66
Dengue Haemoragic fever (DHF) Oleh : SGD 1 Ni Putu Rista Wulandari (1002105010) Ni Ketut Dewi Jayanthi (1002105013) Ni Nyoman Sri Wahyuni (1002105021) I Gusti Ayu Anik Sutari (1002105028) I Gusti Agung Novi Lindaswari (1002105038) Bagus Adi Marthayoga (1002105056) Ni Nyoman Rita Lestari (1002105070) Ade Saras Sinta Dewi (1002105076) Putu Pamela Kenwa (1002105081) Ni Luh Putu Dian Yunita Sari (1002105083) I Made Ary Hardana Yasa (1002105086) PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2012

makalah DHF

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dhf

Citation preview

Page 1: makalah DHF

Dengue Haemoragic fever (DHF)

Oleh :

SGD 1

Ni Putu Rista Wulandari (1002105010)

Ni Ketut Dewi Jayanthi (1002105013)

Ni Nyoman Sri Wahyuni (1002105021)

I Gusti Ayu Anik Sutari (1002105028)

I Gusti Agung Novi Lindaswari (1002105038)

Bagus Adi Marthayoga (1002105056)

Ni Nyoman Rita Lestari (1002105070)

Ade Saras Sinta Dewi (1002105076)

Putu Pamela Kenwa (1002105081)

Ni Luh Putu Dian Yunita Sari (1002105083)

I Made Ary Hardana Yasa (1002105086)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2012

Page 2: makalah DHF

Learning Task

DHF

1. Jelaskan apa pengertian DHF ?

2. Jelaskan apa dan bagaimana karakteristik penyebab dan vector penyakit DHF (termasuk

siklus hidupnya) !

3. Jelaskan epidemiologi DHF dan Kapan dikatakan kejadian luar biasa ?

4. Jelaskan evidence kalau DHF disebabkan oleh varian baru virus dengue !

5. Jelaskan tanda dan gejala pasien yang menderita DHF !

6. Apa keluhan pasien yang membuat kita curiga pasiennya menderita DHF ?

7. Jelaskan apa pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukan pada pasien yang dicurigai

DHF !

8. Jelaskan kriteria diagnosis pasien dengan DHF !

9. Jelaskan patofisiologi pasien DHF !

10. Jelaskan derajat penyakit DHF ?

11. Jelaskan komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien dengan DHF ?

12. Jelaskan pengobatan/tindakan yang dilakukan untuk menangani pasien DHF !

13. Jelaskan kapan pasien DHF harus dirawat di rumah sakit !

14. Jelaskan kapan pasien DHF bisa dirawat di rumah !

15. Jelaskan apa yang menyebabkan pasien dengan DHF meninggal ?

16. Kapan pasien DHF yang dirawat di RS boleh pulang ?

17. Jelaskan apa masalah keperawatan actual dan atau resiko penderita DHF !

18. Apa tujuan perawatan pasien di rumah sakit ?

19. Apa tindakan keperawatan yang dilakukan untuk merawat pasien DHF ?

20. Apa yang harus diobservasi dan dimonitoring untuk mengetahui perkembangan dan

mencegah terjadinya komplikasi !

21. Hal yang penting dalam perawatan pasien DHF adalah manajement cairan. Jelaskan

kenapa hal itu penting, apa cairan yang dipakai, berapa tetes/jemlah cairan yang

diperlukan ?

22. Jika pasien yang terdiagnosis DHF dan boleh dirawat di rumah

a. Apa edukasi yang diberikan untuk pasien dan keluarga untuk perawatan di rumah ?

b. Kapan dan pada situasi apa harus membawa ke tempat pelayanan kesehatan ?

Page 3: makalah DHF

23. Apa peran pasien, keluarga dan masyarakat dalam pencegahan dan penanganan kejadian

DHF di lingkungan tempat tinggal ?

24. Setiap kelompok mencari minimal 10 gambar dan 3 video yang berhubungan dengan

DHF

Page 4: makalah DHF

Pembahasan

1. Pengertian DHF

DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita

melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). (Christantie Effendy, 1995).

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic

fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan

manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam,

limfadenopati, trombositopeniadan diathesis hemoragik.

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai

dengan adanya manifestasi perdarahan, yang berpotensial mengakibatkan syok yang

dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh

Arbovirus dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti . (Ngastiyah, 1995 ;

341).

Dengue Haemorhagic Fever ( DHF ) / Demam Berdarah Dengue adalah suatu

penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke

dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang betina. (Suriadi :

2001).

2. Karakteristik penyebab dan vector penyakit DHF

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang

termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus

dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul

4 x 106.

Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya

dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat serotype

ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak.

Vektor

Dengue dapat ditularkan oleh :

Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes albopictus

Page 5: makalah DHF

Morfologi dan Daur Hidup Nyamuk Vektor DHF

Nyamuk dewasa : ukuran kecil, warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih

pada bagian badan, kaki dan sayap

Telur : berwarna hitam seperti sarang tawon, dinding bergaris-garis seperti

gambaran kain kasa

Jentik : ukuran 0,5-1 cm, dan selalu bergerak aktif dalam air. Gerakannya

berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas. Pada waktu

istirahat posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air.

Metamorfosis sempurna

Sifat-Sifat Nyamuk Aedes aegypti

Antropofilik dan menggigit berulang (multiple biters) yaitu menggigit beberapa

orang secara bergantian dalam waktu singkat dan mempermudah pemindahan

virus

Aktivitas menggigit pagi sampai dengan petang dengan puncak aktivitas 09.00-

10.00 dan 16.00-17.00

Kemampuan terbang nyamuk betina 40-100 meter. Namun karena angin atau

terbawa kendaraan, nyamuk ini bisa berpindah lebih jauh

Kebiasaan istirahat serta menggigit dalam rumah (indoor). Tempat hinggap dalam

rumah adalah barang-barang bergantungan seperti baju, gorden, kabel, peci dan

lain-lain.

Nyamuk ini lebih senang warna gelap daripada terang

3. Epidemiologi DHF

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan

Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah

air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga

1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000

Page 6: makalah DHF

penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga

mencapai 2% pada tahun 1999.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes

(terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan

dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina

yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air

lainnya).

Penyakit DHF ditemukan nyaris di seluruh belahan dunia terutama di negara-

negara tropik dan subtropik baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik. Hasil

studi epidemiologi menunjukkan bahwa DHF terutama menyerang kelompok umur balita

sampai dengan umur sekitar 15 tahun serta tidak ditemukan perbedaan signifikan dalam

hal kerentanan terhadap serangan dengue antar gender. Outbreak (KLB, Kejadian Luar

Biasa) dengue biasanya terjadi di daerah endemik dan berkaitan dengan datangnya

musim penghujan. Hal tersebut sejalan dengan aktivitas vektor dengue yang justru terjadi

pada musim penghujan. Penularan penyakit DHF antar manusia terutama berlangsung

melalui vektor nyamuk Aedes aegypti. Sehubungan dengan morbiditas dan mortilitasnya,

DHF disebut sebagai the mosquito transmitted disease.

Di wilayah pengawasan WHO Asia Tenggara, Thailand merupakan Negara

peringkat pertama yang melaporkan banyak kasus DHF yang dirawat di rumah sakit.

Sedangkan di Indonesia termaksud peringkat kedua berdasarkan jumlah kasus DHF yang

dilaporkan.

Penyakit DHF pertama kali dikenali di Filipina pada tahun 1953. Diisolasi dari

pasien d Filipina pada tahun 1956, 2 tahun kemudian virus dengue dari berbagai tipe

diisolasi dari pasien selama endemik di Bangkok, Thailand. Selama tiga dekade

berikutnya, DBD/DSS ditemukan di Kamboja, Cina, India, Indonesia, Masyarakat

Republik Demokratis Laos, Malaysia, Maldives, Myanmar, Singapura, Srilanka,

Vietnam dan beberapa kelompok kepulauan Pasifik.

Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang terbentang diantara 6° Lintang

utara dan 11° Linang selatan dengan iklimnya yang tropik, terjadinya epidemi suatu

penyakit di Batavia (Jakarta) yang kemungkinan besar adalah dengue dilaporkan pertama

kali oleh David Beylon pada tahun 1779. Penyakit tersebut, yang ketika itu terutama

menyerang etnis Thionghoa, ditandai dengan demam, sakit kepala, nyeri retro-orbital,

nyeri punggung, nyeri persendian dan nyeri otot. KLB pertama penyakit ini terjadi di

Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968 dengan ditemukannya 54 kasus dan 24 (44%)

Page 7: makalah DHF

kasus diantaranya meninggal dunia. Setelah itu, jumlah kasus akibat terinfeksi virus

dengue yang dilaporkan meningkatsecara tajam. KLB penyakit ini dilaporkan terutama

menyerang daerah urban. Pada tahun 1994, penyakit akibat infeksi virus dengue ini telah

menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia dan bahkan sejak tahun 2001 telah menjadi

suatu penyakit endemik di beberapa kota besar dan kecil, bahkan di daerah pedesaan.

