17
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI......................................................................... BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 1.1 Latar Belakang............................................................... 1.2 Rumusan masalah............................................................ BAB II LANDASAN TERI.............................................................. 2.1 De"inisi #eari"an L$kal...................................................... BAB III PE%BAHASAN................................................................. !.1 %asalah'masalah (ang Ter)a*i *i Bali......................................... !.1.1 #erusakan lingkungan................................................... !.1.2 Pergeseran Nilai'nilai s$sial'+u*a(a..................................... 2.2 Dimana Peran Pemerintah-..................................................... 2.2.1 Eks/l$itasi Pemerintah Sekt$r Pari0isata Bali............................ 2.2.2 S$sial *an Bu*a(a........................................................ 2.! Tum/ang Tin*ih Regulasi...................................................... BAB I PENUTUP..................................................................... .1 #esim/ulan................................................................. .2 Saran......................................................................... Da"tar Pustaka 1

Local Knowledge Bali

Embed Size (px)

Citation preview

DAFTAR ISI

HalamanDAFTAR ISIiBAB I PENDAHULUAN11.1 Latar Belakang11.2 Rumusan masalah2BAB II LANDASAN TEORI32.1 Definisi Kearifan Lokal3BAB III PEMBAHASAN73.1 Masalah-masalah yang Terjadi di Bali73.1.1 Kerusakan lingkungan73.1.2 Pergeseran Nilai-nilai sosial-budaya92.2 Dimana Peran Pemerintah?102.2.1 Eksploitasi Pemerintah Sektor Pariwisata Bali102.2.2Sosial dan Budaya102.3 Tumpang Tindih Regulasi11BAB IV PENUTUP134.1 Kesimpulan134.2 Saran14Daftar Pustaka

i

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangBali adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keindahan alam yang sangat indah. Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota provinsinya dalah Denpasar yang terletak di bagian selatan pulau Bali. Banyak wisatawan baik domestik maupun internasional yang datang kesana untuk melihat keindahan pulau Bali yang terletak di 82523 Lintang Selatan dan 1151455 Bujur Timur. Bagi dunia internasional, Bali dikenal dengan sebutan Pulau Dewata.Kebudayaan masyarakat Bali sangatlah unik dan berbeda dengan kebudayaan-kebudayaan yang ada didaerah lainnya. Mayoritas masyarakat Bali beragama Hindu, dimana kebudayaan dan agama memiliki keterkaitan yang cukup kuat. Keterkaitan ini yang menyebabkan agama dan budaya adalah yang satu atau sama untuk masyarakat Bali. Mayoritasnya agama Hindu di Bali inilah yang menyebabkan Bali dieknal dengan sebutan Pulau Seribu Pura.Kearifan lokal yang ada Bali merupakan suatu percampuran yang berasal dari agama dan budaya yang berkembang disana. Kearifan lokal merupakan pengetahuan lokal yang tercipta dari hasil adaptasi suatu komunitas yang berasal dari pengalaman hidup yang dikomunikasikan dari generasi ke generasi. Kearifan lokal dengan demikian merupakan pengetahuan lokal yang digunakan oleh masyarakat lokal untuk bertahan hidup dalam suatu lingkungannya yang menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, budaya dan diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama.Bahasa yang digunakan masyarakat setempat adalah bahasa Bali dan Bahasa Indonesia, tetapi tidak sedikit masyarakat di bali yang mampu berbahasa Inggris. Bahasa Inggrisadalah bahasa asing utama bagi banyak masyarakat Bali yang dipengaruhi oleh kebutuhan yang besar dari industri pariwisata. Berkembangnya pariwisata yang ada di Bali membuat banyak masyarakat di Indonesia yang berdatangan ke Bali untuk membuka atau mencari lapangan pekerjaan. Bali dianggap sebagai salah satu kota yang memiliki potensi kesejahteraan yang tinggi di Indonesia. Sektor pariwisata merupakan sektor terbesar di Bali dalam menyumbangkan devisa kepada negara. Banyaknya para pendatang yang akan menetap membuat berbagai masalah yang akan muncul, seperti berkurangnya lahan hijau yang akan dibangun untuk memnuhi kebutuhan tempat tinggal atau tempat-tempat yang menunjang pariwisata, ada pula masalah limbah dan polusi yang semakin bertambah dari tahun ke tahun terutama pada kota-kota besar di Bali yang mengganggu masyarakat setempat. Air bersih juga merupakan suatu masalah yang mulai diperhatikan masyarakat Bali, dimana air bersih tersebut mulai berkurang cadangannya yang disebabkan dalam pengambilan air tersebut melebihi kapasitasnya.Masalah-masalah yang terjadi di Bali, tidak hanya berdampak pada manusia namun juga pada pelestarian alamnya. Budaya di Bali yang memegang teguh kekuatan dan keberadaan leluhurnya (nenek moyang) yang dipercaya ada disekitaran mereka juga mulai terkikis. Masyarakat Bali melarang keras penebangan pohon karena mereka percaya bahwa leluhur mereka bertempat tinggal di pohon-pohon tersebut, namun karena adanya proyek-proyek pembangunan banyak pohon di Bali yang ditebangi.Pemerintah memiliki peranan penting dalam hal ini, karena Bali merupakan salah satu kota metropolitan selain Jakarta dan merupakan salah satu ikon dari Indonesia. Wisatawan mancanegara banyak yang datang ke Bali karena ingin melihat keindahan alam dan budaya masyarakat setempat, namun terdapat masalah lingkungan dan budaya yang mulai terkikis.

