12
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020 43 LONGSORAN DISEBABKAN OLEH HUJAN PADA MASSA BATUAN: STUDI KASUS PADA TAMBANG BATUBARA SENAKIN 1) Galih W. Swana, 1) Maulana Ashari 1) PT Arutmin Indonesia *Email: [email protected] ABSTRAK Longsoran disebabkan oleh hujan seringkali muncul pada area dengan iklim tropis. Intensitas hujan yang berat yang cukup umum terjadi di Indonesia adalah penyebab utama dari hal tersebut. Di proyek tambang, bukaan lereng bukan hanya dibuat pada lereng pit tambang tapi ada juga pada drainase lereng tambang. Pada April 2020, terdapat longsoran pada drainase Tambang Senakin yang disebabkan oleh tingginya curah hujan. Berdasarkan dari laporan investigasi longsor, longsoran dikategorikan sebagai longsoran yang disebabkan oleh hujan. Lereng yang longsor adalah lereng batuan yang memiliki bidang diskontinuitas yang umumnya disebut sebagai massa batuan. Selain itu, massa batuan pada area ini di kategorikan sebagai medium rock mass dengan terdapat bidang diskontinuitas yang cukup persisten dan berpotensi sebagai bidang gelincir serta bersifat tidak menguntungkan terhadap geometri lereng. Analisis balik dilakukan menggunakan kombinasi sensitivity analysis dan trial & error method dengan mensimulasikan tekanan pori air bertahap. Berdasarkan hasil analisis balik tersebut dengan curah hujan yang ada, material yang longsor adalah material yang sebelumnya merupakan area wetting front. Dari longsoran tersebut, penulis mencoba untuk menghubungkan pengaruh curah hujan yang tinggi dengan lereng massa batuan, termasuk kenaikan pore pressure seiring dengan berjalannya waktu, perilaku massa batuan ketika wetting front muncul, dan kemungkinan kemungkinan lain yang ada pada longsoran tersebut. Diharapkan dengan adanya paper ini, dapat digunakan untuk mengurangi uncertainties dalam asesmen geoteknik sehingga optimisasi batubara dapat dilakukan berdasarkan dengan parameter hidrologi yang lebih optimis. Kata kunci: Hujan, Longsor, Massa Batuan, Hidrologi ABSTRACT Rainfall induced landslide often occurred in the area with tropical climate. Heavy rainfall intensity which is common in Indonesia is a main cause of that. In mining project, cutslope not only constructed at open pit slope but also at mine drainage slope. In April 2020, there was a failure at mine drainage in Senakin Mine induced by high rainfall intensity. According to failure investigation report, the failure categorized as rainfall induced landslide. The slope of the failure area is a rock slope which contains discontinuities commonly called rock mass. Besides that, rock mass of this area is categorized as medium rock mass, but contain some discontinuity planes which have long persistence and unfavourable toward the slope. Back Analysis conducted using combined sensitivity and trial error method by simulating the sequenced pore pressure stage. According to the back analysis from the failure, with rainfall rate in that time, displaced material only occurred at the wetting front area. From that failure, writers try to connect the influence of heavy rainfall with rock mass slope, including pore pressure increasing by time, rock mass behaviour while wetting front occured, and possibility of

LONGSORAN DISEBABKAN OLEH HUJAN PADA MASSA BATUAN: …

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LONGSORAN DISEBABKAN OLEH HUJAN PADA MASSA BATUAN: …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

43

LONGSORAN DISEBABKAN OLEH HUJAN PADA MASSA BATUAN:

STUDI KASUS PADA TAMBANG BATUBARA SENAKIN

1) Galih W. Swana, 1) Maulana Ashari

1) PT Arutmin Indonesia

*Email: [email protected]