Angka kesakitan dan kematian DHF di berbagai negara sangat bervariasi dan

tergantung pada berbagai macam faktor, seperti status kekebalan dari populasi,

kepadatan vektor dan frekuensi penularan (seringnya terjadi penularan virus Dengue),

prevalensi sero tipe virus dengue dan keadaam cuaca

dikatakan kejadian luar biasa (KLB) pada demam berdarah apabila jumlah korban

dalam hari pertama ke hari kedua meningkat seratus persen. Syarat dan ketentuan KLB

terhadap suatu penyakit dalam pasal 6 disebutkan bahwa suatu daerah dinyatakan KLB

apabila sudah memenuhi salah satu kriteria yang sebelumnya penyakit menular tersebut

tidak dikenal pada suatu daerah.

Apabila jumlah korban dari penyakit tersebut dalam satu harinya atau per bulannya

meningkat seratus persen, maka kejadian tersebut baru bisa dikatakan KLB. Misalnya

hari ini jumlah korban meninggal 10 orang dan besoknya meningkat 10 orang

4. Evidence kalau DHF disebabkan oleh varian baru virus dengue

AKIBAT MUTASI VIRUS DENGUE?

Dengan makin banyaknya penderita yang tidak menunjukkan gejala DBD yang

biasa, serta makin cepat dan mudahnya serangan virus dengue masuk ke dalam kondisi

akut, sempat memunculkan dugaan tentang adanya varian baru dari virus ini, yang

ditengarai sebagai bentuk upaya virus memperkebal diri dengan cara bermutasi.

Dugaan ini sebenarnya sudah muncul sejak 2004 lalu. Apalagi, di tahun itu jumlah

kasus DBD tercatat sangat tinggi, mencapai 79.462 kasus. Beberapa pihak masih

berupaya untuk mencari jawaban pasti dari dugaan tersebut. “Belum ada hasil yang

signifikan untuk memberikan kepastian seputar dugaan munculnya varian baru virus

dengue ini,” ungkap dr. Tjahjani Mirawati Sudiro dari Bagian Mikrobiologi FKUI yang

terus melakukan sejumlah penelitian dengan mengembangkan diagnostik dan pemetaan

genetik dari virus dengue.

Virus penyebab penyakit demam berdarah (DB) ternyata kini makin ganas. Seiring

dengan meningkatnya mobilitas manusia dari satu tempat ke tempat lain (bahkan dari

Page 8: makalah DHF

satu negara ke negara lain), varian baru virus DB yang berkembang di suatu tempat, bisa

ikut terbawa ke tempat lain yang sebelumnya tak mengenal virus itu.

Menurut ahli penyakit tropis, Prof Dr Soegijanto SpA (K), di Jatim kini mulai

ditemukan penderita DB dengan virus baru yang lebih jahat, yang disebut virus

Metropolis. Virus Metropolis ini merupakan varian baru yang muncul sebagai akibat dari

mutasi (perubahan bentuk, sifat dan kualitas) virus-virus DB yang ada selama ini

Virus ini muncul sejalan dengan dinamika dalam populasi manusia. Globalisasi

yang memudahkan perpindahan manusia dari satu negara ke negara lain membuka

peluang bagi terjadinya mutasi virus DB. Karena `wataknya` yang metropolitan, maka

virus Metropolis rawan muncul di kota-kota yang menjadi pusat pertemuan manusia dari

berbagai negara dan benua seperti Jakarta, Denpasar, Surabaya, Manado dll.( Prof Dr

Soegijanto SpA (K),)

Penelitian yang dilakukan di Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga

antara 2004 hingga 2006 mempertegas bahwa dinamika penduduk terbukti mendorong

terbentuknya beragam sub tipe virus. Dari penelitian doktor Aryati (yang dibimbing

SProf Dr Soegijanto SpA (K),) di Surabaya, satu sampai empat virus DB yang telah ada

sebelumnya, kini masing-masing telah memiliki sub-sub tipenya.

Selain memberikan dampak berbeda bagi para penderitanya, kemunculan virus-

virus baru itu juga menaikkan tingkat keparahan penyakit. Jika selama ini gejala umum

yang dialami penderita DB atau demam berdarah dengue (DBD) adalah panas dingin,

panas tinggi; maka penderita DB yang mengidap virus baru bisa tidak mengalami panas.

Panasnya biasa-biasa saja tapi tiba-tiba penderita bisa langsung mengalami pendarahan.

Pada kondisi penderita DB dengan virus ganas, virus akan menyebar dan

menyerang hati. Jika hal ini terjadi, secara otomatis fungsi hati terganggu dan akibatnya

akan menimbulkan pendarahan hebat. Dampak berbeda dari serangan virus baru itu

membuat sistem tata laksana penanganan pasien penderita DB harus berbeda pula. Jika

selama ini pasien penderita DB biasa mendapat cairan ringer laktat untuk mengatasi

kekurangan cairan tubuh, maka penggunaan cairan yang sama justru akan berbahaya bagi

penderita yang terserang virus Metropolis. Karena cairan ringer laktat itu dimetabolisir di

hati, maka akan menyebabkan gangguan di hati semakin berat jika penderita terkena

virus Metropolis. Jadi harus digunakan cairan yang tidak dimetabolisir di hati tapi yang

dimetabolisir di otot.

5. Tanda dan gejala pasien yang menderita DHF

Page 9: makalah DHF

Demam

Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun

menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam,

gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung ,

nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.

(Soedarto, 1990 ; 39).

Perdarahan

Perdaran biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi

pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan

pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. ( Soedarto, 1990 ; 39). Perdarahan

ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga

menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan gastrointestinat

biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995 ; 349).

perdarahan disini terjadi akibat berkurangnya trombosit (trombositopeni) serta

gangguan fungsi dari trombosit sendiri akibat metamorfosis trombosit.

Perdarahan dapat terjadi di semua organ yang berupa:

Uji torniquet positif

Ptekie, purpura, echymosis dan perdarahan konjungtiva

Epistaksis dan perdarahan gusi

Hematemesis, melena

Hematuri

Hepatomegali

Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak

yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan

hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada

penderita . (Soederita, 1995 ; 39).

Renjatan (Syok)

Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai

dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung

hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada

masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk. (soedarto ; 39).

Yang dikenal dengan DSS , disebabkan oleh karena : Perdarahan dan kebocoran

plasma didaerah intravaskuler melalui kapiler yang rusak. Sedangkan tanda-tanda

syok adalah:

Page 10: makalah DHF

Kulit dingin, lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki

Gelisah dan Sianosis disekitar mulut

Nadi cepat, lemah , kecil sampai tidak teraba

Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang

dari 80 mmHg)

Tekanan nadi menurun (sampai 20mmHg atau kurang)

Trombositopeni: Jumlah trombosit dibawah 150.000 /mm3 yang biasanya terjadi

pada hari ke tiga sampai ke tujuh.

Hemokonsentrasi : Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator

kemungkinan terjadinya syok.

Gejala-gejala lain :

Anoreksi , mual muntah, sakit perut, diare atau konstipasi serta kejang.

Penurunan kesadaran

6. Keluhan pasien yang membuat kita curiga pasiennya menderita DHF

Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju

suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala

klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan

persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 1990 ; 39).

7. Pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukan pada pasien yang dicurigai DHF

Pemeriksaan laboratorium yang penting ialah homokonsentrasi (Nilai Hematokrit) dan

trombositopeni (jumlah trombosit menurun). Homokonsentrasi sesuai dengan patokan

WHO baru dapat dinilai setelah penderita sembuh. Penderita DBD yang sepenuhnya

memenuhi criteria klinis WHO yaitu trombosit <100.000/uL dan hemokonsentrasi hanya

berjumlah 20%. Bila patokan hemokonsentrasi dan trombositopeni menurut criteria

WHO dipakai secara murni maka bnyak penderita DBD yang tidak terjaring dan luput

dari pengawasan. Dalam kenyataan di klinik tidak mungkin mengukur kenaikan

hemokonsentrasi pada saat penderita pertama kali datang sehingga nilai hematokritlah

yang dapat dipakai sebagai pegangan. Penelitian pada penderita DBD berkesimpulan

dengan nilai hematokrit<40% dapat dipakai sebagai petunjuk adanya hemokonsentrasi

dan selanjutnya diperhatikan kenaikannya selama pengawasan. Pemeriksaan deman

berdarah secara umum dilakukan dengan pemeriksaan sebagai berikut :

Radiologi

Page 11: makalah DHF

Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukkan adanya efusi fleura dan

pengalaman menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam

mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisis berdiri apalagi berbaring

Ultrasonografi

Pencitraan USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan dan yang penting

tidak menggunakan system pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus

berbagai organ dalam perut. Adanya ascites dan cairan pleura pada pemeriksaan

USG sangat membantu dalam penatalaksanaan DBD. Pemeriksaan USG dapat

pula dipakai sebagai alat diagnostic bantu untuk meramalkan kemungkinan

penyakit yang lebih berat misalnya dengan melihat penebalan dinding kandung

empedu dan penebalan pancreas.