1.2 Rumusan masalah1. Apakah itu kearifan lokal msayarakat Bali?2. Masalah-masalah apa saja yang terjadi di Bali?3. Bagaimana peran pemerintah dalam menyelesaikan masalah tersebut?

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Kearifan LokalDi Bali terdapat beberapa kearifan lokal yang telah dijadikan pedoman oleh masyarakat sejak dahulu dalam menjaga keharmonisannya menghadapi tantangan hidup. Dalam tulisan ini akan dikemukakan tiga kearifan lokal yang sudah dikenal dan sebagian telah disepakati untuk dijadikan landasan hidup bersama di Bali. Ketiga hal dimaksud adalah1) Sagalak sagilik saguluk salunglung sabayantaka, paras paros sarpanaya, 2) menyama braya, dan 3) tri hita karanadasar menjaga tiga hubungan harmonis yaitu hubungan harmonis manusia dengan Tuhannya (Parahyangan), hubungan harmonis antara sesamamanusia (pawongan), dan hubungan harmonis antara manusia dengan alam lingkungannya (palemahan). Ketiga kearifan lokal diatas dapat dicoba dipahami dan dimengerti untuk kemudian bisa diterapkan dengan baik, niscaya kerukunan dapat dibina dan ide multikulturalisme dalam masyarakat heterogen seperti di Bali ini akan dapat terealisasi dengan baik pula.Dalam Sibarani (2012: 112-113) juga dijelaskan bahwa kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Kearifan lokal juga dapat didefinisikan sebagai nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana. Jadi, dapat dikatakan bahwa kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat berkaitan dengan kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.Pengertian kearifan lokal (tradisional) menurut Keraf (2002) adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Pengertian di atas memberikan cara pandang bahwa manusia sebagai makhluk integral dan merupakan satu kesatuan dari alam semesta serta perilaku penuh tanggung jawab, penuh sikap hormat dan peduli terhadap kelangsungan semua kehidupan di alam semesta serta mengubah cara pandang antroposentrisme ke cara pandang biosentrisme dan ekosentrisme. Nilai-nilai kerarifan lokal yang terkandung dalam suatu sistem sosial masyarakat, dapat dihayati, dipraktikkan, diajarkan dan diwariskan dari satu generasi ke genarasi lainnya yang sekaligus membentuk dan menuntun pola perilaku manusia sehari-hari, baik terhadap alam maupun terhadap alam.Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama. Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai. Pengertian ini melihat kearifan lokal tidak sekadar sebagai acuan tingkah-laku seseorang, tetapi lebih jauh, yaitu mampu mendinamisasi kehidupan masyarakat yang penuh keadaban.Secara substansial, kearifan lokal itu adalah nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat. Nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah-laku sehari-hari masyarakat setempat. Oleh karena itu, sangat beralasan jika dikatakan bahwa kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya. Hal itu berarti kearifan lokal yang di dalamnya berisi unsur kecerdasan kreativitas dan pengetahuan lokal dari para elit dan masyarakatnya adalah yang menentukan dalam pembangunan peradaban masyarakatnya.Dalam masyarakat kita, kearifan-kearifan lokal dapat ditemui dalam nyanyian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung lama. Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilainilai itu menjadi pegangan kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari.Bronislaw Malinowski yang terkenal sebagai salah seorang pelopor teori fungsional dalamanthropologi, menyebut unsur-unsur pokok kebudayaan sebagai berikut : Sistem norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota masyarakat didalam upaya menguasai alam sekelilingnya Organisasi ekonomi Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan; perlu diingat bahwa keluargamerupakan pendidikan yang utama Organisasi kekuatanPada intinya para ahli menunjuk pada adanya tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universals, yaitu : Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumahtangga, senjata, alat-alat produksi, transportasi, dan sebagainya) Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya) Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan) Bahasa (lisan maupun tertulis) Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya) Sistem pengetahuan dan pendidikan Religi (sistem kepercayaan)

