Upload
rais-rahmat-nugraha
View
398
Download
35
Embed Size (px)
DESCRIPTION
nalisis
Citation preview
MAKALAH ANALISIS TEKS, MATA KULIAH BAHASA INDONESIA
1.1 Belakang
Membaca merupakan satu dari keempat keterampilan berbahasa yang dapat menunjang
pelajar dalam memahami teks. Dewasa ini berbagi informasi dapat di peroleh dengan mudah
dan baik melalui media cetak , media elektronik, atau internet. Informasi yang di peroleh
tidak hanya dalam bahasa Indonesia melainkan juga dalam bahasa asing.
Pemahaman teks merupakan suatu proses yang memiliki tahapan sistematis dalam dalam
rangka mamahami informasi menyeluruh dari suatu sumber bacaan, informasi dari segi
linguistik maupun ekstra linguistiknya. Seringkali pembaca dalam hal ini pelajar mengalami
kesulitan dalam memahami suatu teks dikarenakan kurangnya pengetahuan dasar tentang
bahasa sumber (langue du depart), pokok pembahasan teks(sujet du texte), latar belakang
panulisan teks dan pemahaman kontek budaya.
Dalam hal memahami teks diharapkan para pelajar mampu menganalisis teks secara
sistematis, memahami tidak hanya konteks bahasanya saja tetapi juga konteks budaya yang
terdapat pada teks dan mengungkapkan kembali isi teks secara lisan dan tertulis berupa
ringkasan (resume).
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini rumusan makalah yang dikaji adalah:
a. Bagaimana cara mengoreksi kesalahan ejaan?
b. Bagaimana cara mengoreksi kesalahan alinea?
c. Bagaimana cara mengoreksi kesalahan kalimat?
d. Bagaimana cara membuat ringkasan teks?
1.3 Tujuan dan kegunaan penuliasan
1. 3.1 Tujuan penulisan diantaranya
a. Untuk mengetahui pengertian analisis teks .
b. Untuk memahami dan mengoreksi kesalahan ejaan .
c. Untuk memahami dan mengetahui cara mengoreksi kesalahan alinea.
d. Supaya mampu membuat ringkasan teks .
1. 3.2 Kegunaan penulisan.
a. Sebagai referensi untuk kajian yang berkaitan dengan analisis teks.
b. sebagai mediator dalam pembelajaran.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini meliputi:
- Diawali cover
- Kata Pengantar
- Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
- Latar Belakang
- Rumusan masalah
- Tujuan dan kegunaan penulisan
- Sistematika penulisan
BAB II PEMBAHASAN
- Koreksi kesalahan ejaan
- Koreksi kesalahan alinea
- Koreksi kesalahan kalimat
- Cara membuat ringkasan teks
BAB III PENUTUP
- Kesimpulan
- Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II PEMBAHASAN
KOREKSI KESALAHAN EJAAN
a.. Koreksi Kesalahan Ejaan
Di dalam kenyataan penggunaan bahasa, masih banyak kesalahan yang disebabkan
oleh kesalahan penerapan ejaan, terutama tanda baca. Penyebabnya, antara lain ialah adanya
perbedaan konsepsi pengertian tanda baca di dalam ejaan sebelumnya yaitu tanda baca
diartikan sebagai tanda bagaimana seharusnya membaca tulisan. Misalnya, tanda koma
merupakan tempat perhentian sebentar (jeda) dan tanda tanya menandakan intonasi naik.
Di dalam konsep pengertian lama tanda baca berhubungan dengan bagaimana
melisankan bahasa tulis, sedangkan dalam ejaan sekarang tanda baca berhubungan dengan
bagaimana memahami tulisan (bagi pembaca) atau bagaimana memperjelas isi pikiran (bagi
penulis) dalam ragam bahasa tulis. Jadi, bagi pembaca, tanda baca berfungsi untuk membantu
pembaca dalam memahami jalan pemikiran penulis; sedangkan bagi penulis, tanda baca
berfungsi untuk membantu menjelaskan jalan bagi penulis supaya tulisannya (karangannya)
dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca. Beberapa kesalahan bahasa yang disebabkan
oleh kesalahan penggunaan tanda baca, khususnya tanda koma.
1. Tanda Koma di antara Subjek dan Predikat
Ada kecenderungan penulis menggunakan tanda koma di antara subyek dan predikat
kalimat, jika nomina subjek mempunyai keterangan yang panjang. Penggunaan tanda koma
itu tidak benar karena subjek tidak dipisahkan oleh tanda koma dari predikat, kecuali
pasangan tanda koma yang mengapit keterangan tambahan atau keterangan aposisi. Contoh :
Rudi Hartono, yang pernah menjuarai All England delapan kali, menjadi pelatih PBSI.
Penggunaan tanda koma dalam contoh-contoh berikut tidak benar :
a. Mahasiswa yang akan mengikuti ujian negara, diharapkan mendaftarkan diri di
sekretariat.
b. Kesediaan negara itu untuk membeli gas alam cair (LNG) Indonesia sebesar dua juta
ton setiap tahun, tentu merupakan suatu penambahan baru yang tidak sedikit artinya
dalam penerimaan devisa negara.
Unsur kalimat yang mendahului tanda koma dalam kedua contoh di atas adalah subyek, dan
unsur kalimat yang mengiringi tanda koma itu (secara berturut-turut diharapkan, merupakan)
adalah predikat. Oleh karena itu, penggunaan tanda koma itu tidak benar. Kedua kalimat itu
dapat diperbaiki dengan menghilangkan tanda koma itu.
2. Tanda Koma di antara Keterangan dan Subyek
Selain subyek, keterangan kalimat yang panjang dan yang menempati posisi awal juga
sering dipisahkan oleh tanda koma dari subyek kalimat. Padahal, meskipun panjang,
keterangan itu bukan anak kalimat. Oleh karena itu, pemakaian tanda koma seperti itu juga
tidak benar.
Contoh:
a. Dalam rangka peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI, kita akan mengadakan sayembara
mengarang tingkat SMA.
b. Dengan kemenangan yang gemilang itu, pemain andalan kita dapat memboyong piala
kembali ke Tanah Air.
Unsur kalimat yang mendahului tanda koma itu adalah keterangan yang bukan
merupakan anak kalimat meskipun panjang. Oleh karena itu, tanda koma tersebut
dihilangkan, kecuali jika penghilangan tanda koma itu akan menimbulkan ketidakjelasan
batas antara keterangan dan subyek.Contoh:
Dalam pemecahan masalah kenakalan anak kita memerlukan data dari berbagai pihak, antara
lain dari pihak orangtua, sekolah, dan masyarakat tempat tinggalnya.
3. Tanda Koma di antara Predikat dan Objek
Objek yang berupa anak kalimat juga sering dipisahkan dengan tanda koma dari
predikat. Pemakaian tanda koma seperti itu juga tidak benar karena obyek tidak dipisahkan
dengan tanda koma dari predikat.
Contoh:
a. Ibu tidak menceritakan, bagaimana si Kancil keluar dari sumur jebakan itu
b. Kami belum mengetahui, kapan penelitian itu akan membuahkan hasil.
