43
OLEH: MUSFIRAYANTI MUSTAMIN (0910041) RUSDAN (0910058) STIK TAMALATEA MAKASSAR 2012

Makala Mobilitas

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah mobilitas

Citation preview

Page 1: Makala Mobilitas

OLEH:

MUSFIRAYANTI MUSTAMIN (0910041)

RUSDAN (0910058)

STIK TAMALATEA

MAKASSAR

2012

BAB I

Page 2: Makala Mobilitas

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penduduk merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional. Sebagai modal dasar

atau aset pembangunan, penduduk tidak hanya sebagai sasaran pembangunan, tetapi juga

merupakan pelaku pembangunan. Sementara itu jumlah penduduk yang besar bukan jaminan

keberhasilan suatu pembangunan. Peningkatan jumlah penduduk yang besar tanpa adanya

peningkatan kesejahteraan justru bisa menjadi bencana, yang pada gilirannya dapat

menimbulkan gangguan terhadap program-program pembangunan yang sedang dilaksanakan.

Selain itu juga akan dapat menimbulkan berbagai kesulitan bagi generasi yang akan datang.

Pemenuhan kebutuhan merupakan salah satu indikator pencapaian kesejahteraan

penduduk, namun di dalam perjalanan pemenuhan kebutuhan ini penduduk mengalami kesulitan

karena pada daerah-daerah tertentu, peningkatan jumlah penduduk yang tinggi tidak diiringi

dengan peningkatan sumber daya manusia sehingga menimbulkan peningkatan angka

pengangguran, atau dengan kata lain di tempat yang jumlah penduduknya tinggi akan lebih sulit

untuk mendapatkan pekerjaan. Maka dari itu pencapaian kesejahteraan harus diikuti dengan

pemerataan persebaran penduduk, karena dengan pemerataan persebaran penduduk dapat

mempermudah seseorang untuk memperoleh peluang kerja yang lebih memadai.

Maka dari itu peningkatan jumlah penduduk harus diimbangi dengan pemerataan jumlah

penduduk di daerah-daerah. Salah itu program yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah

tersebut adalah transmigrasi. Transmigrasi adalah bagian dari migrasi. ”Migrasi merupakan salah

satu dari 3 faktor determinan Geogtafi (Sutomo, 2010:1)”. Konsep dasar dari migrasi adalah

mobilitas penduduk. Menurut Yulianto menyatakan bahwa ”migarsi merupakan salah satu dari

ketiga faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk, sedangkan faktor lain adalah

kelahiran dan kematian”. Migrasi adalah ”perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap

dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas

politik/negara (migrasi internasional)”

1

Page 3: Makala Mobilitas

Maka dari itu makalah dibuat dengan maksud untuk membahas lebih dalam bagaimanakah

pengaruh mobilitas penduduk yang dalam hal ini adalah transmigrasi pada transisi demografi

dalam makalah.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Pengertian dan Ruang lingkup mobilitas penduduk?

2. Bentuk-Bentuk Mobilitas Penduduk?

3. Bagaimanakah sejarah mobilitas penduduk di Indonesia?

4. Bagaimanakah perubahan mobilitas penduduk pada masa transisi demografi?

5. Apakah faktor yang mempengaruhi mobilitas penduduk selama transisi demografi?

C. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui tentang mobilitas penduduk di Indonesia terutama selama

transisi Demografi di Indonesia.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini, adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian dan ruang lingkup mobilitas penduduk.

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk mobilitas penduduk.

3. Untuk mengetahui sejarah mobilitas penduduk di Indonesia.

4. Untuk mengetahui perubahan mobilitas penduduk pada masa transisi demografi.

5. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi mobilitas penduduk selama transisi

demografi.

D. MANFAAT

Dari pembuatan makalah ini,dapat bermanfaat kepada semua pembaca makalah ini,

karena dengan membacanya maka kita dapat mengetahui tentang seluruh ruang lingkup

daripada mobilitas penduduk yang berada di Indonesia.

2

Page 4: Makala Mobilitas

BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP MOBILITAS PENDUDUK

Mobilitas penduduk mempunyai pengertian pergerakan penduduk dari satu daerah ke

daerah lain. Baik untuk sementara maupun untuk jangka waktu yang lama atau menetap seperti

mobilitas ulang-alik (komunitas) dan migrasi. Mobilitas penduduk adalah perpindahan

penduduk dari suatu tempat ke tempat yang lain atau dari suatu daerah ke daerah lain.

Mobilitas penduduk dapat dibedakan antara mobilitas penduduk vertikal dan mobilitas

penduduk horinzontal. Mobilitas penduduk vertikal sering disebut dengan perubahan status,

atau perpindahan dari cara-cara hidup tradisional ke cara-cara hidup yang lebih modern. Dan

salah satu contohnya adalah perubahan status pekerjaan. Seseorang mula-mula bekerja dalam

sektor pertanian sekarang bekerja dalam sektor non pertanian. Mobilitas penduduk horizontal

atau sering pula disebut dengan mobilitas penduduk geografis adalah gerak (movement)

penduduk yang melintas batas wilayah menuju ke wilayah yang lain dalam periode waktu

tertentu (Mantra, 1987). Penggunaan batas wilayah dan waktu untuk indikator mobilitas

penduduk horizontal ini mengikuti paradigma ilmu geografi yang berdasarkan konsepnya atas

wilayah dan waktu (space and time concept).

Mobilitas dibedakan 2 yaitu :

a. Mobilitas non permanen (tidak tetap/sirkuler)

Yaitu gerak penduduk dari suatu wilayah menuju ke wilayah lain dengan tidak ada niatan

menetap di daerah tujuan. Sebagai contoh, di Indonesia (menurut batasan sensus penduduk)

mobilitas penduduk sirkuler dapat didefinisikan sebagai gerak penduduk yang melintas batas

propinsi menuju ke propinsi lain dalam jangka waktu kurang enam bulan. Hal ini sesuai dengan

paradigma geografis yang didasarkan atas konsep ruang (space) dan waktu (time). Data mobilitas

penduduk sirkuler sukar didapat. Hal ini disebabkan para pelaku mobilitas sirkuler tidak

3

Page 5: Makala Mobilitas

memberitahu kepergian mereka kepada kantor desa di daerah asal, begitu juga dengan

kedatangan mereka di daerah tujuan. Meskipun deminian, dengan segala keterbatasan data,

mobilitas penduduk Indonesia, baik permanent maupun nonpermanent (sirkuler) diduga

frekuensinya akan terus meningkat dan semakin lama semakin cepat. Menurut Ananta (1995),

suatu revolusi mobilitas tampaknya juga telah terjadi di Indonesia. Hal ini dipengaruhi oleh

tersedianya prasarana transport dan komunikasi yang mewadai dan modern.

b. Mobilitas permanen (tetap)

Jenis-jenis mobilitas permanen :

1. Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota dengan maksud untuk mencari

nafkah.

