20
325 Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005 A. Pendahuluan Sekalipun buku-buku tentang metode analisis wacana semakin banyak, termasuk yang ditulis dalam bahasa Indonesia, tidak serta merta para pengguna buku tersebut langsung dapat mempraktikkan metode tersebut dalam sebuah penelitian ilmiah, baik dalam bentuk skripsi S-1, tesis S-2, ataupun disertasi S-3. Dari pengalaman mengajar mata kuliah “Teori dan Analisis Wacana” pada Program Pascasarjana Komunikasi FISIP UI, membimbing dan menguji mahasiswa yang membuat skripsi dan tesis dengan metode ini, serta memberikan pelatihan analisis wacana, diperoleh kesimpulan bahwa umumnya para peminat mendapatkan kesulitan menerapkan metode analisis wacana ke dalam tema penelitian yang mereka pilih. Pertanyaan dasar yang banyak diajukan antara lain: Apa saja yang menjadi obyek penelitian analisis wacana? Seberapa banyak atau seluas apa? Metode mana yang sebaiknya dipakai untuk sebuah masalah penelitian analisis wacana? Mengapa metode itu yang digunakan? Kemudian, bagaimana mengaplikasikannya, dari mana mulainya, dan kapan berakhirnya? Pertanyaan yang lebih praktis, jenis data apa yang harus dikumpulkan? Apa teknik pengumpulan data dalam analisis wacana? Bagaimana melakukan analisis dalam penelitian dengan analisis wacana? Bagaimana melakukan interpretasi atas hasil analisis wacana? Pertanyaan yang lebih luas, paradigma penelitian manakah (: klasik, konstruktivis, kritikal, atau partisipatoris) dalam sebuah penelitian analisis wacana? Benarkah jika kita memakai analisis fram- ing harus selalu menggunakan paradigma konstruktivis? Sementara, kalau memakai critical discourse analysis (CDA) harus selalu menggunakan paradigma kritikal? Pertanyaan lain yang sangat relevan: Teori apa Lebih Dekat dengan Analisis Wacana ABSTRACT Discourse analysis gains more and more popularity in the field of media and communication studies. Focused on how media represented and framed the Text, it is the goals of discourse analysis to explore many implications underlie such representations. In order to utilize this approach effectively, a deeper knowledge concerning variety of methods and systematic ways on discourse theory was needed, as well as bins of critical and sociopolitical theories. The validity of discourse analysis will be judged by 7 (seven) indicators consisted of research aims, statement of problems, substantive theories being used, discourse theory being chosen, research paradigm being picked up, method being applied and analysis technique being employed. Kata kunci: analisis wacana, teori wacana, paradigma riset Ibnu Hamad

Lebih Dekat dengan Analisis Wacana · metode analisis wacana. B. Teori dan Analisis Wacana Untuk memahami dan menerapkan analisis wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara teori

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lebih Dekat dengan Analisis Wacana · metode analisis wacana. B. Teori dan Analisis Wacana Untuk memahami dan menerapkan analisis wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara teori

325Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

A. PendahuluanSekalipun buku-buku tentang metode analisis

wacana semakin banyak, termasuk yang ditulisdalam bahasa Indonesia, tidak serta merta parapengguna buku tersebut langsung dapatmempraktikkan metode tersebut dalam sebuahpenelitian ilmiah, baik dalam bentuk skripsi S-1,tesis S-2, ataupun disertasi S-3. Dari pengalamanmengajar mata kuliah “Teori dan Analisis Wacana”pada Program Pascasarjana Komunikasi FISIP UI,membimbing dan menguji mahasiswa yangmembuat skripsi dan tesis dengan metode ini, sertamemberikan pelatihan analisis wacana, diperolehkesimpulan bahwa umumnya para peminatmendapatkan kesulitan menerapkan metodeanalisis wacana ke dalam tema penelitian yangmereka pilih.

Pertanyaan dasar yang banyak diajukan antaralain: Apa saja yang menjadi obyek penelitiananalisis wacana? Seberapa banyak atau seluas apa?

Metode mana yang sebaiknya dipakai untuksebuah masalah penelitian analisis wacana?Mengapa metode itu yang digunakan? Kemudian,bagaimana mengaplikasikannya, dari manamulainya, dan kapan berakhirnya?

Pertanyaan yang lebih praktis, jenis data apayang harus dikumpulkan? Apa teknik pengumpulandata dalam analisis wacana? Bagaimana melakukananalisis dalam penelitian dengan analisis wacana?Bagaimana melakukan interpretasi atas hasilanalisis wacana?

Pertanyaan yang lebih luas, paradigmapenelitian manakah (: klasik, konstruktivis, kritikal,atau partisipatoris) dalam sebuah penelitian analisiswacana? Benarkah jika kita memakai analisis fram-ing harus selalu menggunakan paradigmakonstruktivis? Sementara, kalau memakai criticaldiscourse analysis (CDA) harus selalumenggunakan paradigma kritikal?

Pertanyaan lain yang sangat relevan: Teori apa

Lebih Dekat dengan Analisis Wacana

ABSTRACT

Discourse analysis gains more and more popularity in the field of media and communicationstudies. Focused on how media represented and framed the Text, it is the goals of discourse

analysis to explore many implications underlie such representations. In order to utilizethis approach effectively, a deeper knowledge concerning variety of methods and systematicways on discourse theory was needed, as well as bins of critical and sociopolitical theories.

The validity of discourse analysis will be judged by 7 (seven) indicators consisted of researchaims, statement of problems, substantive theories being used, discourse theory being chosen,

research paradigm being picked up, method being applied and analysistechnique being employed.

Kata kunci: analisis wacana, teori wacana, paradigma riset

Ibnu Hamad

Page 2: Lebih Dekat dengan Analisis Wacana · metode analisis wacana. B. Teori dan Analisis Wacana Untuk memahami dan menerapkan analisis wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara teori

MEDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007326

saja yang sebaiknya dipakai untuk sebuah masalahpenelitian analisis wacana? Apa peranan teoridalam analisis wacana? Bagaimana menerapkanteori tersebut tatkala melakukan riset dengananalisis wacana?

Tentu saja, akhirnya muncul pertanyaan-pertanyaan bagaimana menjaga “objektivitas”hasil penelitian dengan metode analisis wacana?Apa ukuran validitas hasil analisis wacana?Sejauhmana sebuah hasil analisis wacana dapatdigeneralisasi? Jika sebuah hasil analisis wacanaberbeda dari hasil analisis wacana lainnya, manayang harus dipercayai? Dan yang tak kurangpentingnya, apa manfaat yang diperoleh darianalisis wacana?

Tulisan ini bermaksud menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan pendekatan sepraktismungkin –walaupun hanya serba singkat dandalam garis besar— agar dapat segeradipergunakan untuk mempermahir kitamelaksanakan analisis wacana. Sekalipundemikian, harus diakui kemahiran tersebut hanyadapat diwujudkan kalau kita mau berlatih ataumelaksanakan riset dengan bermacam-macammetode analisis wacana.

B. Teori dan Analisis WacanaUntuk memahami dan menerapkan analisis

wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antarateori dan analisis wacana. Begini jalan pikirannya.Sebagai sebuah pendekatan penelitian, analisiswacana memiliki sejumlah metode analisis wacana(akan diuraikan dalam bagian C); dan padaawalnya, metode-metode analisis wacana ituadalah teori wacana, bahkan adalah teori sosial.Kita tahu bahwa teori wacana sendiri adalahbidang kajian linguistik, sehingga untukmendapatkan hasil analisis wacana sebaiknyadiperdalam teori wacana yang relevan denganmetode yang dipergunakan.

Sebagai contoh, salah satu metode analisiswacana adalah semiotika. Sejatinya, semiotikaadalah salah satu teori linguistik yang bernamateori semiotika. Sehingga jika kita menggunakanmetode semiotika sangat dianjurkan mempelajariteori semiotika. Metode lain yang bersumber dari

teori bahasa adalah semiotika sosial. SedangkanCDA (Critical Discourse Analysis) lebih dekatdengan sosio-linguistik. Metode lain, analisis fram-ing, analisis sosiologis, analisis Marxis berasal dariteori-teori sosial (sosiologi). Sementara,psikoanalisis sebagai metode seperti kita tahuadalah teori psikologi aliran psikoanalisis.

Sebagai teori murni, teori wacana berkenaandengan pandangan tentang wacana. Definisi nomi-nal melihat bahwa wacana adalah struktur ceritayang bermakna. Atau, sebuah bentuk sajian yangmemuat satu atau lebih gagasan denganmenggunakan bahasa (verbal dan nonverbal).

Definisi kerja memandang bahwa wacanaadalah penggunaan bahasa untuk menggambarkanrealitas. Menurut definisi kerja ini, wacanadibedakan ke dalam dua jenis (Gee, 2005 : 26), yaitu:(1) “discourse” (d kecil), yang melihat

penggunaan bahasa pada tempatnya (“onsite”) untuk memerankan kegiatan,pandangan, dan identitas atas dasar-dasarlinguistik. Biasanya, discourse ini menjadiperhatian para ahli bahasa (lingusits orsociolinguists).

(2) “Discourse” (D besar) yang mencobamerangkaikan unsur linguistik pada “dis-course” (dengan d kecil) bersama-sama denganunsur non-linguistik (non-language “stuff”)untuk memerankan kegiatan, pandangan, danidentitas. Bentuk non-language “stuff” inidapat berupa kepentingan ideologi, politik,ekonomi, dan sebagainya. Komponen non-lan-guage “stuff” itu juga yang membedakan caraberaksi, berinteraksi, berperasaan,kepercayaan, penilaian satu komunikator darikomunikator lainnnya dalam mengenali ataumengakui diri sendiri dan orang lain.

