis lateral dapat menimbulkan kelumpuhan UMN pada
otot – otot bagian tubuh yang terletak di bawah tingakt lesi. Lesi yang
memotong melintang (transversal) medula spinalis pada tingkat servikal,
misalnya C5 dapat mengakibatkan kelumpuhan UMN pada otot yang
berada di bawah C5, yaitu sebagian dari kedua otot – otot kedua lengan
yang berasal dari miotoma C6 sampai miotoma C8, kemudian otot – otot
27
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 28/68
thorax dan abdomen serta segenap muskular kedua tungkai. Kelumpuhan
semacam ini disebut sebagai paraplegi.
Akibat terputusnya lintasan somatosensorik dan lintasan autonom
neurovegetatif asenden dan desenden, maka tingkat dari lesi kebawah,
penderita tidak merasakan buang air besar dan buang air kecil serta tidak
memperlihatkan reaksi nuerovegetatif.
Lesi transversal yang memotong medula spinalis pada tingkat
seluler atau tingkat lumbal yang mengakibatkan kelumpuhan yang pada
dasarnya yang serupa denga lesi yang terjadi pada daerah servikal, yaitu
pada tingkat lesi dan dibawah tingkat lesi terdapat kelumpuhan UMN.
Kelumpuhan LMN pada tingkat lesi melibatkan kelompok otot yang
merupakan sebagian kecil dari muskular toraks dan abdomen, namun
kelumpuhan tidak begitu jelas dikarenakan peranan dari muskular tersebut
tidak begitu jelas.
Tingkat lesi transversal di medula spinalis mudah terungkap oleh
batas defisit sensorik. Dibawah batas tersebut, tanda – tanda UMN dapat
ditemukan pada kedua tungkai secara lengkap.
Paraplalegi dapat disebabkan oleh suatu infeksi, satu hingga dua segmen
dari medula spinalis dapat dirusak secara sekaligus. Infeksi langsung dapat
terjadi melalui emboli septik, luka terbuka dari tulang belakang, penjalaran
osteomielitis, atau perluasan dari proses meningitis piogenik. Istilah
myelitis tidak saja digunakan untuk proses peradangan pada medula
spinalis,namun juga digunkan untuk lesi yang menyerupai proses
peradangan dan proses patologi yang mempunyai hubungan dengan infeksi, adanya tumor, baik tumor intramedular atau ekstramedular, maupun
trauma yang menyederai medula spinalis.
2.6 Paraplegi Spastik
28
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 29/68
Paraplegi Spastik adalah kelumpuhan atau kelemahan dari kedua tungkai
bawah akibta lesi traktus bilateral piramidal, paling sering di tulang belakang
(paraplegi tulang belakang) dan dapat juga di batang otak atau wilayah parasigital
serebral (cerebral paraplegi)
Etiologi Paraplegi Spastik
a. Kompresi paraplegi
- Ekstrameduler :
1. Intrdural (meningioma, neurofibroma, arachnoiditis)
2. Ekstradural (potss disease)3. Neoplasma vertebra (metastatis,myloma)
4. Pachymeningitis
5. Prolapsed discusintravertebralis
6. Abses epidural (perdarahan epidural)
7. Fraktur atau dislokasi dari vertebra seperti pagets
disease, osteoporosis
- Intrameduler :
1. Syringomyelia
2. Haematomyelia
3. Tumor intrameduler
4. Ependymoma, Glioma
- Inflamasi :
1. Myelitis transversa
2. Myelomeningitis- Vascular :
1. Anterior spinal artery occlusion.
b. Non Kompresi Paraplegi
1. MND – amyotropic lateral sclerosis
2. Acute transverse myelitis
3. lathyrism
29
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 30/68
4. Syringomyelia
5. Hereditary Spastic paraplegi
Manifestasi Klinis
Kelumpuhan UMN dicirikan oleh tanda – tanda khas disfungsi susunan UMN
adalah :
1. Tonus otot meninggi atau hipertonia
Gejala ini terjadi karena hilangnya pengaruh inhibisi korteks motorik
tambahan terhadap inti – inti intrinsik medula spinalis. Hipertonia adalah
ciri khas bagi disfungsi komponen ekstrapiramidal susunan UMN.
Hipertonia tidak akan bangkit, bahkan tobus otot menurun, jika lesi
paralitik merusak hanya korteks motorik primer saja. Lesi hipertonia
menjadi jelas apabila korteks motorik tambahan ( area 6 dan 4 ) ikut
terlibat dalam lesi. Lesi paralitik yang menganggu piramidal juga pasti
akan menganggu ekstrapiramidal. Lesi di kapsula interna menganggu
serabut – serabut kortikobulbar/spinal dan juga serabut frontopontin,
temporo parietopontin berikut serabut – serabut striatal utama. Hal itu
menggambarkan bahwa komponen piramidal dan ekstrapiramidal akan
mengalami gangguan bersama. Hal ini terjadi karena lintasan piramidal
dan ekstrapiramidal berada di kawasan yang sama yaitu pendukulus
serebri, pes pontis, dan funikulus posterolateral/sulkomarginal.
Hipertonia yang diiringi kelumpuhan pada UMN tidak melibatkan semua
otot skeletal, melainkan otot fleksor seluruh lengan serta otot abduktor
bahu dan pada tungkai selurug otot ekstensornya serta otot plantar flexi.
Tergantung dalam jumlah serabut penghantar impuls ekstrapiramidal dan piramidal yang terkena gangguan, anggota gerak yang lumpuh dapat
memperlihatkan hipertonia dalam posisi fleksi atau ekstensi. Hal ini terjadi
pada kelumpuhan UMN yang melanda bagian bagian bawah (paraplegi)
akibat oleh karena lesi transversal di medula spinalis di atas intumensensia
lumbosakralis.
Apabila paraplegi yang disebabkan oleh lesi yang terutama merusak
serabut penghantar impuls piramidal saja, maka parapleginya hanya
30
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 31/68
menunjukkan hipertonia dalam posisi ekstensi. Apabila jumlah serabut
penghantar impuls ekstrapiramidal (serabut retikulospinalis dan
vestibulospinalis) ikut terlibat dalam lesi, maka paraplegi dalam posisi
fleksi.
2. Hiperfleksia
Pada kerusakan UMN refleks tendon lebih peka daripada keadaan biasa
(normal). Dalam hal ini gerak otot bangkit secara berlebihan, walaupun
rangsangan tendon sangat lemah. Hiperfleksia merupakan keadaan setelah
impuls inhibisi dari susunan piramidal dan ekstrapiramidal tidak dapat
disampaikan motorneuron. Refleks tendon merupakan refleks spinal yang
bersifat segmental. Ini berarti bahwa lengkung refleks disusun oleh neuron
– neuron yang berada di satu segmen. Tetapi ada juga gerak reflektorik,
yang lengkung refleks segmentalnya berjalin dengan lintasan – lintasan
UMN yang ikut mengatur efektornya. Hal ini dijumpai pada refleks kulit
dinding perut. Pada refleks tersebut menghilang atau menurun.
3. Klonus
Hiperfleksia sering diiringi oleh klonus. Tanda ini adalah gerak otot
reflektorik, yang bangkit secara berulang – ulang selama p erangsangan
masih berlangsung. Pada lesi UMN kelumpuhannya disertai klonus kaki
dan klonus lutut.
4. Refleks Patologis
Pada kerusakan UMN dapat ditemukannya refleks patologis. Tetapi
mekanisme timbulnya refleks patologis masih belum jelas.
5. Tidak ada atrofi pada otot – otot yang lumpuhMotor neuron dengan sejumlah serabut – serabut otot yang disarafinya
menyusun satu kesatuan motorik. Kesatuan fisiologik ini mencakup
hubungan timbali balik antara kehidupan motorneuron dan serabut oto
yang disarafinya. Runtuhnya motorneuron akan disusul dengan kerusakan
serabut – serabut saraf motoriknya. Oleh karena itu otot yang terkena akan
menjadi atrofi. Dalam hal kerusakan UMN, motorneuron tidak dilibatkan.
Oleh karena itu otot – otot yang lumpuh karena lesi UMN tidak akan
31
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 32/68
memperlihatkan atrofi. Namun demikian, otot yang lumpuh masih dapat
mengecil, bukan karena serabut – serabut yang musnah akan tetapi
dikarenakan otot tersebut tidak digunakan yang dikenal disuse atrophy.