- Faktor-faktor urbanisasi:

1. Kehidupan di kota serba dinamis.

2. Memiliki fasilitas yang baik untuk kehidupan.

a). Dampak urbanisasi bagi perkotaan:

1. Meningkatnya jumlah penganguran di perkotaan.

2. Timbulnya berbagai gubuk liar.

3. Meningkatnya kriminalitas.

b). Dampak urbanisasi bagi desa:

1. Desa tidak berkembang.

2. Tanah yang mereka tinggalkan tidak dipergunakan secara baik.

3. Hasil pertanian dan kekayaan dijual untuk bekal ke kota..

4

Page 6: Makala Mobilitas

4. Hilangngnya tenaga kerja muda di desa.

2. Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain untuk menetap

Migrasi penduduk terbagi menjadi 2 jenis yaitu:

a). Migrasi internasional. Migrasi internasional adalah perpindahan penduduk yang

melewati batas suatu negara.

b). Migrasi interen adalah migrasi yang terjadi dalam batas wilayah suatu negara.

Terdiri dari:

- Migrasi sirkuler. Ya itu perpindahan penduduk sementara karena mendekati tempat

pekerjaan.

- Komuter atau ngelaju. Ya itu pergi ketempat atau kota lain dipagi hari dan pulang

disore hari ataupun malam hari.

Macam-macam migrasi:

1. Evakuasi. Ialah perpindahan penduduk atau pengungsian penduduk dari tempat tinggalnya ke daerah lain karena bencana alam dan perang.

2. Imigrasi. Ialah datangnya WNA ke Indonesia untuk sementara/menetap.

3. Emigrasi. Ialah Keluarnya WNI ke negara lain dalam waktu yang lama atau di antara mereka ada yang menetap menjadi warga negara yang ia tempati.

4. Forensen. Ialah orang yang tinggal di pedesaan atau luar kota tetapi mempunyai mata pencaharian di kota.

5. Turis. Ialah orang-orang yang melakukan perjalanan untuk rekreasi atau wisata baik di dalam negeri maupun ke luar negeri.

6. Week end. Ialah aktifitas orang-orang yang bepergian keluar kota untuk menghirup udara yang segar pada akhir minggu.

5

Page 7: Makala Mobilitas

Sebab-sebab timbulnya migrasi penduduk:

a. Adanya alasan ekonomis.

b. Adanya alasan politis.

c. Adanya alasan wabah penyakit yang timbul disuatu daerah tertentu.

d. Adanya alasan pendidikan.

3. Transmigrasi.

Yaitu perpindahan penduduk dari pulau yang padat penduduknya ke pulau yang jarang

penduduknya dalam satu negara.

Penyelenggaraan transmigrasi dikatakan berhasil bila memenuhi syarat:

- Jumlah penduduk yang transmigrasikan tiap tahun lebih banyak dari pada pertambahan

penduduk dari daerah yang ditinggalkan.

- Antara transmigran dengan penduduk yang didatangi dapat hidup berdampingan.

Tujuan diadakannya transmigrasi:

1. Membuka daerah baru di luar pulau jawa, dan meningkatkan potensi daerah

2. Meningkatkan produksi dan export hasil pertanian dengan jalan memperluas lahan

pertanian.

3. Secara sosial budaya meningkatkan integrasi masyarakat.

4. Memindahkan penduduk dari daerah yang padat penduduknya, ke daerah yang jarang

penduduknya sehingga terjadi pemerataan penyebaran penduduk.

5. Memperkuat pertahanan dan keamanan nasional.

6

Page 8: Makala Mobilitas

Macam-macam transmigrasi di Indonesia adalah:

a. Transmigrasi umum Ialah transmigrasi yang disebabkan oleh tekanan penduduk di daerah

asal, biaya ditanggung oleh pemerintah.

b. Transmigrasi keluarga. Ialah transmigrasi yang pembiayaannya ditanggung oleh keluarga yang

telah berada di daerah transmigrasi.

c. Transmigrasi lokal. Ialah transmigrasi dari suatu propinsi ke propinsi lain, dan biaya

ditanggung oleh departemen transmigrasi.

d. Transmigrasi suakarya. Ialah transmigrasi yang diselenggarakan oleh departemen transmigrasi

dengan jaminan hidup beberapa tahun, selanjutnya diberikan tanah kepada transmigran untuk

dikerjakan.

e. Transmigrasi sektoral. Ialah transmigrasi yang pembiayaannya diurus bersama-sama.

f. Transmigrasi suakarsa (Spontan). Ialah transmigrasi yang dislenggarakan atas biaya sendiri

dengan bimbingan dan fasilitas dari pemerintah.

g. Transmigrasi bedol desa. Ialah transmigrasi seluruh penduduk dari sebuah desa atau beberapa

desa beserta seluruh aparatur pemerintahnya, karena desa tersebut terkena rencana proyek

pemerintah.

memungkinkan untuk berpindah daerah tetapi masih dalam kawasan yang sama guna

menghindari persoalan tersebut.

Page 9: Makala Mobilitas

Analisis Migrasi dari Data Badan Pusat Statistik Tahun 2000

ProvinsiProvince

Migrasi Masuk (In Migration)

1971 1980 1990 2000

11. Nanggroe Aceh Darussalam 60,982 143,365 193,285 100,166

12. Sumatera Utara 530,012 547,715 452,918 447,897

13. Sumatera Barat

87,901 131,438 216,014 245,000

14. Riau 20,606 343,024 681,627 1,534,849

15. Jambi 155,924 293,245 470,848 566,153

16. Sumatera Selatan 327,312 608,497 932,032 987,157

17. Bengkulu 36,038 121,274 251,232 355,048

18. Lampung 1,001,103 1,782,703 1,726,969 1,485,218

19. Kep. Bangka Belitung na na na 94,334

31. DKI Jakarta 1,791,635 2,565,158 3,141,214 3,541,972

32. Jawa Barat 371,448 963,870 2,391,890 3,271,882

33. Jawa Tengah 253,477 336,611 509,401 708,308

34. DI Yogyakarta 99,782 175,789 264,842 385,117

35. Jawa Timur 273,228 433,451 564,401 781,590

36. Banten na na na 1,758,408

51. Bali 22,010 63,365 122,899 221,722

52. Nusa Tenggara Barat 33,575 51,493 67,023 107,605

53. Nusa Tenggara Timur 10,218 38,735 46,310 106,053

61. Kalimantan Barat 20,805 104,856 196,876 269,722

62. Kalimantan Tengah 50,078 140,042 240,374 423,014

63. Kalimantan Selatan 66,119 142,619 272,797 360,324

64. Kalimantan Timur 39,548 292,028 600,201 856,251

71. Sulawesi Utara 48,668 88,266 87,715 147,091

72. Sulawesi Tengah 50,937 184,526 286,142 369,634

73. Sulawesi Selatan 66,984 108,038 219,666 273,875

Page 10: Makala Mobilitas

ProvinsiProvince

Migrasi Masuk (In Migration)