Nilai kearifan lokal yang berkembang dan diyakini sebagai perekat sosial yang kerap menjadi acuan dalam menata hubungan dan kerukunan antar sesama umat beragama Bali, antara lain : Nilai kearifanTri Hita Karana; suatu nilai kosmopolit tentang harmonisasi hubungan manusia dengan tuhan (sutataparhyangan), hubungan manusia dengan sesama umat manusia (sutatapawongan) dan harmonisasi hubungan manusia dengan alam lingkungannya (sutatapalemahan). Nilai kearfian lokal ini telah mampu menjaga dan menata pola hubungan sosial masyarakat yang berjalan sangat dinamis. Nilai kearifan lokalTri Kaya Parisuda; sebagai wujud keseimbangan dalam membangun karakter dan jati diri insani, dengan menyatukan unsur pikiran, perkataan dan perbuatan. Tertanamnya nilai kearfan ini telah melahirkan insan yang berkarakter, memiliki konsistensi dan akuntabilitas dalam menjalankan kewajiban sosial. Nilai kearifan lokalTatwam Asi; kamu adalah aku dan aku adalah kamu, nilai ini memberikan fibrasi bagi sikap dan prilaku mengakui eksistensi seraya menghormati orang lain sebagaimana menghormati diri sendiri. Nilai ini menjadi dasar yang bijaksana dalam membangun peradaban demokrasi modern yang saat ini sedang digalakkan. NilaiSalunglung Sabayantaka,paras paros sarpanaya; sutu nilai sosial tentang perlunya kebersamaan dan kerjasama yang setara antara satu dengan yang lainnya sebagai satu kesatuan sosial yang saling menghargai dan menghormati. NilaiBhineka Tunggal Ikasebagai sikap sosial yang menyadari akan kebersamaan ditengah perbedaan, dan perbedaan dalam kebersamaan. Semangat ini sangat penting untuk diaktualisasikan dalam tantanan kehidupan sosial yang multikultural. Nilai kearifan lokalMenyama Braya; mengandung makna persamaan dan persaudaraan dan pengakuan social bahwa kita adalah bersaudara. Sebagai satu kesatuan sosial persaudaraan maka sikap dan prilaku dalam memandang orang lain sebagai saudara yang patut diajak bersama dalam suka dan duka.

