Literatur Tafsir Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

Literatur Tafsir Indonesia: Tafsir Quran oleh H. Zainuddin Hamidy dan H. Fachruddin Hs.Oleh:

Muhammad Imam Asy-Syakir

PendahuluanKhazanah tafsir di Indonesia sudah berkembang sejak akhir abad ke-15. Data yang tersedia memang tidak begitu banyak menyebutkan persis tepatnya. Apakah sebelum abad tersebut sudah ada atau tidak. Adapun secara arkeologi pemikiran meminjam istilah Michel Foucault, maka proses terbentuknya kesadaran dan pengetahuan dalam konteks tafsir diawali dengan persentuhan tokoh-tokoh Nusantara dengan ulama-ulama Timur Tengah. Setelah Islam menyebar di Indonesia, selanjutnya perkembangan terus berlangsung, yang mana ditandai pula dengan banyaknya pemuda-pemuda Melayu dan Indonesia yang mengembara ke pusat peradaban Islam di Timur Tengah untuk belajar Islam. Ketika mereka kembali, tentu saja membawa info-info serta perkembangan aktual seputar Timur Tengah yang selanjutnya mempengaruhi perkembangan Islam di Indonesia.

Pergulatan tafsir di Nusantara terus mengalami perkembangannya sendiri dalam pembabakan sejarah keilmuan Islam di Indonesia. Meski mendapat tantangan dan halangan dari kaum kolonial, yakni Belanda yang melarang penerjemahan al-Quran ke dalam bahasa Indonesia, namun tidak lantas menghentikan tradisi keilmuan yang sedang berkembang ini begitu saja. Hal tersebut terbukti dengan munculnya karya-karya terjemahan serta tafsir al-Quran dalam bahasa Indonesia, bahkan dalam bahasa daerah seperti Jawa, Sunda, dan yang lainnya.Berikut adalah pengkajian secara ringkas terhadap salah satu karya Tafsir yang terlahir dari dua tokoh ulama dari Minangkabau, Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs. dengan karya mereka berdua, Tafsir Quran.Lectori Salutem!Tentang Penulis: Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs.a. Riwayat Hidup Zainuddin HamidyH. Zainuddin Hamidy lahir di Koto Nan Ampek, Payakumbuh pada tanggal 8 Februari 1907. Beliau adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Abdul Hamid dan Halimah. Kakaknya bemama Nahrawi. Selain itu, beliau juga memiliki 5 orang saudara sebapak, yaitu Zainullah, Amiruddin, Salim, Mariam, dan Bermawi. la tumbuh dari keluarga yang tidak begitu religius. Bahkan ayahnya dianggap seorang Pareman. Namun ada juga yang menyebutkan bahwa ayah beliau, yakni Abdul Hamid terkenal sebagai seorang berilmu, terutama ilmu agama yang mendalam, maupun ilmu bela diri silat. Beliau memiliki sifat percaya diri yang tinggi, pemberani dan suka menolong orang lain. Ia sering menghadapi preman atau parewa pasar yang suka memeras dan menganiaya masyarakat lemah. Karena keberanian dan kepiawaiannya dalam bela diri inilah masyarakat memberikan julukan padanya dengan orang bagak (orang yang pemberani).

Mengenai latar belakang pendidikan beliau, di samping menempuh pendidikan non-formal tradisional di surau, Zainuddin Hamidy juga mengenyam pendidikan formal, yakni di sekolah Governement selama 5 tahun, lalu setelah selesai ia masuk sekolah atau Madrasah Darul Funun el-Abbasiy di Padang Japang. Di Madrasah Darul Funun ini, Zainuddin Hamidy belajar ilmu tafsir, hadits, Bahasa Arab dan ilmu-ilmu lainnya. Zainuddin Hamidy dikenal sebagai murid yang cerdas. Hal ini terbukti, ketika ia duduk di bangku terakhir (kelas akhir), ia dipercaya untuk mengajar di kelas 5. Zainuddin Hamidy tumbuh besar dengan memiliki kecintaan kepada ilmu pengetahuan. Bahkan ketika pulang kampung pada waktu libur di Darul Funun, ia mendatangi Tuangku Karuang di Batang Tabik untuk mengaji (belajar al-Quran). Di Batang Tabik inilah ia kemudian berkenalan dan menjadi kawan dengan H. Fachruddin Hs.

