Upload
timotius-richard-p
View
93
Download
4
Tags:
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI BADAN
PROMOSI DAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DAERAH ( BP3MD ) PROVINSI SUMATERA SELATAN
THE INFLUENCE OF LEADERSHIP STYLE AND COMMUNICATION EFFECTIVITY TO THE EMPLOYEE PERFORMANCE OF BADAN PROMOSI DAN PERIZINAN
PENANAMAN MODAL DAERAH ( BP3MD ) PROVINCE OF SOUTH SUMATERA
Artikel Publikasi Ilmiah
OLEH
Frecilia Nanda Melvani51081001004
Dosen Pembimbing : Dr. Hj. Zunaidah, S.E, M.SiDrs. H. Supardi A. Bakrie, M.P.A
UNIVERSITAS SRIWIJAYAFAKULTAS EKONOMI
2012
0
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Efektivitas Komunikasi Terhadap Kinerja Pegawai Badan Promosi Dan Perizinan Penanaman Modal Daerah (BP3MD) Provinsi Sumatera Selatan
ABSTRAKSI
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan dan efektivitas komunikasi terhadap kinerja pegawai Badan Promosi dan Perizinan Penanaman Modal Daerah (BP3MD) Provinsi Sumatera Selatan.
Jumlah anggota populasi adalah 60 orang. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode sensus atau complete enumeration. Data yang diambil dalam penelitian ini yaitu, menggunakan jenis data kualitatif dan kuantitatif. Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dibagikan kepada responden untuk mencari data yang berhubungan dengan penelitian ini. Metode analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut : Analisis Kuantitatif dan Analisis Kualitatif. Analisis Kuantitatif menggunakan metode analisis "Regresi Berganda" untuk mengukur pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat yaitu kinerja pegawai sebagai variabel dependent (Y) dan gaya kepemimpinan dan efektivitas komunikasi sebagai variabel independent (X).
Hipotesis pertama penelitian ini yang menyatakan bahwa Gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan dan positif secara parsial terhadap kinerja BP3MD Provinsi Sumatera Selatan dapat diterima. Berdasarkan hasil pengujian empiris variabel gaya kepemimpinan memiliki nilai koefisien sebesar 0.658 dengan nilai t hitung 2.206 serta nilai signifikansi 0.031. Hipotesis kedua penelitian ini yang menyatakan bahwa efektivitas komunikasi tidak berpengaruh signifikan dan positif secara parsial terhadap kinerja BP3MD tidak dapat diterima. Berdasarkan hasil pengujian empiris variabel efektivitas komunikasi memiliki nilai koefisien sebesar 0.048 dengan nilai t hitung 0.286 serta nilai signifikansi 0.776. Sedangkan variabel yang dominan mempengaruhi kinerja BP3MD adalah variabel gaya kepemimpinan dengan nilai signifikansi tertinggi dari nilai koefisien regresi lainnya.
Kata Kunci: Gaya Kepemimpinan, Efektivitas Komunikasi, Kinerja Pegawai
1
The Influence of Leadership Style and Communication Effectivity To The Employee Performance Of Badan Promosi dan Perizinan Penanaman Modal Daerah (BP3MD) Province Of South Sumatera
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine how much the influence of leadership style and communication effectivity to the employee performance of Badan Promosi dan Perizinan Penanaman Modal Daerah (BP3MD) Province Of South Sumatera.
The number of members of the population is 60 people. Therefore, this study uses census or complete enumeration method, or the study did not use samples, so sampling is not required. Data taken in this study is, using qualitative and quantitative data types. Research instrument in this study is a questionnaire which was distributed to the respondents to search the data related to this research. Data analysis methods used are as follows: Analysis of Quantitative and Qualitative Analysis. Quantitative analysis using the method of analysis "Multiple Regression" to measure the effect of independent variables on the dependent variable the performance of an employee as a dependent variable (Y) and the leadership style and communication effectivity as the independent variable (X).
The first hypothesis of this study which states that the style of leadership and a positive significant effect on the performance of partially BP3MD Province of South Sumatra can be accepted. Based on the results of an empirical test of leadership style variable has a value of coefficient of 0.658 with the value t count 2.206 and 0.031 the value of significance. The second hypothesis of this study which states that the communication effectivity is significant and positive effect on the performance of partially BP3MD can not be accepted. Based on the results of empirical testing the communication effectivity variables have a coefficient value of 0048 to the value t count 0286 and 0776 the value of significance. While the dominant variables affecting the performance of BP3MD is the leadership style variables with a significance value (p = 0.031 and b = 0.658), the highest of the other regression coefficients.
Keywords: Leadership Style, Communication Effectivity, Employee Performance
2
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah sumber daya manusia saat ini masih tetap menjadi pusat
perhatian dan tumpuhan bagi suatu organisasi atau perusahaan untuk dapat
bertahan di era globalisasi yang diiringi dengan tingkat persaingan yang
semakin ketat. Sumber daya manusia mempunyai peran utama dalam setiap
kegiatan organisasi atau perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa
manajemen sumber daya manusia merupakan kunci pokok yang harus
diperhatikan dengan segala kebutuhannya. Menurut Werther (2002:5) yang
menyatakan bahwa “kunci memenangkan persaingan global terletak pada
kinerja organisasi termasuk didalamnya peran swasta”. Pertumbuhan dan
perkembangan konsep-konsep manajemen dari masa kemasa selalu
berupaya untuk dapat memaksimalkan keluaran dan mengoptimasikan hasil.