1971 1980 1990 2000

74. Sulawesi Tenggara 25,906 104,793 236,848 366,817

75. Gorontalo na na Na 26,888

81. Maluku 42,228 124,894 184,892 75,540

82. Maluku Utara na na Na 60,834

94. Papua 33,513 93,030 261,308

7

2. BENTUK-BENTUK MOBILITAS INDONESIA

Page 11: Makala Mobilitas

a. Mobilitas tradisional, dimana penduduk melakukan mobilitas atas dasar untuk

memenuhi kebutuhan primer terutama pangan. Aktivitas mobilitas tradisional merupakan

arus desa ke kota yang termasuk dalam pengertina urbanisasi.

b. Mobilitas pra-modern, yang merupakan transisi drai mobilitas tradisional menuju

mobilitas modern. Dalam hal ini penduduk mulai melakukan mobilitas dengan tujuan

yang lebih luas bukan hanya sekedar untuk cukuppangan.

c. Aktivitas dari desa ke kota sangat meningkat disertai dengan mobilitas antar kota dan juga

mobilitas dari kota ke luar kota (pedesaan). Sehingga terjadi dengan apa yang disebut

urbanisasi modern. Penduduk mobilitas atau migrasi dengan tujuan yang lebih luas

termasuk kesenangan dan kenyamanan.

d. Mobilitas modern, dimana mobiolitas penduduk telah mmelampaui batas-batas Negara

dengan berbgai macam-macam tujuan baik kegiatan perdagangan maupun berwiraswasta.

e. Mobilitas canggih atau super-modern, dimana mobilitas dilakukan telah melampaui

pengertian berwiraswasta secara wajar yang dapat dimasukkan dalam kategori berfoya-

foya dengan konsumsi yang berlebihan.

Bentuk mobilitas penduduk dapat dipahami berkaitan dengan keberhasilan dalam aktivitas

ekonomi yang meliputi 2 komponen yaitu kesempatan kerja (produktifitas) dan pendapatan (atau

dana). Komponen mobilitas tersebut dapat di pandang sebagai indikator kualitas kehidupan

masyarakat.

3. SEJARAH MOBILITAS PENDUDUK DI INDONESIA

Dalam perjalanan sejarah mobilitas yang diwarnai dengan transmigrasi di Indonesia yang

sudah mencapai satu abad, sejak mulai dilaksanakan pada jaman pemerintahan kolonial Belanda

tahun 1905 hingga saat ini, telah melalui berbagai masa pemerintahan dan kekuasaan yang

berbeda. Walaupun secara demografis pengertian umum dari transmigrasi ini tetap sama dari

masa ke masa,

8

Page 12: Makala Mobilitas

yaitu memindahkan penduduk dari wilayah yang padat ke wilayah yang kurang atau jarang

penduduknya, tetapi dalam pelaksanaanya didasarkan pada latar belakang, tujuan, dan kebijakan

yang berbeda-beda, baik yang tertulis secara resmi maupun terselubung (Nugraha, 2009).

1. Masa Percobaan Kolonisasi

Sejarah transmigrasi di Indonesia dimulai sejak dilaksanakannya kolonisasi oleh

pemerintah kolonial Belanda tahun 1905. Kebijakan kolonisasi penduduk dari pulau Jawa ke luar

Jawa dilatarbelakangi oleh:

1) Pelaksanaan salah satu program politik etis, yaitu emigrasi untuk mengurangi jumlah

penduduk pulau Jawa dan memperbaiki taraf kehidupan yang masih rendah.

2) Pemilikan tanah yang makin sempit di pulau Jawa akibat pertambahan penduduk yang

cepat telah menyebabkan taraf hidup masyarakat di pulau Jawa semakin menurun.

3) Adanya kebutuhan pemerintah kolonial Belanda dan perusahaan swasta akan tenaga kerja

di daerah-daerah perkebunan dan pertambangan di luar pulau Jawa.

2. Periode Lampongsche Volksbanks

Catatan akurat mengenai berapa banyak jumlah penduduk yang dipindahkan pada periode

ini masih perlu dicari. Data yang berasal dari beberapa dokumen antara lain memperlihatkan

antara tahun 1912-1922 jumlah penduduk yang diberangkatkan ke daerah kolonisasi sebanyak

16.838 orang. Kemudian pada tahun 1922 dibuka lagi pemukiman kolonisasi baru yang lebih

besar yang diberi nama Wonosobo di dekat Kota Agung Lampung Selatan serta pemukiman

kolonisasi dekat Sukadana di Lampung Tengah. Pemukiman yang lebih kecil dibuka di Sumatera

Selatan, Bengkulu, Kalimantan, dan Sulawesi.

Data yang lain menunjukkan sampai akhir tahun 1921 jumlah penduduk asal Jawa di

desa-desa kolonisasi Gedongtataan telah mencapai jumlah 19.572 orang. Ada juga yang menulis,

antara tahun 1905-1929 jumlah orang Jawa yang dipindahkan ke luar Jawa sudah mencapai

angka 24.300 orang. Dengan demikian jika dihitung berdasarkan jumlah orang yang

diberangkatkan antara tahun 1905-1911 sebanyak 4.800 orang,

9

Page 13: Makala Mobilitas

berarti antara tahun 1911-1929 pemerintah kolonial Belanda telah memindahkan

penduduk melalui program kolonisasi sekitar 19.500 orang.

Pada periode Lampongsche volksbank, pelaksanaan kolonisasi belum dapat dikatakan

berhasil, penyebabnya adalah perencanaan yang kurang matang dan implementasi yang banyak

menyimpang. Kesehatan pemukim baru pun menjadi terabaikan, berdampak pada tingkat

mortalitas penduduk di pemukiman kolonisasi menjadi tinggi. Walaupun pemerintah kolonial

Belanda memiliki konsep, bahwa daerah tujuan kolonisasi harus memiliki suasana sosial budaya

dan system pertanian yang hampir sama dengan daerah asal. Namun faktanya daerah yang telah

dipersiapkan tersebut tidak memenuhi kriteria. Sistem irigasi yang dibuat tidak memadai,

demikian juga prasarana transportasi, sehingga banyak pemukim baru yang tidak betah, dan

kembali ke Jawa. Dalam perekrutan calon peserta kolonisasi, pemerintah member instruksi

kepada lurah-lurah yang diberi target untuk mengirimkansejumlah orang ke daerah kolonisasi.

Sistem seleksi yang diatur oleh lurah menjadikan mereka mudah mengatur untuk menyingkirkan

orangorang tidak disukai karena dianggap saingan atau lawan politik lurah. Cara rekruitmen

demikian menyebabkan orang tidak siap untuk memulai kehidupan di daerah tujuan kolonisasi.

Sejalan dengan pencanangan kolonisasi, perkebunan-perkebunan di Sumatera Timur

mengalami kemajuan. Hal ini berdampak pada pelaksanaan kolonisasi, karena ada persaingan

antara calo tenaga kerja dengan petugas kolonisasi yang diberi target untuk mencari orang

sebagai peserta kolonisasi. Isu yang dikembangkan oleh calo tenaga kerja adalah hal-hal negatif

tentang kolonisasi, agar penduduk Jawa lebih tertarik untuk menjadi kuli kontrak di perkebunan

Sumatera. Pada akhirnya orang-orang di pulau Jawa sendiri lebih tertarik menjadi kuli kontrak

ketimbang ikut kolonisasi, sebab dianggap lebih menguntungkan secara ekonomi. Ada dugaan

pemerintah kolonial Belanda menjadi tidak terlalu serius menangani kolonisasi, setelah melihat

fenomena banyaknya orang Jawa yang tertarik untuk menjadi kuli kontrak pada

perkebunanperkebunan di Sumatera Timur. Hal ini disebabkan pemerintah kolonial Belanda

sendiri, dalam melaksanakan kolonisasi ini memiliki tujuan yang terselubung yaitu untuk

mendukung penyediaan tenaga kerja murah bagi perkebunan-perkebunan tanaman eksport dalam

rangka mendukung perkembangan ekonominya.