Karena dikarunia kepintaran yang di atas rata-rata, pimpinan Madrasah Darul Funun, Syekh Abdullah Abbas menginginkan Zainuddin untuk menjadi penggantinya. Hanya saja, Zainuddin merasa ilmunya belum cukup, sehingga ia memilih melanjutkan pendidikan ke Mekkah. Pada tahun 1927 atau pada usia 20 tahun beliau berangkat ke Mekkah dengan meninggalkan istrinya, Rahmah. Di Mekkah beliau menuntut ilmu di perguruan yang terkenal masa itu, Mahad Islamy. Dan disebutkan bahwa ia merupakan orang Indonesia pertama yang sekolah di perguruan ini. Di sana ia belajar selama 5 atau 6 tahun, lalu kembali pada tahun 1932. Sekembalinya dari Mekkah, beliau kemudian mempersunting Desima Jasin, yang darinya ia dikarunia 7 orang anak.

Beliau dikatakan memiliki beberapa karakter khas yang unik, seperti beliau hobi bermain bola, bahkan menurut salah seorang muridnya, H. Haffash Shamah, bila tidak mengajar beliau sering bermain bola bersama murid-muridnya. Selain itu, Buya Zainuddin Hamidy memanggil murid-muridnya dengan panggilan ustadz. Hal ini menjadikan mereka termotivasi sampai banyak yang menjadi ulama. Buya Zainuddin Hamidy juga memiliki satu kebiasaan yang menimbulkan kesan tersendiri di hati murid-muridnya, yaitu ketika mengajar hadits, bila beliau lupa maka beliau mengusap wajahnya dari kening sampai dagu, dan ketika melepaskan tangannya dari dagu beliau langsung menyebutkan hadits yang sebelumnya ia lupakan (menyebutkan hadits mulai dari sanadnya). Kebiasaan lain, sebagaimana dituturkan urid beliau Dr. Nukman MA, Buya Zainuddin Hamidy tidak pernah melihat buku ketika mengajar. Walaupun beliau tetap membawa buku, tapi bukunya hanya dipegang tidak dibuka.

Zainuddin Hamidy banyak menulis buku. Sayangnya buku-buku ini banyak yang hilang ketika Belanda dan Jepang mengobrak-abrik pesantren Mahad Islamy dan rumah Buya Zainuddin Hamidy. Beberapa karya tulisnya antara lain:

1. Terjemahan al-Quran Karim, merupakan Tafsir Al-Quran pertama di Indonesia yang disusunnya bersama-sama dengan Fakhruddin HS berdasarkan periodisasi tafsir di Indonesia, tafsir ini merupakan generasi ke-IV yakni abad-20 jadi disusun sekitar tahun 1963-an.

2. Terjemahan Shahih Bukhari, beliau tulis bersama Darwis Z dan Fakhruddin HS, tahun terbit kedua 2006.

3. Terjemahan Hadits Arbain, kitab tauhid dan Musthalahul Hadits, kitab terakhir ini merupakan salah satu pegangan beliau ketika mengajar ilmu hadits di Training Collage Payakumbuh dan PGA A Bukittinggi.

Pagi hari Jumat tanggal 29 Maret 1957, Syekh Haji Zainuddin Hamidy meninggal dunia, berpulang ke Rahmatullah. Kepergian beliau begitu tiba tiba, tanpa menderita sakit. Bahkan pada malamnya beliau masih menghadiri pertemuan bersama Kol. M Simbolon dan tokoh tokoh lain di Gedung Pertemuan Payakumbuh.