ABSTRAK

Longsoran disebabkan oleh hujan seringkali muncul pada area dengan iklim tropis. Intensitas hujan yang

berat yang cukup umum terjadi di Indonesia adalah penyebab utama dari hal tersebut. Di proyek

tambang, bukaan lereng bukan hanya dibuat pada lereng pit tambang tapi ada juga pada drainase lereng

tambang. Pada April 2020, terdapat longsoran pada drainase Tambang Senakin yang disebabkan oleh

tingginya curah hujan. Berdasarkan dari laporan investigasi longsor, longsoran dikategorikan sebagai

longsoran yang disebabkan oleh hujan. Lereng yang longsor adalah lereng batuan yang memiliki bidang

diskontinuitas yang umumnya disebut sebagai massa batuan. Selain itu, massa batuan pada area ini di

kategorikan sebagai medium rock mass dengan terdapat bidang diskontinuitas yang cukup persisten dan

berpotensi sebagai bidang gelincir serta bersifat tidak menguntungkan terhadap geometri lereng. Analisis

balik dilakukan menggunakan kombinasi sensitivity analysis dan trial & error method dengan

mensimulasikan tekanan pori air bertahap. Berdasarkan hasil analisis balik tersebut dengan curah hujan

yang ada, material yang longsor adalah material yang sebelumnya merupakan area wetting front.

Dari longsoran tersebut, penulis mencoba untuk menghubungkan pengaruh curah hujan yang tinggi

dengan lereng massa batuan, termasuk kenaikan pore pressure seiring dengan berjalannya waktu,

perilaku massa batuan ketika wetting front muncul, dan kemungkinan kemungkinan lain yang ada pada

longsoran tersebut. Diharapkan dengan adanya paper ini, dapat digunakan untuk mengurangi

uncertainties dalam asesmen geoteknik sehingga optimisasi batubara dapat dilakukan berdasarkan

dengan parameter hidrologi yang lebih optimis.

Kata kunci: Hujan, Longsor, Massa Batuan, Hidrologi

ABSTRACT

Rainfall induced landslide often occurred in the area with tropical climate. Heavy rainfall intensity which

is common in Indonesia is a main cause of that. In mining project, cutslope not only constructed at open

pit slope but also at mine drainage slope. In April 2020, there was a failure at mine drainage in Senakin

Mine induced by high rainfall intensity. According to failure investigation report, the failure categorized

as rainfall induced landslide. The slope of the failure area is a rock slope which contains discontinuities

commonly called rock mass. Besides that, rock mass of this area is categorized as medium rock mass,

but contain some discontinuity planes which have long persistence and unfavourable toward the slope.

Back Analysis conducted using combined sensitivity and trial error method by simulating the sequenced

pore pressure stage. According to the back analysis from the failure, with rainfall rate in that time,

displaced material only occurred at the wetting front area.

From that failure, writers try to connect the influence of heavy rainfall with rock mass slope, including

pore pressure increasing by time, rock mass behaviour while wetting front occured, and possibility of

Page 2: LONGSORAN DISEBABKAN OLEH HUJAN PADA MASSA BATUAN: …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

44

another condition which lead to that failure. Hopefully from that relation it can be used for reducing

uncertainties in geotechnical assessment so coal mine optimization can be conducted according to

geotechnical assessment with more optimistic parameter in hydrological data.

Keywords: Rainfall, Failure, Rock Mass, Hydrology.

A. PENDAHULUAN

Pada suatu penambangan terbuka (open pit), lereng adalah salah satu faktor dalam menunjang aktivitas

tersebut. Selain lereng pada tambang, lereng juga dapat terbentuk dari timbunan, drainase tambang, dan

diversi sungai. Pada pertambangan drainase tambang, memegang peranan penting dalam proses

penambangan. Peran tersebut adalah mengalihkan dan menjaga aliran air permukaan agar tidak masuk

tidak masuk ke tambang dan mempengaruhi produksi tambang (Khusairi, 2018).

Air permukaan (run-off) tidaklah dapat dihindari khususnya pada lereng drainase tambang terbuka.

