42
MAKALAH ANALISIS TEKS, MATA KULIAH BAHASA INDONESIA 1.1 Belakang Membaca merupakan satu dari keempat keterampilan berbahasa yang dapat menunjang pelajar dalam memahami teks. Dewasa ini berbagi informasi dapat di peroleh dengan mudah dan baik melalui media cetak , media elektronik, atau internet. Informasi yang di peroleh tidak hanya dalam bahasa Indonesia melainkan juga dalam bahasa asing. Pemahaman teks merupakan suatu proses yang memiliki tahapan sistematis dalam dalam rangka mamahami informasi menyeluruh dari suatu sumber bacaan, informasi dari segi linguistik maupun ekstra linguistiknya. Seringkali pembaca dalam hal ini pelajar mengalami kesulitan dalam memahami suatu teks dikarenakan kurangnya pengetahuan dasar tentang bahasa sumber (langue du depart), pokok pembahasan teks(sujet du texte), latar belakang panulisan teks dan pemahaman kontek budaya. Dalam hal memahami teks diharapkan para pelajar mampu menganalisis teks secara sistematis, memahami tidak hanya konteks bahasanya saja tetapi juga konteks budaya yang terdapat pada teks dan mengungkapkan kembali isi teks secara lisan dan tertulis berupa ringkasan (resume). 1.2 Rumusan Masalah Dalam makalah ini rumusan makalah yang dikaji adalah: a. Bagaimana cara mengoreksi kesalahan ejaan? b. Bagaimana cara mengoreksi kesalahan alinea? c. Bagaimana cara mengoreksi kesalahan kalimat?

MAKALAH ANALISIS TEKS

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nalisis

Citation preview

MAKALAH ANALISIS TEKS, MATA KULIAH BAHASA INDONESIA

1.1  Belakang

Membaca  merupakan satu dari keempat keterampilan berbahasa yang dapat menunjang

pelajar dalam memahami teks. Dewasa ini berbagi informasi dapat di peroleh dengan mudah

dan baik melalui media cetak , media elektronik, atau internet. Informasi yang di peroleh

tidak hanya dalam bahasa Indonesia melainkan juga dalam bahasa asing.

Pemahaman teks merupakan suatu proses yang memiliki tahapan sistematis dalam dalam

rangka mamahami informasi menyeluruh dari suatu sumber bacaan, informasi dari segi

linguistik maupun ekstra linguistiknya. Seringkali pembaca dalam hal ini pelajar mengalami

kesulitan dalam memahami suatu teks dikarenakan kurangnya pengetahuan dasar tentang

bahasa sumber (langue du depart), pokok pembahasan teks(sujet du texte), latar belakang

panulisan teks dan pemahaman kontek budaya.

Dalam hal memahami teks diharapkan para pelajar mampu menganalisis teks secara

sistematis, memahami tidak hanya konteks bahasanya saja tetapi juga konteks budaya yang

terdapat pada teks dan mengungkapkan kembali isi teks secara lisan dan tertulis berupa

ringkasan (resume).

1.2  Rumusan Masalah

Dalam makalah ini rumusan makalah yang  dikaji adalah:

a. Bagaimana cara mengoreksi kesalahan ejaan?

b. Bagaimana cara mengoreksi kesalahan alinea?

c. Bagaimana cara mengoreksi kesalahan kalimat?

d. Bagaimana cara membuat ringkasan teks?

1.3  Tujuan dan kegunaan penuliasan

1. 3.1 Tujuan penulisan diantaranya

      a. Untuk mengetahui pengertian analisis teks .

      b. Untuk memahami dan mengoreksi kesalahan ejaan .

      c. Untuk memahami dan mengetahui cara mengoreksi kesalahan alinea.

      d. Supaya mampu membuat ringkasan teks .

1. 3.2 Kegunaan penulisan.

      a. Sebagai referensi untuk kajian yang berkaitan dengan analisis teks.

      b. sebagai mediator dalam pembelajaran.

1.4  Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah ini meliputi:

- Diawali cover

- Kata Pengantar

- Daftar isi

BAB I PENDAHULUAN

      - Latar Belakang

      - Rumusan masalah

      - Tujuan dan kegunaan penulisan

      - Sistematika penulisan

BAB II PEMBAHASAN

      - Koreksi kesalahan ejaan

      - Koreksi kesalahan alinea

      - Koreksi kesalahan kalimat

      - Cara membuat ringkasan teks

BAB III PENUTUP

      - Kesimpulan

      - Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB II PEMBAHASAN

KOREKSI KESALAHAN EJAAN

a.. Koreksi Kesalahan Ejaan

Di dalam kenyataan penggunaan bahasa, masih banyak kesalahan yang disebabkan

oleh kesalahan penerapan ejaan, terutama tanda baca. Penyebabnya, antara lain ialah adanya

perbedaan konsepsi pengertian tanda baca di dalam ejaan sebelumnya yaitu tanda baca

diartikan sebagai tanda bagaimana seharusnya membaca tulisan. Misalnya, tanda koma

merupakan tempat perhentian sebentar (jeda) dan tanda tanya menandakan intonasi naik.

Di dalam konsep pengertian lama tanda baca berhubungan dengan bagaimana

melisankan bahasa tulis, sedangkan dalam ejaan sekarang tanda baca berhubungan dengan

bagaimana memahami tulisan (bagi pembaca) atau bagaimana memperjelas isi pikiran (bagi

penulis) dalam ragam bahasa tulis. Jadi, bagi pembaca, tanda baca berfungsi untuk membantu

pembaca dalam memahami jalan pemikiran penulis; sedangkan bagi penulis, tanda baca

berfungsi untuk membantu menjelaskan jalan bagi penulis supaya tulisannya (karangannya)

dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca. Beberapa kesalahan bahasa yang disebabkan

oleh kesalahan penggunaan tanda baca, khususnya tanda koma.

1. Tanda Koma di antara Subjek dan Predikat

Ada kecenderungan penulis menggunakan tanda koma di antara subyek dan predikat

kalimat, jika nomina subjek mempunyai keterangan yang panjang. Penggunaan tanda koma

itu tidak benar karena subjek tidak dipisahkan oleh tanda koma dari predikat, kecuali

pasangan tanda koma yang mengapit keterangan tambahan atau keterangan aposisi. Contoh :

Rudi Hartono, yang pernah menjuarai All England delapan kali, menjadi pelatih PBSI.

Penggunaan tanda koma dalam contoh-contoh berikut tidak benar :

a. Mahasiswa yang akan mengikuti ujian negara, diharapkan mendaftarkan diri di

sekretariat.

b. Kesediaan negara itu untuk membeli gas alam cair (LNG) Indonesia sebesar dua juta

ton setiap tahun, tentu merupakan suatu penambahan baru yang tidak sedikit artinya

dalam penerimaan devisa negara.

Unsur kalimat yang mendahului tanda koma dalam kedua contoh di atas adalah subyek, dan

unsur kalimat yang mengiringi tanda koma itu (secara berturut-turut diharapkan, merupakan)

adalah predikat. Oleh karena itu, penggunaan tanda koma itu tidak benar. Kedua kalimat itu

dapat diperbaiki dengan menghilangkan tanda koma itu.

2. Tanda Koma di antara Keterangan dan Subyek

Selain subyek, keterangan kalimat yang panjang dan yang menempati posisi awal juga

sering dipisahkan oleh tanda koma dari subyek kalimat. Padahal, meskipun panjang,

keterangan itu bukan anak kalimat. Oleh karena itu, pemakaian tanda koma seperti itu juga

tidak benar.