Tentang Buya Zainuddin Hamidy, Buya Hamka bertutur: Ustadz Syekh Haji Zainuddin Hamidy adalah seorang yang sederhana. Percakapan dari mulutnya hanya satu-satu, tidak banyak. Bila orang bercakap tentang yang tidak berfaedah, ia hanya diam. Jika orang bertanya, dijawabnya dengan senyum. Senyum yang mengandung seribu satu artib. Riwayat Hidup Fachruddin Hs.

Beliau adalah H. Fachruddin Hs Datuk Majo Indo, lahir pada 1906 di Situjuh Batur. Daerah ini merupakan dusun terpencil di Sumatra Barat, yang terletak kira-kira 12 Km di selatan dari kota Payakumbuh, kabupaten Limapuluh Kota. Ayahnya adalah seorang ulama yang cukup terkenal di Situjuh Batur pada waktu itu yaitu H. Husein yang memiliki gelar Tuanku Khatib. Sedangkan Ibunya bemama Hj. Putiah Fathimah. H. Fachruddin Hs. Juga memiliki kakek yang bernama Ismail seorang ulama yang berpengaruh di daerahnya pada waktu itu, beliau populer dengan panggilan Inyiak Datuk.

Sejak kecil Fachruddin Hs. Telah dikenalkan dengan ilmu-ilmu islam oleh ayah, ibu dan kakeknya. Pada usia 5 tahun beliau diajari untuk membaca al-Quran serta sering dibawa oleh ayahnya ke berbagai tempat ketika dia berdakwah. Pada usia 6 tahun ia terus diajarkan pelajaran-pelajaran agama dan pada usia ini ia diajarkan membaca Arab Melayu. Pada tahun 1916, H. Fachruddin Hs. masuk Sekolah Dasar biasa. Setelah menamatkan Sekolah Dasar biasa ini, selanjutnya beliau belajar secara non-formal ke beberapa guru di sekitar daerah tempat tinggalnya. Pada tahun 1921 hingga tahun 1922, beliau belajar dengan Tuanku Mudo Hamzah di Air Tabit. Pada tahun 1923 sampai tahun 1927 beliau berguru kepada Engku Mudo Ahmad Karung.

Kedua orang tua Fachruddin Hs., tampaknya menginginkan anaknya lebih dalam dan intens bergelut dalam keilmuan islam, sehingga keduanya hendak mengirimkan anaknya ke tanah lahirnya Islam, yaitu Mekkah. Namun, Fachruddin Hs. menolak tanpa alasan yang jelas. Pada usia 17 tahun, atau pada tahun 1923 ia menikah dengan gadis sekampungnya yang bernama Itam. Dari pernikahannya ini beliau tidak dikaruniai Allah dengan keturunan. Sehingga beliau kemudian menikah lagi sampai 3 kali pernikahan dan dikaruniai banyak keturunan. Pernikahan beliau yang kedua adalah dengan Yulinan pada 1925. Dari Yulinan beliau dikaruniai 3 orang anak, Zaidar, Bakhtiar dan Nizar Fakhruddin. Pada tahun 1930 beliau menikah untuk ketiga kalinya, yaitu dengan Nurasanah. Darinya ia dikaruniai 3 orang anak yang bernama Azmi Fachruddin, Asri Fachruddin dan Asnadiar. Selanjutnya pada 1935, beliau menikah untuk yang keempat kalinya, yaitu dengan Bulan. Darinya beliau dikaruniai 6 orang anak, yaitu Darius Fachruddin, Wasna Basir, Faisal Fachruddin, Renaldi Fachruddin, Fakri Fackhruddin dan Muhammad Irfan Fachruddin.

