37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Laringitis merupakan peradangan yang terjadi pada pita suara (laring) yang dapat menyebabkan suara parau. Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot dan membran mukosa yang membentuk pintu masuk dari batang tenggorok (trakea). Di dalam kotak suara terdapat pita suara dua buah membran mukosa yang terlipat dua membungkus otot dan tulang rawan. Biasanya pita suara akan membuka dan menutup dengan lancar, membentuk suara melalui pergerakan dan getaran yang terbentuk. Tapi bila terjadi laringitis, pita suara akan meradang atau terjadi iritasi pada pita suara. Pita suara tersebut akan membengkak, menyebabkan terjadinya perubahan suara yang diproduksi oleh udara yang lewat melalui celah diantara keduanya. Akibatnya, suara akan terdengar serak. Pada beberapa kasus laringitis, suara akan menjadi sangat lemah sehingga tidak terdengar. Laringitis dapat berlangsung dalam waktu singkat (akut) atau berlangsung lama (kronis). Meskipun laringitis akut biasanya hanya karena terjadinya iritasi dan peradangan akibat virus, suara serak yang 1

Laringitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat Laringitis

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Laringitis merupakan peradangan yang terjadi pada pita suara (laring)

yang dapat menyebabkan suara parau. Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri

dari tulang rawan, otot dan membran mukosa yang membentuk pintu masuk dari

batang tenggorok (trakea). Di dalam kotak suara terdapat pita suara dua buah

membran mukosa yang terlipat dua membungkus otot dan tulang rawan.

Biasanya pita suara akan membuka dan menutup dengan lancar,

membentuk suara melalui pergerakan dan getaran yang terbentuk. Tapi bila terjadi

laringitis, pita suara akan meradang atau terjadi iritasi pada pita suara. Pita suara

tersebut akan membengkak, menyebabkan terjadinya perubahan suara yang

diproduksi oleh udara yang lewat melalui celah diantara keduanya. Akibatnya,

suara akan terdengar serak. Pada beberapa kasus laringitis, suara akan menjadi

sangat lemah sehingga tidak terdengar.

Laringitis dapat berlangsung dalam waktu singkat (akut) atau berlangsung

lama (kronis). Meskipun laringitis akut biasanya hanya karena terjadinya iritasi

dan peradangan akibat virus, suara serak yang sering terjadi dapat menjadi tanda

adanya masalah yang lebih serius.

Laringitis akut memiliki onset yang cepat dan biasanya sembuh sendiri.

Jika pasien memiliki gejala laringitis lebih dari 3 minggu, keadaan ini

diklasifikasikan sebagai laringitis kronik. Etiologi laringitis akut dapat berupa

penyalahgunaan suara, pemaparan dengan agen yang berbahaya atau agen

infeksius lainnya yang menyebabkan infeksi traktus respirasi bagian atas. Agen

infeksius paling banyak adalah virus, akan tetapi kadang-kadang bakteri.

Biasanya laringitis akut dapat sembuh spontan dalam beberapa hari. Serak

dapat menetap bila sekresi normal belum pulih. Pemeriksaan tindak lanjut

1

menunjukkan laring yang normal, akan tetapi hampir tanpa suara. Rujukan kepada

ahli patologi suara akan dapat mengatasi keadaan tersebut. Laringitis kronik

adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi dalam

jangka waktu lama. Dalam referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai laringitis

dan upaya penanganannya.

1.2 Tujuan Penulisan

A. Melengkapi syarat tugas Stase Ilmu Penyakit THT.

B. Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Rumah Sakit

Umum Daerah ( RSUD ) Solok.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2

2.1 Anatomi Laring1,2

Faring, laring, trakea dan paru merupakan derivat foregut embrional yang

terbentuk sekitar 18 hari setelah terjadi konsepsi. Tidak lama sesudahnya

terbentuk alur faring median yang berisi petunjuk-petunjuk pertama sistem

pernafasan dan benih laring. Sulkus atau alur laringotrakeal mulai nyata sekitar

hari ke 21 kehidupan embrio. Perluasan alur ke kaudal merupakan primaordial

paru. Alur menjadi lebih dalam dan berbentuk kantung dan kemudian menjadi dua

lobus pada hari ke 27 atau 28. Bagian yang paling proksimal dari tuba akan

menjadi laring. Pembesaran aritenoid dan lamina epitelial dapat dikenali pada hari

ke 33. Sedangkan kartilago, otot, dan sebagian besar pita suara terbentuk dalam 3-

4 minggu berikutnya.

Hanya kartilago epiglotis yang tidak terbentuk hingga masa midfetal.

Banyak struktur merupakan derivat aparatus brankialis.

Laring berada di depan dan sejajar dengan vetebrae cervical 4 sampai 6,

bagian atasnya yang akan melanjutkan ke faring berbentuk seperti bentuk limas

segitiga dan bagian bawahnya yg akan melanjutkan ke trakea berbentuk seperti

sirkular.