Contoh:

a. Dalam rangka peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI, kita akan mengadakan sayembara

mengarang tingkat SMA.

b. Dengan kemenangan yang gemilang itu, pemain andalan kita dapat memboyong piala

kembali ke Tanah Air.

Unsur kalimat yang mendahului tanda koma itu adalah keterangan yang bukan

merupakan anak kalimat meskipun panjang. Oleh karena itu, tanda koma tersebut

dihilangkan, kecuali jika penghilangan tanda koma itu akan menimbulkan ketidakjelasan

batas antara keterangan dan subyek.Contoh:

Dalam pemecahan masalah kenakalan anak kita memerlukan data dari berbagai pihak, antara

lain dari pihak orangtua, sekolah, dan masyarakat tempat tinggalnya.

3. Tanda Koma di antara Predikat dan Objek

Objek yang berupa anak kalimat juga sering dipisahkan dengan tanda koma dari

predikat. Pemakaian tanda koma seperti itu juga tidak benar karena obyek tidak dipisahkan

dengan tanda koma dari predikat.

Contoh:

a. Ibu tidak menceritakan, bagaimana si Kancil keluar dari sumur jebakan itu

b. Kami belum mengetahui, kapan penelitian itu akan membuahkan hasil.

Di antara obyek dan predikat tidak digunakan tanda koma, kecuali tanda koma yang mengapit

keterangan yang berupa anak kalimat atau tanda koma yang memisahkan kutipan dari

predikat induk kalimat.

Contoh:

a. Pejabat itu menegaskan, ketika menjawab pertanyaan wartawan, bahwa kenaikan harga

sembilan bahan pokok akan ditekan serendah-rendahnya.

b. Seorang pedagang mengatakan, sambil melayani pelanggannya, bahwa naiknya harga

barang-barang sudah dari agennya.

Penggunaan tanda koma tidak dibenarkan jika obyek kalimat itu bukan kutipan langsung,

seperti dalam contoh berikut. Contoh:

Tokoh tiga zaman itu menegaskan, perkembangan teknologi melaju terlalu cepat

dalam dua dasawarsa terakhir ini.

b.Analisis Ketidaksatuan Ejaan

  

    Bentuk salah           Bentuk benar               Alasan 

1. oleh karena itu         oleh karena itu,            kata penghubung antar kalimat   

diakhiri dengan tanda koma. (Bab V, pasal B. ayat 4)

2. non bank                 nonbank                      penulisan non dirangkaikan dengan  

                                                                  kata yang mengikutinya (Bab III ,

                                                                        pasal B ayat 4)

3. Nopember               November                   penalaran fonem V tetap V (Bab

IV)

4. Rp.                          Rp                               Tanda titk digunakan di belakang 

                                                                        mata uang

5. “Perlakuan               “pelakuan                   

  Akutansi                  Akutansi

  Selisih Kurs             selisih kurs

  Terhadap                 Terhadap                    

  penerimaan              penerimaan                  - penulisan judul tidak di Akhiri

  Hasil pada               Hasil pada                     dengan tanda titk (Bab V Pasal A   

  PT. Telesindo          PT. Telesindo                ayat 7)

  Lestari”.                  Lestari”                       - Penulisa PT tidak di akhiri tanda

                                                                           titik

6. Diatas                      di atas                          kata depan di terpisah dari kata         

                                                                      tempat yang mengikutinya

7. Dihasilkan, di          Dihasilkan                   ?                     

  harapkan                  diharapkan

1. Huruf  “ f, “ v “, dan “ p “

sering kita melihat penulisan kata yang hurufnya bertukar-tukar . Maksudnya, kata yang

seharusnya ditulis dengan huruf F dan V ditulis dengan p atau kata yang seharusnya ditulis V

ditulis dengan F.

Kesalahan penuisan seperti itu tentu saja terjadi karena orang tak tahu pasti dengan huruf

mana seharusnya digunakan. Ada juga orang menggunakan huruf P ditulis dengan P bukan

dengan F atau V yang bisa digunakan untuk menuliskan kata Asing saja.

Dalam ejaan baru, huruf F,V sudah masuk dalam sistem ejaan kita, maksudnya, huruf-

huruf itu tidak lagi dianggap sebagai huruf asing

misalnya :

Coordinasi                   menjadi           koordinasi

Standardization           menjadi           standardisasi

2. Bentuk “Efektivitas“ yang dipermasalahkan

Pada awal masa kemerdekaan Republik Indonesia orang mempermasalahkan bentuk-

bentuk seperti fakultet, fakulteit, fakulti yang dipertanyakan ialah mana bentuk yang betul

diantara bentuk itu.

Dalam bahasa belanda, ada kata fakulteit. Dalam bahasa belanda semuanya berakhir

dengan teit misalnya : faculteit,  univerteit, ativiteit. Dalam bahasa inggris, kata-kata yang

sama berakhiran ty : university, faculty, activity

 Jika kita mnyerap kepada bahasa Asalnya kita akan menjadikan kata-kata itu universiteit,

fakulteit, aktiviteit.

Namun karena bahasa indonesia yang berasal dari bahasa melayu itu tidak ada bunyi ei,

maka bunyi kata akhiran itu di ubah menjadi tet, timbulah bentuk fakultet disamping ada

fakulti.

Seorang guru besar ketika itu berpengaruh mengusulkan agar bentuk itu sebaiknya

mengacu kepada asal kata-kata itu dalam bahasa lain, bunyi akhiran tas, fakultas dan

universitas, usulan itu diterima lalu jadilah usulan itu dengan akhiran tas, Fakultas,

universitas, realitas, aktivitas. Bentuk-bentuk lain yang berakhiran teit harus dijadikan

akhiran tas, bukan teit, tet, tit atau ta.

3. Mana yang betul ?

    “ Istri “ atau “ Isteri “ ?

  

            Yang akan kita bicarakan disini ialah ada yang menulis Istri, namun ada yang menulis

Isteri Dalam suku kata bahasa melayu tidak ada suku kata tra, sla, kla, sta, kra, pra. Dalam

bahasa sangsakerta kita pungut kata stri kata ini diberikan tambahan i didepannya sehingga

menjadi istri. Kemudian diantaranya t dan r di sisipkan e sehingga menjadi isteri.kalau

dipenggal atas sukunya menjadi  is – te – ri. Menurut EYD ditetapkan bahwa kata asing tak

usah disisipi huruf e.          

KOREKSI KESALAHAN ALINEA

Ada satu kecenderungan jelek di dunia pendidikan, yaitu menganggap kesalahan sebagi

sesuatu yang buruk dan harus dihindari. Selama dua puluh dua tahun pertama dalam

hidupnya, setiap orang diajarkan bahwa kesalahan adalah hal yang memalukan dan harus

dihindari. Padahal, kesalahan sebenarnya merupakan pedoman untuk tidak mengulangi

kesalahan yang sama. Winston Churchil, mantan Perdana Mentri Inggris, pernah berkata:

“All men make mistakes, but only wise men learn from their mistakes.” Pernyataan ini

mengungkapkan bahwa kesalahan merupakan kesempatan untuk membuat sesuatu yang lebih

baik. James Joyce, penulis kenamaan Irlandia, menegaskan: “Mistakes are the portals of

discovery.” Jadi, semakin banyak kesalahan yang bisa diidentifikasi seseorang (termasuk

kesalahan orang lain) semakin banyak dia belajar dan semakin besar pula kesempatan

baginya membuat sesuatu yang lebih berkualitas pada kesempatan berikutnya.