10

Page 14: Makala Mobilitas

Artinya program kolonisasi ini dianggap menjadi tidak penting, manakala sudah banyak

penduduk Jawa yang tertarik untuk menjadi kuli kontrak di Sumatera (Nugraha, 2009).

3. Jaman Depresi Ekonomi Dunia

Terjadinya arus migrasi penduduk yang deras dari pulau Jawa untuk menjadi kuli kontrak

di Sumatera berlangsung menjelang terjadinya depresi ekonomi dunia. Himpitan kesulitan hidup

di Jawa telah mendorong mereka secara mandiri dan sukarela bermigrasi ke Sumatera. Hal ini,

pada akhirnya menyebabkan pemerintah kolonial Belanda mengubah kebijakan kolonisasi.

Pada masa peralihan antara tahun 1927- 1930 pemerintah hanya menyediakan biaya

transportasi untuk mereka yang mengikuti program kolonisasi. Depresi ekonomi yang terus

berlanjut telah berpengaruh terhadap perekonomian pemerintah kolonial Belanda. Permintaan

tenaga kerja dari perkebunan-perkebunan di Sumatera menjadi kurang, bahkan sebagian

mengurangi tenaga kerjanya, sehingga banyak kuli kontrak yang kembali ke pulau Jawa.

Pemerintah Belanda mulai merasa perlu mengintensifkan kembali kolonisasi. Pemerintah

memperketat persyaratan untuk mengikuti kolonisasi yaitu:

a. Peserta harus benar-benar petani, sebab jika bukan dapat menyebabkan ketidakberhasilan di

lokasi kolonisasi

b. Fisik harus kuat agar bisa bekerja keras

c. Harus muda untuk menurunkan fertilitas di pulau Jawa

d. Sudah berkeluarga untuk menjamin ketertiban di lokasi baru

e. Tidak memiliki anak kecil dan banyak anak karena akan menjadi beban

f. Bukan bekas kuli kontrak karena dianggap sebagai propokator yang akan menimbulkan

keresahan di pemukiman baru

g. Harus waspada terhadap “perkawinan koloniasai” sebagai sumber keributan

h. Jika wanita tidak sedang hamil karena diperlukan tenaganya pada tahun-tahun pertama

bermukim di tempat baru

i. Jika bujangan harus menikah terlebih dahulu di Jawa karena dikhawatirkan mengganggu

istri orang lain.

j. Peraturan tersebut tidak berlaku jika seluruh masyarakat desa ikut kolonisasi.

11

Page 15: Makala Mobilitas

Sejalan dengan kesulitan ekonomi yang dialami oleh pemerintah kolonial Belanda

sebagai dampak depresi ekonomi dunia sementara minat masyarakat Jawa untuk ikut kolonisasi

cukup tinggi, pemerintah akhirnya merubah pola kolonisasi untuk menekan biaya dengan system

bawon. Pemukim kolonisasi terdahulu diharapkan memakai tenaga kerja pemukim baru dengan

prinsip tolong-menolong dan gotong-royong. Pemekaran daerah kolonisasi baru dibuat tidak jauh

dari kolonisasi lama. Penempatan pemukim baru dilakukan pada bulan Februari-Maret saat

menjelang musim panen padi di pemukiman lama, sehingga mereka bisa ikut bawon. Bagian

hasil bawon pemukim baru di Lampung dibuat lebih besar dengan perbandingan 1:7 atau 1:5,

artinya buruh mendapatkan satu bagian setiap tujuh atau lima bagian pemilik. Pada saat itu

sistem bawon di pulau Jawa umumnya menggunakan perbandingan 1:10. Peserta kolonisasi

mandiri pada periode ini boleh dikatakan lebih berhasil dibandingkan dengan peserta

sebelumnya, walaupun masih ada beberapa yang kembali ke pulau Jawa. Kondisi demikian,

memberikan daya tarik pada masyarakat Jawa untuk ikut kolonisasi. Akhirnya dikembangkan

daerah kolonisasi baru di Palembang, Bengkulu, Jambi, Sumatera Utara, Sulawesi, dan

Kalimantan.

Walaupun pada pelaksanaan kolonisasi periode ini jumlah penduduk yang dipindahkan

dari pulau Jawa ke daerah kolonisasi cukup banyak dibandingkan dengan periode sebelumnya,

namun kalau dilihat dari aspek pengendalian penduduk pulau Jawa belum bisa disebut berhasil.

Pendapat ahli kependudukan Belanda pada saat itu, jika ingin mengendalikan penduduk Jawa,

penduduk yang dipindahlan harus mencapai 80.000 keluarga per tahun. Pemerintah kolonial

Belanda sampai menjelang akhir masa kekuasaannya, hanya mampu memindahkan penduduk

pulau Jawa kurang dari seperlima dari target yang diharapkan per tahunnya. Data lain

menunjukkan antara tahun 1905-1941 penduduk yang berhasil dipindahkan hanya berjumlah

189.938 orang. Akan tetapi jika dilihat dari aspek peningkatan kesejahteraan peserta kolonisasi,

mereka mungkin dapat disebut lebih baik tingkat kehidupannya dibandingkan pada saat berada di

daerah asalnya (Nugraha, 2009).

4. Transmigrasi Masa Pendudukan Jepang

Sejak tahun 1942 susunan pemerintahan di Lampung mengalami perubahan dengan

12

Page 16: Makala Mobilitas

perginya pejabat-pejabat kolonial Belanda dari Binnenlands Bestuur. Ketika tentara

Jepang masuk ke Indonesia, kegiatan transmigrasi tetap dilaksanakan. Akan tetapi karena sibuk

dengan peperangan, rupanya penguasa Jepang tidak sempat melakukan pengadministrasian

kegiatan transmigrasi seperti halnya pada jaman pemerintah kolonial Belanda, sehingga sangat

sedikit dokumentasi mengenai transmigrasi yang bisa ditemukan. Diperkirakan selama

kekuasaan Jepang, penduduk pulau Jawa yang berhasil dipindahkan ke luar Jawa melalui

transmigrasi sekitar 2.000 orang. Tidak hanya di bidang transmigrasi, kondisi kependudukan

yang parah dimulai ketika tentara Jepang mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan Belanda.

Pada periode ini kondisi perekonomian di Indonesia sangat buruk. Beberapa komoditi seperti

tekstil, alat-alat pertanian, bahan pangan menghilang dari pasaran. Terjadi pula mobilisasi tenaga

kerja (romusha) untuk dipekerjakan di perkebunanperkebunan dan proyek-proyek pertahanan

Jepang, baik di dalam maupun di luar negeri.