Laring dibentuk oleh sebuah tulang yaitu tulang hioid di bagian atas dan

beberapa tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf ‘U’, yang permukaan

atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh tendon dan

otot-otot. Saat menelan, konstraksi otot-otot (M.sternohioid dan M.tirohioid) ini

akan menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-

otot ini bekerja untuk membantu menggerakan lidah.

Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago tiroid, krikoid,

aritenoid, kornikulata, kuneiform, dan epiglotis. Kartilago tiroid, merupakan

tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian

depan dan mengembang ke arah belakang. Tulang rawan ini berbentuk seperti

kapal, bagian depannya mengalami penonjolan membentuk “adam’s apple” dan di

dalam tulang rawan ini terdapat pita suara, dihubungkan dengan kartilago krikoid

oleh ligamentum krikotiroid.

3

Kartilago krikoid terbentuk dari kartilago hialin yang berada tepat dibawah

kartilago tiroid berbentuk seperti cincin signet, pada orang dewasa kartilago

krikoid terletak setinggi dengan vetebra C6 sampai C7 dan pada anak-anak

setinggi vetebra C3 sampai C4. Kartilago aritenoid mempunyai ukuran yang lebih

kecil, bertanggung jawab untuk membuka dan menutup laring, berbentuk seperti

piramid, terdapat 2 buah (sepasang) yang terletak dekat permukaan belakang

laring dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid, sendi ini disebut artikulasi

krikoaritenoid.

Sepasang kartilago kornikulata atau bisa disebut kartilago santorini

melekat pada kartilago aritenoid di daerah apeks dan berada di dalam lipatan

ariepiglotik. Sepasang kartilago kuneiformis atau bisa disebut kartilago wrisberg

terdapat di dalam lipatan ariepiglotik , kartilago kornikulata dan kuneiformis

berperan dalam rigiditas dari lipatan ariepiglotik. Sedangkan kartilago tritisea

terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral.

Gambar 1. Anatomi Laring(4)

Epiglotis merupakan kartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas

dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang kartilago

4

thyroidea. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis

menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.

Membrana mukosa di laring sebagian besar dilapisi oleh epitel

respiratorius, terdiridari sel-sel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh

epitel skuamosa.

Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di

atas ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam

kartilago thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang.

Plica vocalis palsu adalah dua lipatan membrana mukosa tepat di atas plica

vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi suara.

Gambar 2. Pita Suara(4)

Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi

krikoaritenoid. Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum

seratokrikoid (anterior, lateral, dan posterior ), ligamentum krikotiroid medial,

ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum

hiotoroid lateral, ligamentum hiotiroid media, ligamentum hipoepiglotica,

5

ligamentum ventricularis , ligamentum vocale yang menghubungkan kartilago

aritenoid dengan kartilago tiroid dan ligamentum tiroepiglotica.

Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-

otot instrinsik, otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara

keseluruhan , sedangkan otot-otot instrinsik menyebabkan gerakan bagian-bagian

laring sendiri. Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak diatas tulang hyoid

(suprahioid), dan ada yang terletak dibawah tulang hyoid (infrahioid). Otot

ekstrinsik yang supra hyoid ialah M. digastricus, M.geniohioid, M.stylohioid, dan

M.milohioid. Otot yang infrahioid ialah M.sternohioid dan M.tirohioid. Otot-otot

ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik laring kebawah, sedangkan

yang infrahioid menarik laring keatas. Otot-otot intrinsik laring ialah M.

krikoaritenoid lateral. M.tiroepiglotica, M.vocalis, M.tiroaritenoid,

M.ariepiglotica, dan M.krikotiroid. Otot-otot ini terletak di bagian lateral laring.

Otot-otot intrinsik laring yang terletak di bagian posterior, ialah M.aritenoid

transversum, M.ariteniod obliq dan M.krioaritenoid posterior.

Rongga laring.(1)

Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas

bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas

depannya ialah permukaan belakang epiglottis, tuberkulum epiglotic, ligamentum

tiroepiglotic, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago

krikoid. Batas lateralnya ialah membran kuadranagularis, kartilago aritenoid,

konus elasticus, dan arkus kartilago krikoid, sedangkan batas belakangnya ialah

M.aritenoid transverses dan lamina kartilago krikoid.

6

Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vocale dan ligamentum

ventrikulare, maka terbentuklah plika vocalis (pita suara asli) dan plica

ventrikularis (pita suara palsu).

Bidang antara plica vocalis kiri dan kanan, disebut rima glottis, sedangkan antara

kedua plica ventrikularis disebut rima vestibuli.

Plica vocalis dan plica ventrikularis membagi rongga laring dalam tiga

bagian, yaitu vestibulum laring , glotic dan subglotic.

Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat diatas plica

ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotic. Antara plica vocalis dan pita

ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventriculus laring morgagni.

Rima glottis terdiri dari dua bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian

interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plica vocalis, dan

terletak dibagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua

puncak kartilago aritenoid, dan terletak di bagian posterioir. Daerah subglotic

adalah rongga laring yang terletak di bawah pita suara (plicavocalis).