Tentang Karya Tulis: Tafsir Qurana. Seputar Tafsir QuranTafsir ini terbit pertama kali pada 1959 oleh penerbit Widjaya Jakarta, kemudian dicetak lagi sampai pada cetakan ke-13 tahun 1987. Berikut uraian penerbitan tafsir ini:

Cetakan pertama, 1959

Cetakan kedua, 1962

Cetakan ketiga, 1963

Cetakan keempat, 1967

Cetakan kelima, 1969

Cetakan keenam, 1973

Cetakan ketujuh, 1979

Cetakan kedelapan, 1980

Cetakan kesembilan, 1982

Cetakan kesepuluh, 1983

Cetakan kesebelas, 1984

Cetakan keduabelas, 1986

Cetakan ketigabelas, 1987Tafsir Quran ini ditulis dalam satu jilid dengan jumlah tebal sebanyak 965 halaman (ditambah 45 (XLV) halaman sebelumnya).

b. Metodologi Penulisan Tafsir QuranPenulis tidak atau barang kali belum memperoleh data mengenai metodologi yang digunakan kedua penulis Tafsir Quran di dalam karyanya tersebut. Akan tetapi bila ditelisik dan ditelaah lebih mendalam, yang berhasil penulis dapatkan adalah beberapa keragaman referensi yang dipergunakan dalam bahan penafsiran. Di antara yang sering dijumpai, adalah penafsiran dengan merujuk kepada ayat lain, analisa bahasa, ijtihad, Bible, sejarah, dan yang lainnya. Barang kali, lantaran beragamanya referensi ini, terutama yang bersifat ijtihadi bukan penukilan-penukilan riwayat, bisa dikatakan bahwa tafsir ini cenderung kepada tafsir bi ar-rayi. Komentar Terhadap Tafsir Quran Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs.Syeikh Soelaiman Ar-Rasoeli menuturkan, Ketika saya membaca sebahagian dari naskah Tafsi Quran susunan Fachruddin Hs. dan H. Zainuddin Hamidy ini, maka saya berpendapat bahwa kandungan Tafsir ini akan menjadi nimat bagi masyarakat bangsa kita, terutama bagi mereka yang belum paham akan bahasa Arab...Kepada umum sya anjurkan supaya membaca dan mempelajari Tafsir Quran ini....Syeikh Ibrahim Musa Parabek menuturkan, ...Setelah saya perhatikan Tafsir Quran yang diusahakan oleh saudara Fachruddin Hs. dan H. Zainuddin Hamidy, baik isi maupun susunannya, dapatlah saya kemukakan bahwa usaha ini telah membuka pintu dan memberi jalan untuk mendapatkan ilmu dan hikmat yang terkandung di dalam Al-Quran terutama bagi mereka yang belum memahami bahasa aslinya....H. Agus Salim menuturkan, ...Dengan Ikhlas dan senang hati, saya menyambut baik dan memuji Tafsir Al-Quan yang disusu oleh K.H. Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs. sehingga penyusunannya ini aka menuntun untuk mempelajari ilmu Al-Quran lebih dalam....Beberapa Contoh Penafsiran dalam Tafsir Quran

Untuk memudahkan dalam meninjau penafsiran Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs. dalam Tafsir Quran, maka contoh-contoh penafsiran yang tertuang di dalam tafsir ini akan di kategorikan berdasar tema-tema tertentu yang murni berasal dari inisiatif pribadi penulis makalah sebagaimana berikut:a. Penafsiran Ayat Muqathaah (Alif Lam Mim)

Dalam memberikan penafsiran terhadap ayat pertama surat al-Baqarah, penulis tafsir menuturkan, Alif, Lam, Mim adalah huruf-huruf potong yang kebanyakan ahli-ahli tafsir menyerahkan pengertiannya kepada Tuhan, karena hanya Tuhan saja yang tahu maksudnya. Surat-surat lain yang dimulai juga dengan Alif, Lam, Mim, ialah surat Ali Imran (3), Al Ankabut (29), Ar Rum (30), Luqman (31), dan As Sajdah (32). Ibnu Qayyaim dalam Badaiul Fawaid menerangkan bahwa dimulai surat itu dengan Alif (keluarnya dari rekungan) dan Lam (keluarnya dari lidah) dan Mim (keluarnya dari bibir), berarti isinya meliputi keadaan-keadaan yang terjadi di dunia ini, juga sebelumnya dan sesudahnya. Maulwi Muhammad Ali, MA. LL.B, dalam The Holy Quran (Lahore), menerangkan bahwa artinya ialah: Aku Allah Yang Paling Tahu, disebabkan Alif potongan dari ana, Lam potongan dari Allah, dan Mim potongan dari alam. Jadi, anallahu alam (Aku Allah Yang Paling Tahu). Ada lagi pengertian-pengertian yang lain, tetapi tentang ini kita belum memperoleh alasan yang kuat.