Serelogik

Dasar pemeriksaan serelogis adalah membandingkan titer antibody pada masa

akut dan masa konvalesen. Pemeriksaan dapat berupa Neutralizing test,

complement fixation test atau hemaglutination inhibition test. Bergantung pada

kebutuhannnya. Pemeriksaan serelogis dapat membantu menegakkan diagnosis

klinis. Untuk pemeriksaan serologis ini dibutuhkan 2 contoh darah pada masa

konvalesen yang diambil 1-4 minggu setelah perjalan penyakit. Dalam praktik

sukar sekali mendapatkan contoh darah kedua karena biasanya penderita setelah

sembuh tidak bersedia diambil darahnya. Maksud diambil contoh darah yang

kedua ialah selain untuk menjaga kemungkinan tidak didapatkan contoh darah

ketiga juga untuk mempercepat hasil akan sudah cukup nyata sehingga dapat

diinterpretasikan. Apabila hanya diperoleh satu contoh darah, penafsiran akan

sulit bahkan sering tidak mungkin dilakukan.

Diagnosis pasti DBD ditegakkan dengan pemeriksaan serologis (tes

hemaglutinasi inhibisi, fiksasi komplemen, tes netralisasi, Elisa IgM dan IgG,

PCR) serta isolasi virus. Tes baku yang dianjurkan WHO ialah tes hemaglutinasi

inhibisi (HI). Untuk konfirmasi dilakukan pemeriksaan hamaglutinasi inhibisi(HI)

dari sampel darah akut saat masuk dirawat, sampel darah saat keluar, rumah sakit

dan penderita diminta untuk control kembali setelah 1 minggu pulang sekalian

diambil sampel darah ketiga. Dari pengalaman hanya sekitar 50% penderita

kembali untuk pengambilan darah ketiga, akan tetapi hai ini sangat berarti dalam

penilaian hasil serologic. Pemeriksaan ini selain tidak spesifik tetapi juga

harganya relative mahal. Pada keadaan diagnosis klinis sudah jelas maka

Page 12: makalah DHF

pemeriksaan ini sebenarnya tidak perlu dilakukan. Pada kasus yang tidak jelas

mungkin pemeriksaan ini sering membantu menunjang menegakkan diagnosis

DBD. Hasil pemeriksaan dengue blot positif dapat terjadi pada penyakit DBD.

Pemeriksaan uji Hemaglutination inhibition antibody dapat dilakukan dengan 2

cara :

Dalam bentuk serum yaitu dengan mengambik 2-5 ml darah vena dengan

menggunakansemprit atau vacutainer. Selanjutnya serum dipisahkan dan

dimasukkan ke dalam botol steril yang tertutup rapat.sebelum dikirim

serum disimpan dalam lemari es dan pada waktu dikirim ke laboratorium ke

dalam trombos berisi es.

Dengan menggunakan kertas saring ”filter paper disc”. Kertas saring ini

khusus, dengan diameter 12,7 mm, mempunyai tebal dan daya hisap

tertentu. Darah dari tusukan pada ujung jari atau darah vena dari semprit

dikumpulkan pada kertas saring sampai jenuh bolak-balik,artinya seluruh

permukaan kertas saring harus tertutup darah. Diusahakan agar kertas

saringtidak diletakkan pada permukaan yang memudahkan kertas saring

melekat, misalnya padakaca atau plastik. Kertas saring yang dikeringkan

pada suhu kamar selama 2-3 jam dapatdikirim dalam amplop dengan

perantaraan pos ke laboratoriuum.

Widal

Widal adalah identifikasi atibodi tubuh terhadap penyakit tifus. Kejadian seperti

inilah yang menimbulkan keracuan diagnosis DBD. Padahal pada penyakit deman

typhoid pada minggu awal panas biasanya malah tidak terdeteksi peningkatan

titer Widal tersebut. Bila hasil pemeriksaan widal meningkat tinggi pada awal

minggu pertama, tidsak harus dicurigai sebagai penyakit tifus. Sebaiknya

pemeriksaan widal dilakukan saat panas pada akhir minggu pertama atau awal

minggu ke 2.

Tes Tourniquet

Test ini bersifat non invansiv untuk mendiagnosa dini DBD, penggunaannya

dengan caramengobstruksi aliran vena, sehingga pada bagian distal lenan akan

diperoleh gambaran petechie. Mes

kipun cara ini mudah dan sarana yang ada dapat mudah diperoleh, namun cara ini

mengalami kelemahan diantaranya : dapat dilihat untuk panas setelah 3 hari

Page 13: makalah DHF

dimana trombosit telah berkurang, prosedur yang dijalani sangat tidak nyaman

bagi pasien terlebih pada anak – anak.

Pemeriksaan Urine

Mungkin ditemukan albuminuria ringan

Pemeriksaan Sumsum Tulang

Pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke

5 dengan gangguan maturasi

8. Kriteria diagnosis pasien dengan DHF

Infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik atau simptomatik berbentuk

undiffereintiated fever, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindroma renjatan

dengue. Gambaran klasik demam berdarah dengue ditandai oleh 4 gejala utama yaitu:

demam tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali tanpa atau disertai renjatan, dan dua

kelainan laboratorium utama yaitu trombositopenia dan hemokonsentrasi.

Dasar Diagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) WHO tahun 1997 :

Kriteria klinis :

Panas dengan onset yang akut, tinggi dan menetap selama 2-7 hari

Menifestasi perdarahan petikie, melena, hematemesis (test rumple leed).

Pembesaran hepar.

Syock yang ditandai dengan nadi lemah, cepat, tekanan darah menurun, akral

dingin dan sianosis, dan gelisah.

Kriteria laboratorium:

Trombositopenia (kurang atau sama dengan 100.000/ mm3)

Hemokonsentrasi : terdapat kenaikan hematokrit lebih atau sama dengan 20%

pada masa akut dibandingkan dengan masa penyembuhan.

Menurut pedoman tersebut diagnosis klinis demam berdarah dengue sudah dapat

ditegakkan bila ditemukan dua gejala klinis disertai trombositopenia dan

hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit. Bila ditemukan anemia atau perdarahan

hebat, efusi pleura dan atau adanya hipoalbuminemi, menandakan adanya kebocoran

plasma. Syok dengan hematokrit yang tinggi (kecuali pada penderita dengan perdarahan

berat) dan trombositopenia yang nyata menunjang diagnosis demam berdarah dengue/

sindrom renjatan dengue

9. Patofisiologi pasien DHF

Page 14: makalah DHF

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal

tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi

– virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin,

serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga

terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+

dan air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan

permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya

komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi

gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut

menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock

tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis

metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan

sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia

jaringan.

Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup

dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam

kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh

manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga

dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler

sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2)

agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan

fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari

sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau

mengaktivasi factor pembekuan. Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1)

peningkatan permiabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh

vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati. (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000;

419).

10. Derajat penyakit DHF

Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4

tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :

Derajat I

Panas 2 – 7 hari , gejala umumtidak khas, uji taniquet hasilnya positif

Derajat II

Page 15: makalah DHF

Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan

seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan

gusi telinga dan sebagainya.

Derajat III

Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah

dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah

menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.

Derajat IV

Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140 mmHg)

anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan,

yaitu :

Derajat I

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji

tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.

Derajat II

Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti

petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.

Derajat III

Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat

(>120x/mnt) tekanan nadi sempit (£ 120 mmHg), tekanan darah menurun,

(120/80 ® 120/100 ® 120/110 ® 90/70 ® 80/70 ® 80/0 ® 0/0 )

Derajat IV

Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ³ 140x/mnt) anggota

gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

Derajat (WHO 1997), yaitu :

Derajat I

Demam dengan test rumple leed positif.

Derajat II

Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.

Derajat III

Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi

menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi

gelisah.

Page 16: makalah DHF

Derajat IV

Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.

11. Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien dengan DHF

Efusi Pleura

Disebabkan adanya kebocoran plasma akibat meningkatnya permeabilitas

membran, sehingga cairan akan masuk ke dalam pleura.