5. Transmigrasi Setelah Kemerdekaan

Sudrajat (2006) mengungkapkan ada 3 masa setelah kemerdekaan, yaitu: masa orde lama,

masa orde baru, dan masa reformasi.

a. Masa Orde Lama

Ketika baru merdeka dari penjajahan Jepang, di Indonesia masih terjadi gejolak politik,

sehingga permasalahan kepadatan penduduk masih terabaikan. Baru tahun 1948 pemerintah

Republik Indonesia membentuk panitia untuk mempelajari program serta pelaksanaan

transmigrasi yang diketuai oleh A. H. D. Tambunan. Walaupun telah terbentuk kepanitiaan,

keputusan yang menyangkut masalah transmigrasi baru diambil pada tahun 1950. Bulan

Desember 1950 merupakan awal mula pemberangkatan transmigran di jaman kemerdekaan ke

Sumatera Selatan. Pelaksananya ditangani oleh Jawatan Transmigrasi yang berada di bawah

Kementrian Sosial. Pada tahun 1960 Jawatan Transmigrasi menjadi departemen yang digabung

dengan urusan perkoperasian dengan nama Depertemen Transmigrasi dan Koperasi.

Pada masa ini, selain tujuan demografis, tujuan lainnya tidak jelas. Namun Presiden

Soekarno sendiri tidak fokus pada kelebihan penduduk Jawa, tetapi hanya melihat adanya

ketimpangan kepadatan penduduk pulau Jawa dan luar Jawa.

13

Page 17: Makala Mobilitas

Akan tetapi di kemudian hari yaitu seperti tercantum pada Undang-undang No. 20/1960

jelas terbaca, bahwa tujuan transmigrasi adalah untuk meningkatkan keamanan, kemakmuran,

dan kesejahteraan rakyat, serta mempererat rasa persatuan dan kesatuan bangsa. Target

pemindahan penduduk pada jaman orde lama dinilai sangat ambisius dan tidak realistis, dimana

sasaran “Rencana 35 Tahun Tambunan” adalah mengurangi penduduk pulau Jawa agar mencapai

angka 31 juta jiwa pada tahun 1987 dari jumlah penduduk sebanyak 54 juta jiwa pada tahun

1952. Pada kenyataannya antara tahun 1950-1959 pemerintah hanya berhasil memindahkan

transmigran sebanyak 227.360 orang.31 Revisi target transmigran sebenarnya telah dilakukan

dengan yang lebih realistis. Selama lima tahun, antara tahun 1956-1960 direncanakan

pemindahan penduduk Jawa sebanyak 2 juta orang, atau rata-rata 400 ribu orang per tahun. Pada

rencana delapan tahun selanjutnya, yaitu antara tahun 1961-1968, Jawatan Transmigrasi

menurunkan lagi tergetnya menjadi 1,56 juta orang, atau rata-rata 195 ribu orang per tahun.

Pada periode rencana delapan tahun, muncul kebijakan Transmigrasi Gaya Baru pada

musyawarah nasional gerakan transmigrasi yang diselenggarakan pada bulan Desember 1964.

Konsepnya memindahkan kelebihan fertilitas total yang diperkirakan mencapai angka 1,5 juta

orang per tahun. Pada kebijakan ini, muncul pula ide untuk melaksanakan transmigrasi

swakarya, artinya transmigran baru ditampung oleh transmigran lama seperti yang pernah

dilakukan pada jaman Belanda dengan sistem bawon, kemudian membuka hutan, membangun

rumah, dan membuat jalan sendiri, sehingga tanggungan pemerintah tidak terlampau besar.

Minat penduduk pulau Jawa untuk ikut transmigrasi pada periode ini cukup tinggi. Bahkan

mereka mau berangkat ke daerah transmigran atas biaya sendiri tanpa bantuan pemerintah. Di

tempat tujuan mereka cukup melapor untuk memperoleh sebidang lahan dan bantuan material

lainnya. Pada jaman orde lama, ada pengkategorian transmigrasi, sehingga dikenal istilah

transmigrasi umum, transmigrasi keluarga, transmigrasi biaya sendiri, dan transmigrasi spontan.

Dalam sistem transmigrasi umum segala keperluan transmigran, sejak pendaftaran sampai di

lokasi menjadi tanggungan pemerintah. Pemerintah juga menanggung biaya hidup selama

delapan bulan pertama, bibit tanaman, serta alat-alat pertanian. Transmigrasi keluarga

merupakan merupakan sistem transmigrasi beruntun, artinya jika ada keluarga transmigran ingin

14

Page 18: Makala Mobilitas

mengajak keluarganya yang masih tinggal di pulau Jawa untuk tinggal di daerah transmigrasi,

maka transmigran lama harus menanggung biaya hidup dan perumahan transmigran baru. Sistem

ini tidak jalan, karena terlalumemberatkan peserta transmigrasi, sehingga tidak dilaksanakan lagi

sejak 1959. Transmigrasi biaya sendiri, mengharuskan calon transmigran mendaftar di tempat

asal, kemudian berangkat ke lokasi dengan ongkos sendiri, setelah sampai di lokasi mereka

mendapatkan lahan dan subsidi seperti transmigran umum. Sedangkan transmigrasi spontan

selain menanggung sendiri ongkos ke lokasi, mereka pun harus mengurus sendiri

keberangkatannya. Di tempat tujuan baru mereka lapor untuk mendapatkan lahan di daerah yang

telah ditentukan.

b. Masa Orde Baru

Pada jaman orde baru, tujuan utama transmigrasi tidak sematamata memindahkan

penduduk dari pulau Jawa ke luar Jawa, namun ada penekanan pada tujuan memproduksi beras

dalam kaitan pencapaian swasembada pangan. Pembukaan daerah transmigrasi diperluas ke

wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi, bahkan sampai ke Papua. Tahun 1965-

1969, belum ditentukan target jumlah transmigran yang harus dipindahkan. Bahkan terkesan

belum begitu perhatian terhadap progran transmigrasi. Daerah transmigran seperti Lampung,

Jambi, Sumatera Selatan yang pada awalnya banyak sekali menerima transmigran, pada periode

ini hanya menerima sekitar 52 persen dari total transmigran yang diberangkatkan. Jumlah yang

dikirim ke Sulawesi sekitar 25 persen, sisanya ke pulau-pulau lain seperti Kalimantan dan Papua.

Jika pada masa orde lama dikenal empat katagori transmigrasi, pada periode ini hanya dikenal

dua kategori yaitu transmigrasi umum dan transmigrasi spontan.