b. Penafsiran Ayat Al-Quran dengan Ayat Al-Quran .Dan ketika Kami janjikan kepada Musa empat puluh malam, kemudian kamu ambil anak lembu (footnote no: 37) (menjadi pujaan) sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang melanggar aturan.

Penulis tafsir menuturkan, Mereka membuat anak lembu dari barang-barang perhiasaannya, untuk menjadi pujaan mereka, sepeninggal Musa berangkat (Lihat 7:148). Mereka mudah tertarik menyembah anak lembu itu, karena begitulah agama orang Mesir ketika itu, dan mereka sebagai bangsa yang terjajah (baru lepas) suka sekali meniru bangsa yang menjajahnya.

c. Penafsiran Dengan Merujuk Kepada Hadits serta Sababul Nuzul-nya .Dan ketika Kami mengatakan kepada malikat: Tunduklah kamu kepada Adam. Lalu mereka tunduk, selain iblis (footnote no: 28); dia enggan dan menyombongkan dirinya, dan dia termasuk orang-orang yang tidak beriman.

Penulis tafsir menuturkan, Perkataan usjuduu berarti sujudlah! Tetapi pengertian sujud itu di sini bukanlah meletakkan dahi ke bumi, seperti dalam sembahyang, karena sujud yang begitu, hanyalah untuk Tuhan, dan tidak boleh terhadap makhluk. Sujud di sini berarti tunduk patuh kepada Adam serta membantunya dalam pekerjaannya menjalankan titah Tuhan di dunia. Malaikat-malaikat mau tunduk, tetapi iblis tidak. Malaikat dan iblis itu adalah dua bangsa makhluk halus yang ada dalam dunia ini. Malaikat bekerja membantu pergerakan dunia besar ini, dan menolong jiwa manusia ke arah tujuan dan pekerjaan suci, sedang iblis membantu nafsu ke arah kejahatan dan dosa. Dalam sebuah hadits (sabda Nabi s.a.w.) disebutkan: Sesungguhnya syeitan itu memberikan bisikan halus kepada Adam, dan juga malaikat memberikan bisikan halus pula. Adapun bisikan syeitan, ialah membawa keada kejahatan dan mendustakan kebenaran, sedang bisikan malaikat, ialah membawa kepada kebaikan dan menerima kebenaran. Siapa yang merasakan bisikan Malaikat dalam hatinya, hendaklah diketahuinya, bahwa itu dari Tuhan, dan hendaklah dia memuji Tuhan. Dan siapa yang merasakan yang satu lagi (bisikan iblis), hendaklah dia menjauhkan dirinya dari syeitan yang terkutuk itu. (Riwayat Tarmizi, Nasai dan Ibnu Hibban).

Berkenaan dengan surat Ali Imran ayat ke- 195 di atas, pada footnote (catatan kaki) nomor 204, penulis tafsir menjelaskan, Dengan tegas Islam mengajarkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, karena keduanya dianggap sama, sebagai dua saudara sepupu, yang diterangkan dalam sabda Nabi: Perempuan-perempuan itu adalah saudara sepupu dari kaum laki-laki.d. Penafsiran Dengan Pendekatan Gramatikal (Bahasa: Bahasa Arab) .Dalam memberikan penafsiran atas ayat 29 surat al-Baqarah di atas, penulis tafsir menyebutkan, Perkataan tujuh, tujuh puluh, dan tujuh ratus dalam bahasa Arab, berarti jumlah yang terbanyak, dan tidak terbatas kepada jumlah yang tertentu. Jadi tidaklah berarti, bahwa langit (alam yang di atas kita) terbatas jumlahnya kepada tujuh. Dalam ayat ini juga diterangkan, bahwa apa yang ada di alam ini adalah untuk kepentingan manusia.