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Masalah-masalah yang Terjadi di BaliBali sebagai tujuan pariwisata menghadapi situasi yang sulit. Globalisasi membuat masyarakat cenderung individualis dan terkesan konsumtif sehingga berusaha mendapatkan apa yang dibutuhkan dengan mengolah sumber daya alam tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Hal inilah menyebabkan banyak permasalahan lingkungan yang dihadapi dan berdampak pada segala sektor baik sektor industri maupun sektor pariwisata. Polusi dan pencemaran menjadi seperti tradisi yang selalu ada di sudut-sudut daerah. Kerusakan lingkungan juga berdampak bagi flora dan fauna karena habitat mereka terganggu sehingga membuat kelangkaan bagi beberapa populasi.Globalisasi membuat pembangunan berskala besar yang mengutamakan keuntungan tanpa memperhatikan pelestarian lingkungan. Pencemaran atas air, tanah, dan udara terjadi akibat pembangunan yang mengeksploitasi sumber daya yang menyebabkan kesuburan tanah berkurang, pengairan terhambat, serta polusi udara yang semakin menjadi-jadi. Tumpukan sampah dimana-mana akibat pola prilaku masyarakat membuat pencemaran dan kerusakan lingkungan. Selain itu, pembangunan pariwisata Bali memiliki dampak negatif terhadap lingkungan fisik yang mudah terlihat baik air, tanah, maupun udara.Hal tersebut sungguh ironis mengingat kearifan lokal bali yang selain mengacu pada hubungan harmonis manusia dan tuhan-Nya, juga memegang prinsip hubungan harmonis bagi sesame manusia (manusia dengan manusia) dan manusia dengan lingkungannya. Pergeseran nilai tersebut mulai terlihat dari beberapa sisi. Hal tersebut merupakan masalah yang perlu segera ditangani demi tetap menjaga identitas bali sendiri.3.1.1 Kerusakan lingkungan1. Abrasi Pantai di BaliHasil pemantauan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Bali tercatat 8 pantai di Bali mengalami abrasi parah. 8 pantai yang mengalami abrasi paling parah tersebut diantaranya Pantai Padanggalak, Pantai Lebih, Pantai Purnama, Pantai Lepang, Pantai Watu kelotok, PantaiSeseh, pantai Soka dan Pantai Pengambengan. Kepala BLH Bali Alit Sastrawan menyebutkan jika dilihat secara kasat mata maka hampir seluruh pantai di Bali selatan mengalami abrasi dengan tingkat kerusakan abrasi yang beragam. Apalagi pergerakan arus laut di pantai selatan Bali cukup kuat

