Upload
afausi
View
67
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
FRAKTUR TIBIA
I. PENDAHULUAN
Fraktur adalah terputusnya / hilangnya kontinuitas struktur jaringan tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial, umumnya disebabkan
trauma, baik trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut. Keadaan tulang itu sendiri dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap 1,2
Fraktur dapat menyebabkan berbagai komplikasi oleh karena itu diperlukan penanganan
yang tepat sedini mungkin. Untuk mendiagnosis fraktur kita dapat melakukan pemeriksaan
radiologi. Dengan pemeriksaan radiologi kita dapat menentukan tipe dan tingkat keparahan
fraktur. Tujuan pemeriksaan radiologis untuk konfirmasi adanya fraktur, melihat sejauh mana
pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya, menentukan teknik pengobatan,
menentukan apakah fraktur yang dialami fraktur baru atau fraktur lama, menentukan fraktur
intra-artikuler atau ekstra-artikuler, melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang, dan untuk
melihat apakah ada benda asing dalam tulang. 1,3
Prinsip penanganan dari fraktur tibia ini adalah dengan konservatif dan operatif. Dengan
konservatif prinsip pengobatan adalah mencegah bertambahnya depresi, tidak menahan beban
dan segera mobilisasi pada sendi lutut agar tidak terjadi kekakuan sendi. Dapat dilakukan dengan
verband elastis, traksi dan gips sirkuler. Sedangkan untuk operatif dilakukan jika terjadi fraktur
terbuka, kegagalan dalam terapi konservatif, fraktur tidak stabil, serta adanya nonunion. 1
Penyembuhan fraktur berkisar antara 12-16 minggu pada orang dewasa. Pada anak-anak
waktu penyembuhan sekitar ½ waktu penyembuhan orang dewasa. Penilaian penyembuhan
frakur ( union ) didasarkan atas union secara klinis dan union secara radiologik. Union secara
radiologik dinilai dengan pemeriksaan roentgen pada daerah fraktur dan dilihat adanya garis
fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya trabekulasi yang sudah menyambung
pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat dilihat adanya medula atau ruangan dalam daerah
fraktur.1
II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Insidens fraktur tibia tidak diketahui pasti. Fractures of the tibial plateau are estimated to
comprise approximately 1% of all fractures. Fraktur tibia diperkirakan sekitar 1% dari semua
fraktur. Pada analisis epidemiologi menunjukkan bahwa 40 % fraktur terbuka terjadi pada
ekstemitas bawah terutama daerah tibia dan femur tengah. Faktor ras tidak berpengaruh terhadap
angka kejadian fraktur. Fraktur tibia pada usia muda biasanya disebabkan karena karena aktivitas
usia muda di bidang olahraga atau kecelakaan. Pada usia muda jenis kelamin tidak berpengaruh
terhadap angka kejadian fraktur tibia. Pada usia tua fraktur lebih sering terjadi pada wanita
dibanding laki-laki, hal ini disebabkan karena lebih banyak wanita yang menderita osteoporosis. 3,4
III. ETIOLOGI
Pada umumnya fraktur pada kaki disebabkan oleh : 1,5
1. Trauma
Fraktur akibat trauma adalah jenis fraktur yang sering terjadi, misalnya jatuh, kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan dalam berolahraga atau olahraga yang berlebihan.
2. Fraktur patologis
Fraktur yang terjadi pada tuang karena adanya kelainan/penyakit yang menyebabkan
kelemahan pada tulang. Fraktur patologis dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma
ringan.
3. Fraktur stress
Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu, misalnya pada
pelari jarak jauh, penari ballet, dan sebagainya.
IV. KLASIFIKASI
Secara klinis fraktur dapat diklasifikasikan menjadi : 1,6
1. Fraktur tertutup, yaitu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar
2. Fraktur terbuka, yaitu fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka
pada kulit dan jaringan lunak.
Tibia merupakan salah satu tulang panjang pada ekstremitas inferior bagian distal.
Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian
pergelangan kaki. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan
terutama membengkok, memutar dan tarikan.