e. Penafsiran Dengan Merujuk Kepada Bibel

Dalam memberikan penafsiran, penulis tafsir juga merujuk kepada Bible. Salah satu ayat yang ditafsirkan dengan merujuk kepada Bibel antara lain, Surat al-Baqarah, ayat: 35.... ....dan makanlah (makanan) di dalamnya dengan sepuas hati, sebagaimana kesukaan engkau berdua, dan janganlah dekati pohon ini (footnote no. 30), nanti engkau keduanya menjadi orang-orang yang melanggar aturan.Penulis tafsir menuturkan, Pohon apakah yang dilarang? Dalam beberapa kitab-kitab Tafsir banyak ceritanya, ada yang mengatakan pohon kekal (syajaratul khuld) dsb., tetapi keterangan-keterangan itu tidak mempunyai alasan yang kuat. Dalam Biyble disebut pohon pengetahuan baik dan jahat, sebagai tersebut dalam Kitab Kejadian fasal II, berbunyi: 16. Maka berfirmanlah Tuhan Allah kepada manusia, kataNya: Adapun buah-buahan segala pohon yang dalam taman ini boleh engkau makan sesukamu. 17. Tetapi buah pohon pengetahuan akan baik dan jahat itu janganlah engkau makan, dari padanya engkau akan mati. Tetapi agama Islam tidak membenci pohon pengetahuan (ilmu), apalagi pohon pengetahuan tentang baik dan jahat, melainkan menyuruh mencarinya ke mana saja dan mengambilnya dari siapa saja; dan pohon pengetahuan itu dipandang sebagai pokok kehidupan, dan bukan sebab kematian.n

Pada ayat yang lain dalam Al-Qurn, Tuhan menyebut pohon yang baik dan pohon yang buruk, sebagai perumpamaan bagi perkataan yang baik danperkataan yang buruk, seperti disebutkan dalam surat Ibrahim (14: 24-26), 24. Belumkah engkau tahu, bagaimana Tuhan membuat perumpamaan, perkataan yang baik dalah sebagai pohon yang baik, uratnya teguh (terhunjam) dan cabanya menjulang tinggi. 25. Menghasilkan buahnya setiap waktu dengan izin Tuhannya. Dan Tuhan membuat perumpamaan untuk manusia, supaya mereka mengerti. 26. Dan perumpamaan perkataan buruk adalah sebagai pohon yang buruk, (uratnya) terbongkar dari bumi, dan tidak dapat berdiri.

f. Penafsiran Dengan Merujuk Pendapat Ulama ...Dan Kami mengatakan: Hai Adam! Diamlah engkau dan isterimu di dalam syurga (footnote no. 29)...Penulis tafsir menuturkan, Apakah syurga tempat kediaman Adam itu syurga yang disebutkan dalam Al-Qurn, disediakan untuk orang-orang yang beriman dan beramal saleh di hari akhirat nanti, atau suatu taman (jannah= taman) yang ada di salah satu tempat di bumi ini? Keterangan yang tegas tetang ini dari Al-Qurn dan Hadits belumlah kita jumpai. Sebab itu timbul perbedaan pendapat. Kebanyakan ahli-ahli tafsir berpendapat bahwa jannah itu ialah syurga tempat manusia menerima pembalasan. Di antaranya ada juga yang berpendapat, bahwa jannah itu ialah satu taman di dunia, karena mengingat ayat 30 di atas yang menerangkan, bahwa Tuhan menjadikannya khalifah di muka bumi, yaitu Adam dan turunannya, dan malaikat mengatakan, bahwa mereka akan membuat bencana dan berperang-perangan di muka bumi. Juga, mengingat syurga akhirat itu hanyalah untuk balasan bagi orang-orang yang beriman dan beramal, maka mungkin sekali syurga tempat kediaman Adam itu katanya sebuah taman (jannah) di muka bumi.