Paradigma bahwa kesalahan adalah pedoman untuk melakukan sesuatu lebih baik ini

sangat bermanfaat untuk diterapkan dalam penulisan karya ilmiah. Berdasarkan pengalaman

penulis dalam membimbing penulisan makalah, artikel, dan skripsi oleh mahasiswa dan

dalam mengedit tulisan ilmiah, terdapat empat kelompok kesalahan yang sering dilakukan

para penulis (pemula): bagaimana membuat alinea yang efektif, bagaimana membuat tulisan

mudah dipahami, bagaimana cara mengutip dengan benar, dan bagaimana cara menuliskan

referensi. Diharapkan, pemahaman kita akan keempat macam kesalahan tersebut akan

memampukan kita menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik.

A. Alinea Yang Efektif

Pada dasarnya setiap karya tulis merupakan sekumpulan alinea yang membahas suatu

permasalahan. Oleh karena itu, kemampuan menulis alinea yang baik adalah persyaratan

yang sangat penting dalam menulis karya ilmiah. Berikut ini merupakan konsep-konsep

mendasar yang perlu dikuasai dalam rangka mengembangkan kemampuan menulis alinea

yang efektif.

Alinea pada hakikatnya merupakan perpaduan sekelompok kalimat yang membahas

satu ide pokok. Seluruh kalimat itu harus memiliki hubungan logis. Kalimat yang tidak

berhubungan logis (atau tidak relevan dengan ide) pokok harus dihapus dari alinea. Kalimat

yang bersifat pengulangan juga harus dihilangkan.

Salah satu pertanyaan yang sering diajukan tentang alinea adalah: Berapa jumlah

kalimat yang diperlukan untuk membuat sebuah alinea? Tidak ada jawaban yang pasti untuk

pertanyaan ini. Yang perlu dipedomani adalah bahwa sebuah alinea tidak boleh terlalu

pendek sehingga ide pokoknya tidak dikembangkan secara memadai, atau terlalu panjang

sehingga ide pokoknya berkembang sangat luas hingga perlu dikembangkan dalam beberapa

alinea terpisah.

Dilihat dari fungsinya, kalimat-kalimat pembangun sebuah alinea dapat dibedakan ke

dalam tiga jenis: kalimat topik, kalimat pendukung, dan kalimat kesimpulan. Kalimat topik

berfungsi menyatakan ide pokok atau mengungkapkan apa yang akan dibahas dalam alinea

tersebut. Kalimat pendukung berfungsi menghadirkan bukti, fakta, argumen, atau penjelasan

lain untuk memperjelas ide pokok. Sedangkan kalimat kesimpulan digunakan untuk

merangkum isi alinea atau menunjukkan transisi ke alinea berikutnya. Tidak semua alinea

membutuhkan kalimat kesimpulan. Oleh karena itu, jenis kalimat yang harus ada dalam

sebuah alinea adalah kalimat topik dan pendukung. Tampilan sebuah alinea dapat

digambarkan seperti dalam gambar 2 berikut.

Gambar 1: Tampilan Sebuah Alinea

    

(Kalimat topik) …………………………………………………………………………………

….. (Kalimat

pendukung) ............................................................................................................ .....

....... (Kalimat pendukung) ……………………………

……………......... .............. ............... ............ …… (Kalimat

pendukung) .............................................................. ................................. ............ ...........

……… (Kalimat pendukung) ……………………… …………………… ………

…… ........... ........ ..... ……… (Kalimat simpulan).…

……………………………………………………………………………

  

1.    Kalimat Topik

Dalam tulisan ilmiah, kalimat topik dapat ditempatkan di awal atau di akhir alinea,

tergantung pola berpikir yang digunakan. Jika penulis menggunakan pola berpikir deduktif,

kalimat topik diposisikan di awal alinea, jika induktif, di akhir. Untuk penulis pemula,

menempatkan kalimat topik di awal alinea lebih disarankan, karena mendukung suatu ide

yang lebih umum dengan menghadirkan detil-detil yang spesifik (deduktif) biasanya lebih

mudah dilakukan daripada menyimpulkan beberapa detil spesifik  menjadi sebuah ide yang

lebih umum.

Selain itu, perlu diingat bahwa setiap kalimat topik harus mengandung tiga unsur:

subjek, verba, dan ide pengendali (controlling idea). Subjek dalam kalimat topik berperan

sebagai topik alinea, sedangkan ide pengendali merupakan sebuah kata atau frasa yang

mengendalikan informasi-informasi dalam kalimat-kalimat lain dalam alinea tersebut. Subjek

bisa diletakkan di awal kalimat topik (sebelum verba) atau di akhir (sesudah verba). Lihat

contoh 1 berikut.

Contoh 1

1.    Karya ilmiah memiliki empat ciri khas.

S V IP

2.    Terdapat empat ciri khas yang dimiliki oleh karya ilmiah.

IP V S

Berdasarkan penjelasan dia atas, terungkap bahwa bahwa sebuah kalimat topik harus

memenuhi tiga persyaratan. Pertama, kalimat topik harus berbentuk kalimat lengkap

(complete). Dalam kalimat itu harus terdapat unsur subjek, predikat, dan objek (ide

pengendali). Kedua, cakupan ide pengendali harus terbatas (limited), dalam arti tidak lebih

dari satu ide karena sebuah alinea hanya dapat membahas sebuah ide secara tuntas. Ketiga,

ide pengendali harus spesifik (specific). Hal ini berarti ide tersebut harus relevan dan secara

langsung berhubungan dengan topik.

Untuk memahami ketiga persyaratan kalimat topik ini secara lebih jelas, lihat contoh-

contoh dan penjelasan dalam contoh 2 berikut.

Contoh 2

1.a. Kemampuan menulis yang baik

1.b. Kemampuan menulis yang baik memberikan banyak keuntungan.

2.a. Pulau Bali terkenal dengan berbagai pemandangan yang indah.

2.b. Pulau Bali terkenal dengan berbagai pemandangan yang indah dan

penduduknya yang ramah.

3.a. Kenaikan harga kebutuhan pokok menimbulkan masalah yang serius.

3.b. Kenaikan harga kebutuhan pokok menimbulkan masalah yang serius bagi

kalangan berpenghasilan rendah.

Kalimat (1.a.) di atas bukan kalimat topik yang baik karena tidak memiliki unsur subyek,

verba, dan ide pengendali. Sedangkan kalimat (1.b.) adalah kalimat topik yang baik karena

adanya unsur subyek, verba, dan ide pengendali. Kalimat (2.a.) merupakan kalimat topik

yang baik karena ide pengendalinya hanya satu, yakni “berbagai pemandangan yang indah”.

Kalimat (2.a.) bukan kalimat topik yang baik karena ide pengendalinya lebih dari satu.

Kalimat (3.a.) bukan merupakan kalimat topik yang baik karena ide pengendalinya tidak

spesifik—bagi siapa masalah yang serius tersebut timbul? Kalimat (3.b.) merupakan kalimat

topik yang baik karena ide pengendalinya secara spesifik menyatakan masalah yang serius

tersebut dialami kalangan berpenghasilan rendah.