Adapun pengklasifikasian fraktur pada tibia adalah.1
1. Fraktur kondilus tibia
1. Fraktur kompresi komunitif
2. Fraktur depresi plateu
3. Fraktur oblik
2. Fraktur diafisis
3. Fraktur dan dislokasi pada pergelangan kaki:
1. Tipe A, fraktur maleolus di bawah sindesmosis
2. Tipe B, fraktur maleolus lateralis yang bersifat oblik disertai avulsi maleolus medialis
dimana sering disertai dengan robekan dari ligamen tibia fibula bagian depan.
3. Tipe C, fraktur fibula di atas sindesmosis dan atau disertai avulsi dari tibia disertai fraktur
atau robekan pada maleolus medialis. Pada tipe ini terjadi robekan pada sindesmosis.
1. Fraktur kondilus
2. Fraktur diafisis
3. Fraktur dan dislokasi pada pergelangan kaki
Gambar 1. Skematis fraktur tibia
(dikutip dari kepustakaan 1)
V. ANATOMI
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Tibia dan fibula terbentuk secara
bersama-sama melalui artikulasi tibiofibular di bagian proksimal, persendian sinovial
terbentuk dengan sangat kuat pada anterior dan posterior atau ligamen. Pada bagian distal,
tibia dan fibula dihubungkan oleh sindesmosis tibiofibular, tersusun dari anterior dan
posterior ligament tibiofibular dan membran interosseous. Tulang dan otot tungkai bawah ini
dikelilingi oleh fascia cruris. Membran interosseous dan jaringan fibrosa dari fascia cruris
memisahkan tungkai bawah menjadi empat ruang yang berbatas tegas. 2,6
Aliran darah berasal dari arteri poplitea yang bercabang dan membentuk arteri tibialis
anterior dan arteri tibialis posterior setelah keduanya keluar melalui fossa poplitea. Arteri
tibialis anterior masuk melalui ruang anterior yang berada di bawah level dari caput fibula
dan berjalan menurun sepanjang membran interosseous. Arteri ini mudah terkena cedera
pada kasus fraktur tibial proksimal. 6
Tibia plateau medial dan lateral merupakan fascies artikularis dari kondilus tibia
medial dan kondilus tibia lateral. Kedua fascies artikularis ini dihubungkan oleh eminensia
interkondilaris, yang berfungsi sebagai penyempurna dari ligamen anterior. Lapisan luar dari
setiap plateau dibungkus oleh meniscus cartilaginous. Meniscus pada kondilus medial lebih
tebal dan kuat dibandingkan dengan kondilus lateral, dan umumnya fraktur terjadi pada
bagian lateral. Pada ujung proksimal bagian atasnya besar dan meluas menjadi dua
eminensia, yaitu kondilus medial dan lateral. Permukaan artikular superior memperlihatkan
dua permukaan artikular halus. Bagian tengah permukaan ini berartikulasi dengan kondilus
dari tulang paha, sedangkan bagian perifer mereka mendukung meniskus dari sendi lutut. 6
Gambar 2. Anatomi tibia
(dikutip dari kepustakaan 6)
Corpus tibia memiliki tiga perbatasan dan tiga permukaan. Batas puncak anterior yang
yang paling menonjol dari ketiganya, dimulai dari atas tuberositas, dan berakhir di bawah margin
anterior malleolus medialis. Batas medial halus dan bulat di atas dan bawahnya, tetapi lebih
menonjol di tengah, dimulai pada bagian belakang kondilus medial dan berakhir pada batas
posterior medial malleolus. Bagian atasnya memberikan tambahan ke ligamentum kolateral
tibialis dari sendi lutut, dan penyisipan ke beberapa serat poplitea, dari pertengahannya beberapa
serat soleus dan flexor digitorum longus berasal. Batas lateral tipis dan menonjol terutama bagian
tengahnya dan memberikan keterikatan pada membran interoseus. Dimulai pada bagian depan
artikularis fibula dan bifurkasio dibawahnya, yang membentuk batas-batas permukaan untuk
ikatan dari ligamentum interosseous yang menghubungkan tibia dan fibula. 6
VI. PATOFISIOLOGI
Fraktur plateau tibia disebabkan oleh kekuatan varus atau valgus bersama-sama dengan