6. Refleks automatisme spinal
Jika motorneuron tidak mempunyai hubungan dengan korteks motorik
primer dan korteks motorik tambahan, bukan berarti tudak berdaya
menggerakkan otot. Otot masih dapat digerakkan oleh rangsang yang
datang dari bagian susunan saraf pusat dibawah tingkat lesi yang
dinamakan sebagai gerakan refleks automatism spinal. Pada penderita
paraplegi akibat lesi transversal di medula spinalis atas, dapt dijumpai
kejang fleksi lutut sejenak padahal kedua tungkai lumpuh, apabila
penderita terkejut. Tanda – tanda kelumpuhan UMN tersebut di atas dapat
seluruhnya atau sebagian saja ditemukan pada tahap kedua masa setelah
terjadinya lesi UMN.
Diagnosis
1. X-Ray spine
- Dilakukan X-Ray spine dengan permintaan lateral dan
oblique
- Tanda degenerasi dari spine adalah :
a. Reduksi dari ruang intervertebralis
b. Penyempitan foramen
intravertebralis
c. Formasi osteofit
d. Pelebaran jarak antara pendukular
ditemukan lesi intradural
2. Myelogram
3. CT-Sca
4. CSF analisis
Komplikasi
1. Luka dekubitus
32
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 33/68
2. Kontraktur
3. Infeksi traktus urinarius
4. Pnemumonia
5. Deep yein trombosis
SPONDILITIS TUBERKULOSIS
Pendahuluan
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan
nama Pott’s disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis
merupakan suatu penyakit yang banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang
lebih 3 juta kematian terjadi setiap tahunnya dikarenakan penyakit ini. Penyakit
ini pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott pada tahun 1779 yang
menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah dengan
kurvatura tulang belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil
tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882, sehingga
etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas.
Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan istilah yang
dipergunakan untuk penyakit pada masa anak-anak, yang terutama berusia 3 – 5
tahun. Saat ini dengan adanya perbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia
ini mengalami perubahan sehingga golongan umur dewasa menjadi lebih sering
terkena dibandingkan anak-anak.
Terapi konservatif yang diberikan pada pasien tuberkulosa tulang belakang
sebenarnya memberikan hasil yang baik, namun pada kasus – kasus tertentu
diperlukan tindakan operatif serta tindakan rehabilitasi yang harus dilakukandengan baik sebelum ataupun setelah penderita menjalani tindakan operatif.
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus).
Bakteri yang paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium
tubrculosis, walaupun spesies Mycobacterium yang lainpun dapat
jugabertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti Mycobacterium africanum
33
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 34/68
(penyebab paling sering tuberkulosa di Afrika Barat), bovine tubercle baccilus,
ataupun non-tuberculous mycobacteria (banyak ditemukan pada penderitaHIV).
Perbedaan jenis spesies ini menjadi penting karena sangatmempengaruhi pola
resistensi obat. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang
yangbersifat acid-fastnon-motile dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui
cara yang konvensional.
Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untukmemvisualisasikannya. Bakteri
tubuh secara lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu.
Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat
membantu untuk membedakannnyadengan spesies lain.
Patogenesa
Patogenesa penyakit ini sangat tergantung dari kemampuan bakterimenahan
cernaan enzim lisosomal dan kemampuan host untuk memobilisasi immunitas
seluler. Jika bakteri tidak dapat diinaktivasi, maka bakteri akan bermultiplikasi
dalam sel dan membunuh sel itu. Komponen lipid, protein serta polisakarida sel
basil tuberkulosa bersifat immunogenik, sehingga akan merangsang pembentukan
granuloma dan mengaktivasi makrofag. Beberapa antigen yang dihasilkannya juga
dapat juga bersifat immunosupresif (Wood and Anderson 1988; Dunlop and
Briles 1993).
Virulensi basil tuberkulosa dan kemampuan mekanisme pertahanan host
akan menentukan perjalanan penyakit. Pasien dengan infeksi berat mempunyai
progresi yang cepat; demam, retensi urine dan paralisis arefleksi dapat terjadi
dalam hitungan hari. Respon seluler dan kandungan protein dalam cairanserebrospinal akan tampak meningkat, tetapi basil tuberkulosa sendiri jarang dapat
diisolasi. Pasien dengan infeksi bakteri yang kurang virulen akan menunjukkan
perjalanan penyakit yang lebih lambat progresifitasnya, jarang menimbulkan
meningitis serebral dan infeksinya bersifat terlokalisasi dan terorganisasi (Kocen
and Parsons 1970).
Kekuatan pertahanan pasien untuk menahan infeksi bakteri
tuberkulosatergantung dari:
34
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 35/68
6. Usia dan jenis kelamin
Terdapat sedikit perbedaan antara anak laki-laki dan anak
perempuan hingga masa pubertas. Bayi dan anak muda dari kedua jenis
kelamin mempunyai kekebalan yang lemah. Hingga usia 2 tahun infeksi
biasanya dapat terjadi dalam bentuk yang berat seperti tuberkulosis milier
dan meningitis tuberkulosa, yang berasal dari penyebaran secara
hematogen.
Setelah usia 1 tahun dan sebelum pubertas, anak yang terinfeksi
dapat terkena penyakit tuberkulosa milier atau meningitis, ataupun juga
bentuk kronis lain dari infeksi tuberkulosa seperti infeksi ke nodus
limfatikus, tulang atau sendi. Sebelum pubertas, lesi primer di paru
merupakan lesi yang berada di area lokal, walaupun kavitas seperti pada
orang dewasa dapat juga dilihat pada anak-anak malnutrisi di Afrika dan
Asia, terutama perempuan usia 10-14 tahun.
Setelah pubertas daya tahan tubuh mengalami peningkatan dalam
mencegah penyebaran secara hematogen, tetapi menjadi lemah dalam
mencegah penyebaran penyakit di paru-paru. Angka kejadian pada pria
terus meningkat pada seluruh tingkat usia tetapi pada wanita cenderung
menurun dengan cepat setelah usia anak-anak, insidensi ini kemudian
meningkat kembali pada wanita setelah melahirkan anak. Puncak usia
terjadinya infeksi berkisar antara usia 40-50 tahun untuk wanita, sementara
pria bisa mencapai usia 60 tahun.
2. Nutrisi
Kondisi malnutrisi (baik pada anak ataupun orang dewasa) akanmenurunkan resistensi terhadap penyakit.
3. Faktor toksik
Perokok tembakau dan peminum alkohol akan mengalami penurunan
daya tahan tubuh. Demikian pula dengan pengguna obat kortikosteroid atau
immunosupresan lain.
4. Penyakit
35
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 36/68
Adanya penyakit seperti infeksi HIV, diabetes, leprosi, silikosis,
leukemia meningkatkan resiko terkena penyakit tuberkulosa.
5. Lingkungan yang buruk (kemiskinan)
Kemiskinan mendorong timbulnya suatu lingkungan yang buruk dengan
pemukiman yang padat dan kondisi kerja yang buruk disamping juga adanya
malnutrisi, sehingga akan menurunkan daya tahan tubuh.
6. Ras
Ditemukan bukti bahwa populasi terisolasi contohnya orang Eskimo atau
Amerika asli, mempunyai daya tahan tubuh yang kurang terhadap penyakit ini.
Patologi
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran
hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui
jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar
tulang belakang. Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat
bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem
pulmoner dan genitourinarius.
Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang berasal dari
fokus primer di paru-paru sementara pada orang dewasa penyebaran terjadi dari
fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil).
Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang
memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian
bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui
pleksus Batson’s yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih
70% kasus, penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan,
sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra.
Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi
berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra.
Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan
perlunakan korpus. Selanjutnyaterjadi kerusakan pada korteks epifise, discus
36
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 37/68
intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini
akan menyebabkan terjadinya kifosis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda
dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada vertebra yang bersangkutan,
tuberkulosis akan terus menghancurkan vertebra di dekatnya.
Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang
fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum
longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini
dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis
ligament yang lemah.
Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis
dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat
dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal
sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat
trakea, esophagus, atau kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya
tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati daerah paravertebral,
berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses padadaerah ini dapat
menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal
dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah
ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke
daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada
trigonum skarpei atau regio glutea.
Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium, yaitu :
1. Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderitamenurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama
6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada
anak-anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium Destruksi Awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra
serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6
minggu.
37
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 38/68
3. Stadium Destruksi Lanjut
Pada stadium ini terjadi terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan
terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abcess (abses dingin),
yang terjadi 23 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk
sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang
baji terutama di sebelah depan (wedging anterior ). Akibat kerusakan korpus
vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.