Dalam pelaksanaanya air permukaan dapat mempengaruhi performa dari lereng drainase tambang

beberapa contoh air permukaan adalah air hujan serta sungai- sungai intermitten yang mungkin dapat

menggerus muka lereng tersebut.

Dalam paper ini membahas longsoran yang terjadi pada lereng yang tersusun atas massa batuan pada

drainase tambang akibat pengaruh air permukaan. Selanjutnya dilakukan analisis balik yang diharapkan

dapat mengetahui laju infiltrasi pada massa batuan pada saat curah hujan maksimal sehingga harapannya

dapat digunakan sebagai pedoman analisis desain lereng ke depannya sehingga uncertainties pada lereng

tambang dapat berkurang dan dapat mengoptimalkan cadangan yang terambil.

B. METODOLOGI PENELITIAN

B.1. Identifikasi Longsoran

Pada tanggal 10 April 2020 lereng drainase tambang terbuka senakin mengalami longsoran. Longsoran

dapat dilihat pada gambar dibawah (Gambar.1) .

Gambar.1 Lokasi area longsoran pada drainase tambang (Arutmin Indonesia, 2020)

Berdasarkan failure investigation report, jenis longsoran adalah merupakan jenis circular-planar sliding

dikarenakan secara kenampakan memiliki, mahkota longsor, bidang gelincir, zona deplesi, dan zona

Page 3: LONGSORAN DISEBABKAN OLEH HUJAN PADA MASSA BATUAN: …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

45

akumulasi yang ideal (Cruden & Varnes, 1996), zona akumulasi menutupi sepenuhnya dari lebar

drainase tambang sehingga berpotensi melimpahnya air pada aliran drainase tambang tersebut.

Displaced material merupakan massa batulempung yang terkekarkan sedang. Longsoran dikontrol oleh

bidang diskontinuitas yang bersifat unfavourable dikarenakan selisih dari dip bidang diskontinutas dan

dip dari lereng adalah 38º (Romana, 1984). Sedangkan pemicu dari longsoran tersebut adalah adanya

aliran sungai intermitten yang timbul seiring dengan naiknya intensitas curah hujan pada area tersebut.

Aliran air intermitten dan curah hujan yang membentuk zona jenuh (wetting front) pada massa batuan

tersebut ditambah kontrol dari bidang diskontinuitas menyebabkan terjadinya longsoran (Gambar 2).

Gambar 2. Reka longsoran pada area drainase tambang (Arutmin Indonesia, 2020)

B.2. Klasifikasi Massa Batuan

Berdasarkan hasil orientasi di lapangan dan data bor terdekat massa batuan dari batuan yang longsor

adalah merupakan jenis massa batuan sedang (Medium Rock Mass) berdasarkan klasifikasi Rock Mass

Rating (RMR) (Bieniawski, 1989) adalah 45. Berdasarkan pada klasifikasi massa batuan Geological

Strength Index (GSI) (Hoek dan Brown, 1997, dalam Hoek, 2006), nilai GSI dari massa batuan tersebut

adalah 41, termasuk dalam jenis massa batuan sedang.

Berdasarkan hasil uji laboratorium, batulempung pada area tersebut memiliki nilai intact rock sebesar

8.3 MPa termasuk kedalam batuan sedang. Berdasarkan nilai Rock Quality Designation (RQD) (Deere,

1964, dalam Priest 1993) batuan tersebut memiliki RQD 60% - 80% dengan bidang diskontinutas yang

terkandung terdiri dari kekar dan bidang perlapisan yang terisi oleh ironstone. Secara umum persistensi

dan roughness bidang diskontinuitaas tersebut adalah menerus dengan tingkat kekasaran halus hingga

agak kasar dan tingkat kegelombangan planar hingga sedikit undulasi. Spasi bidang diskontinuitas

berkisar antara 10cm hingga lebih dari 1m.