Dari uraian singkat ini, tampak bahwa baik“discourse” (dengan d kecil) maupun “Discourse”(dengan D besar) adalah hasil dari pekerjaan sipembuat wacana memakai bahasa (verbal ataunonverbal) untuk merepresentasikan realitas.Keduanya, “discourse” dan “Discourse” tidaklahlahir dengan sendirinya; melainkan lahir dari tanganyang membentuknya. Adapun prosespembentukan wacana dilakukan melalui proses

Page 3: Lebih Dekat dengan Analisis Wacana · metode analisis wacana. B. Teori dan Analisis Wacana Untuk memahami dan menerapkan analisis wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara teori

327Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

yang disebut proses kontruksi realitas. (Lihatgambar 1. Uraian lengkap lihat, Hamad, “Commu-nication as Discourse” dalam Jurnal Mediatoredisi……..). Hasil dari proses ini adalah bentukwacana (naskah) berupa Text (wacana dalam wujudtulisan/garfis), Talks (wacana dalam wujuducapan), Act (wacana dalam wujud tindakan), danArtifact (wacana dalam wujud jejak).

Berdasarkan sebuah penelitian (Hamad, 2004),sebuah wacana muncul dari proses konstruksirealitas oleh pelaku (2) yang dimulai denganadanya realitas pertama berupa keadaan, benda,pikiran, orang, pristiwa, dan sebagainya (1). Secaraumum, sistem komunikasi adalah faktor yangmempengaruhi sang pelaku dalam membuatwacana. Dalam sistem komunikasi yang bebas (lib-ertarian), wacana yang terbentuk akan berbedadalam sistem komunikasi yang terkekang(otoritarian). Secara lebih khusus, dinamika inter-nal dan eksternal (4) yang mengenai diri si

pelakukonstruksi tentu saja sangat mempengaruhiproses kontruksi. Ini juga menunjukkan bahwapembentukan wacana tidak berada dalam ruangvakum. Pengaruh itu bisa datang dari pribadisi pembuat dalam bentuk kepentinganidealis, ideologis, dan sebagainya maupun darikepentingan eksternal dari khalayak sasaransebagai pasar, sponsor, dan sebagainya (5).

Untuk melakukan konstruksi realitas, pelakukonstruksi memakai suatu strategi tertentu (6).Tidak terlepas dari pengaruh eksternal dan inter-nal, strategi konstruksi ini mencakup pilihanbahasa mulai dari kata hingga paragraf; pilihanfakta yang akan dimasukkan/dikeluarkan dariwacana yang populer disebut strategi framing; danpilihan teknik menampilkan wacana di depan publikmisalnya di halaman muka/dalam, di prime time/bukan atau taktik priming (7). Selanjutnya, hasildari proses ini adalah wacana (discourse) ataurealitas yang dikonstruksian (8) berupa tulisan

Gambar 3: Proses Konstruksi Realitas dalam Membentuk Wacana

Proses Konstruksi

Realitas oleh Pelaku (2)

Fungsi Bahasa

Strategi Framing Taktik Priming

(7)

Faktor Internal : Ideologis, Idealis... Faktor Eksternal: Pasar, Sponsor...

(5)

Dinamika Internal dan Eksternal Pelaku Konstruksi (4)

Sistem Komunikasi yang Berlaku

(3)

Strategi Mengkonstruksi

Realitas (6)

Realitas Obyektif: Kedaan, Benda, Pikiran, Orang, Peristiwa, ... (1)

Makna, Citra, dan Kepentingan di Balik Wacana (9)

Discourse atau Realitas yang Dikonstruksian (Text, Talk, Act dan Artifact)

(8)

Page 4: Lebih Dekat dengan Analisis Wacana · metode analisis wacana. B. Teori dan Analisis Wacana Untuk memahami dan menerapkan analisis wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara teori

MEDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007328

(text), ucapan (talk) atau peninggalan (artifact).Oleh karena discourse yang terbentuk ini telahdipengaruhi oleh berbagai faktor, kita dapatmengatakan bahwa di balik wacana itu terdapatmakna dan citra yang diinginkan serta kepentinganyang sedang diperjuangkan (9).

Dalam kenyataan, wujud dari bentuk wacanadapat dilihat dalam beragam buah karya si pembuatwacana:• Text (wacana dalam wujud tulisan/garfis) antara

lain dalam wujud berita, features, artikel opini,cerpen, novel, dsb.

• Talks (wacana dalam wujud ucapan), antara laindalam wujud rekaman wawancara, obrolan,pidato, dsb.

• Act (wacana dalam wujud tindakan) antara laindalam wujud lakon drama, tarian, film, defile,demonstrasi, dsb.

• Artifact (wacana dalam wujud jejak) antara laindalam wujud bangunan, lanskap, fashion, puing,dsb.

Keberadaan bermacam bentuk wacana dapatkita temukan dalam media cetak (seperti novel),media audio (seperti pidato), media visual (sepertilukisan), media audiovisual (seperti film), di alam(seperti lanskap dan bangunan), atau discourse/Discourse yang dimediasikan (seperti drama yangdifilmkan). Jadi tak selamanya discourse/Dis-course itu berada dalam bentuk media massa, apalagihanya media cetak.

Penjelasan tentang teori wacana iniselanjutnya memberikan implikasi pada ruanglingkup analisis wacana:(1) Berdasarkan penggunaan metode, analisis

wacana dibedakan ke dalam dua jenis: (a)analisis wacana sintagmatis, yangmenganalisis wacana dengan metodekebahasaan (syntaxis approach), di manapeneliti mengeksplorasi kalimat demi kalimatuntuk menarik kesimpulan; dan (b) analisiswacana paradigmatis, yang menganalisiswacana dengan memperhatikan tanda-tanda(signs) tertentu dalam sebuah wacana untukmenemukan makna keseluruhan;

(2) Berdasarkan bentuk analisis, dibagi menjadi

dua bentuk: (a) analisis wacana linguistik yangmembaca suatu naskah dengan memakai salahsatu metode analisis wacana (sintaksisataupun paradigmatis); dan (b) analisis wacanasosial, yang menganalisis wacana denganmemakai satu/lebih metode analisis wacana(sintaksis ataupun paradigmatis),menggunakan perspektif teori tertentu, danmenerapkan paradigma penelitian tertentu(positivis, pospositivis, kritikal, konstruktivis,dan partisipatoris).

(3) Berdasarkan level analisis, dibedakan kedalamdua jenis: (a) analisis pada level naskah, baikdalam bentuk text, talks, act dan artifact; baiksecara sintagmatis ataupun secaraparadigmatis; dan (b) analisis multilevel yangdikenal dengan analisis wacana kritis (criticaldiscourse analysis) yang menganalisiswacana pada level naskah beserta konteks danhistorisnya.

(4) Berdasarkan bentuk (wujud) wacana, analisiswacana dapat dilakukan terhadap beragambentuk (wujud) wacana; mulai dari tulisan,ucapan, tindakan, hingga peninggalan (jejak);baik yang dimuat dalam media maupun di alamsebenarnya.

C. Ragam Metode Analisis WacanaSebagai alat untuk menangkap makna dari

suatu discourse/Discourse, sebetulnya analisiswacana bisa dipakai sebagai “alat pembacaan” dansebagai “metode penelitian”. Sebagai “alatpembacaan”, analisis wacana digunakan untukmenafsirkan suatu wacana dengan memakai satuatau lebih metode analisis wacana tanpadimaksudkan untuk dipertanggungjawabkansecara metodologis. Cara melakukannya adalahdengan “feeling” diri sendiri saja, sehinggapenafsirannya bisa sangat subyektif berdasarkankehendak atau kemampuan pribadi si penafsir.

Sedangkan sebagai “metode penelitian”analisis wacana dilakukan dengan prinsip danmetode penelitian dan menuntutpertanggungjawaban ilmiah sebagaimanapenelitian ilmiah lainnya. Dalam analisis wacanalinguistik, pertanggungjawaban ilmiahnya

Page 5: Lebih Dekat dengan Analisis Wacana · metode analisis wacana. B. Teori dan Analisis Wacana Untuk memahami dan menerapkan analisis wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara teori

329Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

diseleraskan dengan metode penelitian yangberlaku pada kajian linguistik yang lebih humaniora.Sedangkan dalam analisis wacana sosial,pertanggungjawaban ilmiahnya diseleraskandengan metode penelitian yang berlaku pada ilmu-ilmu sosial (social sciences).

Untuk analisis wacana sintagmatis, alternatifmetode yang dapat diterapkan antara lain ada empatseperti tampak dalam Tabel 1.

Dari uraian tabel 1 di atas, tampak bahwa

terdapat kemiripan antara satu metode denganmetode lain dalam hal fokusnya pada analisissintagmatis suatu naskah. Cara penerapan keempatmetode analisis naskah sintagmatik ini padadasarnya sama; yaitu membaca/menafsirkan maknainstrinsik dan ekstrinstik kalimat demi kalimatsebuah naskah dengan memperhatikan hubunganantar bagian dalam kalimat, paragraf, bait, frase,baik yang bersifat menghubungkan (conjuntion),berlawanan (oppositional) dan seterusnya.

Tabel 1: Ragam Metode Analisis Naskah Sintagmatik No

Nama Metode

Dimensi Teoritis (Sebuah Abstraksi) Penggunaan sebagai Metode Analisis Wacana

1 MCD (Titscher, 2000:105-109)

Membership Categorization Device Analysis atau MCD saja adalah metode analisis wacana yang bertujuan untuk memahami kapan dan bagaimana para anggota suatu masyarakat membuat sebuah deskripsi supaya segera setelah itu diketahui mekanisme yang digunakan untuk memproduksi deskripsi tersebut secara pantas dan cocok.

Dimulai dengan satu dua kalimat yang secara gramatikal berhubungan (misalnya, kalimat majemuk) dalam sebuah teks; guna dianalisis struktur dan aturannya yang berlaku dalam kalimat tersebut, yang lazimnya mencakup aspek-aspek indeksial (fenomena yang dibicarakan), refleksifitas (fakta yang terkandung), dan demonstrasi (aturan yang dipakai).

2 CA (Titscher, 2000:109-114)

Conversation Analysis (CA) bertujuan menemukan prinsip dan prosedur yang dipergunakan partisipan dalam memproduksi struktur dan aturan dari suatu situasi komunikasi.

Menganalisis suatu percakapan antara dua orang atau lebih dengan memperhatikan cara mereka berinteraksi seperti sikap saling bergantian berbicara, situasi komunikasi yang terjadi, dsb.

