Upload
atvionitasinaga14184
View
34
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Makalah Blok 16
Citation preview
Appendisitis Akut
Atvionita Sinaga
102012369
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Tingkat 1
Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Abstrak:
Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan
merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut juga
umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu
sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan
berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing
ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan. Apendisitis akut adalah penyebab paling
umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum
untuk bedah abdomen darurat.
Kata Kunci : Apendisitis, akut abdomen
Abstrac:
Appendicitis is an inflammation of the appendix occur suddenly and is one of the
cases of acute abdomen are the most common. Appendix is also called the appendix.
Appendicitis often mistaken for appendicitis term, because the appendix is actually a caecum.
Acute appendicitis is a bacterial inflammation triggered a variety of factors. Among
lymphoid tissue hyperplasia, fekalith, tumors of the appendix and ascaris worms can also
cause blockages. Acute appendicitis is the most common cause of acute inflammation in the
right lower quadrant of the abdominal cavity, the most common causes of emergency
abdominal surgery.
Keywords: Appendicitis, acute abdomen
1
I. PENDAHULUAN
Apendiks atau umbai cacing adalah suatu organ yang terdapat pada sekum yang
terletak pada proximal colon. Apendix dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix
vermiformis, ditemukan pada manusia, mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil.
Apendiks pada awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai fungsi
tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara
aktif berperan dalam sekresi immunoglobin (Ig-A) walaupun dalam jumlah kecil. Apediks
berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena
pengosongannya yang tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi
tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi.
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya
kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks menghasilkan lendir
1-2ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya
dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut, tampaknya merupakan
salah satu penyebab timbulnya appendisits. Di dalam apendiks juga terdapat
immunoglobulin sekretoal yang merupakan zat pelindung efektif terhadap infeksi (berperan
dalam sistem imun). Dan immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah
IgA. Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi
sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil
sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.Apendisitis dapat
mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Namun lebih sering menyerang
laki-laki berusia 10-30 tahun.
Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan
dari rongga abdomen dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat.Jadi, dapat disimpulkan apendisitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada
umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Di dalam proses penelusuran suatu penyakit, kita harus mempunyai pengetahuan
mengenai keluhan-keluhan yang dialami pasien serta langkah-langkah dalam mendiagnosa
suatu penyakit.
2.1 Anamnesa
2
2.2 Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,
sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.
- Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan
kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan
nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan
apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut
kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).
- Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk
menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan
pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang
terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis
pelvika.
- Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk
mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan
otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul
kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m.
psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji
obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri.
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
- jumlah leukosit antara 10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas
75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
- pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat
b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam
urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding
3
seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang
hampir sama dengan appendicitis.
2. Radiologis
a. Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi (misalnya
peritonitis) tampak:
- scoliosis ke kanan
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kananbawah tak tampak
- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
- Appendicogram hasil positif bila : non filling partial filling mouse tail cut off.
(Aksara Medisina 1997)
b. . USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,
terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik,
adnecitis dan sebagainya. (www.jama.com 2001)
c.Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis
pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada appendicitis akut memperlihatkan
tidak adanya pengisian apendiks dan efek massa pada tepi medial serta inferior
dari seccum; pengisisan lengkap dari apendiks menyingkirkan appendicitis.
(Schwartz 2000)
d. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
e. Laparoscopi
4
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan
dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini
dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan
ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung
dilakukan pengangkatan appendix.
(www.medicastore.com 2006)
sorces : http://sanirachman.blogspot.com/2009/11/appendicitis-akut-dan-
appendicitis.html#ixzz31ynfGJsW
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial
1. Laboratorium, terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan
jumlah serum yang meningkat.
2. Radiologi, terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi
pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang
menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
2.3 Diagnosis
Working Diagnosis
Gonorrheae dalam arti luas mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh
Neisseria Gonorrheae.
Differential Diagnosis
Diagnosis appendisitis memiliki kemiripan dengan diagnosa penyakit lainnya,
karena itulah pada sekitar 15-20% kasus terjadi kesalahan diagnosis klinis. Penyakit
yang memiliki gejala mirip antara lain:
2.4 Anatomi Fisiologi
5
Appendix vermiformis (umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apex caecum, tetapi
seiring pertumbuhan dan distensi caecum. Posisi apendiks terletak posteromedial caecum. Di
daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen dan posisinya bervariasi. Appendiks
terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian
posterior dan medial dari saekum.
Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik
appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang
menghubungkan sias kanan dengan pusat. Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 –
0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin.Apendiks
menghasilkan lender 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan kedalam lumen dan
selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender di muara apendiks tampaknya
berperan pada pathogenesis apendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue)
yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Imunoglobulin itu
sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks
tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh.
Gambar 1 : Appendix
2.5 Etiologi Parotitis
6
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang
bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan
limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa
merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :
1. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang
diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan
lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab
lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang
disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut
diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65%
pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis
akut dengan rupture.
2. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut.
Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan
memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks,
pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes
fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes
splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob
sebesar 96% dan aerob<10%.
3. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah
terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam
keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan
mengakibatkan obstruksi lumen.
4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa
kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari
Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya
terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi
7
serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke
pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi.
5. Faktor infeksi saluran pernapasan
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza
dan pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati karena
penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan
apendisitis.
2.6 Epidemiologi
Infeksi ini ditularkan melalui hubungan seksual, dapat juga ditularkan kepada janin
pada saat proses kelahiran berlangsung. Walaupun semua golongan rentan terinfeksi penyakit
ini, tetapi insidens tertingginya berkisar pada usia 15-35 tahun. Di antara populasi wanita
pada tahun 2000, insidens tertinggi terjadi pada usia 15 -19 tahun (715,6 per 100.000)
sebaliknya pada laki-laki insidens rata-rata tertinggi terjadi pada usia 20-24 tahun (589,7 per
100.000). Epidemiologi N. gonorrhoeae berbeda pada tiap – tiap negara berkembang.
Tentang 300,000-500,000 kasus gonore dilaporkan setiap tahun di Amerika Serikat. Gonore
lebih umum di pusat kota dan homoseksual populasi. Risiko tertular gonore dari pasangan
yang terinfeksi melalui hubungan heteroseksual adalah 50% untuk perempuan dan 20% untuk
laki-laki setelah paparan tunggal. Manusia adalah tuan rumah hanya dikenal dari N
gonorrhoeae, dan Infeksi terjadi melalui kontak seksual. Di dunia diperkirakan terdapat 200
juta kasus baru setiap tahunnya.3
2.7 Patofisiologi
Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh
lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir)
setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke
sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian
terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas
dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe,
sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di
sekitar umbilikus.
8
Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini
akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum
setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang
disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika
dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada
dalam keadaan perforasi.
Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses
peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, dan usus halus,
sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat
apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami
perforasi. Namun, jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang, dan
dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena adanya
gangguan pembuluh darah.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut
kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi.
2.8 Manifestasi Klinis
Gejala utama terjadinya apendisitis adalah adanya nyeri perut. Nyeri perut yang klasik
pada apendisitis adalah nyeri yang dimulai dari ulu hati, lalu setelah 4-6 jam akan dirasakan
berpindah ke daerah perut kanan bawah (sesuai lokasi apendiks). Namun pada beberapa
keadaan tertentu (bentuk apendiks yang lainnya), nyeri dapat dirasakan di daerah lain (sesuai
posisi apendiks). Ujung apendiks yang panjang dapat berada pada daerah perut kiri bawah,
punggung, atau di bawah pusar. Anoreksia (penurunan nafsu makan) biasanya selalu
menyertai apendisitis. Mual dan muntah dapat terjadi, tetapi gejala ini tidak menonjol atau
9
berlangsung cukup lama, kebanyakan pasien hanya muntah satu atau dua kali. Dapat juga
dirasakan keinginan untuk buang air besar atau buang angin.
Demam juga dapat timbul, tetapi biasanya kenaikan suhu tubuh yang terjadi tidak lebih
dari 1 C (37,8 – 38,8 C). Jika terjadi peningkatan suhu yang melebihi 38,8 C. Maka
kemungkinan besar sudah terjadi peradangan yang lebih luas di daerah perut (peritonitis).
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang
tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak
terlalu terasa. Bila apendiks pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang
bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
Ada beberapa hal yang penting dalam gejala penyakit apendisitis yaitu:
1. Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar
ke perut kanan bawah. Nyeri berhubungan dengan anatomi ureter yang berdekatan
dengan apendiks oleh inflamasi.
2. Muntah dan mual oleh karena nyeri viseral. Nutrisi kurang dan volume cairan yang
kurang dari kebutuhan juga berpengaruh dengan terjadinya mual dan muntah.
3. Suhu tubuh meningkat dan nadi cepat (karena kuman yang menetap di dinding usus).
4. Rasa sakit hilang timbul
5. Diare atau konstipasi
6. Tungkai kanan tidak dapat atau terasa sakit jika diluruskan
7. Perut kembung
8. Hasil pemeriksaan leukosit meningkat 10.000 - 12.000 /ui dan 13.000/ui bila sudah
terjadi perforasi
9. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit,
menghindarkan pergerakan.
Selain gejala tersebut masih ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat
dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang.
Berikut gejala yang timbul tersebut adalah :
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh
sekum). Tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan
peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan
gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena
adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
10
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
a. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan
rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan
menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
b. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan
diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya
baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis
tidak jelas dan tidak khas adalah :
1. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak bisa
menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah-muntah dan
anak menjadi lemah. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah
perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
2. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita
baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
3. Pada wanita
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa
dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang panggul,
atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala
apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang
biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks
terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi
lebih ke regio lumbal kanan.