Bahkan pada saat ini perkembangan manajemen semakin canggih dan serba
otomatis serta serba komputerisasi. Guna mengantisipasi hal tersebut,
sumber daya manusia menjadi perhatian utama yang memerlukan
pengelolaan yang serius dan didukung dengan sistem manajemen yang baik
Sumber daya manusia mempengaruhi kinerja dalam organisasi
pemerintahan dimana peran sumber daya manusia yang berkualitas dalam
rangka kinerja pegawai merupakan faktor yang sangat penting. Kinerja
pegawai tidak hanya ditentukan dengan menggunakan sistem teknologi
canggih, tetapi pendekatan pada perilaku dan sikap mental seorang pegawai
adalah sangat menentukan dan sangat mendukung untuk mencapai suatu
prestasi. Begitu juga kinerja pegawai dapat dilihat bagaimana kuantitas dan
kualitas output, efektif, efisien serta menimbulkan kepuasan kerja bagi kerja
pegawai.
3
Badan Promosi dan Perizinan Penanaman Modal Daerah Provinsi
Sumatera Selatan sebagai salah satu instansi pemerintah yang selanjutnya
disingkat BP3MD bertugas membantu Gubernur dalam menyelenggarakan
pemerintahan di bidang promosi dan perizinan penanaman modal daerah.
Suatu organisasi apapun bentuknya, baik pemerintah maupun swasta, akan
membutuhkan pimpinan yang akan membawa organisasi mencapai
tujuannya. Pimpinan suatu organisasi sangat dibutuhkan, dengan demikian
kepemimpinan seorang pemimpin di dalam suatu organisasi harus terwujud,
sebab kepemimpinan adalah kemampuan seseorang (pemimpin atau leader)
untuk mempengaruhi orang yang dipimpinnya atau pengikutnya sehingga
orang tersebut bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin
tersebut. Begitu juga dengan komunikasi, dalam organisasi pemerintahan
peran komunikasi sangat penting. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa dengan
komunikasi yang baik, maka suatu organisasi dapat dikatakan berjalan
dengan baik, lancar, dan sukses. Sebaliknya tanpa adanya komunikasi yang
baik maka suatu organisasi akan kacau dan semrawut. Oleh karena itu
manajemen yang efisien sangat tergantung pada komunikasi dan
memfokuskannya melalui interaksi antara atasan dan bawahan. Komunikasi
sangat penting bagi semua organisasi sehingga para pimpinannya harus
memahami dan mampu berkomunikasi dengan baik.
Menurut Ayu dan Agus S. (2008) Kepemimpinan adalah suatu proses
dimana seseorang dapat menjadi pemimpin (leader) melalui aktivitas yang
terus menerus sehingga dapat mempengaruhi yang dipimpinnya dalam
rangka untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Diantara
indikator-indikator penentu kepuasan kerja dan prestasi kerja, gaya
kepemimpinan dipandang sebagai salah satu prediktor penting. Kesuksesan
organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran tergantung pada manajer dan
gaya kepemimpinannya. Gaya Kepemimpinan merupakan suatu model
4
kepemimpinan dimana pemimpin memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi suatu kelompok demi pencapaian tujuan.
Faktor kepemimpinan dari atasan dapat memberikan pengayoman
dan bimbingan kepada pegawai dalam menghadapi tugas dan lingkungan
kerja yang baru. Pemimpin yang baik akan mampu menularkan optimisme
dan pengetahuan yang dimilikinya agar pegawai yang menjadi bawahannya
dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik. Dalam melaksanakan
pekerjaan, pegawai tidak lepas dari komunikasi dengan sesama rekan kerja,
dengan atasan dan dengan bawahan. Komunikasi yang baik dapat menjadi
sarana yang tepat dalam meningkatkan kinerja pegawai. Melalui
komunikasi, pegawai dapat meminta petunjuk kepada atasan mengenai
pelaksanaan kerja melalui komunikasi juga pegawai dapat saling bekerja
sama satu sama lain.
Dari survey awal di bidang gaya kepemimpinan pada lingkungan
BP3MD dijumpai masalah sebagai berikut:
1. Pemimpin tidak responsif. Artinya pemimpin tersebut kurang tanggap
terhadap setiap persoalan, kebutuhan, maupun harapan dari bawahnnya.
Selain itu, pemimpin kurang aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari
setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi.
2. Pemimpin lebih menekankan kepada pelaksanaan tugas daripada
pembinaan dan pengembangan bawahan.
3. Pemimpin tidak memberlakukan punishment secara tegas dan efektif
terhadap bawahan yang melakukan kesalahan dalam melaksanakan
tugas.
Di bidang komunikasi, penulis menjumpai masalah sebagai berikut:
1. Pengarahan dari pimpinan mengenai mekanisme kerja yang masih
kurang efektif sehingga pegawai cenderung melaksanakan pekerjaan
sesuai dengan persepsinya sendiri.
5
2. Pembagian tugas dan pelimpahan wewenang masih belum dapat
dikomunikasikan dengan baik oleh pimpinan kepada bawahan.
Selain itu, ada beberapa kegiatan yang dilaksanakan tidak mencapai
target, hal ini dikarenakan terlambatnya penetapan APBD dan terlambatnya
pelaksanaan kegiatan pada BP3MD Provinsi Sumatera Selatan.
Bagi pegawai dengan adanya gaya kepemimpinan dan efektivitas
komunikasi yang baik akan mendorong mereka bekerja dengan baik, maka
kinerja mereka cenderung akan baik juga. Dampak dari komunikasi dan
kinerja yang baik serta penuh dengan rasa kepuasan berarti pegawai tersebut
dengan sendirinya akan melaksanakan semua peraturan-peraturan yang ada
pada organisasi tersebut yaitu kesadaran disiplin.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, nampak betapa
pentingnya gaya kepemimpinan dan efektivitas komunikasi dalam
meningkatkan kinerja pegawai. Hal ini membuat penulis merasa tertarik
untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Dan Efektivitas Komunikasi Terhadap Kinerja
Pegawai Badan Promosi Dan Perizinan Penanaman Modal Daerah
(BP3MD) Provinsi Sumatera Selatan”.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
dirumuskan beberapa permasalahan yang ditemukan dalam penelitian ini
sebagai berikut :
1. Seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai
Badan Promosi dan Perizinan Penanaman Modal Daerah (BP3MD)
Provinsi Sumatera Selatan.