Pada transmigrasi spontan pemerintah hanya mengorganisir perjalanan dari daerah asal

ke tempat tujuan, ongkos ongkos semua ditanggung peserta. Sementara transmigrasi spontan,

semua ongkos ditanggung pemerintah, dan di lokasi memperoleh lahan seluah dua hektar,

rumah, dan alat-alat pertanian, serta biaya selama 12 bulan pertama untuk di daerah tegalan, dan

8 bulan pertama di daerah pesawahan menjadi tanggungan pemerintah. Jumlah seluruh

transmigran yang berhasil dipindahkan pada periode ini sebanyak 182.414 orang atau sekitar

52.421 keluarga. Masih pada jaman orde baru,

15

Page 19: Makala Mobilitas

tepatnya tahun 1974 ketika Gunung Merapi meletus, ada kejadian seluruh warga desa

diikutsertakan dalam program transmigrasi, di lokasi baru mereka menempati daerah yang sama.

Dari kejadian inilah kemudian muncul istilah transmigrasi bedol desa.

Pada periode rencana pembangunan lima tahun (repelita) ke-2 antara tahunn 1974-1979,

konsep transmigrasi diintegrasikan ke dalam pembangunan nasional. Dalam kerangka

pembangunan nasional tersebut, transmigrasi diharapapkan dapat meningkatkan ketahanan

nasional, baik di bidang ekonomi, sosial, maupun budaya, serta meningkatkan produksi pangan

dan komoditi eksport. Produksi pertanian diharapkan dapat mendukung sektor industri sebagai

cita-cita pembangunan.35 Selain itu mulai tercetus pemikiran untuk mengembangkan daerah

tujuan semenarik mungkin, sehingga akan banyak penduduk yang tertarik untuk pindah dari

pulau Jawa dengan biaya mandiri tanpa tergantung pada pemerintah. Target transmigrasi pada

repelita ke-2 adalah memberangkatkan 50 ribu keluarga atau 250 ribu orang per tahun, atau jika

dihitung selama selama lima tahun, transmigran yang harus diberangkatan sebanyak 1,25 juta

orang. Target yang tidak realistis tersebut pada tahun 1976 dikurangi menjadi 108 ribu keluarga

selama lima tahun, sedangkan realisasinya pemerintah hanya mampu memberangkatkan

sebanyak 204 ribu orang atau sekitar 16 persen dari target yang dicanangkan.

Masa selanjutnya, pada repelita ke-3 (1979-1983) ada penekanan yang lebih mendalam

terhadap kepentingan pertahanan dan keamanan. Pelaksanaan transmigrasi spontan lebih

didorong lagi dengan mengembangkan kegiatan ekonomi di luar pulau Jawa guna menarik minat

calon transmigran. Target pemindahan transmigran sebanyak 250 ribu keluarga dapat dicapai,

bahkan terlampaui sebanyak dua kali lipat. Pemerintah berhasil memberangkatkan sebanyak 500

ribu keluarga. Mengingat keberhasilan pada repelita ke-3, maka pada repelita ke-4 target

transmigran ditingkatkan lagi menjadi 750 ribu keluarga atau 3,75 juta orang. Pada akhir bulan

Oktober 1985 telah berhasil diberangkatkan sebanyak 350.606 keluarga atau 1.163.771 orang.

Pada periode ini diintroduksi konsep tentang pelestarian lingkungan, sehingga transmigrasi juga

diberi misi agar bisa memulihkan sumber daya alam yang sudah tereksploitasi dan memelihara

lingkungan hidup.

16

Page 20: Makala Mobilitas

c. Masa Reformasi

Jumlah penduduk yang berhasil dipindahkan dalam program transmigrasi, terus

meningkat dari tahun ke tahun. Walaupun demikian tetap tidak bisa mengejar bertambahnya

jumlah penduduk di pulau Jawa. Sebab fertilitas di pulau Jawa jauh melebihi angka penduduk

yang dapat dipindahkan ke luar pulau Jawa. Dengan demikian, jika dilihat dari aspek demografis

yang dikaitkan dengan pengurangan penduduk di pulau Jawa, program transmigrasi ini tidak

mencapai sasarannya. Diakui pula oleh Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah

Hutan, bahwa pelaksanaan transmigrasi yang telah dilaksanakan hingga jaman orde baru belum

memberikan pengaruh yang merata, baik ditinjau dari sisi mikro yaitu tingkat perkembangan

UPT/Desa, maupun makro yaitu pada percepatan pertumbuhan wilayah. Pembangunan

transmigrasi pun belum berhasil menjadi pendorong pembangunan, karena belum dapat

memberikan kontribusi yang optimal dalam pembangunan wilayah. Mengingat kondisi seperti di

atas, perlu dicari paradigma baru dalam pembangunan transmigrasi. Paradigma baru yang sudah

jauh berbeda dengan paradigma lama, terjadi dengan dikeluarkannya Undangundang No. 5/1997.

Pelaksanaan transmigrasi tidak lagi difokuskan pada pemecahan masalah persebaran penduduk,

yang selama 90 tahun terakhir memang tidak berhasil dipecahkan, namun bergeser pada

pengembangan ekonomi dan pembangunan daerah. Dalam Undang-undang tersebut dinyatakan,

bahwa tujuan transmigrasi adalah:

(1) untuk meingkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitar,

(2) meningkatkan pemerataan pembangunan daerah, dan

(3) memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.

Melalui tujuannya itu diharapkan rakyat Indonesia yang berada di luar the circular flow

of income dalam sistem ekonomi nasional bisa lebih cepat mencapai tingkat kesejahteraannya.

Terjadinya ketimpangan akibat strategi industrialisasi yang terlalu bertumpu di pulau Jawa yang

telah menyebabkan ketimpangan antar daerah dapat dikurangi.

17

Page 21: Makala Mobilitas

Gejala disintegrasi dan separatis memerlukan strategi dan kebijakan yang tepat termasuk dari

pihak Departemen Transmigrasi dan PPH. Penyempurnaan pelaksanaan transmigrasi yang

diperlukan antara lain, agar transmigrasi diupayakan secara merata di wilayah tanah air, dan

pemukiman transmigran tidak merupakan enclave serta memiliki keterkaitan fungsional dengan

kawasan di sekitarnya. Berbagai kelompok etnis harus berbaur dalam kebhinekaan, penduduk

setempat juga harus mendapat perhatian yang sama, dengan tujuan untuk meredam potensi

konflik antara pendatang dan penduduk asli. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka

pemerintah daerah akan memiliki tanggung jawab dan wewenang yang lebih besar dalam proses

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya masing-masing. Sehingga,

pembangunan transmigrasi harus adiletakan pada kerangka pembangunan daerah yang

selanjutnya harus dapat dijabarkan dalam program-program transmigrasi.

