Upload
abhie-furqon-sunrise
View
415
Download
37
Embed Size (px)
Citation preview
PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas akhir semester mata kuliah Pengantar Pendidikan
Oleh :Kelompok : IIAnggota :
Rizal Shobirin (06101011016) Ika Arrizka (06101011025) Yuyun Zulhiyati (06101011031) Nurul Yuliyanti (06101011033) Anita Nurfala (06101011036)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS SRIWIJAYA
2010
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................... 1
1.3 Batasan Masalah.............................................................. 1
1.4 Tujuan Penulisan.............................................................. 2
1.5 Manfaat Penulisan............................................................ 2
1.6 Subjek dan Prosedur Penulisan.......................................... 2
BAB II ISI
2.1 Pengertian Pendidikan .................................................... 3
2.1.1 Batasan Tentang Pendidikan............................................ 3
2.1.2 Tujuan dan Proses Pendidikan......................................... 4
2.1.3 Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat (PSH) .................. 6
2.1.4 Kemandirian Dalam Belajar ........................................... 9
2.2 Unsur-unsur Pendidikan................................................... 9
2.2.1 Peserta Didik..................................................................... 10
2.2.2 Pendidik........................................................................... 10
2.2.3 Interaksi Edukatif Peserta Didik dan Pendidik............... 11
2.2.4 Materi/Isi Pendidikan........................................................ 11
2.2.5 Konteks yang Mempengaruhi Pendidikan........................ 11
2.3 Pendidikan sebagai Sistem................................................ 12
2.3.1 Pengertian Sistem.............................................................. 12
2.3.2 Komponen dan Hubungan dalam Sistem.......................... 12
2.3.3 Hubungan Sistem Pendidikan dengan Sistem Lain.......... 13
2.3.4 Pemecahan Masalah Pendidikan Secara Sistematis.......... 13
2.3.5 Keterkaitan antara Pengajaran dan Pendidikan................. 16
2.3.6 Pendidikan Prajabatan dan Pendidikan dalam Jabatan...... 17
2.3.7 Pendidikan Formal, Nonformal, dan Informal................... 18
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...................................................................... 20
3.2 Saran.................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA . ............................................................................ 21
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik
untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Potensi kemanusiaan
merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia seutuhnya. Tugas mendidik hanya
mungkin dilakukan dengan benar dan tepat sasaran, jika pendidik memiliki gambaran yang jelas
tentang siapa manusia itu sebenarnya serta mengetahui pengertian dan unsur-unsur pendidikan .
Sebagai seorang calon pendidik kita pun harus melaksanakan tugas sebaik mungkin.
Karena pendidikan merupakan modal utama bangsa untuk menyonsong masa depan dan generasi
muda sekarang yang akan menjadi motor pengeraknya. Mengingat begitu pentingnya
pendidikan, maka para pendidik diharapkan dapat menghindari kesalahan-kesalahan dalam
proses pendidikan tersebut.
Untuk dapat menghindari kesalahan-kesalahan dan dapat melaksanakan tugas dengan
baik, maka kita harus mengetahui jawaban yang jelas dan benar tentang pendidikan itu
sebenarnya. Jawaban yang benar tentang pendidikan dapat diperoleh melalui pemahaman
terhadap unsur-unsur pendidikan, konsep dasar melandasinya, dan wujud pendidikan sebagai
sistem.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa isi, posisi tujuan, dan keharusan adanya rumusan pendidikan?
2) Apa unsur-unsur pendidikan dan makna yang terkandung di dalamnya?
3) Bagaimana arti pendidikan sebagai sistem ?
1.3 Batasan Masalah
Mengingat begitu luasnya permasalahan mengenai pembahasan tersebut, maka dalam hal
ini penulis akan membatasi masalah, yaitu:
1) Pengertian Pendidikan;
2) Unsur-unsur Pendidikan;
3) Pendidikan sebagai Sistem.
1.4 Tujuan Penulisan
1) Penulis dapat menjelaskan tentang pengertian dan unsur-unsur pendidikan.
2) Penulis dapat menjelaskan tentang makna-makna yang terkandung dalam unsur-unsur
pendidikan.
3) Penulis dapat menjelaskan tentang arti pendidikan dalam sistem.
1.5 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1) Manfaat untuk mahasiswa
Penulis melakukan penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para
mahasiswa, diantaranya dapat dijadikan sebagai salah satu solusi yang bisa menjembatani
permasalahan keterbatasan buku sumber yang dimiliki, sehingga kelak dapat menambah
wawasan mahasiswa dalam bidang pendidikan khususnya bagi calon-calon pendidik.
2) Manfaat untuk penulis
Manfaat untuk penulis yaitu memperluas wawasan dan pengetahuan tentang pengertian
dan unsur-unsur pendidikan serta sebagai bahan acuan dalam pembuatan makalah selanjutnya.
3) Manfaat untuk penulis selanjutnya
Manfaat penulisan makalah ini untuk penulis selanjutnya adalah dapat digunakan sebagai
contoh dalam pembuatan makalah yang akan datang.
1.6 Subjek dan Prosedur Penulisan
Subjek penulisan yang di ambil adalah pengertian dan unsur-unsur pendidikan.
Prosedur penulisan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1) Menentukan bahasan yang akan dijadikan bahan penulisan.
2) Mengumpulkan informasi tentang pengertian dan unsur-unsur pendidikan.
3) Menyusun semua informasi yang diperoleh untuk menjawab rumusan masalah yang telah
diuraikan.
BAB II
ISI
2.1 PENGERTIAN PENDIDIKAN
2.1.1 Batasan Tentang Pendidikan
Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan
sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak semua batasan pun
yang cukup memadai untuk menjelaskan arti pendidikan secara lengkap. Batasan tentang
pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam dan kandungannya berbeda dari yang
satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang
digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya.
Di bawah ini dikemukakan beberapa batasan pendidikan yang berbeda berdasarkan
fungsinya.
a. Pendidikan sebagai Proses Transpormasi Budaya.
Sebagai proses transportasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan
budaya dari satu generasi ke generasi lain. Seperti bayi lahir sudah berada di dalam suatu
budaya lingkungan budaya tertentu. Di dalam lingkungan masyarakat dimana seorang bayi
dilahirkan telah terdapat kebiasaan-kebiasaan tertentu, larangan-larangan dan anjuran-
anjuran, dan ajakan tertentu seperti yang dikehendaki oleh masyarakat. Hal-hal tersebut
mengenai banyak hal bahasa, seperti menerima tamu, makanan, istirahat, bekerja, perkawian,
bercocok tanam, dan seterusnya.