Di antara obyek dan predikat tidak digunakan tanda koma, kecuali tanda koma yang mengapit
keterangan yang berupa anak kalimat atau tanda koma yang memisahkan kutipan dari
predikat induk kalimat.
Contoh:
a. Pejabat itu menegaskan, ketika menjawab pertanyaan wartawan, bahwa kenaikan harga
sembilan bahan pokok akan ditekan serendah-rendahnya.
b. Seorang pedagang mengatakan, sambil melayani pelanggannya, bahwa naiknya harga
barang-barang sudah dari agennya.
Penggunaan tanda koma tidak dibenarkan jika obyek kalimat itu bukan kutipan langsung,
seperti dalam contoh berikut. Contoh:
Tokoh tiga zaman itu menegaskan, perkembangan teknologi melaju terlalu cepat
dalam dua dasawarsa terakhir ini.
b.Analisis Ketidaksatuan Ejaan
Bentuk salah Bentuk benar Alasan
1. oleh karena itu oleh karena itu, kata penghubung antar kalimat
diakhiri dengan tanda koma. (Bab V, pasal B. ayat 4)
2. non bank nonbank penulisan non dirangkaikan dengan
kata yang mengikutinya (Bab III ,
pasal B ayat 4)
3. Nopember November penalaran fonem V tetap V (Bab
IV)
4. Rp. Rp Tanda titk digunakan di belakang
mata uang
5. “Perlakuan “pelakuan
Akutansi Akutansi
Selisih Kurs selisih kurs
Terhadap Terhadap
penerimaan penerimaan - penulisan judul tidak di Akhiri
Hasil pada Hasil pada dengan tanda titk (Bab V Pasal A
PT. Telesindo PT. Telesindo ayat 7)
Lestari”. Lestari” - Penulisa PT tidak di akhiri tanda
titik
6. Diatas di atas kata depan di terpisah dari kata
tempat yang mengikutinya
7. Dihasilkan, di Dihasilkan ?
harapkan diharapkan
1. Huruf “ f, “ v “, dan “ p “
sering kita melihat penulisan kata yang hurufnya bertukar-tukar . Maksudnya, kata yang
seharusnya ditulis dengan huruf F dan V ditulis dengan p atau kata yang seharusnya ditulis V
ditulis dengan F.
Kesalahan penuisan seperti itu tentu saja terjadi karena orang tak tahu pasti dengan huruf
mana seharusnya digunakan. Ada juga orang menggunakan huruf P ditulis dengan P bukan
dengan F atau V yang bisa digunakan untuk menuliskan kata Asing saja.
Dalam ejaan baru, huruf F,V sudah masuk dalam sistem ejaan kita, maksudnya, huruf-
huruf itu tidak lagi dianggap sebagai huruf asing
misalnya :
Coordinasi menjadi koordinasi
Standardization menjadi standardisasi
2. Bentuk “Efektivitas“ yang dipermasalahkan
Pada awal masa kemerdekaan Republik Indonesia orang mempermasalahkan bentuk-
bentuk seperti fakultet, fakulteit, fakulti yang dipertanyakan ialah mana bentuk yang betul
diantara bentuk itu.
Dalam bahasa belanda, ada kata fakulteit. Dalam bahasa belanda semuanya berakhir
dengan teit misalnya : faculteit, univerteit, ativiteit. Dalam bahasa inggris, kata-kata yang
sama berakhiran ty : university, faculty, activity
Jika kita mnyerap kepada bahasa Asalnya kita akan menjadikan kata-kata itu universiteit,
fakulteit, aktiviteit.
Namun karena bahasa indonesia yang berasal dari bahasa melayu itu tidak ada bunyi ei,
maka bunyi kata akhiran itu di ubah menjadi tet, timbulah bentuk fakultet disamping ada
fakulti.
Seorang guru besar ketika itu berpengaruh mengusulkan agar bentuk itu sebaiknya
mengacu kepada asal kata-kata itu dalam bahasa lain, bunyi akhiran tas, fakultas dan
universitas, usulan itu diterima lalu jadilah usulan itu dengan akhiran tas, Fakultas,
universitas, realitas, aktivitas. Bentuk-bentuk lain yang berakhiran teit harus dijadikan
akhiran tas, bukan teit, tet, tit atau ta.
3. Mana yang betul ?
“ Istri “ atau “ Isteri “ ?
Yang akan kita bicarakan disini ialah ada yang menulis Istri, namun ada yang menulis
Isteri Dalam suku kata bahasa melayu tidak ada suku kata tra, sla, kla, sta, kra, pra. Dalam
bahasa sangsakerta kita pungut kata stri kata ini diberikan tambahan i didepannya sehingga
menjadi istri. Kemudian diantaranya t dan r di sisipkan e sehingga menjadi isteri.kalau
dipenggal atas sukunya menjadi is – te – ri. Menurut EYD ditetapkan bahwa kata asing tak
usah disisipi huruf e.
KOREKSI KESALAHAN ALINEA
Ada satu kecenderungan jelek di dunia pendidikan, yaitu menganggap kesalahan sebagi
sesuatu yang buruk dan harus dihindari. Selama dua puluh dua tahun pertama dalam
hidupnya, setiap orang diajarkan bahwa kesalahan adalah hal yang memalukan dan harus
dihindari. Padahal, kesalahan sebenarnya merupakan pedoman untuk tidak mengulangi
kesalahan yang sama. Winston Churchil, mantan Perdana Mentri Inggris, pernah berkata:
“All men make mistakes, but only wise men learn from their mistakes.” Pernyataan ini
mengungkapkan bahwa kesalahan merupakan kesempatan untuk membuat sesuatu yang lebih
baik. James Joyce, penulis kenamaan Irlandia, menegaskan: “Mistakes are the portals of
discovery.” Jadi, semakin banyak kesalahan yang bisa diidentifikasi seseorang (termasuk
kesalahan orang lain) semakin banyak dia belajar dan semakin besar pula kesempatan
baginya membuat sesuatu yang lebih berkualitas pada kesempatan berikutnya.
Paradigma bahwa kesalahan adalah pedoman untuk melakukan sesuatu lebih baik ini
sangat bermanfaat untuk diterapkan dalam penulisan karya ilmiah. Berdasarkan pengalaman
penulis dalam membimbing penulisan makalah, artikel, dan skripsi oleh mahasiswa dan
dalam mengedit tulisan ilmiah, terdapat empat kelompok kesalahan yang sering dilakukan
para penulis (pemula): bagaimana membuat alinea yang efektif, bagaimana membuat tulisan
mudah dipahami, bagaimana cara mengutip dengan benar, dan bagaimana cara menuliskan
referensi. Diharapkan, pemahaman kita akan keempat macam kesalahan tersebut akan
memampukan kita menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik.
A. Alinea Yang Efektif
Pada dasarnya setiap karya tulis merupakan sekumpulan alinea yang membahas suatu
permasalahan. Oleh karena itu, kemampuan menulis alinea yang baik adalah persyaratan
yang sangat penting dalam menulis karya ilmiah. Berikut ini merupakan konsep-konsep
mendasar yang perlu dikuasai dalam rangka mengembangkan kemampuan menulis alinea
yang efektif.