g. Penafsiran Dengan Merujuk Pandangan Ahli Tasawuf

....Dalam menafsirkan surat Yusuf ayat 53 di atas, dalam footnote no. 652, penulis tafsir mengutip penafsiran dari ahli Tasawuf. Penulis menuturkan, Ahli Tasawuf membagi nafsu manusia ini kepada beberapa tingkatan:

1. Nafsu ammarah, yang suka menyuruh kepada kejahatan.

2. Nafsu lauwamah, yang berjuang antara kebaikan dan kejahatan.

3. Nafsu musauwilah, yang pandai menipu, sehingga kejahatan tampak sebagai suatu kebaikan.

4. Nafsu muthmainnah, yang tenang tenteram.

Nafsu ammarah adalah tingkatan yang paling rendah dalam jiwa manusia, dan lebih tinggi dari itu nafsu lauwamah (Quran, 75:2), yang telah mengenal buruk dan baik, dan selalu berjuang menentang keinginan-keinginan yang buruk. Nafsu musauwilah senantiasa menggambaran yang buruk berupa kebaikan. Yang paling tinggi ialah nafsu muthmainnah (Quran, 89:27) yang telah sampai ke tingkat ketenteraman dan kesuciannya. h. Penafsiran Dengan Merujuk Kepada SimbolDalam footnote (catatan kaki) nomor 1919, surat al-Muddatsir ayat ke-32, yang berbunyi, Jangan! Demi (perhatikan) bulan ( ), penulis tafsir menuturkan, Bulan adalah lambang kekuasaan dan kemuliaan, juga berarti cahaya terang, sebagaimana malam gambaran dari kegelapan. Bagai cahaya bulan yang dapat menembus kegelapan malam, begitulah Al-Quran dapat menerangi masyarakat yang tengah diliputi gelap-gulita.

i. Penafsiran Dengan Merujuk Kepada Ilmu Pengetahuana) SejarahDalam footnote no. 846, penulis tafsir mengomentari penamaan surat ke-18, yakni al-Kahf (Gua). Penulis tafsir menyebutkan, Surat ini dinamakan Gua, dan dalam ayat 9-25 disebutkan cerita 7 orang pemuda Kristen di Ephesus di zaman Kerajaan Roma, mereka menyingkirkan diri ke sebuah gua untuk memelihara keimanannya. Ketika itu agama Kristen mendapat ancaman sehebat-hebatnyab) Geografi Dan Dia yang mengadakan lautan, supaya daripadanya kamu dapat memakan daging yang baru, dan kamu keluarkan dari dalamnya perhiasan yang akan kamu pakai. Dan kamu lihat kapal membelah lautan, supaya dapat kamu mencari kurniaNya (footnote:730) dan supaya kamu bersyukur.

Dalam surat An-Nahl ayat ke-14 di atas, penulis menuturkan, Lautan itu sangat penting artinya, tempat menangkap ikan, pengambilan mutiara dan sebagainya. Perhubungan di lautan sangat berguna bagi kemajuan perdagangan, serta pertukaran ilmu dan kebudayaan antara bangsa-bangsa. Hampir tiga perempat (3/4) dari bulatan bumi ini terdiri dari lautan.

c) Arkeologi .Dan dijadikanNya kuda, bighal dan keledai, menjadi kendaraan dan perhiasan untukmu, dan Tuhan menciptakan apa yang kamu tidak ketahui.