3 FP (Titscher, 2000:171-184)

Functional Pragmatic (FP) membahas bentuk percakapan (speech action) dan prilaku percakapan (speech act) untuk menemukan tujuan (purpose) dari partisipan sebuah percakapan.

Memperhatikan prosedur dan pola (pattern) percakapan. Prosedur adalah unit terkecil dari tindakan percakapan seperti saya, di sini, sekarang; Pola adalah potensi yang mendukung pada tindakan percakapan, seperti setting tugas, pemenuhan tugas, penalaran yang efektif.

4 DTA ((Titscher, 2000:185-197)

Distinction Theory Approach (DTA) melihat bahwa komunikasi terdiri dari tiga unsure: informasi, ucapan/penyampaian (utterance), dan pemahaman. DTA menganalisis aspek-aspek utterance ini baik segi eksplisitnya maupun segi implisitnya.

Menganalisis aspek pembeda bagian luar (explicit distinction) dan aspek pembeda bagian dalam (implicit distinction) suatu naskah dengan menemukan konsep-konsep serta memberinya makna. Kemudian membadingkan aspek eksplisit dan implisit; menganalisisnya; dan menarik kesimpulan.

5 Objective Hermeneutika (Titscher, 2000:198-212)

Metode ini berusaha memahami makna sebagai sesuatu yang bersifat objektif berdasarkan struktur sosial (as an objective social structure) yang muncul secara interaktif. Makna adalah hasil interaksi mutual, walaupun para pelakunya tidak dapat mengaksesnya, sehingga diperlukan pihak luar untuk menelitinya.

Memperhatikan aspek-aspek konteks internal dan eksternal dari sebuah wacana, melakukan interpretasi ekstensif, interpretasi menyeluruh, dan mengajukan hipotesis individual tentang kepentingan ekonomi para aktor. Analisis dimulai dengan yang bersifat sekuensial, kemudian dilanjutkan dengan analisis rinci.

Page 6: Lebih Dekat dengan Analisis Wacana · metode analisis wacana. B. Teori dan Analisis Wacana Untuk memahami dan menerapkan analisis wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara teori

MEDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007330

Tabel 2 : Ragam Metode Analisis Naskah Paradigmatik Nama Metode Dimensi Teoritis (Sebuah Abstraksi) Penggunaan sebagai Metode Analisis Wacana 1 Semiotika

(Berger, 1982) Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda (sign), makna tanda, dan cara kerja tanda. M enurut semiotika strukturalis tanda dibagi kedalam tiga jenis: ikon, indeks, simbol. M enurut semiotika post strukturalis, sebuah naskah memiliki ”gagasan inti” atau ”benang merah”.

Secara strukturalis, menemukan tanda-tanda dalam suatu naskah dan menafsirkannya sesuai perspektif teori yang dipergunakan dalam penelitian yang sedang dilakukan. Secara post strukturalis menangkap ”benang merah” dari naskah.

2 Analisis M arxis (Berger, 1982)

Bersumber dari teori M arxis, analisis ini melihat realitas sosial sebagai yang penuh dengan pertentangan antara kelas serta pertarungan ideologis dan kekuasaan.

Menemukan tanda-tanda dalam suatu naskah dan menafsirkannya sebagai jalan untuk mengetahui siapa mengekspolitasi siapa serta ideologi apa yang ada di balik suartu naskah.

3 Psikoanalisis (Berger, 1982)

Aliran psikologi Freudian; berbicara tentang id, libido; ego, super-egonya dan sebagainya. Percaya bahwa semua hal yang dilakukan manusia mencerminkan alam bawah sadarnya.

Menemukan tanda-tanda dalam suatu naskah dan menafsirkannya guna menunjukkan bahwa tanda-tanda tersebut mencerminkan alam bawah sadar si pembuat atau si pemakai tanda.

4 Analisis Sosiologis (Berger, 1982)

Aliran struktur-fungsional melihat bahwa dalam bermasyarakat terdapat pembagian tugas dan fungsi. Setiap individu dalam struktur sebuah masyarakat memiliki status dan peran masing-masing

Menemukan tanda-tanda dalam suatu naskah dan menafsirkannya untuk mencari siapa yang diberi status dan peran apa serta bentuk relasi antar indivudu dalam naskah itu. .

5 Analisis Framing (Sobur, 2001; Erianto, 2002 Hamad, 2004; Van Dijk, 1988)

Teori framing berbicara tentang seleksi isu yang dimasukkan ke atau dikeluarkan dari wacana. M enurut framing, dalam wacana berlangsung proses pemilihan fakta mana yang mau diangkat, fakta mana yang mau disembunyikan, atau fakta mana dihilangkan sama sekali. Wacana menurut framing terdiri dari sejumlah komponen yang diisi dengan fakta-fakta pilihan itu.

Terdapat beberapa varian analisis framing. Cara menganalisis analisis wacana dengan framing adalalh memenuhi setiap komponen framing dengan fakta (bagian naskah) yang terdapat dalam suatu naskah. Komponen framing Gamson dan M odigliani: Metaphors ,

Exemplars, Catchphrases , Depictions , Visual images , Roots , Consequences , dan Appeals to principals .

Komponen framing Pan & Kosicki: S intaksis (skema berita); Skrip (kelengkapan berita); Tematik (deta il; koherensi; bentuk kalimat; kata ganti); Retoris (leksikon; grafis; metafora)

Komponen framing Van D ijk: Summary (Headline; lead); Story (situation and comments). Situation (episode and background); Comments (verbal reactions and conclussions). Episode (main events and consequences). Background (context and history). History (circumtances and previous events). Conclussion (expectations and evaluations)

Komponen framing Robert Entman: Problem Identification, Causal Interpretation , Moral Evaluation : dan Treatment Recommendation

Komponen framing Ibnu Hamad: Perlakuan atas peristiwa (Tema yang diangkat dan Penempatan berita), Sumber yang dikutip (Nama dan atribut sosial sumber), Cara Penyajian (Pilihan fakta yang dimuat dan Struktur penyajian), dan Simbol yang dipergunakan (Verbal : kata, istilah, frase; dan Nonverbal: foto, gambar)

6 Semiotika

Sosial (Halliday, 1993)

Semiotika sosial memandang bahwa sebuah naskah terdiri dari tiga komponen utama: medan wacana (cara pembuat wacana memperlakukan suatu peristiwa); pelibat wacana (sumber yang dikutip atau orang-orang yang dilibatkan beserta atribut sosial mereka dalam suatu wacana), dan sarana wacana (cara pembuat wacana menggunakan bahasa dalam manggambarkan peristiwa).

Mengamati suatu naskah untuk menemukan apa medan wacana yang ada di sana; siapa yang menjadi pelibat wacananya, dan bagaimana sarana wacananya. Kemudian menafsirkannya sesuai perspektif teori yang dipergunakan dalam penelitian yang sedang dilakukan.

7 Ethnographic of SPEAKING (Titscher, 2000:94-99)

Berasal dalam tradisi Antropologi yang melihat bahwa penggunaan symbol komunikasi dan cara komunikasi itu terikat dengan budaya. Pendekatan terhadap masalahnya menggabungkan teori antropologi dan linguistik untuk komunikasi. Tujuan: untuk melihat pola interaksi komunikasi antar partisipan sesuai konteks, tempat dan waktu. Untuk menggambarkan siapa di antara partisipan berperan apa.

Mengamati pola interaksi komunikasi yang terjadi di lapangan untuk melihat siapa di antara partisipan berperan apa. Menganalisis rekaman (lebih mudah bila dalam bentuk film) suatu interaksi komunikasi melalui komponen-komponen S (setting, scene), P (participants), E (ends, goal, purpose), A (act sequence), K (key, tone, manner), I (instrumentalities), norms (belief), Genre (textual categories)

8 Grounded Theory (Titscher, 2000:74-89)

Grounded Theory (GT) dalam analisis teks mencoba membangun konsep atau kategori berdasarkan data dari teks. Penggunaan GT untuk analisis teks mencoba mengkonseptualisasi asumsi-asumsi basis data.

Memperhatikan bagian demi bagian dari teks untuk menemukan sedikitnya sepuluh kategori konsep (coding families) antara lain c-families (causes, consequences...), process families (stages, phases, duration...), culture families (norms, values, sosially shared attitudes)....

9 SYM LOG (Titscher, 2000:136-143)

System for Multiple Observation of Group (Symlog) menganalisis tindakan komunikasi suatu kelompok dengan mengamati tiga level: perilaku verbal dan nonverbal, ide yang muncul selama komunikasi, dan nilai (pro kontra) saat berkomunikasi.

Menganalisis tujuh aspek dari wacana: waktu interaksi, nama aktor, nama alamat, bahasa simpel sebagai komentar atas prilaku/ide, nilai yang diekspresikan pelaku (pro-kontra), catatan atas orientasi prilaku dan ide aktor dalam ruang ketika berinterkasi dalam kelompok, dan alokasi dari salah satu ide tentang diri, orang lain, kelompok, situasi, masyarakat, dan fantasi

Page 7: Lebih Dekat dengan Analisis Wacana · metode analisis wacana. B. Teori dan Analisis Wacana Untuk memahami dan menerapkan analisis wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara teori

331Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

Analisisnya bersifat in situ dalam sebuah naskah.Tujuannya adalah menangkap ide besar yangdikandung naskah tersebut.

Adapun analisis wacana paradigmatis,terdapat sejumlah pilihan metode seperti tampakdalam Tabel 2.

Berbeda dari penerapan analisis naskahsintagmatik yang mengeksplisitikan maknainstrinsik sebuah naskah kalimat demi kalimat makapenerapan analisis metode-metode paradigmatikadalah dengan cara menemukan bukti-bukti dalamnaskah atau menunjukkan bagian-bagian darinaskah sebagai temuan data untuk menjawabpermasalahan penelitian. Untuk itu, peneliti mencaritanda (signs) yang relevan dengan pertanyaanpenelitian.

