Lempeng GPS

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK KINEMATIK GPS UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI LEMPENG BUMI

    (Identification of Characteristic of Kinematic GPS For Monitoring Earth Crust Deformation)

    Ditha Daratama(1), Irwan Meilano(2), Dina Sarsito(3)

    (1) Mahasiswa Teknik Geodesi dan Geomatika, Institut Teknologi Bandung

    (2),(3) Kelompok Keilmuan Geodesi, Institut Teknologi Bandung

    Abstrak

    Setiap penentuan posisi menggunakan metode GPS memiliki berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat ketelitian, seperti panjang baseline pengamatan, problem penentuan ambiguitas fase secara on-the-fly, kelambatan akibat medium propagasi di atmosfer, cycle slip, serta bias residual lainnya. Dalam penelitian ini dilakukan penilaian kualitas data pengamatan kinematik GPS pada suatu jaring yang telah ditentukan sehingga diperoleh nilai ketelitian data agar dapat memberikan gambaran kualitas data pengamatan.

    Dari hasil pengolahan dengan menggunakan RTKLIB diperoleh gambaran ketelitian berupa nilai residu dan nilai variansi. Hasil simulasi pengamatan kinematik GPS menunjukkan bahwa semakin panjang baseline pengamatan maka semakin besar nilai residu dan nilai variansinya. Untuk panjang baseline 400 m nilai residu sebesar 1-2 cm dan nilai variansi berkisar diantara 0.01-0.02 cm2; untuk panjang baseline 7.1 km nilai residu berkisar diantara 0-13 cm dengan variansi sebesar 0.20-0.21 cm2; dan untuk panjang baseline 94.9 km nilai residu berkisar diantara 14-120 cm dan nilai variansi sebesar 0.47-0.97 cm2. Kemungkinan terjadinya perbedaan dengan nilai akibat ketidak-akuratan data pengamatan dengan nilai yang sebenarnya sebesar 0.5 cm.

    Menurut hasil penelitian, pada panjang baseline yang relatif pendek (dibawah 10 km), penggunaan kombinasi model koreksi ionosfer Estimated Slant Total Electron Content dan koreksi troposfer Saastamoinen memberikan hasil yang terbaik. Sedangkan untuk baseline dengan panjang dibawah 100 km penggunaan model koreksi troposfer Zenith Total Delay memberikan hasil terbaik. Dengan mengetahui karakteristik kinematik GPS diharapkan deformasi lempeng bumi baik di darat maupun di dasar laut, dapat diamati dari waktu ke waktu. Informasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan penelitian terkait fenomena deformasi lempeng bumi yang akurat, murah dan cepat.

    Kata kunci: Kinematik GPS, Deformasi Lempeng, RTKLIB

  • 2

    Abstract

    Every position that determined using GPS method has some factors affecting its level of exactness, like kind as the length of observed baseline, on-the-fly phase ambiguity determination problem, atmospheric delay, cycle slip, and other residual biases. In this research, we assess the kinematic GPS data quality on a definite network to estimate the value of its quality.

    By using RTKLIB as a processing tool, we acquire the representation of quality formed as residual and variance value. From the simulation of kinematic GPS observation it shows that the more distant the length of observed baseline, the larger amount of residual and variance value. For baseline with 400 m long, the residual value is 1-2 cm and the variance is about 0.01-0.02 cm2; for baseline with 7.1 kilometer long, the residual value is around 0-13 cm and the variance value is about 0.20-0.21 cm2; and for baseline 94.9 kilometer long, the variance value is around 14-120 cm and the variance value is 0.47-0.97 cm2. The probability of disparity occurs by inaccurateness of observation data to the accurateness is about 0.5 cm.

    From this research, for short baseline less than 10 kilometer, by using the combination of Estimated Slant Total Electron Content for ionospheric correction and Saastamoinen model for tropospheric correction give the best result. While for baseline less than 100 kilometer, by using the Zenith Total Delay tropospheric correction give the best result. By the means of understanding the characteristic of kinematic GPS, we expect that the information of deformation of earth crust both continental crust and oceanic crust deformation, can be monitor from time to time. The information can be advantageous for research purpose related to earth crust deformation phenomenon which is low cost, fast, and accurate.

    Keywords: Kinematic GPS, Crustal deformation, RTKLIB

    1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

    Pergerakan lempeng bumi yang dinamis dari waktu ke waktu disertai perubahan geometri yang terjadi merupakan fenomena deformasi. Deformasi lempeng bumi dapat diukur dan diamati secara teliti dengan space geodetic technique menggunakan Global Positioning System (GPS). Terdapat berbagai macam metode penentuan posisi yang dapat dilakukan menggunakan GPS. Salah satu metode yang sering digunakan dalam hal penentuan posisi objek-objek yang bergerak secara teliti adalah metode penentuan posisi kinematik.