  

2.  Kalimat Pendukung

Kalimat pendukung dibedakan ke dalam dua jenis. Pertama, kalimat pendukung mayor,

yaitu kalimat-kalimat yang secara langsung digunakan untuk menjelaskan ide pokok dalam

yang dinyatakan dalam kalimat topik. Penjelasan tersebut bisa dilakukan dengan cara

menghadirkan bukti, fakta, argumen, kutipan atau penjelasan lain. Kedua, kalimat pendukung

minor, yaitu kalimat-kalimat yang fungsinya memberikan keterangan yang lebih terperinci

terhadap penjelasan dalam suatu kalimat pendukung mayor. Keberadaan satu atau lebih

kalimat pendukung mayor dalam sebuah alinea adalah keharusan. Sedangkan keberadaan

kalimat pendukung minor sangat tergantung pada apakah penjelasan dalam suatu kalimat

pendukung mayor masih perlu diberikan penjelasan yang lebih terperinci atau tidak.  Dengan

kata lain, tidak semua alinea memiliki kalimat pendukung minor. Lihat contoh 3 berikut.

Contoh 3

(1) Penggunaan bahasa sebagai media komunikasi telah menjalani empat tahapan evolusi yang

sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia. (2) Penelitian antropologis mengungkapkan

bahasa mulai dikembangkan masyarakat manusia sebagai sarana komunikasi antar individu dalam

kelompok kecil sekitar 200.000 tahun lalu (Gianella dan Hopkins, 2006: 12). (3) Pada waktu itu, bahasa

digunakan hanya untuk berbagi informasi dan perasaan mengenai kehidupan sehari-hari. (4) Sekitar

tahun 30.000 sebelum masehi, kebutuhan untuk berkomunikasi dengan individu lain dari kelompok

dan generasi berbeda mendorong manusia menciptakan bahasa tertulis. (5) Petroglif, piktogram, dan

ideogram di dinding gua, seperti Chauvet Cave di Prancis Selatan, adalah contoh upaya menggunakan

bahasa untuk berkomunikasi dengan kelompok dan generasi berbeda (Moore, 2005: 20). (6)

Perkembangan ini kemudian diikuti oleh penemuan sistem tulisan sekitar 4000 tahun SM, yang

memungkinkan pendokumentasian peristiwa dan data dalam bentuk yang lebih permanen. (7)

Perkembangan teknologi informasi, yang dimulai dengan penemuan telegraf pada tahun 1837, telefon

(1871), dan internet pada abad ke-20 membuat komunikasi dengan bahasa dapat dilakukan tanpa

batasan ruang dan waktu.

Dalam alinea di atas, kalimat (1) adalah kalimat topik (KT). Kalimat (2) merupakan

kalimat pendukung mayor pertama (KPM1) yang secara langsung menjelaskan tahapan

evolusi bahasa sebagai media komunikasi dengan menghadirkan tahapan awal perkembangan

bahasa. Kalimat (3) adalah kalimat pendukung minor (KPm) yang menyajikan penjelasan

lebih detil kepada informasi dalam KPM1. Kalimat (4) merupakan kalimat pendukung mayor

kedua (KPM2) yang secara langsung menjelaskan tahapan kedua evolusi bahasa. Kalimat (5)

adalah kalimat pendukung minor (KPm) yang menyajikan penjelasan lebih detil kepada

informasi dalam KPM2. Kalimat (6) merupakan kalimat pendukung mayor ketiga (KPM3)

yang secara langsung menjelaskan tahapan ketiga evolusi bahasa. Kalimat (6) merupakan

kalimat pendukung mayor keempat (KPM4) yang secara langsung menjelaskan tahapan

keempat evolusi bahasa.

Hubungan antara kalimat topik (KT) dan kalimat-kalimat pendukung mayor (KPM)

serta kalimat-kalimat pendukung minor dalam alinea contoh di atas dapat digambarkan dalam

grafik di sebelah kanan ini.

3.  Kalimat Simpulan

Pada bagian akhir berbagai alinea penulis juga bisa meletakkan kalimat kesimpulan,

yakni kalimat yang merangkum informasi pada kalimat-kalimat sebelumnya atau menarik

kesimpulan berdasarkan informasi tersebut. Secara umum, dapat dikatakan bahwa kalimat

kesimpulan merupakan penegasan ide pokok yang dinyatakan dalam kalimat topik. Lihat

contoh 4 berikut.

Contoh 4

(1) Masyarakat Indonesia menjadikan Universitas Kristen Indonesia (UKI) sebagai pilihan pertama

untuk menimba ilmu karena beberapa alasan. (2) Pertama, UKI merupakan salah satu universitas

tertua di Indonesia yang berpengalaman mengelola pendidikan tinggi dalam rangka menghasilkan

lulusan berkualitas. (3) Survai terhadap 5678 alumni yang dilaksanakan baru-baru ini mengungkapkan

95% responden tidak mengalami kesulitan memperoleh kerja atau menerapkan ilmu yang diperolehnya

selama kuliah di UKI untuk berwiraswasta. (4) Selain itu, kampus UKI terletak di salah satu lokasi

paling strategis di Indonesia. (5) Hal ini membuat mahasiswa tidak mengalami kesulitan mencapai

kampus. (6) Ketiga, dosen-dosen di UKI berkualitas tinggi dan memiliki jiwa kepelayanan yang tinggi.

(7) Ketiga faktor diatas mendorong masyarakat menjadikan UKI pilihan utama untuk kuliah.

Dalam alinea di atas, kalimat (7) adalah kalimat kesimpulan (KK). Kalimat ini

merangkum informasi yang tersaji pada kalimat (2) hingga kalimat (6). KK ini juga

mengungkapkan ide pokok yang telah dinyatakan di kalimat topik, meskipun dengan cara

yang tidak sama persis.

Selain penggunaan kalimat topik, pendukung dan kesimpulan yang tepat, sebuah alinea

juga harus memenuhi unsur koherensi (coherence) dan kohesi. Yang dimaksud dengan

koherensi adalah kesatuan isi atau kepaduan maksud. Koherensi tercipta bila seluruh kalimat

pendukung membahas hanya satu hal, yakni topik, dan jika peristiwa, waktu, ruang, dan

proses diurutkan secara logis. Kohesi mengandung arti hubungan yang erat; perpaduan yang

kokoh dan kohesif berarti padu. Kohesi alinea tercipta bila seluruh kalimat yang

membangunnya dipadu dengan erat dan kokoh dengan menggunakan konjungsi, pronominal,

repetisi, sinonim, hiponim, paralelisme, dan elipsasi dengan tepat.

B. Membuat Tulisan yang Mudah Dipahami

Tujuan utama pembuatan setiap karya tulis, termasuk karya ilmiah, adalah

mengkomunikasikan informasi, ide, atau konsep kepada pembaca agar dapat dipahami,

dimanfaatkan, dan dikembangkan. Akan tetapi, ada “sekelompok” tertentu yang cenderung

menganggap bahwa tolok ukur keilmiahan sebuah tulisan adalah kerumitan tulisan itu:

semakin sulit, semakin ilmiah. Bagi mereka, moto ”Kalau bisa ditulis secara rumit mengapa

harus dibuat sederhana?” terkesan lebih pas daripada antitesisnya, “Kalau bisa ditulis

sederhana, jangan dibuat rumit.” Padahal, keilmiahan sebuah karya tulis pada hakikatnya

berhubungan dengan faktor kesistematisan, kelogisan, kebahasaan, dan keteraturan dalam

berpikir. Jika semua faktor itu dipenuhi dengan baik, karya tulis itu akan mudah dipahami.