2. Krisis air dan sungai tercemar di baliBali adalah salah satu pulau yang tidak luput dari ancaman krisis air bersih. Defisit air di Bali malah telah terlihat sejak tahun 1995. Berdasarkan laporannya, Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI mengingatkan bahwa defisit air di Bali telah terlihat sejak 1995 sebanyak 1,5 miliar meter kubik/ tahun. Defisit tersebut terus meningkat sampai 7,5 miliar meter kubik/ tahun pada 2000. Kemudian, diperkirakan pada 2015 Bali akan kekurangan air sebanyak 27,6 miliar meter kubik/ tahun.Ketua BLH Bali Gede Wardhana pada keterangannya di Renon, Rabu (29/7) menjelaskan kualitas air di 11 sungai tersebut masuk dalam kategori tercemar karena kandungan bakteri E.Coli dan logam beratnya telah melewati standar ambang batas. Dimana sumber pencemaran secara umum berasal dari limbah rumah tangga, industri dan aktivitas pertanian. Menurut Gede Wardhana tingkat pencemaran yang paling parah terjadi di bagian hilir sungai. Sedangkan di daerah tengah masih dalam kategori baik, namun sudah terjadi pencemaran. Hanya belum melewati ambang batas baku mutu. Kalau di hilir yang masuk daerah Kota Denpasar sudah tidak layak dikonsumsi sebagai air bersih, jelas Gede Wardhana.Gede Wardhana menyebutkan di Bali secara keseluruhan terdapat 401 Sungai dan hanya sebanyak 162 sungai masih teraliri air. Dari 162 Sungai yang masih teraliri air ini, 11 sungai diantaranya masuk dalam kategori tercemar. Berikut nama-nama dari sungai yang tercemar berikut: Tukad Badung, Tukad Mati, Tukad Ayung, Tukad Jinah, Tukad Pakerisan, Tukad Sungsang, Tukad Yeh Penet, Tukad Saba, Tukad Yeh Sungi dan Tukad UndaPadahal Leluhur orang Bali telah mewariskan dan tertanam suatu keyakinan bahwa memelihara siklus air berarti menjaga kemakmuran kehidupan, memelihara kedamaian hati, dan ketentraman pikiran, sehingga air sering disebut sebagai pembersih atau sumber kemakmuran ( tirta sanjiwani dan amrta sanjiwani). Kearifan lokal yang diwariskan orang Bali untuk menjaga serta mengelola sumber mata air, aliran air, dan manfaat air dalam kehidupan sehari-hari dilakoni dalam ikatan sosial desa pekraman (adat).3.1.2 Pergeseran Nilai-nilai sosial-budayaBerkembangnya pariwisata diikuti dengan masuknya para wisatawan dari dalam dan luar negeri. Mereka datang dengan membawa nilai-nilai masing-masing. Terkadang nilai-nilai tersebut bertentangan dengan Pancasila. Misalnya: sex bebas dan mabuk-mabukan. Menurut agama dan budaya local di Bali, seks merupakan hal yang sakral. Seks hanya boleh dilakukan dalam ikatan perkawinan yang sah menurut hukum agama. Apabila seks itu dilakukan diluar perkawinan maka akan menimbulkan penderitaan bagi pelaku seks diluar nikah atau seks bebas. Seks pranikah atau seks diluar perkawinan apabila terjadi pembuahan maka akan melahirkan anak anak yang tidak baik, anak yang suka menentang orang tua, anak yang tidak berbhakti kepada Tuhan, dan sifat-sifat buruk lainnya. Seks diluar perkawinan yang sah dianggap zina, dalam ajaran Hindu disebut paradara. Agama telah memberikan batasan hal-hal mana yang digolongkan kedalam perzinahan. Pembatasan ini ditemukan didalam kitabArthasastradan kitab-kitab lainnya. Dulu sebelum marak pariwisata, Bali terkenal sebagai daerah aman. Tidak ada pencurian, bahkan rumah dibiarkan dibangun tanpa pagar. Namun sejak banyaknya pendatang, nilai-nilai itu sudah hilang. Bali menjadi daerah yang tidak aman dari pencurian.Akibat pariwisata juga menjadikan masyarakat berpikir individualis dan kapitalis. Nilai-nilai ini tentu bertentangan dengan Pancasila. Demi keuntungan pariwisata, masyarakat meninggalkan adat, merusak lingkungan, dan saling bersaing secara tidak sehat. Masing-masing pemerintah daerah juga berjalan sendiri-sendiri dalam melaksanakan pembangunan, tanpa ada kesamaan persepsi dan perasaan sebagai kesatuan ruang