    Metode kinematik GPS baik digunakan untuk aplikasi yang memerlukan informasi posisi horizontal ataupun beda tinggi dengan

    ketelitian yang relatif tinggi yaitu dalam orde centimeter. Metode kinematik GPS digunakan untuk aplikasi yang memerlukan informasi posisi horizontal ataupun beda tinggi dengan ketelitian yang relatif baik dalam orde centimeter [Abidin, 2006]. Metode ini akan bermanfaat untuk navigasi berketelitian tinggi dan dapat dikembangkan untuk keperluan pengamatan deformasi lempeng bumi baik di darat maupun di dasar laut. Terdapat karakteristik dari metode kinematik GPS yang perlu dipahami secara lebih dalam untuk mengamati deformasi lempeng bumi seperti problem penentuan ambiguitas fase secara on-the-fly, panjang baseline pengamatan, kelambatan atmosfer (atmospheric delay), cycle slip, kualitas orbit, serta bias residual lainnya.

  • 3

    Dengan adanya sistem kinematik GPS yang berketelitian tinggi diharapkan pergerakan lempeng bumi dapat terpantau dari waktu ke waktu. Informasi ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan penelitian terkait fenomena deformasi lempeng bumi yang akurat, murah dan cepat.

    1.2. Ruang Lingkup

    Ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu: a. Identifikasi karakteristik dan analisis data

    kinematik GPS pada suatu jaring yang telah ditentukan sebelumnya untuk pengamatan deformasi lempeng bumi.

    b. Penelitian ini merupakan simulasi pengamatan GPS menggunakan metode kinematik pada jaring yang telah ditentukan dan tidak membahas simulasi deformasi yang sebenarnya.

    1.3. Tujuan Tujuan dalam penulisan tugas akhir ini

    adalah mengidentifikasi karakteristik dan kualitas pengamatan GPS menggunakan metode kinematik, terutama untuk keperluan pengamatan deformasi lempeng bumi berketelitian tinggi. Karakteristik yang akan diidentifikasi adalah faktor-faktor yang mempengaruhi ketelitian pengamatan, yaitu panjang baseline, kualitas orbit satelit, problem penentuan ambiguitas fase, kelambatan atmosfer (atmospheric delay), serta bias residual lainnya.

    1.4. Metodologi

    Metodologi penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Studi literatur mengenai konsep GPS,

    metode penentuan posisi kinematik GPS, konsep deformasi, dan penggunaan perangkat lunak ilmiah.

    2. Pengadaan data kinematik GPS untuk validasi dan penilaian (assessment)

    kualitas data pengamatan kinematik GPS. Tujuannya adalah untuk mengestimasi nilai ketelitian yang diamati menggunakan receiver GPS yang bergerak dapat memberikan gambaran kualitas data pengamatan. Hal ini dilakukan karna pada penerapannya sulit untuk menentukan perubahan posisi akibat deformasi sesungguhnya.

    3. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak RTKLIB terhadap jaring pengamatan GPS yang telah ditentukan sebelumnya.

    4. Analisis metode penentuan posisi menggunakan Kinematik GPS hingga penarikan kesimpulan hasil penelitian.

    Gambar 1.1 menunjukkan diagram alur dari penelitian ini.

    Persiapan

    Studi Literatur

    Pengadaan Data untuk Assessment Kualitas Data Pengamatan Kinematik GPS

    Pengumpulan Data Pengamatan GPS Kontinu Data Pengamatan GPS Kontinu di Kampus ITB (ITB1) Data Pengamatan GPS Kontinu di Lembang (BOSSCHA) Data Pengamatan GPS Kontinu di Cibinong (BAKO)

    Data Pengamatan GPS Dalam Fungsi Baseline dan Waktu

    Strategi Pengolahan Data

    Eliminasi/Reduksi KesalahanAkibat Media Propagasi

    Koreksi Ionosfer Koreksi Troposfer

    Informasi Orbit Satelit Precise Ephemeris Rapid Ephemeris

    Ultra Rapid Ephemeris

    Validasi dan Perhitungan Kualitas Pengamatan

    Kinematik GPS

    Identifikasi Karakteristik Kinematik GPS

    Simpulan

    Gambar 1.1 Diagram alir metodologi penelitian

    2. Prinsip Pemantauan Deformasi Lempeng Bumi Menggunakan Kinematik GPS

    2.1. Kinematik GPS

    GPS merupakan teknologi penentuan posisi berbasiskan satelit. Data dasar pengamtan GPS adalah waktu tempuh (t) dari kode-kode P dan C/A, serta data fase (carrier phase) dari gelombang pembawa L1 dan L2. Hasil pengamatan tersebut terkait dengan