Kelompok yang menganggap keilmiahan identik dengan kerumitan cenderung menulis

karya ilmiah dengan empat karakteristik berikut. Pertama, menggunakan kalimat-kalimat

yang panjang. Kelompok ini kelihatannya menganggap bahwa kalimat kalimat pendek yang

mudah dipahami hanya cocok untuk tulisan anak-anak atau orang awam.  Oleh karena itu

mereka menyusun kalimat-kalimat yang mengandung banyak frasa dan klausa dengan

‘alasan’ semakin panjang kalimat, semakin mendalam pembahasan. Padahal kalimat yang

sangat panjang akan menimbulkan masalah pemahaman karena  tidak jelas mana subjek,

mana predikat, dan mana objek kalimat itu. Kecenderungan seperti ini sebaiknya dicegah.

Jika tidak terpaksa, jangan gunakan kalimat-kalimat panjang dan kompleks. Kalimat pendek

dan efektif akan membuat pemahaman lebih mudah. Bandingkan kedua kalimat contoh

berikut. Mana yang lebih mudah dipahami?

Contoh 5

a.       Analisis kesalahan merupakan suatu teknik kajian dalam pengajaran bahasa yang dilakukan oleh guru

dalam lima langkah terhadap siswanya untuk mengetahui penguasaannya akan kompetensi bahasa

tertentu dengan cara mengidentifikasi kesalahan apa yang dilakukan secara sistematis, seperti slip,

keseleo, salah omong, alias lapses dalam pembelajaran speaking, melihat seberapa sering dia

melakukan kesalahan, diikuti dengan penentuan dan pengklasifikasian jenis kesalahan, kemudian

menginterpretasikan apa penyebab kesalahan tersebut, dan, berdasarkan teori-teori dan prosedur-

prosedur linguistik, diakhiri dengan mengadakan perbaikan terhadap kesalahan itu.

b.       Analisis kesalahan merupakan suatu teknik kajian dalam pengajaran bahasa yang dilakukan oleh guru

untuk mengetahui penguasaan siswanya akan kompetensi bahasa tertentu. Analisis ini dilakukan

dalam lima langkah: satu, mengidentifikasi kesalahan yang dilakukan secara sistematis, seperti salah

omong dalam pembelajaran berbicara; dua, melihat seberapa sering kesalahan dilakukan; tiga,

menentukan dan mengklasifikasikan jenis kesalahan; empat, menginterpretasikan penyebab

kesalahan; dan terakhir, mengadakan perbaikan terhadap kesalahan itu berdasarkan teori-teori dan

prosedur-prosedur linguistik.

Kecenderungan kedua yang sering dilakukan kelompok yang menganggap keilmiahan

identik dengan kerumitan adalah memuat sebanyak mungkin istilah asing. Contoh 6 di bawah

ini memperlihatkan fenomena ini dengan cukup baik. Anda dapat memahaminya?

Contoh 6

Sekarang, aplikasikan sebuah sistem kalkulus proposional. Akumulasikan pada sistem itu sebuah

logika modal yang lemah yang di dalamnya kondisional yang eksisting dan anteseden yang dibutuhkan

mengakibatkan konsekuensi yang dibutuhkan (aksioma Godel) dan kebutuhan akan teorema juga

merupakan teorema. Jika dikatakan bahwa semua kebenaran dapat diketahui maka hal ini dapat

dirumuskan ‘Jika p maka mungkin (‘’) diketahui p’ dapat diketahui, p_Kp:

Harus diakui bahwa sebagai bahasa yang sedang berkembang bahasa Indonesia tidak

memiliki padanan yang pas untuk semua istilah teknis yang lazim terdapat dalam  karya tulis

ilmiah. Permasalahan ini sebenarnya terjadi juga dalam bahasa lain. Tidak ada satu bahasa

pun yang memiliki kosa kata lengkap hingga tidak lagi memerlukan ungkapan untuk gagasan,

temuan, atau konsep baru. Solusi terhadap permasalahan apakah istilah-istilah asing tersebut

harus diterjemahkan, dibiarkan, atau dikombinasikan dengan istilah Indonesia sebenarnya

sudah dirumuskan oleh Pusat Bahasa (2007). Jadi, untuk menghasilkan tulisan ilmiah yang

baik, menerapkan pedoman pembentukan istilah tersebut merupakan keharusan.

Sebagai pedoman praktis, terdapat empat kiat untuk menghasilkan tulisan yang efektif.

Pertama, gunakan kata yang pendek dan lazim. Sebagai contoh, kalimat “Tiga ahli di bidang

migrasi hadir di seminar itu.” jauh lebih efektif daripada “Tiga tokoh berpengetahuan spesifik

dalam bidang perpindahan penduduk hadir di seminar itu”, meskipun keduanya

mengungkapkan ide yang sama.  Kedua, cegah kata-kata yang berlebihan (redundant).

Kalimat “Tono berteriak dengan suara keras” menggunakan kata yang berlebihan, karena

suara orang yang berteriak pasti keras. Sebaiknya kalimat itu diganti menjadi ““Tono

berteriak” saja. Ketiga, kunakan kalimat yang efektif (pendek dan sederhana). Keempat,

urutkan ide secara logis. Tono berteriak.

C. Pengutipan

1. Hakikat Kutipan

Dalam penulisan karya ilmiah seringkali digunakan berbagai kutipan—pinjaman

pendapat atau ucapan seseorang—untuk mendukung, menjelaskan, membuktikan, atau

menegaskan ide-ide tertentu. merupakan suatu hal yang wajar dan bahkan sangat efektif

untuk menghemat waktu. Adalah suatu pemborosan waktu bila seorang penulis harus

menyelediki kembali suatu kebenaran yang telah diteliti, dibuktikan dan dimuat secara luas

dalam sebuah buku, majalah, dan lain-lain, untuk tiba pada kesimpulan yang sama. Jadi,

untuk mendukung tulisannya, penulis bisa mengutip pendapat yang sudah teruji dengan

menyebutkan sumbernya agar pembaca dapat mencocokkan kutipan itu dengan sumber

aslinya.

Meskipun penggunaan kutipan pendapat ahli merupakan suatu hal yang wajar, hal itu

tidak  berarti bawa sebuah tulisan dapat terdiri dari kutipan-kutipan saja. Membuat tulisan

dengan menggunakan terlalu banyak kutipan dapat menimbulkan kesan bahwa karya itu

hanya suatu koleksi kutipan belaka. Sebagai patokan, panjang kutipan tidak boleh melebihi

sepertiga panjang tulisan. Secara ilmiah, ide-ide pokok dan kesimpulan-kesimpulan harus

merupakan pendapat penulis. Kutipan-kutipan hanya berfungsi sebagai bukti-bukti

pendukung pendapat penulis tersebut.

Menuliskan sumber kutipan dalam tulisan dapat dilakukan dengan bermacam cara sesuai

dengan standar yang digunakan oleh lembaga atau media tempat tulisan diterbitkan. Karena

rumpun ilmu-ilmu sosial biasanya menganut sistem American Psychological Association

(APA), sangat disarankan untuk menguasai sistem ini dan menggunakannya secara konsisten.

Berikut ini adalah pedoman pokok yang diadaptasi dari Suryana dkk. (2007).