Persyarafan(1)

Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringeus

superior dan laringeus inferior (recurrent). Kedua saraf ini merupakan campuran

saraf motorik dan sensorik. Nervus laryngeus superior mempersarafi

m.krikotiroid, sehingga memberikan sensasi pada mukosa laring dibawah pita

suara. Saraf ini mula-mula terletak diatas m.konstriktor faring medial, disebelah

medial a.karotis interna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang hyoid dan

setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal superior, membagi diri

dalam 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus internus.

Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor faring

inferior dan menuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh

m.tirohioid terletak disebelah medial a.tiroid superior, menembus membran

7

hiotiroid, dan bersama-sama dengan a.laringeus superior menuju ke mukosa

laring.

Nervus laringeus inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf

itu memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren

merupakan lanjutan dari n.vagus.

Nervus rekuren kanan akan menyilang a.subklavia kanan dibawahnya,

sedangkan n.rekuren kiri akan menyilang aorta. Nervus laringis inferior berjalan

diantara cabang-cabang arteri tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal

kelenjar tiroid akan sampai pada permukaan medial m.krikofaring. Disebelah

posterior dari sendi krikoaritenoid, saraf ini bercabang dua menjadi ramus anterior

dan ramus posterior, Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsik laring

bagian lateral, sedangkan ramus posterior mempersyarafi otot-otot intrinsik laring

superior dan mengadakan anstomosis dengan n.laringitis superior ramus internus.

Gambar 3. Persarafan Laring(4)

Pendarahan.(1)

Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang yaitu a.laringitis superior

dan a.laringitis inferior.

8

Arteri laryngeus superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri

laryngitis superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membran

tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari n.laringis superior kemudian

menembus membran ini untuk berjalan kebawah di submokosa dari dinding

lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk memperdarahi mukosa dan otot-otot

laring.

Arteri laringeus interior merupakan cabang dari a.tiriod inferior dan

bersama-sama dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid,

masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. Di

dalam arteri itu bercabang-cabang memperdarahi mukosa dan otot serta

beranastomosis dengan a.laringis superior.

Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid superior juga

memberikan cabang yang berjalan mendatar sepanjang membrane itu sampai

mendekati tiroid. Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil

melalui membran krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringeus

superior.

Vena laringeus superior dan vena laringeus inferior letaknya sejajar dengan

a.laringis superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid

superior dan inferior.

Pembuluh Limfe(1)(2)

Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vocal.

Disini mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah

lipatan vocal pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior.

Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus

piriformis dan a.laringeus superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan

kelenjar dari bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari

golongan inferior berjalan kebawah dengan a.laringeus inferior dan bergabung

dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa dintaranya menjalar sampai sejauh

kelenjar supraklavikular.

9

FISIOLOGI(2)

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi

serta fonasi.

Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda

asing masuk kedalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis

secara bersamaan. Terjadi penutupan aditus laring ialah akibat karena

pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal

ini kartilogo aritenoid bergerak ke depan akibat kontraksi m.tiro-aritenoid dan

m.aritenoid. Selanjutnya m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter.

Penutupan rima glotis terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago

arritenoid kiri dan kanan mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik.

Selain itu dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam

trakea dapat dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang

berasal dari paru dapat dikeluarkan.

Fungsi respirasi dan laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima

glottis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus

vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glottis terbuka.

Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-

bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga

mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga

sebagai alat pengatur sirkulasi darah.

Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme,

yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laring dan mendorong

bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring.

Laring juga mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti

berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain.

Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara serta

menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh

peregangan plica vokalis. Bila plica vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid

akan merotasikan kartilago tiroid kebawah dan kedepan, menjauhi kartilago

aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan

10

atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan

yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m. Krikoaritenoid akan

mendorong kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor.

Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya

nada.

2.2 Definisi Laringitis

Laringitis merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai pada

daerah laring. Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat

terjadi baik akut maupun kronik.Laringitis adalah suatu radang laring yang

disebabkan terutama oleh virus dan dapat pula disebabkan oleh bakteri.1

Adalah peradangan yang terjadi pada pita suara (laring) bisa disebabkan

karena terlalu banyak digunakan untuk bersuara keras, karena iritasi maupun

infeksi.5

2.3 Klasifikasi

Berdasarkan onset dan perjalanannya, laringitis dibedakan menjadi

laringitis akut dan kronis.5

2.3.1 Laringitis akut

Radang akut pada laring, umumnya adalah lanjutan dari rinofaringitis

(common cold). Disebabkan biasanya oleh bakteri, yang menyebabkan radang

lokal atau virus yang menyebabkan peradangan sistemik.

Gejala klinis dari laringitis akut bisa ditandai dengan demam, malaise, dan

gejala lokalnya seperti suara parau sampai tidak bersuara (afoni), nyeri menelan

(disfagi) atau berbicara, serta gejala-gejala sumbatan laring, pada anak-anak,

laringitis akut ini dapat menimbulkan sumbatan jalan nafas, pada dewasa tidak

secepat pada anak-anak.