Adapun analisis wacana dalam bentuk analisiswacana kritis (critical discourse analysis/CDA)berarti peneliti menganalisis wacana pada levelnaskah beserta sejarah dan konteks wacanatersebut. Analisis wacana CDA memilikidua model, yaitu CDA model NormanFairclough yang melihat teks (naskah)memiliki konteks (Gambar 1) dan CDAdari Ruth Wodak yang menilai teks(naskah) mempunyai sejarah (Gambar2). Untuk diketahui, CDA memilikikarakteristik sebagai berikut (Wodak,1996:17-20 dalam Titscher, 2000:146-147):(1) CDA is concerned with Social

Problem(2) Power Relation have to do with Dis-

course(3) Society and Culture are dialecti-

cally related to discourse(4) Language use may be ideological(5) Discourse are historical and can

only be understood in relation oftheir context

(6) The connection between text and society isnot direct, but is manifest through some inter-mediary such as the socio-cognitive one ad-vanced in the socio-psychological model oftext comprehension

(7) Discourse analysis is interpretative and ex-

planatory(8) Discourse is a form of social behavior

Dalam bukunya, Critical D i s c o u rs eAnalisis : The Critical Study of Language (1997:98) membuat model CDA seperti tampak dalamGambar 1. Dari gambar ini tampak bahwa teksmemiliki konteks baik berdasarkan “process of pro-duction” atau “text production”-nya; “process ofinterpretation” atau “text consumption” maupunberdasarkan praktik sosio-kulturalnya.

Model ini sekaligus memberi implikasi bahwadalam memahami wacana (naskah/teks) kita takdapat melepaskan dari konteksnya. Untukmenemukan “realitas” di balik teks kita memerlukanpenelusuran atas konteks produksi teks, konsumsiteks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhipembuatan teks. Proses pengumpulan data yangmultilevel dalam CDA Fairlough ini, secarasederhana diperlihatkan dalam Tabel 3.

Tabel 3 memperlihatkan bahwa untukmemahami wacana, kita perlu mengumpulkan datapada level makro, meso, hingga mikro. Posisi metodepengumpulan data menunjukkan prioritas. Jikaurutan pertama tidak dapat dilakukan, maka urutanselanjutnya.

Gambar 1. CDA Norman Fairclough

Proses Produksi Deskripsi (Analisis Teks) Teks Interpretasi (Analisis Proses) Proses Interpretasi Praktik Wacana Ekplanasi (Analisis Sosial)

Praktik Sosio-kultural (situasional; institusional, dan kemasyarakatan)

Dimensi-Dimensi Discourse Dimensi-2 Analisis Discourse

Page 8: Lebih Dekat dengan Analisis Wacana · metode analisis wacana. B. Teori dan Analisis Wacana Untuk memahami dan menerapkan analisis wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara teori

MEDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007332

Untuk CDA dari Ruth Wodak (Titscher, 2000:155) menyajikan model seperti tampak dalamgambar CCC. Model ini melihat naskah memilikisejarah perjalanannya, sehingga ia dikenal denganDiscourse- Historical Method. Perjalanan tersebutbukan saja terjadi pada dimensi bahasa, melainkanjuga pada dimensi pemikiran si pembuat naskah.Keduanya dipengaruhi oleh dimensi psikologis sipembuat naskah yang berinteraksi dengan situasidan kondisi komunikasi.

Seperti halnya untuk model CDA Fairclough,agar kita dapat menangkap makna naskah dansejarah perjalanan yang mempengaruhinya, kitaperlu menggali data pada setiap dimensi

sebagaimana tampak dalam Tabel 4. Posisi metodepengumpulan data menunjukkan prioritas. Jikaurutan pertama tidak dapat dilakukan, maka urutanselanjutnya.

Sebagai perbandingan, dunia analisis naskahjuga mengenal dua metode yang lebih kuantitatif,yaitu analisis isi (content analysis) dan analisisbibiliometrika (bibliometric survey). Untuk uraiansingkat, lihat Tabel 5. Sebagai metode yangserumpun dengan analisis wacana, kedua analisis

isi dan bibliometrika mencoba mengetahuikandungan isi naskah dengan pendekatankuantitatif, termasuk menggunakan perhitunganmatematik dan statistik

Tabel 3 : Proses Pengumpulan Data dalam CDA Fairclough

No. Level Masalah

Level Analisis

Metode Pengumpulan Data

1 Praktik sosiokultural

Makro - Depth interview dengan pembuat naskah dan ahli paham dengan tema penelitian - Secondary data yang relevan dengan tema penelitian - Penelusuran literatur yang relevan dengan tema penelitian

2 Praktik Wacana

Meso - Pengamatan terlibat pada produksi naskah, atau - Depth interview dengan pembuat naskah, atau - “Secondary Data” tentang pembuatan naskah

3 Text Mikro - Satu/lebih metode Analisis Naskah (sintagmatis atau paradigmatis)

Gambar 2. Model CDA Ruth Wodak SCHEMA:

COGNITIVE DIMENSION

PLAN FRAME SCHEMA SCRIPT

SOCIO-PSYCHOLOGICAL DIMENSION

Communicative, functions, Speech,

Situation, theme

Affectivity, gender, level of speaker,

conflict type

Time, place, specific sepeaker

LINGUISTIC DEMENSION

TEXT-THEMATIC MACRO-

STRUCTOR

TEXT SORT

TEXT TYPE

REALIZED TEXT

Page 9: Lebih Dekat dengan Analisis Wacana · metode analisis wacana. B. Teori dan Analisis Wacana Untuk memahami dan menerapkan analisis wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara teori

333Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

D. Teknik Melakukan Analisis WacanaSekarang, bagaimana melakukan

(mempraktikkan) analisis wacana? Jawabannyakembali ke tipe analisis wacana. Jika jenisnyaanalisis wacana linguistik dengan pendekatansintagmatis, maka bacalah naskah, kemudianpilihlah metode analisis naskah berjenis sintagmatis(lihat kembali tabel 1). Kalau jenisnya analisiswacana linguistik dengan pendekatanparadigmatis, maka bacalah naskah dengan metodeanalisis naskah berjenis paradigmatis (lihat kembalitabel 2). Untuk penerapan kedua jenis metode inilihat contoh aplikasi metode Fungsional Pragmatisdan metode Semiotika Barthes pada bagian E.

Jika kita bermaksud memakai analisis wacanakritis (critical discourse analysis/CDA) makabukan hanya pada level naskah yang dianalisis

(entah dengan metode analisis sintagmatis atauparadigmatis) melainkan kita mesti menelusurikonteks atau sejarah lahirnya puisi tersebut. Untukpembahasan ini akan diuraikan berbarengandengan analisis wacana sosial. Hanya saja jikabentuknya analisis wacana linguistik, makapelaksanaan CDA-nya tidak memakai suatuparadigma penelitian dan penghampiran teori sosial(lihat juga gambar 3).

Sedangkan jika kita akan melakukan metodeanalisis wacana sosial, baik dengan metode jenissintagmatik, paradigmatik, maupun dengan CDA,maka pelaksanaannya kurang lebih dapatdivisualisasikan dalam gambar 3. Untukpendekatan teori, analisis wacana sosial lazimnyamemakai dua jenis teori: teori substantif dan teoriwacana. Teori substantif di sini adalah teori tertentuyang sesuai dengan tema penelitian, misalnya teori

Tabel 4. Teknik Pengumpulan Data pada CDA Wodak

Level Bentuk Metode

Cognitive Dimension

Plan of Text Gagasan pembuatan Teks

- Wawancara mendalam dengan pembuat teks - Riwayat hidup pembuat teks

Socio- Psycological Dimension

Pengaruh sosial dan psikologis terhadap Teks

Proses pembuatan Teks

- Pengamatan Terlibat proses pembuatan teks - Wawancara mendalam tentang pembuatan teks - Secondary data tentang pembuatan teks

Linguistic Dimension

Realized Text Teks yang terwujud

- Satu/gabungan metode analisis naskah (sintagmatis atau paradigmatis)

Tabel 5. Dua Metode Analisis Naskah Kuantitatif No Nama Metode Dimensi Teoretis (Sebuah abstraksi) Penggunaan sebagai Metode Analisis Isi 1 Analisis isi

(Titscher, 2000:55-73)

Content analysis atau analisis isi adalah usaha peneliti menemukan isi teks secara obyektif, sistematis, dan kuantitatif tentang kategori-kategori yang menjadi pertanyaan penelitian.

Peneliti membuat kategori-kategori sesuai pertanyaan penelitian kemudian menghitung jumlah dan membuat prosentasi setiap kategori tersebut guna menarik kesimpulan dari hasil perhitungan itu. Dilakukan pula perhitungan realibitas dan objektivitas penelitian melalui rumusan statistik yang tersedia.

1 Bibliometrik (Titscher, 2000:105-109)

Bibliometrika adalah analisis isi yang bertujuan mengukur seberapa besar kecenderungan dipakaianya konsep, teori, metode, serta pendapat tokoh dalam sebuah atau lebih bidang kajian.

Menghitung jumlah kutipan (cititation) tentang konsep, teori, metode, tokoh yang dipergunakan dalam sebuah bidang kajian yang sejenis. Dalam konteks ini dasar perhitungan yang dikenal dengan Social Science Cititation Index (SSCI) dengan metode perhitungan tertentu seperti rumus Lotka yx = C/x2 .

Page 10: Lebih Dekat dengan Analisis Wacana · metode analisis wacana. B. Teori dan Analisis Wacana Untuk memahami dan menerapkan analisis wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara teori

MEDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007334

gender, teori ekonomi-politik, teori ideologi, teorikekuasaan, dan sebagainya. Teori subtanstifdiperlukan untuk menjelaskan permasalahanpenelitian analisis wacana dari perpektif teori yangbersangkutan.

Adapun teori wacana diperlukan untukmembantu menganalisis naskah yang menjadiobjek kajian analisis wacana. Teori wacana manayang dipakai tergantung pada metode analisisnaskah yang dipakai. Jika pada analisis naskahdipakai metode semiotika, maka dipakailah teorisemiotika; bila digunakan framing sebagai metodeanalisis naskah, maka kita gunakan teori framingsebagai teori wacana. Pun demikian, jika kitamenerapkan CDA hendaknya kita paparkan teoriCDA dalam pendekatan teori wacana.