Dari hasil investigasi longsoran internal, diketahui bahwa terdapat satu bidang diskontinuitas yang

persisten dan menjadi bidang gelincir pada longsoran tersebut. Secara pengamatan, bidang diskontinuitas

tersebut memiliki tingkat kekasaran halus dan planar, berdasarkan identifikasi nilai JRC (Barton, 1973

dalam Wylie dan Mah, 2004) masuk dalam kisaran 1-2.

Zona Wetting Front

Page 4: LONGSORAN DISEBABKAN OLEH HUJAN PADA MASSA BATUAN: …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

46

Dari nilai tersebut diatas akan digunakan kriteria keruntuhan Hoek dan Brown untuk menentukan nilai

properti massa batuan dengan menggunakan parameter Mohr-Coulomb (C dan ϕ). Parameter Mohr-

Coulomb dapat digunakan menggunakan persamaan (1) dan (2) dengan menambahkan persamaan (3).

ϕ = sin−1 [6amb (s+mbσ3n)a−1

2(1+a)(2+a)+6amb(s+mbσ3n)a−1] (1)

C =σci[(1+2a)s+(1−a)mbσ3n](s+mbσ3n)a−1

(1+a)(2+a)√1+(6amb(s+mbσ3n)a−1)/((1+a)(2+a))

(2)

σ3n = σ3max/σci (3)

Menggunakan nilai faktor pengganggu (D 0-1) berupa ekskavasi mekanik, nilai modulus elastisitas massa batuan (E) dapat ditentukan dengan persamaan berikut (4).

Erm(MPa) = 100000 (1−

D

2

1+e(

75+25D−GSI11

)) (4)

Dalam menentukan nilai mb, s, dan a, perlu menggunakan nilai GSI, faktor pengganggu, konstanta jenis massa batuan (berdasarkan jenis litologi) (mi), dan konstanta tetap (e) dengan menggunakan persamaan (5), (6), dan (7)

mb = miexp (GSI−100

28−14D) (5)

s = exp(GSI−100

9−3D) (6)

a = 1

2+

1

6 (e−GSI/15 − e−20/3) (7)

Data Indeks properties yang akan digunakan dalam analisis balik akan menggunakan data hasil pengujian laboratorium dikarenakan area longsoran terdiri dari satu jenis batuan dan nilai intact rock dianggap mewakili jenis massa batuan tersebut (Tabel 1). Data tersebut akan digunakan sebagai dasar analisis balik menggunakan sensitivity analysis pada metode analitik serta numerik.

Tabel 1. Engineering Properties pada massa batuan yang longsor.

Lithologi GSI UCS

(MPa)

Ei

(MPa)

Υ γ

(MN/m3) Crm

(MPa) Φrm (º) Erm

(MPa)

Claystone

Rock Mass

41 8.3 1735 0.26

0.023 0.124 28 93.4

Kekar

(gouge)

- - -

0.35

19 0.014

5.7

30

Page 5: LONGSORAN DISEBABKAN OLEH HUJAN PADA MASSA BATUAN: …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

47

B.3. Identifikasi Kondisi Hidrologi

Untuk mengetahui laju infiltrasi (Infiltration Rate) perlu dilakukan identifikasi wetting front dengan

melakukan pengecekan kondisi aktual lokasi longsoran serta identifikasi geometri sebelum dan sesudah

longsor sehingga didapat luasan area yang terdapat wetting front. Kemudian dengan dilakukan analisis

balik menggunakan analisis numerik, diperoleh kisaran nilai laju infiltrasi untuk setiap curah hujan

tersebut.

Analisis numerik yang digunakan adalah berdasarkan dari hukum Darcy (Todd, 2005) yaitu pada

persamaan (8)

dl

dhKv

(8)

V adalah darcy flux, K adalah konduktivitas hidrolik, h adalah hydraulic head, dan l adalah jarak. Jika

kondisi Steady State menempatkan debit masuk sama dengan debit keluar (9), maka transient state

menerangkan bahwa debit masuk sama dengan debit keluar ditambah dengan perubahan spesific storage

seiring dengan waktu, dengan Ss adalah spesific storage yang dipengaruhi oleh Porositas dan Water

Content (10).