pembebanan axial (kekuatan valgus saja mungkin hanya merobekkan ligament). Keadaan ini
biasanya terjadi pada pejalan kaki yang tertabrak mobil, biasanya terjadi trauma langsung dari
arah samping lutut, pasien jatuh dari ketinggian dan lutut dipaksa masuk ke dalam valgus atau
varus. Kondilus tibia remuk atau terbelah oleh kondilus femur yang berlawanan yang tetap
utuh.Umumnya kasus yang terjadi adalah fraktur lateral plateau tibia. Fraktur pada tibia plateau
medialis membutuhkan kekuatan yang cukup besar, dan biasanya terdapat keterkaitan dengan
fraktur tibia plateau lateral dan tulang yang ada disekitarnya termasuk sendi lutut yang
mendukung struktur tersebut. Jika terjadi tekanan secara langsung pada plateau lateral yang
menyebabkan fraktur plateau medial, hal ini cenderung lebih berbahaya. 7,8,9
Gambar 3. Skematis fraktur pada plateu tibia menurut Schatzkers
(dikutip dari kepustakaan 8)
Keterangan Gambar :
Tipe I : split fraktur pada plateu lateral tibia. Tidak tampak depresi pada daerah
artikular.
Tipe II : split fraktur dengan depresi pada daerah artikuler lateral.
Tipe III : depresi plateu lateral tibia, tanpa split pada daerah artikuler
Tipe IV : fraktur yang mengenai plateu medial tibia, dengan split yang ditandai dengan atau
tanpa depresi
Tipe V : split fraktur pada medial dan lateral plateu tibia.
Tipe VI : fraktur yang sama pada tipe 5 dan disertai dengan fraktur pada diafisis atau metafisis.
Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan
fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan fraktur
tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian
tengah distal. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada
daerah tibia sering bersifat terbuka. Fraktur diafisis bagian proksimal lebih membutuhkan
kekuatan cedera yang lebih besar dibandingkan bagian distal. Trauma langsung dapat
mengakibatkan fraktur tipe transversal dan comminuted, sementara trauma tidak langsung dapat
mengakibatkan fraktur tipe oblik dan spiral. 1,3
Pada fraktur pergelangan kaki terdapat empat macam mekanisma trauma yaitu:
1. Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang bersifat oblik,
fraktur pada maleolus medialis yang bersifat avulsi atau robekan pada ligamen bagian
medial.
2. Trauma adduksi yang menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat oblik atau
avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa hanya menyebabkan
strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari beratnya trauma.
3. Trauma rotasi eksterna, biasanya disertai trauma abduksi dan terjadi fraktur pada fibula
atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen medial atau fraktur avulsi pada
maleolus medialis, Apabila trauma lebih hebat dapat disertai dengan dislokasi talus.
4. Trauma kompresi Vertikal dimana dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai
dengan dislokasi tallus ke depan atau terjadi fraktur komunitif disertai dengan robekan
diastasis. 1
Gambar 4. Skematis terjadinya trauma pada fraktur maleolus.
(dikutip dari kepustakaan 1)
A. Trauma abduksi. B. Trauma adduksi
C. Trauma Rotasi dan eksternal. D. Trauma kompresi
VII. DIAGNOSIS
A. Gambaran Klinis
1. Fraktur kondilus tibia
Ada riwayat trauma, lutut yang cedera membengkak dan disertai rasa sakit dan kadang-
kadang ditemukan deformitas. Pada permukaan lebih aktif, gerak sendi lutut terbatas karena rasa
sakit, bengkak, hemartrosis sehingga tidak mampu menopang berat badan, nyeri pada tibia
proksimal dan keterbatasan fleksi dan ekstensi sendi pada lutut.
2. Fraktur diafisis tibia
Ada riwayat trauma, nyeri yang signifikan dan pembengkakan sekitar daerah fraktur, sering
ditemukan penonjolan tulang keluar kulit, tidak mampu menopang berat badan.