Sebagai bagian dari penelitian kualitatif,analisis wacana sosial mengenal lima paradigmapenelitian: positivis, pospositivis, konstruktif,kritis, dan partisipatoris, di mana masing-masingparadigma memiliki karakteristik dan tuntutan yangberbeda-beda dalam proses pengumpulan dan jenisdata yang mesti dikumpulkan. Sebagai gambaransederhana, perbedaan keempat paradigma tersebuttampak dalam tabel 5.

Khusus untuk analisis wacana sosial, jikaAnda sudah memilih jenis naskah, paradigmapenelitian dan pendekatan teori, selanjutnya adalahmenentukan sikap apakah kegiatan analisis wacanaAnda hanya akan sampai pada level naskahataukah akan menggunakan pendekatan CDA.

Kalau hanya akan sampai padalevel naskah, berarti Andacukup menganalisis satu/serangkaian naskah sajadengan memakai satu/lebihmetode analisis wacana(sintagmatis atauparadigmatis); jangan lupakaitkan dengan paradigma danpendekatan teori yangdipergunakan. Jika hendakmenggunakan CDA,penuhilah setiap tahapananalisis (level naskah, levelproduksi naskah, dan level

konteks naskah) sebagaimana dituntut olehanalisis wacana dengan CDA.

Secara lebih rinci, langkah-langkah melakukananalisis wacana sosial dapat dijelaskan urutannyasebagai berikut:(1) Pilih satu atau serangkaian naskah yang akan

dianalisis; misalnya berita tentang “HilangnyaPupuk Menjelang Musim Tanam” (lihat bagianE).

(2) Gunakanlah teori substantif yang dianggaprelevan dengan permasalahan penelitian dantujuan penelitian. Dalam kasus hilangnyapupuk tersebut kita akan gunakan teorihegemoni.

(3) Pakailah teori wacana yang sejalan denganmetode analisis wacana yang digunakan;misalnya pada level metode akan digunakansemiotika sosial, maka pada level teoriwacananya adalah teori semiotika dansemiotika sosial sebagaimana akan kitaterapkan dalam kasus hilangnya pupuk.

(4) Pilih paradigma penelitian yang akandigunakan. Perhatikan teori substantif yangdigunakan. Jika teori itu merupakan bagianteori kritis, maka pakailah paradigma kritis.Karena teori hegemoni bersumber pada alirankritis, maka paradigma penelitian yang dipakaisebaiknya paradigma kritikal.

(5) Tetapkan tipe analisis wacana apa yang akandigunakan: apakah pada level naskah sajaataukah hendak memakai CDA (gaya

Gambar 3. Proses Analisis Wacana sebagai Metode Penelitian Sosial

Naskah - Text - Talks - Act - Artifact

Pendekatan Teori

Paradigma Penelitian

Hasil : makna, citra, motif,

ideologi.

Pilihan Metode Analisis

Wacana (Analisis Naskah atau

Critical Discourse Analysis)

Page 11: Lebih Dekat dengan Analisis Wacana · metode analisis wacana. B. Teori dan Analisis Wacana Untuk memahami dan menerapkan analisis wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara teori

335Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

Tabel 6. Penggunaan Paradigma Penelitian dalam Analisis Wacana Klasik (positivis dan

post positivis) Kritis Konstruktivis Participatory

Kiteria kualitas penelitian

Conventional benchmarks of “rigor”: internal and external validity, reliability and objectivity

Historical situatedness, erosion of ignorance and misapprehensions; action stimulus

Trustworthiness and authenticity

Congruence of experiential, presentational, prepositional, and practical knowing; lead to action to transform the world in the service of human flourishing.

Hubungan peneliti dengan naskah

P N H; Peneliti (P) melihat naskah (N) dengan H sebagai hasil penelitian dari sudut pandang P.

P N Teori Kritis H; Peneliti (P) melihat N via teori kritis dengan H sebagai hasil penelitian dari sudut pandang si pembuat naskah.

P N Empatif H; Peneliti (P) melihat N dari perspektif si pembuat naskah dengan hasil H dari sudut pandang si pembuat naskah.

P N Interaktif H; Peneliti (P) melihat N dari perspektif bersama si pembuat naskah dan P dengan hasil H dari sudut pandang bersama si pembuat naskah dan P.

Jenis data yang dihimpun.

Bersifat objectif. Data adalah hasil analisis si peneliti terhadap naskah dengan memakai satu/lebih metode analisis wacana.

Realitas di balik naskah. Temuan pada level naskah menjadi penghantar guna menemukan sesuatu di balik naskah berupa kekuasaan, ideologi, dan sejenisnya.

Bersifat subjectivist. Temuan pada level naskah menjadi penghantar dalam menemukan sesutau yang menjadi perasaan/keinginan si pembuat naskah

Subjective-objective reality; Peneliti dan si pembuat naskah menemukan realitas bersama dalam rangka guna melakukan perubahan sosial.

Teknik Pengumpulan Data

- Menganalisis bagian demi bagian naskah dengan satu/ lebih metode analisis wacana.

- Menganalisis naskah dengan satu/ lebih metode analisis wacana.

- Menelusuri (:wawancara mendalam) proses kelahiran naskah kepada si pembuat naskah dari kacamata teori kritis.

- Menggali konteks/sejarah (:data skunder) produksi naskah secara kritikal.

- Menganalisis naskah dengan satu/ lebih metode analisis wacana.

- Menelusuri (:wawancara mendalam) proses kelahiran naskah kepada si pembuat naskah.

- Menggali konteks/sejarah (:data skunder) produksi naskah.

- Menganalisis naskah dengan satu/lebih metode analisis wacana.

- Menelusuri (:wawancara mendalam) proses kelahiran naskah kepada si pembuat naskah dengan agenda perubahan sosial

- Menggali konteks/sejarah (:data skunder) produksi naskah yang relevan untuk perubahan sosial.

Cara Melaporkan Data yang

- Menggunakan bahasa formal dan standar

- Menggunakan teknik “menceritakan kembali film yang kita tonton”.

- Menggunakan bahasa informal dan advokatif

- Menggunakan teknik “menggugah kesadaran pembaca dari apa yang dirasakan si pembuat wacana”.

- Menggunakan bahasa informal dan indegenous.

- Menggunakan teknik “penyambung lidah si pembuat wacana”.

- Menggunakan bahasa aksi;

- Menggunakan teknik ”konsultan” yang menunjukkan tindakan praktis apa yang mesti dilakukan oleh si pembuatan wacana.

Page 12: Lebih Dekat dengan Analisis Wacana · metode analisis wacana. B. Teori dan Analisis Wacana Untuk memahami dan menerapkan analisis wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara teori

MEDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007336

Fairclough atau Wodak). Pada contoh dibagian E hanya pada level naskah saja dengansalah satu metode analisis wacanaparadigmatik (:semiotika sosial).

(6) Jika semuanya telah ditetapkan dan dipandangsudah cocok (saling menguatkan, tidakbertentangan satu sama lain), bacalah naskahdengan metode analisis wacana (dalam contohkasus dengan semiotika sosial) dan berikanarti atau maknanya.

(7) Tafsirkan hasil analisis tersebut dengan teorihegemoni dengan cara berpikir paradigmakritikal, kemudian tarik kesimpulan sertaimplikasi hasil analisis wacana tersebut.

Sebagai alat bantu melakukan analisis menurutpendekatan linguistik ataupun sosial, ada baiknyabeberapa hal berikut dipahami agar dalampelaksanaannya lebih mudah dan hasilnya lebihmendalam.(a) Sebelum melakukan analisis wacana, sebaiknya

dipahami secara saksama proses terjadinyasuatu wacana (lihat kembali gambar 3 atau IbnuHamad, Communication as Discourse, Media-tor edisi......)

(b) Sebelum atau ketika melakukan analisiswacana, sebaiknya dibantu dengan teorilinguistik dan teori makna, antara lain:

(1) Teori bahasa. Pemahaman teori bahasa yangbaik niscaya akan sangat membantu mengingatbasis dari teori dan analisis wacana adalahbahasa. Di antara teori bahasa yang sebaiknyadikuasi adalah yang berkaitan denganpenciptaan Discourse. Dalam kaitan ini, layakdikemukakan pandangan Giles dan Wiemanntentang hubungan bahasa dengan penciptaan

realitas (Discourse) seperti tampak dalamgambar 4. Ternyata bahasa bukan cumamampu mencerminkan realitas, tetapi dapatmenciptakan realitas.

(2) Teori Segi Tiga Makna (Tri-angle MeaningTheory) antara lain tampak dalam Gambar 5dan Gambar 6. Penguasaan teori makna sangatpenting untuk membantu menafsirkan tanda(bahasa) dalam naskah

(3) Lay-out argument dari Stephen Toulmin(dalam Foss, et.al 1985: 88) sepertidivisualisaikan dalam gambar 7. MenurutToulmin penggunaan symbol (warrant) itumemiliki latar belakang (ground) gunamencapai suatu tujuan (claim). Pemikiran inisangat relevan dengan pembahasan kita diawal mengenai Discourse (dengan D besar)sebagai objek kajian analisis wacanaparadigmatik. Teori ini sangat berguna dalammenafsirkan mengenai “adanya kepentingan”di balik naskah.

(4) Formula Larutan (Lambang-Rujukan-Tujuan). Dalam pandangan ini penggunaanlambang memiliki rujukan guna mencapai suatutujuan (Gambar 8) . Seperti halnya dengan

Gambar 4 : Hubungan antara Bahasa, Realitas, dan Budaya

Language

Reality creates creates creates reality

creates

Gambar 5 : Elemen Makna Peirce

Sign

Object Interpretan

Gambar 6 : Semantic Triangle Richard

Reference or Thought

Symbolizes refers to Symbol Referent

Page 13: Lebih Dekat dengan Analisis Wacana · metode analisis wacana. B. Teori dan Analisis Wacana Untuk memahami dan menerapkan analisis wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara teori

337Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

logika Toulmin, teori ini niscaya bermanfaatuntuk mengetahui “adanya kepentingan” dibalik naskah.