Alinea pada hakikatnya merupakan perpaduan sekelompok kalimat yang membahas
satu ide pokok. Seluruh kalimat itu harus memiliki hubungan logis. Kalimat yang tidak
berhubungan logis (atau tidak relevan dengan ide) pokok harus dihapus dari alinea. Kalimat
yang bersifat pengulangan juga harus dihilangkan.
Salah satu pertanyaan yang sering diajukan tentang alinea adalah: Berapa jumlah
kalimat yang diperlukan untuk membuat sebuah alinea? Tidak ada jawaban yang pasti untuk
pertanyaan ini. Yang perlu dipedomani adalah bahwa sebuah alinea tidak boleh terlalu
pendek sehingga ide pokoknya tidak dikembangkan secara memadai, atau terlalu panjang
sehingga ide pokoknya berkembang sangat luas hingga perlu dikembangkan dalam beberapa
alinea terpisah.
Dilihat dari fungsinya, kalimat-kalimat pembangun sebuah alinea dapat dibedakan ke
dalam tiga jenis: kalimat topik, kalimat pendukung, dan kalimat kesimpulan. Kalimat topik
berfungsi menyatakan ide pokok atau mengungkapkan apa yang akan dibahas dalam alinea
tersebut. Kalimat pendukung berfungsi menghadirkan bukti, fakta, argumen, atau penjelasan
lain untuk memperjelas ide pokok. Sedangkan kalimat kesimpulan digunakan untuk
merangkum isi alinea atau menunjukkan transisi ke alinea berikutnya. Tidak semua alinea
membutuhkan kalimat kesimpulan. Oleh karena itu, jenis kalimat yang harus ada dalam
sebuah alinea adalah kalimat topik dan pendukung. Tampilan sebuah alinea dapat
digambarkan seperti dalam gambar 2 berikut.
Gambar 1: Tampilan Sebuah Alinea
(Kalimat topik) …………………………………………………………………………………
….. (Kalimat
pendukung) ............................................................................................................ .....
....... (Kalimat pendukung) ……………………………
……………......... .............. ............... ............ …… (Kalimat
pendukung) .............................................................. ................................. ............ ...........
……… (Kalimat pendukung) ……………………… …………………… ………
…… ........... ........ ..... ……… (Kalimat simpulan).…
……………………………………………………………………………
1. Kalimat Topik
Dalam tulisan ilmiah, kalimat topik dapat ditempatkan di awal atau di akhir alinea,
tergantung pola berpikir yang digunakan. Jika penulis menggunakan pola berpikir deduktif,
kalimat topik diposisikan di awal alinea, jika induktif, di akhir. Untuk penulis pemula,
menempatkan kalimat topik di awal alinea lebih disarankan, karena mendukung suatu ide
yang lebih umum dengan menghadirkan detil-detil yang spesifik (deduktif) biasanya lebih
mudah dilakukan daripada menyimpulkan beberapa detil spesifik menjadi sebuah ide yang
lebih umum.
Selain itu, perlu diingat bahwa setiap kalimat topik harus mengandung tiga unsur:
subjek, verba, dan ide pengendali (controlling idea). Subjek dalam kalimat topik berperan
sebagai topik alinea, sedangkan ide pengendali merupakan sebuah kata atau frasa yang
mengendalikan informasi-informasi dalam kalimat-kalimat lain dalam alinea tersebut. Subjek
bisa diletakkan di awal kalimat topik (sebelum verba) atau di akhir (sesudah verba). Lihat
contoh 1 berikut.
Contoh 1
1. Karya ilmiah memiliki empat ciri khas.
S V IP
2. Terdapat empat ciri khas yang dimiliki oleh karya ilmiah.
IP V S
Berdasarkan penjelasan dia atas, terungkap bahwa bahwa sebuah kalimat topik harus
memenuhi tiga persyaratan. Pertama, kalimat topik harus berbentuk kalimat lengkap
(complete). Dalam kalimat itu harus terdapat unsur subjek, predikat, dan objek (ide
pengendali). Kedua, cakupan ide pengendali harus terbatas (limited), dalam arti tidak lebih
dari satu ide karena sebuah alinea hanya dapat membahas sebuah ide secara tuntas. Ketiga,
ide pengendali harus spesifik (specific). Hal ini berarti ide tersebut harus relevan dan secara
langsung berhubungan dengan topik.
Untuk memahami ketiga persyaratan kalimat topik ini secara lebih jelas, lihat contoh-
contoh dan penjelasan dalam contoh 2 berikut.
Contoh 2
1.a. Kemampuan menulis yang baik
1.b. Kemampuan menulis yang baik memberikan banyak keuntungan.
2.a. Pulau Bali terkenal dengan berbagai pemandangan yang indah.
2.b. Pulau Bali terkenal dengan berbagai pemandangan yang indah dan
penduduknya yang ramah.
3.a. Kenaikan harga kebutuhan pokok menimbulkan masalah yang serius.
3.b. Kenaikan harga kebutuhan pokok menimbulkan masalah yang serius bagi
kalangan berpenghasilan rendah.
Kalimat (1.a.) di atas bukan kalimat topik yang baik karena tidak memiliki unsur subyek,
verba, dan ide pengendali. Sedangkan kalimat (1.b.) adalah kalimat topik yang baik karena
adanya unsur subyek, verba, dan ide pengendali. Kalimat (2.a.) merupakan kalimat topik
yang baik karena ide pengendalinya hanya satu, yakni “berbagai pemandangan yang indah”.
Kalimat (2.a.) bukan kalimat topik yang baik karena ide pengendalinya lebih dari satu.
Kalimat (3.a.) bukan merupakan kalimat topik yang baik karena ide pengendalinya tidak
spesifik—bagi siapa masalah yang serius tersebut timbul? Kalimat (3.b.) merupakan kalimat
topik yang baik karena ide pengendalinya secara spesifik menyatakan masalah yang serius
tersebut dialami kalangan berpenghasilan rendah.
2. Kalimat Pendukung
Kalimat pendukung dibedakan ke dalam dua jenis. Pertama, kalimat pendukung mayor,
yaitu kalimat-kalimat yang secara langsung digunakan untuk menjelaskan ide pokok dalam
yang dinyatakan dalam kalimat topik. Penjelasan tersebut bisa dilakukan dengan cara
menghadirkan bukti, fakta, argumen, kutipan atau penjelasan lain. Kedua, kalimat pendukung
minor, yaitu kalimat-kalimat yang fungsinya memberikan keterangan yang lebih terperinci
terhadap penjelasan dalam suatu kalimat pendukung mayor. Keberadaan satu atau lebih
kalimat pendukung mayor dalam sebuah alinea adalah keharusan. Sedangkan keberadaan
kalimat pendukung minor sangat tergantung pada apakah penjelasan dalam suatu kalimat
pendukung mayor masih perlu diberikan penjelasan yang lebih terperinci atau tidak. Dengan
kata lain, tidak semua alinea memiliki kalimat pendukung minor. Lihat contoh 3 berikut.