2. Seberapa besar pengaruh efektivitas komunikasi terhadap kinerja
pegawai Badan Promosi dan Perizinan Penanaman Modal Daerah
(BP3MD) Provinsi Sumatera Selatan.
6
3. Seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan dan efektivitas
komunikasi terhadap kinerja pegawai Badan Promosi dan Perizinan
Penanaman Modal (BP3MD) Daerah Provinsi Sumatera Selatan.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti adalah :
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan
terhadap kinerja pegawai Badan Promosi dan Perizinan Penanaman
Modal Daerah (BP3MD) Provinsi Sumatera Selatan.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh efektivitas komunikasi
terhadap kinerja pegawai Badan Promosi dan Perizinan Penanaman
Modal Daerah (BP3MD) Provinsi Sumatera Selatan.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan dan
efektivitas komunikasi terhadap kinerja pegawai Badan Promosi dan
Perizinan Penanaman Modal Daerah (BP3MD) Provinsi Sumatera
Selatan.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang bisa diperoleh antara lain :
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan akan dapat
mengembangkan khasanah keilmuan di bidang manajemen sumber
daya manusia terutama yang menyangkut Gaya Kepemimpinan dan
Efektivitas Komunikasi terhadap Kinerja Pegawai.
2. Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan
bagi pihak Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan khususnya Badan
Promosi dan Perizinan Penanaman Modal (BP3MD) Provinsi Sumatera
Selatan terutama yang menyangkut Gaya Kepemimpinan dan
Efektivitas Komunikasi terhadap Kinerja Pegawai.
7
II. Landasan Teori
Pengertian Kepemimpinan
Secara sederhana “pemimpin” menurut Rasyid (1997:75) bisa
didefinisikan “sebagai seseorang yang terus menerus membuktikan bahwa
seseorang tersebut mampu mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain,
lebih dari kemampuan mereka (orang lain itu) mempengaruhi dirinya”.
Lebih lanjut “Kepemimpinan” menurut Rasyid (1997:75) adalah “sebuah
konsep yang merangkum berbagai segi interaksi pengaruh antara pemimpin
dengan pengikut dalam mengejar tujuan bersama”.
Teori dan Pendekatan Kepemimpinan
Pada dasarnya untuk mengetahui teori-teori kepemimpinan dapat
dilihat dari berbagai literatur yang menyatakan pemimpin itu dilahirkan,
bukan dibuat. Ada yang mengatakan bahwa pemimpin itu terjadi karena
adanya kelompok-kelompok orang. Teori lain mengemukakan bahwa
pemimpin timbul karena situasi yang memungkinkan ia ada. Teori yang
paling mutakhir melihat kepemimpinan lewat perilaku organisasi.
Orientasi prilaku mencoba mengetengahkan pendekatan yang bersifat
Social Learning pada kepemimpinan. Teori ini menekankan bahwa terdapat
faktor penentu yang timbal balik dalam kepemimpinan ini. Selanjutnya
Thoha (1996:250-264) mengemukakan teori dan pendekatan kepemimpinan
sebagai berikut :
1. Teori Sifat
Dalam teori sifat (Trait Theory), menurut Malayu Hasibuan
(2007:203) analisis ilmiah tentang kepemimpinan dimulai dengan
memusatkan perhatiannya pada pemimpin itu sendiri. Seorang
8
pemimpin menurut teori sifat ditandai dengan dipunyainya tingkat
kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan bawahannya. Namun
demikian tingkat kecerdasan yang jauh lebih tinggi dari bawahannya
juga tidak efektif, sebab para bawahan menjadi tidak dapat memahami
apa yang diinginkan pemimpin atau tidak memahami gagasan dan
kebijakan yang telah digariskan. Oleh karena itu, idealnya seorang
pemimpin sebaiknya memiliki kecerdasan yang tidak terlalu tinggi dari
bawahannya.
2. Teori Kelompok
“Dalam teori kelompok beranggapan bahwa, supaya kelompok
bisa mencapai tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran
yang positif di antara pemimpin dan pengikut-pengikutnya, terutama
dimensi pemberian perhatian kepada para pengikut, dapat dikatakan
pemberian perhatian kepada para pengikut dikatakan memberikan
dukungan yang positif terhadap perspektif teori kelompok ini” (Thoha,
1996:252).
3. Teori Situasional dan Model Kontijensi
Kepemimpinan model Fiedler (Fiedler’s Centigency Model),
menyatakan ada dua hal yang dijadikan sasaran yaitu mengadakan
identifikasi faktor-faktor yang sangat penting di dalam situasi, dan
kedua memperkirakan gaya atau prilaku kepemimpinan yang paling
efektif di dalam situasi tersebut.
4. Teori Jalan Kecil – Tujuan (Path – Goal Theory)
“Dalam pendekatan teori path-goal mempergunakan kerangka teori
motivasi. Hal ini merupakan pengembangan yang sehat karena
kepemimpinan di satu pihak sangat dekat, berhubungan dengan
motivasi kerja dan pihak lain berhubungan dengan kekuasaan”.
(Thoha,1996:252)
5. Pendekatan Social Learning dalam Kepemimpinan
9
Pendekatan Social Learning merupakan suatu teori yang dapat
memberikan suatu model yang menjamin kelangsungan, interaksi
timbal balik antar pemimpin, lingkungan dan perilakunya sendiri.