  • 4

    posisi pengamat (x,y,z) serta parameter-parameter lainnya untuk data fase dapat diformulasikan secara umum pada persamaan berikut [Abidin, 2006]. Li = + d + dtrop dioni + (dt dT) + MCi (i Ni)+ Ci dimana: jarak fase pada frekuensi fi (m) jarak geometris antara pengamat

    (x,y,z) dengan satelit (m) kesalahan ephemeris bias troposfer (m) bias ionosfer (m) kesalahan dan offset dari jam

    receiver dan jam satelit (m) efek multipath panjang gelombang sinyal (m) ambiguitas fase noise pada hasil pengamatan

    Metode diferensial kinematik GPS merupakan teknik penentuan posisi relatif, dan berdasarkan cara pemberian koreksinya terdiri atas post-processing kinematic differential GPS dan Real-Time Kinematic Differential GPS [Koburger, 1986]. Post-processing kinematic differential GPS adalah suatu proses dimana data koreksi hasil pengukuran receiver di stasiun referensi diberikan terhadap data hasil pengukuran receiver lain yang bergerak (rover) pada saat pengolahan data setelah pengukuran sehingga dapat menghasilkan ketelitian yang lebih baik.

    Pada penentuan posisi secara diferensial, posisi suatu titik ditentukan relatif terhadap titik lainnya yang telah diketahui koordinatnya (reference point). Gambar 2.1 mengilustrasikan pengamatan menggunakan metode kinematik GPS post-processing direfensial.

    Gambar 2.1 Ilustrasi kinematik GPS secara diferensial

    Pada penelitian ini dilakukan pengamatan GPS menggunakan metode diferensial, sehingga terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat akurasi dan presisi data pengamatan. Berikut adalah faktor-faktor yang menjadi penentu tingkat ketelitian posisi menggunakan kinematik GPS: Panjang baseline pengamatan Informasi orbit satelit Geometri Satelit Ambiguitas fase

    2.2. Geodesi Dalam Studi Deformasi

    Prinsip metode geodetik dalam pemantauan perubahan geometri adalah menentukan perubahan koordinat atau posisi dari suatu objek pengamatan yang mengacu pada suatu kerangka referensi tertentu. Untuk keperluan studi geodinamika, dibutuhkan data pengamatan titik yang kontinyu agar dapat mendeteksi fenomena fisis yang terjadi secara historis. Sehingga dengan menemukan informasi perubahan atau pergeseran posisi suatu titik dapat dilakukan analisis terjadinya deformasi.

    2.2.1. Teori Lempeng Bumi

    Menurut sifat kimia secara sederhana, lapisan bumi dapat dibedakan menjadi tiga

  • 5

    komponen utama, yaitu kerak bumi (earth crust), selubung bumi (mantle), dan inti bumi (core). Sedangkan menurut sifat fisika lapisan bumi yang terbagi menjadi bagian litosfer, astenosfer, mesosfer, inti luar, dan inti dalam. Ilustrasi sederhana struktur bumi dapat dilihat seperti pada Gambar 2.2 [Rosmawan, 2008]:

    Gambar 2.2 Struktur bumi

    2.2.2. Teori Deformasi

    Deformasi adalah perubahan bentuk, posisi (transformasi) dan dimensi dari suatu materi, atau sebagai perubahan kedudukan (pergerakan) suatu materi baik secara absolut maupun relatif dalam suatu kerangka referensi tertentu akibat suatu gaya yang bekerja pada materi tersebut [Kuang, 1996].

    Prinsip dasar proses terjadinya deformasi adalah [Sarsito, 2008]:

    GAYA PENYEBABTRANSMISI

    MELALUI OBJEK (STRESS/STRAIN)

    DEFORMASI

    Untuk mendapatkan nilai dari vektor pergeseran, pengamatan yang kita lakukan harus lebih dari satu epok baik dalam interval lama pengamatan (episodik) maupun dalam interval dekat dan terus-menerus (kontinu) [Sarsito, 2011].

    1. Tipe episodik adalah pengamatan yang dilakukan secara berkala misalnya satu tahun sekali yang dapat diterapkan untuk informasi deformasi yang berlangsung lambat dan tidak memiliki dampak bencana yang besar.

    2. Tipe kontinyu adalah pengamatan yang dilakukan secara terus menerus dengan pemasangan stasiun referensi tetap yang dapat diterapkan untuk pemantauan deformasi yang bersifat kontinyu seperti pergerakan lempeng bumi.

    Beberapa contoh fenomena deformasi lempeng bumi dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.

    Tabel 2.1 Fenomena deformasi lempeng bumi akibat interseismic dan plate motion

    Jenis Deformasi

    Kecepatan Pergerakan Lokasi

    Interseismic

    70 mm/thn Lempeng Australia

    110 mm/thn Lempeng Pasifik

    2 cm/thn

    Gunung laut St. Helena,

    Lempeng Afrika

    5-6 cm/thn Lempeng

    Indo-Australia

    Plate Motion

    Rotation

    34 mm/thn Wallace Creek, US

    50 mm/thn Pacific North-

    America .