0)()()(

z

hK

zy

hK

yx

hK

xzyx (9)

t

hS

z

hK

zy

hK

yx

hK

xszyx

)()()( (10)

Berdasarkan kondisi pengukuran curah hujan di lapangan curah hujan pada Bulan Maret hingga April

terlihat bahwa lereng relatif pada kondisi kering pada Tanggal 16-28 Maret. Kemudian relatif ada pada

kondisi wetting front maksimal pada 28 Maret hingga 10 April (13 Hari) dengan curah hujan tertinggi

46 mm/hari pada tanggal 7 April. Rata-rata curah hujan pada kondisi wetting front maksimal dari tanggal

28 Maret hingga 10 April adalah 14mm/hari. Pada kondisi maksimal tersebut akan dilakukan analisis

balik transient analysis selama 13 hari untuk mengetahui laju infiltrasi (Gambar 3). Parameter hidrolik

yang digunakan sebagai dasar awal dalam menlakukan analisis balik adalah sebagai berikut (Tabel 2).

Gambar 3. Curah hujan pada area longsor

Page 6: LONGSORAN DISEBABKAN OLEH HUJAN PADA MASSA BATUAN: …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

48

Tabel 2. Nilai hydraulic properties

Lithologi Ks (m/s) WC n a (1/m)

Claystone Rockmass 1.20E-06 1.1 8.87 0.5

Gouge Kekar 5.50E-07 3.59 0.8 1.09

B.4. Analisis Balik

Dalam paper ini penulis menggunakan metode limit equilibrium sebagai dasar analisis balik

menggunakan sensitivity analysis untuk mengetahui nilai real dari Engineering Properties, selain itu

dengan menggunakan metode Trial & Erorr juga dilakukan untuk mengetahui angka laju infiltrasi serta

tekanan pori yang terbentuk nantinya. Kemudian menggunakan metode numerik yaitu metode elemen

hingga (Finite Element Method) (FEM) untuk menyamakan total displacement terhadap zona akumulasi

longsoran (Aryal, 2008).

C. Hasil Analisis

Berdasarkan identifikasi data topografi, diperoleh bahwa kedalaman bidang gelincir adalah 5.5m hingga

1.5m. Pada bagian atas bidang gelincir terdapat juga perkiraan material longsor (displaced material)

yang juga diperkirakan sebagai zona wetting front (Gambar 4). Dari identifikasi tersebut juga diperoleh

lebar zona akumulasi adalah 18m dengan panjang 22m.

Gambar 4. Identifikasi lereng sebelum dan sesudah longsor

Dari identifikasi topografi tersebut dibuat model sesuai kondisi yang terjadi untuk mengetahui laju

infiltrasi pada massa batuan yang longsor, Perubahan tekanan pori (pore pressure) terhadap kestabilan

lereng massa batuan dan penentuan nilai Mechanical Properties yang akan digunakan untuk jenis massa

batuan dan bidang diskontinuitas sebagai bidang gelincir.

Model analisis balik akan disimulasi selama nilai curah hujan maksimal sebelum longsor yaitu selama

13 hari sesuai dengan hasil analisis data curah hujan (Gambar 5), dengan meggunakan acuan batas Faktor

Keamanan mendekati 0.999.

Pada hari pertama analisis, yaitu tanggal 29 Maret dengan curah hujan 6mm per hari hasil simulasi

menunjukan bahwa belum terdapat perubahan signifikan pada tekanan pori dari material yang akan

Page 7: LONGSORAN DISEBABKAN OLEH HUJAN PADA MASSA BATUAN: …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

49

longsor dan kekar sebagai bidang gelincir. Tekanan pori pada muka lereng untuk material yang akan

longsor berkisar adalah hingga -540 kPa hingga 0 kPa yang melambangkan kondisi jenuh dan kering

pada permukaan di beberapa area lereng.