Nilai-nilai kebudayaan tersebut mengalami proses transpormasi darigenerasi tu
kegenerasi muda. Ada tiga bentuk transpormasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan
misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab dan lain-lain, yang kerang cocok
diperbaiki, misalnya tata cara pesta perkawinan, dan yang tidak cocok diganti misalnya
pendidikan seks yang dahulu ditabukan diganti dengan pendidikan seks melalui pendidikan
formal.
Disini tampak bahwa proses pewarisan budaya tidak semata-mata mengekalkan
budaya secara estafet. Pendidikan justru mempunyai tugas menyiapkan peserta didik untuk
hari esok. Suatu masa dengan pendididkan yang menuntut banyak persyaratan baru yang
tidak pernah diduga sebelumnya, dan malah sebagian besar masih berupa teka-teki. Dengan
menyadari bahwa sistem pendidikan itu merupakan subsistem dari sistem pembangunan
nasional maka misi pendidikan sebagai transpormasi budaya harus sinkron dengan beberapa
penyataan GBHN yang memberikan tekanan pada upaya pelestarian dan pengembangan
kebudayaan, yaitu sebagai berikut (BP.7.Pusat,1990:109-110).
1) Kebudayaan nasional yang berlandaskan pancasila adalh perwujudan cipta, rasa dan
karsa bangsa indonesia.
2) Kebudayaan nasionalyang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa harus terus dipelihara,
dibina dan dikembangkan sehingga mampu menjadi penggerak bagi perwujudan cita-cita
bangsa di masa depan.
3) Perlu ditumbuhkan kemampuan masyarakat untuk mengangakat nilai-nilai sosial budaya
daerah yang luhur serta menyerap nilai-nilai dari luar yang positif dan yang diperlukan
bagi pembaruan dalam proses pembangunan.
4) Perlu terus diciptakan suasana yang mendorong tumbuh dan berkembangnya
disiplin nasional serta sikap budaya yang ampu menjawab tantangan
5) pembangunan dengan dikembangkan pranata sosial yang dapta mendukung proses
pemantapan budaya bangsa.
6) Usaha pembaruan bangsa perlu dilanjutkan dalam segala bidang ekonomi, dan soaial
budaya.
b. Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai proses pembentukan pribadi,pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan
yang sistemtis dan sistemik terarah pada terbentuknya kepribadian peserta didik.
Oleh karena proses pendidikan berlangsung melaui tahap-tahap bersinambungan
(prosedural) dan sitemmik oleh karena berlangsung dalam semua situasi kondisi, disemua
lingkungan yang saling mengisi (lingkuungan rumah, sekolah, dan masyarakat).pada
kebudayaan bangsa indonesia dan berdasarkan pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945
diarahkan untuk meningakatkan kecerrdasaan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan
manusia serta masyarakat indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, berkualitas, dan mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat
sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung
jawab atas pembanguan bangsa.
Defenisi tersebut menggambarkan terbentuknya manusia yang utuh sebagai tujuan
pendidikan. Pendidikan memperhatikan kesatuan aspak jasmani dan rohani, aspek diri
(individualitas) danaspek sosial, aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, serta segi serba
keterhubungan manusia dengan dirinya (konsentris), dengan lingkungan sosial dan alamnya
(horizontal), dan dengan Tuhanya (vertikal).
2.1.2 Tujuan dan Proses Pendidikan
a.Tujuan Pendidikan.
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas,
benar dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu
memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin
dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
Tujuan pendidikan bersifat abstrak karena memuat nilai-nilai yang sifatnya abstrak.
Tujuan demikian bersifat umum, ideal, dan kandungannya sangat luas sehingga sangat sulit
untuk dilaksanakan di dalam praktek. Sedangkan pendidikan harus berupa tindakan yang
ditujukan kepada peserta didik dalam kondisi tertentu, tempat tertentu, dan dalam waktu
tertentu dengan menggunakan alat tertentu.
Ada berapa hal yang menyebabkan mengapa tujuan khusus itu diperlukan antara lain:
1) Pengkhususan tujuan memungkinkan dilaksanakannya tujuan umum melalui proses
pendidikan.
2) kekhususan dari peserta didik, yaitu yang berkenaan dengan jenis kelamin, pembawaan
dan minatnya, kemampuan orang tuanya, lingkungan masyarakatnya.
3) Kepribadian yang menjadi sasaran untuk dibentuk atau dikembangkan bersifat kompleks
sehingga perlu dirinci dan dikhususkan, aspek apa yang dikembangkan.
4) Adanya tahap-tahap pengembangan pendidikan.jika proses dari satu tahap pendidikan
tercapai disebut satu tujuan sementara telah tercapai. Misalnya: tujuan SD, tujuan SMP,
dan seterusnya.
5) Adanya kekhususan masing-masing lembaga penyelenggara pendidikan seperti
pendidikan, kesehatan, pertanian dan laian-lain ataupun jalur pendidikan seperti jalur
pendidikan sekolah dan jalur pendidikan diluar sekolah.
6) Adanya tuntutan persyaratan pekerjaan di lapangan yang harus dipenuhi oleh peserta
didik sebagai pilihan.
7) Diperlukannya tekniktertentu yang menunjang pencapaian tujuan leih lanjut misalnya
membaca dan menulis dalam waktu yang relatif pendek.
8) Adanya kondisi situasional, yaitu peristiwa-peristiwa yang secara kebetulan muncul tanpa
direncanakan.
9) Kemampuan yang ada pada pendidik
Umumnya ada 4 jenjang tujuan didalamnya terdapat tujuan antara, yaitu: tujuan
umum, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional.
a) Tujuan umum pendidikan nasional indonesia ialah manusia pancasila.
b) Tujuan institusional yaitu tujuan yang menjadi tugas dari lembaga pendidikan tertentu
untuk mencapainya.
c) Tujuan kurikuler, yaitu tujuan bidang studi atau tujuan mata pelajar.
d) Tujaun instruksional, yaitu materi kurikulum yang berupa bidang studi-bidang studi
terdiri dari pokok-pokok bahasan dan sub-subpokok bahasan. Tujuan pokok bahasan dan
sub pokok bahasan disebut tujuan instruksional.
b. Proses Pendidikan
Proses pendidikan merupakan kegiatan memebolisasi segenap komponen pendidikan
oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Kualitas proses pendidikan
menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengolaannya. Kedua segi
tersebut satu sama lain saling bergantungan. Walaupun komponen-komponennya cukupbaik,
sepertin tersedianya sarana dan prasarana serta biaya yang cukup, jika tidak ditunjang dengan
pengolaan yang andal maka pencapaian tujuan tidak akan tercapai secara optimal. Demikan
pula jika pengolaan baik tetapi di dalam kondisi serba kekuranagan,akan mengakibatkan
hasil yang tidak optimal.