    Tabel 2.2 Fenomena deformasi lempeng bumi akibat coseismic dan postseismic Jenis

    Deformasi Vektor

    Pergerakan Magnitude

    Gempa

    Coseismic 6-15 cm M 7.1

    30-50 cm M 7.8 70-90 cm M 8.4

    Postseismic 2 mm- 1 cm M

  • 6

    Dalam melakukan analisis deformasi perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut [Meilano, 2012]:

    Bukti (fisik) morfologi . Kenampakan permukaan. Pengujian jaringan pengamatan. Pengamatan. Analisis terhadap estimasi pergeseran

    posisi (strain) dan pemodelan deformasi.

    3. Pengolahan Data 3.1. Penilaian Kualitas Kinematik GPS

    Untuk pemantauan deformasi lempeng bumi, diperlukan suatu proses pendekatan nilai ketelitian pengamatan. Hal ini dilakukan karna pada penerapannya sulit untuk menentukan perubahan posisi akibat deformasi yang sesungguhnya pada jaring yang ditelah ditentukan. Proses ini dilakukan dengan cara melakukan validasi dan penilaian kualitas data pengamatan kinematik GPS, sehingga diperoleh estimasi nilai ketelitian yang dapat menggambarkan kualitas data pengamatan.

    Data pengamatan GPS yang digunakan (Tabel 2.3) pada penelitian ini mencakup data pengamatan kinematik dan data pengamatan statis. Data pengamatan GPS diambil pada satu hari yang sama tanggal 10 November 2012. Data pengamatan kinematik selanjutnya disebut ROB yang merupakan akronim dari kata robot kinematik GPS.

    Tabel 2.3 Data penilaian kinematik GPS yang digunakan

    Titik Ikat dari ROB Lokasi Titik Ikat

    Panjang Baseline

    (km) PAU0 Gd. PAU ITB, Bandung 0.005 ITB1 Gd. Labtek IXC ITB, Bandung 0.4

    BOSC Bosscha, Lembang 7.1 BAKO BIG, Bogor 94.9

    3.1.1. Data Pengamatan Kinematik GPS

    Pengamatan kinematik GPS dilakukan pada hari Sabtu tanggal 10 November 2012 bertempat di lantai ke-9 gedung PAU di wilayah kampus ITB. (Gambar 3.1). Representasi dari titik-titik pengamatan akan membentuk sebuah pola jalur lintasan yang mendekati bentuk lingkaran penuh.

    Gambar 3.1 Pengamatan kinematik GPS di kampus ITB

    3.1.2. Data Pengamatan Statik GPS

    Untuk keperluan panjang baseline yang sangat pendek, maka dilakukan pengamatan pada hari dan jam yang sama dengan pengamatan kinematik GPS di lantai ke-9 yaitu atap gedung PAU selama sekitar 130 menit. Dengan jarak sepanjang 4,5 meter diamati sebuah titik (PAU0) yang dianggap stabil dan posisi yang baik sehingga dapat menghasilkan nilai yang teliti dan efek kesalahan minimum. Titik ini diamati dengan interval waktu pengamatan 1 detik dan tinggi alat 152.5 sentimeter dihitung dari lantai semen di atap PAU.

    Sedangkan untuk keperluan panjang baseline yang akan dijadikan perbandingan terhadap baseline pendek, digunakan data pengamatan titik GPS yang kontinyu. Data yang berhasil diperoleh adalah data GPS kontinu pada di titik ITB1 dengan panjang baseline 400 meter, data GPS Bosscha

  • 7

    dengan panjang baseline 7.1 km, dan data GPS stasiun IGS milik BIG (titik BAKO) dengan panjang baseline 94.9 km. Ketiga baseline tersebut merupakan data pengamatan pada Day of Year (DoY) ke-315 tahun 2012.

    3.2. RTKLIB

    RTKLIB merupakan salah satu perangkat lunak yang digunakan dalam pengolahan data GPS. Keunggulan yang dimiliki adalah perangkat lunak ini dapat digunakan dan open source. RTKLIB dapat melakukan pengolahan data pengamatan GPS secara post-processing dan realtime yang dikombinasikan dengan sistem komunikasi data yang terpadu. Pada RTKLIB, terdapat beberapa opsi yang dapat dilakukan dalam mengolah data pengamatan GPS secara kinematik agar didapatkan hasil yang kesalahan dan biasnya dapat tereduksi dengan baik. Diagram alur strategi pengolahan data kinematik GPS pada RTKLIB dapat dilihat pada Gambar 3.2.