11

Pada pemeriksaan dengan laringoskopi tampak mukosa laring yang

hiperemis, membengkak, terutama di atas dan bawah pita suara. Biasanya terdapat

tanda- tanda penyakit yang mendasarinya seperti faringitis, rhinitis, sinusitis atau

pnemonia

Penatalaksanaan dengan istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari.

Menghirup udara lembab. Menghindari dari iritasi pada faring dan laring, seperti

rokok, makanan pedas atau minum es. Antibiotika diindikasikan untuk infeksi

virus yang diikuti oleh infeksi bakteri, preparat steroid juga diindikasikan untuk

mukosa yang edema. Bila terdapat sumbatan laring, dilakukan pemesangan

endotrakea atau trakeostomi.5

Croup syndrome

Atau bisa disebut “diphtheritic croup” ,penyakit ini sudah jarang di temui,

disebabkan oleh infeksi dari corynebacterium diphtheriae.

Gejala klinis yang ditemukan seperti suara parau, dan batuk yang

berdahak, dapat menyebabkan obtruksi jalan nafas karena terbentuk membran.

Pada pemeriksaan ditemukan membran putih keabu-abuan dan dapat juga

disertai dengan perdarahan, biasanya juga disertai lesi pada orofaring.

Penatalaksanaannya dapat diberikan antitoxin dan antibiotika golongan

penicilin, bila sudah terjadi sumbatan atau obstruksi jalan nafas, dapat dilakukan

tracheotomy untuk jalan nafasnya.

Pseudocroup ( Acute Laryngotracheobrochitis)

Adalah infeksi akut pada saluran pernafasan bawah yang disebabkan oleh

infeksi pada laring yang turun ke trakea hingga bonkus, penyakit ini endemi

sepanjang tahun tetapi banyak insiden penyakit ini pada musim dingin.

Disebabkan oleh virus Parainfluenza tipe 1 sampai 4, H. Influenzae,

streptocoocus, staphylococcus dan pnemococcus. Insiden banyak pada anak-anak

umur 1 sampai 3 tahun.

Patofisiologinya adalah turunnya inflamasi pada membran mukosa ke

saluran nafas bawah, diikuti dengan kongesti, edema dan sekret yang berupa

eksudat.

12

Gejala klinis pada awalnya seperti flu biasa (rhinofaringitis) disertai

dengan batuk yang berdahak, mual dan demam, lalu timbulnya suara parau, lemas

dan stridor karena meningkatnya congesti dan edema.

Pada pemeriksaan fisik bila ditemukan tanda-tanda seperti bibir pucat dan

sianosis lalu suara nafas yang menurun pada auskultasi, maka jalan nafas harus

segera di perbaiki untuk mencegah kematian, tekanan darah sampai dengan 140

mm hg dan laju nafas sampai dengan 80x/ menit menandakan peningkatan CO2.

Pada laringoskopi dapat ditemukan kongesti mukosa, edema dan sekret eksudat.

Pada foto AP di leher bisa didapatkan steeple-sign ( subglittic narrowing due to

edema)

Penatalaksanaannya dengan antibiotik sesuai dengan hasil kultur

bakterinya, sebagai contoh ampicillin/ sulbactam, cefuroxime, atau ceftriaxone.

Aztreonam dan chloramphenicol dapat di berikan bila pasien alergi terhadap

golongan penicilin atau sepalosporin. Kortikosteroid dapat diberikan mengingat

adanya edema, preparat sedasi tidak boleh diberikan mengingat efeknya dapat

mengkompresi pernafasan, bila sudah terdapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas,

segera lakukan intubasi atau tracheotomy , berikan O2, epinephrine secara

intermitten, dan observasi pada tanda vitalnya. Ultrasonic humidification juga

dapat digunakan sebagai terapi.

Epiglottitis akut

Merupakan bentuk yang khusus dari laringitis akut yang progresif yang

ditandai dengan inflamasi pada epiglotis, sering terjadi pada anak umur 2 sampai

7 tahun, ada kemungkinan dapat mengenai bayi, remaja ataupun dewasa.

Penyebab utama epiglotitis adalah hemophilus influenzae, masuk ke dalam

mukosa yang teriritasi karena tergesek oleh makanan atau benda yang mempunyai

permukaan yang tajam.

Gejala klinis yang ditemukan seperti disfagia dan sulit menelan, yang

kemudian pada anak-anak mempunyai gejala penurunan nafsu makan, bisa

disertai dehidrasi, demam, takikardi, lemas, lelah bernafas dan tekanan darah

yang turun. Suara tidak parau melaikan seperti “hot potato voice”, biasanya pasien

13

lebih suka untuk duduk dikarenakakan stridor bila berbaring. Sesak yang progresif

terutama pada anak akan berakibat fatal dalam beberapa jam, maka dari itu harus

cepat terdiagnosa.

Pada pemeriksaan fisik yang penting ditemukannya epiglotis yang

bengkak dan berwarna merah terang “cherry red” yang mengobstruksi faring di

dasar lidah. Pada foto AP leher dapat ditemukan epiglotis yang seperti ibu jari

“thumbprinting”. Pada kultur darah didapatkan adanya H. Influenzae tipe B.