Yang menjadi tujuan utama pengelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya proses
belajar dan pengalaman belajar yang optimal. Sebab berkembangnya tingkah laku peserta
didik sebagai tujuan belajar hanya dimungkinkan karena adanya pengalaman belajar yang
optimal itu. Disini jelas bahwa pendayagunaan teknologi pendidikan memegang peranan
penting. Pengelolaan pendidikan harus memperhitungkan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Karena itu setiap guru wajib mengikuti dngan seksama inovasi-inovasi
pendidikan terutama yang diseminasikan secara meluas oleh pemerintah seperti PPSI,
belajar tuntas (mastery learning), pendekatan CBSA dan keterampilan proses, muatan lokal
dalam kurikulum, dan lain-lainnya agar dapat mengambil manfaatnya.
2.1.3 Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat (PSH)
Konsep ini akan dikemukakan secara rinci karena mndasari arah baru dunia
pendidikan. Ide dan konsep pendidikan sepanjang hayat (PSH) atau pendidikan seumur hidup
yang secara operasional sering pula disebut “pendidikan sepanajang raga” bukanlah sesuatu
yang baru. Sebagai konsep yang lebih ilmiah dan sekaligus sebagai gerakan global yang
merambah keberbagai negara memang baru mulai dirasakan pada tahun 70-an. Pada zaman
nabi Muhammad saw. 14 abad yang lampau, ide dan konsep itu telahdisirkan atau dibentuk
dalam suatu imbauan; tuntutlah ilmu mulai sejak di buaian hingga keliang lahat. Dalam
kenyataan hidup sehari-hari.
PSH bertumpuh pada keyakinan bahwa pendidikan itu tidak identik dengan
persekolahan, PSH merupakan sesuatu proses bersinambungan yang berlangsung sepanjang
hidup. Ide tentang PSH yang hampir tenggelam, yang dicetuskan 14 abad yang lalu,
kemudian dibangkitkan kembali oleh Comenius 3 abad yang lalu (di abad 16) dan Jhon
Dewey 40 tahun yang lalu (yaitu tahun 50-an). Tokoh pendidikan Johan Amos Comenius
(1592-1671) mencetuskan konsep pendidikan bahwa tujuan pendidikan adalah
untukmembuat persiapan yang berguna di akhirat nanti. Sepanjang hidup manusia adalah
proses penyiapan diri untuk kehidupan di akhirat. Dunia ini adalahbuku yang paling besar
dan paling lengkap yang tidak akan habis dikaji untuk dipahami dan diambil manfaatnya
sepanjang hayat.
Selanjutnya PSH didefinisikan sebagai tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian
dan penstrukturan pengalaman pendidikan. Pengorganisasiannya dan penstrukturan ini
diperluas mengikuti seluruh rentangan usia, dari usia yang paling muda ke usia palaing tua.
(Cropley; 67).
Rasional
Mengapa PSH diperlukan?
Di dalam tulisan cropley dengan memperhatikan masukan dari sebagian pemerhati
pendidikan mengemukakan beberapa alasan, antara lain: keadilan, ekonomi (biaya
pendidikan), perubahaan perencanaan, perkembangan teknologi, vaktor vokasional,
kebutuhan orang dewasa, dan kebutuhan anak-anak masa awal. (Cropley: 32-44).
Alasan keadilan
Terselenggaranya PSH secara meluas dikalangan dapat menciptakan
iklimlingkungan yang memungkinkan terwujudkan keadilan sosial. Masyarakat luas dengan
berbagai stratanya merasakan adanya persamaan kesempatan memperoleh pendidikan.
Selanjutnya berarti pula persamaan sosia, ekonomi dan politik. Hinsen menunjukan konteks
yang lebihluas yaitu dengan terselenggaranya PSH yang lebih baik akan membuka peluang
bagi perkembangan nasional yang mencapai tingkat persamaan nasional. (Cropley: 33).
Dalam hubungan ini Bowle mengemukakan statement bahwa PSH pada prinsipnya dapat
mengeliminasi peranan sekolah sebagai alat untuk melestariakan ketidakadilan sosial.
(Cropley: 33).
Alasan Ekonomi
Persoalan PSH dikaitkan dengan biaya penyelenggaraan pendidikan, produktivitas
kerja, dan peningkatan GNP. Di negara sedang berkembang biaya untuk perluasan
pendidikan danmeningkatkan kualitas pendidikan hampie-hampir tak tertanggulangi. Di
suatu sisi tantangan untuk mengejar keterlambatan pembanguan dirasakan, sedangkan di sisi
lain keterbatasan biaya dirasakan menjadi penghambat. Tidak terkecuali di negara yang
sudah maju teknologinya, yaitu dengan munculnya kebutuhan untuk memacukualitas
pendidikan dan jenis-jenis pendidikan. Beberapa negara maju merasakan beratnya beban
biaya penyelenggaraan pendidikanitu. Beberapa alternatif dilakukan untuk mengatasi
masalah pembiayaan itu, anatara lain dengan cara memperbesar daya serap sekolah misalnya
dengan sistem double shift, memperpendek masa pendidikan, meningkatkan daya
penggunaan teknologi pendidikan, mendiseminasikan inovasi-inovasi pendidikan, dan
sebagainya. Dalam hubungannya dengan masalah tersebut PSH yang secara radiakal
mendasarkan diri pada konsep baru dan pemerosesan pendidikan memiliki implikasi
pembiayaan pendidikan yang lebih luas dan lebih longgar. (Cropley: 35).
Alasan faktor sosial yang berhubungan dengan perubahan peranan keluarga, remaja,
dan emansipasi wanita dalam kaitanya dengan perkembangan iptek.
Perkembangan iptek yang demikian pesat yang telah melanda Negara maju dan
Negara-negara yang sedang berkembang memberiakan dampak yang besar terhadap
terjadinya perubahan-perubahan kehidupan social ekonomi dan nilai budaya. Seperti
berubahnya corak pekerjaan, status dan peran adolesen versus kelompok dewasa, hubungan
sosial dengan atasannya, khususnya bertambah usia harapan hidup dan menurunya jumlah
kematian bayi, dan yang tidak kalah pentingnya ialah berubahnya sistem dan peranan
lembaga pendidikan.