Pendekatan Social Learning ini antara pemimpin dan bawahan
mempunyai kesempatan untuk bisa memusyawarahkan semua perkara
yang timbul. Keduanya, pimpinan dan bawahan mempunyai hubungan
interaksi yang hidup dan mempunyai kesadaran untuk menemukan
bagaiman caranya menyempurnakan prilaku masing-masing dengan
memberikan penghargaan-penghargaan yang diinginkan.
Gaya Kepemimpinan
Menurut Thoha (1996:265), gaya kepemimpinan banyak
mempengaruhi keberhasilan seorang pemimpin dalam mempengaruhi
prilaku pengikut-pengikutnya. Istilah gaya secara kasar adalah sama dengan
cara yang dipergunakan pemimpin di dalam mepengaruhi para pengikutnya.
Pada saat bagaimanapun jika seorang berusaha untuk mempengaruhi prilaku
orang lain, sebagaimana sudah dipaparkan sebelumnya kegiatan semacam
itu telah melibatkan seseorang kedalam aktivitas kepemimpinan. Jika
kepemimpinan tersebut terjadi dalam suatu organisasi tertentu, dan ia
merasa perlu mengembangkan staf dan membangun iklim motivasi yang
mampu meningkatkan produktivitasnya, maka ia perlu memikirkan gaya
kepemimpinan.
Studi kepemimpinan Universitas Michigan yang dipelopori oleh
Gibson dan Ivancevich (2004:413) mengidentifikasikan dua bentuk perilaku
pemimpin yaitu :
1. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (The Job Centered).
Dalam gaya kepemimpinan ini, seorang manajer akan mengarahkan dan
mengawasi bawahannya agar sesuai dengan yang diharapkan manajer.
Manajer yang mempunyai gaya kepemimpinan ini lebih mengutamakan
10
keberhasilan dari pekerjaan yang hendak dicapai daripada
perkembangan kemampuan bawahannya.
2. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan (The Employee
Centered). Manajer yang mempunyai gaya kepemimpinan ini berusaha
mendorong dan memotivasi pekerjaannya untuk bekerja dengan baik.
Mereka mengikutsertakan pekerjaannya dalam mengambil suatu
keputusan.
Jenis – jenis Gaya Kepemimpinan
1. Gaya Kepemimpinan Otoriter
Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan
kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Pada gaya
kepemimpinan otokrasi ini, pemimpin mengendalikan semua aspek
kegiatan. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin
dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran
utama maupun sasaran minornya. Pemimpin juga berperan sebagai
pengawas terhadap semua aktivitas anggotanya dan pemberi jalan
keluar bila anggota mengalami masalah. Dengan kata lain, anggota
tidak perlu pusing memikirkan apappun. Anggota cukup melaksanakan
apa yang diputuskan pemimpin.Kepemimpinan otokrasi cocok untuk
anggota yang memiliki kompetensi rendah tapi komitmennya tinggi.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang
memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada
permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang
utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan
banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya.
Pada kepemimpinandemokrasi, anggota memiliki peranan yang lebih
besar. Pada kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan
11
sasaran yang ingin dicapai saja, tentang cara untuk mencapai sasaran
tersebut, anggota yang menentukan. Selain itu, anggota juga diberi
keleluasaan untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.Kepemimpinan demokrasi cocok untuk anggota yang
memiliki kompetensi tinggi dengan komitmen yang bervariasi
3. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire ( Kendali Bebas )
Pemimpin jenis ini hanya terlibat delam kuantitas yang kecil di mana
para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan
penyelesaian masalah yang dihadapi.Gaya kepemimpinan demokratis
kendali bebas merupakan model kepemimpinan yang paling dinamis.
Pada gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan
sasaran utama yang ingin dicapai saja. Tiap divisi atau seksi diberi
kepercayaan penuh untuk menentukan sasaran minor, cara untuk
mencapai sasaran, dan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya
sendiri-sendiri. Dengan demikian, pemimpin hanya berperan sebagai
pemantau saja.
Sementara itu, kepemimpinan kendali bebas cocok untuk angggota
yang memiliki kompetensi dan komitmen tinggi. Namun dewasa ini,
banyak para ahli yang menawarkan gaya kepemimpinan yang dapat
meningkatkan produktivitas kerja karyawan, dimulai dari yang paling
klasik yaitu teori sifat sampai kepada teori situasional.
Pengertian Komunikasi
Menurut Handoko (1984 : 272) komunikasi adalah proses
pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang
ke orang lain. Perpindahan pengertian tersebut melibatkan lebih dari sekedar
kata-kata yang digunakan dalam percakapan, tetapi juga ekspresi wajah,
intonasi, titik putus vokal dan sebagainya. Dan perpindahan yang efektif
12
memerlukan tidak hanya transmisi data, tetapi bahwa seseorang
mengirimkan berita dan menerimanya sangat tergantung pada
keterampilan-keterampilan tertentu (membaca, menulis, mendengar,
berbicara, dan lain-lain) untuk membuat sukses pertukaran informasi.
Dengan adanya proses komunikasi yang baik dalam
organisasi/perusahaan maka aka nada proses penyampaian informasi baik
dari atasan kepada bawahan. Tetapi proses komunikasi tidak hanya
menyampaikan informasi atau hanya agar orang lain juga bersedia
menerima dan melakukan perbuatan atau kegiatan yang dikehendaki
sehingga akan terjalin suasana yang harmonis kepada para bawahan
mengetahui secara pasti keinginan atasan, dan apa yang harus dikerjakan
kaitannya dengan usaha kerjasama untuk mencapai tujuan
organisasi/perusahaan yang telah ditetapkan. Seperti yang telah
dikemukakan oleh Robbin (2004 : 146), sebagai berikut: komunikasi
memelihara motivasi dengan memberi penjelasan kepada bawahan apa yang
harus dilakukan untuk meningkatkan kinerja.