Penatalaksanaan. Pada kasus gawat darurat karena sumbata jalan nafas,

dapat dilakukan intubasi orotracheal atau tracheostomi, dengan pengawasan ketat

di ruang ICU untuk mencegah adanya self-extubation. Pasien diobservasi 24

sampai 48 jam. Antibiotika pilihan yang diberikan adalah golongan penicilin dan

sefalosporin, diberikan selama 10 hari. Steroid dapat diberikan untuk

menenangkan inflamasinya dan edema.

2.3.2 Laringitis Kronis

A. Laringitis Kronis Non Spesifik

Sering merupakan radang kronis yang disebabkan oleh infeksi pada

saluran pernapasan, seperti selesma,influensa,bronkhitis atau sinusitis. Akibat

paparan zat-zat yang membuat iritasi,seperti asap rokok, alkohol yang berlebihan,

asam lambung atau zat-zat kimia yang terdapat pada tempat kerja.Terlalu banyak

menggunakan suara, dengan terlalu banyak bicara, berbicara terlalu keras atau

menyanyi (vokal abuse). Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis,

permukaan yang tidak rata dan menebal.1

Gejala klinis yang sering timbul adalah berdehem untuk membersihkan

tenggorokan. Selain itu ada juga suara serak, Perubahan pada suara dapat

berfariasi tergantung pada tingkat infeksi atau iritasi, bisa hanya sedikit serak

hingga suara yang hilang total, rasa gatal dan kasar di tenggorokan, sakit

tenggorokan, tenggorokan kering, batuk kering, sakit waktu menelan. Gejala

berlangsung beberapa minggu sampai bulan.5

Pada pemeriksaan ditemukan mukosa yang menebal, permukaannya tidak

rata dan hiperemis. Bila terdapat daerah yang dicurigai menyerupai tumor, maka

perlu dilakukan biopsi.6

14

Pengobatan yang dilakukan tergantung pada penyebab terjadinya laringitis

dan simtomatis. Pengobatan terbaik untuk langiritis yang diakibatkan oleh sebab-

sebab yang umum, seperti virus, adalah dengan mengistirahatkan suara sebanyak

mungkin dan tidak membersihkan tenggorokan dengan berdehem. Bila

penyebabnya adalah zat yang dihirup, maka hindari zat penyebab iritasi trsebut.

Dengan menghirup uap hangat dari baskom yang diisi air panas mungkin bisa

membantu. Bila anak yang masih berusia batita atau balita mengalami langiritis

yang berindikasi karahcroup, bisa digunakan kortikosteroid seperti

dexamethasone. Untuk laringitis kronis yang juga berhubungan dengan kondisi

lain seperti rasa terbakar di ulu hati, merokok atau alkoholik, harus dihentikan.7

Pada laringitis kronis akibat alergi, pasien biasanya memiliki onset

bertahap dengan gejala yang ringan. Pasien dapat mengeluhkan adanya akumulasi

mukus berlebih dalam laring. Dalam pemeriksaan laringoskopi biasa dijumpai

sekresi mukus endolaringeal tebal dalam kadar ringan hingga sedang, eritema dan

edema lipatan pita suara serta inkompetensi glotis episodik selama fase fonasi.6,8

Pada kasus laringitis kronis alergi, tatalaksana meliputi edukasi kepada

pasien untuk menghindari faktor pemicu. Medikasi antihistamin loratadine atau

fexofenadine dipilih karena tidak memiliki efek samping dehidrasi. Sekresi mukus

yang tebal dan lengket dapat di atasi dengan pemberian guaifenesin.5,7

B. Laringitis Kronis Spesifik

Yang termasuk dalam laringitis kronis spesifik ialah laringitis tuberkulosis

dan laringitis luetika.5

1. Laringitis Tuberkulosis

Penyakit ini hampir selalu sebagai akibat dari tuberkulosis paru. Sering

kali setelah diberikan pengobatan, tuberkulosisnya sembuh tetapi laringitis

tuberkulosanya menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang sangat

lekat pada kartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik paru, sehingga bila

infeksi sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih lama. Infeksi kuman ke

laring dapat terjadi melalui udara pernafasan, sputum yang mengandung kuman,

atau penyebaran melalui aliran darah atau limfe. Tuberkulosis dapat menimbulkan

15

gangguan sirkulasi. Edema dapat timbul di fossa inter aritenoid, kemudian ke

aritenoid, plika vokalis, plika ventrikularis, epiglotis, serta subglotik.5

Secara klinis, laringitis tuberkulosis terbagi menjadi 4 stadium yaitu:5

Stadium infiltrasi. Mukosa laring posterior mengalami pembengkakan dan

hiperemis, kadang pita suara terkena juga, pada stadium ini mukosa laring

tampak pucat. Kemudian di daerah sub mukosa terbentuk tuberkel,

sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik-bintik yang berwarna kebiruan.