Fungsi pendidikan yang seharusnya diperankan oleh keluarga, dan juga fungsi
lainnya seperti fungsi ekonomi, rekreasi dan lain-lain, lebih banyak diambil alih oleh
lembaga-lembaga, organisasi-organisasi di luar lingkungan keluarga, khususnya oleh
sekolah. Dengan diambil aliihnya sebagian tugas pendidikan oleh sekolah, banyak orang tua
yang mengira bahwa seluruh tugas pendidikan sudah ditangani oleh sekolah secara tuntas,
sehingga orang tua hanya menunggu hasilnya. Sebaliknya, sekolah menganggap bahwa
pendidikan afektif sepenuhnya menjadi tanggung jawab orang tua. Ketidaksinkronan konsep
pendidikan di lingkungan keluarga dengan pendidikan di sekolah tersebut dapat di isi dengan
penyelenggaraan pendidikan sepanjang hidup (PSH) yang sifatnya menembus batas-batas
kelembagaan.
Alasan perkembanga iptek
Urauan sebelumnya telah menjelaskan betapa luasnya pengaruh pengembanagan
iptek dalam semuasektor pembangunan. Meskipun diakui bahwa pengaruh tersebut dalam
dunia pendidikan belum sejauh yang terjadi pada dunia pertanian, industri, transportasi dan
komunikasi, namun investasinya dalam dunia pendidikan telah mengejala dalam banyak hal.
Di kawasan asean inovasi pendidikan sudah banyak yang didesiminasikan sejak tahun 70-an,
seperti SD Pamong, SMP Terbuka, belajar jarak jauh, danlin-lain. Di segi lain muncul
pendekatan-pendekatan baru dan perubahan orientasi dalam proses belajar mengajar,
Konsep pengembangan tingkah laku, perubahan peran guru dan siswa, munculnya
berbagai tenaga kependidikan nonguru, pendayagunaan sumber belajar yang semakin
bervariasi dan lain-lain.Kesemuanya itu mengandung potensi yang kaya bagi
terselenggaranya pendidikan sepanjang hidup.
Alasan sifat pekerjaan.
Kenyataan menunjukan bahwa perkemabangan iptek di suatu sisi dalam sekala besar
menyita pekerjaan tangan diganti dengan mesin, tetapi tak dapat dipungkiri di sisi lain juga
memberikan andil kepada munculnya pekerjaan-pekerjaan baru yang menyerap banyak
tenaga kerja dan munculnya cara-cara baru dalam memproses pekerjaan. Akibatnya
pekerjaan menuntut persyaratan kerja yang selalu saja berubah. Drastisnya banyak
perubahan-perubahan yang dimaksud tidak antargenerasi tetapi di dalam satu generasi pun
perubahan itu banyak terjadi.
Kondisi seperti digambarkan itu mengandung implikasi bahwa PSH merupakan
alternative yang dapat mengantisipasi pemecahan maslah-masalah yang dihadapi oleh
pekerja di masa depan.
Implikasi pendidikan sepanjang hayat
Dengan diterimanya konsep PSH sebagai konsep dasar pendidikan maka berarti sifat
kodrati pendidikan, yaitu upaya memperolaeh bekal untuk mengatasi masalah hidup
sepanjang hiduplebih menembus dan menjiwai penyelenggaraan semua sistem pendidikan
yang ada, yang sudah melembaga atau belum.
Ciri-ciri yang dimaksud:
a) PSH menghilangkan tembok pemisah antara sekolah dengan lingkungan kehidupan nyata
di luar sekolah.
b) PSH menempatkan kegiatan belajar sebagai bagian integral dari proses hidup yang
berkesinambungan.
c) PSH lebih mengutamakan pembekalan sikap dan metode daripada isi pendidikan.
d) PSH menempatkan peserta didik sebagai individu yang menjadi pelaku utama didalam
proses pendidikan, yang mengarah pada pendidikan diri sendiri (self education),
autodidak yang aktif kreatif, tekun, bebas, dan bertanggung jawab, tabah, dan tahan
bantingan dan yang sejalan dengan penciptaan masyarakat gemar belajar (learning
society)
Di samping cirri-ciri tersebut yang menjadi alasan mengapa PSH perlu digalakanb adalah
juga:
a) Pada hakikatnya belajar berlangsung sepanjang hidup.
b) Sekolah tradisional tidak dapat memberikan bekal kerja yang coraknya semakin tak
menentuh dan cepat berubah.
c) Pendidikan masa balita mempunyai peranan penting sebagai pondasi pembentukan
kepribadian dan bagi aktualisasi diri. Sekolah tidak dapat mengisi pendidikan dimasa
balita itu.
d) Sekolah tradisional mengganggu pemerataan keadilan untuk memperolah kesempatan
berpendidikan.
e) Biaya penyelenggaraan sekolah tradisional sangat mahal.
2.1.4 Kemandirian dalam Belajar
a. Arti dan Prinsip yang Melandasi
kemandirian dalam belajar diartiakan sebagai aktivitas belajar yang berlangsungnya
lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari
pembelajar.
Konsep kemndirian dalam belajar betumpu pada prinsip bahawa individu yang belajar
hanya akan sampai kepada perolehan hasil belajar, mulai keterampilan, pengembangan
penalaran, pembentukan sikap sampai kepada penemuan diri sendiri, apabila ia mengalami
sendiri dalam proses perolehan hasil belajar tersebut.
b. Alasan yang Menopang
serempak dengan perkembangan iptek ada beberapa alasan yang memperkuat konsep
kemandirian dalam belajar. Conny Semiawan, dan kawan-kawan (Conny S.,1988: 14-16)
mengemukakan alasan sebagai berikut:
1) perkembangan iptek berlangsung semakin pesat sehingga tidak mungkin lagi para
pendidik (khususnya guru) mengajarkan konsep dan fakta kepada peserta didik.
2) Penemuan iptek tidak mutlak benar 100%, sifatnya relatif. Untuk mnghadapi kondisi
seperti itu perlu ditanamkan sikap ilmiah kepada peserta didik seperti keberanian
bertanya, berpikir kritis dan analitis dalam menemukan sebab-sebab, dan pemecahan
terhadap masalah.
3) Para ahli psikologi umumnya sependapat, bahwa peserta didik mampu memahami
konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertaidengan contih-contoh kongkret dan
wajar sesuai situasi dan kondisi yang dihadapi dengan mengalami atau mempraktekan
sendiri.