Nilai Factor of Safety (FoS) dengan bidang gelincir sesuai dengan akhir juga cukup besar yaitu 1.696,

dengan tekanan pori berkisar antara -540 kPa hingga -320 kPa (Gambar 5). Discharge rate yang keluar

sangat kecil yaitu 2.9e-28m3/ hari.

Gambar 5. Simulasi analisis balik hari pertama tanggal 29 Maret 2020

Pada hari ke 5, yaitu tanggal 2 April dengan curah hujan 42mm per hari hasil simulasi menunjukan

bahwa terdapat perubahan signifikan pada tekanan pori dari material yang akan longsor dan kekar

sebagai bidang gelincir. Tekanan pori pada muka lereng untuk material yang akan longsor berkisar

adalah hingga -270 kPa hingga 30 kPa yang melambangkan kondisi jenuh dan kering pada beberapa

area muka lereng. Pada kondisi inilah wetting front mulai terbentuk pada bagian tengah hingga kaki

lereng.

Nilai FoS dengan bidang gelincir sesuai dengan identifikasi awal juga cukup besar yaitu 1.603, dengan

tekanan pori berkisar antara -620kPa hingga -30 kPa (Gambar 6), dari nilai tersebut terlihat bahwa

rembesan belum menyentuh bidang kekar yang diperkirakan merupakan bidang gelincir. Discharge rate

yang keluar yaitu sebesar 4.6e-7m3/hari.

Page 8: LONGSORAN DISEBABKAN OLEH HUJAN PADA MASSA BATUAN: …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

50

Gambar 6. Simulasi analisis balik hari ke 5 tanggal 2 April 2020

Pada hari ke 12, yaitu tanggal 9 April dengan curah hujan 42mm per hari hasil simulasi menunjukan

bahwa terdapat perubahan sangat signifikan pada tekanan pori dari material yang akan longsor dan kekar

sebagai bidang gelincir. Tekanan pori pada muka lereng sudah mencapai hingga 30 kPa, sedangkan pada

kekar dan bidang gelincir berkisar antara -30 hingga 30 kPa. Pada kondisi ini material longsor sudah

jenuh penuh diindikasikan dengan wetting front sudah menyentuh bidang gelincir (Gambar 7).

Pada hari ke 12 nilai FoS telah mencapai 0.992, atau sudah terbentuk displacement dengan bidang

gelincir sesuai dengan identifikasi awal (Gambar 7). Discharge rate yang keluar yaitu sebesar 0.8e-

3m3/hari.

Gambar 7. Simulasi analisis balik hari ke 12 tanggal 9 April 2020

Page 9: LONGSORAN DISEBABKAN OLEH HUJAN PADA MASSA BATUAN: …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

51

Pada hari ke 13, yaitu tanggal 10 April dengan curah hujan 4mm per hari hasil simulasi menunjukan

bahwa tekanan pori sudah melebihi muka bidang gelincir atau kekar dengan besar tekanan pori adalah

60 hingga 30 kPa serta wetting front sudah melewati kekar atau bidang gelincir. Nilai FoS pada lereng

telah mencapai 0.989 dan diperkirakan displacement sudah sangat besar dengan bidang gelincir sesuai

dengan identifikasi awal (Gambar 8). discharge rate yang keluar yaitu sebesar 0.8e-3m3/day atau

mengalir.

Gambar 8. Simulasi analisis balik hari ke 13 tanggal 10 April 2020

Berdasarkan hasil analisis balik, diperoleh rentan nilai laju infiltrasi sebesar 45mm/hari hingga 95

mm/hari dengan maksimum tekanan pori yang terbentuk adalah 30kPa. Dari nilai tersebut dapat

disimpulkan bahwa nilai laju infiltrasi lebih besar dari nilai curah hujan pada area tersebut dan secara

umum sisa air yang masuk ke dalam massa batuan tersebut selain dari hujan adalah berasal dari aliran

air permukaaan (run-off) atau sungai intermitten. Hasil analisis keseluruhan dapat dilihat pada tabel

berikut ( Tabel 3).