4. Stadium Gangguan Neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi,
tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini
ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis
mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih
mudah terjadi pada daerah ini.
Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan
paraplegia, yaitu :
Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan
aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi
gangguan saraf sensoris.
Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita
masih dapat melakukan pekerjaannya.
Derajat III : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi
gerak/ aktivitas penderita serta hipestesia/ anestesia
Derajat IV : Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan
defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegiadapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan
penyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan
ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum
tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang
sudah tidak aktif/ sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang
kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari
38
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 39/68
jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan
dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler
vertebra. Derajat I-III disebut sebagai paraparesis dan derajat IV disebut sebagai
paraplegia.
5. Stadium Deformitas Residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium
implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra
yang masif di sebelah depan.
Menurut Gilroy dan Meyer (1979), abses tuberkulosis biasanya terdapat
pada daerah vertebra torakalis atas dan tengah, tetapi menurut Bedbrook (1981)
paling sering pada vertebra torakalis 12 dan bila dipisahkan antara yang menderita
paraplegia dan nonparaplegia maka paraplegia biasanya pada vertebra torakalis10
sedang yang non paraplegia pada vertebra lumbalis. Penjelasan mengenai hal ini
sebagai berikut : arteri induk yang mempengaruhi medulla spinalis segmen torakal
paling sering terdapat pada vertebra torakal 8-lumbal 1 sisi kiri. Trombosis arteri
yang vital ini akan menyebabkan paraplegia. Faktor lain yang perlu
diperhitungkan adalah diameter relatif antara medulla spinalis dengan kanalis
vertebralisnya. Intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi vertebra
torakalis 10, sedang kanalis vertebralis di daerah tersebut relative kecil. Pada
vertebra lumbalis 1, kanalis vertebralisnya jelas lebih besar oleh karenaitu lebih
memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari bagian anterior. Hal ini mungkin
dapat menjelaskan mengapa paraplegia lebih sering terjadi pada lesi setinggi
vertebra torakal 10.
Kerusakan medulla spinalis akibat penyakit Pott terjadi melalui kombinasi4 faktor yaitu :
1. Penekanan oleh abses dingin
2. Iskemia akibat penekanan pada arteri spinalis
3. Terjadinya endarteritis tuberkulosa setinggi blokade spinalnya
4. Penyempitan kanalis spinalis akibat angulasi korpus vertebra yang rusak
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk
spondilitis:
39
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 40/68
(1) Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di
bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak
ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan
nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal.
(2) Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga
disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini
sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain
sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi
kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di
regio torakal.
(3) Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di
atas dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped
karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola
ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan
melalui abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau
karena adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral.
(4) Bentuk atipikal :
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak
dapat diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal
dengan keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di
canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel,lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di
sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen
posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.
Infeksi tuberkulosa pada awalnya mengenai tulang cancellous dari
vertebra. Area infeksi secara bertahap bertambah besar dan meluas,
berpenetrasi ke dalam korteks tipis korpus vertebra sepanjang ligamen
longitudinal anterior, melibatkan dua atau lebih vertebrae yang berdekatan
40
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 41/68
melalui perluasan di bawah ligamentum longitudinal anterior atau secara
langsung melewati diskus intervertebralis. Terkadang dapat ditemukan fokus
yang multipel yang dipisahkan oleh vertebra yang normal, atau infeksi dapat
juga berdiseminasi ke vertebra yang jauh melalui abses paravertebral.
Terjadinya nekrosis perkijuan yang meluas mencegah pembentukan tulang
baru dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tulang menjadi avascular
sehingga menimbulkan tuberculous sequestra, terutama di regio torakal.
Discus intervertebralis, yang avaskular, relatif lebih resisten terhadap infeksi
tuberkulosa. Penyempitan rongga diskus terjadi karena perluasan infeksi
paradiskal ke dalam ruang diskus, hilangnya tulang subchondral disertai
dengan kolapsnya corpus vertebra karena nekrosis dan lisis ataupun karena
dehidrasi diskus, sekunder karena perubahan kapasitas fungsional dari end
plate. Suplai darah juga akan semakin terganggu dengan timbulnya
endarteritis yang menyebabkan tulang menjadi nekrosis.
Destruksi progresif tulang di bagian anterior dan kolapsnya bagian
tersebut akan menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk
menahan berat badan sehingga kemudian akan terjadi kolaps vertebra dengan
sendi intervertebral dan lengkung syaraf posterior tetap intak, jadi akan
timbul deformitas berbentuk kifosis yang progresifitasnya (angulasi posterior)
tergantung dari derajat kerusakan, level lesi dan jumlah vertebra yang terlibat.
Bila sudah timbul deformitas ini, maka hal tersebut merupakan tanda bahwa
penyakit ini sudah meluas.
Di regio torakal kifosis tampak nyata karena adanya kurvatura
dorsal yang normal; di area lumbar hanya tampak sedikit karena adanyanormal lumbar lordosis dimana sebagian besar dari berat badan
ditransmisikan ke posterior sehingga akan terjadi parsial kolaps; sedangkan di
bagian servikal, kolaps hanya bersifat minimal, kalaupun tampak hal itu
disebabkan karena sebagian besar berat badan disalurkan melalui prosesus
artikular.
Dengan adanya peningkatan sudut kifosis di regio torakal, tulang-
tulang iga akan menumpuk menimbulkan bentuk deformitas rongga dada
41
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 42/68
berupa barrel chest . Proses penyembuhan kemudian terjadi secara bertahap
dengan timbulnya fibrosis dan kalsifikasi jaringan granulomatosa
tuberkulosa. Terkadang jaringan fibrosa itu mengalami osifikasi, sehingga
mengakibatkan ankilosis tulang vertebra yang kolaps.
Pembentukan abses paravertebral terjadi hampir pada setiap kasus.
Dengan kolapsnya korpus vertebra maka jaringan granulasi tuberkulosa,
bahan perkijuan, dan tulang nekrotik serta sumsum tulang akan menonjol
keluar melalui korteks dan berakumulasi di bawah ligamentum longitudinal
anterior. Cold abcesss ini kemudian berjalan sesuai dengan pengaruh gaya
gravitasi sepanjang bidang fasial dan akan tampak secara eksternal pada jarak
tertentu dari tempat lesi aslinya.
Di regio lumbal abses berjalan sepanjang otot psoas dan biasanya
berjalan menuju lipat paha dibawah ligamen inguinal. Di regio torakal,
ligamentum longitudinal menghambat jalannya abses, tampak pada radiogram
sebagai gambaran bayangan berbentuk fusiform radioopak pada atau sedikit
dibawah level vertebra yang terkena, jika terdapat tegangan yang besar dapat
terjadi ruptur ke dalam mediastinum, membentuk gambaran abses
paravertebral yang menyerupai ‘sarang burung’. Terkadang, abses torakal
dapat mencapai dinding dada anterior di area parasternal, memasuki area
retrofaringeal atau berjalan sesuai gravitasi ke lateral menuju bagian tepi
leher.
Sejumlah mekanisme yang menimbulkan defisit neurologis dapat
timbul pada pasien dengan spondilitis tuberkulosa. Kompresi syaraf sendiri
dapat terjadi karena kelainan pada tulang (kifosis) atau dalam canalis spinalis(karena perluasan langsung dari infeksi granulomatosa) tanpa keterlibatan
dari tulang (seperti epidural granuloma, intradural granuloma, tuberculous
arachnoiditis).
Salah satu defisit neurologis yang paling sering terjadi adalah
paraplegia yang dikenal dengan nama Pott’s paraplegia. Paraplegia ini dapat
timbul secara akut ataupun kronis (setelah hilangnya penyakit) tergantung
dari kecepatan peningkatan tekanan mekanik kompresi medula spinalis. Pada
42
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 43/68
penelitian yang dilakukan Hodgson di Cleveland, paraplegia ini biasanya
terjadi pada pasien berusia kurang dari 10 tahun (kurang lebih 2/3 kasus) dan
tidak ada predileksi berdasarkan jenis kelamin untuk kejadian ini.
Pott’s Paraplegia
Sorrel-Dejerine mengklasifikasikan Pott’s paraplegia menjadi:
(1) Early onset paresis
Terjadi kurang dari dua tahun sejak onset penyakit
(2) Late onset paresis
Terjadi setelah lebih dari dua tahun sejak onset penyakit.
Sementara itu Seddon dan Butler memodifikasi klasifikasi Sorrel menjadi
tiga tipe:
(1) Type I ( paraplegia of active disease) / berjalan akut
Onset dini, terjadi dalam dua tahun pertama sejak onset penyakit, dan
dihubungkan dengan penyakit yang aktif. Dapat membaik (tidak permanen).