Pada dasarnya, kutipan dalam karya ilmiah dibagi atas dua jenis, yaitu kutipan langsung

dan kutipan tidak langsung. Kutipan langsung merupakan pendapat para ahli yang dipinjam

secara utuh atau lengkap, baik berupa frase atau kalimat. Kutipan langsung dapat dibedakan

pula atas kutipan langsung yang kurang atau sama dengan empat baris dan kutipan langsung

yang lebih dari empat baris. Kutipan tidak langsung adalah pendapat para ahli yang dikutip

dengan menggunakan parafrase, yaitu menuliskan kembali apa yang dinyatakan oleh sumber

rujukan dalam bahasa sendiri. Diantara kedua jenis kutipan itu, yang paling disarankan untuk

digunakan adalah kutipan tidak langsung. Teknik kutipan langsung digunakan hanya jika (1)

ungkapan yang dikutip memang sudah selaras dengan bagian lain tulisan; (2) ungkapan yang

dikutip sudah sangat populer, atau  (3) ungkapan yang dikutip sangat sulit diparafrase.

2.  Teknik Pengutipan

a.    Kutipan Langsung

Kutipan langsung yang kurang atau sama dengan empat baris dapat dilakukan dengan cara-

cara berikut: (i) kutipan ditulis inklusif dengan teks; (ii) memakai tanda petik dua di awal dan

di akhir kutipan; (iii) awal kutipan memakai huruf kapital; (iv) diikuti nama akhir pengarang

(marga), tahun terbit buku, halaman buku;  penulisan ini dapat disajikan di awal atau di akhir

kutipan.

Kutipan langsung yang lebih dari empat baris dapat dilakukan dengan cara-cara berikut: (i)

ditulis eksklusif (terpisah) dari teks 2,5 spasi; (ii) ditulis dalam satu spasi; (iii) memakai tanda

petik dua atau pun tidak (opsional); (iv) semua kutipan dimulai dari 7—10 ketukan dari

sebelah kiri teks; (v) Awal kutipan memakai hurup kapital; (vi) diikuti nama akhir pengarang

(marga), tahun terbit buku, halaman buku; penulisan ini dapat disajikan di awal atau di akhir

kutipan.

b.    Kutipan Tidak Langsung

Pengutipan ini dilakukan dengan cara-cara berikut: (i) kutipan disatukan (inklusif) dengan

teks; (ii) tidak memakai tanda petik dua; (iii) Menggunakan ungkapan mengatakan bahwa,

menyatakan bahwa, mengemukakan bahwa, berpendapat bahwa dll;  (iv) Mencantumkan

nama akhir pengarang (marga), tahun, dan halaman.

3.  Prinsip-Prinsip Dasar

Prinsip-prinsip dasar dalam pengutipan adalah sebagai berikut.

a.    Dalam kutipan tidak dibenarkan mencantumkan judul buku.

b.    Nama orang dan identitas tahun terbit dan halaman buku selalu berdekatan

Contoh:

Norman (2004: 56) menyatakan bahwa ……………………

c.    Kutipan tidak dibenarkan dicetak tebal atau dihitamkan.

d.   Penulis tidak diperkenankan untuk mengadakan perubahan (katakata) dalam kutipan. Apabila

ingin mengadakan perubahan, harus disertai dengan enjelasan.

e.    Apabila ada kesalahan dalam penulisan baik EYD atau pun ketatabahasaan, tidak

diperkenankan mengadakan perubahan. Namun penulis boleh memberikan pendapat atau

komentarnya mengenai kesalahan atau ketidaksetujuannya dalam tanda kurung segi empat

[...]. Jika penulis menemukan kesalahan ejaan pada kata-kata tertentu, dia hanya

diperkenankan memberikan catatan terhadap kesalahan tersebut dengan menambahkan kata

[sic!] dibelakang kata itu. Kata ini menunjukkan bahwa penulis tidak bertanggungjawab atas

kesalahan itu. Dia hanya sekedar mengutip sesuai dengan apa yang ada dalam naskah aslinya.

Kemudian, jika penulis memandang perlu untuk memberikan penekanan dengan cara

merubah teknik penulisan, seperti menggarisbawahi, mencetak miring, atau mencetak tebal,

hal itu harus dijelaskan dalam tanda kurung segi empat [...].

Contoh:

Setiawan (2001: 30) menegaskan bahwa: “Semakin dini [huruf miring dari saya, Penulis] seseorang

mulai belajar bahasa Inggeris [sic!] akan semakin baik hasilnya dan semakin banyak waktu belajar

bahasa Inggeris [sic!] maka taraf penguasaan pembelajar terhadap bahasa itu akan semakin baik.”

f.       Kutipan dalam bahasa asing atau bahasa daerah harus dicetak miring.

g.      Kutipan langsung selalu memakai tanda petik dua dan diawali dengan huruf kapital.

Contoh:

Suazo (2001: 30) berpendapat bahwa “Emotional intelligence is …”

h.      Kutipan dapat ditempatkan sesuai dengan kebutuhan baik di awal, tengah, atau akhir teks.

i.        Jika pengarang ada dua, nama akhir (marga) kedua pengarang itu ditulis.

Contoh:

Pardede dan Simanjuntak (2007: 34) berpendapat ……

j.        Jika pengarang ada tiga atau lebih, nama akhir pengarang pertama yang ditulis dan diikuti

dkk.

Contoh:

Pardede dkk. (2007: 34) menyatakan ……

k.      Jika dalam dalam tulisan yang sama digunakan beberapa kutipan dari sumber berbeda yang

ditulis orang atau lembaga yang sama dan diterbitkan dalam tahun yang sama juga, data

tahun penerbitan diikuti lambang huruf a, b, c, dst. berdasarkan abjad judul buku-buku

tersebut.

Contoh:

Garcia (2009a: 34) menjelaskan ……

l.        Jika kutipan diperoleh dari majalah atau koran tanpa identitas penulis, nama majalah atau

koran tersebut dituliskan sebagai sumber.

Contoh:

Kompas (2009: 34) menyatakan ……

m.    Jika kutipan diperoleh dari dokumen yang diterbitkan oleh suatu lembaga, nama lembaga

tersebut dituliskan sebagai sumber.

Contoh:

Pusat Bahasa (2007: 25) menjelaskan ……

n.      Jika kutipan diperoleh dari dokumen resmi pemerintah yang diterbitkan  tanpa identitas

penulis, judul atau nama majalah atau koran tersebut dituliskan sebagai sumber

Contoh:

Undang-Undang Republik Indonesia No 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2004) menyatakan

……

o.      Kutipan dalam bentuk catatan kaki sudah tidak dipakai lagi dalam penulisan karya ilmiah

karena dirasakan tidak efektif.

p.      Kutipan yang berasal dari ragam bahasa lisan seperti pidato pejabat jarang dipakai sebagai

sumber acuan dalam penulisan karya ilmiah karena kebenarannya sulit dipercaya karena

harus diketahui oleh orang yang bersangkutan (rawan kesalahan kutipan). Jika terpaksa

menggunakannya, kutipan seperti itu harus dibuatkan dulu ke dalam transkrip dan diminta

pengesahannya oleh pembicara.

q.      Pengutipan pendapat orang lain sebaiknya dilakukan secara variatif (jangan monoton).

Padukanlah kutipan langsung dan kutipan tidak langsung.

r.     Apabila kutipan itu dirasakan terlalu panjang, penulis boleh mengambil bagian intinya saja

dengan teknik memakai tiga tanda titik […], tetapi tidak boleh mengubah atau menggeserkan

makna atau pesannya.

Contoh:

Tylor (1991: 62) menegaskan: “It is, ..., not possible to have action without character and character is

also defined by plot.”

s.       Jika mengutip pendapat ahli yang berasal dari kutipan karya ilmiah orang lain, bentuk

penyajiannya adalah.