Perdarahan Pada Lambung

Terjadi akibat anak mengalami mual dan muntah serta kurangnya nafsu makan

pada anak, sehingga akan meningkatkan produksi asam lambung. Bila ini terus

berlangsung, maka asam lambung akan mengiritasi lambung dan mengakibatkan

perdarahan.

Pembesaran Pada Hati, Limpa, dan Kelenjar Getah Bening

Terjadi akibat bocornya plasma yang mengandung cairan, dan mengisi bagian

rongga tubuh. Cairan akan menekan dinding dari organ tersebut, sehingga organ

akan mengalami pembesaran.

Hipovolemik

Terjadi akibat meningkatnya nilai hematokrit bersamaan dengan hilangnya

plasma melalui dinding pembuluh darah.

Menurut WHO, 1999, komplikasi Dengue Haemorrhagic fever adalah :

Ensefalopati dengue dapat terjadi pada demam berdarah dengue dengan shock

atau tanpa shock

Kejang halus terjadi selama fase demam pada bayi. Kejang ini mungkin hanya

kejang demam sederhana, karena cairan cerebrospinal ditemukan normal.

Oedema paru dapat terjadi karena hidrasi yang berlebihan selama proses

penggantian cairan.

Pneumonia mungkin terjadi karena adanya komplikasi iatrogenik serta tirah

baring yang lama.

Sepsis gram negatif dapat terjadi karena penggunaan i.v line terkontaminasi.

Syok yang disebabkan kehilangan banyak cairan melalui pendarahan yang

diakibatkan oleh ekstravasasi cairan intravaskuler.

Ikterus pada kulit dan mata

Adanya pendarahan akan menyebabkan terjadinya hemolisis dimana hemoglobin

akan dipecah menjadi bilirubin. Ikterus disebabkan oleh adanya deposit bilirubin.

Page 17: makalah DHF

Kematian merupakan komplikasi lebih lanjut dari Dengue Hemorrhagic Fever

apabila terjadi Dengue Shock Syndrom ( DSS ) yang akan berakibat kepada

kematian. ( www. pdpersi.co.id, 2003 )

12. Pengobatan/tindakan yang dilakukan untuk menangani pasien DHF

Tata laksana DBD sebaiknya berdasarkan pada berat ringannya penyakit yang ditemukan

antara lain :

Kasus DBD yang diperkenankan berobat jalan

Penderita diperkenankan berobat jalan jika hanya menfeluh panas, tetapi keinginan

makan dan minum masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak

diperkenankan memberikan obat panas paracetamol 10-15 mg/Kg BB setiap 3-4 jam

diulang jika symptom panas masih nyata diatas 38,50C. Obat panas salisilat tidak

boleh dianjurkan karena mempunyai resiko terjadinya peradrahan dan asidosis.

Sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini ini adalah kasus DBD yang

menunjukkanmanifestasi panas hari pertama dan hari kedua tanpa menunjukkan

penyulit lainnya. Apabila penderita DBD ini menunjukkan manifestasi penyulit dan

konvulsi sebaiknya dianjurkan untuk rawat inap.

Kasus DBD derajat I dan II

Pada hari ke-3,4 dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena penderita ini mempunyai

resiko terjadinya apabila syok. Untuk mengantisipasi kejadian syok tersebut,

penderita disarankan diinfus kristaloid. Pada saat fase panas, penderita dianjurkan

banyak minum air buah atau oralit yang biasa dipakai untuk mengatasi diare.

Hematokrit yang meningkat lebih dari 20% dari harga normal merupakan indikator

adanya kebocoran plasma dan sebaiknya penderita dirawat di ruang observasi di pusat

rehidrasi selama kurun waktu 12-24 jam.

Jenis cairan

Kristaloid

- Ringer laktat

- 5% Dekstrose di dalam larutan ringer laktat

- 5% Dekstrose di dalam larutan ringer asetat

- 5% Dekstrose di dalam larutan setengah normal garam fisiologis dan

- 5% Dekstrose di dalam larutan normal garam fisiologis

Koloidal

Page 18: makalah DHF

- Plasma ekspander dengan berta molekul rendfah (dekstran 40)

- Plasma

Kebutuhan cairan

Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48 jam

setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas,

amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya

dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam. Transfusi darah diberikan pada pasien dengan

perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita

DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin

tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.

Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam.

Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua.

Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :

Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam

terjadinya dehidrasi.

Hematokrit yang cenderung mengikat

Tabel 1

Berat waktu masuk (Kg) Jumlah cairan ml/Kg BB perhari

<7

7-11

12-18

>18

220

165

132

88

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung pada umur dan berat

badan pasien. Sedangkan derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat

hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak yang gemuk, kebutuhan cairan disesuiakna

dengan berat badan ideal anak yang berumur sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat

diperhitungkan dari tabel 2 berikut:

Tabel 2

Berat waktu masuk (Kg) Jumlah cairan ml/Kg BB perhari

10 100 per Kg BB

Page 19: makalah DHF

10-20

>20

1000+50 x Kg (diatas 10 Kg)

1500+20 x (diatas 20)

Penatalaksanaan DBD derajat III dan IV

Dengue syok syndrome termasuk kasus kegawatan yang membutuhkan penanganan

secara cepat dan perlu memperoleh cairan penggnati secara cepat. Biasanya dijumpai

kelainan asam basa dan elektrolit (hiponatremi). Dalam hal ini perlu dipikirkan

kemungkinan dapat terjadinya DIC. Penggantian secara cepat plasma yang hilang

digunakan larutan garam isotonic (ringer lakatat, 5% dekstrose dalam larutan ringer

laktat atau 5% dekstrose dalam larutan ringer asetat dan larutan normal garam faali)

dengan jumlah 10-20 ml/kg/1 jam. Pada kasus yang sangat berat (derajat IV) dapat

diberikan bolus 10 ml/kg (1 atau 2x). Jika syok berlangsung terus dengan hematokrit

yang tinggi, larutan koloidal (dekstran dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan

normal garam fal atau plasma) dapat diberikan dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam.

Koreksi elektrolit dan kelaianan metabolic

Pada kasus yang berat hiponatremia dan asidosis metabolik sering dijumpai, oleh

karena itu kadar elektrolit dan gas dalam darah sebaiknya ditemtukan secara teratur

terutama pada kasus dengan renjatan yang berulang. Kadar kalium dalam serum kasus

yang berat biasanya rendah terutama kasus yang memperoleh plasma dan darah yang

cukup banyak. Kadang-kadang terjadi hipoglikemia.

Obat penenang

Pada beberapa kasus, obat penenang memang dibutuhkan terutama pada kasus yang

sangat gelisah. Obat yang hepatoksik sebaikbnya dihindarkan, chloral hidrat oral atau

rektal dianjurkan dengan dosis 12,5 – 50 mg/kg (tetapi jangan lebih 1 jam) digunakan

sebagai satu macam obat hipnotik.

Terapi oksigen

Semua penderita dengan renjatan sebaiknya diberikan oksigen

Transfusi darah

Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis danmelena

diindikasikan untuk memperoleh transfusi darah. Darah segar sangat berguna untuk

mengganti volume masa sel darah merah agar menjadi normal.

Kelainan Ginjal

Dalam keadaan syok, harus yakin benar bahwa penggantian volume intravaskuler

telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/Kg

Page 20: makalah DHF

BB/ jam sedangakn cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya

furasemid 1 mg/ kg BB daapt diberikan. Pemantaun tetap dilakukan untuk jumlah

diuresis, kaadr ureum dan kreatinin. Tetapi bila diuresis tetap belum mencukupi pda

umumnya syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik maka pemasangan central

venous pressure (CVP) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya.

Monitoring

- Tanda vital dan hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur.

- Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda

vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.

- Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi

pasien memburuk, observasi ketat tiap jam

- Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.

Kriteria memulangkan pasien

Pasien dapat dipulangkan apabila :

o Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

o Nafsu makan membaik

o Tampak perbaikan secara klinis

o Hematokrit stabil

o Tiga hari setelah syok teratasi

o Jumlah trombosit > 50.000/ mm3

o Tidak dijumpai distress pernapasan ( disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

PENATALAKSANAAN MEDIK

Menurut Depkes RI, 2000, hal 26, penatalaksanaan dari DBD adalah sebagai berikut:

kasus ringan sampai sedang (Derajat I dan II), pemberian terapi cairan i.v bagi pasien

dilakukan selama jangka waktu 2-24 jam.

pasien yang menunjukkan kenaikan kadar hematokrit, jumlah trombosit kurang dari

50.000/mm3 atau menunjukkan perdarahan spontan selain ptekie harus dirawat.

tatalaksana demam DBD adalah memberikan obat antipiretik tetapi jangan diberikan

salisilat.

demam tinggi, anoreksia, mual dan muntah akan menyebabkan rasa haus dan

dehidrasi, oleh karena itu harus terus menerus diberi minum sampai pada batas

kemampuannya. Cairan rehidrasi oral yaitu cairan yang biasa digunakan untuk

mengobati diare dan atau jus buah lebih dianjurkan dari pada air putih.

