25
Peran Dokter dalam Mengambil Keputusan Sesuai Etika Kedokteran Citra P D C 102010307 B5 8 Januari 2014 Universitas Kristen Krida Wacana Alamat korespondensi : [email protected] Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl.Terusan arjuna no.6 Jakarta Barat 11510 PENDAHULUAN Pola pikir manusia dari tahun ke tahun terus berkembang. Hal ini terwujud dalam berbagai kemajuan ilmu dan teknologi yang pada dasarnya bertujuan meningkatkan taraf dan kualitas hidup manusia itu sendiri. Perkembangan ilmu dan teknologi mempengaruhi perkembangan ilmu kedokteran dan profesi kedokteran. Sejak awal sejarah umat manusia, sudah dikenal hubungan kepercayaan antara dua insan yaitu manusia penyembuh dan penderita. Dalam zaman modern, hubungan ini disebut transaksi atau kontrak terapetik antara dokter dan pasien. Hubungan ini dilakukan secara konfidensial, dalam suasana saling percaya mempercayai, dan hormat menghormati. 1 | bioetik

Makalah Blok 30 Kasus 5

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asdfgh

Citation preview

Peran Dokter dalam Mengambil Keputusan Sesuai Etika KedokteranCitra P D C 102010307B5 8 Januari 2014Universitas Kristen Krida WacanaAlamat korespondensi :[email protected] kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl.Terusan arjuna no.6 Jakarta Barat 11510PENDAHULUANPola pikir manusia dari tahun ke tahun terus berkembang. Hal ini terwujud dalam berbagai kemajuan ilmu dan teknologi yang pada dasarnya bertujuan meningkatkan taraf dan kualitas hidup manusia itu sendiri. Perkembangan ilmu dan teknologi mempengaruhi perkembangan ilmu kedokteran dan profesi kedokteran.Sejak awal sejarah umat manusia, sudah dikenal hubungan kepercayaan antara dua insan yaitu manusia penyembuh dan penderita. Dalam zaman modern, hubungan ini disebut transaksi atau kontrak terapetik antara dokter dan pasien. Hubungan ini dilakukan secara konfidensial, dalam suasana saling percaya mempercayai, dan hormat menghormati.Sejak terwujudnya praktek kedokteran, masyarakat mengetahui dan mengakui adanya beberapa sifat mendasar yang melekat secara mutlak pada diri seorang dokter yang baik dan bijaksana, yaitu kemurnian niat, kesungguhan kerja, kerendahan hati serta integritas ilmiah dan moral yang tidak diragukan.

Kemajuan tersebut selain menyebabkan peningkatan kualitas profesi kedokteran, juga menyebabkan timbulnya aneka ragam permasalahan, antara lain mahalnya pelayanan medik. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi terjadi pula perubahan tata nilai dalam masyarakat, misalnya hal-hal yang dahulu dianggap wajar, dewasa ini dikatakan tidak wajar atau mungkin pula sebaliknya.Masyarakat pun semakin kritis dalam memandang masalah yang ada, termasuk pelayanan yang diberikan dalam bidang kesehatan. Masyarakat kini menuntut agar seorang dokter atau suatu instansi kesehatan memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Tidak jarang masyarakat merasa tidak puas atas pelayanan kesehatan yang ada dan tidak tertutup kemungkinan seorang dokter akan dituntut di muka pengadilan.Untuk menghindari hal-hal di atas, jelaslah bahwa profesi kedokteran membutuhkan pedoman sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh seorang dokter. Pedoman yang demikian dikenal dengan nama Kode Etik Kedokteran. Untuk menjalankan dan mengamalkan kode etik tersebut seorang dokter juga harus sudah dibekali dengan wawasan keagamaan yang kuat karena dalam ilmu agama sudah tercakup pengetahuan mengenai moral dan akhlak yang baik antara sesama manusia.Seorang dokter harus menghayati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran dalam menjalankan profesinya. Dengan berpedoman pada kode etik tersebut diharapkan seorang dokter dapat menjalankan profesinya dengan baik sehingga martabat profesi kedokteran dapat lebih terjaga.PEMBAHASANI. ScenarioSeorang pasien berumur 62 tahun datang ke rumah sakit dengan karsinoma kolon yang telah terminal. Pasien masih cukup sadar, berpendidikan cukup tinggi. Ia memahami benar posisi kesehatannya dan keterbatasan kemampuan ilmu kedokteran saat ini. Ia juga memiliki pengalaman pahit sewaktu kakaknya menjelang ajalnya dirawat di ICU dengan peralatan bermacam-macam tampak sangat menderita, dan alat-alat tersebut tampaknya hanya memperpanjang penderitaannya saja. Oleh karena itu, ia meminta kepada dokter apabila dia mendekati ajalnya agar menerima terapi yang minimal saja (tanpa antibiotika, tanpa peralatan ICU, dan lain-lain), dan ia ingin mati dengan tenang dan wajar. Namun, ia tetap setuju apabila ia menerima obat-obatan penghilang rasa sakit bila memang dibutuhkan.II. Aspek medikolegalPersetujuan tindakan medicPeraturan menteri kesehatan No 585/MenKes/Per/IX/1989 tentang persetujuan tindakan medisPasal 1. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/19891. Persetujuan tindakan medik/informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas adsar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut; Tindakan medik adalah suatu tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien berupa diagnostik atau terapeutik; 2. Tindakan invasif adalah tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh; 3. Dokter adalh dokter umum/spesialis dan dokter gigi/dokter gigi spesialis yang bekerja di rumah sakit, puskesmas, klinik, atau praktek perorangan atau bersama. 6