Contoh 3
(1) Penggunaan bahasa sebagai media komunikasi telah menjalani empat tahapan evolusi yang
sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia. (2) Penelitian antropologis mengungkapkan
bahasa mulai dikembangkan masyarakat manusia sebagai sarana komunikasi antar individu dalam
kelompok kecil sekitar 200.000 tahun lalu (Gianella dan Hopkins, 2006: 12). (3) Pada waktu itu, bahasa
digunakan hanya untuk berbagi informasi dan perasaan mengenai kehidupan sehari-hari. (4) Sekitar
tahun 30.000 sebelum masehi, kebutuhan untuk berkomunikasi dengan individu lain dari kelompok
dan generasi berbeda mendorong manusia menciptakan bahasa tertulis. (5) Petroglif, piktogram, dan
ideogram di dinding gua, seperti Chauvet Cave di Prancis Selatan, adalah contoh upaya menggunakan
bahasa untuk berkomunikasi dengan kelompok dan generasi berbeda (Moore, 2005: 20). (6)
Perkembangan ini kemudian diikuti oleh penemuan sistem tulisan sekitar 4000 tahun SM, yang
memungkinkan pendokumentasian peristiwa dan data dalam bentuk yang lebih permanen. (7)
Perkembangan teknologi informasi, yang dimulai dengan penemuan telegraf pada tahun 1837, telefon
(1871), dan internet pada abad ke-20 membuat komunikasi dengan bahasa dapat dilakukan tanpa
batasan ruang dan waktu.
Dalam alinea di atas, kalimat (1) adalah kalimat topik (KT). Kalimat (2) merupakan
kalimat pendukung mayor pertama (KPM1) yang secara langsung menjelaskan tahapan
evolusi bahasa sebagai media komunikasi dengan menghadirkan tahapan awal perkembangan
bahasa. Kalimat (3) adalah kalimat pendukung minor (KPm) yang menyajikan penjelasan
lebih detil kepada informasi dalam KPM1. Kalimat (4) merupakan kalimat pendukung mayor
kedua (KPM2) yang secara langsung menjelaskan tahapan kedua evolusi bahasa. Kalimat (5)
adalah kalimat pendukung minor (KPm) yang menyajikan penjelasan lebih detil kepada
informasi dalam KPM2. Kalimat (6) merupakan kalimat pendukung mayor ketiga (KPM3)
yang secara langsung menjelaskan tahapan ketiga evolusi bahasa. Kalimat (6) merupakan
kalimat pendukung mayor keempat (KPM4) yang secara langsung menjelaskan tahapan
keempat evolusi bahasa.
Hubungan antara kalimat topik (KT) dan kalimat-kalimat pendukung mayor (KPM)
serta kalimat-kalimat pendukung minor dalam alinea contoh di atas dapat digambarkan dalam
grafik di sebelah kanan ini.
3. Kalimat Simpulan
Pada bagian akhir berbagai alinea penulis juga bisa meletakkan kalimat kesimpulan,
yakni kalimat yang merangkum informasi pada kalimat-kalimat sebelumnya atau menarik
kesimpulan berdasarkan informasi tersebut. Secara umum, dapat dikatakan bahwa kalimat
kesimpulan merupakan penegasan ide pokok yang dinyatakan dalam kalimat topik. Lihat
contoh 4 berikut.
Contoh 4
(1) Masyarakat Indonesia menjadikan Universitas Kristen Indonesia (UKI) sebagai pilihan pertama
untuk menimba ilmu karena beberapa alasan. (2) Pertama, UKI merupakan salah satu universitas
tertua di Indonesia yang berpengalaman mengelola pendidikan tinggi dalam rangka menghasilkan
lulusan berkualitas. (3) Survai terhadap 5678 alumni yang dilaksanakan baru-baru ini mengungkapkan
95% responden tidak mengalami kesulitan memperoleh kerja atau menerapkan ilmu yang diperolehnya
selama kuliah di UKI untuk berwiraswasta. (4) Selain itu, kampus UKI terletak di salah satu lokasi
paling strategis di Indonesia. (5) Hal ini membuat mahasiswa tidak mengalami kesulitan mencapai
kampus. (6) Ketiga, dosen-dosen di UKI berkualitas tinggi dan memiliki jiwa kepelayanan yang tinggi.
(7) Ketiga faktor diatas mendorong masyarakat menjadikan UKI pilihan utama untuk kuliah.
Dalam alinea di atas, kalimat (7) adalah kalimat kesimpulan (KK). Kalimat ini
merangkum informasi yang tersaji pada kalimat (2) hingga kalimat (6). KK ini juga
mengungkapkan ide pokok yang telah dinyatakan di kalimat topik, meskipun dengan cara
yang tidak sama persis.
Selain penggunaan kalimat topik, pendukung dan kesimpulan yang tepat, sebuah alinea
juga harus memenuhi unsur koherensi (coherence) dan kohesi. Yang dimaksud dengan
koherensi adalah kesatuan isi atau kepaduan maksud. Koherensi tercipta bila seluruh kalimat
pendukung membahas hanya satu hal, yakni topik, dan jika peristiwa, waktu, ruang, dan
proses diurutkan secara logis. Kohesi mengandung arti hubungan yang erat; perpaduan yang
kokoh dan kohesif berarti padu. Kohesi alinea tercipta bila seluruh kalimat yang
membangunnya dipadu dengan erat dan kokoh dengan menggunakan konjungsi, pronominal,
repetisi, sinonim, hiponim, paralelisme, dan elipsasi dengan tepat.
B. Membuat Tulisan yang Mudah Dipahami
Tujuan utama pembuatan setiap karya tulis, termasuk karya ilmiah, adalah
mengkomunikasikan informasi, ide, atau konsep kepada pembaca agar dapat dipahami,
dimanfaatkan, dan dikembangkan. Akan tetapi, ada “sekelompok” tertentu yang cenderung
menganggap bahwa tolok ukur keilmiahan sebuah tulisan adalah kerumitan tulisan itu:
semakin sulit, semakin ilmiah. Bagi mereka, moto ”Kalau bisa ditulis secara rumit mengapa
harus dibuat sederhana?” terkesan lebih pas daripada antitesisnya, “Kalau bisa ditulis
sederhana, jangan dibuat rumit.” Padahal, keilmiahan sebuah karya tulis pada hakikatnya
berhubungan dengan faktor kesistematisan, kelogisan, kebahasaan, dan keteraturan dalam
berpikir. Jika semua faktor itu dipenuhi dengan baik, karya tulis itu akan mudah dipahami.
Kelompok yang menganggap keilmiahan identik dengan kerumitan cenderung menulis
karya ilmiah dengan empat karakteristik berikut. Pertama, menggunakan kalimat-kalimat
yang panjang. Kelompok ini kelihatannya menganggap bahwa kalimat kalimat pendek yang
mudah dipahami hanya cocok untuk tulisan anak-anak atau orang awam. Oleh karena itu
mereka menyusun kalimat-kalimat yang mengandung banyak frasa dan klausa dengan
‘alasan’ semakin panjang kalimat, semakin mendalam pembahasan. Padahal kalimat yang
sangat panjang akan menimbulkan masalah pemahaman karena tidak jelas mana subjek,
mana predikat, dan mana objek kalimat itu. Kecenderungan seperti ini sebaiknya dicegah.
Jika tidak terpaksa, jangan gunakan kalimat-kalimat panjang dan kompleks. Kalimat pendek
dan efektif akan membuat pemahaman lebih mudah. Bandingkan kedua kalimat contoh
berikut. Mana yang lebih mudah dipahami?