(5) Analisis Pentad. Kurang lebih sama denganyang lain, pemikiran Kenneth Burke sepertitampak dalam gambar 9 (dalam Foss, et.al 1985:168-171), melihat bahwa penggunaan suatusimbol (act) memiliki latar belakang (scene),pelaksana (agent) dan media atau alat(agency) dalam rangka mencapai suatu tujuantertentu (purpose).

Sudah barang tentu, masih banyak teori-teorimakna dan hermeneutika yang sangat pentingdipelajari untuk memperkaya, memperlua,memperdalam, dan mempertajam analisis wacana.Kegiatan melakukan penelitian analisis wacanasesering mungkin niscaya akan menambahkepercayaan diri dengan hasil analisis wacanawalaupun jangan lekas puas dengan satu kaliinterpretasi.

E. Contoh Penerapan Analisis WacanaDari uraian pada bagian D ada dua hal yang

belum tuntas, (1) kapankah kita menentukananalisis wacana, apakah hanya pada level naskahatau harus sampai CDA? (2) Bagaimana kitamenetapkan sintagmatis, paradigmatis, atau CDA;jenis mana dari ketiga kelompok tersebut yang akandipakai? Apakah alasan kita menggunakan satumetode analisis wacana dan mengapa tidak yanglainnya?

Seperti halnya kegiatan penelitian lainnya,pemakaian metode analisis wacana, pertama-tama, sangat tergantung pada permasalahan dantujuan. Jika hanya secara ekstrinsik bermaksudmenganalisis pada level naskah, pakailah salah satuatau gabungan metode analisis naskah saja. Kalaubermaksud mengetahui isi naskah beserta konteksatau historisnya, gunakanlah CDA. Tetapi kalausecara intrinsik bertujuan menemukan “muatankhusus” dari wacana, maka pilihlah metode yangtepat menemukan muatan yang spesifik tersebut.Jadi, perhatikanlah ciri khas setiap metode, karenamasing-masing memiliki keunikan, kelebihan dankekurangan. Dalam konteks analisis wacana sosial,tentang muatan yang spesifik ini lazimnya berkaitandengan pilihan paradigma penelitian. Sepertitampak dalam Tabel 6, setiap paradigma memilikiperhatian pada jenis data yang dihimpun yangberbeda-beda.

Kedua, tergantung pada jenis wacana yangakan dianalisis. Kalau secara kasat mata naskahtersebut banyak mengandung gambar dan simbol-simbol, lebih mudah dianalisis dengan semiotika.Jika naskah berupa paparan yang seperti beritaatau artikel, mungkin analisis framing lebih tepat.Andai berupa puisi, lebih gampang dengan salah

Penampang 7 : Lay-out Argument (Logika Toulmin)

Warrant

Ground Claim

Penampang 8 : Relasi Lambang, Rujukan, Tujuan (Formula Larutan)

Lambang

Rujukan Tujuan

Gambar 9 : Pentad Analysis

Act Scene Purpose

Agent

Agency

Page 14: Lebih Dekat dengan Analisis Wacana · metode analisis wacana. B. Teori dan Analisis Wacana Untuk memahami dan menerapkan analisis wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara teori

MEDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007338

satu metode analisis sintagmatik. Tapi, setelahpengamatan yang lebih mendalam mengandungisu-isu khusus, misalnya mengenai konflik antaragama, persamaan antara laki-laki dan perempuan,hegemoni kebudayaan, ketidakadilan, dansejenisnya, maka pilihlah metode yang dianggappaling untuk membongkar isu-isu spesifik tersebutmengingat masing-masing metode mempunyaikekurangan di samping kelebihan.

Ketiga, pada sikap si peneliti dalammenganalisis naskah. Kalau analisisnya hanyaditujukan semata-mata untuk kritik naskah;mungkin cukup dilakukan secara sintagmatik,paradigmatik, ataupun CDA. Namun jika penelitiingin menunjukkan “fakta lain” di balik naskah,maka ia harus memilih salah satu paradigmapenelitian ketika menggunakan salah satu metodeanalisis naskah, kecuali paradigma klasik karenaparadigma ini cenderung hanya bertujuanmenemukan fakta yang ada di dalam naskah itusaja. Sementara, kalau memilih paradigmakonstruktivis, kritikal, dan partisipatoris penelitibertujuan menemukan “fakta lain” di balik naskahentah itu kepentingan ekonomi, ideologis, politis,dan sebagainya. Dari segi kompleksitas penelitian,tentu saja metode CDA lebih rumit dibandingkananalisis sintagmatik dan paradigmatik; dan itukembali ke sikap idealisme vs pragmatisme sipeneliti.

Untuk contoh penggunaan metode, berikutini dipaparkan pertama-tama pemakaian analisissintagmatis dengan Functional Pragmatic atassebuah sebuah puisi. Penerapannya hanyaberusaha menemukan fakta yang ada dalam naskahsaja. Seperti akan tampak dalam hasil analisis,penggunaan metode dengan cara ini lebih bersifatmenafsirkan (kritik) naskah.

JasitaOleh: Ibnu Hamad

Namaku Jasita/aku datang dari desa/bermodalkan harapan dan tenaga/’tuk kuliah sambil kerja/kuli sambil kuliah bisa juga.

Kerlap-kerlip lampu neon ibu kota/

menghias taman dan jalan raya//Mencuri perhatian para warganya/’hingga melupakan indahnya purnama/walau menggantung tepat di atas kepala.

Materi dan penampilan fisik menjadi andalan/yang miskin dan sederhana dipandangsebelah mata//Orang ditanya untuk diukur kadar derajatnya/sambil berharap ada yang dapat dimanfaatkandarinya/peduli apa dengan moral, hukum dan agama.

Kalau keadaan sepert ini tiada hentinya/Bulat tekadku kembali ke desa//Biarlah aku hanya seekor kunang-kunang di sana/’tapi aku bangga karena dianggap ada/ kendati hanya di waktu malam hari belaka.

Dalam puisi itu terkandung sebuah narasitentang seorang tokoh bernama Jasita. Dari metodeFP, puisi ini memiliki prosedur “aku”, yaitu Jasitadengan unsur waktu kekinian sambil melakukanflash-back. Sementara, unsur pola (pattern) ataupotensi yang dihadirkan dalam narasi ini adalahperjuangan, keprihatinan, kepedulian, dan tekadseorang Jasita. Puisi ini memiliki pola (pattern)konsisten tentang prilaku Jasita. Dalam baitpertama, Jasita menunjukkan diri siapa dirinya.Kalau ditebak, umurnya kira-kira 18 tahun atauremaja tanggung keluaran SMU karena ke Jakartaia mau kuliah. Jasita, seperti namanya, bukanlahremaja gedongan. Tapi seorang sahaja yangbertekad baja; berani kuliah dengan biaya sendiridengan menjadi kuli.

Dalam bait kedua, Jasita menceritakan tentangmegahnya kota Jakarta secara fisik. Lampu-lampunya bagus menerangi taman dan jalan raya,sehingga menjadi kebanggaan para warganya. Ialalu teringat pada suasana kampung halamannyadi saat bulan purnama. Kampungnya menjaditerang bermandikan cahaya di mana para orangtua dan anak-anak bersuka cita; sementara, diJakarta, purnama indah tak pernah ditunggu-tunggu lagi. Benderang neon membuat mereka takpeduli kapan purnama datang atau pergi.

Sepertinya Jasita menangkap gelagat yang takbaik hidup di Jakarta. Itu tercermin dalam ungkapan

Page 15: Lebih Dekat dengan Analisis Wacana · metode analisis wacana. B. Teori dan Analisis Wacana Untuk memahami dan menerapkan analisis wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara teori

339Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

/Orang ditanya untuk diukur kadar derajatnya/di bait ketiga. Begitu materialistik hidup di ibu kota,sehingga hukum dan moral bahkan agama takdipedulikan lagi. Teman makan teman adalah halyang biasa, seperti dinyatakan dalam kalimat /sambil berharap ada yang dapat dimanfaatkandarinya/.

Merasa tak cocok hidup dalam situasimaterialistik seperti itu, Jasita bertekad kembali kedesanya. Ia muak dengan cara hidup orang kota;demi mengejar ambisi pribadi tega mengelabuiteman sendiri. Untuk itu, Jasita berkata /Biarlahaku hanya seekor kunang-kunang di sana/. Iamerindukan suasana saling menghargai karenakegunaannya, seperti kunang-kunang membericahaya pada lingkungan sekitar yang gelap gulitawalau hanya seluas satu centi meter persegi saja.

Dari hubungan antarparagraf (bait), secarakeseluruhan puisi ini tampak menyajikan kisahperjalanan seorang pemuda lugu dan tetap lugusekalipun sudah disentuh kehidupan kota Jakartayang bising dan glamour. Kita menangkapkejernihan mata hati Jasita dalam melihatlingkungan sosialnya, baik di desanya maupun diJakarta. Ia membandingkan keduanya,menganalisisnya, mensintesiskannya, kemudianmengambil keputusan berdasarkan pilihansosialnya. Jasita, si sederhana yang cerdas dankritis serta matang emosinya. Dari situ pula kitadapat menarik kesimpulan bahwa puisi ini jikadibaca dengan FP mengandung pesankemunusiaan yang mulai terkikis di kota metropoli-tan.

Seandainya kita gunakan analisis wacanaparadigmatis atas puisi tersebut, dalam hal ini kitapakai metode semiotika posstrukturalis (lihatkembali tabel 2), maka caranya adalah denganmembaca sejumlah tanda (sign) terutama dalambentuk simbol dan indeks yang terdapat dalam puisiitu. Hal ini dilakukan untuk menemukan “mitos”(istilah yang digunakan Roland Barthes (1993),tokoh semiotika posstrukturalis, untuk menunjukpada benang merah isi naskah) yang terkadungdalam puisi tersebut. Boleh saja cara melakukannyaadalah membaca bait demi bait. Dalam bait pertama,kita menangkap tanda dalam bentuk indeksial

bahwa Jasita adalah pemuda lugu lagi miskinnamun punya cita-cita tinggi dan kemauan kerasuntuk mengubah nasibnya bermodalkan harapandan tenaga/.