Selanjutnya karena penelitian ini hanya membahas masalah hubungan
antara atasan dan bawahan, maka hanya dibatasi pada komunikasi
administrasi. Tentang masalah ini Effendy (1990 : 32) berpendapat:
“Komunikasi vertical dari atas ke bawah (down word communication) dan
komunikasi dari pimpinan kepada bawahannya dan dari bawahan kepada
atasannya secara timbal balik”. Jadi komunikasi vertikal terdiri dari dua arus
yaitu arus ke bawah dan arus ke atas.
1. Komunikasi ke Bawah
Komunikasi ke bawah yaitu suatu penyampaian informasi baik
lisan maupun tulisan, secara langsung maupun tak langsung, berupa
perintah atau penjelasan umum dari atasan kepada bawahannya. Hal
ini senada dengan apa yang disampaikan Robbin (2002 : 148) yang
menjelaskan sebagai berikut: Komunikasi yang berlangsung dari
13
tingkat tertentu dalam satu kelompok atau organisasi ke tingkat yang
lebih rendah.
Menurut Effendy (2001 : 148) pelaksanaan komunikasi ke
bawah, informasi ini dapat berupa:
- Mengadakan rapat
- Memasang pengumuman
- Menerbitkan majalah intern
- Pemberian pujian
2. Komunikasi ke Atas
Komunikasi ke atas yaitu suatu penyampaian informasi yang
mengalir atau berasal dari staf/bawahan kepada pimpinan/atasan.
Komunikasi ini sangat penting bagi pimpinan/atasan untuk
mengetahui bagaimana keadaan perusahaan dari sudut pandang
bawahan. Suatu hal yang bukan mustahil walaupun kinerja
organisasi/perusahaan baik, tetapi kondisi karyawan tidak nyaman.
Hal inilah yang perlu diatasi seorang pemimpin melalui komunikasi
dari bawah ke atas.
3. Komunikasi Lateral/Horizon
Komunikasi lateral terjadi di antara kelompok kerja yang sama
secara horizontal. Komunikasi horizontal sering diperlukan untuk
menghemat waktu dan memudahkan koordinasi.
Weisbord (2003:100) membuat beberapa pernyataan sebagai
pedoman untuk melihat komunikasi/tata hubungan yang mencakup :
Penilaian terhadap kualitas komunikasi dan konflik, Penilaian terhadap
komunikasi antar individu dan unit organisasi, dan Penilaian terhadap
kualitas kerja sama dan saling ketergantungan yang diimplementasikan
ke dalam :
14
1. Seberapa jauh saling ketergantungan, kualitas komunikasi dan arus
konflik yang ada dalam organisasi. Ketergantungan, kualitas
komunikasi dan arus konflik yang dapat ditekan akan memberikan
lingkungan kerja yang kondusif untuk pencapaian target
perusahaan.
2. Komunikasi antar individu dalam organisasi. Komunikasi yang
terjadi antar individu dapat terjadi dalam bentuk komunikasi formal
maupun informal yang dapat memudahkan individu dalam
pelaksanaan pekerjaan dan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
3. Seberapa jauh pegawai dapat bekerja sama, kualitas komunikasi
dan banyak sedikitnya konflik yang timbul. Manajemen SDM dan
pengelolaan konflik akan memudahkan efektivitas kerja karyawan.
Pengertian Kinerja
Secara sederhana disebutkan bahwa istilah kinerja berasal dari kata
job perfomance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi
sungguhnya yang dicapai oleh seseorang), sedangkan yang dimaksud
dengan kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggungjawab yang diberikan kepadanya.
Sedangkan menurut Rao (1992:1) mengemukakan bahwa yang
dimaksud kinerja adalah hasil sebuah mekanisme untuk memastikan bahwa
orang-orang pada tiap tingkatan mengerjakan tugas-tugas menurut cara yang
diinginkan oleh atasannya.
Dalam melaksanakan sebuah pekerjaan, seorang pegawai akan
berusaha untuk melaksanakan pekerjaannya tersebut dengan sungguh-
sungguh agar dapat memberikan hasil yang baik sesuai dengan kemampuan,
pengalaman, kesungguhan serta waktu pengerjaan tugas yang dibebankan
kepadanya. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Hasibuan (2001:94)
15
yang menyatakan bahwa kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dicapai
oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta
waktu.
Selanjutnya Lester (1994:219) menjelaskan bahwa kinerja pegawai
adalah hasil yang dicapai oleh seseorang dalam melakukan tugasnya dan
perannya dalam organisasi.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai pengertian kinerja
pegawai, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai adalah hasil kerja
yang dicapai karyawan dalam melakukan tugas maupu peranannya dalam
suatu organisasi.
Faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai
Dalam suatu organisasi, antara karyawan yang satu dengan
karyawan yang lainnya mempunyai kinerja yang berbeda. Menurut Devis
(1964 : 484), perbedaan ini disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor
kemampuan (ability), dan faktor motivasi (motivation), dijelaskan bahwa
kinerja yang dihasilkan antara karyawan tersebut berbeda karena adanya
faktor-faktor individu yang berbeda seperti faktor kemampuan dan faktor
motivasi yang ada pada diri karyawan.
1. Faktor kemampuan, diterangkan bahwa kemampuan (ability)
pegawai/karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ), dan
kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, jika karyawan yang
memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang
memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan
sehari-hari, maka akan mudah mencapai kinerja yang diharapkan.
2. Faktor motivasi, motivasi ini terbentuk dari sikap (attitude) seorang
pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi
merupakan kondisi yang menggerakan diri karyawan, yang terarah
untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sedang sikap mental
16
merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk
berusaha mencapai kinerja secara maksimal.
3. Faktor komunikasi, menurut Dwidjowijoto (2004 : 26) komunikasi
adalah perekat dalam organisasi, menjadi penghubung mempererat
rantai-rantai manajemen untuk pergerakkan organisasi dalam
mencapai tujuannya serta meningkatkan kinerja.