Contoh 5
a. Analisis kesalahan merupakan suatu teknik kajian dalam pengajaran bahasa yang dilakukan oleh guru
dalam lima langkah terhadap siswanya untuk mengetahui penguasaannya akan kompetensi bahasa
tertentu dengan cara mengidentifikasi kesalahan apa yang dilakukan secara sistematis, seperti slip,
keseleo, salah omong, alias lapses dalam pembelajaran speaking, melihat seberapa sering dia
melakukan kesalahan, diikuti dengan penentuan dan pengklasifikasian jenis kesalahan, kemudian
menginterpretasikan apa penyebab kesalahan tersebut, dan, berdasarkan teori-teori dan prosedur-
prosedur linguistik, diakhiri dengan mengadakan perbaikan terhadap kesalahan itu.
b. Analisis kesalahan merupakan suatu teknik kajian dalam pengajaran bahasa yang dilakukan oleh guru
untuk mengetahui penguasaan siswanya akan kompetensi bahasa tertentu. Analisis ini dilakukan
dalam lima langkah: satu, mengidentifikasi kesalahan yang dilakukan secara sistematis, seperti salah
omong dalam pembelajaran berbicara; dua, melihat seberapa sering kesalahan dilakukan; tiga,
menentukan dan mengklasifikasikan jenis kesalahan; empat, menginterpretasikan penyebab
kesalahan; dan terakhir, mengadakan perbaikan terhadap kesalahan itu berdasarkan teori-teori dan
prosedur-prosedur linguistik.
Kecenderungan kedua yang sering dilakukan kelompok yang menganggap keilmiahan
identik dengan kerumitan adalah memuat sebanyak mungkin istilah asing. Contoh 6 di bawah
ini memperlihatkan fenomena ini dengan cukup baik. Anda dapat memahaminya?
Contoh 6
Sekarang, aplikasikan sebuah sistem kalkulus proposional. Akumulasikan pada sistem itu sebuah
logika modal yang lemah yang di dalamnya kondisional yang eksisting dan anteseden yang dibutuhkan
mengakibatkan konsekuensi yang dibutuhkan (aksioma Godel) dan kebutuhan akan teorema juga
merupakan teorema. Jika dikatakan bahwa semua kebenaran dapat diketahui maka hal ini dapat
dirumuskan ‘Jika p maka mungkin (‘’) diketahui p’ dapat diketahui, p_Kp:
Harus diakui bahwa sebagai bahasa yang sedang berkembang bahasa Indonesia tidak
memiliki padanan yang pas untuk semua istilah teknis yang lazim terdapat dalam karya tulis
ilmiah. Permasalahan ini sebenarnya terjadi juga dalam bahasa lain. Tidak ada satu bahasa
pun yang memiliki kosa kata lengkap hingga tidak lagi memerlukan ungkapan untuk gagasan,
temuan, atau konsep baru. Solusi terhadap permasalahan apakah istilah-istilah asing tersebut
harus diterjemahkan, dibiarkan, atau dikombinasikan dengan istilah Indonesia sebenarnya
sudah dirumuskan oleh Pusat Bahasa (2007). Jadi, untuk menghasilkan tulisan ilmiah yang
baik, menerapkan pedoman pembentukan istilah tersebut merupakan keharusan.
Sebagai pedoman praktis, terdapat empat kiat untuk menghasilkan tulisan yang efektif.
Pertama, gunakan kata yang pendek dan lazim. Sebagai contoh, kalimat “Tiga ahli di bidang
migrasi hadir di seminar itu.” jauh lebih efektif daripada “Tiga tokoh berpengetahuan spesifik
dalam bidang perpindahan penduduk hadir di seminar itu”, meskipun keduanya
mengungkapkan ide yang sama. Kedua, cegah kata-kata yang berlebihan (redundant).
Kalimat “Tono berteriak dengan suara keras” menggunakan kata yang berlebihan, karena
suara orang yang berteriak pasti keras. Sebaiknya kalimat itu diganti menjadi ““Tono
berteriak” saja. Ketiga, kunakan kalimat yang efektif (pendek dan sederhana). Keempat,
urutkan ide secara logis. Tono berteriak.
C. Pengutipan
1. Hakikat Kutipan
Dalam penulisan karya ilmiah seringkali digunakan berbagai kutipan—pinjaman
pendapat atau ucapan seseorang—untuk mendukung, menjelaskan, membuktikan, atau
menegaskan ide-ide tertentu. merupakan suatu hal yang wajar dan bahkan sangat efektif
untuk menghemat waktu. Adalah suatu pemborosan waktu bila seorang penulis harus
menyelediki kembali suatu kebenaran yang telah diteliti, dibuktikan dan dimuat secara luas
dalam sebuah buku, majalah, dan lain-lain, untuk tiba pada kesimpulan yang sama. Jadi,
untuk mendukung tulisannya, penulis bisa mengutip pendapat yang sudah teruji dengan
menyebutkan sumbernya agar pembaca dapat mencocokkan kutipan itu dengan sumber
aslinya.
Meskipun penggunaan kutipan pendapat ahli merupakan suatu hal yang wajar, hal itu
tidak berarti bawa sebuah tulisan dapat terdiri dari kutipan-kutipan saja. Membuat tulisan
dengan menggunakan terlalu banyak kutipan dapat menimbulkan kesan bahwa karya itu
hanya suatu koleksi kutipan belaka. Sebagai patokan, panjang kutipan tidak boleh melebihi
sepertiga panjang tulisan. Secara ilmiah, ide-ide pokok dan kesimpulan-kesimpulan harus
merupakan pendapat penulis. Kutipan-kutipan hanya berfungsi sebagai bukti-bukti
pendukung pendapat penulis tersebut.
Menuliskan sumber kutipan dalam tulisan dapat dilakukan dengan bermacam cara sesuai
dengan standar yang digunakan oleh lembaga atau media tempat tulisan diterbitkan. Karena
rumpun ilmu-ilmu sosial biasanya menganut sistem American Psychological Association
(APA), sangat disarankan untuk menguasai sistem ini dan menggunakannya secara konsisten.
Berikut ini adalah pedoman pokok yang diadaptasi dari Suryana dkk. (2007).
Pada dasarnya, kutipan dalam karya ilmiah dibagi atas dua jenis, yaitu kutipan langsung
dan kutipan tidak langsung. Kutipan langsung merupakan pendapat para ahli yang dipinjam
secara utuh atau lengkap, baik berupa frase atau kalimat. Kutipan langsung dapat dibedakan
pula atas kutipan langsung yang kurang atau sama dengan empat baris dan kutipan langsung
yang lebih dari empat baris. Kutipan tidak langsung adalah pendapat para ahli yang dikutip
dengan menggunakan parafrase, yaitu menuliskan kembali apa yang dinyatakan oleh sumber
rujukan dalam bahasa sendiri. Diantara kedua jenis kutipan itu, yang paling disarankan untuk
digunakan adalah kutipan tidak langsung. Teknik kutipan langsung digunakan hanya jika (1)
ungkapan yang dikutip memang sudah selaras dengan bagian lain tulisan; (2) ungkapan yang
dikutip sudah sangat populer, atau (3) ungkapan yang dikutip sangat sulit diparafrase.