Berdasarkan pada penjelasan di atas visi transmigrasi ke depan adalah “mewujudkan

komunitas baru yang merupakan hasil integrasi harmonis antara penduduk setempat dan

masyarakat pendatang, yang sejahtera serta dapat tumbuh dan berkembang secara mandiri dan

berkelanjutan”. Adapun misinya adalah “engisi pembangunan di daerah sesuai dengan kebutuhan

masyarakat setempat dan pendatang, serta sesuai dengan rencana pembangunan daerah dan

rencana pembangunan nasional”. Misi di atas dilakukan melalui konsep pengembangan wilayah

dan pengembangan masyarakat, antara lain dengan upaya peningkatan pembangunan daerah

dalam rangka mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang ada, dan mewujudkan

agropolitan baru sebagi pusat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, dilakukan pendekatan kultural

dengan memperhatikan sistem nilai dan perilaku serta adatistiadat masyarakat setempat,

sehingga pembangunan transmigrasi tidak lagi bersifat eksklusif dalam kehidupan siklis,

melainkan melalui berbagai teknik pembauran. Konsep manajemen pembangunan transmigrasi

yang dijalankan antara lain, pembangunan transmigrasi yang reformis tidak lagi menekankan

pada target pemindahan transmigran, melainkan pada pencapaian pertumbuhan kesejahteraan

transmigran yang dikaitkan dengan kemampuan daya beli dari transmigran yang paling miskin

dengan ukuran keberhasilan minimal transmigran terhadap kebutuhan dasarnya. Selain itu,

menjadikan transmigrasi sebagai suatu kebutuhan yang diminta oleh masyarakat setempat, dunia

usaha, dan pemerintah daerah.

18

Page 22: Makala Mobilitas

4. PERUBAHAN MOBILIITAS PENDUDUK PADA MASA TRANSISI

DEMOGRAFI

Pada masa pretransisi, menurut Sutomo (2010:7) merupakan ”fase yang memiliki ciri-ciri

adanya tingkat kelahiran yang tinggi, tetapi diikuti pula dengan tingkat kematian yang tinggi.

Dengan demikian, tidak terjadi perrtumbuhan penduduk”. Pada fase ini sumber daya manusia

masih sangat rendah. pendidikan yang diteriama oleh setiap orang sangat terbatas. Hal ini

menyebabkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang pada saat itu sangat rendah.

Pengetahuan yang rendah ini sangat berdampak pada cara hidup mereka. Dalam memenuhi

kebutuhannya orang-orang pada masa itu sangat bergantung pada alam. Terutama masalah

kebutuhan pokok yaitu pangan, orang-orang pada masa itu melakukan kegiatan ”hunting and

gathering” yaitu berburu dan mengumpulkan makanan. Demikian pula dengan kebutuhan-

kebutuhan yang lainnya, mereka memenuhinya dengan cara yang paling sederhana. Karena

ketersediaan sumber daya alam di suatu daerah terbatas jika di pakai terus-menerus suatu saat

pasti akan habis juga. Jika hal ini terjadi maka terjadilah perpidahan penduduk. Mereka mencari

tempat baru yang menurut mereka memiliki sumber daya alam yang melimpah yang bisa dipakai

dalam beberapa waktu yang lama. Perpidahan ini relatif sering dilakukan oleh masyarakat pada

saat itu sehingga mobilitasnya sangat tinggi.

Fase transisi dibagi menjadi 3 yaitu ”awal transisi, pertengahan transisi, dan akhir transisi”

(Sutomo, 2010:7).

a. Awal transisi memiliki ciri-ciri tingkat kematian mulai menurun, tetapi tidak

diikuti oleh penurunan tingkat kematian.

b. Pertengahan transisi ditandai menurunnya tingkat kelahihan, sementara tingkat

kematian juga terus menurun.

c. Sedangkan akhir transisi dicirikan menurunnya tingkat kematian dengan cepat,

sementara laju penurunan tingkat kematian sudah melambat.

- Sedangkan pada masa transisi, pendidikan sudah mulai berkembang. Masyarakat pada

masa ini sudah memiliki cukup pengetahuan untuk memenuhi kebutuhannya dan tidak

terlalu bergantung dengan alam.

19

Page 23: Makala Mobilitas

Penemuan-penemuan mulai bermunculan, baik dalam bidang kesehatan maupun yang

lainnya. Hal ini berdampak besar bagi kualitas kehidupan manusia pada saat itu. Suatu

perubahan yang paling besar adalah masyarakat pada saat itu sudah dapat menernakkan

dan membudidayakan tanaman(domestikasi). Dengan berubahnya sistem hidup mereka

dari hunting and gathering menjadi system yang lebih efisien yaitu domestikasi maka

masyarakat pada saat itu mulai tingal menetap di suatu daerah. kebutuhan-kebutuhan

mereka mulai dapat dipenuhi sendiri, ketergantungan pada alam pun mulai berkurang.

Maka mobilitas masyarakat pun berkurang.

- Fase terakhir yaitu fase posttransisi, menurut Sutomo (2010:7) mempunyai ciri-ciri

”baik tingkat kelahiran maupun tingkat kematian keduanya berada pada tingkat yang

rendah. Dengan demikian, laju pertumbuhan penduduk menjadi sangat kecil, bahkan

dapat terjadi tidak ada lagi pertumbuhan penduduk”.

Pada fase terakhir yaitu fase posttransisi, dimana pendidikan yang didapatkan oleh

setiap masyarakat sudah sangat tinggi, pengetahuan yang dimiliki pun bertambah

dengan pesat. Banyak penemuan –penemuan baru di segala bidang. Kualitas

kesehatan dan bidang-bidang lainnya sangat meningkat. Peningkatan teknologi

menyebabkan semua kebutuhan yang diperlukan tersedia dalam suau tempat. Orang-

orang idak perlu lagi bepergian ke tempat-tempat yang jauh untuk memenuhi

kebutuhannya. Hal ini menyebabkan mobilitas penduduk pada masa itu sangat

rendah.

5.FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILITAS PENDUDUK SELAMA

TRANSISI DEMOGRAFI

Mobilitas penduduk mempunyai pengertian pergerakan penduduk dari satu daerah ke

daerah lain. Baik untuk sementara maupun untuk jangka waktu yang lama atau menetap seperti

mobilitas ulang-alik (komunitas) dan migrasi.

Penduduk yang melakukan mobilisasi tidaklah semata mata untuk berpindah tempat saja, tetapi

hal itu dilakukan oleh karena dorongan dari tiga faktor yaitu:

20

Page 24: Makala Mobilitas

1. Penarik.

2. Pendorong.

3. Kendala.

Pada tahun 1885 E.G. Ravenstin ( Bogue, 1969: 755, dalam Suhardi, 2007)

mempublikasikan yang dia sebut sebagai 7 hukum-hukum perpindahan penduduk (migrasi),

yang terdiri dari:

1. Migrasi dan jarak, kebanyakan migran melakukan perpindahan dalam jarak dekat. Bila

jaraknya bertambah maka jumlah migrant yang berpindah menurun.

2. Migrasi bertahap, penduduk semula pindah dari daerah pedesaan ke tepi kota besar sebelum

masuk ke dalam kota besar tersebut.

3. Arus dan arus balik, tiap adanya arus migrasi akan terjadi juga migrasi arus balik.

4. Daerah urban (perkotaan) dan rural (pedesaan), penduduk perkotaan kurang melakukan

migrasi dibandingkan dengan penduduk daerah pedesaan.

5. Dominasi wanita pindah jarak dekat, dalam jarak dekat wanita pindah lebih banyak daripada

laki-laki.