(2) Type II
Onsetnya juga dini, dihubungkan dengan penyakit yang aktif, bersifat
permanen bahkan walaupun infeksi tuberkulosa menjadi tenang. Penyebab
timbulnya paraplegia pada tipe I dan II dapat disebabkan oleh karena :
(a) Tekanan eksternal pada korda spinalis dan duramater
Dapat disebabkan oleh karena adanya granuloma di kanalis
spinalis, adanya abses, material perkijuan, sekuestra tulang dan diskus
atau karena subluksasi atau dislokasi patologis vertebra. Secara klinis
pasien akan menampakkan kelemahan alat gerak bawah dengan
spastisitas yang bervariasi, tetapi tidak tampak adanya spasme ototinvolunter dan reflek withdrawal .
(b) Invasi duramater oleh tuberkulosa
Tampak gambaran meningomielitis tuberkulosa atau araknoiditis
tuberkulosa. Secara klinis pasien tampak mempunyai spastisitas yang
berat dengan spasme otot involunter dan reflek withdrawal . Prognosis
tipe ini buruk dan bervariasi sesuai dengan luasnya kerusakan korda
43
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 44/68
spinalis. Secara umum dapat terjadi inkontinensia urin dan feses,
gangguan sensoris dan paraplegia.
(3) Type III / yang berjalan kronis
Onset paraplegi terjadi pada fase lanjut. Tidak dapat ditentukan apakah dapat
membaik. Bisa terjadi karena tekanan corda spinalis oleh granuloma epidural,
fibrosis meningen dan adanya jaringan granulasi serta adanya tekanan pada
corda spinalis, peningkatan deformitas kifotik ke anterior, reaktivasi penyakit
atau insufisiensi vaskuler (trombosis pembuluh darah yang mensuplai corda
spinalis).
Klasifikasi untuk penyebab Pott’s paraplegia ini sendiri dijabarkan oleh Hodgson
menjadi:
I. Penyebab ekstrinsik :
(1) Pada penyakit yang aktif
a. abses (cairanatauperkijuan)
b. jaringangranulasi
c. sekuestertulangdandiskus
d. subluksasipatologis
e. dislokasi vertebra
(2) Pada penyakit yang sedang dalam proses penyembuhan
a. transverse ridge dari tulang anterior ke corda spinalis
b. fibrosis duramater
II. Penyebab intrinsik :
Menyebarnya peradangan tuberkulosa melalui duramater melibatkan
meningen dan corda spinalis.III. Penyebab yang jarang :
(1) Trombosis corda spinalis yang infektif
(2) Spinal tumor syndrome
Gejala klinis
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan
gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan
berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama
44
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 45/68
pada malam hariserta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan
menangis pada malam hari.Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang
mengelilingi dada atau perut,kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat
laun makin memberat, spastisitas, klonus,, hiper-refleksia dan refleks Babinski
bilateral.
Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang vertebra,
demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri
spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis
merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis
terjadi pada sekitar 50% kasus,termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang
menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa
ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah
paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di
atas.
Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah
belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya
abses retrofaring.(1)Harus diingat pada mulanya penekanan mulai daribagian
anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama gangguan motorik.
Gangguan sensorik pada stadium awal jarang dijumpai kecuali bila bagian
posterior tulang juga terlibat.
Secara umun Gejala klinis yang timbul berupa:
nyeri pinggang atau punggung
nyeri tekan lokal disertai spasme otot
abses paravertebra dan abses psoas yang merupakan abses dingin gibbus bila ada kompresi vertebra
parestesi dan kelemahan pada ekstremitas inferior
Penegakkan Diagnosa
Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa bervariasi dan tergantung pada
banyak faktor. Biasanya onset Pott's disease berjalan secara mendadak dan
berevolusi lambat. Durasi gejala-gejala sebelum dapat ditegakkannya suatu
45
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 46/68
diagnosa pasti bervariasi dari bulan hingga tahun; sebagian besar kasus didiagnosa
sekurangnya dua tahun setelah infeksi tuberkulosa.
Anamnesa dan inspeksi :
1. Gambaran adanya penyakit sistemik : kehilangan berat badan, keringat malam,
demam yang berlangsung secara intermitten terutama sore dan malam hari
serta cachexia. Pada pasien anak-anak, dapat juga terlihat berkurangnya
keinginan bermain di luar rumah. Sering tidak tampak jelas pada pasien yang
cukup gizi sementara pada pasien dengan kondisi kurang gizi, maka demam
(terkadang demam tinggi), hilangnya berat badan dan berkurangnya nafsu
makan akan terlihat dengan jelas.
2. Adanya riwayat batuk lama (lebih dari 3 minggu) berdahak atau
berdarahdisertai nyeri dada. Pada beberapa kasus di Afrika terjadi pembesaran
darinodus limfatikus, tuberkel di subkutan, dan pembesaran hati dan limpa.
3. Nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri yang
menjalar. Infeksi yang mengenai tulang servikal akan tampak sebagai nyeri di
daerah telingan atau nyeri yang menjalar ke tangan. Lesi di torakal atas akan
menampakkan nyeri yang terasa di dada dan intercostal. Pada lesi di bagian
torakal bawah maka nyeri dapat berupa nyeri menjalar ke bagian perut. Rasa
nyeri ini hanya menghilang dengan beristirahat. Untuk mengurangi nyeri
pasien akan menahan punggungnya menjadi kaku.
4. Pola jalan merefleksikan rigiditas protektif dari tulang belakang. Langkah kaki
pendek, karena mencoba menghindari nyeri di punggung.
5. Bila infeksi melibatkan area servikal maka pasien tidak dapat menolehkan
kepalanya, mempertahankan kepala dalam posisi ekstensi dan duduk dalam posisi dagu disangga oleh satu tangannya, sementara tangan lainnya di
oksipital. Rigiditas pada leher dapat bersifat asimetris sehingga menyebabkan
timbulnya gejala klinis torticollis. Pasien juga mungkin mengeluhkan rasa
nyeri di leher atau bahunya. Jika terdapat abses, maka tampak pembengkakan
di kedua sisi leher. Abses yang besar, terutama pada anak, akan mendorong
trakhea ke sternal notch sehingga akan menyebabkan kesulitan menelan dan
adanya stridor respiratoar, sementara kompresi medulla spinalis pada orang
46
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 47/68
dewasa akan menyebabkan tetraparesis (Hsu dan Leong 1984). Dislokasi
atlantoaksial karena tuberkulosa jarang terjadi dan merupakan salah satu
penyebab kompresi cervicomedullary di negara yang sedang berkembang. Hal
ini perlu diperhatikan karena gambaran klinisnya serupa dengan tuberkulosa di
regio servikal (Lal et al. 1992).
6. Infeksi di regio torakal akan menyebabkan punggung tampak menjadi kaku.
Bila berbalik ia menggerakkan kakinya, bukan mengayunkan dari sendi
panggulnya. Saat mengambil sesuatu dari lantai ia menekuk lututnya sementara
tetap mempertahankan punggungnya tetap kaku (coin test). Jika terdapat abses,
maka abses dapat berjalan di bagian kiri atau kanan mengelilingi rongga dada
dan tampak sebagai pembengkakan lunak dinding dada. Jika menekan abses ini
berjalan ke bagian belakang maka dapat menekan korda spinalis dan
menyebabkan paralisis.
7. Di regio lumbar : abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak yang
terjadi di atas atau di bawah lipat paha. Jarang sekali pus dapat keluar melalui
fistel dalam pelvis dan mencapai permukaan di belakang sendi panggul. Pasien
tampak berjalan dengan lutut dan hip dalam posisi fleksi dan menyokong
tulang belakangnya dengan meletakkan tangannya diatas paha. Adanya
kontraktur otot psoas akan menimbulkan deformitas fleksi sendi panggul.
8. Tampak adanya deformitas, dapat berupa : kifosis (gibbus/angulasi tulang
belakang), skoliosis, bayonet deformity, subluksasi, spondilolistesis dan
dislokasi.
9. Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit neurologis).
Terjadi pada kurang lebih 10-47% kasus. Insidensi paraplegia pada spondilitislebih banyak di temukan pada infeksi di area torakal dan servikal. Jika timbul
paraplegia akan tampak spastisitas dari alat gerak bawah dengan refleks tendon
dalam yang hiperaktif, pola jalan yang spastik dengan kelemahan motorik yang
bervariasi. Dapat pula terjadi gangguan fungsi kandung kemih dan anorektal.