2. Teknik Pengutipan
a. Kutipan Langsung
Kutipan langsung yang kurang atau sama dengan empat baris dapat dilakukan dengan cara-
cara berikut: (i) kutipan ditulis inklusif dengan teks; (ii) memakai tanda petik dua di awal dan
di akhir kutipan; (iii) awal kutipan memakai huruf kapital; (iv) diikuti nama akhir pengarang
(marga), tahun terbit buku, halaman buku; penulisan ini dapat disajikan di awal atau di akhir
kutipan.
Kutipan langsung yang lebih dari empat baris dapat dilakukan dengan cara-cara berikut: (i)
ditulis eksklusif (terpisah) dari teks 2,5 spasi; (ii) ditulis dalam satu spasi; (iii) memakai tanda
petik dua atau pun tidak (opsional); (iv) semua kutipan dimulai dari 7—10 ketukan dari
sebelah kiri teks; (v) Awal kutipan memakai hurup kapital; (vi) diikuti nama akhir pengarang
(marga), tahun terbit buku, halaman buku; penulisan ini dapat disajikan di awal atau di akhir
kutipan.
b. Kutipan Tidak Langsung
Pengutipan ini dilakukan dengan cara-cara berikut: (i) kutipan disatukan (inklusif) dengan
teks; (ii) tidak memakai tanda petik dua; (iii) Menggunakan ungkapan mengatakan bahwa,
menyatakan bahwa, mengemukakan bahwa, berpendapat bahwa dll; (iv) Mencantumkan
nama akhir pengarang (marga), tahun, dan halaman.
3. Prinsip-Prinsip Dasar
Prinsip-prinsip dasar dalam pengutipan adalah sebagai berikut.
a. Dalam kutipan tidak dibenarkan mencantumkan judul buku.
b. Nama orang dan identitas tahun terbit dan halaman buku selalu berdekatan
Contoh:
Norman (2004: 56) menyatakan bahwa ……………………
c. Kutipan tidak dibenarkan dicetak tebal atau dihitamkan.
d. Penulis tidak diperkenankan untuk mengadakan perubahan (katakata) dalam kutipan. Apabila
ingin mengadakan perubahan, harus disertai dengan enjelasan.
e. Apabila ada kesalahan dalam penulisan baik EYD atau pun ketatabahasaan, tidak
diperkenankan mengadakan perubahan. Namun penulis boleh memberikan pendapat atau
komentarnya mengenai kesalahan atau ketidaksetujuannya dalam tanda kurung segi empat
[...]. Jika penulis menemukan kesalahan ejaan pada kata-kata tertentu, dia hanya
diperkenankan memberikan catatan terhadap kesalahan tersebut dengan menambahkan kata
[sic!] dibelakang kata itu. Kata ini menunjukkan bahwa penulis tidak bertanggungjawab atas
kesalahan itu. Dia hanya sekedar mengutip sesuai dengan apa yang ada dalam naskah aslinya.
Kemudian, jika penulis memandang perlu untuk memberikan penekanan dengan cara
merubah teknik penulisan, seperti menggarisbawahi, mencetak miring, atau mencetak tebal,
hal itu harus dijelaskan dalam tanda kurung segi empat [...].
Contoh:
Setiawan (2001: 30) menegaskan bahwa: “Semakin dini [huruf miring dari saya, Penulis] seseorang
mulai belajar bahasa Inggeris [sic!] akan semakin baik hasilnya dan semakin banyak waktu belajar
bahasa Inggeris [sic!] maka taraf penguasaan pembelajar terhadap bahasa itu akan semakin baik.”
f. Kutipan dalam bahasa asing atau bahasa daerah harus dicetak miring.
g. Kutipan langsung selalu memakai tanda petik dua dan diawali dengan huruf kapital.
Contoh:
Suazo (2001: 30) berpendapat bahwa “Emotional intelligence is …”
h. Kutipan dapat ditempatkan sesuai dengan kebutuhan baik di awal, tengah, atau akhir teks.
i. Jika pengarang ada dua, nama akhir (marga) kedua pengarang itu ditulis.
Contoh:
Pardede dan Simanjuntak (2007: 34) berpendapat ……
j. Jika pengarang ada tiga atau lebih, nama akhir pengarang pertama yang ditulis dan diikuti
dkk.
Contoh:
Pardede dkk. (2007: 34) menyatakan ……
k. Jika dalam dalam tulisan yang sama digunakan beberapa kutipan dari sumber berbeda yang
ditulis orang atau lembaga yang sama dan diterbitkan dalam tahun yang sama juga, data
tahun penerbitan diikuti lambang huruf a, b, c, dst. berdasarkan abjad judul buku-buku
tersebut.
Contoh:
Garcia (2009a: 34) menjelaskan ……
l. Jika kutipan diperoleh dari majalah atau koran tanpa identitas penulis, nama majalah atau
koran tersebut dituliskan sebagai sumber.
Contoh:
Kompas (2009: 34) menyatakan ……
m. Jika kutipan diperoleh dari dokumen yang diterbitkan oleh suatu lembaga, nama lembaga
tersebut dituliskan sebagai sumber.
Contoh:
Pusat Bahasa (2007: 25) menjelaskan ……
n. Jika kutipan diperoleh dari dokumen resmi pemerintah yang diterbitkan tanpa identitas
penulis, judul atau nama majalah atau koran tersebut dituliskan sebagai sumber
Contoh:
Undang-Undang Republik Indonesia No 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2004) menyatakan
……
o. Kutipan dalam bentuk catatan kaki sudah tidak dipakai lagi dalam penulisan karya ilmiah
karena dirasakan tidak efektif.
p. Kutipan yang berasal dari ragam bahasa lisan seperti pidato pejabat jarang dipakai sebagai
sumber acuan dalam penulisan karya ilmiah karena kebenarannya sulit dipercaya karena
harus diketahui oleh orang yang bersangkutan (rawan kesalahan kutipan). Jika terpaksa
menggunakannya, kutipan seperti itu harus dibuatkan dulu ke dalam transkrip dan diminta
pengesahannya oleh pembicara.
q. Pengutipan pendapat orang lain sebaiknya dilakukan secara variatif (jangan monoton).
Padukanlah kutipan langsung dan kutipan tidak langsung.
r. Apabila kutipan itu dirasakan terlalu panjang, penulis boleh mengambil bagian intinya saja
dengan teknik memakai tiga tanda titik […], tetapi tidak boleh mengubah atau menggeserkan
makna atau pesannya.
Contoh:
Tylor (1991: 62) menegaskan: “It is, ..., not possible to have action without character and character is
also defined by plot.”
s. Jika mengutip pendapat ahli yang berasal dari kutipan karya ilmiah orang lain, bentuk
penyajiannya adalah.
Contoh:
Menurut Chomsky (dalam Purba, 2009: 56), makna ujaran adalah …
t. Penulisan kutipan dari artikel dari internet mengikuti aturan yang sama dengan sumber bahan
tertulis, bila data tentang nama penulis, judul artikel, dan nomor halaman tersedia. Jika nomor
halaman tidak tersedia, sebutkan dari alinea berapa kutipan tersebut diambil.