2.2 Dimana Peran Pemerintah?Bali merupakan salah satu contoh daerah yang berhasil menggabungkan modernitas dengan tetap menjaga unsur-unsur tradisi serta menjunjung kearifan lokal setempat. Namun, kuatnya arus globalisasi tidak menampik ikut tergerusnya beberapa nilai local knowledge yang dipegang teguh oleh mayoritas masyarakat bali. Pemerintah, selaku pemangku otoritas kebijakan seharusnya dapat menjadi benteng bagi kearifan budaya bali dari terkikisnya budaya yang berprinsip pada 3 dasar yakni 1) Sagalak sagilik saguluk salunglung sabayantaka, paras paros sarpanaya, 2) menyama braya, dan 3) tri hita karana oleh arus negative pengaruh globalisasi. Jangan sampai, pemerintah justru hanya terpaku pada gemerlapnya sector pariwisata bali sehingga terus menerus mendukung pembangunan sector pariwisata tanpa melihat sector lain dan tidak memedulikan kearifan lokal budaya bali demi kepentingan bisnis semata.2.2.1 Eksploitasi Pemerintah Sektor Pariwisata BaliPariwisata bali merupakan penyumbang devisa negara terbesar dari sector pariwisata. Pemerintah Provinsi Bali menyumbang devisa sebesar 45 persen dari Rp 34 triliun yang diperoleh dari kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Kepala Dinas Pariwisata Bali, Ida Bagus Kadek Subhiku di Denpasar, Jumat (14/5/2010), menyebutkan daerah barometer pariwisata nasional ini memberi kontibusi bagi sektor pariwisata nasional sebesar 35 persen atau sekitar dua juta dari 6,4 juta wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia.Dengan besarnya keuntungan yang didapatkan oleh negara, pemerintah seharusnya dapat memberikan feedback kepada bali berupa pengukuhan dan pelestarian kearifan lokal bali yang merupakan identitas bali. Namun yang terjadi justru pemerintah seolah-olah mengeksploitasi sumber daya pariwisata yang ada serta cenderung mengabaikan nilai-nilai local knowledge yang ada.2.2.2Sosial dan BudayaMeski fenomena perilaku seks bebas di Bali kian mengkhawatirkan namun pemerintah daerah belum memandang perlu membuat aturan khusus mengatur hal itu. Sebab yang terpenting adalah bagaimana membangun budi pekerti terhadap kelompok usia remaja.Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov Bali I Ketut Teneng, menilai regulasi yang khusus mengatur soal perilaku seks bebas di kalangan remaja, belum diperlukan. "Ya tidak perlulah kita atur secara khusus dengan aturan-aturan tertentu," kata Teneng kepada okezone, Rabu (1/5/2011). Terhadap usulan sejumlah pihak termasuk Komisi Penanggulangan Aids Indonesia (KPAI) agar Pemprov Bali membuat semacam regulasi yang bisa mencegah perilaku seks bebas, Teneng mengatakan pihaknya akan mempertimbangkan.Belum adanya regulasi mengenai nilai-nilai menyimpang kebudayaan bali merupakan salah satu indikasi bahwa pemerintah tidak serius dalam mengatasi masalah pergeseran nilai-nilai sosial budaya di Bali.

2.3 Tumpang Tindih RegulasiPelaku pariwisata, anggota DPRD Bali, dan kalangan lainnya memprotes keluarnya 13 keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata atau Menbudpar yang mengatur pendaftaran usaha jasa pariwisata. Peraturan yang muncul tanpa sosialisasi ini tumpang tindih dengan peraturan daerah yang sudah ada. "Peraturan itu bertentangan dengan sejumlah perda (peraturan daerah) di Bali, seperti Perda Pramuwisata, Perda Usaha Perjalanan Wisata, dan Perda Wisata Tirta," ujar Ketua Komisi IV DPRD Bali Nyoman Parta di Denpasar, Rabu (22/6/2011).Aturan yang paling dikeluhkan adalah pemberian kewenangan perizinan kepada pemerintah kabupaten. "Selama ini, perizinan usaha pariwisata adalah di tingkat provinsi dengan mempertimbangkan luas wilayah Bali yang relatif kecil. Apabila izin dikeluarkan di tingkat Kabupaten dikhawatirkan akan menimbulkan keruwetan birokrasi dan persaingan antar-kabupaten," ujar Parta. Jika dipaksakan, aturan baru ini justru berpotensi menimbulkan konflik dan penataan pariwisata akan menjadi kacau.Salah seorang pengusaha pariwisata, Ida Bagus Sudibya, meminta pemerintah provinsi dan kabupaten segera menyikapi munculnya aturan baru ini. "Mari berpegang pada kearifan lokal sebagai sesama warga Bali. Persaingan pariwisata tidak boleh merugikan kepentingan Bali secara keseluruhan," kata Sudibya.Saat dikonfirmasi terkait hal ini, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) I Gede Pitana memaparkan, keputusan menteri (kepmen) ini dibuat untuk mendorong investasi di bidang pariwista. Pitana juga menceritakan, Gubernur Bali Made Mangku Pastika telah mengirim surat yang isinya keberatan terhadap kepmen tersebut. "Surat itu telah dibalas oleh Kemenbudpar yang meminta Gubernur agar melakukan koordinasi dan membuat kesepakatan dengan bupati dan wali kota serta DPRD se-Bali untuk memastikan bahwa pengaturan pariwisata tetap di tangan pemerintah provinsi," kata mantan Kepala Dinas Pariwisata Bali ini. Saat membahas peraturan ini sempat muncul usulan supaya Bali mendapat pengecualian karena kondisi Bali sebagai suatu pulau. Namun, usulan tersebut mentah karena aturan ini berlaku secara nasional dan tidak bisa membedakan antara provinsi satu dengan lainnya.