Pasal 2. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

1. Semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

2. Persetujuan dapat diberi secara bertulis atau lisan

3. Persetujuan sebagaiman dimaksud ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan serta risiko yang dapat ditimbulkannya.

4. Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta kondisi dan situasi pasien6

Pasal 3. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

1. Setiap tindakan medis yang berisiko tinggi harus dengan persetujuan bertulis yang ditanda tangani oleh yang berhak memberikan persetujuan6

Pasal 4. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

1. Informasi tentang tindakan medik harus diberi kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta.

2. Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya, kecuali bila dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan informasi. 6 Pasal 5. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

1. Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medik yang kan dilakukan, baik diagnostik maupun terapeutik

2. Informasi diberikan secara lisan

3. Informasi harus diberiakn jujur dan benar kecuali bila dokter menilai bahwa hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien,

4. Dalam hal dimaksud dalam ayat (3) dokter dengan persetujuan pasien dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat pasien. 6 Pasal 8. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

1. Persetujuan diberiakan oleh pasien dewasa yang berada dalam keadaan sedar dan sehat mental

2. Pasien dewasa yang dimaksud ayat (1) adalah yang telah berumur 21 tahun atau telah menikah. 6

III. Prosedur KedokteranProsedur kedokteranSebagai tenaga medis dan pengambil keputusan, dokter harus melakukan prosedur tindakan medis sebelum pengambilan tindakan. Untuk kasus-kasus seperti euthanasia pasif seperti diatas, sebaiknya dokter melalui langkah sebagai berikut:1. Perhatikan keadaan umum pasien (rekam medic) 2. Status psikiatri 3. Edukasi pasien terlebih dahulu 4. Lakukan tindakan persuasive dengan pihak keluarga ajukan informed consent terlebih dahulu Dalam aspek hukum kesehatan, hubungan dokter dengan pasien terjalin dalam ikatan transaksi atau kontrak terapeutik. Tiap-tiap pihak, yaitu yang memberi pelayanan (medical providers) dan yang menerima pelayanan (medical receivers) mempunyai hak dan kewajiban yang harus dihormati. Dalam ikatan demikianlah masalah Persetujuan Tindakan Medik atau yang sekarang disebut Persetujuan Tindakan Kedokteran (PTM) ini timbul. Artinya, di satu pihak dokter (tim dokter) mempunyai kewajiban untuk melakukan diagnosis, pengobatan, dan tindakan medik yang terbaik menurut jalan pikiran dan pertimbangannya (mereka), dan di lain pihak pasien atau keluarga pasien memiliki hak untuk menentukan pengobatan atau tindakan medik apa yang akan dilaluinya.5

Masalahnya adalah, tidak semua jalan pikiran dan pertimbangan terbaik dari dokter akan sejalan dengan apa yang diinginkan' atau dapat diterima oleh pasien atau keluarga pasien. Hal ini dapat terjadi karena dokter umumnya melihat pasien hanya dari segi medik saja, sedangkan pasien mungkin melihat dan mempertimbangkan dari segi lain yang tidak kalah pentingnya, seperti keuangan, psikis, agama, dan pertimbangan keluarga.5

Perkembangan terakhir di Indonesia mengenai PTM adalah ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan No. 585/Menkes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik (informed consent).5

Yang dimaksud dengan informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau walinya yang berhak kepada dokter untuk melakukan suatu tindakan medis terhadap pasien sesudah pasien atau wali itu memperoleh informasi lengkap dan memahami tindakan itu. Dengan kata lain, informed consent juga disebut persetujuan tindakan medis. Persetujuan (consent) dapat dibagi menjadi 2, yaitu:

1. expressed, dapat secara lisan atau secara tulisan, dan

1. implied, yang dianggap telah diberikan.