6. Teknologi dan migrasi, perkembangan teknologi cenderung meningkatkan migrasi.

7. Dominasi motif ekonomi, walaupun berbagai jenis faktor dapat mendorong terjadinya

perpindahan akan tetapi keinginan untuk meningkatkan keadaan ekonomi merupakan

kekuatan yang paling potensial.

a. Faktor dari sejarah asal yang disebut faktor pendorong seperti :

- adanya bencana alam,

- panen gagal,

- lapangan kerja terbatas

- keamanan terganggu

- kurangnya sarana pendidikan.

21

Page 25: Makala Mobilitas

b. Faktor yang ada di daerah tujuan yang disebut faktor penarik seperti:

- tersedianya lapangan kerja,- upah tinggi, - tersedia sarana pendidikan kesehatan dan hiburan.

c. Faktor yang terletak diantara daerah asal dan daerah tujuan yang disebut

penghalang/kendala menurut Everet S.Lee (1996) yang termasuk faktor ini

misalnya :

- jarak jenis alat transport dan biaya transport jarak yang tidak jauh.- mudahnya transportasi mendorog mobilitas penduduk. Yang terdapat pada diri seseorang

disebut faktor individu. Faktor ini sangat mempengaruhi keinginan seseorang untuk melakukan mobilitas atau tidak. Contoh faktor individu ini antara lain: umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.

Faktor pendorong dan penarik perpindahan penduduk ada yang negatif dan ada

yang positif :

a. Faktor pendorong yang positif

yaitu para migran ingin mencari atau menambah pengalaman di daerah lain.

b. faktor pendorong yang negatif

yaitu fasilitas untuk memenuhi kebutuhan hidup terbatas dan lapangan

pekerjaan terbatas pada pertanian.

c. Faktor penarik yang positif

yaitu daerah tujuan mempunyai sarana pendidikan yang memadai dan lebih

lengkap.

d. Faktor penarik yang negatif adalah adanya lapangan pekerjaan yang lebih bervariasi,

kehidupan yang lebih mewah, sehingga apa saja yang diperlukan akan mudah didapat

dikota.

23

Page 26: Makala Mobilitas

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sejarah transmigrasi di Indonesia telah berjalan selama lebih dari 100 tahun. Hal ini

dimulai sejak diberlakukannya kolonisasi oleh pemerintah Belanda. Pada awal pelaksanaannya

transmigasi di Indonesia dilatarbelakangi oleh pelaksanaan salah satu program politik etis,

pemilikan tanah yang makin sempit di pulau Jawa akibat pertambahan penduduk yang cepat,

adanya kebutuhan pemerintah kolonial Belanda dan perusahaan swasta akan tenaga kerja di

daerah-daerah perkebunan dan pertambangan. Perjalanan transmigrasi yang pada awalnya sulit

untuk dilaksanakan berangsur-angsur menjadi mudah untuk dilaksanakan. Masyarakat secara

sukarela pindah ke daerah-daerah yang lebih terpencil. Seiring dengan hal tersebut maka tujuan-

tujuan transmigrasi pun semakin bertambah banyak, yaitu untuk meningkatkan keamanan,

kemakmuran, dan kesejahteraan rakyat, serta mempererat rasa persatuan dan kesatuan bangsa.

Perubahan orde atau jaman juga sangat berpengaruh pada penambahan tujuan transmigrasi.

Secara umum dari awal dilaksanakannya transmigrasi di Indonesia, jumah penduduk yang

berhasil dipindahkan semakin meningkat walaupun pada jaman penjajahan Jepang sempat

mengalami penurunan karena terjadi perang dunia.

Dilihat dari sisi transisi demografi maka mobilitas penduduk dari jaman pretransisi,

transisi dan posttransisi secara umum mengalami penurunan. Peningkatan kulitas pendidikan,

kemajuan teknologi membuat kesejahteraan penduduk dapat dicapai tanpa melalui mobilitas.

Seperti pada saat ini, dimana segala kebutuhan yang diperlukan sudah tersedia di satu tempat

sehingga tidak perlu melakukan perpindahan.

B. Saran

Mobilitas penduduk akan selalu ada dalam kehidupan manusia, apakah mobilitas itu

berdampak positif atau negatif terhadap pembangunan, tergantung dari bagaimana proses

mobilitas itu sendiri. Masyarakat sebagai pelaku beserta pemerintah sebagai fasilitator harus

berusaha agar mobilitas penduduk mengarah pada masa posttransisi sehingga kesejahteraan

masyarakat dapat meningkat.

24

Page 27: Makala Mobilitas

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhana Wata’ala karena berkat dan rahmatnyalah sehingga

makala ini dapat terselesaikan tepat waktu.Makala yang berjudul “Mobilitas Penduduk” telah

banyak menerapkan referensi-referensi yang tentunya dapat kita pelajari untuk pengetahuan kita

kedepannya.Semoga makala ini dapat bermanfaat buat teman-teman yang membacanya.

Penulis menyadari, penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu

saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna penyempurnaan

makalah berikutnya.

Makassar, 11 Juni 2012

Page 28: Makala Mobilitas

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................i

Daftar Isi..........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG........................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................2

C. TUJUAN............................................................................................................2

1. Tujuan Umum..............................................................................................2

2. Tujuan Khusus.............................................................................................2

D. MANFAAT........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Ruang lingkup mobilitas penduduk……………………….3

2. Bentuk-Bentuk Mobilitas Penduduk……………………………………….7

3. Sejarah mobilitas penduduk di Indonesia………………………………….8

4. Perubahan mobilitas penduduk pada masa transisi demografi……………18

5. Faktor yang mempengaruhi mobilitas penduduk selama transisi demografi

…………………………………………………………………………….20

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN……………………………………………………………….22

B. SARAN……………………………………………………………………….22

DAFTAR PUSTAKA

Page 29: Makala Mobilitas

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Muhamad Zainal. 2010. Makalah Mobilitas Penduduk. Online diakses di http://meetabied.wordpress.com/2010/01/14/makalah-mobilitas-penduduk/ pada tanggal 7 Juni 2012.

Ardy. 2008. Faktor Pendorong dan penarik Migrasi. Online dikases di http://www.docstoc.com/docs/downloadDoc.aspx?doc_id=22706636 pada tanggal 7 Juni 2012.

Chotib. _____. Mobilitas Penduduk: Kajian Kependudukan dan Ketenagakerjaan. Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Online diakses http://www.docstoc.com/docs/downloadDoc.aspx?doc_id=26770454 pada tanggal 7 Juni 2012.

Setiawan,Nugraha. 2009. Sejarah Transmigrasi. Online diakses di http://nugraha.-suarakita.com/2009/sejarah-tranmigrasi/ pada tanggal 8 Juni 2012

Sudrajat, Indra. 2006. Transmigrasi di era kemerdekaan: Suatu Pandangan. Online diakses di http://www.docstoc.com/docs/downloadDoc.aspx?doc_id-=22698340 pada tanggal 10 Juni 2012.

  Biro Pusat Statistik,Estimasi Fertilitas, Mortalitas dan Migrasi, Hasil Survei Penduduk  Antara

Sensus (SUPAS) 1995

F a t u r o c h m a n , “ W h y P e o p l e M o v e : A P s y c h o l o g i c a l A n a l y s i s o f U r b a n

M i g r a t i o n ” , Populasi1 (3), 1992