Contoh:
Menurut Nazara (2009: alinea 5), sumber kekuatan utama seorang pria adalah ...
KOREKSI KESALAHAN KALIMAT
1. Kesalahan kalimat
a. Kesalahan intrernal
Kesalahan internal adalah kesalahan kalimat yang diukur dari unsur-unsur dalam
kalimat. Kesalahan dari segi internal dapat dipilah menjadi beberapa tipe. Tipe pertama
adalah kesalahan kandungan isi yang menyebabkan kalimat menjadi tidak logis sebagaimana
tampak pada contoh berikut:
1.Dengan pemakaian pupuk urera pil dapat menyuburkan tanaman dan
meningkatkan produksi pertanian.
2.Kepada semua informan mendapatkan dua macam instrumen yaitu angket dan catatan
kegiatan.
Kedua kalimat di atas merupakan kalimat yang tidak logis. Untuk membuktikan itu
dapat digunakan pertanyaan-pertanyaan mengenai isi setiap kalimat itu.Pada kalimat (1) jika
dipertanyakan dengan kalimat Apa yang menyuburkan tanaman?, jawaban tidak dapat dicari
dalam kalimat itu. Barulah jawaban dapat ditemukan jika frasa dengan pemakaian
dihilangkan sehingga kalimatnya menjadi Pupuk Urea Pil dapat menyuburkan tanaman dan
meningkatkan produksi pertanian.Pada kalimat (2) jika dipertanyakan dengan kalimat siapa
yang mendapatkan dua macam instrumen? Maka jawaban tidak dapat dicari, jawaban
terhadap kalimat itu baru dapat diarahkan ke semua informan jika kalimat di ubah menjadi
Semua informan mendapatkan dua macam instumen, yaitu angket dan catatan kegiatan.
b.Kesalahan Eksternal
Kesalahan eksternal adalah kesalahan yang diukur dari unsur luar kalimat yang
bersangkutan. Di sini kesalahan eksternal di ukur dari kalimat-kalimat lain yang menjadi
konteks atau lingkungannya.Contoh :
Proyek lembah Dieng terletak di dukuh Sumberejo, desa Kalisungo yang termasuk dalam
daerah Kabupaten Malang.Daerah Malang yang sejuk terdiri dari pegunungan-pegunungan
kecil.
Dua buah kalimat paragraf tersebut benar secara internal, tetapi salah secara eksternal, karena
tidak membentuk satu gagasan yang utuh dan padu dalam paragraf.
2. Membetulkan kesalahan kalimat
Ada beberapa jenis kesalahan dalam menyusun kalimat :
a. Kalimat tanpa subjek
Dalam menyusun sebuah kalimat, sering kali dengan kata depan atau preposisi, lalu
verbanya menggunakan bentuk aktif atau berawalan me- baik dengan atau tanpa akhiran –
kan. Dengan demikian dihasilkan kalimat-kalimat salah seperti di bawah ini.
1.Bagi yang merasa kehilangan buku tersebut harap mengambilnya di kantor.
2.Dengan beredarnya koran masuk desa bermanfaat sekali bagi masyarakat pedesaan.
Untuk membetulkan kalimat di atas dapat dilakukan dengan
1.menghilangkan kata depan pada masing-masing kalimat tersebut, atau
2.mengubah verba pada kalimat tersebut, misalnya dari aktif menjadi pasif.
Jadi kemugkinan pembetulan kalimat di atas adalah :
1. Yang merasa kehilangan buku tersebut harap mengambilnya di kantor.
2. Beredarnya koran masuk desa bermanfaat sekali bagi masyarakat pedesaan.
Dalam pembetulan kalimat di atas, maka subjeknya menjadi lebih jelas, yaitu berturut-turut
adalah yang merasa kehilangan buku tersebut dan beredarnya koran masuk desa.
b.Kalimat dengan objek berkata depan
Kesalahan pemakaian kata depan juga sering ditemui pada objek.Sebagai contoh:
1.Hari ini kita tidak akan membicarakan lagi mengenai soal harga, tetapi soal ada tidaknya
barang itu.
2.Dalam setiap kesempatan mereka tidak bosan-bosannya mendiskusikan tentang dampak
positif pembuatan waduk itu.
Dua kalimat di atas dapat dibetulkan dengan menghilangkan kata depan mengenai pada
kalimat (1) dan tentang pada kalimat (2).Perlu dicatat bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat
beberapa verba dan kata depan yang sudah merupakan paduan, misalnya:Bertentangan
dengan, bergantung pada, berbicara tentang, menyesal atas, keluar dari, sesuai dengan serupa
dengan.
c.Konstruksi pemilik kata depan
Kesalahan pemakaian kata depan lain yang ditemui pada konstruksi frasa : termilik +
pemilik. Secara berlebihan sering ditemui adanya kecenderungan mengeksplisitkan hubungan
antara termilik dengan pemilik dengan memakai kata depan dari atau daripada, misalnya :
Kebersihan lingungkungan adalah kebutuhan dari warga.
Buku-buku daripada perpustakaan perlu ditambah.
Kontruksi frasa yang sejenis dengan kebutuhan dari warga dan buku-buku daripada
perpustakaan, ini sering kita dengar perlahan dalam pidato-pidato (umumnya tanpa teks),
misalnya :
Biaya dari pembangunan jembatan ini; kenaikan daripada harga-harga barang elektronik.
Dalam karangan keilmuan konstruksi frasa yang tidak baku sepeti di atas hendaknya
dihindari karena dalam bahasa Indonesia hubungan “termilik” + pemilik bersifat implisit.
d.. Kalimat yang ‘pelaku’ dan verbanya tidak bersesuaian
Dalam kalimat dasar, verba dapat dibedakan menjadi verba yang menuntut hadirnya
satu ‘pelaku’ dan verba yang menuntut hadirnya lebih dari satu ‘pelaku’. Dalam
pembentukan kalimat, kesalahan yang mungkin terjadi ialah yang penggunaan verba dua
‘pelaku’, namun salah satu ‘pelakunya’ tidak tercantumkan.Contoh :
1.Dalam perkelahian itu dia berpukul-pukulan dengan gencarnya.