Tuberkel itu makin besar, serta beberapa tuberkel yang berdekatan bersatu,

sehingga mukosa diatasnya meregang. Pada suatu saat, karena sangat

meregang, maka akan pecah dan timbul ulkus. Pada stadium ini pasien

dapat merasakan adanya rasa kering ditenggorokan, panas dan tertekan di

daerah laring, selain itu juga terdapat suara parau.

Stadium ulsesari. Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi

membesar. Ulkus ini dangkal, dasarnya ditutupi oleh perkejuan, serta

dirasakan nyeri waktu menelan yang hebat bila dibandingkan dengan nyeri

karena radang (khas), dapat juga terjadi hemoptisis.

Stadium perikondritis. Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago

laring, dan yang paling sering terkena ialah kartilago aritenoid dan

epiglotis. Dengan demikian terjadi kerusakan tulang rawan, sehingga

terbentuk nanah yang berbau, proses ini akan melanjut dan terbentuk

sekuester. Pada stadium ini pasien dapat terjadi afoni dan keadaan umum

sangat buruk dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan maka

proses penyakit berlanjut dan masuk dalam stadium fibrotuberkulosis.

Stadium fibrotuberkulosa. Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis

pada dinding posterior, pita suara dan subglotik.

Gejala klinis tergantung pada stadiumnya, disamping itu terdapat

gejala sebagai berikut:

− Rasa kering, panas dan tertekan di daerah laring

− Suara parau yang berlangsung berminggu-minggu dan pada stadium lanjut

dapat timbul afoni

16

− Hemoptisis

− Nyeri waktu menelan yang lebih hebat bila dibandingkan dengan nyeri karena

radang lainnya, merupakan tanda yang khas

− Tanda sistemik TB paru

− Pada pemeriksaan paru (secara klinis dan radiologik) terdapat proses aktif

(biasanya pada stadium eksudatif atau pada pembentukan kaverne)

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan THT

termasuk pemeriksaan laring tak langsung untuk melihat laring melalui kaca

laring, maupun pemeriksaan laring langsung dengan laringoskopi. Pemeriksaan

penunjang seperti laboratorium dapat di temukannya tes BTA positif, dan patologi

anatomi.5,9

Gambar 4. Hasil Pemeriksaan Laringoskopi pada Tuberkulosis Laring. (A) Tipe

ulseratif, pada rongga laring (B) Tipe granulomatosa, pada bagian posterior glotis

(C) Tipe polipoid, pada pita suara palsu kanan (D) Tipe nonspesifik, pada pita

suara kanan.9

Penatalaksanaannya berupa pemberian obat antituberkulosis primer dan

sekunder. Selain itu pasien juga harus mengistirahatkan suaranya. Beberapa

macam dan cara pemberian obat antituberkulosa:5

17

Obat primer : INH (isoniazid). Rifampisin, Etambutol,

Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi

dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar

penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.

Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin,

Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.

2. Laringitis Luetika

Disebabkan oleh kuman treponema palidum, sudah sangat jarang dijumpai

pada bayi ataupun orang dewasa. laring tidak pernah terinfeksi pada stadium

pertama sifilis. Pada stadium kedua, laring terinfeksi dengan tanda-tanda adanya

edema yang hebat dan lesi mukosa berwarna keabu-abuan. Sumbatan jalan nafas

dapat terjadi karena adanya pembengkakan mukosa. Pada stadium ketiga,

terbentuknya guma yang nanti akan pecah dan menimbulkan ulcerasi,

perikondritis dan fibrosis.

Gejala klinis yang ditemukan adalah suara parau dan batuk yang kronis.

Disfagia timbul bila gumma terdapat dekat introitus esofagus. Pada penyakit ini,

pasien tidak merasakan nyeri, mengingat kuman ini juga menyerang saraf-saraf di

perifer.

Pada pemeriksaan, bila guma pecah, maka ditemukan ulkus yang sangat

dalam, bertepi dengan dasar yang keras, berwarna merah tua serta mengeluarkan

eksudat yang berwarna kekuningan. Ulkus ini tidak menyebabkan nyeri dan

menjalar sagat cepat, sehingga bila tidak terbentuk proses ini akan menjadi

perikondritis.

Diagnosis dapat ditegakkan dengan tes serologi (RPR,VDRL, dan FTA-

ABS) dan biopsi.

Penatalaksanaan dengen pemberian antibiotika golongan penicilin dosis

tinggi, pengengkatan sekuester, bila terdapat sumbatan laring karena stenosis

dapat dilakukan trakeostomi dan operasi rekonstruksi

18

Prognosis pada penyakit ini kurang bagus pada gumma yang sudah pecah,

karena menyebabkan destruksi pada kartilago dan bersifat permanen.9

2.4. Etiologi

Berdasarkan hasil studi laringitis terutama menyerang pada usia 18-40

tahun untuk dewasa sedangkan pada anak-anak umumnya terkena pada usia diatas

3 tahun.2

Penyebab dari laringitis akut dan kronis dapat bermacam-macam bisa

disebabkan karena kelelahan yang berhubungan dengan pekerjaan maupun infeksi

virus.2\

Hampir setiap orang dapat terkena laringitis baik akut maupun kronis.