4) Dalam proses pendidakan dan pembelajaran konsep seyogianya tidak dilepaskan dari
pengembangan sikap dan penanaman nilai-nilai ke dalam diri peserta didik.
Konsep dasar kemndirian dalam belajar sebagaimana dikemukakan ini membawa
implikasi kepada konsep pembelajaran, peranan pendidik khususnya guru, dan peranan
peserta didik.
Belajar diartiakan sebagai aktivitas pengembanagan diri melalui pengalaman
bertumpu pada kemampuan diri belajar di bawah bimbingan pengajar. Mengajar diartikan
sebagai aktivitas mengarahkan, memberikan kemudahan bagaimana cara menemukan sesuatu
(bukan memberi sesuatu) berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh pengajar.
2.2 UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN
Proses pendidikan melibatakan banyak hal, yaitu:
1) Subjek yang dibimbing (peserta didik)
2) Orang yang membimbing (pendidik)
3) Interksi antara peserta didik dengan pendidik (intraksi edukatif)
4) Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
5) Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
6) Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
7) Tempat di mana pristiwa bimbinganberlangsung (lingkungan pendidkan)
2.2.1 Peserta Didik
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebut
demikian oleh karena peserta didik (tanpa pandang usia) adalah subjek atau pribadi yang
otnom, yang ingin diakui keberadaannya. Selaku pribadiyang memiliki ciri khas dan
otonomi, ia ingin mengembangkan diri (mendidik diri) secara terus-menerus guna
memecahkan masalah-masalah hidup yang dijumpai sepanjang hidupnya.
Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik adalah:
a) individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas,sehingga merupakan insan
yang unik.
b) Individu yang sedang berkembang.
c) Individuyang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
d) Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
2.2.2 Pendidik
Yang dimaksud dengan pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik.
Hal yang penting untuk diperhatiaknialah persoalan kewibawaan.
a. apa yang dimaksud kewibawaan?
Kewibawaan merupakan suatu pancaran batin yang dapat menimbulkan pada pihak lain sikap
untuk mengakui, menerima, dan menuruti dengan penuh pengertian atas kekuasaan tersebut.
b. Bagaimana kewibawaan timbul?
Kewibawaan mendidik hanya dimiliki oleh mereka yang sudah dewasa. Yang dimaksud
adalah kedewassan rohani yang ditopang kedewasan jasmani. Kedewasan jasmani tercapai
bila individu telah mencapai puncak perkembangan jasmani yang optimal; jadi telah
mencapai proporsi yang sudah mantap. Kedewasaan rohani tercapai bila individu telah
memiliki cita-cita hidup dan pandangan hidup yang tetap. Cita-cita dan pandanagan hidup ini
dijalannya kedalam dirinya dan selanjutnya berusaha untuk direalisir dalam bentuk tingkah
laku dan perbuatan.
c. Bagaimana memelihara kewibawaan?
Ibarat cahaya lampu bagaimana pun juga suatu kewibawaan dapat memudar jika tidak
dirawat dan dibina. Ada 3 sendi kewibawan yang menurut M.J Langeveld harus dibina
(Langeveld,1995:42-44) yaitu kepercayaan, kasih sayang, dan kemampuan.
Kepercayaan
Pendidik harus percaya bahwa dirinya bisa mendidik dan juga harus percaya bahwa peserta
didik dapat dididik.
Kasih sayang
Kasih sayang mengandung dua makna yakni penyerahan diri kepada yang disayangi
danpengendalian terhadap yang disayangi. Dengan adanya sifat penyerahan diri maka pada
pendidiktimbul kesediaan untuk berkorban yang dalam bentuk konkretnya berupa
pengabdian dalam kerja. Pengendalain terhadap yang disayangi dimaksudkan agar peserta
didik tidak berbuat sesuatu yang merugikan dirinya.
Kemampuan
Kemampuan mendidik dapat dikembangkan melalui beberapa car, anatara lain pengkajiaan
terhadap ilmu pengetahuan kependidikan, mengambil manfaat dari pengalaman kerja, dan
lain-lain.
2.2.3 Interaksi Edukatif antara Peserta Didik dan Pendidik
interaksi edukatif paad dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara peserta didik dan
pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara
optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan memanipulasikan isi,
metode, beserta alat-alat pendidikan.
2.2.4 Materi/Isi Pendidikan
Dalam sistem pendidikan persekolahan, materi sudah diramu dalam kurikulum yang akan
disajiakan sebagai sarana pencapaian tujuan. Materi ini meliputi inti maupun muatan lokal.
Materi ini bersifat nasional yang mengandung misi pengendalian dan persatuan bangsa.
Sedangkan muatan lokal misinya adalah mengembangkan kebhinnekaan kekayaan budaya
sesuai dengan kodndisi lingkungan. Dengan demikian jiwa dann semangat bhinneka tunggal
ika dapat ditumbuhkembangkan.
2.2.5 Konteks yang Mempengaruhi Pendidikan
a. Alat dan Metode
alat dan metode pendidikan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Alat melihat
jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan evektivitasnya. Alat dan metode diartiakan
sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakandengan sengaja untuk mencapai
tujuan pendidikan. Alat pendidikan dibedakan atas yang preventif dan yang kuratif.
1) Yang bersifat preventif, yaitu yang bermaksud mencegah terjadinya hal-hal yang tidak
dikehendaki misalnya larangan, pembatasan, peringatan bahkan juga hukuman.
2) Yang bersifat kuratif, yaitu yang bermaksud memperbaiaki, misalnya ajakan, contoh,
nasihat, dorongan, pemberiankepercayaan, saran, penjelasan, bahkan juga hukuman.