Persetujuan yang paling sederhana ialah persetujuan yang diberikan secara lisan, misal untuk tindakan-tindakan rutin. Tindakan-tindakan, yang lebih kompleks yang mempunyai risiko yang kadang-kadang tidak dapat diperhitungkan dari awal dan yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa atau cacat permanen, memperoleh persetujuan yang tertulis agar suatu saat apabila diperlukan persetujuan itu dapat dijadikan bukti.

Namun, persetujuan yang dibuat secara tertulis tersebut tidak dapat dipakai sebagai alat untuk melepaskan diri dari tuntutan apabila terjadi suatu yang merugikan pasien. Hal ini harus diingat karena secara etik dokter diharapkan untuk memberikan yang terbaik bagi pasien. Apabila dalam suatu kasus ditemukan unsur kelalaian dari pihak dokter, maka dokter tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. Begitu pula dari pihak pasien; mereka tidak bisa langsung menuntut apabila terjadi hal-hal di luar dugaan karena hams ada bukti-bukti yang menunjukkan adanya kelalaian. Dalam hal ini, harus dibedakan antara kelalaian dan kegagalan. Apabila hal tersebut merupakan risiko dari tindakan yang telah disebutkan dalam persetujuan tertulis, maka pasien tidak bisa menuntut. Oleh sebab itu, untuk memperoleh persetujuan dari pasien dan untuk menghindari adanya salah satu pihak yang dirugikan, dokter wajib memberikan informasi sejelas-jelasnya agar pasien dapat mempertimbangkan apa yang akan terjadi terhadap dirinya. Biasanya informasi itu meliputi:

1. sifat dan tujuan tindakan medik;

1. keadaan pasien yang memerlukan tindakan medis;

1. risiko dari tindakan itu apabila dilakukan atau tidak.

Implied consent adalah peristiwa yang terjadi sehari-hari. Misalnya, seorang ibu datang ke poliklinik kebidanan dengan keluhan terasa ada yang aneh pada alat-alat genital. Dalam hal ini, ia dianggap telah memberikan persetujuan untuk dilakukan pemeriksaan sesuai prosedur. Meskipun demikian, secara etik/santunnya dokter diharapkan meminta persetujuan lisan.

Implied consent juga dapat terjadi pada keadaan gawat darurat apabila pasien dalam keadaan tidak sadar, kritis, sementara persetujuan dari wali tidak diperoleh karena tidak ada di tempat. Dalam hal ini dokter secara etik berkewajiban menolong pasien jika memang diyakini tidak ada orang lain yang sanggup.4,5

Dalam memberikan informasi tentang tindakan medis yang akan dilakukan, harus diingat kondisi pasien pada saat itu. Mengingat pasien biasanya datang dalam keadaan yang tidak sehat, diharapkan dokter tidak memberikan informasi yang dapat mempengaruhi keputusan pasien karena dalam keadaan yang demikian itu pikiran pasien tersebut mudah terpengaruh. Atau apabila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk menerima informasi tersebut, diharapkan wali yang berhak dapat menggantikannya. Apabila wali tidak ada dan kondisi pasien kritis, maka implied consent dapat diambil sebagai pegangan untuk melakukan tindakan medis.

Selain terhadap kondisi pasien pada saat ia datang, dokter juga harus dapat menyesuaikan diri terhadap tingkat pendidikan pasien agar pasien mengerti dan memahami pembicaraan. Pasien mempunyai hak untuk memperoleh informasi dan dokter berkewajiban menyampaikan informasi tersebut, baik diminta atau tidak, kecuali jika penyampaian informasi tersebut akan memperburuk kondisi pasien. Ini sesuai dengan hak dan kewajiban dokter dan pasien.

Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.