10. Pembengkakan di sendi yang berjalan lambat tanpa disertai panas dan nyeri
akut seperti pada infeksi septik. Onset yang lambat dari pembengkakan tulang
ataupun sendi mendukung bahwa hal tersebut disebabkan karena tuberkulosa.
47
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 48/68
Palpasi :
a. Bila terdapat abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit
diatasnya terasa sedikit hangat (disebut cold abcess, yang membedakan
dengan abses piogenik yang teraba panas). Dapat dipalpasi di daerah lipat
paha, fossa iliaka, retropharynx, atau di sisi leher (di belakang otot
sternokleidomastoideus), tergantung dari level lesi. Dapat juga teraba di
sekitar dinding dada. Perlu diingat bahwa tidak ada hubungan antara ukuran
lesi destruktif dan kuantitas pus dalam cold abscess.
b. Spasme otot protektif disertai keterbatasan pergerakan di segmen yang
terkena.
Perkusi :
Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus spinosus
vertebrae yang terkena, sering tampak tenderness.
Pemeriksaan Penunjang :
1. Laboratorium :
1.1 Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari
100mm/jam.
1.2 Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein
Derivative (PPD) positif. Hasil yang positif dapat timbul pada kondisi
pemaparan dahulu maupun yang baru terjadi oleh mycobacterium.
Tuberculin skin test ini dikatakan positif jika tampak area berindurasi,
kemerahan dengan diameter ³ 10mm di sekitar tempat suntikan 48-72 jam
setelah suntikan. Hasil yang negatif tampak pada ± 20% kasus (Tandon
and Pathak 1973; Kocen 1977) dengan tuberkulosis berat (tuberkulosismilier) dan pada pasien yang immunitas selulernya tertekan (seperti baru
saja terinfeksi, malnutrisi atau disertai penyakit lain)
1.3 Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal),
sputum dan bilas lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paruparu
yang aktif)
1.4 Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang
bersifat relatif.
48
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 49/68
1.5 Tes darah untuk titer anti-staphylococcal dan anti-streptolysin haemolysins,
typhoid, paratyphoid dan brucellosis (pada kasus-kasus yangsulit dan pada
pusat kesehatan dengan peralatan yang cukup canggih) untuk
menyingkirkan diagnosa banding.
1.6 Cairan serebrospinal dapat abnormal (pada kasus dengan meningitis
tuberkulosa).
2. Radiologis:
Gambarannya bervariasi tergantung tipe patologi dan kronisitas infeksi.
• Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti
adanya tuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang
abnormal).
• Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari bukti
adanya tuberkulosa di tulang belakang.
• Tandar adiologisbaru dapat terlihat setelah 3-8 minggu onset penyakit.
• Jika mungkinlakukanrontgendariarahantero-posterior dan lateral.
•
Tahap awal tampak lesi osteolitik di bagian anterior superior atau sudutinferior corpus vertebrae, osteoporosis regional yang kemudian berlanjut
sehingga tampak penyempitan diskus intervertebralis yang berdekatan,
serta erosi corpus vertebrae anterior yang berbentuk scalloping karena
penyebaran infeksi dari area subligamentous.
• Infeksi tuberkulosa jarang melibatkan pedikel, lamina, prosesus
transverses atau prosesus spinosus.
•
Keterlibatan bagian lateral corpus vertebra akan menyebabkan timbulnyadeformitas scoliosis (jarang)
• Pada pasien dengan deformitas gibbus karena infeksi sekunder tuberkulosa
yang sudah lama akan tampak tulang vertebra yang mempunyai rasio
tinggi lebih besar dari lebarnya (vertebra yang normal
mempunyairasiolebarlebihbesarterhadaptingginya). Bentuk ini dikenal
dengan nama long vertebra atau tall vertebra, terjadi karena aadanya
49
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 50/68
stress biomekanik yang lama di bagian kaudal gibbus sehingga vertebra
menjadi
3. Computed Tomography – Scan (CT)
Terutama bermanfaat untuk memvisualisasi regio torakal dan keterlibatan iga
yang sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan lengkung syaraf posterior
seperti pedikel tampak lebih baik dengan CT Scan.
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Mempunyai manfaat besar untuk membedakan komplikasi yang bersifat
kompresif dengan yang bersifat non kompresif pada tuberkulosa tulang
belakang. Bermanfaat untuk :
• Membantu memutuskan pilihan manajemen apakah akan bersifat
konservatif atau operatif.
• Membantumenilairesponterapi.
Kerugiannya adalah dapat terlewatinya fragmen tulang kecil dan kalsifikasi di
abses.
5. Neddle biopsi / operasi eksplorasi (costotransversectomi) dari lesi spinal
mungkin diperlukan pada kasus yang sulit tetapi membutuhkan pengalaman
dan pembacaan histologi yang baik (untuk menegakkan diagnosa yan absolut)
(berhasil pada 50% kasus).
6. Diagnosis juga dapat dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi pus paravertebral
yang diperiksa secara mikroskopis untuk mencari basil tuberkulosa dan
granuloma, lalu kemudian dapat diinokulasi di dalam guinea babi.
Komplikasi
1. Cedera corda spinalis ( spinal cord injury). Dapat terjadi karena adanya tekanan
ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari
diskus intervertebralis (contoh : Pott’s paraplegia – prognosa baik) atau dapat
juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi
tuberkulosa (contoh : menigomyelitis – prognosa buruk). Jika cepat diterapi
sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor). MRI dan
50
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 51/68
mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena
invasi dura dan corda spinalis.
2. Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di torakal ke dalam
pleura.
Diagnosa Banding
1. Infeksi piogenik (contoh : karena staphylococcal / suppurative spondylitis).
Adanya sklerosis atau pembentukan tulang baru pada foto rontgen
menunjukkan adanya infeksi piogenik.
Selain itu keterlibatan dua atau lebih corpus vertebra yang berdekatan lebih
menunjukkan adanya infeksi tuberkulosa daripada infeksi bakterial lain.
2. Infeksi enterik (contoh typhoid, parathypoid).
Dapat dibedakan dari pemeriksaan laboratorium.
3. Tumor/penyakit keganasan (leukemia, Hodgkin’s disease, eosinophilic
granuloma, aneurysma bone cyst dan Ewing’s sarcoma)
Metastase dapat menyebabkan destruksi dan kolapsnya corpus vertebra tetapi
berbeda dengan spondilitis tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap
dipertahankan. Secara radiologis kelainan karena infeksi mempunyai bentuk
yang lebih difus sementara untuk tumor tampak suatu lesi yang berbatas jelas.
4. Scheuermann’s disease mudah dibedakan dari spondilitis tuberkulosa oleh
karena tidak adanya penipisan korpus vertebrae kecuali di bagian sudut
superior dan inferior bagian anterior dan tidak terbentuk abses paraspinal.
Manajemen terapi
Tujuan terapi pada kasus spondilitis tuberkulosa adalah :
1. Mengeradikasi infeksi atau setidaknya menahan progresifitas penyakit
2. Mencegah atau mengkoreksi deformitas atau defisit neurologis
Untuk mencapai tujuan itu maka terapi untuk spondilitis tuberkulosa terbagi
menjadi :
Terapi Konservatif
51
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 52/68
1. Pemberian nutrisi yang bergizi
2. Pemberian kemoterapi atau terapi anti tuberkulosa
Pemberian kemoterapi anti tuberkulosa merupakan prinsip utama terapi
pada seluruh kasus termasuk tuberkulosa tulang belakang. Pemberian dini obat
antituberkulosa dapat secara signifikan mengurangi morbiditas dan mortalitas.
Hasil penelitian Tuli dan Kumar dengan 100 pasien di India yang
menjalani terapi dengan tiga obat untuk tuberkulosa tulang belakang
menunjukkan hasil yang memuaskan. Mereka menyimpulkan bahwa untuk
kondisi negara yang belum berkembang secara ekonomi manajemen terapi ini
merupakan suatu pilihan yang baik dan kesulitan dalam mengisolasi bakteri
tidak harus menunda pemberian terapi.
Obat antituberkulosa sekuder adalah para-aminosalicylic acid (PAS),
ethionamide, cycloserine, kanamycin dan capreomycin.
Di bawah adalah penjelasan singkat dari obat anti tuberkulosa yang
primer:
Isoniazid (INH)
• Bersifat bakterisidal baik di intra ataupunekstraseluler
• Tersedia dalam sediaan oral, intramuskuler dan intravena.
• Bekerja untuk basil tuberkulosa yang berkembang cepat.