BAB IV PENUTUP

4.1 KesimpulanBali merupakan salah satu contoh daerah yang berhasil menggabungkan modernitas dengan tetap menjaga unsur-unsur tradisi serta menjunjung kearifan lokal setempat. Namun, kuatnya arus globalisasi tidak menampik ikut tergerusnya beberapa nilai local knowledge yang dipegang teguh oleh mayoritas masyarakat Bali. Sektor pariwisata yang menjadi penghasilan utama di Bali memang membawa keuntungan untuk Indonesia, khususnya warga Bali. Namun bukan berarti tidak ada yang dikorbankan atas hal tersebut. Pesatnya industri pariwisata di Bali telah menunjukkan sisi negatifnya. Selain dari sisi lingkungan, yang sangat disayangkan adalah tergerusnya nilai-nilai kearifan lokal warga masyarakatnya. Akibat pariwisata juga menjadikan masyarakat berpikir individualis dan kapitalis. Nilai-nilai ini tentu bertentangan dengan Pancasila. Demi keuntungan pariwisata, masyarakat meninggalkan adat, merusak lingkungan, dan saling bersaing secara tidak sehat. Globalisasi memegang peranan penting atas dampak negatif yang diterima oleh masyarakat Bali. Pemahaman-pemahaman dan gaya hidup barat yang sebelumnya tidak dianut oleh masyarakat Bali, kini menjadi sesuatu yang sudah sangat lumrah di kalangan masyarakat Bali. Seperti misalnya perilaku sex bebas dan mabuk-mabukan. Selain itu, masalah lingkungan pun terkena imbasnya. Jumlah pendatang yang banyak tidak dibarengi oleh petugas yang memadai untuk perawatan kawasan wisata, khusuanya tempat wisata alam.Globalisasi membuat pembangunan berskala besar yang mengutamakan keuntungan tanpa memperhatikan pelestarian lingkungan. Pencemaran atas air, tanah, dan udara terjadi akibat pembangunan yang mengeksploitasi sumber daya yang menyebabkan kesuburan tanah berkurang, pengairan terhambat, serta polusi udara yang semakin menjadi-jadi. Tumpukan sampah dimana-mana akibat pola prilaku masyarakat membuat pencemaran dan kerusakan lingkungan. Selain itu, pembangunan pariwisata Bali memiliki dampak negatif terhadap lingkungan fisik yang mudah terlihat baik air, tanah, maupun udara.Hal tersebut sungguh ironis mengingat kearifan lokal bali yang selain mengacu pada hubungan harmonis manusia, alam (lingkungan), dan tuhan-Nya, juga memegang prinsip hubungan harmonis bagi sesame manusia (manusia dengan manusia) dan manusia dengan lingkungannya. Pergeseran nilai tersebut mulai terlihat dari beberapa sisi. Hal tersebut merupakan masalah yang perlu segera ditangani demi tetap menjaga identitas bali sendiri. Masing-masing pemerintah daerah juga berjalan sendiri-sendiri dalam melaksanakan pembangunan, tanpa ada kesamaan persepsi dan perasaan sebagai kesatuan ruangPemerintah, selaku pemangku otoritas kebijakan seharusnya dapat menjadi benteng bagi kearifan budaya bali dari terkikisnya budaya yang berprinsip pada 3 dasar yakni 1) Sagalak sagilik saguluk salunglung sabayantaka, paras paros sarpanaya, 2) menyama braya, dan 3) tri hita karana oleh arus negative pengaruh globalisasi. Jangan sampai, pemerintah justru hanya terpaku pada gemerlapnya sector pariwisata bali sehingga terus menerus mendukung pembangunan sector pariwisata tanpa melihat sector lain dan tidak memedulikan kearifan lokal budaya bali demi kepentingan bisnis semata.