Untuk memilih dan menggunakan alat pendidikan yang efektif ada beberapa hal yang perlu
diperhatiakan,yaitu:
a) Kesesuaiannya dengan tujuanyang diinginkan.
b) Kesesuaiannya dengan peserta didik.
c) Kesesuaiannya dengan pendidik sebagai si pemakai.
d) Kesesuaiannya dengan situasi dan kondisi saat digunakan alat tersebut.
b. Tempat Peristiwa Bimbingan Berlangsung (lingkungan pendidikan)
lingkungan pendidikan biasa disebut tri pusat pendidikan keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
2.3 PENDIDIKAN SEBAGAI SISTEM
2.3.1 Pengertian Sistem
Banyak definisi yang digunkan untuk menjelaskan arti kata “sistem”, di antaranya
sebagai berikut :
a. Sistem adalah suatu kebulatn keseluruhan yang kompleks atau terorganisir , suatu
himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu
kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau utuh. (Tatang M. Amirin, 1992:10)
b. Sistem merupakan himpunan komponen yang saling berkaitan yang bersama-sama
berfungsi untuk mencapai suatu tujuan. (Tatang M.Amirin 1992:10)
c. Sistem merupakan sehimpunan komponen atau subsistem yang terorganisasikan dan
berkaitan sesuia dengan rencana untuk mencapai suatu tujuan tertentu. (Tatang M.Amirin
1992:10)
Sekalipun demikian, definisi yang berbeda-beda mengenai sistem mengandung
unsure persamaan yang dapat dipandang sebagai cirri umum dari system, yaitu mencakup
hal-hal sebagai berikut :
- Sistem merupakan suatu kesatuan yang berstruktur
- Kesatuan tersebut terdiri dari sejumlah komponen yang saling berpengaruh
- Masing-masing komponen mempunyai fungsi tertentu dan secara bersama-sama
melaksanakan fungsi struktur, yaitu mencapai tujuan system.
Dengan demikian, system dapat diartikan sebagai suatu kesatuan integral dari
sejumlah komponen. Komponen-komponen tersebut satu sama lain saling berpengaruh
dengan fungsinya masing-masing, tetapi secara fungsi komp[onen-komponen itu terarah
padaa pencapaian satu tujuan (yaitu tujuan dari sistem).
2.3.2 Komponen dan Saling Hubungan antara Komponen dalam Sistem Pendidikan
Toffler (1970) menganalogikan sekolah dengan sebuah pabrik. Memang sebenarnya
usah pendidikan itu tidak dapat disamakan dengan pabrik. Tetapi jika dilihat dari segi
mekanismenya, ada persamaan antara keduanya. Misalnya pabrk ingin memproduksi gula,
maka ia akan membutuhkan bahan mentah tebu (raw input) dan untuk memproses gula
sebagai keluaran (out put) diperlukan mesin penggilingan besrta perngkat lainnya (saran dan
prasarana) yand ditangani dan dikelola oleh pekerja. Di samping itu, juga dilakukan
pencatatan dan pendataan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan
produksi (administrasi).
Saran dan prasarana, ketenagaan, program, dan administrasi yang diperlukan untuk
pemrosessan bahan mentah seperti dikemukakan di atas merupakan masukan instrumental
(instrumental input).
Segenap lingkungan yang berpengaruh terhadap pemrosesan masukan bahan mentah
disebut masukan lingkungan (environmental input). Dari uraian tersebut terlihat bahwa
komponen-komponen yang menunjang system pabrik meliputi :
a. Masukan mentah (raw input)
b. Masukan instrumental (instrumental input)
c. Masukan lingkungan (environmental input)
INSTRUMENTAL INPUT
RAW INPUT PROSES OUTPUT
ENVIRONMENTAL INPUT
PENDIDIKAN FORMAL
SEKOLAH DASARPERGURUAN TINGGI
2.3.3 Hubungan Sistem Pendidikan dengan Sistem lain dan Perubahan Kedudukan dari
Sistem
Suatu komponen dapat berubah status menjadi sistem,apabila komponen tersebut
dilihat secra tersendiri dan ternyata terdiri dari sejumlah sub-sistem. Jadi system pendidikan
dapat dilihat dalam ruang linkup makro dan ruang linkup mikro.
Sebagai subsistem, bidang ekonomi, pendidikan, dan politik masing-masing sebagai
suatu system. Pendidikan nonformal, pendidikan formal, dan pendidikan informal merupakan
subsistem dari bidang pendidikan sebagai system dan seterusnya. Pada gambra di bawah ini,
pendidikan formal sebagai subsistem (komponen) dari sistem pendidikan dapat merupakan
sebuah system yang memiliki subsistem/komponen-komponen : sekolah dasar, sekolah
menengah, dan pendidikan tinggi.
2.3.4 Pemecahan Masalah Pendidikan Secara Sistematik
a. Cara Memandang Sistem
SM
administrasi
kurikulum
ketenagaan
Perubahan cara memandang suatu system dari komponen menjadi system ataupun
sebaliknya suatu sistem menjadi komponen dari system yang lebih besar, tidak lain daripada
perubahan cara memandang ruang lingkup suatu system atau dengan kata lain ruang lingkup
suatu permasalahan.
Jika sebuah komponen suatu system dipisahkan dari komponen-komponen yang lain,
dan dikaji secara tersendiri, maksudnya tidak lain ialah agar komponen tersebut dapat
dianalisis secara lebih mendalam. Bagian-bagianya (subkomponennya) dapat dianalisis
fungsinya secara lebih khusus dan mendalam, demikian pula hubungan antara bagian yang
satu dengan yang lain dapat dipahami lebih seksama, sehingga dapat ditemukan cara-cara
pemecahan masalah secara lebih baik.
Selanjutnya, memandang suatu system dalam konteks ruang lingkup yang lebih besar
(suprasistem) mempunyai manfaat agar kita memandang suatu persoalan tidak lepas dari hal-
hal yang melatarbelakangi atau yang mewadahinya. Sebab dibalik sebuah system sebagai
produk budi daya atau rekayasa, sperti system pendidikan, tentu terdapat konsep dan cita-
cita.
b. Masalah Berjenjang
Suatu masalah satu sama lain saling berkaitan, dalam hubungan :
- sebab akibat
- altenatif masalah
- latar belakang masalah
c. Analisis Sistem dalam Pendidikan
Penggunaan analisis system dalam pendidikan dimaksudkan untuk memaksimalkan
pencapaian tujuan pendidikan dengan cara yang efisien dan efektif.
Prinsip utama dari penggunaan analisis system ialah : Bahwa kita dipersyaratkan
untuk berpikir secara sistematik, artinya kita harus memperhitungkan segenap komponen
yang terlibat dalam masalah pendidikan yang akan dipecahkan. Cara demikian,
memungkinkan kita untuk tidak terburu-buru mengambil keputusan setelah melihat suatu
alternatif sebagai satu-satunya yang dapat digunakan. Jika seorang guru mendapati muridnya
sering absen belajar, tidak sepantasnya terus langsung menetapkan sebuah cara pemecahan ,
misalnya dengan menghukumnya, dengan dalih karena murid tersebut pemalas. Cara
demikian sangat tidak bijaksana karena tidak didasarkan kepada cara pemecahan yang
sistematik. Seorang guru harus menempuh cara pendekatan yang sistematik (menyeluruh)
dan berusaha melacak semua hal yang diperkirakan menjadi penyebab masalah.