Tabel 3. Summary hasil analisis balik

Hari

ke Bulan Tanggal

Tekanan pori

muka lereng

(kPa)

Tekanan pori pada

kekar/ bidang gelincir

(kPa)

Laju

infiltrasi

(m/day)

FoS

1

Maret

29 -540 - 0 -540 - -320 0.0451 1.696

2 30 -600 - 60 -450 - -90 0.0528 1.683

3 31 -570 - 60 -420 - 30 0.0603625 1.658

4

April

1 -450 - 60 -480 - 30 0.0603625 1.652

5 2 -270 - 60 -620 - -30 0.0707375 1.603

6 3 -300 - 60 -450 - 30 0.071675 1.467

7 4 -90 -60 -390 - 30 0.0718 1.328

8 5 -60 - 60 -150 - 30 0.0718 1.25

Page 10: LONGSORAN DISEBABKAN OLEH HUJAN PADA MASSA BATUAN: …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

52

Hari

ke Bulan Tanggal

Tekanan pori

muka lereng

(kPa)

Tekanan pori pada

kekar/ bidang gelincir

(kPa)

Laju

infiltrasi

(m/day)

FoS

9 6 -30 - 60 -120 - 30 0.071925 1.227

10 7 0 -60 -150 - 30 0.0833625 1.144

11 8 30 -90 - 30 0.0857375 1.025

12 9 30 -30 - 30 0.09405 0.992

13 10 30 30 0.095125 0.989

Hasil analisis balik selain untuk mengetahui nilai tekanan pori pada material dan bidang longsor, juga

untuk mengetahui properti mekanik yang akan digunakan dalam analisis selanjutnya. Untuk mengetahui

hal tersebut dilakukan sensitivity analysis dengan melakukan pengeplotan pada grafik terhadap

parameter mohr-coulumb dari penyusun longsoran tersebut.

Gambar 9. Grafik sensitivity pada kekar dan massa batuan batulempung.

Berdasarkan hasil analisis balik sebelumnya perubahan tekanan pori akibat infiltrasi berpengaruh cukup

banyak pada penurunan Faktor Keamanan. Pada grafik sensitivitas diatas (Gambar 9) terlihat bahwa nilai

properti mekanik yang cenderung mengalami penurunan dan berpengaruh terhadap longsoran adalah

bidang kekar sebagai bidang gelincirnya sedangkan massa batuan batulempung yang memiliki kelas

massa batuan menengah cenderung tidak mengalami penurunan dan cenderung bersifat sebagai media

resapan bagi air menuju ke bidang kekar sebagai bidang gelincir pada bagian bawahnya. Dikarenakan

bidang kekar pada lereng tersebut cukup persisten dan memotong hingga muka lereng maka aliran air

dari rembesan relatif lebih besar karena infiltration rate yang besar serta dapat berlanjut (Salve dkk,

2008) dan longsoran dapat terbentuk.

Kemungkinan besar bidang kekar yang terbentuk dan mengkontrol longsoran tersebut memiliki isian

(infilling/gouge) yang cenderung terdisintegrasi atau mengalami pelapukan akibat adanya peningkatan

tekanan pori. Ciri tersebut mendekati terhadap jenis isian lunak atau soft infilling).