Dalam bait kedua, kita mendapatkan tandadalam simbol-simbol tentang gemerlapnya fisikkota Jakarta, yang diwakili dengan kalimat, Kerlap-kerlip lampu neon ibu kota/ menghias taman danjalan raya/. Sekaigus menghadirkan simboltentang rendahnya rasa sosial warga kota dalambait ketiga terutama melalui kalimat Orang ditanyauntuk diukur kadar derajatnya.

Dalam bait keempat, kita bisa menangkap“mitos” romantisme Jasita akan suasana kehidupandesa yang saling menghargai, melalui kalimat,Biarlah aku hanya seekor kunang-kunang disana/’tapi aku bangga karena dianggap ada.Dus, secara keseluruhan mitos yang ada dalampuisi ini adalah hadirnya sosok yang lugu danbening analisisnya dalam merespon perkembangansosial di kota dan di desa dimana sang tokoh iniadalah aktornya. Puisi ini adalah balada anak desayang tak hendak tergilas oleh meriahnya kehidupanmetropolitan.

Sebutlah, kita ingin melakukan analisis CDAWodak dengan paradigma konstruktivis terhadappuisi tersebut; mungkin menarik jika kitamenerapkan psikoanalisis pada level naskah;wawancara mendalam dengan pengarang puisitentang riwayat lahirnya karya tersebut dan latarbelakang kehidupan sang pengarang. Juga kitakumpulkan data sekunder (studi literatur) tentangperjalanan hidup si pengarang. Kemudian kita tarikkesimpulan.

Dalam contoh berikut ini, akan dipaparkanhasil penerapan analisis naskah paradigmatikdengan semiotika sosial dan berparadigma kiritikalserta teori hegemoni atas pemberitaan tentanghilangnya pupuk di pasaran. Mengacu kepadaproses analisis wacana sebagai metode penelitiansosial (lihat lagi Gambar 3), dalam riset ini penelitimenggunakan teori semiotika sosial sebagai teoriwacana, teori hegemoni sebagai teori substantif,paradigma kritikal sebagai paradigma penelitian,serta semiotika sosial sebagai metode analisiswacananya.

Page 16: Lebih Dekat dengan Analisis Wacana · metode analisis wacana. B. Teori dan Analisis Wacana Untuk memahami dan menerapkan analisis wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara teori

MEDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007340

Pupuk Langka, Petani BerteriakJakarta (Suara Kebenaran, Selasa, 18-8-2006).

Sudah dua bulan terakhir, petani Desa Unggul Harjotak dapat membeli pupuk. Bukan karena mahalharganya. Berapa saja pun harganya, sebetulnyapara petani di sana bersedia membelinya. “Tapiapa yang mau kami beli, karena pupuknya memanglenyap dari pasaran?” ujar Suwita, petani di DusunPitu Desa Unggul Harjo.

Ia menambahkan, kelangkaan pupuk dikampungnya terkesan pelan-pelan. “Dari hargabiasa, berangsung-angsur naik, kemudian harganyaselangit, kemudian pupuk pun hilang”.Petani lain di Dusun Limo, Sasmita menyatakanhal sama. Pupuk mulai hilang setelah mengalamikenaikan secara perlahan-lahan. “Terasanya mulaibulan Juni mas!” imbuhnya.

“Kalau begini terus kami akan gagal panen”ujar Koswara petani pemilik lahan saat ditemuiketika ada pertemuan dengan para petani di DusunWetan Telu. “Sama saja dengan membunuhkehidupan masyarakat di desa sini” tambahSantoso, tokoh masyarakat Wetan Telu.

Desa Unggul Harjo memang dikenal sebagaikawasan pertanian, terutama terkenal denganproduksi beras “Ratu Legit”-nya yang menembusekspor hingga ke Jepang. Hampir semua petani didesa ini mengandalkan hidupnya dari pertanian.Sehingga wajar mereka bereaksi keras setiap terjadikelangkaan pupuk.

Ketua LSM Paguyuban Petani Desa UnggulHarjo, Darmaji, mensinyalir bahwa kelangkaanpupuk adalah hasil konspirasi antara pedagang danpabrik pupuk. “Kami menduga ada permainan.Kadang-kadang pupuk ada, kadang menghilangsecepat kilat!”.

“Kenapa sih kalau setiap masuk musim tanampupuk di Unggul Harjo selalu menghilang?Sepertinya ada yang tak suka ke desa kami.Sepertinya ada pihak-pihak tertentu ada yangbermaksud merusak kemakmuran desa kami?”analisis Darmaji. Ia mengaku telah melaporkan halini kepada pihak terkait termasuk polisi.

Sementara itu, staf dari Dinas Pertaniansetempat, Darminto, menyatakan bahwa tak benarpupuk hilang dari pasaran. Persediaan pupukbanyak, katanya. Ketika ditanya mengapa petanisukar mendapatkannya, ia menyatakan tak tahumenahu. “Kami tidak mengurusi distribusi pupuk,tugas kami hanya melakukan penyuluhanpertanian” ujarnya.

Hasil pengamatan di lapangan tampak, kios-kios pupuk di sembilan dusun di Unggul Harjotetap buka tetapi tak menjual pupuk. Yang banyakadalah pestisida. “Apa yang dijual kalau barangnyatak ada?” hampir seragam jawaban ini diberikanoleh para penjaga kios.

Seorang petani yang tak mau disebut namanya,membisiki “Suara Kebenaran” bahwa kios-kios itudimiliki seorang juragan yang tinggal di luar desanya.Mereka tetap buka agar tidak dicurigai. Konon,bos itu punya dukungan kuat dari orang Kabupaten.

Kapolsek Kecamatan Batu, Kapten PolisiIkhwan menyatakan akan menindak semua pihakyang membuat kelangkaan pupuk di wilayahnya.“Kami coba koordinasikan dengan pihak terkait”tukasnya. “Ini mengancam ketertiban dankeamanan” tambahnya. (#)

Hasil analisis dengan semiotika sosialterhadap naskah berita tersebut, kurang lebihsebagai berikut:

A sp ek S em iotik a S osia l B u kti/R u ju kan dalam T eks M akn a

1. M edan W acana

D esa U nggul H arjo langganan kelangkaan pupuk. Setiap m usim tanam pupuk hilang d i desa ini.

K e langkaan pupuk seperti ada unsur kesengajaan

2 . Pelibat W acana dan K utipannya

Su w ita, Sasm ita, K osw ara , p etani U nggul H a rjo , ke lan gk aan pupu k itu d isenga ja. D a rm aji, K etua LS M P aguyuban P etani D esa U n ggul H arjo , “K am i m en duga ad a perm a inan ”. Santoso , tokoh m asya rak a t W etan T elu . “Sam a sa ja d engan m em bun uh kehidup an m asya rak a t d i d esa s in i” D a rm into , s ta f D inas P ertan ian setem pat, pupuk ada . Fulan , sum ber yan g tak m au sebu t nam a , “seoran g juragan terlib at da lam kelan gkaan pupuk di d esan ya” K apten P olis i Ik hw an , K apo lsek K ecam a tan B atu , “In i m en gancam ketertib an dan keam an an”

K e langkaan pupuk itu sepertinya d isengaja , ada p ihak-pihak tertentu yang berm ain d i dalam nya . Sebetu lnya pupuk ada tapi tak d ijual d i U nggul H arjo . S ehingga m engancam pada keam anan d i desa in i.

3 . Sarana W acana

Pupuk m enghilang secepa t k ilat. A da perm ainan. A da konsp irasi. S am a saja den gan m em bun uh k ehidupan m asya raka t d i desa s in i. H am pir se luruh p enduduk b ertani. “R a tu Legit” be ras anda lan . M en gancam k etertiban dan keam anan .

K e langkaan pupuk m elibatkan p ihak tertentu dan berm aksud m engganggu D esa U nggul H a rjo .

In terpretasi K elangkaan pupuk di U nggul H arjo ada unsur kesengajaan dan m elibatkan orang -orang tertentu d i luar desa, m engingat desa in i sebagai pen ghasil padi yang terk ena l, sehingga d iperlukan tindakan tegas.

Page 17: Lebih Dekat dengan Analisis Wacana · metode analisis wacana. B. Teori dan Analisis Wacana Untuk memahami dan menerapkan analisis wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara teori

341Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

Dari perspektif teori hegemoni serta paradigmakritikal, hasil analisis ini menunjukkan bahwa“Suara Kebenaran” percaya adanyapersekongkolan (hegemoni) dari pihak-pihaktertentu atas hilangnya pupuk dari pasaran. SuaraKebenaran juga sekaligus memperlihatkan sikappemihakannya pada petani. Dengan mengutippetani lapangan sebagai narasumber danpengamatan lapangan yang dilakukanwartawannya di sembilan dusun Unggul Harjomenujukkan bahwa Suara Kebenaran memilikikomitmen pada nasib petani. Demikian pula darisegi penggunaan bahasa yang menggambarkanterancamnya nasib para petani memperlihatkansikap pemihakan Suara Kebenaran kepada parapetani. Begitulah, secara kritikal hasil analisis padalevel naskah menjadi petunjuk untuk menemukanada kekuatan (power) yang dimiliki media sebagaialat perjuangan melawan kelas penindas. Alhasil,hasil analisis ini menyadarkan kita tentang tindakanapa yang diperlukan untuk membela petani; bukansekadar tahu apa yang terjadi dengan hilangnyapupuk.

F. Penutup: Menjaga “Objektvitas”Analisis Wacana dan PemanfaatanHasil AnalisisPertanyaan yang sering diajukan,

bagaimanakah cara menjaga “objektivitas” hasilanalisis wacana? Untuk menjawab pertanyaan ini,pertama-tama kita harus sepakat terlebih dahulumengenai pengertian objektif, yaitu kemampuandapat diulanginya kembali sebuah riset analisiswacana dengan hasil yang sama.