• Berpenetrasi baik pada seluruh cairan tubuh termasuk cairan
serebrospinal.
• Efek samping : hepatitis pada 1% kasus yang mengenai lebih banyak
pasien berusia lanjut usia, peripheral neuropathy karena defisiensi piridoksin secara relatif (bersifat reversibel dengan pemberian suplemen
piridoksin).
• Relatif aman untuk kehamilan
• Dosis INH adalah 5 mg/kg/hari – 300 mg/hari
Rifampisin (RMP)
• Bersifat bakterisidal, efektif pada fase multiplikasi cepat ataupun lambat
dari basil, baik di intra ataupun ekstraseluler.
52
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 53/68
• Keuntungan : melawan basil dengan aktivitas metabolik yang paling
rendah (seperti pada nekrosis perkijuan).• Lebih baik diabsorbsi dalam kondisi lambung kosong dan tersedia dalam
bentuk sediaan oral dan intravena.
• Didistribusikan dengan baik di seluruh cairan tubuh termasuk cairan
serebrospinal.
• Efeksamping yang paling seringterjadi :perdarahanpadatraktus
gastrointestinal, cholestatic jaundice, trombositopeniadandose dependent
peripheral neuritis. HepatotoksisitasmeningkatbiladikombinasidenganINH.
• Relatifamanuntukkehamilan
• Dosisnya : 10 mg/kg/hari – 600 mg/hari.
Pyrazinamide (PZA)
Bekerja secara aktif melawan basil tuberkulosa dalam lingkungan yang
bersifat asam dan paling efektif di intraseluler (dalam makrofag) atau dalam
lesi perkijuan.• Berpenetrasibaikkedalamcairanserebrospinalis.
• Efek samping :
1. Hepatotoksisitas dapat timbul akibat dosis tinggi obat ini yang
dipergunakan dalam jangka yang panjang tetapi bukan suatu masalah
bila diberikan dalam jangka pendek.
2. Asam urat akan meningkat, akan tetapi kondisi gout jarang tampak.
Arthralgia dapat timbul tetapi tidak berhubungan dengan kadar asamurat.
• Dosis : 15-30mg/kg/hari
Ethambutol (EMB)
• Bersifat bakteriostatik intraseluler dan ekstraseluler
• Tidak berpenetrasi ke dalam meningen yang normal
53
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 54/68
• Efek samping : toksisitas okular (optic neuritis) dengan timbulnya
kondisi buta warna, berkurangnya ketajaman penglihatan dan adanyacentral scotoma.
• Relatif aman untuk kehamilan
• Dipakai secara berhati-hati untuk pasien dengan insufisiensi ginjal
• Dosis : 15-25 mg/kg/hari
Streptomycin (STM)
• Bersifat bakterisidal
• Efektif dalam lingkungan ekstraseluler yang bersifat basa sehingga
dipergunakan untuk melengkapi pemberian PZA.
• Tidak berpenetrasi ke dalam meningen yang normal
• Efek samping : ototoksisitas (kerusakan syaraf VIII), nausea dan vertigo
(terutama sering mengenai pasien lanjut usia)
• Dipakai secara berhati-hati untuk pasien dengan insufisiensi ginjal
• Dosis : 15 mg/kg/hari – 1 g/kg/hari
Peran steroid pada terapi medis untuk tuberculous radiculomyelitis masih
kontroversial. Obat ini membantu pasien yang terancam mengalami
spinalblock disamping mengurangi oedema jaringan (Ogawa et.al 1987).
Pada pasien-pasien yang diberikan kemoterapi harus selalu dilakukan
pemeriksaan klinis, radiologis dan pemeriksaan laboratorium secara
periodik.
Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah :
Kategori 1
Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2
tahap ;
Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan
Pirazinamid 1.500 mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan
pertama (60 kali).
Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu
(intermitten) selama 4 bulan (54 kali).
54
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 55/68
Kategori 2
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan,
termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan
dalam 2 tahap yaitu :
Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450
mg, Pirazinamid 1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan
setiap hari , Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan
obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).
Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol
1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan
(66 kali).
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita
bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala
klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik
ditemukan adanya union pada vertebra.
3. Istirahat tirah baring (resting )
Terapi pasien spondilitis tuberkulosa dapat pula berupa local rest pada
turning frame / plaster bed atau continous bed rest disertai dengan pemberian
kemoterapi.
Tindakan ini biasanya dilakukan pada penyakit yang telah lanjut dan
bila tidak tersedia keterampilan dan fasilitas yang cukup untuk melakukan
operasi radikal spinal anterior, atau bila terdapat masalah teknik yang terlalumembahayakan. Istirahat dapat dilakukan dengan memakai gips untuk
melindungi tulang belakangnya dalam posisi ekstensi terutama pada keadaan
yang akut atau fase aktif. Pemberian gips ini ditujukan untuk mencegah
pergerakan dan mengurangi kompresi dan deformitas lebih lanjut. Istirahat di
tempat tidur dapat berlangsung 3-4 minggu, sehingga dicapai keadaan yang
tenang dengan melihat tanda-tanda klinis, radiologis dan laboratorium. Secara
klinis ditemukan berkurangnya rasa nyeri, hilangnya spasme otot
55
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 56/68
paravertebral, nafsu makan dan berat badan meningkat, suhu badan normal.
Secara laboratoris menunjukkan penurunan laju endap darah, Mantoux test
umumnya < 10 mm. Pada pemeriksaan radiologis tidak dijumpai
bertambahnya destruksi tulang, kavitasi ataupun sekuester.
Pemasangan gips bergantung pada level lesi. Pada daerah servikal dapat
diimobilisasi dengan jaket Minerva; pada daerah vertebra torakal,
torakolumbal dan lumbal atas diimobilisasi dengan body cast jacket ;
sedangkan pada daerah lumbal bawah, lumbosakral dan sakral dilakukan
immobilisasi dengan body jacket atau korset dari gips yang disertai dengan
fiksasi salah satu sisi panggul. Lama immobilisasi berlangsung kurang lebih 6
bulan, dimulai sejak penderita diperbolehkan berobat jalan.
Terapi untuk Pott’s paraplegia pada dasarnya juga sama yaitu
immobilisasi di plaster shell dan pemberian kemoterapi. Pada kondisi ini
perawatan selama tirah baring untuk mencegah timbulnya kontraktur pada
kaki yang mengalami paralisa sangatlah penting. Alat gerak bawah harus
dalam posisi lutut sedikit fleksi dan kaki dalam posisi netral. Dengan regimen
seperti ini maka lebih dari 60% kasus paraplegia akan membaik dalam
beberapa bulan. Hal ini disebabkan oleh karena terjadinya resorpsi cold
abscess intraspinal yang menyebabkan dekompresi.
Seperti telah disebutkan diatas bahwa selama pengobatan penderita
harus menjalani kontrol secara berkala, dilakukan pemeriksaan klinis,
radiologis dan laboratoris. Bila tidak didapatkan kemajuan, maka perlu
dipertimbangkan hal-hal seperti adanya resistensi obat tuberkulostatika,
jaringan kaseonekrotik dan sekuester yang banyak, keadaan umum penderitayang jelek, gizi kurang serta kontrol yang tidak teratur serta disiplin yang
kurang.
Terapi operatif
Sebenarnya sebagian besar pasien dengan tuberkulosa tulang belakang
mengalami perbaikan dengan pemberian kemoterapi saja (Medical Research
Council 1993). Intervensi operasi banyak bermanfaat untuk pasien yang
mempunyai lesi kompresif secara radiologis dan menyebabkan timbulnya
56
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 57/68
kelainan neurologis. Setelah tindakan operasi pasien biasanya beristirahat di
tempat tidur selama 3-6 minggu.
Tindakan operasi juga dilakukan bila setelah 3-4 minggu pemberian terapi
obat antituberkulosa dan tirah baring (terapi konservatif) dilakukan tetapi tidak
memberikan respon yang baik sehingga lesi spinal paling efektif diterapi dengan
operasi secara langsung dan tumpul untuk mengevakuasi “pus” tuberkulosa,
mengambil sekuester tuberkulosa serta tulang yang terinfeksi dan memfusikan
segmen tulang belakang yang terlibat.