    DATA INPUT

    DATA PENGAMATAN GPS (RINEX OBSERVATION) ROVER DATA PENGAMATAN GPS (RINEX OBSERVATION) BASE STATION NAVIGATION MESSAGE PRECISE EPHEMERIS ORBIT (SP3)

    STRATEGI PEMROSESAN DATA

    KINEMATIC POSITIONING FREKUENSI L1 + L2 FORWARD FILTER SOLUTION EARTH TIDES CORRECTION ESTIMATED STEC SAASTOMOINEN MODEL PRECISE EPHEMERIS INTEGER AMBIGUITY RESOLUTION

    DATA OUTPUT

    KOORDINAT TOPOSENTRIK (E N U) STANDAR DEVIASI

    Gambar 3.2 Strategi pengolahan data kinematik GPS pada RTKLIB

    Pada penelitian ini posisi titik diamati secara kinematik dengan RTKLIB, data pengamatan GPS yang digunakan adalah data

    fase pengamatan double-difference pada L1 dan L2. Teknik pengolahan data menggunakan teknik diferensial/ pengurangan data sehingga dapat mengeliminasi kesalahan jam receiver dan satelit.

    3.3. Pengolahan Data

    Output file RTKLIB berisi informasi direktori file yang di input, waktu pengamatan, strategi pengolahan data, dan koordinat titik hasil pengamatan tiap epok. Di dalamnya juga terdapat informasi mengenai nilai estimasi standar deviasi dari koordinat titik rover setiap epoknya. Dengan panjang baseline yang pendek (0.5 m), RTKLIB mampu menyelesaikan 1171 data pengamatan titik yang terbagi menjadi: 1163 data dengan nilai ambiguitas fase

    secara bulat (integer) 8 data dengan nilai ambiguitas fase

    secara tidak bulat (float)

    Gambar 3.3 menunjukkan hasil pergerakan rover dan informasi data diatas.

    Gambar 3.3 (a) Hasil ground track titik pengamatan kinematik GPS terhadap titik

    PAU0

    Gambar 3.3 (b) Hasil plot vektor pergeseran titik pengamatan kinematik GPS terhadap titik

    PAU0

  • 8

    Dengan panjang baseline sekitar 400 meter, RTKLIB mampu menyelesaikan 366 data pengamatan titik yang terbagi menjadi:

    364 data dengan nilai ambiguitas fase secara bulat (integer)

    2 data dengan nilai ambiguitas fase secara tidak bulat (float)

    Gambar 3.4 menunjukkan hasil pergerakan rover dan informasi data diatas.

    Gambar 3.4 (a) Hasil ground track titik pengamatan kinematik GPS terhadap titik

    ITB1

    Gambar 3.4 (b) Hasil plot vektor pergeseran titik pengamatan kinematik GPS terhadap titik

    ITB1 Dengan panjang baseline sekitar 7.1 km,

    RTKLIB mampu menyelesaikan 366 data pengamatan titik yang terbagi menjadi: 118 data dengan nilai ambiguitas fase

    secara bulat (integer) 248 data dengan nilai ambiguitas fase

    secara tidak bulat (float)

    Gambar 3.5 menunjukkan hasil pergerakan rover dan informasi data diatas.

    Gambar 3.5 (a) Hasil ground track titik pengamatan kinematik GPS terhadap titik

    ITB1

    Gambar 3.5 (b) Hasil plot vektor pergeseran titik pengamatan kinematik GPS terhadap titik

    ITB1

    Dengan panjang baseline yang relatif jauh yaitu 94.9 kilometer, RTKLIB mampu menyelesaikan 1037 data pengamatan yang terbagi menjadi:

    10 data dengan nilai ambiguitas fase secara bulat (integer)

    356 data dengan nilai ambiguitas fase secara tidak bulat (float)

    Gambar 3.6 menunjukkan hasil pergerakan rover dan informasi data diatas.

    Gambar 3.6 (a) Hasil ground track titik pengamatan kinematik GPS terhadap titik

    BAKO

  • 9

    Gambar 3.6 (b) Hasil plot vektor pergeseran titik pengamatan kinematik GPS terhadap titik

    BAKO

    Pada penentuan ambiguitas fase, diperlukan data fase yang teliti. Resolusi dari ambiguitas fase sangat bergantung kepada jumlah satelit teramati secara simultan.