Berdasarkan pelacakan yang saksama terhadap hal-hal yang mungkin menjadi
penyebab, ditemukanlah bahwa murid tersebut banyak absen karena diberikan tugas oleh
pamannnya tempat menumpang untuk membantu menyiapkan kedai nasi sehingga waktu
belajar tersita. Jika demikian maka pemecahannya akan menjadi lain. Tidak harus
menghukumnya akan tetapi dengan pendekatan kepada pamannya agar diberikan waktu
untuk belajar.
Dengan demikian ,jika tujuan system tidak tercapai sepenuhnya, maka dapat diusahakan :
a. Menemukan komponen yang mengandung kelemahan.
b. Menemukan hubungan antarkomponen yang mengandung kelemahan; dan
c. Memperbaiki komponen dan ataupun hubungan antarkomponen yang lemah tersebut.
Di sini dapat ditemukan alternatif pemecahan. Jadi tidak usah komponen dan
hubungan antarkomponen secara keseluruhan harus diganti dengan yang baru. Di sinilah arti
efisiensi dan efektifitas analisis system. Hal ini tidak berarti bahwa perbaikan system
pendidikan selalu bersifat parsial, sperti yang dijelaskan. Penggunaan analisis system dalam
pendidikan tidak saja berguna untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan dalam ruang
lingkup mikro tetapi juga makro.
d. Saling Hubungan Antarkomponen
Komponen-komponen yang baik menunjang terbentuknya suatu system yang baik.
Tetapi komponen yang baik saja belum menjamin tercapainya tujuan system secara optimal,
manakala komponen tersebut tidak berhubungan secraa fungsional dengan komponen yang
lain.
Hubungan fungsional antarkomponen ini berupa hubungan yang bersifat dinamis
antarkomponen-komponen dan gerak fungsi dari seluruh komponen terarah kepada tujuan
system. Tanpa ada hubungan yng fungsional antarkomponen, suatu komponen yang baik
kondisinya praktis tidak mempunyai arti dalam pencapaian tujuan sistem.
Dilihat dari segi pencapaian tujuan, padaa prinsipnya setiap system dibangun dengan
maksud untuk pencapaian tujuan secara optimal. Jika optimasi pencapaiaan tujuan tetap
dipertahankan, akan tetapi masih terdapat komponen yang kualitasnya kurang baik ataupun
komponen yang berubah, logikanya harus ada komponen lain yang dapat mengimbangi atau
menutup kekurangan dengan menggantikan fungsi dari komponen yang pertama tadi. Jika
tidak, maka target tujuan tidak tercapai. Misalnya, dalam system pengajaran, kekurangan
pada komponen peralatan pengajaran tidak mengganggu pencapaaian target tujuan system
jika dapat diimbangi oleh komponen guru yang mahir dalam mengajar. Demikianlah pula
sebaliknya guru yang kurang terampil dalam mengajar dapat ditunjang alat bantu mengajar
yang memadai.
e. Hubungan Sistem dengan Suprasistem
Telah dijelaskan bahwa di dalm suatu system,komponen-komponen saling
berhubungan. Dalam ruang lingkup yang besar (ruang lingkup makro) terlihat pula system
yang satu saling berhubungan dengan system yang lain. Hal ini wajar, oleh karena pada
dasraanya setiap system itu hanya merupakan satu aspek dari kehidupan. Sedangkan segenap
segi kehidupan itu kita butuhkan, sehingga semuanya memerlukan pembinaan dan
pengembangan. Antara system tersebut terdapat hubungan fungsional yng bersifat saling
menunjang. Berdasarkan itu pula maka system pendidikan hanya dapat terbina dan
berkembang dengan baik apabila strategi pengembangannya mengindahkan pengembangan
yang terjadi pada system-sistem yang lain. System-sistem tersebut secra keseluruhan
membentuk suprasistem. Jelasnya pembangunan system pendidikan nasional (system) hanya
akan berhasil jika mengacu kepada pembangunan nasional secra keseluruhan (suprasistem).
2.3.5 Keterkaitan Antara Pengajaran dan Pendidikan
Istilah pengajaran dapat dibedakan dari pendidikan, tetapi sulit dipisahkan. Jika
dikatakn “anak diajar menulis yang baik” lebih terasa sebagai pengajaran. Tetapi jika “anak
dikembangkan kegemarannya untuk menulis yang baik” maka lebih mirip pendidikan.
Contoh di atas menunjukkan bahwa terhadap sesuatu objek kegiatan (menulis, menyusun
jadwal, mengkaji agama )dapat dipilih sisi pengajaran dan sisi pendidikannya.
Pengajaran (Instruction)
- Lebih menekankan pada penguasaan wawasan dan pengetahuan tentang bidang/program
tertentu seperti pertanianm kesehatan dan lain-lain.
- Makan waktu relatif pendek
- Metode lebih bersifat rasional, teknis praktis
Pendidikan (Education)
- Lebih menekankan pada pembentukan manusianya (penanaman sikap dan nilai-nilai)
- Makan waktu relatif panjang
- Metode lebih bersifat psikologis dan pendekatan manusiawi
Kesimpulan yang dapat ditarik dari persoalan pengajaran dan pendidikan adalah sebagai berikut
:
a. Pengajaran dan pendidikan dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain .
Masing-masing saling mengisi.
b. Pembedaan dilakukan hanya untuk kepentingan analisis agar masing-masing dapat dipahami
lebih baik.
c. Pendidikan modern lebih cenderung mengutamakan pendidikan, sebab pendidikan
membentuk wadah, sedang pengajaran mengusahakan isinya. Wadah harus menetap
meskipun isi bervariasi dan berubah.
2.3.6 Pendidikan Prajabatan (Preservice Education) dan Pendidikan dalam Jabatan
(Inservice Education) sebagai Sebuah Sistem
Pendidikan prajabatan berfungsi memberikan bekal secara formal kepada calon
pekerja dalam bidang tertentu dalam periode waktu tertentu seperti STM tiga tahun, diploma
III matematika tiga tahun, ataupun strata I jurusan matematika empat tahun untuk dibekali
menjadi pekerja di bidang teknik guru matematika pada SMP ataupun guru matematika pada
SLTA.