Selain indikasi diatas, operasi debridement dengan fusi dan dekompresi juga
diindikasikan bila :
1. Diagnosa yang meragukan hingga diperlukan untuk melakukan biopsi
2. Terdapat instabilitas setelah proses penyembuhan
3. Terdapat abses yang dapat dengan mudah didrainase
4. Untuk penyakit yang lanjut dengan kerusakan tulang yang nyata dan
mengancam atau kifosis berat saat ini
5. Penyakit yang rekuren
Pott’s paraplegia sendiri selalu merupakan indikasi perlunya suatu tindakan
operasi (Hodgson) akan tetapi Griffiths dan Seddon mengklasifikasikan indikasi
operasi menjadi :
A. Indikasi absolut
1. Paraplegia dengan onset selama terapi konservatif; operasi tidak dilakukan
bila timbul tanda dari keterlibatan traktur piramidalis, tetapi ditunda hingga
terjadi kelemahan motorik.
2. Paraplegia yang menjadi memburuk atau tetapi statis walaupun diberikanterapi konservatif
3. Hilangnya kekuatan motorik secara lengkap selama 1 bulan walaupun telah
diberi terapi konservatif
4. Paraplegia disertai dengan spastisitas yang tidak terkontrol sehingga tirah
baring dan immobilisasi menjadi sesuatu yang tidak memungkinkan atau
terdapat resiko adanya nekrosis karena tekanan pada kulit.
57
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 58/68
5. Paraplegia berat dengan onset yang cepat, mengindikasikan tekanan yang
besar yang tidak biasa terjadi dari abses atau kecelakaan mekanis; dapat
juga disebabkan karena trombosis vaskuler yang tidak dapat terdiagnosa
6. Paraplegia berat; paraplegia flasid, paraplegia dalam posisi fleksi, hilangnya
sensibilitas secara lengkap, atau hilangnya kekuatan motorik selama lebih
dari 6 bulan (indikasi operasi segera tanpa percobaan pemberikan terapi
konservatif)
B. Indikasi relatif
1. Paraplegia yang rekuren bahwa dengan paralisis ringan sebelumnya
2. Paraplegia pada usia lanjut, indikasi untuk operasi diperkuat karena
kemungkinan pengaruh buruk dari immobilisasi
3. Paraplegia yang disertai nyeri, nyeri dapat disebabkan karena spasme atau
kompresi syaraf
4. Komplikasi seperti infeksi traktur urinarius atau batu
C. Indikasi yang jarang
1. Posterior spinal disease
2. Spinal tumor syndrome
3. Paralisis berat sekunder terhadap penyakit servikal
4. Paralisis berat karena sindrom kauda ekuina
Pilihan pendekatan operasi dilakukan berdasarkan lokasi lesi, bisa melalui
pendektan dari arah anterior atau posterior. Secara umum jika lesi utama di
anterior maka operasi dilakukan melalui pendekatan arah anterior dan
anterolateral sedangkan jika lesi di posterior maka dilakukan operasi dengan
pendekatan dari posterior. Saat ini terapi operasi dengan menggunakan pendekatan dari arah anterior (prosedur HongKong) merupakan suatu prosedur
yang dilakukan hampir di setiap pusat kesehatan.
Walaupun dipilih tindakan operatif, pemberian kemoterapi antituberkulosa
tetaplah penting. Pemberian kemoterapi tambahan 10 hari sebelum operasi telah
direkomendasikan. Pendapat lain menyatakan bahwa kemoterapi diberikan 4-6
minggu sebelum fokus tuberkulosa dieradikasi secara langsung dengan
pendekatan anterior. Area nekrotik dengan perkijuan yang mengandung tulang
58
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 59/68
mati dan jaringan granulasi dievakuasi yang kemudian rongga yang
ditinggalkannya diisi oleh autogenous bone graft dari tulang iga. Pendekatan
langsung secara radikal ini mendorong penyembuhan yang cepat dan tercapainya
stabilisasi dini tulang belakang dengan memfusikan vertebra yang terkena. Fusi
spinal posterior dilakukan hanya bila terdapat destruksi dua atau lebih korpus
vertebra, adanya intabilitas karena destruksi elemen posterior atau konsolidasi
tulang terlambat serta tidak dapat dilakukan pendekatan dari anterior
Pada kasus dengan kifosis berat atau defisit neurologis, kemoterapi
tambahan dan bracing merupakan terapi yang tetap dipilih, terutama pada pusat
kesehatan yang tidak mempunyai perlengkapan untuk operasi spinal anterior.
Terapi operatif juga biasanya selain tetap disertai pemberian kemoterapi,
dikombinasikan dengan 6-12 bulan tirah baring dan 18-24 bulan selanjutnya
menggunakan spinal bracing .
Pada pasien dengan lesi-lesi yang melibatkan lebih dari dua vertebra, suatu
periode tirah baring diikuti dengan sokongan eksternal dalam TLSO
direkomendasikan hingga fusi menjadi berkonsolidasi. Operasi pada kondisi
tuberculous radiculomyelitis tidak banyak membantu. Pada pasien dengan
intramedullary tuberculoma, operasi hanya diindikasikan jika ukuran lesi tidak
berkurang dengan pemberian kemoterapi dan lesinya bersifat soliter.
Hodgson dan kawan-kawan menghindari tindakan laminektomi sebagai
prosedur utama terapi Pott’s paraplegia dengan alasan bahwa eksisi lamina dan
elemen neural posterior akan mengangkat satu-satunya struktur penunjang yang
tersisa dari penyakit yang berjalan di anterior. Laminektomi hanya diindikasikan
pada pasien dengan paraplegia karena penyakit di laminar atau keterlibatan cordaspinalis atau bila paraplegia tetap ada setelah dekompresi anterior dan fusi, serta
mielografi menunjukkan adanya sumbatan.
Pencegahan
Vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG) merupakan suatu strain
Mycobacterium bovis yang dilemahkan sehingga virulensinya berkurang. BCG
akan menstimulasi immunitas, meningkatkan daya tahan tubuh tanpa
59
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 60/68
menimbulkan hal-hal yang membahayakan. Vaksinasi ini bersifat aman tetapi
efektifitas untuk pencegahannya masih kontroversial.
Percobaan terkontrol di beberapa negara Barat, dimana sebagian besar anak-
anaknya cukup gizi, BCG telah menunjukkan efek proteksi pada sekitar 80% anak
selama 15 tahun setelah pemberian sebelum timbulnya infeksi pertama. Akan
tetapi percobaan lain dengan tipe percobaan yang sama di Amerika dan India telah
gagal menunjukkan keuntungan pemberian BCG. Sejumlah kecil penelitian pada
bayi di negara miskin menunjukkan adanya efek proteksi terutama terhadap
kondisi tuberkulosa milier dan meningitis tuberkulosa. Pada tahun 1978, The
JointTuberculosis Committee merekomendasikan vaksinasi BCG pada seluruh
orang yang uji tuberkulinnya negatif dan pada seluruh bayi yang baru lahir pada
populasi immigran di Inggris(Glassroth et al. 1980).
Saat ini WHO dan International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease tetap menyarankan pemberian BCG pada semua infant sebagai suatu
yang rutin pada negara-negara dengan prevalensi tuberkulosa tinggi (kecuali pada
beberapa kasus seperti pada AIDS aktif).
Dosis normal vaksinasi ini 0,05 ml untuk neonatus dan bayi sedangkan 0,1
ml untuk anak yang lebih besar dan dewasa. Oleh karena efek utama dari
vaksinasi bayi adalah untuk memproteksi anak dan biasanya anak dengan
tuberkulosis primer biasanya tidak infeksius, maka BCG hanya mempunyai
sedikit efek dalam mengurangi jumlah infeksi pada orang dewasa. Untuk
mengurangi insidensinya di kelompok orang dewasa maka yang. lebih penting
adalah terapi yang baik terhadap seluruh pasien dengan sputum berbasil tahan
asam (BTA) positif karena hanya bentuk inilah yang mudah menular. Diperlukankontrol yang efektif dari infeksi tuberkulosa di populasi masyarakat sehingga
seluruh kontak tuberkulosa harus diteliti dan diterapi.