    4. Hasil dan Analisis 4.1. Perhitungan Nilai Residu dan Variansi

    Baseline

    Perhitungan nilai residu dan variansi dilakukan untuk melihat penyimpangan data terhadap nilai yang dianggap benar. Nilai dari residu dan variansi dapat menyatakan tingkat kepresisian yang merupakan representasi kualitas dari sebuah data (secara praktis). Nilai residu dan nilai variansi dapat ditentukan dengan rumus seperti pada persamaan berikut: v = XA XR (4.1) 2 = (4.2)

    dimana : v = nilai residu (cm) XA = posisi rover pada baseline pengamatan A saat t ke-n XR = posisi rover pada zero baseline saat t ke-n 2 = nilai variansi (cm2) n = jumlah data pengamatan

    Untuk baseline pengamatan 400 m (titik ITB1) dengan menggunakan informasi final orbit, koreksi ionosfer estimated STEC, dan koreksi troposfer model Saastamoinen, diperoleh nilai residu pengamatan seperti pada Tabel 4.1 :

    Tabel 4.1 Nilai variansi dan residu tiap vektor baseline pengamatan 400 m

    Vektor 2 (cm2) vmax (cm) vmin (cm) E 0.01 2.45 0.00 N 0.02 0.08 - 2.61 U 0.01 1.39 - 2.01

    Pada baseline pengamatan 400 m, penerapan model koreksi troposfer tidak mempengaruhi kualitas nilai variansi yang dihasilkan. Untuk baseline pengamatan pendek dengan beda tinggi yang tidak signifikan, penerapan differencing data dan penggunaan satu frekuensi (L1 atau L2) dapat mereduksi bias dan kesalahan yang ada.

    Untuk baseline pengamatan 7.1 km (titik BOSC) dengan menggunakan informasi final orbit, koreksi ionosfer estimated STEC, dan koreksi troposfer model Zenith Total Delay (ZTD), diperoleh nilai residu pengamatan seperti pada Tabel 4.2 :

    Tabel 4.2 Nilai variansi dan residu tiap vektor baseline pengamatan 7.1 km

    Vektor 2 (cm2) vmax (cm) vmin (cm) E 0.20 9.55 - 3.08 N 0.20 5.81 - 9.65 U 0.21 13.89 0.00

    Untuk baseline pengamatan 94.9 km (titik BAKO) dengan menggunakan informasi final orbit, koreksi ionosfer di non-aktifkan (OFF), dan koreksi troposfer estimated zenith total delay (ZTD), diperoleh nilai residu pengamatan seperti pada Tabel 4.3 :

    Tabel 4.3 Nilai variansi dan residu tiap vektor baseline pengamatan 94.9 km

    Vektor 2 (cm2) vmax (cm) vmin (cm) E 0.47 37.29 - 42.34 N 0.97 14.22 - 49.34 U 0.74 64.82 - 120.52

  • 10

    Panjang baseline dan beda beda tinggi antara titik-titik pada ujung baseline ikut mempengaruhi kualitas dari nilai tinggi geodetik yang diperoleh dari penentuan posisi menggunakan kinematik GPS. Adanya beda tinggi antara titik pengamatan terhadap titik referensi mempengaruhi kualitas nilai tinggi geodetik terkait terutama dengan bias troposfer.

    4.2. Perbandingan Pola Jalur Ground Truth dan Track Robot

    Perbandingan pola jalur ground truth dan track robot dilakukan untuk memeriksa tingkat akurasi data pengamatan kinematik GPS. Akurasi adalah tingkat kedekatan nilai hasil ukuran/hitungan satu terhadap nilai yang absolut. Tingkat akurasi data pengamatan dilihat dari perbedaan nilai koordinat kinematik GPS dari data pengamatan (track robot) dengan nilai yang dianggap benar (ground truth).

    Dalam penelitian ini, nilai yang dianggap benar adalah posisi koordinat robot yang dihitung dari sumbu putar. Dengan mengetahui koordinat pusat rotasi robot dan panjang jari-jari maka diperoleh koordinat robot yang dianggap benar. Posisi robot yang dianggap benar dapat diperoleh melalui persamaan berikut : Xn = X0 + R cos (4.3) Yn = Y0 + R sin (4.4)

    dimana : X0, Y0 = Koordinat sumbu putar Xn, Yn = Koordinat robot yang dianggap benar R = Jari-jari rotasi robot (R=80.2cm) = Sudut antara titik-titik pengamatan

    Dalam melakukan analisis perbandingan akurasi data pengamatan antara ground truth dan track robot kinematik GPS dalam penelitian ini, penulis melakukan pengamatan GPS statis di titik sumbu putar robot. Titik tersebut dapat dianggap stabil dan tidak

    memiliki kesalahan. Dengan menggunakan prinsip tersebut maka dapat diperoleh koordinat titik-titik ground truth robot (Xn, Yn) yang akan dijadikan perbandingan terhadap koordinat data pengamatan track robot.

    Perbedaan posisi antara pola jalur ground truth dan track robot yang dinyatakan dalam sistem koordinat toposentrik dapat dilihat pada Tabel 4.4

    Tabel 4.4 Perbandingan koordinat titik pusat dan jari-jari ground truth dan track robot

    Pola Jalur Vektor Koordinat Titik Pusat

    (m) R (cm)

    Ground Truth

    E -233.2750 80.2000 N 342.9040 80.2000

    Track Robot

    400 m

    E -233.1750 80.0252 N 343.0345 80.5135

    7.1 km

    E -233.2750 80.7053 N 343.0345 80.5135

    94.9 km

    E -233.2750 80.1861 N 343.0345 80.5135

    .