3. Fraktur dan dislokasi pergelangan kaki
Pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruan dan deformitas, nyeri tekan.1,3,10
B. Gambaran Radiologi
Adapun modalitas radiologi dalam mendiagnosis fraktur tibia yaitu dengan foto polos, CT
scan dan MRI. Pada pemeriksaan foto polos dapat dilakukan pengambilan gambar dengan posisi
AP, lateral, maupun obliq. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan foto polos yaitu
lokasi fraktur, tipe fraktur dan kedudukan fragmen, bagaimana struktur tulang, ada tidaknya
dislokasi, ada tidaknya fraktur epifisis, ada tidaknya pelebaran celah sendi. Pada foto AP dengan
fraktur depresi gambaran radiologisnya berupa suatu lokasi dengan densitas yang meningkat. 1,3,7
1. Foto Polos
Foto polos sangat baik dalam mendiagnosis fraktur tibia. Pasien yang dicurigai
mengalami fraktur harus difoto dengan posisi AP, lateral, dan obliq untuk mengevaluasi fraktur.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan foto polos yaitu lokasi fraktur, tipe fraktur dan
kedudukan fragmen, bagaimana struktur tulang, ada tidaknya dislokasi, ada tidaknya fraktur
epifisis, ada tidaknya pelebaran celah sendi. Pada foto AP dengan fraktur depresi gambaran
radiologisnya berupa suatu lokasi dengan densitas yang meningkat. Bila dicurigai terdapat
fraktur tetapi tidak terlihat pada foto, ulangi pemeriksaan setelah sepuluh hari bila masih terdapat
simptom. Pada minggu pertama atau kedua ini, garis fraktur sering menjadi lebih jelas. Setelah
itu fraktur akan bersatu, garis fraktur menghilang dan terjadi reformasi tulang.1,3,11
a. Fraktur kondilus tibia
Gambar 5. Foto Genu posisi AP,
tampak fraktur pada bagian lateral
kondilus tibia.
(dikutip dari kepustakaan 8)
Gambar 6. Foto genu posisi obliq, tampak fraktur plateu lateral tibia.
(dikutip dari kepustakaan 8)
Gambar 7. Foto genu posisi lateral,Tampak fraktur split lateral plateu tipe I
(dikutip dari kepustakaan 8)
b. Fraktur diafisis tibia
Gambar 8. Foto cruris posisi AP, lateral tampak fraktur transversal pada diafisis tibia.
(dikutip dari kepustakaan 12)
c. Fraktur pergelangan kaki
Gambar 9. Fraktur Weber tipe A, tampak fraktur pada bagian distal syndesmosis
(dikutip dari kepustakaan 13)
2. CT Scan
Dalam mendiagnosis fraktur tibia, pemeriksaan CT-scan bermanfaat dalam
menggambarkan tingkat keterlibatan artikuler dan derajat tekanan fraktur. CT Scan banyak
dimanfaatkan oleh para ahli ortopedi untuk melihat karateristik dari fraktur tibia dan menaksir
derajat dari fraktur dan robekannya dapat merencanakan intervensi bedah.14
a. Fraktur kondilus tibia
Gambar 10. Gambar CT Scan menunjukkan fraktur pada bagian lateral dan medial dari kondilus tibia.
(dikutip dari kepustakaan 8)
b. Fraktur diafisis tibia
Gambar 11. Gambar CT Scan menunjukkan
fraktur pada bagian lateral tibia (panah kuning)
(dikutip dari kepustakaan 13)
c. Fraktur pergelangan kaki
Gambar 12. Gambar CT Scan menunjukkan fraktur pada medial maleolus.
(dikutip dari kepustakaan 13)
3. MRI
MRI telah menggantikan CT Scan di banyak tempat karena lebih sensitif dalam banyak hal
terutama dalam pemeriksaan soft tissue. MRI tidak hanya mampu mendeteksi radang pada luka,
akan tetapi juga mempunyai kemampuan untuk mendeteksi abnormalitas dari ligament di
sekeliling jaringan lunak dan struktur tulang. Akan tetapi dalam pemeriksaan fraktur tulang CT
Scan lebih baik, karena CT scan dapat memperlihatkan ostopenia, yang biasanya paling awal
ditemukan pada fatigue cortical bone injury, sedangkan MRI tidak dapat mendeteksinya, karena
MRI lebih efektif dalam mendeteksi ligamen dan radang pada luka.14
1. Fraktur kondilus tibia
Gambar 13. Gambar potongan coronar T1, memperlihatkan garis fraktur pada lateral plateu.