2. Dalam seminar itu dia mendiskusikan perubahan social masyarakat pedesaan sampai
berjam-jam
Dalam kalimat (1) verba berpukul-pukulan menuntut hadirnya dua pelaku, yaitu dia dan
orang lain, misalnya Joni. Dalam perkelahian itu dia berpukul-pukulan dengan Joni.Demikian
pula kalimat (2), di samping pelaku dia diperlukan hadirnya pelaku lain sebagai mitra diskusi,
misalnya para pakar, sehingga kalimat (2) menjadi :Dalam seminar itu, dia mendiskusikan
perubahan social masyarakat pedesaan dengan para pakar.
e. Penempatan yang salah kata aspek pada kalimat pasif berpronomina
Menurut kaidah, konstruksi pasif berpronomina berpola aspek + pronomian + verba
dasar. Jadi tempat kata aspek adalah di depan pronominal. Kesalahan yang sering terjadi
adalah penempatan aspek diantara pronominal dengan verba atau dalam pola : “pronominal +
aspek + verba dasar”. Contoh :
Saya sudah katakan bahwa…
Bentuk seperti contoh di atas dapat dibentulkan dengan memindahkan kata aspek ke depan
pronominal menjadi :
sudah saya katakan bahwa…
f. Kesalahan pemakaian kata sarana
Dalam menyusun kalimat sering dipakai kata sarana, kata sarana itu dapat berupa kata
depan dan kata penghubung. Kata depan lazimnya terdapat dalam satu frasa depan, dan kata
penghubung pada umumnya terdapat pada kalimat mejemuk baik yang setara maupun yang
bertingkat. Kesalahan pemakaian kata depan umumnya terjadi pada pemakaian kata depan di,
pada dan dalam, ketiga kata depan tersebut sering dikacaukan, misalnya:
Di saat istirahat penyuluh mendatangi para petani (pada saat)
Benih itu ditaburkan pada kolam yang baru (ke dalam)
Dalam tahun 1965 terjadi pemberontakan G 30 S/PKI (di)
Adapun kesalahan pemakaian kata penghubung umumnya terjadi karena ketidaksesuaian
antara pemakaian kata penghubung dan makna hubungan antar klausanya,
Rapat hari ini ditunda karena peserta tidak memenuhi kuorum
Rapat hari ini ditunda sebab perserta tidak memnuhi kuorum
MEMBUAT RINGKASAN TEKS
a.Cara membuat ringkasan teks
Bagi orang yang sudah terbiasa membuat ringkasan, mungkin kaidah dalam yang
berlaku dalam menyusun ringkasan telah tertanam dalam benaknya. Meski demikian, tentulah
perlu diberikan beberapa patokan sebagai pegangan dalam membuat ringkasan teks terutama
bagi mereka yang baru mulai atau belum pernah membuatan ringkasan. Berikut ini bebrapa
pegangan yang dipergunakan untuk membuat ringkasan yang baik dan teratur :
1. Membaca naskah asli. Bacalah naskah asli agar dapat mengetahui kesan umum
tentang karangan tersebut secara menyeluruh.
2. Mencatat gagasan utama
3. Mengadakan reproduksi yaitu urutan isi disesuaikan dengan naskah asli, tapi kalimat-
kalimat dalam ringkasan yang dibuat adalah kalimat-kalimat baru yang sekaligus
menggambarkan kembali isi dari karangan aslinya.
Selain melakukan tiga hal diatas, juga terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan juga
agar ringkasan itu diterima sebagai suatu tulisan yang baik.
a) Menyusun kalimat tunggal daripada kalimat majemuk.
b) Meringkas kalimat menjadi frasa, frasa menjadi kata. Dan mengganti rangkaian gagasan
yang panjang menjadi gagasan yang sentral.
c) Jika memungkinkan, buanglah semua keterangan atau kata sifat yang ada.
d) Mempertahankan susunan gagasan dan urutan naskah.
b.Menentukan panjang ringkasan.
Yaitu dengan cara menghitung jumlah seluruh kata dalam karangan itu dan bagilah
dengan seratus. Hasil pembagian itulah merupakan panjang karangan yangn harus
ditulisnya.Contoh ringkasan teks.
Sarana angkutan dari jauh-jauh hari sudah dipersiapkan. Angkutan bus betul-betul
menjadi tulang punggung di saat-saat seperti ini karena lebih dari separuh calon pemudik
diperkirakan akan terangkut oleh bus.Sementara hanya 1/3 dari seluruh pemudik dari
Jakarta dan sekitarnya diperkirakan menggunakan jasa KA.
teks diatas dapat dirigkas menjadi.
Sarana angkutan dari jauh-jauh hari sudah dipersiapkan. Angkutan bus betul-betul
menjadi tulang punggung di saat-saat seperti ini karena lebih dari separuh calon pemudik
diperkirakan akan terangkut oleh bus. Sementara hanya 1/3 dari seluruh pemudik dari
Jakarta.
BAB III
PENUTUP
a. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis teks, baik dari bentuk analisis ejaan, koreksi kesalahan alinea
koreksi kesalahan kalimat, dan cara tepat membuat ringkasan teks, maka dapat disimpulkan
bahwa bentuk-bentuk karangan atau karya tulis sangat mudah untuk diteliti kesalahannya.
Kesalahan yang terdapat pada karya tulis sangat berpengaruh bagi pembaca, karena
kesalahan tersebut akan membuatkan keracuan dalam memahami maksud dari karya tulis
tersebut. Salah satu contoh pembuatan kalimat atau kata yang tidak sesuai dengan aturan
EYD, akan berdampak penyalahgunaan pemahaman.
Contoh lain seperti kesalahan dalam pembuatan alinea, yang memiliki arti ide kecil dari
seluruh isi pernyataan yang utuh (BAHASA INDONESIA JURNALISTIK. 131 . RAS
SIREGAR). Kesalahan-kesalahan tersebut memang terbilang kecil tapi dampaknya besar.
Dengan penulisan yang baik, kita bisa lebih mudah menyampaikan ide-ide, gagasan,
tujuan dari apa yang kita maksud dengan benar dan tepat, yang pasti pembaca akan lebih
mudah menyerap, memahami, memaknai karya tulis kita.
Membuat karya tulis yang benar dan tepat sama dengan berbicara yang benar dan tepat,
bila lawan / teman bicara kita dengan mudah memahami pembicaraan kita, berarti kita sudah
baik dan benar dalam berkomunikasi, begitu juga degan karya tulis, bila pembaca dengan
mudah memahami, memaknai karya tulis kita, berarti kita sudah baik dan benar dalam tulisan
kita, yang pasti hal diatas dapat diperoleh dengan penggunaan ejaan dengan benar,
pembuatan alinea dengan benar, pembuatan kalimat dan ringkasan teksyang benar pula.
Salah satu sarana untuk membantu kita dalam penulisan yang baik dan benar adalah
menganalisis teks yang meliputi koreksi kesalahan ejaan, koreksi kesalahan alinea, koreksi
kesalahan kalmat dan cara benar membuat ringkasan teks, seperti yang sudah kami paparkan
dilampiran depan.
b.Saran
Sebagai mahasiswa kita dituntut untuk berkarya tulis yang baik dan benar, karea karya
tulis kita memiliki peran yang sangat penting dalam penyajian ide dan gagasan kita.
Sebuah gagasan dan ide adalah simbol kualitas mahasiswa, namun bila gagasan tersebut
dituangkan melalui karya tulis yang kurang tepat justru mahasiswa akan dinilai kurang
berkualitas.
Olehkarena itu, penelitian terhadap hasil karaya tulis sangat dibutuhkan karena dengan
meneliti atau menganalisis karya tulis, kita bisa lebih cermat dan teliti dalam penyajian ide
dan gagasan.
DAFTAR PUSTAKA
NikNik M. Kuntarto .Cermat Dalam Berbahasa Teliti Dalam Berfikir.
Badudu JS.Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar
Ras.Seregar.Bahasa Indonesia Jurnalistik.
Pusat Bahasa. 2007. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Suryana, Ase dkk. (Ed.). 2007. Bahasa Indonesia Dalam Penulisan Karya Ilmiah. Bandung:
Bagian Perkuliahan Dasar Umum, Universitas Widyatama.