Dalam konteks itu, sebuah riset analisiswacana dapat dapat diulangi kembali dengan hasilyang sama jika pengulangan tersebutmenggunakan pendekatan teori yang sama,paradigma penelitian yang sama, serta tipe danmetode analisis yang sama. Misalnya, peneliti Amelakukan riset analisis wacana tajuk rencana koranX tentang “Mahalnya Biaya Pendidikan” yangdimuat tanggal 2 Mei 2006. Teori yang digunakanadalah “teori kewajiban negara” (pada teorisubstantifnya) dan teori framing (pada teoriwacananya), memakai paradigma konstruktivis,

dan memilih CDA Norman Fairclough sebagaistrategi risetnya serta menerapkan analisis fram-ing Robert Entman untuk menganalisis naskahnya.Jika peneliti B mengulangi riset tersebut denganperalatan penelitian yang sama dengan si A,niscaya hasil penelitian keduanya mesti sama.Kalau terjadi perbedaan, besar kemungkinan salahsatu peralatan riset di antara keduanya yangberbeda, misalnya berbeda dalam paradigmapenelitian!

Lagian, seperti tampak dalam tabel 1 dantabel 2 masing-masing metode analisis memilikikarakteristik tersendiri. Demikian pula paradigmapenelitian memiliki kiteria kualitas dan cara berpikirsendiri (Tabel 6). Semua itu berpengaruh padaobjektivitas yang akan diperoleh oleh analisiswacana.

Jadi, objektivitas hasil penelitian analisiswacana terletak pada konsistensi si penelitimengaplikasikan suatu pendekatan teori,paradigma penelitian dan jenis riset serta metodeanalisis wacana. Selama ia mengacu sekuat tenagapada peralatan riset tersebut dalam rangkamenjawab permasalah dan membuktikan tujuanpenelitian, maka hasil risetnya dapat dikatakansudah objektif. Oleh karena itu, hindarilah opinipribadi dan selalulah memakai kriteria kualitasparadigma penelitian dan karakter metode analisiswacana yang dipakai sebelum, selama, dansesudah penelitian dilakukan. Upaya untuksenantiasa konsisten dengan kriteria kualitasparadigma penelitian ini pada gilirannya bagian dariusaha peneliti menjaga validitas hasil penelitiananalisis wacana sesuai paradigma masing-masing.

Seandainya sebuah hasil analisis wacanaberbeda dari hasil analisis wacana lainnya, manayang harus dipercayai? Untuk ini perludiperhatikan 7 (tujuh) aspek utama yang adadalam penelitian: perumusan masalah, tujuanpenelitian, teori substantif yang dipakai, teoriwacana yang digunakan, paradigma penelitianyang dipilih, metode analisis wacana yangditerapkan serta teknik analisis yang dilakukan.Jika dua atau lebih penelitian sama dalam ketujuhaspek tersebut, seharusnya sama hasilnya dansama validnya. Kalau sebuah penelitian memiliki

Page 18: Lebih Dekat dengan Analisis Wacana · metode analisis wacana. B. Teori dan Analisis Wacana Untuk memahami dan menerapkan analisis wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara teori

MEDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007342

perbedaan dalam satu atau lebih dari tujuh aspektersebut, maka hasil penelitian itu valid untukpenelitian yang bersangkutan; dan tak dapatdibandingkan dengan hasil analisis wacanalainnya yang memiliki pendekatan yang berbedakarena setiap hasil analisis wacana memilikivaliditasnya masing-masing.

Lantas, sejauhmana tingkat generalisasisebuah hasil analisis wacana? Yang jelas, analisiswacana tak mengenal tingkat generalisasi sepertiyang dimaksudkan dalam pendekatan kuantitatif.Analisis wacana hanya berupaya menerangkankandungan isi naskah dan jika perlu besertakonteks atau hitorisnya tentang sebuah tema/isuyang dimuat dalam naskah tersebut. Dengandemikian, hasil penelitian analisis wacana bersifatideografis.

Pertanyaan lain yang kerap muncul, buat apaanal isis wacana dilakukan, hat ta sudahdilaksanakan secara objektif? Dalam kasushilangya pupul, hasil analisis pada level naskahmenunjukkan bahwa para nara sumber terbagi atasdua jenis: (1) para petani yang menjadi narasumber sebagai korban ketidak pastian kebijakanpublik dalam bidang pertanian khususnya pupukdan ini juga didukung oleh aparat keamanan(polisi); (2) staf pertanian yang mengesankansebagai pihak yang kurang bertanggung jawab.

Hasil analisis ini secara kritikal seharusnyamemberikan beberapa implikasi yang mestiditindak lanjuti untuk mengamankan kebijakanpublik. Pertama, harus ada perlindungan kepadapara petani Unggul Harjo mengingat daerah inisentra pertanian unggulan padi “Ratu Legit”yang terkenal hingga luar negeri. Kedua, harusada penguatan kepada penyuluh pertanian agarikut serta dalam mengamankan keberadaan pupukdi desa Unggul Harjo. Ketiga, pemberiaandukungan kepada LSM Paguyuban Petani DesaUnggul Harjo sebagai komponen dalam produksipetani unggulan. Keempat, mengajak keterlibatanaparat keamanan untuk menjaga kawasanpertanian Unggul Harjo termasuk mencari “otakpelaku” kelangkaan pupuk dan menangkapnya.

Hal lain yang dapat dikatakan adalahimplikasi secara methodologis. Harus diingat,

analisis kasus hilangnya pupuk itu hanyalahmengenai satu berita, yaitu berita yang dimuatSuara Kebenaran. Jika bermaksudmembandingkan dengan media lain, Anda dapatmenganalisis berita sejenis dari media lain. Danbandingkanlah sikap masing-masing mediatersebut terhadap kelangkaan pupuk. Mana yanglebih lengkap penulisannya dan lebih kritismelihat masalahnya.

Tentu saja jika pemberitaan itu terjadi setiaphari, katakanlah selama tiga bulan, dan dilakukanpula analisis wacananya, maka kita dapatmelakukan kuantifikasinya. Kalau analisisnyadilakukan selama tiga bulan, setidak-tidaknyadiperoleh:

(1) Kuantifikasi dalam hal medan wacana: aspekapa saja yang banyak dijadikan masalahberita. Misalnya dalam kelangkaan pupuk,mungkin yang banyak diangkat adalahmasalah sebab-sebab kelangkaan; mungkintentang oknum-oknum yang terlibat; mungkinpula tentang cara-cara mengatasinya.

(2) Kuantifikasi dalam hal nara sumber: siapa sajayang sering dikutip dalam masalah yangdiberitakan; dari kalangan mana saja, unsurpejabat atau masyarakat; dan mana yangseharusnya dikutip tapi media tidakmelakukannya.

(3) Kuantifikasi sikap media: selama tiga bulanpemberitaan, kemanakah kecenderungannya;apakah lebih banyak positif ke arah petaniatau lebih banyak positif ke arah pemerintah?Demikian pula dalam sikap negatif dan sikapnetral.

Dengan demikian, tak berlebihan kiranya jikadikatakan analisis wacana mampu memberikankemanfaatan yang tak sedikit kepada perubahansosial terutama jika dipakai paradigma kritikal danpartisipatoris. Sementara analisis wacana secarasintagmatis dan paradigmatis akan sangatberguna untuk kritik naskah; dan secarapragmatis dapat dipakai oleh para pelaku mediawatch untuk memantau kinerja media dalammelaporkan berbagai peristiwa terutama yangmenyangkut kepentingan publik. Di samping

Page 19: Lebih Dekat dengan Analisis Wacana · metode analisis wacana. B. Teori dan Analisis Wacana Untuk memahami dan menerapkan analisis wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara teori

343Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

signifikansi sosial tersebut, penggunaan analisiswacana setidak-tidaknya menyadarkan parapenafsir naskah untuk lebih bertanggung jawabatas “bacaan” yang dilakukannya, tidak semata-mata didasarkan atas pendapat pribadi melainkandipandu oleh prinsip-prinsip metode penelitian.

Daftar Pustaka

Barthes, Roland, (1993). Mythologies, London:Vintage Books.

Berger, Arthur Asa, (1982). Media AnalysisTechniques, Beverly Hills : Sage Publica-tions,

Denzin, Norman K dan Yvonna S. Lincoln(2005), Handbook of Qualitative Re-search, London : Sage Publication.

Dijk, Teun A. Van, (1988), News As Discourse,Hillsdale, New Jersey: Lawrence ErlbaumAssociate.

Eriyanto, (2002), Analisis Framing, Yogyakarta:LkiS.

Fairclough, Norman (2006). Discourse and So-cial Change. Cambridge: Polity Press

————— (2005). Analysing Discourse, Tex-tual analysis for social research. Londonand New York: Routledge.

————— (1995). Media Discourse, London:Edward Arnold.

————— (1995). Critical Discourse Analy-sis, London-NY : Longman.

Foss, Sonja K, at.all, (1985) Contemporary Per-spectives on Rethoric, Illinois : Waveland.

Gee, James Paul, (2005). an Introduction to Dis-course Discourse Analysis, Theory andMethod , London and New York :Routledge.

Halliday, MAK (1993), Language as SocialSemiotic, The Social Interpretation ofLanguage and Meaning, London : TheOpen University Set Book.

Hamad, Ibnu. (2004). Konstruksi RealitasPolitik di Media Massa sebuah StudyCritical Discourse Analysis Discourse .Jakarta: Granit.

Mills, Sara, (1997). Discourse, London and NewYork : Routledge,

Norris, Sigrid dan Rodney H. Jones (2005), Dis-course in Action, London and New York:Routledge

Schiffrin, Deborah at.al, editor. (2005). TheHandbook of Discourse Analysis.Blackwell Publishing.

Sobur, Alex (2001) Analisis Teks Media,Bandung : Rosdakarya, 2001

Titscher, Stefan at.al, (2000) Methods of Textand Discourse Analysis, Sage Publication

Thesis Jurnal Penelitian Komunikasi Volume IV/No. 1 Januari-April 2005.

Page 20: Lebih Dekat dengan Analisis Wacana · metode analisis wacana. B. Teori dan Analisis Wacana Untuk memahami dan menerapkan analisis wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara teori

MEDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007344