(dikutip dari kepustakaan 13)
b. Fraktur diafisis tibia
Gambar 14. Gambar potongan sagital memperlihatkan fraktur pada mid tibia
(dikutip dari kepustakaan 14)
c. Fraktur dan dislokasi pergelangan kaki
Gambar 15. Gambar potongan sagital T1(A) & T2(B)
memperlihatkan fraktur pada distal tibial metaphysis
(dikutip dari kepustakaan 13)
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Fraktur kondilus tibia:1,10
1. Konservatif
Prinsip pengobatan adalah mencegah bertambahnya depresi, tidak menahan beban dan
segera mobilisasi pada sendi lutut agar tidak terjadi kekakuan sendi. Pada fraktur yang
tidak bergeser dimana depresi kurang dari 4 mm dapat dilakukan beberapa pilihan
pengobatan, antara lain :
1. Verband elastis
2. Gips sirkuler
3. Skeletal Traksi
2. Operatif
Apabila terjadi dislokasi yang cukup lebar atau apabila permukaan sendi tibia amblas
lebih dari 8 mm, dilakukan open reduksi dan dipasang internal fiksasi dengan butree plate
dan cancellous screw. Pada kasus dimana permukaan sendi amblas, harus dilakukan
rekonstruksi, permukaan yang amblas diangkat kembali ke atas dan bekas lubangnya diisi
dengan tulang spongiosa dari tempat lain.
2. Fraktur diafisis tibia:1,10
1. Konservatif
Fraktur tertutup dilakukan reposisi tertutup dan dilakukan immobilisasi dengan gips. Jika
dilakukan reposisi tertutup hasilnya masih kurang baik, tidak ada kontak antara kedua
ujung fragmen tulang, maka dapat dianjurkan untuk dilakukan open reduksi dan
pemasangan internal fiksasi berupa screw, plate-screw, atau tibial nail.
2. Operatif yang dilakukan pada :
1. Fraktur terbuka
2. Kegagalan dalam terapi konservatif
3. Fraktur tidak stabil
4. Adanya nonunion
3. Fraktur dan dislokasi pergelangan kaki:1,10
1. Konservasif
Dilakukan pada fraktur yng tidak bergeser, berupa pemasangan gips sirkuler di bawah
lutut.
2. Operatif
Dilakukan berdasarkan kelainan yang ditemukan apakah hanya fraktur semata-mata,
apakah ada robekan pada ligamen atau diastasis pada tibiofibula serta adanya dislokasi
talus.
IX. PROGNOSA
Penyembuhan fraktur berkisar antara 12-16 minggu pada orang dewasa. Pada anak-anak
waktu penyembuhan sekitar ½ waktu penyembuhan orang dewasa. Pada kasus fraktur plateau
tibia, penyembuhan terjadi sekitar beberapa bulan, umumnya pasien dapat menggerakkan sendi
lutut namun belum bisa menahan beban tubuh dalam tiga bulan. Penilaian penyembuhan frakur
( union ) didasarkan atas union secara klinis dan union secara radiologik. Penilaian secara klinis
dilakukan dengan pemeriksaan pada daerah fraktur dengan melakukan pembengkokan pada
daerah fraktur, pemutaran dan kompresi untuk mengetahui adanya gerakan atau perasaan nyeri
pada penderita. Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksa atau penderita sendiri. Apabila tidak
ditemukan pergerakan maka secara klinis telah terjadi union fraktur.1
Waktu penyembuhan fraktur bervariasi secara individual dan berhubungan dengan beberapa
faktor yaitu :1
1. Umur penderita, pada anak-anak waktu penyembuhan fraktur lebih
cepat daripada orang dewasa, karena aktivitas proses osteogenik
pada periosteum dan endosteum serta proses remodeling tulang
pada anak-anak lebih aktif dibanding pada orang dewasa.
2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur. Fraktur pada metafisis lebih
cepat proses penyembuhannya dibanding fraktur pada diafisis.