Laringitis biasanya berkaitan dengan infeksi virus pada traktus respiratorius

bagian atas. Akan tetapi inflamasi tesebut juga dapat disebabkan oleh berbagai

macam sebab diantaranya adalah 2.3

Tabel 1. Laringitis Akut dan Kronis

Laringitis akut Laringitis kronis

1. Rhinovirus

2. Parainfluenza virus

3. Adenovirus

4. Virus mumps

5. Varisella zooster virus

6. Penggunaan asma inhaler

7. Penggunaan suara berlebih dalam

pekerjaan: Menyanyi, Berbicara

dimuka umum Mengajar

8. Alergi

9. Streptococcus grup A

10.Moraxella catarrhalis

11. Gastroesophageal refluks

1. Infeksi bakteri

2. Infeksi tuberkulosis

3. Sifilis

4. Leprae

5. Virus

6. Jamur

7. Actinomycosis

8. Penggunaan suara

berlebih

9. Alergi

10. Faktor lingkungan seperti asap,

debu

11. Penyakit sistemik:

19

wegener granulomatosis,

amiloidosis

12. Alkohol

13. Gatroesophageal refluks

2.5 Patogenesis

Bila jaringan cedera karena terinfeksi oleh kuman, maka pada jaringan ini

akan terjadi rangkaian reaksi yang menyebabkan musnahnya agen yang

membahayakan jaringan atau yang mencegah agen ini menyebar lebih luas.

Rekasi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki.5

Rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera ini dinamakan

radang.5

Laringitis akut merupakan proses inflamasi pada mukosa pita suara dan

laring yang berlangsung kurang dari 3 minggu. Bila etiologi dari laringitis akut

disebabkan oleh adanya suatu infeksi, maka sel darah putih akan bekerja

membunuh mikroorganisme selama proses penyembuhan. Pita suara kemudian

akan menjadi tampak edema, dan proses vibrasi juga umumnya ikut mengalami

gangguan. Hal ini juga dapat memicu timbulnya suara yang parau disebabkan oleh

gangguan fonasi. Membran yang meliputi pita suara juga terlihat berwarna

kemerahan dan membengkak.2

Laringitis kronis merupakan suatu proses inflamasi yang menunjukkan

adanya peradangan pada mukosa laring yang berlangsung lama. Pada laringitis

kronis proses peradangan dapat tetap terjadi meskipun faktor penyebabnya sudah

tidak ada. Proses inflamasi akan menyebabkan kerusakan pada epitel bersilia pada

laring, terutama pada dinding belakang laring. Hal ini akan menyebabkan

gangguan dalam pengeluaran sekret dari traktus trakeobronkial. Bila hal ini

terjadi, sekret akan berada tetap pada dinding posterior laring dan sekitar pita

suara menimbulkan reaksi timbulnya batuk. Adanya sekret pada daerah pita suara

dapat menimbulkan laringospasme. Perubahan yang berarti juga dapat terjadi pada

20

epitel dari pita suara berupa hiperkeratosis, diskeratosis, parakeratosis dan

akantosis.3

2.6 Diagnosis

Diagnosis laringitis akut dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemerinksaan penunjang. Pada anamnesis biasanya didapatkan gejala

demam, malaise, batuk, nyeri telan, ngorok saat tidur, yang dapat berlangsung

selama 3 minggu, dan dapat keadaan berat didapatkan sesak nafas, dan anak dapat

biru-biru. Pada pemeriksaan fisik, anak tampak sakit berat, demam, terdapat

stridor inspirasi, sianosis, sesak nafas yang ditandai dengan nafas cuping hidung

dan/atau retraksi dinding dada, frekuensi nafas dapat meningkat, dan adanya

takikardi yang tidak sesuai dengan peningkatan suhu badan merupakan tanda

hipoksia1

Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu

menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan

tampak edema terutama dibagian atas dan bawah glotis. Pemeriksaan darah rutin

tidak memberikan hasil yang khas, namun biasanya ditemui leukositosis.

pemeriksaan usapan sekret tenggorok dan kultur dapat dilakukan untuk

mengetahui kuman penyebab, namun pada anak seringkali tidak ditemukan

kuman patogen penyebab1

Proses peradangan pada laring seringkali juga melibatkan seluruh saluran

nafas baik hidung, sinus, faring, trakea dan bronkus, sehingga perlu dilakukan

pemeriksaan foto.1

Pada laringitis kronis diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.3

Pada anamnesis dapat ditanyakan 3

1. Kapan pertama kali timbul serta faktor yang memicu dan mengurangi gejala

2. Kondisi kesehatan secara umum

3. Riwayat pekerjaan, termasuk adanya kontak dengan bahan yang dapat

memicu timbulnya laringitis seperti debu, asap.

4. Penggunaan suara berlebih

21

5. Penggunaan obat-obatan seperti diuretik, antihipertensi, antihistamin yang

dapat menimbulkan kekeringan pada mukosa dan lesi pada mukosa.