Contoh:

Menurut Chomsky (dalam Purba, 2009: 56), makna ujaran adalah …

t.     Penulisan kutipan dari artikel dari internet mengikuti aturan yang sama dengan sumber bahan

tertulis, bila data tentang nama penulis, judul artikel, dan nomor halaman tersedia. Jika nomor

halaman tidak tersedia, sebutkan dari alinea berapa kutipan tersebut diambil.

Contoh:

Menurut Nazara (2009: alinea 5), sumber kekuatan utama seorang pria adalah ...

KOREKSI KESALAHAN KALIMAT

1. Kesalahan kalimat

a. Kesalahan intrernal

Kesalahan internal adalah kesalahan kalimat yang diukur dari unsur-unsur dalam

kalimat. Kesalahan dari segi internal dapat dipilah menjadi beberapa tipe. Tipe pertama

adalah kesalahan kandungan isi yang menyebabkan kalimat menjadi tidak logis sebagaimana

tampak pada contoh berikut:

1.Dengan pemakaian pupuk urera pil dapat menyuburkan tanaman dan

 meningkatkan produksi pertanian.

2.Kepada semua informan mendapatkan dua macam instrumen yaitu angket dan         catatan

kegiatan.

Kedua kalimat di atas merupakan kalimat yang tidak logis. Untuk membuktikan itu

dapat digunakan pertanyaan-pertanyaan mengenai isi setiap kalimat itu.Pada kalimat (1) jika

dipertanyakan dengan kalimat Apa yang menyuburkan tanaman?, jawaban tidak dapat dicari

dalam kalimat itu. Barulah jawaban dapat ditemukan jika frasa dengan pemakaian

dihilangkan sehingga kalimatnya menjadi Pupuk Urea Pil dapat menyuburkan tanaman dan

meningkatkan produksi pertanian.Pada kalimat (2) jika dipertanyakan dengan kalimat siapa

yang mendapatkan dua macam instrumen? Maka jawaban tidak dapat dicari, jawaban

terhadap kalimat itu baru dapat diarahkan ke semua informan jika kalimat di ubah menjadi

Semua informan mendapatkan dua macam instumen, yaitu angket dan catatan kegiatan.

b.Kesalahan Eksternal

Kesalahan eksternal adalah kesalahan yang diukur dari unsur luar kalimat yang

bersangkutan. Di sini kesalahan eksternal di ukur dari kalimat-kalimat lain yang menjadi

konteks atau lingkungannya.Contoh :

Proyek lembah Dieng terletak di dukuh Sumberejo, desa Kalisungo yang termasuk dalam

daerah Kabupaten Malang.Daerah Malang yang sejuk terdiri dari pegunungan-pegunungan

kecil.

Dua buah kalimat paragraf tersebut benar secara internal, tetapi salah secara eksternal, karena

tidak membentuk satu gagasan yang utuh dan padu dalam paragraf.

2. Membetulkan kesalahan kalimat

Ada beberapa jenis kesalahan dalam menyusun kalimat :

a. Kalimat tanpa subjek

Dalam menyusun sebuah kalimat, sering kali dengan kata depan atau preposisi, lalu

verbanya menggunakan bentuk aktif atau berawalan me- baik dengan atau tanpa akhiran –

kan. Dengan demikian dihasilkan kalimat-kalimat salah seperti di bawah ini.

1.Bagi yang merasa kehilangan buku tersebut harap mengambilnya di kantor.

2.Dengan beredarnya koran masuk desa bermanfaat sekali bagi masyarakat           pedesaan.

Untuk membetulkan kalimat di atas dapat dilakukan dengan

1.menghilangkan kata depan pada masing-masing kalimat tersebut, atau

2.mengubah verba pada kalimat tersebut, misalnya dari aktif menjadi pasif.

Jadi kemugkinan pembetulan kalimat di atas adalah :

1. Yang merasa kehilangan buku tersebut harap mengambilnya di kantor.

2. Beredarnya koran masuk desa bermanfaat sekali bagi masyarakat pedesaan.

Dalam pembetulan kalimat di atas, maka subjeknya menjadi lebih jelas, yaitu berturut-turut

adalah yang merasa kehilangan buku tersebut dan beredarnya koran masuk desa.

b.Kalimat dengan objek berkata depan

Kesalahan pemakaian kata depan juga sering ditemui pada objek.Sebagai contoh:

1.Hari ini kita tidak akan membicarakan lagi mengenai soal harga, tetapi soal ada tidaknya

barang itu.

2.Dalam setiap kesempatan mereka tidak bosan-bosannya mendiskusikan tentang dampak

positif pembuatan waduk itu.

Dua kalimat di atas dapat dibetulkan dengan menghilangkan kata depan mengenai pada

kalimat (1) dan tentang pada kalimat (2).Perlu dicatat bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat

beberapa verba dan kata depan yang sudah merupakan paduan, misalnya:Bertentangan

dengan, bergantung pada, berbicara tentang, menyesal atas, keluar dari, sesuai dengan serupa

dengan.

c.Konstruksi pemilik kata depan

Kesalahan pemakaian kata depan lain yang ditemui pada konstruksi frasa : termilik +

pemilik. Secara berlebihan sering ditemui adanya kecenderungan mengeksplisitkan hubungan

antara termilik dengan pemilik dengan memakai kata depan dari atau daripada, misalnya :

Kebersihan lingungkungan adalah kebutuhan dari warga.

Buku-buku daripada perpustakaan perlu ditambah.                                                        

Kontruksi frasa yang sejenis dengan kebutuhan dari warga dan buku-buku daripada

perpustakaan, ini sering kita dengar perlahan dalam pidato-pidato (umumnya tanpa teks),

misalnya :

Biaya dari pembangunan jembatan ini; kenaikan daripada harga-harga barang elektronik.

Dalam karangan keilmuan konstruksi frasa yang tidak baku sepeti di atas hendaknya

dihindari karena dalam bahasa Indonesia hubungan “termilik” + pemilik bersifat implisit.

d.. Kalimat yang ‘pelaku’ dan verbanya tidak bersesuaian

Dalam kalimat dasar, verba dapat dibedakan menjadi verba yang menuntut hadirnya

satu ‘pelaku’ dan verba yang menuntut hadirnya lebih dari satu ‘pelaku’. Dalam

pembentukan kalimat, kesalahan yang mungkin terjadi ialah yang penggunaan verba dua

‘pelaku’, namun salah satu ‘pelakunya’ tidak tercantumkan.Contoh :

1.Dalam perkelahian itu dia berpukul-pukulan dengan gencarnya.