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa
yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan keluk usus.
1. Perforasi
11
Perforasi disebabkan keterlambatan penanganan terhadap paslen apendisitis akut.
Perforasi disertai dengan nyeri yang lebih hebat dan demam tinggi (sekitar 38,3 0C).
Biasanya perforasi tidak terjadi pada 12 jam pertama. Pada apendiktektomi yang
dilakukan pada pasien usia kurang dari 10 tahun dan lebih dari 50 tahun, ditemukan 50
% nya telah mengalami perforasi . Akibat perforasi ini sangat bervariasi mulai dari
peritonitis umum, sampai hanya berupa abses kecil yang tidak akan mempengaruhi
manifestasi kliniknya.
2. Peritonitis
Peritonitis lokal dapat disebabkan oleh mikroperforasi sementara peritonitis umum
dikarenakan telah terjadinya perforasi yang nyata. Bertambahnya nyeri dan kekakuan
otot, ketegangan abdomen dan adinamic ileus dapat ditemui pada pasien apendisitis
dengan perforasi.
3. Apendikal abses (massa apendikal)
Perforasi yang bersifat lokal dapat terjadi saat infeksi periapendikal diliputi oleh
omentum dan viseral yang berdekatan . Manifestasi kliniknya sarna dengan apendisitis
biasa disertai dengan ditemukannya massa di kwadran kanan bawah. Pemeriksaan USG
dan CT scan bermanfaat untuk menegakan diagnosis.
4. Pielofleblitis
Pielofleblitis adalah trombofleblitis yang bersifat supuratif pada sistem vena portal.
Dernam tinggi, menggigil, ikterus yang samar-samar, dan nantinya dapat ditemukan
abses hepar, merupakan pertanda telah tetjadinya komplikasi ini. Pemeriksaan untuk
menemukan trombosis dan udara di vena portal yang paling baik adalah CT scan.
Pada beberapa keadaan apendisitis akut agak sulit di diagnosis sehingga tidak ditangani
pada waktunya dan terjadi kornplikasi misalnya:
- Pada anak, biasanya diawali dengan rewel, tidak mau makan, tidak bisa melukiskan
nyerinya, sehingga dalam beberapa jam kemudian terjadi muntah-muntah, lemah dan
letargi. Gejala ini tidak khas pada anak sehingga apendisitis diketahui setelah terjadi
komplikasi.
- Pada wanita hamil, biasanya keluhan utamanya adalah nyeri perut mual dan muntah.
Pada wanita hamil trimester pertama juga terjadi mual muntah. Pada kehamilan lanjut
sekum dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di
perut kanan bawah tetapi ke regio lumbal kanan.
12
- Pada usia lanjut, gejalanya sering samar-samar sehingga sering terjadi terlambat
diagnosis. Akibatnya lebih dari separuh penderita yang datang mengalami perforasi.
2.9 Penatalaksanaan
III. PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Gonore merupakan salah satu jenis penyakit menular seksual yang diakibatkan oleh
bakteri Neisseria gonorhoeae . Penularan gonore terjadi melalui kontak seksual , berupa
genital-genital, genital-anorektal, oro-genital atau oro-anal serta dapat juga ditransmisikan
dari ibu ke anak pada saat melahirkan. Gonore mempunyai masa inkubasi yang relatif
singkat, pada laki-laki yaitu 2-5 hari sedangkan pada wanita sulit dideteksi karena bersifat
asimtomatik.
Pecegahannya dapat dilakukan dengan berbagai cara, contohnya tidak melakukan
hubungan seksual, setia dengan pasangan, menggunakan kondom, terbuka terhadap
pasangan. Pengobatan gonore dapat dilakukan dengan memberikan penisilin kepada
penderitanya atau dengan suntikan tunggal seftriakson intramuskuler (melalui otot) atau
dengan pemberian antibiotik per-oral (melalui mulut). Jika gonore telah menyebar melalui
aliran darah, biasanya penderita dirawat di rumah sakit dan mendapatkan antibiotik intravena
(melalui pembuluh darah, infus)..
13
III.2 Daftar Pustaka
1. A.S. Grimble. M. R. C. P. 1897. McLahlan’s Handbook of Diagnosis and Treatment
of Venereal Diseases. London: E. & S. Livingstone Ltd.h.176-9
2. Lachlan, MC. 1987. Buku Pedoman Diagnosis dan Penyakit Kelamin. Ilmiah
Kedokteran: Yogyakarta.h.345-8
3. Dr. Marwali Harahap. 1990. Penyakit Menular Seksual. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka.h.124-7
4. Prof. Dr.dr. Adhi Djuanda, dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta:
Balai penerbit FKUI.h.140-5
5. Fauci K.B., Jameson H.B., 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th
Edition. USA : Mc Graw Hill Companies.h.243-9
6. Djuanda A. dkk, 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Indonesia.h.141-5
14