6. Riwayat merokok

7. Riwayat makan

8. Suara parau atau disfonia

9. Batuk kronis terutama pada malam hari

10. Stridor karena adanya laringospasme bila sekret terdapat disekitar pita suara

11. Disfagia dan otalgia

Pada gambaran makroskopi nampak permukaan selaput lendir kering dan

berbenjol-benol sedangkan pada mikroskopik terdapat epitel permukaan

menebaldan opaque, serbukan sel radang menahun pada lapisan submukosa. 5

Pemeriksaan laboratorium dilakukan pemeriksaan darah, kultur sputum,

hapusan mukosa laring, serologik marker.3

Pada laringitis kronis juga dapat dilakukan foto radiologi untuk melihat

apabila terdepat pembengkakan. CT scanning dan MRI juga dapat digunakan dan

memberikan hasil yang lebih baik. 3

Pemeriksaan lain yang dapat digunakan berupa uji tes alergi.3

2.7 Penatalaksanaan

Terapi pada laringitis akut berupa mengistirahatkan pita suara, antibiotik,

mnambah kelembaban, dan menekan batuk. Obat-obatan dengan efek samping

yang menyebabkan kekeringan harus dihindari. Penyayi dan para profesional yang

mengandalkan suara perlu dinasehati agar membiarkan proses radang mereda

sebelum melanjutkan karier mereka. Usaha bernyayi selama proses radang

berlangsung dapat mengakibatkan perdarahan pada laring dan perkembangan

nodul korda vokalis selanjutnya.6

Terapi pada laringitis kronis terdiri dari menghilangkan penyebab, koreksi

gangguan yang dapat diatasi, dan latihan kembali kebiasaan menggunakan vocal

dengan terapi bicara. Antibiotik dan terapi singkat steroid dapat mengurangi

22

proses radang untuk sementara waktu, namun tidak bermanfaat untuk rehabilitasi

jangka panjang. Eliminasi obat-obat dengan efek samping juga dapat membantu.6

Pada pasien dengan gastroenteriris refluks dapat diberikan reseptor H2

antagonis, pompa proton inhibitor. Juga diberikan hidrasi, meningkatkan

kelembaban, menghindari polutan.3.6

Terapi pembedahan bila terdapat sekuester dan trakeostomi bila terjadi

sumbatan laring.3

Laringitis kronis yang berlangsung lebih dari beberapa minggu dan tidak

berhubungan dengan penyakit sistemik, sebagian besar berhubungan dengan

pemajanan rekuren dari iritan. Asap rokok merupakan iritan inhalasi yang paling

sering memicu laringitis kronis tetapi laringitis juga dapat terjadi akibat

menghisap kanabis atau inhalasi asap lainnya. Pada kasus ini, pasien sebaiknya

dijauhkan dari faktor pemicunya seperti dengan menghentikan kebiasaan

merokok.3

2.8 Prognosis

Laringitis akut umunya bersifat self limited. bila terapi dilakukan dengan

baik maka prognosisnya sangat baik. Pada laringitis kronis prognosis bergantung

kepada penyebab dari laringitis kronis tersebut. 

2.9 Pencegahan

Untuk mencegah kekeringan atau iritasi pada pita suara: 7,8

1. Jangan merokok, dan hindari asap rokok dengan tidak menjadi perokok

tidak langsung. Rokok akan membuat tenggorokan kering dan

mengakibatkan iritasi pada pita suara.

2. Minum banyak air . Cairan akan membantu menjaga agar lendir yang

terdapat tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan.

3. Batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan

kering . Bila mengalami langiritis, hindari kedua zat tersebut diatas.

23

4. Jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan. Berdehem tidak akan

berakibat baik, karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi

abnormal peda pita suara dan meningkatkan pembengkakan. Berdehem

juga akan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir

dan merasa lebih iritasi, membuat ingin berdehem lagi.

KESIMPULAN

Laringitis merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai pada

daerah laring. Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat

terjadi baik akut maupun kronik. Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan

berlangsung dalam kurun waktu kurang lebih 3 minggu. Bila gejala telah lebih

dari 3 minggu dinamakan laringitis kronis. Penyebab dari laringitis akut dan

kronis dapat bermacam-macam bisa disebabkan karena kelelahan yang

berhubungan dengan pekerjaan maupun infeksi virus.Diagnosis laringitis akut

dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemerinksaan

penunjang. Terapi pada laringitis akut berupa mengistirahatkan pita suara,

antibiotik, mnambah kelembaban, dan menekan batuk. Terapi pada laringitis

kronis terdiri dari menghilangkan penyebab, koreksi gangguan yang dapat diatasi,

dan latihan kembali kebiasaan menggunakan vocal dengan terapi bicara.

Laringitis akut umunya bersifat self limited. bila terapi dilakukan dengan baik

maka prognosisnya sangat baik. Pada laringitis kronis prognosis bergantung

kepada penyebab dari laringitis kronis tersebut

24

25