    Plot perbandingan pola jalur ground truth dan track dapat dilihat pada Gambar 4.1.

    (a)

  • 11

    (b)

    (c)

    Gambar 4.1 Perbandingan pola jalur ground truth dan track robot (a) baseline 400 m, (b) baseline 7.1 km, dan (c) baseline 94.9 km

    4.3. Pengaruh Bias Atmosfer

    Dalam melakukan analisis bias atmosfer, dilakukan kombinasi model-model koreksi yang tersedia di RTKLIB dan diperoleh satu kombinasi yang terbaik. Berikut adalah plot perbandingan penerapan koreksi ionosfer dan troposfer yang berbeda untuk data pengamatan kinematik GPS.

    Berikut adalah plot perbandingan penerapan koreksi ionosfer dan troposfer yang berbeda untuk data pengamatan kinematik

    dengan variasi panjang baseline 400 m, 7.1 km, dan 94.9 km menggunakan informasi final orbit.

    Gambar 4.2 Nilai variansi koreksi atmosfer pada vektor baseline pengamatan 400 m

    Pada Gambar 4.2 diatas, penerapan kombinasi model koreksi ionosfer STEC dan koreksi troposfer Saastamoinen untuk panjang baseline 400 m menghasilkan nilai variansi pada level submilimeter. Nilai residu yang dihasilkan sebesar 1-2 cm untuk masing-masing vektor E, N, dan U. Selain itu dapat dilihat pengaruh dari koreksi ionosfer lebih dominan daripada koreksi troposfer. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk baseline dengan jarak yang relatif pendek (dibawah 1 km) efek dari kesalahan ionosfer lebih mungkin terjadi daripada efek dari kesalahan troposfer.

    Gambar 4.3 Nilai variansi koreksi atmosfer pada vektor baseline pengamatan 7.1 km

    Dari Gambar 4.3 diatas dapat dilihat bahwa efek kesalahan akibat bias ionosfer masih dominan terjadi daripada efek kesalahan akibat bias troposfer, kecuali jika menerapkan koreksi troposfer ZTD. Hal ini diakibatkan untuk

  • 12

    baseline yang relatif pendek (dibawah 10 km) efek kesalahan troposfer tidak dipengaruhi oleh zenith di tiap titik pengamatan.

    Gambar 4.4 Nilai variansi koreksi atmosfer pada vektor baseline pengamatan 94.9 km

    Pada Gambar 4.4 diatas, penerapan kombinasi model koreksi ionosfer OFF dan koreksi troposfer ZTD untuk panjang baseline 94.9 km menghasilkan nilai variansi pada level 0.47-0.97 cm2. Jika dikaitkan dengan panjang baseline, semakin besar nilai panjang baseline juga memberikan nilai yang semakin besar terhadap nilai efek bias troposfer.

    4.4. Rekomendasi Awal Pemantauan Deformasi Lempeng Bumi Menggunakan Kinematik GPS

    Dari hasil penelitian ini, beberapa hal yang dapat direkomendasikan secara praktis dalam penentuan posisi dan pengamatan deformasi menggunakan kinematik GPS adalah : 1. Dilihat dari nilai variansi untuk panjang

    baseline dibawah 100 km, pengaruh kesalahan sistematik dalam menggunakan kinematik GPS berada pada level 1 cm. Untuk fenomena perubahan posisi akibat deformasi interseismik dan koseismik penggunaan kinematik GPS dapat diandalkan, sedangkan untuk pengamatan deformasi akibat plate motion rotation gunakan metode kinematik GPS secara kontinu agar dapat mengamati perubahan

    yang terjadi dari waktu ke waktu (setiap kala).

    2. Berdasarkan hasil penelitian ini, panjang baseline pengamatan yang digunakan untuk pemantauan deformasi lempeng bumi sebaiknya tidak lebih dari 100 km agar informasi perubahan posisi yang lebih teliti dapat diidentifikasi dengan lebih baik, terutama perubahan posisi lempeng bumi akibat deformasi post-seismik dengan magnitude besar.

    3. Penggunaan data fase yang teliti sangat diperlukan untuk penentuan nilai ambiguitas fase pada pengamatan posisi menggunakan kinematik GPS. Dilihat dari hasil penelitian ini, hanya estimasi posisi dan kebulatan ambiguitas fase yang berhasil ditentukan dengan benar menghasilkan nilai residu yang baik.

    4. Perlu dicari model-model koreksi troposfer dan ionosfer tertentu yang tepat untuk digunakan dalam pengolahan baseline kinematik GPS. Pada penelitian ini, penggunaan model koreksi ionosfer STEC dan koreksi atmosfer Saastamoinen memberikan hasil yang baik.