Elemen-elemen informed consent

Suatu informed consent harus meliputi :

1. Dokter harus menjelaskan pada pasien mengenai tindakan, terapi dan penyakitnya 1. Pasien harus diberitahu tentang hasil terapi yang diharapkan dan seberapa besar kemungkinan keberhasilannya 1. Pasien harus diberitahu mengenai beberapa alternatif yang ada dan akibat apabila penyakit tidak diobati 1. Pasien harus diberitahu mengenai risiko apabila menerima atau menolak terapi Risiko yang harus disampaikan meliputi efek samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan obat atau tindakan pemeriksaan dan operasi yang dilakukan.Informed Consent

Hal-hal yang disampaikan pada suatu informed consent yang termasuk pada bagian prosedur tindakan medis ialah sebagai berikut : 5

1. Hasil Pemeriksaan

Pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Misalnya perubahan keganasan pada hasil Pap smear. Apabila infomasi sudah diberikan, maka keputusanselanjutnya berada di tangan pasien.1. Risiko

Risiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya antisipasi yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut. Reaksi alergi idiosinkratik dan kematian yang tak terduga akibat pengobatan selama ini jarang diungkapkan dokter. Sebagian kalangan berpendapat bahwa kemungkinan tersebut juga harus diberitahu pada pasien. Jika seorang dokter mengetahui bahwa tindakan pengobatannya berisiko dan terdapat alternatif pengobatan lain yang lebih aman, ia harus memberitahukannya pada pasien. Jika seorang dokter tidak yakin pada kemampuannya untuk melakukan suatu prosedur terapi dan terdapat dokter lain yang dapat melakukannya, ia wajib memberitahukan pada pasien. Alternatif

Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan terapi. Ia harus dapat menjelaskan prosedur, manfaat, kerugian dan bahaya yang ditimbulkan dari beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh adalah terapi hipertiroidisme. Terdapat tiga pilihan terapi yaitu obat, iodium radioaktif, dan subtotal tiroidektomi. Dokter harus menjelaskan prosedur, keberhasilan dan kerugian serta komplikasi yang mungkin timbul.

1. Rujukan/ konsultasi

Dokter berkewajiban melakukan rujukan apabila ia menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan yang ia miliki kurang untuk melaksanakan terapi pada pasien-pasien tertentu. Pengadilan menyatakan bahwa dokter harus merujuk saat ia merasa tidak mampu melaksanakan terapi karena keterbatasan kemampuannya dan ia mengetahui adanya dokter lain yang dapat menangani pasien tersebut lebih baik darinya.

1. Prognosis

Pasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi, sekuele, ketidaknyamanan, biaya, kesulitan dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak mendapat pengobatan atau tidak mendapat tindakan apapun. Pasien juga berhak mengetahui apa yang diharapkan dari dan apa yang terjadi dengan mereka. Semua ini berdasarkan atas kejadian-kejadian beralasan yang dapat diduga oleh dokter. Kejadian yang jarang atau tidak biasa bukan merupakan bagian dari informed consent.IV. Aspek bioetik kedokteranEtika adalah disiplin ilmu yang memperlajari baik-buruk atau benar-salahnya suatu sikap dan atau perbuatan seseorang atau institusi dilihat dari moralitas. Trdapat dua teori etika yang paling banyak dianut orang adalah teori deontologi dan teleologi.

Dalam profesi kedokteran dikenal 4 prinsip moral utama dan beberapa rules dibawahnya, yang digunakan untuk mencapai ke suatu keputusan etik.

Ke-4 kaidah dasar moral tersebut adalah:

1. Prinsip otonomi (menghormati martabat manusia)

Prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination). Menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan pasien demi dirinya sendiri sama dengan otonom (sebagai mahluk bermartabat). Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent.

Otonomi adalah suatu bentuk kebebasan bertindak di mana seseorang mengambil keputusan sesuai dengan rencana yang ditentukannya sendiri. Terdapat dua unsur yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan tentang suatu rencana tertentu, mampu memilih alternatif alternatif yang ada, dan mampu mewujudkan rencananya menjadi kenyataan. Otonomi dapat dikatakan merupakan hak atas perlindungan privasi. Dalam hubungan dokter pasien dibedakan menjadi dua, yaitu :

0. Otonomi Klinis (Kebebasan profesional) dari dokter

Hak dokter untuk menyarankan tindakan terbaik bagi pasien menyangkut penyakitnya, berdasarkan ilmu, keterampilan, dan pengalaman dokter tersebut.