Dalam menjelaskan surat An-Nahl, ayat ke-8 di atas, penulis tafsir menuturkan, Riwayat perkembangan lalu lintas telah membuktikan terciptanya alat-alat perhubungan di darat, di laut dan di udara yang belum dikenal oleh manusia di zaman dahulu, dan seterusnya nanti akan lahir alat-alat perhubungan baru yang belum dikenal oleh manusia zaman sekarang. Sesudah menyebut kuda, bighal, dan keledai untuk kendaaraan, Tuhan menyambung dengan perkataan: menciptakan apa yang tidak kamu ketahui, tentulah berarti lahirnya alat-alat perhubungan baru..Wallahu Alam bis ShawwabReferensiZainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs. 1987. Tafsir Quran. Jakarta. Widjaya. Muhammad Shahib dan M. Bunyamin Yusuf Surur. 2011. Para Penjaga Al-Quran: Biografi Huffaz Al-Quran di Nusantara. Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran. cet. I.Situs/Web:

http://luluvikar.blogspot.com/2006/07/arkeologi-pemikiran-tafsir-di.htmlhttp://thkhusus.wordpress.com/2010/01/03/sekilas-tafsir-di-indonesia/

http://chaqoqo.blogspot.com/2011/11/tafsir-quran-karim-karya-h-zainuddin.html

http://ulama-minang.blogspot.com/2010/01/syekh-zainuddin-hamidy-1905-1985.html

http://ulama-minang.blogspot.com/2010/01/h-fachruddin-hs-datuk-majo-indo-l-1905.htmlhttp://badriegen.blogspot.com/2012/10/pengaruh-haji-zainuddin-hamidy-dalam.html

Farid F. Saenong, Arkeologi Pemikiran Tafsir di Indonesia Upaya Perintis (artikel dari: http://luluvikar.blogspot.com/2006/07/arkeologi-pemikiran-tafsir-di.html).

HYPERLINK "http://ulama-minang.blogspot.com/2010/01/syekh-zainuddin-hamidy-1905-1985.html" http://ulama-minang.blogspot.com/2010/01/syekh-zainuddin-hamidy-1905-1985.html dan Muhammad Shahib dan M. Bunyamin Yusuf Surur, Para Penjaga Al-Quran: Biografi Huffaz Al-Quran di Nusantara, (cet. I; Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, September 2011 M), hal. 423 dalam http://badriegen.blogspot.com/2012/10/pengaruh-haji-zainuddin-hamidy-dalam.html. Sedangkan dalam data yang penulis dapat seputar buku Para Penjaga Al-Quran, ada perbedaan halaman yakni halaman 506.

Sekolah ini sudah memakai sistem klasikal, di mana murid-murid sudah mempergunakan fasilitas bangku, meja, berpakaian rapi seperti kemeja, dasi, dan jas.

Muhammad Shahib dan M. Bunyamin Yusuf Surur, Para Penjaga Al-Quran...hal. 510.

Ibid., hal. 510.

Ibid., hal. 510.

Ibid., hal. 506.

Ibid., hal. 507.

Ibid., hal. 507.

Ibid., hal. 515-516.

Data ini didapat dari sebuah tulisan dalam : http://ulama-minang.blogspot.com/2010/01/h-fachruddin-hs-datuk-majo-indo-l-1905.html, yang juga menyebutkan bahwa beliau lahir pada tahun 1905.

Yusuf Bagus R., Peristiwa Si Tujuh Batur Di Sumatera Barat Tahun 1949 (Makalah).

http://ulama-minang.blogspot.com/2010/01/h-fachruddin-hs-datuk-majo-indo-l-1905.html

http://ulama-minang.blogspot.com/2010/01/h-fachruddin-hs-datuk-majo-indo-l-1905.html

http://ulama-minang.blogspot.com/2010/01/h-fachruddin-hs-datuk-majo-indo-l-1905.html

Data ini berdasar cetakan yang ke-13, tahun 1987.

Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs., Tafsir Quran (Jakarta: Widjaya, 1987), hal. 2.

Tafsir Quran, hal. 12. Footnote no: 37

Tafsir Quran, hal. 8-9. Footnote no: 28.

Tafsir Quran, hal. 7. Footnote no: 24.

Tafsir Quran, hal.9. Footnote no: 30.

Tafsir Quran, hal.9. Footnote no: 29.

Tafsir Quran, hal.. Footnote no:

Tafsir Quran, hal. . Footnote no:

Tafsir Quran, hal. 375. Footnote no: 730.

Tafsir Quran, hal. 374. Footnote no: 728.

8