Sedangkan pendidikan dalam jabatan bermaksud memberikan bekal tambahan kepada
orang-orang yang telah bekerja berupa penataran, kursus-kursus, dan lain-lain. Tenggang
waktunya sangat bervariasi sesuai dengan kebutuhan, serempak dengan kemajuan zaman dan
perkembangan masyarakat, khususnya dunia kerja yang semakin hari semakin berkembang
dan semakin bervariasi. Sehubungan dengan itu, terjadi pergeseran cara memandang kedua
macam pendidikan tersebut.
Dahulu pada masa diman pekerjaan lebih bersifat statis dan kurang bervariasi, ada
kecenderungan pendidikan prajabatan diutamakan sedangkan pendidikan dalam jabatan tidak
dipandang sebagi suatu yang penting selaku sarana penyiapan tenaga kerja maupun selaku
upaya pengembangan diri sebagai anggota masyarakat yang senantiasa ditantang oleh
kemajuan. Ada kecenderungan pendidikan prajabatan menyediakan tenggang waktu yang
cukup lama dengan maksud agar calon-calon pekerja yang dididik dapat diberikan bekal
semantap-mantapnya sebelum terjun ke lapangan kerja.
Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa semakin hari porsi pendidikan dalam
jabatan semakin bertambah besar sehingga relaatif hampir sama dengan porsi pendidikan
prajabatan. Di samping itu, kedudukannya juga menjadi bertambah penting. Dengan kata lain
pendidikan prajabatan dan pendidikan dalam jabatan merupakan dua macam paket program
pendidikan yang terikat dalam suatu system pendidikan yang terpadu.
2.3.7 Pendidikan Formal, Non-Formal, dan Informal sebagai Sebuah Sistem
Pendidikan formal (PF) yang sering disebut pendidikan persekolahan, berupa
rangkaian jenjang pendidikan yang telah baku. Mulai dari jenjang sekolah dasar (SD) sampai
dengan perguruan tinggi (PT). sementara itu pendidikan taman kanak-kanak masih
dipandang sebagai pengelompokan belajar yang menjembatani anak dalam suasana hidup
dalam keluarga dan di sekolah dasar. Biasa juga disebut pendidikan prasekolah dasar.
Menurut UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan
setiap warga Negara diwajibkan mengikuti pendidikan formal minimal samapi tamat SMP.
Bagi warga Negara yang tidak sempat mengikuti ataupun menyelesaikan pendidikan pada
jenjang tertentu dalam pendidikan formal (putus sekolah) disediakan pendidikan nonformal,
untuk memperoleh bekal guna terjun ke masyarakat.
Hal-hal yang menjadi faktor pendorong perkembangan pendidikan nonformal ialah :
- Semakin banyaknya jumlah angkatan muda yang tidak dapat melanjutkan sekolah.
Sedangkan mereka terdorong untuk memasuki lapangan kerja dengan harus memiliki
keterampilan tertentu yang dipersyaratkan oleh lapngan kerja.
- Lapangan kerja, khususnya sektor swasta, mengalami perkembangan cukup pesat dan lebih
pesat ketimbang peerkembangan sector pemerintah. Masing-masing lapangan kerja tersebut
menuntut persyaratan-persyaratan khusus, yang lazimnya belum dipersiapkan oleh
pendidikan formal.
Dari uraian tersebut semakin terlihat betapa eratnya kerja sama antara pendidikan
formal dan pendidikan nonformal, yang satu sama lainnya bersifat komplementer sebagai
sebuah system yang terpadu. Selanjutnya juga pendidikan informal sebagai suatu fase
pendidikan yang berada di samping dan di dalam pendidikan formal dan pendidikan
nonformal sangat menunjang keduanya.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan formal, nonformal, dan informal ketiganya
hanya dapat dibedakan tetapi sulit dipisah-pisahkan karena keberhasilan pendidikan daalam
arti terwujudnya keluaran pendidikan yang berupa sumber daya manusia sangat tergantung
kepada sejaauh mana ketiga sub-sistem tersebut berperanan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa:
1) Pendidikan merupakan wahana penting untuk membangun mahasiswa. Pada gilirannya
manusia hasil pendidikan itu menjadi sumberdaya pembangunan. Karena itu, pendidik dalam
melaksanakan tugasnya diharapkan tidak membuat kesalahan-kesalahan dalam prosesnya.
Sebab kesalahan mendidik dapat berakibat fatal bagi generasi yang akan datang.
2) Kesalahan dalam mendidik hanya dapat dihindari jika pendidik memahami apa hakikat
pendidikan itu. Gambaran yang jelas dan benar tentang pendidikan dapat diperoleh melalui
pengkajian terhadap arti dan tugas pendidikan, konsep-konsep mendasarinya, unsur-
unsurnya, dan kepaduan antara unsur tersebut.
3.2 Saran
Setelah penulis membahas dan mengkaji tentang pengertian dan unsur-unsur pendidikan,
penulis mendapatkan banyak manfaat dari hasil pembahasan tersebut diantaranya pengetahuan
tentang hakikat suatu pendidikan dan tentunya unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Adapun
saran yang ingin disampaikan penulis dari pembahasan materi ini diantaranya:
1) Dengan mengetahui pengertian dan unsur-unsur pendidikan ini, minimal kita bisa
menerapkanya dalam pendidikan di negeri ini dan menjadikannya sebagai bahan evaluasi
untuk pendidikan kita kedepannya.
2) Kepada pihak fakultas agar bisa menambah buku-buku penunjang yang dapat dimanfaatkan
oleh para mahasiswa, untuk menambah wawasannya dalam bidang pendidikan khususnya
bagi calon-calon pendidik.
3) Untuk para penulis yang akan datang hendaknya memilih objek penulisan yang lebih
menarik.
DAFTAR PUSTAKA
Anglin G.J.. 1991. Insructional technologi Past, Present, and Future.USA: Libraries Unlimited Inc.
Conney, Semiawan.1988.Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: PT.Gramedia.
Innotech. 1976. System Approach. Manila, (modele 16)
Mardiatmadja, B.S.. 1986. Tantangan Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Kasinus.
Tatang, M. Amirin. 1992. Pokok-Pokok Teori Sistem. Jakarta: Rajawali Pers.
Shane, H.G.. 1984. Arti Pendidikan Bag i Masa Depan. Penterjemah: Dr. M.
Ansyur. Pustekom Dikbud. Jakarta: CV Rajawali.
Winkel, W.S. 1983. Psikologi Pendidikan Dan Belajar. Jakarta. PT Gramedia.
Tirtaraharja, Umar. 1990. Dasar-Dasar Kependidikan. Ujung Pandang: FIP-IKIP.
Conry, Setiawan.1988. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: PT Gramedia.