Dari perbedaan yang disampaikan diatas dapat disimpulkan bahwa
kinerja seseorang dipengaruhi oleh kondisi fisiknya. Seseorang yang
memiliki kondisi yang baik, mempunyai daya tahan tubuh yang tinggi,
yang pada gilirannya tercermin pada kegairahan bekerja dengan
tingkat kinerja yang tinggi dan sebaliknya. Disamping itu kinerja
individu juga berhubungan dengan kemampuan yang harus dimiliki
oleh individu agar ia berperan dalam lingkungan organisasi.
Pengukuran Kinerja
Adanya beberapa pendapat yang membahas tentang pengukuran
kinerja akan dijadikan dasar untuk menentukan indikator dari variabel
kinerja yang telah dipaparkan di atas. Dua syarat yang harus dipenuhi agar
pengukuran kinerja berjalan efektif yaitu, adanya kriteria kinerja yang dapat
diukur secara objektif dan adanya objektivitas dalam pengukuran.
Apabila seorang pegawai merasa dirugikan dalam penilaian kerja,
dapat menuntut pihak yang menilai sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
Menurut Gomes (2001 : 136), ada tiga kualifikasi penting bagi
pengembangan kriteria kinerja yang dapat diukur secara obyektif yaitu:
1. Relevancy, menunjukkan tingkat kesesuaian antara criteria dengan
tujuan-tujuan kinerja.
2. Reliability, menunjukkan tingkat mana kriteria menghasilkan hasil yang
konsisten.
17
3. Discrimination, mengukur tingkat dimana suatu kriteria kinerja dapat
memperlihatkan perbedaan-perbedaan dalam tingkat kinerja.
Sedangkan dilihat dari titik acuan penilaiannya, terdapat tiga tipe
kriteria pengukuran prestasi yang saling berbeda yakni :
1. Pengukuran kinerja berdasarkan hasil, tipe kriteria prestasi ini
merumuskan pekerjaaan berdasarkan pencapaian tujuan organisasi, atau
pengukuran hasil akhir (end result).
2. Pengukuran kinerja berdasarkan prilaku, tipe kriteria prestasi ini
mengukur sarana pencapaian sasaran, dan bukannya hasil akhir. Jenis
kriteria ini biasanya dikenal dengan BARS (Behaviorally Anchored
Rating Scales), dibuat dari “critical incidents” yang terkait dengan
berbagai dimensi kinerja.
3. Pengukuran kinerja berdasarkan “judgement”. Merupakan tipe kriteria
kinerja yang mengukur prestasi berdasarkan deskripsi prilaku tertentu
(spesific) yaitu jumlah yang dilakukan (quantity of work), luasnya
pengetahuan tentang pekerjaan (job knowledge), kesediaan
(cooperation), kepribadian, kepemimpinan (personel qualities).
Bernadin dan Russel (2000 : 213), mengajukan enam kriteria primer
yang digunakan untuk mengukur kinerja :
1. Quality, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan
kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang
diharapkan.
2. Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalkan jumlah rupiah,
jumlah unit, jumlah siklus, kegiatan yang diselesaikan.
3. Timeliness, adalah tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada
waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan kordinasi output lain
serta waktu yang tersedia untuk kegiatan lain.
18
4. Cost effectiviness, adalah tingkat sejauh mana penggunaan daya
organisasi (manusia, keuangan, teknologi, material) dimaksimalkan
utnuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap
unit penggunaan sumberdaya.
5. Need for supervisor, merupakan tingkat sejauh mana seorang pejabat
dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan
pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang
diinginkan.
6. Interpersonal impact, merupakan tingkat sejauh mana
karyawan/pekerja memelihara harga diri, nama baik dan kerjasama di
antara rekan kerja dan bawahan.
Dari berbagai kriteria di atas, dapat dipahami bahwa dimensi kerja
mencakup semua unsur yang akan dievaluasi dalam pekerjaan masing-
masing pegawai/karyawan dalam suatu organisasi. Dimensi ini mencakup
berbagai kriteria yang sesuai untuk digunakan dalam mengukur hasil yang
telah diselesaikan.
19
III. METODOLOGI PENELITIAN
Ruang Lingkup Penelitian dan Lokasi Penelitian
Untuk lebih mengarah kepada permasalahan yang akan dibahas, maka
penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini hanya pada gaya
kepemimpinan, efektivitas komunikasi, dan kinerja pegawai saja. Dalam hal
ini organisasi yang dijadikan objek penelitian adalah Badan Promosi dan
Perizinan Penanaman Modal Daerah Provinsi Sumatera Selatan. Penelitian
ini mengambil lokasi di wilayah kerja Badan Promosi dan Perizinan
Penanaman Modal Daerah (BP3MD) Provinsi Sumatera Selatan dalam
membahas penelitian Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Efektivitas
Komunikasi Terhadap Kinerja Badan Promosi dan Perizinan Penanaman
Modal Daerah (BP3MD) dalam penyelenggaraan Pemerintahan di Provinsi
Sumatera Selatan.
Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian
ini yaitu para pegawai Badan Promosi dan Perizinan Penanaman Modal
Daerah (BP3MD) Provinsi Sumatera Selatan sebagai unit analisis.
Pemilihan daerah peneliti artinya pemilihan wilayah peneliti dilakukan di
Badan Promosi dan Perizinan Penanaman Modal Daerah (BP3MD) Provinsi
Sumatera Selatan.