    5. Simpulan

    Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian mengenai identifikasi karakteristik kinematik GPS untuk pemantauan deformasi ini adalah :

    1. Pengamatan posisi berketelitian tinggi menggunakan metode kinematik GPS dipengaruhi oleh faktor panjang baseline pengamatan, perlambatan akibat medium propagasi di atmosfer, dan problem penentuan ambiguitas fase, serta bias residual lainnya. Dari faktor-faktor tersebut, panjang baseline pengamatan dan problem penentuan ambiguitas fase memberikan pengaruh yang signifikan dalam penentuan posisi menggunakan kinematik GPS.

  • 13

    2. Dari hasil pengolahan baseline kinematik GPS dengan menggunakan RTKLIB diperoleh gambaran ketelitian berupa nilai residu dan nilai variansi. Untuk panjang baseline 400 m nilai residu sebesar 1-2 cm dan nilai variansi berkisar diantara 0.01-0.02 cm2; untuk panjang baseline 7.1 km nilai residu berkisar diantara 0-13 cm dengan variansi sebesar 0.20-0.21 cm2; dan untuk panjang baseline 94.9 km nilai residu berkisar diantara 14-120 cm dan nilai variansi sebesar 0.47-0.97 cm2.

    3. Tingkat keakurasian data pengamatan kinematik GPS untuk baseline pengamatan dibawah 100 km dikategorikan baik. Kemungkinan terjadinya perbedaan dengan nilai akibat ketidak-akuratan data pengamatan dengan nilai yang sebenarnya sebesar 0.5 cm.

    4. Panjang baseline pengamatan kinematik GPS mempengaruhi strategi penerapan koreksi atmosfer. Pada RTKLIB, untuk panjang baseline yang relatif pendek (dibawah 10 km), model koreksi ionosfer Estimated Slant Total Electron Content dan koreksi troposfer Saastamoinen dapat digunakan untuk menghasilkan ketelitian yang baik. Sedangkan untuk baseline dengan panjang puluhan hingga 100 km dapat menggunakan model koreksi troposfer Zenith Total Delay.

    6. Daftar Pustaka

    Abidin, H. Z. (2001). Geodesi Satelit. Jakarta: Pradnya Paramita.

    Abidin, H. Z. (2007). Penentuan Posisi Dengan GPS dan Aplikasinya. Jakarta: Pradnya Paramita.

    Kuang, S. (1996). Geodetic Network Analysis and Optimal Design: Concepts and Applications. Ann Arbor Press.

    Kuncoro, H. (2012). Analisis Metode GPS Kinematik Menggunakan Perangkat Lunak

    RTKLIB. Bandung: Tugas Akhir Teknik Geodesi dan Geomatika ITB.

    Meilano, I. (2012). Dasar-dasar Analisis Deformasi Survei Deformasi dan Geodinamika.

    Nugroho, B. A. (2009). Studi Pengaruh Panjang Baseline Terhadap Ketelitian Survei Batimetri Menggunakan Metode GPS Real Time. Bandung: Tugas Akhir Teknik Geodesi dan Geomatika ITB.

    Obana, K., Katao, H., & Ando, M. (2000). Seafloor Positioning System With GPS_Acoustic Link For Crustal Dynamics Observation. Kyoto University, Disaster Prevention Research. Kyoto: Earth Planet Space.

    Peiliang, X., Masataka, A., & Keiichi, T. (2005). Precise, Three-Dimensional Seafloor Geodetic Deformation Measurements Using Difference Techniques. Nagoya: Earth Planet Space.

    Rosmawan, I. (2008). Pemanfaatan Kinematik GPS Untuk Analisis Deformasi Kerak Bumi Akibat Gempa Bengkulu 2007. Bandung: Tugas Akhir Teknik Geodesi dan Geomatika ITB.

    Sarsito, D. A. (2007). Studi Deformasi Secara Geometrik: Pengukuran, Pengolahan Data, dan Analisis.

    Takasu, T. (2010). RTKLIB Ver.2.4.0 Manual. Takasu, T., & Yasuda, A. (2009). Development

    of The Low Cost RTK GPS Receiver With An Open Source Program Package RTKLIB. Tokyo University of Marine Science And Technology, Laboratory of Satellite Navigation, Jeju.

    Witchayangkoon, B. (2000). Elements of GPS Precise Point Positioning. Maine.

    Wolf, P. R., & Ghilani, C. D. (1996). Adjustment Computations. John Wiley And Sons Inc.

    Yuherdha, A. T. (2011). Penentuan Beda Tinggi Geodetik Menggunakan GPS Untuk Penentuan Tinggi Ortometrik. Bandung: Tugas Akhir Teknik Geodesi dan Geomatika ITB.

  • 14