Konfigurasi fraktur transversal lebih lambat penyembuhannya
daripada fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.
3. Pergeseran awal fraktur. Pada fraktur yang tidak bergeser dan
pertiosteum intak, maka penyembuhan dua kali lebih cepat
dibanding fraktur yang bergeser. Terjadinya pergeseran fraktur
yang lebih besar juga akan menyebabkan kerusakan periost yang
lebih hebat.
4. Vaskularisasi pada kedua fragmen. Apabila kedua fragmen
mempunyai vaskularisasi yang baik, maka penyembuhan biasanya
tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya jelek
sehingga mengalami kematian, maka akan menghambat terjadinya
union atau bahkan mungkin terjadi nonunion.
5. Reduksi serta mobilisasi. Reposisi fraktur akan memberikan
kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk
asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan
dan kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu dalam
penyembuhan fraktur.
6. Waktu imobilisasi. Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu
penyembuhan sebelum terjadi union, maka kemungkinan untuk
terjadinya nonunion sangat besar.
7. Ruangan di antara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan
lunak, bila ditemukan interposisi oleh jaringan lunak baik berupa
periost, maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya, maka akan
menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur.
8. Faktor adanya infeksi. Bila terjadi infeksi pada daerah fraktur,
maka akan mengganggu proses penyembuhan.
9. Cairan sinovia. Pada persendian dimana terdapat cairan sinovia
merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur.
10. Gerakan aktif dan pasif anggota gerak, akan meningkatkan
vaskularisasi daerah fraktur tapi gerakan yang dilakukan pada
daerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu
vaskularisasi. 1
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad C. Trauma. Dalam: Pengantar ilmu bedah orthopedi. Edisi 2. Makassar: Bintang
Lamumpatue; 2003. hal. 370-1;455-62
2. Carter MA. Anatomi dan fisiologi tulang. Dalam: Price SA, Wilson LM [Editor].
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6 vol 2. Jakarta: EGC; 2006. hal.
1357-62
3. Eiff PM, Hatch RL, Calmbach WL, Higgins MK. Tibial fractures. In: Fracture
management for primary care. 2nd edition. Philadelphia: Saunders; 2003. p. 269-84
4. Norvel JG. Fracture tibia and fibula. [online]. 2008. [cited 2009 August 30]. Available
from URL : http://emedicine.medscape.com/article/826304-overview
5. Crowther CL, Burnie G. Trauma. In: Primary orthopedic care. 2nd edition. Missouri:
Mosby; 2004. p 228-35
6. Gray H. The tibia. [online]. 2009. [cited 2009 August 30]. Available from URL :
http://www.bartleby.com/107/61.html
7. Cluett J. Tibia fracture. [online]. 2005. [cited 2009 August 30]. Available from URL :
http://orthopedics.about.com/lr/tibia_fractures/345966/1/
8. Sorenson SM. Tibial plateau fractures. [online]. 2007. [cited 2009 August 30]. Available
from URL : http://emedicine.medscape.com/article/396920-overview
9. Ahuja AT, Antonio GE, Wong KT, Yuen HY. Tibial plateau fracture. In: Case studies in
medical imaging. Cambridge: Cambridge University Press; 2006. p. 253
10. Simbardjo D. Fraktur ekstremitas bawah. Dalam: Reksoprodjo S [editor]. Kumpulan
kuliah ilmu bedah. Jakarta: Bina Rupa Aksara; 1995. hal. 551-6
11. Mettler FA. Tibia and fibula. In: Essentials of radiology. 2nd edition. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2005. p. 338-42
12. Jones J. Tibial fracture. [online]. 2009. [cited 2009 August 30]. Available from URL :
http://radiopaedia.org/cases/tibial-fracture
13. Fristch T. Lateral tibia plateau fracture. [online]. 2006. [cited 2009 August 30]. Available
from URL : http://www.mypacs.net
14. Young JWR. Skeletal trauma regional. In: Sutton D [editor]. Textbook of radiology and
imaging. 7th ed vol 2. London: Churchill Livingstone; 2003. p. 1377;1412-3
20