Jumlah anggota populasi adalah 60 orang. Dalam penelitian ini seluruh
populasi akan diobeservasi, karena populasi penelitian adalah terbatas (finit)
dan cenderung heterogen. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan
20
metode sensus atau complete enumeration, atau penelitian ini tidak
menggunakan sampel sehingga teknik pengambilan sampel tidak
diperlukan. Sensus adalah cara pengumpulan data bila seluruh elemen
populasi diselidiki satu per satu sehingga sensus sering disebut
pencatatan/perhitungan yang lengkap dari seluruh elemen populasi dan
sensus memberikan hasil data dengan nilai sebenarnya (true value /
parameter).
Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas (Independent Variables) yaitu Gaya Kepemimpinan
(X1)
Gaya kepemimpinan adalah norma prilaku yang digunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi prilaku
orang lain yang ia lihat.
2. Variabel Bebas (Independent Variables) yaitu Efektivitas
Komunikasi (X2)
Efektivitas berarti keefektifan, kemanjuran, berhasil guna. Efektivitas
berarti mampu memanfaatkan dana, daya, sarana, dan sumber daya
manusia yang telah ditentukan atau dialokasikan dengan hasil yang
optimal, bahkan jika mungkin maksimal dalam batas waktu tertentu
yang telah ditetapkan pula.
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian dan penerimaan berita
atau informasi seseorang ke orang lain.
Komunikasi organisasi adalah hubungan yang terjadi dalam organisasi
baik antar individu dalam organisasi, maupun antara unit-unit
organisasi yang berbeda tugas kegiatannya.
Efektivitas komunikasi adalah hubungan yang terjadi pada organisasi,
baik antar individu, unit organisasi maupun organisasi secara
menyeluruh secara berhasil guna.
21
Selanjutnya secara sederhana dimensi efektivitas komunikasi beserta
indikatornya dapat dilihat dibawah ini :
a. Komunikasi antar individu, unit organisasi, orang – orang dan
organisasi secara keseluruhan.
b. Kualitas komunikasi, saling ketergantungan, konflik, dan kerja
sama yang terdapat pada organisasi Badan Promosi dan Perizinan
Penanaman Modal Daerah.
3. Variabel Terikat (Dependent Variables) yaitu Kinerja Badan
Promosi dan Perizinan Penanaman Modal Daerah (Y)
Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang atau sekelompok
orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawab masing-masing, dalam rangka upaya pencapaian tujuan
organisasi bersangkutan secara legal.
Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Data yang diambil dalam penelitian ini yaitu, menggunakan jenis data
kualitatif dan kuantitatif.
a. Data Kualitatif
Data Kualitatif adalah data yang dapat diukur secara tidak
langsung, yang meliputi :
1) Visi dan Misi serta Sejarah Badan Promosi dan Perizinan
Penanaman Modal Daerah Provinsi Sumatera Selatan.
2) Struktur organisasi dan uraian tugas dan tanggung jawab
Badan Promosi dan Perizinan Penanaman Modal Provinsi
Sumatera Selatan.
3) Pelaksanaan rencana kerja dan program menyangkut bidang
tugas berdasarkan mekanisme kerja yang telah ditetapkan.
22
b. Data Kuantitatif
Data Kuantitatif adalah data yang dapat diukur secara langsung
atau lebih tepatnya dapat dihitung, yakni : jumlah pegawai dan
klasifikasi pegawai berdasarkan latar belakang pendidikan.
2. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah subjek
dari mana data dapat diperoleh.
Berdasarkan sumbernya jenis data dapat digolongkan menjadi dua yaitu
data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer adalah suatu data yang diperoleh atau dikumpulkan dari
penelitian itu sendiri. Data tersebut diperoleh dari pihak yang diminta
keterangan (informan) yang berupa jawaban – jawaban atas pertanyaan
yang diajukan oleh peneliti dalam wawancara secara langsung.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari
dokumen-dokumen. Dalam hal ini data yang dihimpun adalah susunan
struktur organisasi.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
dibagikan kepada responden untuk mencari data yang berhubungan dengan
penelitian ini.
1. Uji Validitas
Dalam suatu instrumen pengukuran mempunyai validitas yang tinggi
apabila instrumen tersebut dapat menjalankan fungsi ukurannya dan
memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya
pengukuran tersebut. Menurut Masrun dalam Sugiyono (2004:143)
pengujian seluruh butir instrument dalam setiap variabel dapat
23
dilakukan dengan mencari daya pembeda skor tiap item dari
kelompok yang memberi jawaban tinggi dan jawaban rendah, dengan
60 responden. Analisi indikator dilakukan dengan cara mengkorelasi
jumlah skor indikator (faktor) dengan skor total. Bila korelasi tiap
faktor tersebut positif dan besarnya 0,3 ke atas maka instrument
tersebut memiliki validitas konstruksi yang baik.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah sejauh mana suatu pengukuran dapat dipercaya,
artinya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap
kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama
aspek dalam diri subjek yang diukur belum berubah (Azwar:1992).
Reliabilitas menyangkut akurasi, konsistensi dan stabilitas alat
ukur/pertanyaan yang digunakan konsisten atau tidak. Uji reliabilitas
dilakukan pada butir butir pertanyaan yang telah memiliki validitas.
Uji reliabilitas ini menggunakan Teknik Alpha Cronbach.
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Analisis Kuantitatif
Dalam analisis ini penulis menggunakan metode analisis "Regresi
Berganda" untuk mengukur pengaruh dari variabel bebas (independent)
terhadap variabel terikat (dependent) yaitu kinerja pegawai sebagai
variabel dependent (Y) dan gaya kepemimpinan dan efektivitas
komunikasi sebagai variabel independent (X).