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

0 50 100

Fact

or

of

Safe

ty -

jan

bu

sim

plif

ied

Percent of Range (mean = 50%)

Grafik Sensitivity Gouge Kekar

Gouge : Cohesion (kN/m2) Gouge : Phi (deg)

0,9

0,92

0,94

0,96

0,98

1

0 50 100

Fact

or

of

Safe

ty -

jan

bu

sim

plif

ied

Percent of Range (mean = 50%)

Grafik Sensitivity Claystone Rockmass

Claystone Rockmass : Cohesion (kN/m2)

Claystone Rockmass : Phi (deg)

Page 11: LONGSORAN DISEBABKAN OLEH HUJAN PADA MASSA BATUAN: …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

53

Untuk mengetahui total displacement yang terbentuk, perlu menggunakan analisis numerik untuk

penelitian ini digunakan metode elemen hingga dengan menggunakan nilai mechanical properties hasil

sensitivity analysis sebelumnya. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan lebar zona akumulasi adalah 18m, nilai tersebut terbukti sesuai berdasarkan hasil analisis numerik (Gambar 10)

Gambar 10. Hasil analisis numerik dengan total displacement hingga 18m

D. Kesimpulan

Berdasarkan dari paper ini, hujan dapat menjadi penyebab longsoran pada massa batuan jika pada

lerengnya terdapat bidang diskontinuitas yang cenderung persisten dan orientasinya bersifat tidak

menguntungkan. Pada longsoran ini massa batuan cenderung tidak mengalami perubahan akibat

pengaruh tekanan pori dari hasil infiltrasi air permukaan atau sungai intermitten, namun perubahan

terjadi pada bidang kekar yang menkontrol longsoran tersebut. Massa batuan hanya mengalami

kejenuhan muka ketika curah hujan maksimal namun dapat mengalirkan pada bidang kekar yang

nantinya menjadi bidang gelincir.

Di masa depan nanti perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai laju infiltrasi pada massa batuan.

Selain itu, uji yang perlu dilakukan adalah uji swelling dan slake durability dan uji kuat geser skala besar

pada massa batuan agar dapat diperoleh nilai pasti terkait penurunan kuat geser akibat wetting front oleh

infiltration rate sehingga menyebabkan terjadinya kegagalan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Manajemen PT Arutmin Indonesia Site Senakin serta

jajarannya dalam proses pembuatan Paper ini.

Page 12: LONGSORAN DISEBABKAN OLEH HUJAN PADA MASSA BATUAN: …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

54

DAFTAR PUSTAKA

Arutmin Indoneia, PT. (2020): Failure Investigation Report of Mine Drainage Blencong, Tidak

dipublikasikan.

Aryal, K.P. (2008): Differences between LE dan FE Methods used in Slope Stability Evaluations,

Journal of 12th International Conference of International Association for Computer Methods

and Advances in Geomechanics (IACMAG), Goa, India.

Bieniawski, Z.T. (1989): Engineering Rock Mass Classifications: a Complete Manual for Engineers,

Geologists, in Mining, Civil, and Petroleum Engineering, John Willey and Sons, Kanada.

Cruden, D.M., & Varnes D.J., (1996): Landslide Type & Processes, Special Report – National Research

Council, Transportation Research Board 247: 36-75, Research Gate.

Hoek, E. (2006): Rock Engineering Course Notes, Rocscience, Vancouver, Kanada.

Khusaeri A. R., Kasim T., Yunasril. (2018): Kajian Teknis Sistem Penyaliran Tambang pada Tambang

Terbuka Batubara PT. Nusa Alam Lestari Kenagarian Sinamar, Kecamatan Asam Jujuhan,

Kabupaten Dharmasraya, Jurnal Bina Tambang Volume 3 Nomor 3 ISSN 2302-333, Indonesia

Romana, M.R., (1984): A Geomechanical Classification for Slopes: Slope Mass Rating, Pergamon

Press, Oxford – New York, Seoul, Tokyo.

Salve, R., Ghezzehei, T.A., & Jones R. (2008): Infiltration into Bedrock, Water Resource Research

Volume 44 Issue 1, Wiley & Jones Online Library.

Todd, D. K., & Mays, W.L. (2005): Groundwater Hydrology, John Wiley and Sons, Inc., United States

of America.

Wyllie, D. C. & Mah, W.C. (2004): Rock Slope Engineering, (Civil and Mining) 4th ED, Spoon Press

Taylor & Francis Group, London & Newyork.