0. Kebebasan Terapeutik.Hak pasien untuk memutuskan yang terbaik bagi dirinya, setelah mendapatkan informasi selengkap lengkapnya termasuk dari segi biaya dari sejumlah alternatif tindakan yang mungkin dilakukan.

Otonomi ini bersumber dari prinsip hormat pada diri sendiri, atau yang lebih luas lagi hormat terhadap manusia sebagai pesona. Dalam hal ini kita mengartikan rumusan Hippokrates bahwa dokter harus berbuat baik kepada pasien menurut penilaian yang paling objektif yang tersedia, kecuali bila pasien secara otonomi memilih jalan lain, asal hati nurani dokter tidak ditentang melampaui batas.

2. Prinsip beneficence (berbuat baik)

Prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien. Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare). Pengertian berbuat baik diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajiban. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya (mudharat).

Ciri-ciri kaidah beneficiense ialah :

a. Mengutamakan altruisme yaitu rela berkorban dan menolong tanpa pamrih

b. Memandang pasien tidaklah mengutungkan dokter

c. Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan keburukannya

d. Bertanggung jawab (paterbalisme)/berkasih sayang

e. Menjamin kehidupan baik bagi manusia

f. Memaksimalkan pemuasan kebahagiaan pasien

g. Meminimaliskan kerugian pasien

h. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan

i. Memeberikan obat murah namun berkhasiat

j. Menerapkan golden rule principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti yang orang lain inginkan.

3. Prinsip non-maleficence (tidak berbuat yang merugikan)

Prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum non nocere atau above all do no harm. Primum non nocere, artinya yang terpenting adalah jangan merugikan. Ini merupakan prinsip dasar menurut tradisi Hipokrates, apabila kita tidak bisa berbuat baik kepada seseorang,seharusnya kita tidak merugikan orang itu. Non maleficien atau tidak merugikan, ditujukan terhadap kerugian fisik maupun kepentingan orang lain. Dalam bidang medis sering kita menghadapi situasi dimana tindakan medis yang dilakukan, baik untuk kepentingan diagnosis atau terapi, menimbulkan efek lain yang tidak menyenangkan. Menyuntikkan obat misalnya, dapat menimbulkan persaan yang tidak menyenangkan bagi pasien, tetapi hal ini perlu dilakukan untuk memperoleh kesembuhan. Dalam hal ini ada dwi-akibat atau efek ganda. Ada 4 syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan tindakan yang demikian itu, yaitu :

a. Yang tidak boleh dicapai dengan perantara yang buruk, jadi yang dilakukan itu tidak boleh buruk dalam segi moral. b. Alasan untuk merugikan terjadinya akibat buruk harus cukup berat; alasan tersebut proporsional dimana harus dipastikan bahwa akibat baik yang akan tejadi akan lebih banyak atau lebih penting atau lebih bernilai daripada efek samping buruk yang dapat terjadi; disamping itu juga tiada cara lain lagi, untuk mencapai akibat yang baik tersubut. c. Kerugian yang sedang dipertimbangkan, tidak boleh menjadi sarana untuk mencapai efek yang baik; jadi tujuan yang baik tidak menghalalkan segala cara.d. Akibat yang buruk atau merugikan itu tidak sebagai maksud; jadi akibat buruk - yang meskipun diketahui akan terjadi itu tidak diinginkan.

Praktik Kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya.

4. Prinsip justice (keadilan)

Prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice). Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter.

Sedangkan rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar, jujur, dan terbuka), privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien) dan fidelity (loyalitas dan promise keeping).

Selain prinsip atau kaidah dasar moral di atas yang harus dijadikan pedoman dalam mengambil keputusan klinis, professional kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai panduan dalam bersikap dan berprilaku (code of etichal conduct). Nilai-nilai dalam etika profesi tercermin didalam sumpah dokter dank ode etik kedokteran. Sumpah dokter berisikan suatu kontrak moral antara dokter dengan Tuhan sang penciptaNya, sedangkan kode etik kedokteran berisikan kontrak kewajiban moral antara dokter dengan peer-groupnya, yaitu masyarakat profesinya. Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah kewajiban moral yang melekat kepada para dokter.PERATURAN YANG TERKAIT INFORMED CONSENT

Informed consent adalah suatu proses yang menunjukan komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hokum bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih kea rah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain. Informed consent memiliki elemen, yaitu :

1. Threshold elements

Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya lebih kea rah syarat, yaitu pemberian consent haruslah seseorang yang kompeten. Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan (medis). Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya merupakan suatu continuum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan alas an yang reasonable).

Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) adalah apabila telah dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila ia mempunyai penyakit mental sedemikian rupa atau perkembangan mentalnya terbelakang sedemikian rupa, sehingga kemampuan membuat keputusannya terganggu.

2. Information elements

Elemen ini terdiri dari dua bagian, yaitu disclosure (pengungkapan) dan understanding (pemahaman).

Pengertian berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa agar pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat.

Dalam hal ini, seberapa baik informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3 standar, yaitu :

i. Standar praktek profesi

ii. Standar subyektif

iii. Standar pada reasonable person

3. Consent elements

Elemen ini juga juga terdiri dari dua bagian, yaitu voluntariness (kesukarelaan) dan authorization (persetujuan).

Kesukarelaan mengharuskan tidak adanya tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebasdari tekanan yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan dibiarkan apabila tidak menyetujui tawarannya.

ASPEK HUKUM

1. UUD 45 pasal 28 G ayat 1

Menyebutkan demikian setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi.

2. UU No 23 / 1992

Tentang kesehatan juga memberikan hak kepada pasien untuk memberikan persetujuan atas tindakan medis yang akan dilakukan terhadapnya.3. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989 Pasal 1:

a. Persetujuan tindak medik/informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akana dilakukan terhadap pasien tersebut.

b. Tindakan medik adalah suatu tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien berupa diagnostic atau terapeutik c. Tindakan invasive adalah tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh. d. Dokter adalah dokter umum/dokter spesialis dan dokter gigi/dokter gigi spesialis yang bekerja di rumah sakit, puskesmas, klinik atau praktek perorangan/bersama.

Pasal 2:

a. Semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan

b. Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan

c. Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan setelah pasien mendapatkan informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan serta resiko yang dapat ditimbulkan

d. Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta kondisi dan situasi pasien

Pasal 3

a. Setiap tindakan medik yang mengandung resiko tinggi harus dengan persetujuan tertulis yang ditanda tangani oleh yang berhak memberikan persetujuan

b. Tindakan medik yang tidak termasuk sebagaimana dimaksud dalam pasal ini tidak diperlukan persetujuan tertulis, cukup persetujuan lisan

c. Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diberikan secara nyata-nyata atau secara diam-diam

Pasal 4

a. Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya,kecuali bila dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan informasi b. Dalam hal hal sebagaimana dimaksud ayat (2) dokter persetujuan pasien dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh seorang perawat/paramedik lainnya sebagai saksi

Pasal 5

a. Informasi yang diberikan mencangkup keuntungan dan kerugian dari tindakan medik yang akan dilakukan, baik diagnostik maupun terapeutik

b. Informasi diberikan secara lisan

c. Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai bahwa hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien

d. Dalam hal hal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuan pasien dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat pasien

Pasal 8

a. Persetujuan diberikan oleh pasien dewasa yang berada dalam keadaan sadar dan sehat mental

b. Pasien dewasa sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah yang telah berumur 21 tahun (dua puluh satu) tahun atau telah menikah

Pasal 12

b. Pemberian persetujuan tindak medik yang dilaksanakan di rumah sakit/klinis, maka rumah sakit/klinis yang bersangkutan ikut bertanggung jawab.PENUTUPSebagai kesimpulan, seorang dokter itu haruslah memastikan dirinya berada dalam keadaan yang optimum dengan sentiasa menerapkan etika profesi kedokteran yang berlandaskan konsep dasar moral yaitu prinsip otonomi, prinsip beneficence, prinsip non-maleficence, dan prinsip justice. Suatu tindakan medis terhadap pasien tanpa memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari pasien tersebut dapat dianggap sebagai penyerangan atas hak orang lain atau melanggar hukum. Namun, euthanasia dari segi hukum yang antaranya dibahas pada Pasal 338, 340, 344, 345, dan 359, tetap dianggap sebagai perbuatan yang dilarang dan tidak dimungkinkan dilakukan pengakhiran hidup seseorang sekalipun atas permintaan orang itu sendiri. Perbuatan tersebut tetap dikualifikasi sebagai tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut Beberapa pasal KUHP yang berkaitan dengan eutanasia.DAFTAR PUSTAKA1. 17 | bioetik