Persamaan regresi adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2
Keterangan :
Y = Kinerja
a = Konstanta
b1, b2 = Koefisien Regresi variabel
24
X1 = Gaya Kepemimpinan
X2 = Efektivitas Komunikasi
b. Analisis Kualitatif
Yaitu metode analisis yang tidak berbentuk angka dan berfungsi
memberikan gambaran secara umum dan sistematis mengenai objek
masalah penelitian yang berkaitan dengan Gaya Kepemimpinan dan
Efektivitas Komunikasi Terhadap Kinerja Pegawai Badan Promosi dan
Perizinan Penanaman Modal Daerah (BP3MD) Provinsi Sumatera
Selatan. Atau dengan kata lain analisis kualitatif merupakan kelanjutan
dari analisis kuantitatif yang dilakukan.
Uji Hipotesa
a. Uji t
Uji t digunakan untuk mengukur signifikan pengaruh masing-masing
variabel bebas secara parsial terhadap variabel tidak bebas dengan
memperhatikan variabel-variabel tidak bebas lainnya. Caranya dengan
membandingkan antara nilai t hitung dengan t tabel. Jika nilai hitung
tlebih besar dari nilai t tabel dengan signifikan 5%, maka Ho ditolak
dan ha diterima yang berarti variabel bebas secara parsial mempunyai
pengaruh yang sangat signifikan pada variabel tidak bebas.
b. Uji F
Uji F digunakan untuk mengukur signifikan pengaruh dari keseluruhan
variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebas.
Tingkat signifikan yang digunakan adalah 5% bila dari hasil
25
pemrosesan nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel, berarti Ho
ditolak dan Ha diterima, ini berarti bahwa keseluruhan variabel bebas
secara signifikan mempengaruhi variabel tidak bebas (Gujarati,
1995:257). Didalam pendugaan secara simultan dipergunakan uji F
yang didalam analisanya mempergunakan tabel Analysis of Variance.
VI. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kajian yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan menjadi beberapa hal sebagai berikut.
1. Gaya kepemimpinan memiliki nilai koefisien sebesar 0.658 dengan
nilai t hitung 2.206 serta nilai signifikansi 0.031 (p < 0.05)
berdasarkan hasil pengujian empiris. Hipotesis pertama penelitian
ini yang menyatakan bahwa Gaya kepemimpinan berpengaruh
signifikan dan positif secara parsial terhadap kinerja Badan
Promosi dan Perizinan Penanaman Modal Daerah Provinsi
Sumatera Selatan dapat diterima.
1. Efektivitas komunikasi memiliki nilai koefisien sebesar 0.048
dengan nilai t hitung 0.286 serta nilai signifikansi 0.776 (p > 0.05)
berdasarkan hasil pengujian empiris. Hipotesis kedua penelitian ini
yang menyatakan bahwa efektivitas komunikasi tidak berpengaruh
signifikan dan positif secara parsial terhadap kinerja Badan
Promosi dan Perizinan Penanaman Modal Daerah Provinsi
Sumatera Selatan tidak dapat diterima.
2. Analisis regresi Y = 116.856 + 0.685 X1 + 0.048 X2 + e
menunjukkan bahwa dari dua variabel bebas yakni gaya
kepemimpinan dan efektivitas komunikasi berperan signifikan
terhadap kinerja Badan Promosi dan Perizinan Penanaman Modal
Daerah Provinsi Sumatera Selatan dapat diterima. Pengaruh
signifikan dibuktikan dari nilai F rasio sebesar 29.159 dengan nilai
R square sebesar 0,344 (34.4%) sedangkan sisanya 65.6%
26
dipengaruhi oleh variabel lainnya di luar model misalnya motivasi,
budaya organisasi, disiplin kerja, etos kerja, supervisi. Sedangkan
variabel yang dominan mempengaruhi kinerja Badan Promosi dan
Perizinan Penanaman Modal Daerah Provinsi Sumatera Selatan
adalah variabel gaya kepemimpinan dengan nilai signifikansi
(p=0.031 dan b= 0.658) tertinggi dari nilai koefisien regresi
lainnya.
Saran
Dari kesimpulan yang telah diperoleh, maka dapat diberikan saran-
saran sebagai berikut:
1. Penelitian selanjutnya memasukkan jumlah sampel yang lebih besar
dan rentang waktu penelitian yang lebih lama.
2. Pengembangan selanjutnya adalah memasukkan variabel lain sebagai
variabel kontrol atau variabel moderating seperti motivasi, kecerdasan
emosional, Task Specific Knowledge, pengalaman, pendidikan dan
pelatihan, budaya organisasi, kompetensi kerja, kualitas pengawasan,
kecemasan, persepsi atas karakteristik tugas, keterlibatan
kerja/partisipasi, beban kerja, nilai dan minat, kondisi fisik dari
lingkungan kerja, komunikasi interpersonal, komitmen organisasi, dan
lain sebagainya yang diduga berpengaruh terhadap kinerja pegawai.
3. Penelitian selanjutnya mengembangkan indikator-indikator atau
dimensi dalam gaya kepemimpinan dan efektivitas komunikasi
berdasarkan teori lainnya. Misalnya pengklasifikasian dalam gaya
kepemimpinan yang terdiri dari gaya kepemimpinan transaksional, gaya
kepemimpinan transformasional, dan gaya kepemimpinan situasional,
dan lain sebagainya.
4. Penelitian selanjutnya perlu mempertimbangkan gangguan atau
hambatan dalam efektivitas komunikasi.
27
5. Badan Promosi dan Perizinan Penanaman Modal Daerah Provinsi
Sumatera Selatan sebaiknya mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat
meningkatkan efektivitas komunikasi seperti melalui rapat-rapat yang
melibatkan juga pegawai di level bawah, kegiatan-kegiatan informal,
dan penyediaan media komunikasi, dan lain sebagainya.
6. Dalam rangka menemukan pola gaya kepemimpinan yang tepat pada
Badan Promosi dan Perizinan Penanaman Modal Daerah Provinsi
Sumatera Selatan maka diperlukan pengetahuan dan pemahaman lebih
lanjut mengenai bidang psikologi dan atau perilaku organisasi.
28