Selain BCG, pemberian terapi profilaksis dengan INH berdosis harian
5mg/kg/hari selama 1 tahun juga telah dapat dibuktikan mengurangi resiko infeksi
tuberkulosa
Prognosa
60
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 61/68
Prognosa pasien dengan spondilitis tuberkulosa sangat tergantung dari usia
dan kondisi kesehatan umum pasien, derajat berat dan durasi defisit neurologis
serta terapi yang diberikan.
a. Mortalitas
Mortalitas pasien spondilitis tuberkulosa mengalami penurunan seiring dengan
ditemukannya kemoterapi (menjadi kurang dari 5%, jika pasien didiagnosa dini
dan patuh dengan regimen terapi dan pengawasan ketat).
b. Relaps
Angka kemungkinan kekambuhan pasien yang diterapi antibiotik dengan
regimen medis saat ini dan pengawasan yang ketat hampir mencapai 0%.
c. Kifosis
Kifosis progresif selain merupakan deformitas yang mempengaruhi kosmetis
secara signifikan, tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya defisit neurologis
atau kegagalan pernafasan dan jantung karena keterbatasan fungsi paru.
d. Defisit neurologis
Defisit neurologis pada pasien spondilitis tuberkulosa dapat membaik secara
spontan tanpa operasi atau kemoterapi. Tetapi secara umum, prognosis
membaik dengan dilakukannya operasi dini.
e. Usia
Pada anak-anak, prognosis lebih baik dibandingkan dengan orang dewasa
f. Fusi
Fusi tulang yang solid merupakan hal yang penting untuk pemulihan permanen
spondilitis tuberkulosa.
61
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 62/68
PEMBAHASANAnamnesis
Fakta Teori
- Keluhan utama : kedua kaki tidak
bisa digerakkan
- Timbul batuk berdahak lebih dari
3 minggu
- Timbul keringat pada malam hari
- Berat badan tidak menurun
- Nafsu makan tidak menurun
- Secara klinik gejala tuberkulosis
tulang belakang hampir sama
dengan gejala tuberkulosa pada
umumnya, yaitu badan lemas/lesu,
nafsu makan berkurang, berat badan
menurun, subfebril pada malam hari,
serta sakit pada punggung.
- Pada tuberkulosis vertebra torakalis,
biasanya disertai gangguan
neurologis berupa gejala paraparese,
gejala paraplegi, keluhan gangguan
pergerakan tulang belakang akibat
spasme atau gibus.
Pemeriksaan Fisik
Fakta Teori
Kesadaran : Komposmentis,
62
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 63/68
E4V 5M 6
Vital sign :
TD : 120/80 mmHg,
HR : 76 x/menit, reguler, kuat
angkat
RR :18 x/menit
Temp : 36,5 0C
Kepala / leher
Anemis (-/-), ikterik (-/-)
Pulmo
Inspeksi :
Pergerakan dada simetris,
retraksi intercostal (-/-),
pelebaran ICS (-), scapula
tampak tidak simetris,
ditemukan adanya kifosis/ gibus
pada tulang belakang .
Palpasi
Gerakan dada simetris, fremitus
raba simetris
Perkusi
Dekstra : 1/3 paru atas, tengah, bawah
hipersonor
Sinistra : 1/3 paru atas, tengah, bawahhipersonor
Auskultasi
Suara nafas Pulmo dekstra dan sinistra
vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Cor
Inspeksi : IC tidak tampak
- Pada perjalanan penyakit spondilitis tb
akan terjadi destruksi yang masif,
kolaps vertebra, dan terbentuk massa
kaseosa serta pus yang berbentuk cold
abses yang terjadi 23 bulan setelah
stadium destruksi awal. Selanjutnya
terbentuk sekuestrasi serta kerusakan
diskus intervertebralis, pada saat ini
akan terbentuk tulang baji terutama di
sebelah depan (wedging anterior) akibat
kerusakan korpus vertebra yang
menyebabkan adanya kifosis/gibbus.
Dari hasil pemeriksaan diperoleh,
pasien memiliki gejala paraplegi
inferior tipe UMN.
- Pada spondilitis tuberkulosa
dapat ditemui adanya defisit
neurologis, yang salah satunya
adalah tuberkulosis paraplegi.
Pada penyakit yang masih aktif,
paraplegi terjadi oleh karena
tekanan ekstradural dari abses
paravertebral atau akibat
kerusakan langsung sumsumtulang belakang oleh adanya
granulasi jaringan.
- Paraplegi pada penyatkit yang
sudah tidak aktif/sembuh terjadi
oleh karena tekanan pada
jembatan tulang kanalis spinalis
atau oleh pembentukan jaringan
63
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 64/68
Palpasi : Ictus kordis teraba di ICS V
anterior aksila line
Perkusi : batas jantung kanan ICS III
parasternal line dekstra
Batas jantung kiri ICS V mid clavicula
line sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi :
Cembung, distensi, adanya striae
Palpasi :
Hepatomegali (-), splenomegali (-)
nyeri tekan (-)
Perkusi
Timpani
Auskultasi
bising usus (+), kesan normal
Ekstremitas
akral hangat,edema ekstremitas
superior(-/-), edema ekstremitas
inferior (-/-)
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan Motorik :
Pergerakan (-/-)
Kekuatan (-/-)
Tonus (+/+)
Klonus (+/+)
fibrosis yang progresif dari
jaringan granulasi tuberkulosa.
- Manifestasi paraplegi tipe UMN
1.tonus otot meninggi(hipertoni)
2.hiperfleksia
3.klonus
4.refleks patologis (+)
5.tidak ada atrofi otot
64
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 65/68
Pemeriksaan sensorik : dalam batas normal
Pemeriksaan refeks fisiologis
Refleks Patela (-/-)
Refleks Achiles (-/-)
Pemeriksaan Refleks Patologis
Refleks babinski (+/+)
Refleks chadock (+/+)
Reflkeks oppenheim (+/+)
Refleks gordon (+/+)
Pemeriksaan Menigeal sign :
Kaku kuduk (-/-)
Brudzinki I, II (-/-)
Pemeriksaan keseimbangan gait dan fungsi
koordinasi tidk dilakukan dalam pemeriksaan.
4.3 Pemeriksaan Penunjang
Fakta Teori
Pemeriksaan darah lengkap :
- Leukosit : 5.500
- Hb : 13,2
- Ht : 39,3
- Plt : 247.000
- Ureum : 43,1
- Creatinin : 0,9
- CRP : -
- Peningkatan laju endap darah dan
mungkin disertai leukositosis
- Uji mantoux positif - Pada pemeriksaan biakan kuman
ditemukan adanya mikobakterium
- Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar
limfe regional
- Pemeriksaan histopatologis dapat
ditemukan tuberkel.
65
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 66/68
- BTA : -
- LED : 33
.
Penatalaksanaan
Fakta Teori
IVFD RL 20 tetes per menit
Inj. Kalmeco 3 x 1 dalam
NaCl
Inj. Kalmetason 3 x 1 amp
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
Terapi konservatif :
- Bed rest
- Memperbaiki keadaan umum pasien
- Pemasangan brace pada penderita, baik
yang dioperasi maupun yang tidak
dioperasi
- Pemberian obat antituberkulosis
Terapi operatif :
Paraplegi :
- Pengobatan dengan kemoterapi
- Laminektomi
- Kosto-transveresektomi
- Operasi radikal
- Osteotomi pada tulang baji secara
tertutup dari belakang
1. IVFD RL merupakan maintance
cairan. Pemasangan iv ini bertujuan
sebagai tempat masuknya obat.
2. Inj.Ranitidin merupakan H2
antagonis yang digunakan untuk
memberikan proteksi pada mukosa
lambung yang rentan terhadap
perdarahan lambung.
3. Inj. Kalmeco merupakan derivat
66
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 67/68
mecobalamin yang bertujuan untuk
mengatasi neuropati perifer
4. inj. Kalmetason merupakan
kortikosteroid yang bertujuan sebagai
anti inflamasi.
KESIMPULANDilaporkan laki-laki usia 23 tahun dengan diagnosa klinis paraplegi
inferior tipe UMN , diagnosa topis dermatom segmen medula spinalis thorakalis
V-VI, dan diagnosa etiologik spondilitis tb. Terapi yang diberikan yaitu IVFD RL
20 tetes per menit, Inj. Kalmeco 3 x 1 dalam NaCl, Inj. Kalmetason 3 x 1 amp,
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp dan vitamin B komplex. Prognosis pasien ini dubia ad
bonam
67
7/16/2019 Lapsus Paraparese Jadiii
http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-paraparese-jadiii 68/68
DAFTAR PUSTAKA
1. Olney RK, 2005. Weakness, Disorders Of Movement, And Imbalance inHarrison’s Principles Of Internal Medicine, 16th edition, Volume I, 2005; hal.136-137. McGraw-Hill, Medical Publishing Division.
2. Ronardy DH, Suwono WJ, 1996. Diagnosis Topik Neurologi: Anatomi,Fisiologi, Tanda, Gejala, Edisi II, 1996; hal. 71-72. EGC, Jakarta.
3. Powers AC, 2005. Diabetes mellitus in Harrison’s Principles Of InternalMedicine, 16th edition, Volume II, 2005; hal. 2162-2165. McGraw-Hill,Medical Publishing Division.