2. Dalam seminar itu dia mendiskusikan perubahan social masyarakat pedesaan sampai

berjam-jam

Dalam kalimat (1) verba berpukul-pukulan menuntut hadirnya dua pelaku, yaitu dia dan

orang lain, misalnya Joni. Dalam perkelahian itu dia berpukul-pukulan dengan Joni.Demikian

pula kalimat (2), di samping pelaku dia diperlukan hadirnya pelaku lain sebagai mitra diskusi,

misalnya para pakar, sehingga kalimat (2) menjadi :Dalam seminar itu, dia mendiskusikan

perubahan social masyarakat pedesaan dengan para pakar.

e. Penempatan yang salah kata aspek pada kalimat pasif berpronomina

Menurut kaidah, konstruksi pasif berpronomina berpola aspek + pronomian + verba

dasar. Jadi tempat kata aspek adalah di depan pronominal. Kesalahan yang sering terjadi

adalah penempatan aspek diantara pronominal dengan verba atau dalam pola : “pronominal +

aspek + verba dasar”. Contoh :

Saya sudah katakan bahwa…

Bentuk seperti contoh di atas dapat dibentulkan dengan memindahkan kata aspek ke depan

pronominal menjadi :

sudah saya katakan bahwa…

f. Kesalahan pemakaian kata sarana

Dalam menyusun kalimat sering dipakai kata sarana, kata sarana itu dapat berupa kata

depan dan kata penghubung. Kata depan lazimnya terdapat dalam satu frasa depan, dan kata

penghubung pada umumnya terdapat pada kalimat mejemuk baik yang setara maupun yang

bertingkat. Kesalahan pemakaian kata depan umumnya terjadi pada pemakaian kata depan di,

pada dan dalam, ketiga kata depan tersebut sering dikacaukan, misalnya:

Di saat istirahat penyuluh mendatangi para petani (pada saat)

Benih itu ditaburkan pada kolam yang baru (ke dalam)

Dalam tahun 1965 terjadi pemberontakan G 30 S/PKI (di)

Adapun kesalahan pemakaian kata penghubung umumnya terjadi karena ketidaksesuaian

antara pemakaian kata penghubung dan makna hubungan antar klausanya,

Rapat hari ini ditunda karena peserta tidak memenuhi kuorum

Rapat hari ini ditunda sebab perserta tidak memnuhi kuorum

 MEMBUAT RINGKASAN TEKS

a.Cara membuat ringkasan teks

Bagi orang yang sudah terbiasa membuat ringkasan, mungkin kaidah dalam yang

berlaku dalam menyusun ringkasan telah tertanam dalam benaknya. Meski demikian, tentulah

perlu diberikan beberapa patokan sebagai pegangan dalam membuat ringkasan teks terutama

bagi mereka yang baru mulai atau belum pernah membuatan ringkasan. Berikut ini bebrapa

pegangan yang dipergunakan untuk membuat ringkasan yang baik dan teratur :

1. Membaca naskah asli. Bacalah naskah asli agar dapat mengetahui kesan umum

tentang karangan tersebut secara menyeluruh.

2. Mencatat gagasan utama

3. Mengadakan reproduksi yaitu urutan isi disesuaikan dengan naskah asli, tapi kalimat-

kalimat dalam ringkasan yang dibuat adalah kalimat-kalimat baru yang sekaligus

menggambarkan kembali isi dari karangan aslinya.

Selain melakukan tiga hal diatas, juga terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan juga

agar ringkasan itu diterima sebagai suatu tulisan yang baik.

a) Menyusun kalimat tunggal daripada kalimat majemuk.

b) Meringkas kalimat menjadi frasa, frasa menjadi kata. Dan mengganti rangkaian gagasan

yang panjang menjadi gagasan yang sentral.

c) Jika memungkinkan, buanglah semua keterangan atau kata sifat yang ada.

d) Mempertahankan susunan gagasan dan urutan naskah.

b.Menentukan panjang ringkasan.

Yaitu dengan cara menghitung jumlah seluruh kata dalam karangan itu dan bagilah

dengan seratus. Hasil pembagian itulah merupakan panjang karangan yangn harus

ditulisnya.Contoh ringkasan teks.

Sarana angkutan dari jauh-jauh hari sudah dipersiapkan. Angkutan bus betul-betul

menjadi tulang punggung di saat-saat seperti ini karena lebih dari separuh calon pemudik

diperkirakan akan terangkut oleh bus.Sementara hanya 1/3 dari seluruh pemudik dari

Jakarta dan sekitarnya diperkirakan menggunakan jasa KA.

teks diatas dapat dirigkas menjadi.

Sarana angkutan dari jauh-jauh hari sudah dipersiapkan. Angkutan bus betul-betul

menjadi tulang punggung di saat-saat seperti ini karena lebih dari separuh calon pemudik

diperkirakan akan terangkut oleh bus. Sementara hanya 1/3 dari seluruh pemudik dari

Jakarta.

BAB III

PENUTUP

a. Simpulan

    Berdasarkan hasil analisis teks, baik dari bentuk analisis ejaan, koreksi kesalahan alinea

koreksi kesalahan kalimat, dan cara tepat membuat ringkasan teks, maka dapat disimpulkan

bahwa bentuk-bentuk karangan atau karya tulis sangat mudah untuk diteliti kesalahannya.

      Kesalahan yang terdapat pada karya tulis sangat berpengaruh bagi pembaca, karena

kesalahan tersebut akan membuatkan keracuan dalam memahami maksud dari karya tulis

tersebut. Salah satu contoh pembuatan kalimat atau kata yang tidak sesuai dengan aturan

EYD, akan berdampak penyalahgunaan pemahaman.

     Contoh lain seperti kesalahan dalam pembuatan alinea, yang memiliki arti ide kecil dari

seluruh isi pernyataan yang utuh (BAHASA INDONESIA JURNALISTIK. 131 . RAS

SIREGAR). Kesalahan-kesalahan tersebut memang terbilang kecil tapi dampaknya besar.

     Dengan penulisan yang baik, kita bisa lebih mudah menyampaikan ide-ide, gagasan,

tujuan dari apa yang kita maksud dengan benar dan tepat, yang pasti pembaca akan lebih

mudah menyerap, memahami, memaknai karya tulis kita.

      Membuat karya tulis yang  benar dan tepat sama dengan berbicara yang benar dan tepat,

bila lawan / teman bicara kita dengan mudah memahami pembicaraan kita, berarti kita sudah

baik dan benar dalam berkomunikasi, begitu juga degan karya tulis, bila pembaca dengan

mudah memahami, memaknai karya tulis kita, berarti kita sudah baik dan benar dalam tulisan

kita, yang pasti hal diatas dapat diperoleh dengan penggunaan ejaan dengan benar,

pembuatan alinea dengan benar, pembuatan kalimat dan ringkasan teksyang benar pula.

        Salah satu sarana untuk membantu kita dalam penulisan yang baik dan benar adalah

menganalisis teks yang meliputi koreksi kesalahan ejaan, koreksi kesalahan alinea, koreksi

kesalahan kalmat dan cara benar membuat ringkasan teks, seperti yang sudah kami paparkan

dilampiran depan.

b.Saran

      Sebagai mahasiswa kita dituntut untuk berkarya tulis yang baik dan benar, karea karya

tulis kita memiliki peran yang sangat penting dalam penyajian ide dan gagasan kita.

     Sebuah gagasan dan ide adalah simbol kualitas mahasiswa, namun bila gagasan tersebut

dituangkan melalui karya tulis yang kurang tepat justru mahasiswa akan dinilai kurang

berkualitas.

       Olehkarena itu, penelitian terhadap hasil karaya tulis sangat dibutuhkan karena dengan

meneliti atau menganalisis karya tulis, kita bisa lebih cermat dan teliti dalam penyajian ide

dan gagasan.

           

DAFTAR PUSTAKA

NikNik M. Kuntarto .Cermat Dalam Berbahasa Teliti Dalam Berfikir.

Badudu JS.Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar

Ras.Seregar.Bahasa Indonesia Jurnalistik.

Pusat Bahasa. 2007. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Departemen Pendidikan

Nasional.

Suryana, Ase dkk. (Ed.). 2007. Bahasa Indonesia Dalam Penulisan Karya Ilmiah. Bandung:

Bagian Perkuliahan Dasar Umum, Universitas Widyatama.