4.2 SaranTerkait dengan mulai tergerusnya local knowledge di Bali, Dalam rangka mengharmonisasikan, menjaga, dan melestarikan nilai-nilai kearifan lokal, pemerintah perlu melakukan beberapa upaya pada berbagai aspek yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Kebijakan dan strategi dalam rangka pelestarian dan pengembangan kearifan lokal harus diupayakan secara lebih baik dan berkelanjutan agar baik nilai budaya dan aspek lainnya tidak semakin tergerus dengan kencangny arus globalisasi. Strategi-strategi yang harus di lakukan untuk meminimalisir tergerusnya kearifan lokal di bali ini harus di fokuskan mulai dari tingkat pemerintah pusat, provinsi, kabupaten hingga kota sesuai dengan porsiya masing-masing.Salah satu upaya yang dapat mengakomodasi kearifan lokal yaitu melalui proses adopsi, adaptasi, atau asimilasi. Proses adopsi ditandai dengan adanya kepercayaan terhadap kearifan lokal yang menjadi acuan untuk upaya pelestarian lingkungan serta penamaan daerah dengan menggunakan nama-nama dari penamaan zoning yang dahulu digunakan. Sedangkan, pertanahan yang terkait hak ulayat dapat menjadi contoh proses adaptasi. Proses asimilasi yang dimaksud adalah yang terkait dengan nilai-nilai religi yang masih melekat pada kehidupan masyarakatnya, contohnya pada masyarakat Bali. Jadi, Pemerintah tidak bisa begitu saja melepaskan kearifan lokal kepada masyarakat Bali itu sendiri, karena biar bagaimanapun campur tangan pemerintah tetap di perlukan agar tahu apa-apa saja yang mesti di perbaiki. Dan jika masyarakat dan pemerintah bisa saling bekerja sama dalam menghadapi krisis pada kearifan lokal ini di harapkan perbaikan demi perbaikan yang di lakukan akan menunjukkan hasil yang baik.

1

Daftar Pustaka

http://www.yayasankorpribali.org/artikel-dan-berita/59-mengelola-nilai-kearifan-lokal-dalam-mewujudkan-kerukunan-umat-beragama.htmlhttp://indreamy.blogspot.com/2013/02/artikel-menggali-kearifan-lokal-dalam.htmlhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39569/3/Chapter%20II.pdfhttp://dadangdaelimi.wordpress.com/2013/05/24/makalah-ibd-2/http://ewintribengkulu.blogspot.com/2012/11/konsep-kearifan-lokal.htmlhttp://www.beritabali.com/index.php/page/berita/dps/detail/2009/07/29/Pencemaran-di-11-Sungai-Lewati-Ambang-Batas/200907290014http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1996/04/25/0014.htmlhttp://news.okezone.com/read/2011/05/31/340/462964/pemprov-bali-diminta-buat-regulasi-soal-seks-bebashttp://desakrahayulestari.wordpress.com/pembangunan-pariwisata-bali-memiliki-dampak-negatif-terhadap-lingkungan-fisik-dan-tergerusnya-kearifan-lokal/http://sosbud.kompasiana.com/2013/10/01/bali-surga-diambang-kehancuran-594673.htmlhttp://oase.kompas.com/read/2013/03/18/07221123/Pemuda.Adat.Citra.Kuta.Bali.Semakin.Murahan