Page 21: makalah DHF

pemeriksaan hematokrit berkala akan mencerminkan tingkat kebocoran plasma dan

kebutuhan pemberian cairan i.v. Kadar hematokrit harus pula diamati setiap hari,

terhitung mulai hari ketiga sampai suhu tubuh menjadi normal kembali selam satu

atau dua hari.

penggantian cairan plasma pada pasien Dengue Syok Syndrome.

koreksi gangguan elektrolit dan metabolik harus dilakukan secara berkala. Tindakan

awal pemberian cairan pengganti dan tindakan awal koreksi asidosis dengan natrium

bikarbonat akan memberikan hasil yang memuaskan.

pemberian obat sedatif kadang diperlukan untuk menenangkan pasien yang gelisah.

terapi oksigen harus diberikan pada pasien yang mengalami syok.

transfusi darah dianjurkan untuk diberikan pada kasus yang menunjukkan tanda

perdarahan.

penggantian cairan pada DBD harus sama dengan jumlah cairan elektrolit yang

hilang, jadi harus diberika 10mg/kgBB untuk seiap 1% hilangnya berat badan

PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

a. Derajat I

Pasien istirahat, obsevasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan trombosit

tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 – 2 liter dalam 24 jam dan kompres dingin.

b. Derajat II

Segera dipasang infus. Bila keadaan pasien sangat lemah sering dipasang pada 2

tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem dibuka tetesan infus atau

tetesan cairan tetap tidak lancer maka jika 2 tempat akan membantu memperlancar.

Kadang-kadang 1 infus untuk memberikan plasma darah dan yang lain cairan biasa.

c. Derajat III dan IV (DSS)

Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit (RL) dengan

cara diguyur kecepatan 20 mL/ kg BB/ jam.

Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.

Pengawasan tanda-tanda vital dilakukan setiap 15 menit.

Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.

Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan secepatnya baik

obat-obatan maupun darah yang diperlukan.

Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan gastrointestinal biasanya

dipasang nasogastrik tube (NGT) untuk membantu pengeluaran darah dari lambung.

NGT perlu dibilas dengan Nacl karena sering terdapat bekuan darah dari tube. Tube

Page 22: makalah DHF

dicabut bila perdarahan telah berhenti. Jika kesadaran telah membaik sudah boleh

diberikan makanan cair walaupun feses mengndung darah hitam kemudian lunak biasa.

(Ngastiyah, 1997, hal : 345-346)

13. Pasien DHF harus dirawat di rumah sakit saat :

Syok

Muntah terus menerus

Kejang

Kesadaran turun

Muntah darah

Berak hitam

Hematokrit cenderung meningkat setelah 2 kali pemeriksaan berturut-turut

Hemokonsentrasi (Ht meningkat = 20%)

Penderita DBD yang wajib dirawat adalah penderita DBD yang mengalami dehidrasi

berat (kehilangan cairan) >10% berat badan normal. Perawatan ditunjukkan untuk

memberikan terapi cairan dengan infus kepada penderita tersebut. Tanda-tanda penderita

DBD yang mengalami dehidrasi berat antara lain, sebagai berikut :

Takikardia, denyut nadi >100 kali/menit.

Kulit terasa dingin atau terlihat pucat.

Waktu pengisian pembuluh nadi (copillary refill) lebih dari dua detik.

Denyut nadi teraba lemah atau tidak teraba.

Perubahan status kesadaran penderita, seperti bicara meracau, tampak mengantuk

atau gelisah.

Tekanan nadi menyempit (selisih antara tekanan darah sistolik dan diastolik –

Produksi air seni (urine) menjadi lebih sedikit dan pekat.

Sekali lagi, tidak ada keharusan merawat semua penderita penyakit DBD. Hanya

sepertiga dari seluruh kasus DBD yang mengalami syok. Temuan penurunan kadar

trombosit <100.000/mm³ secara kontinyu, peningkatan kadar hematokrit >20% dari nilai

normal, serta tanda-tanda awal terjadinya syok adalah parameter yang penting untuk

diperhatikan.

14. Pasien DHF bisa dirawat di rumah apabila :

Gejala demam tinggi dan sakit kepala namun tidak disertai kegawatdaruratan dan

pemeriksaan uji tourniquet negatif dengan :

Page 23: makalah DHF

Jumlah kadar Trombosit > 100.000/uL

Kadar Hematokrit baik

Selain itu keadaan pasien :

Tampak tidak lesu

Nafsu makan masih baik

Keterangan :

Bila uji tourniquet negatif dengan Jumlah kadar Trombosit > 100.000/uL atau normal,

pasien masih diindikasikan untuk rawat jalan dengan catatan untuk datang kembali setiap

hari sampai panas turun. Pasien dianjurkan untuk minum banyak seperti air teh, susu, jus

buah, dll. Serta diberikan obat antipiretik golongan paracetamol. Bila keadaan memburuk

seperti gelisah, ujung kaki/tangan dingin, keringat dingin, BAK berkurang sakit perut

dan berak hitam segera di bawa ke rumah sakit.

15. Penyebab pasien dengan DHF meninggal

Penyebab pasien DHF itu meninggal apabila DBD berkembang menjadi demam

berdarah dengue yang disertai syok (dengue shock syndrome atau DSS ). Sindrom syok

adalah tingkat infeksi virus dengue yang terparah, di mana pasien akan mengalami

sebagian besar atau seluruh gejala yang terjadi pada penderita demam berdarah klasik

dan demam berdarah dengue disertai dengan kebocoran cairan di luar pembuluh darah,

pendarahan parah, dan syok (mengakibatkan tekanan darah sangat rendah), biasanya

setelah 2-7 hari demam. Tubuh yang dingin, sulit tidur, dan sakit di bagian perut adalah

tanda-tanda awal yang umum sebelum terjadinya syok.

Apabila terjadi syok pada DHF harus segera diatasi (<60 menit), karena dapat

meninggal dalam 10-24 jam. Salah satu cara penatalaksanaan yang diutama pada pasien

yang mengalami DSS adalah segera mengganti kehilangan cairan dan elektroklit karena

terjadi ‘leakage’ plasma (kebocoran plasma)

Hal yang harus dilakukan bila terjadi syok antara lain :

Hal pertama yang diingat pada penanganan DSS adalah syok harus segera diatasi

dan oleh karena itu penggantian cairan intravaskuler yang hilang harus segera

dilakukan. Pada kasus DSS cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan

Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit.

Pemberian cairan ini dipertahankan minimal 12-24 jam maksimal 48 jam setelah

syok teratasi. Perlu observasi ketat akan kemungkinan oedema paru dan gagal

Page 24: makalah DHF

jantung, serta terjadinya syok ulang. Transfusi darah segar pada penderita dengan

perdarahan massif (hematemesis dan melena).

Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah

perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan

klorida, serta ureum dan kreatinin. Selain itu dilakukan pemeriksaan hematokrit

dan trombosit secara teratur untuk mengetahui lebih cepat terjadinya DSS agar

lebih cepat mendapatkan penanganan berupa terapi cairan yang sesuai.

Apabila penanganan syok tidak adekuat serta Prolonged shock (>90 menit) akan

menyebabkan hipoksia berat, menimbulkan asidosis metabolic serta memicu DIC

sehingga terjadi perdarahan hebat. Komplikasi tersebut yang nantinya akan

menyebabkan kematian pada pasien DHF disertai DSS.

Karena seringnya terjadi perdarahan dan syok maka pada penyakit ini angka

kematiannya cukup tinggi, oleh karena itu setiap Penderita yang diduga menderita

Penyakit Demam Berdarah dalam tingkat yang manapun harus segera dibawa ke dokter

atau Rumah Sakit, mengingat sewaktu-waktu dapat mengalami syok / kematian.

Adapun tanda dan gejala DSS antara lain :

Tekanan darah sistolik < 80 mmHg

Tekanan nadi < 20 mmHg

Akral dingin

Tanda dan gejala DSS pada anak :

Kulit pucat, dingin, dan lembab terutama pada jari tangan, kaki, dan hidung. Pada

kuku terjadi cyanosis (kebiruan), hal ini disebabkan oleh sirkulasi yang insufisien

(berarti ketidakmampuan untuk menjalankan fungsinya secara memadai)

sehingga meningkatkan aktivitas simpatikus secara reflek.

Anak yang semula rewel, cengeng,dan gelisah lambat laun kesadaannya menurun

menjadi apatis, sopo, bahkan coma. Hal ini terjadi karena kegagalan sirkulasi

serebral.

Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi cepat dan

lembut sampai tidak teraba oleh karena kolap sirkulasi.

Tekanan darah sistolik < 80 mmHg

Tekanan nadi < 20 mmHg

Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri

renalis.

Page 25: makalah DHF

16. Pasien DHF yang dirawat di RS boleh pulang saat :

Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

Nafsu makan pasien membaik

Tampak perbaikan secara klinis

Hematokrit stabil

Melewati sedikitnya tiga hari setelah pemulihan dari syok

Jumlah trombosit > 50.000 per mm3

Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

atau asites

Tidak terdapat komplikasi (Komite Medik RSDM, 2004)

Haluaran urine baik

17. Masalah keperawatan penderita DHF

1. Hipertermi berhubungan dengan penyakit, peningkatan metabolism, dan

dehidrasi ditandai dengan kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal, kulit

kemerahan, kulit teraba panas/ hangat

2. Defisit Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara

aktif, kegagalan mekanisme pengaturan ditandai dengan pasien mengeluh haus,

penurunan tugor kulit, membrane mukosa kering

3. Kelemahan berhubungan dengan status penyakit ditandai dengan pasien tampak

lesu, kurang energy, peningkatan keluhan fisik.

4. Mual berhubungan dengan iritasi gaster ditandai dengan melaporkan mual

5. PK Pendarahan

18. Tujuan perawatan pasien di rumah sakit

Mencegah terjadinya pendarahan massif pada pasien. Pendarahan massif pada

pasien dapat menyebabkan terjadinya syok hipovolemik hingga kematian. Jika Ht

belum turun (Ht>40%), berikan darah dalam volume kecil 10ml/KgBB. Apabila

tampak perdarahan masif, berikan darah segar 20ml/KgBB dan lanjutkan cairan

kristaloid 10ml/KgBB/jam.

Meningkatkan jumlah trombosit pasien diatas 50.000 per mm3. Penurunan

jumlah trombosit pada pasien dapat menyebabkan terjadinya pendarahan pada

tubuh yang dapat berlanjut hingga menyebabkan terjadinya pendarahan massif,

DIC, hingga syok hipovolemik. Cara untuk meningkatkan jumlah trombosit ada

Page 26: makalah DHF

bermacam – macam, diantaranya dengan mengonsumsi air rebusan daun jambu

biji. Menurut penelitian yang dilakukan oleh universitas airlangga, daun jambu

biji mengandung quercentin dari golongan flavonoid itu efektif secara cepat

menaikan jumlah trombosit melalui mekanisme peningkatan jumlah sitokin.

Didalam tubuh sitokin berperan meningkatkan kekenyalan pembuluh darah

sekaligus mengaktifkan sistem pembekuan darah.

Mencegah terjadinya komplikasi pada pasien. Komplikasi yang mungkin muncul

pada pasien DBD diantaranya :

Ensefalopati Dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang

berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang

tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia,

atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat

ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga

disebabkan oleh trombosis pembuluh darah –otak, sementara sebagai akibat

dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus

dengue dapat menembus sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan

ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut.

Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka bila syok

telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03-

danjumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa

segera ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk

mengurangi udem otak diberikan dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam,

tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak

diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-

10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah

terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah

cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit.

Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk

mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa.

Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya

antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.

Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang

Page 27: makalah DHF

tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat

diberikan asam amino rantai pendek.

Kelainan ginjal

Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat

dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik

hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok

diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan

apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter

yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah

teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila

syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi

dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai

acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar

ureum dan kreatinin.

Oedema paru

Oedema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat

pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga

sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan

menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi.

Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila

cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan

hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan

mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan

ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto rontgen dada.

Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan semakin beratnya

bentuk demam berdarah yang dialami, pendarahan, dan shock syndrome.

Komplikasi paling serius walaupun jarang terjadi adalah sebagai berikut :

Dehidrasi

Pendarahan

Jumlah platelet yang rendah

Hipotensi

Bradikardi

Kerusakan hati

Page 28: makalah DHF

Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,

bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di

bawah lengkung iga kanan, derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan

beratnya penyakit. Untuk menemukan pembesaran hati ,harus dilakukan

perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati sering kali ditemukan dan

pada sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus. Nyeri tekan di daerah hati

tampak jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya

perdarahan.5

Gangguan neurogik (kejang, ensephalopati)

Mengantisipasi terjadinya syok pada pasien. Hal ini dapat dilakukan dengan :

Pasien DD dapat berobat jalan dan tidak perlu dirawat. Pada fase demam

pasien dianjurkan :

- Tirah baring, selama masih demam.

- Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.

Untuk menurunkan suhu menjadi 38,5oC.

- Apabila pasien tidak dapat minum atau muntah terus-manarus, sebaiknya

berikan infus NaCl 0,9 % : Dekstrosa 5 % (1:3). Pasang tetesan rumatan

sesuai dengan berat badan.

- Periksa Hb, Ht dan trombosit tiap 6-12 jam. Apabila telah terjadi

perbaikan klinis dan laboratoris, pasien dapat dipulangkan, namun bila

kadar Ht meningkat dan trombosit cendrung menurun maka infus cairan

ditukar dengan Ringer Laktat (RL) dan lanjutkan dengan

penetalaksanaan DBD Derajat II dengan peningkatan hemokonsentrasi >

20%.

DBD Derajat II dengan Peningkatan Hemokonsentrasi > 20% :

- Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid Ringer Laktat/Ringer

Asetat/NaCl 0,9% atau Dekstrosa 5% dalam RL/NaCl 0,9%

6-7ml/KgBB/jam. Monitor tanda vital, kadar Ht dan trombosit tiap 6

jam.

- Apabila selama observasi keadaan umum membaik, tekanan darah dan

nadi stabil, diuresis cukup, Ht cendrung menurun minimal dalam 2X

pemeriksaan berturut-turut maka tetesan dukurangi mejadi

5ml/KgBB/jam. Bila dalam observasi selanjutnya tetap stabil kurangi

Page 29: makalah DHF

tetesan menjadi 3ml/KgBB/jam, kemudian evaluasi 12-24 jam bila stabil

dalam 24-48 jam cairan dihentikan.

- Sepertiga kasus jatuh dalam keadaan syok, bila keadaan klinis tidak ada

perbaikan, gelisah, nafas dan nadi cepat, diuresis kurang dan Ht

meningkat maka naikkan tetes menjadi 10ml/kgBB/jam. Bila dalam 12

jam belum ada perbaikan klinis naikkan menjadi 15ml/KgBB/jam dan

evaluasi 12jam lagi. Apabila nafas lebih cepat, Ht naik dan tekanan nadi

20mmHg, nadi kuat, kurangi tetesan jadi 10ml/KgBB/jam. Pertahankan

sampai 24 jam atau klinis membaik dan Ht turun 1ml/KgBB/jam dan

pemeriksaan Ht dan trombosit 4-6 jam sampai keadaan membaik.

Bila syok belum teratasi dan Ht belum turun (Ht>40%), berikan darah dalam

volume kecil 10ml/KgBB. Apabila tampak perdarahan masif, berikan darah

segar 20ml/KgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10ml/KgBB/jam. Selain

resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemberian

cairan ini dipertahankan minimal 12-24 jam maksimal 48 jam setelah syok

teratasi. Perlu observasi ketat akan kemungkinan oedema paru dan gagal

jantung, serta terjadinya syok ulang

Mengurangi faktor resiko kematian pada pasien. Faktor resiko kematian pada

pasien akan tinggi apabila telah terjadi syok pada pasien dan tidak mendapatkan

penanganan yang baik untuk pasien.

19. Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk merawat pasien DHF

Diagnosa Intervensi

Fatique Energy Management

Monitor respon kardiorespirasi terhadap aktivitas

(takikardi, disritmia, dispneu, diaphoresis, pucat,

tekanan hemodinamik dan jumlah respirasi)

Monitor dan catat pola dan jumlah tidur pasien

Monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri

selama bergerak dan aktivitas

Monitor intake nutrisi

Monitor pemberian dan efek samping obat

depresi

Page 30: makalah DHF

Instruksikan pada pasien untuk mencatat tanda-

tanda dan gejala kelelahan

Ajarkan tehnik dan manajemen aktivitas untuk

mencegah kelelahan

Jelaskan pada pasien hubungan kelelahan dengan

proses penyakit

Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara

meningkatkan intake makanan tinggi energi

Dorong pasien dan keluarga mengekspresikan

perasaannya

Catat aktivitas yang dapat meningkatkan

kelelahan

Anjurkan pasien melakukan yang meningkatkan

relaksasi (membaca, mendengarkan musik)

Tingkatkan pembatasan bedrest dan aktivitas

Batasi stimulasi lingkungan untuk memfasilitasi

relaksasi

Kekurangan volume cairan Fluid Monitoring

Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan

dan eliminasi

Tentukan kemungkinan faktor resiko dari

ketidakseimbangan cairan (hipertermia, terapi

diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis,

disfungsi hati)

Monitor berat badan

Monitor serum dan elektrolit urine

Monitor serum dan osmolaritas urine

Monitor BP, HR, RR

Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan

irama jantung

Monitor parameter hemodinamik invasif

Catat secara akurat intake dan output

Monitor membran mukosa dan turgor kulit, serta

Page 31: makalah DHF

rasa haus

Monitor warna dan jumlah

Fluid Management

Pertahankan posisi tirah baring selama masa akut

Kaji adanya peningkatan JVP, edema dan asites

Tinggikan kaki saat berbaring

Buat jadwal masukan cairan

Monitor intake nutrisi

Monitor TTV

Pantau haluaran urine (karakteristik, warna,

ukuran)

Keseimbangan cairan secara 24 jam

Pantau albumin serum

Kaji turgor kulit

Hipertermia Temperature Regulation

Monitor minimal tiap 2 jam

Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu

Monitor TD, nadi, dan RR

Monitor warna dan suhu kulit

Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi

Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya

kehangatan tubuh

Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan

akibat panas

Diskusikan tentang pentingnya penagturan suhu

dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan

Beritahuakan tentang indikasi terjadinya

keletihan dan penanganan emergency yang

diperlukan

Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan

yang diperlukan

Page 32: makalah DHF

Berikan antipiretik jika perlu

Fever Treatment

Monitor suhu sesering mungkin

Monitor IWL

Lakukan monitoring suhu secara kontinyu

Monitor warna dan suhu kulit

Monitor tekanan darah, nadi dan RR

Monitor penurunan tingkat kesadaran

Monitor WBC, Hb dan Ht

Monitor input dan output monitor keabnormalan

elektrolit

Monitor adanya aritmia

Monitor ketidakseimbangan asam basa

Berikan antipiretik

Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab

demam

Selimuti pasien

Lakukan tepid sponge

Berikan cairan IV

Kompres pada lipatanpaha dan ketiak

Tingkatkan sirkulasi udara

Berikan pengobatan untuk mencegah pasien

menggigil

Nausea Fluid Management

Pencatatan intake output secara akurat

Monitor status nutrisi

Monitor status hidrasi (Kelembaban membran

mukosa, vital sign adekuat)

Anjurkan untuk makan pelan-pelan

Jelaskan untuk menggunakan napas dalam untuk

menekan reflek mual

Batasi minum 1 jam sebelum, 1 jam sesudah dan

Page 33: makalah DHF

selama makan

Instruksikan untuk menghindari bau makanan

yang menyengat

Berikan terapi IV kalau perlu

Kelola pemberian anti emetik.

PK Perdarahan Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang

disertai tanda klinis.

Anjurkan pasien untuk banyak istirahat (bedrest)

Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga

untuk melaporkan jika ada tanda perdarahan

seperti : hematemesis, melena, epistaksis.

Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat

gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut,

berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil

darah.

Kolaborasi, monitor trombosit setiap hari.

20. Yang harus diobservasi dan dimonitoring untuk mengetahui perkembangan dan

mencegah terjadinya komplikasi yaitu :

Tatalaksana DBD fase demam, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan

oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena

tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena

rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan

bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD, Parasetamol

direkomendasikan untuk mengatasi hal tersebut. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat

timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang

dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu

diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat

diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya.

DBD Derajat I dan DBD Derajat II tanpa Peningkatan Hematokrit :

Apabila pasien masih dapat minum, berikan minum banyak yaitu 1-2 liter/hari

atau 1 sendok makan tiap 5 menit.

Obat Antipiretik diberikan bila suhu > 38,5oC.

Page 34: makalah DHF

Apabila pasien tidak dapat minum atau muntah terus-manarus, sebaiknya berikan

infus NaCl 0,9 % : Dekstrosa 5 % (1:3). Pasang tetesan rumatan sesuai dengan

berat badan.

Periksa Hb, Ht dan trombosit tiap 6-12 jam. Apabila telah terjadi perbaikan klinis

dan laboratoris, pasien dapat dipulangkan, namun bila kadar Ht meningkat dan

trombosit cendrung menurun maka infus cairan ditukar dengan Ringer Laktat

(RL) dan lanjutkan dengan penetalaksanaan DBD Derajat II dengan peningkatan

hemokonsentrasi > 20%.

DBD Derajat II dengan Peningkatan Hemokonsentrasi > 20% :

Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid Ringer Laktat/Ringer

Asetat/NaCl 0,9% atau Dekstrosa 5% dalam RL/NaCl 0,9% 6-7ml/KgBB/jam.

Monitor tanda vital, kadar Ht dan trombosit tiap 6 jam.

Apabila selama observasi keadaan umum membaik, tekanan darah dan nadi

stabil, diuresis cukup, Ht cendrung menurun minimal dalam 2X pemeriksaan

berturut-turut maka tetesan dukurangi mejadi 5ml/KgBB/jam. Bila dalam

observasi selanjutnya tetap stabil kurangi tetesan menjadi 3ml/KgBB/jam,

kemudian evaluasi 12-24 jam bila stabil dalam 24-48 jam cairan dihentikan.

Sepertiga kasus jatuh dalam keadaan syok, bila keadaan klinis tidak ada

perbaikan, gelisah, nafas dan nadi cepat, diuresis kurang dan Ht meningkat maka

naikkan tetes menjadi 10ml/kgBB/jam. Bila dalam 12 jam belum ada perbaikan

klinis naikkan menjadi 15ml/KgBB/jam dan evaluasi 12jam lagi. Apabila nafas

lebih cepat, Ht naik dan tekanan nadi < 20 mmHg maka berikan cairan koloin 20-

30 ml/KgBB/jam, namu bila Ht menurun, berikan transfusi darah segar

10ml/KgBB/jam, Bla keadaan membaik berikan cairan sesuai butir 2.

DBD Derajat III dan IV atau kasus Sindrom Syok Dengue (SSD) :

Segera infus kristaloid (Ringer Laktat,Ringer Asetat, atau NaCl 0,5%)

20ml/KgBB dalam waktu 30 menit (Bolus) dan Oksige 2 liter/menit. Untuk SSD

berat (Derajat IV) berikan RL dan 20 ml/KgBB/jam dan kolod. Observasi

tensidan nadi tiap 15 menit, Ht dan trombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dan

gula darah.

Setelah 30 menit syok belum teratasi, lanjutkan Rl 20ml/KgBB dan tambah

plasma (fresh Frozen plasma) atau koloid (Dekstran 40) sebanyak

10-20ml/KgBB, maksimal 30ml/KgBB. Observasi keadaan umum dan tanda vital

Page 35: makalah DHF

tiap 15 menit dan periksa Ht, trombosit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit

dan gula darah.

Bila syok teratasi serta Hb/Ht turun, tek nadi >20mmHg, nadi kuat, kurangi

tetesan jadi 10ml/KgBB/jam. Pertahankan sampai 24 jam atau klinis membaik

dan Ht turun <40%. Lalu turunkan cairan 7ml/KgBB hingga klinis dan Ht stabil,

kemudian secara bertahap turunkan 5ml hingga 3ml/KgBB/jam. Dianjurkan

pemberian cairan tidak lebih 48 jam setelah syok teratasi. Obsrvasi klinis, tanda

vital, tiap jam, usahakan urin >1ml/KgBB/jam dan pemeriksaan Ht dan trombosit

4-6 jam sampai keadaan membaik.

Bila syok belum teratasi dan Ht belum turun (Ht>40%), berikan darah dalam

volume kecil 10ml/KgBB. Apabila tampak perdarahan masif, berikan darah segar

20ml/KgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10ml/KgBB/jam.

21. Hal yang penting dalam perawatan pasien DHF adalah manajement cairan karena

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan

ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan

terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan,

hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun

laboratoris.

Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara

hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma

akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi

cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai

apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan

terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu

selalu diwaspadai.

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada

penatalaksanaan demam berdarah dengue : pertama adalah jenis cairan dan kedua adalah

jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah

untuk mengganti kehilangan cairan di ruang intravascular.

Jenis Cairan

Kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin)

Koloid (Dextran 40 dan plasma)

Page 36: makalah DHF

WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD

karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah didapat dan lebih

murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam

penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman

dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan

memiliki efek alergi yang minimal.

Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif.

Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid

adalah edema, asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi.

Kristaloid memiliki waktu bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah. .

Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kg BB) akan menyebabkan efek

penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang singkat sebelum

didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan

perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya

5 ml yang tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam

ruang interstisial. Namun demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa

keuntungan penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia dengan harga

terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan

dalam temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik.

Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan

yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma

(intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang

intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi

jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan

yang mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni risiko anafilaksis,

koagulopati, dan biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti

memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch).

Penelitian cairan koloid dibandingkan kristaloid pada sindrom renjatan dengue

(DSS) pada pasien anak dengan parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam

pertama renjatan, memberikan hasil sebanding pada kedua jenis cairan. Sebuah

penelitian lain yang menilai efektivitas dan keamanan penggunaan koloid pada

penderita dewasa dengan DBD derajat 1 dan 2 di Indonesia telah selesai

dilakukan, dan dalam proses publikasi.

Jumlah Cairan

Page 37: makalah DHF

Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya kebocoran

plasma yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung.

Pada kondisi DBD derajat 1 dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan rumatan

(maintenance) dan untuk mengganti cairan akibat kebocoran plasma. Secara

praktis, kebutuhan rumatan pada pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah

sebanyak kurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran plasma yang

terjadi seba-nyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000 ml/24 jam. Jadi

secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik yang stabil

adalah antara 3000-5000 ml/24 jam. Namun demikian, pemantauan kadar

hematokrit perlu dilakukan untuk menilai apakah hemokonsentrasi masih

berlangsung dan apakah jumlah cairan awal yang diberikan sudah cukup atau

masih perlu ditambah. Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi

klinis pasien, stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi

hemodinamik tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus atau

tetesan cepat antara 6-10 mg/kg berat badan, dan setelah hemodinamik stabil

secara bertahap kecepatan cairan dikurangi hingga kondisi benar-benar

stabil .Pada kondisi di mana terapi cairan telah diberikan secara adekuat, namun

kondisi hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar hemoglobin dan

hematokrit perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya perdarahan

internal.

22. Jika pasien yang terdiagnosis DHF dan boleh dirawat di rumah

a. Edukasi yang diberikan untuk pasien dan keluarga untuk perawatan di rumah

Pasien yang mampu mentoleransi keadekuatan volume cairan oral dan keluaran urine

minimal tiap 6 jam, dan tidak memiliki tanda peringatan terutama saat demam turun.

Pasien rawat jalan harus diperiksa perkembangan penyakitnya (menurunnya sel darah

putih, penurunan suhu tubuh, dan adanya tanda bahaya) sampai pasien keluar dari

masa kritis. Pasien dengan hematokrit stabil dapat diperbolehkan pulang setelah

disarankan untuk pulang kembali ke rumah sakit segera jika berkembang menjadi

tanda-tanda peringatan dan bersedia memenuhi rencana tindakan sebagai berikut :

Mematuhi masukan rehidrasi oral, jus buah dan cairan lain yang mengandung

elektrolit dan gula untuk mengembalikan kehilangan cairan akibat demam dan

muntah. Masukan cairan oral yang cukup didapatkan untuk mengurangi angka

hospitalisasi.

Page 38: makalah DHF

Anjurkan untuk tirah baring

Beri paracetamol untuk demam yang tinggi jika pasien tidak merasa nyaman.

Interval pemberian paracetamol harus tidak kurang dari 6 jam. Kompres hangat

jika pasien masih demam tinggi, jangan memberikan asetil salisilat dan asam

(aspirin), ibuprofen, atau non steroid anti inflasami agen (NSAIDS) sebab obat

tersebut dapat memperparah gastritis atau perdarahan. Asetil salisilat (aspirin)

dapat menyebabkan Reye’s Syndrom.

b. Pasien harus dibawa ke tempat pelayanan kesehatan saat :

Tidak ada perbaikan klinis

Kemunduran waktu dari penurunan suhu tubuh

Nyeri abdomen yang berat

Muntah persisten

Ekstremitas dingin dan lembab

Latergi atau gelisah

Perdarahan (misalnya: hitam dan ada stolselnya atau seperti kopi pada

muntahnya)

Tidak kencing lebih dari 4-6 jam

23. Peran pasien, keluarga dan masyarakat dalam pencegahan dan penanganan kejadian

DHF di lingkungan tempat tinggal

Upaya masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD dapat dilakukan secara individu

atau perorangan dengan jalan meniadakan sarang nyamuk dalam rumah. Cara terbaik

adalah pemasangan kasa penolak nyamuk. Cara lain yang dapat dilakukan ialah :

Menggunakan mosquito repellent (anti nyamuk oles) dan insektisida dalam

bentuk spray

Menuangkan air panas pada saat bak mandi berisi air sedikit

Memberikan cahaya matahari langsung lebih banyak kedalam rumah

Mengganti air vas bunga dan tempat minum burung minimal seminggu sekali.

Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak.

Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon dengan tanah dan

mengeringkan air yang ada di penampungan alami seperti air diantara pelepah

pisang.

Page 39: makalah DHF

Bubuhkan bubuk pembunuh jentik nyamuk (Abate) di tempat-tempat yang sulit

dikuras atau di daerah yang sulit air.

Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk seperti ikan kepala timah, ikan cupang dan

ikan nila.

Memasang kawat kasa dan tidur menggunakan kelambu.

Pencahayaan dan ventilasi di dalam ruangan harus memadai karena nyamuk ini

senang hinggap di kamar yang gelap.

Jangan biasakan menggantung pakaian karena nyamuk aedes aegypti senang

hinggap di benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti gordyn,

baju/pakaian dll.

Menghindari gigitan nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk (bakar,oles,

elektrik dll) untuk mencegah gigitan nyamuk. Aktifitas menggigit nyamuk aedes

aegypty biasanya dari pagi sampai petang (siang hari) dengan puncak aktifitas

antara jam 09.00-10.00 dan jam 16.00-17.00. Karena itu jika anda bepergian

terutama ke tempat yang tinggi kasus DBD sebaiknya memakai celana dan baju

lengan panjang dan memakai lotion anti nyamuk.

Pengasapan/fogging dengan menggunakanmal athion danf enthion yang berguna

untuk mengurangi kemungkinan penularan aides aegypti sampai batas tertentu.

Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air

seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.

Langkah-langkah 3M :

Menguras dan menyikat dinding tempat penampungan air seperti bak mandi/WC,

drum, penampungan air AC, Kulkas dll seminggu sekali.

Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti gentong air/tempayan,

tempat air suci/tirta, dll.

Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air

hujan seperti kaleng bekas, ban bekas, botol bekas, dll

Peningkatan partisipasi masyarakat adalah suatu proses di mana individu, keluarga, dan

masyarakat dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pemberantasan vektor di

rumahnya. Peningkatan partisipasi masyarakat menumbuhkan berbagai peluang yang

memungkinkan seluruh anggota masyarakat secara aktif berkontribusi dalam

pembangunan (Depkes RI, 2005). Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh

anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat

tersebut. Partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh

Page 40: makalah DHF

anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri

(Notoatmodjo, 2005) Peningkatan partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan

menunjukkan perhatian dan kepedulian kepada masyarakat, memprakarsai dialog lintas

sektoral secara berkelanjutan, menciptakan rasa memiliki terhadap program yang sedang

berjalan, penyuluhan kesehatan dan memobilisasi serta membuat suatu mekanisme yang

mendukung kegiatan masyarakat (Depkes RI, 2005:). Partisipasi masyarakat dalam

tingkat individu dapat dilakukan dengan mendorong atau menganjurkan dalam kegiatan

PSN dan perlindungan diri secara memadai. Pelaksanaan kampanye kebersihan yang

intensif dengan berbagai cara merupakan upaya di tingkat masyarakat. Memperkenalkan

program pemberantasan DBD pada anak sekolah dan orang tua, mengajak sektor swasta

dalam program pemberantasan virus dengue, menggabungkan kegiatan pemberantasan

berbagai jenis penyakit yang disebabkan serangga dengan program pemberantasan DBD

agar memperoleh hasil yang maksimal. Selain itu peran partisipasi masyarakat dapat

ditingkatkan dengan pemberian insentif seperti pemberian kelambu atau bubuk abate

secara gratis bagi yang berperan aktif (Soegijanto, 2006).

Kebijakan Pemerintah

Bila dilihat dari aspek sistem kebijakan dalam peningkatan derajat kesehatan melalui

pemberantasan penyakit DBD maka ada tiga elemen, bahkan ada empat elemen yang

mencakup hubungan timbal balik dan mempunyai andil di dalam kebijakan karena

memang mempengaruhi dan saling dipengaruhi oleh suatu keputusan (Koban, 2005).

Adapun elemen tersebut antara lain adalah :

Kebijakan publik (Undang-Undang/Peraturan, Keputusan yang dibuat oleh Badan

dan Pejabat Pemerintah).

Pelaku kebijakan (kelompok warga negara, partai politik, agen-agen pemerintah,

pemimpin terpilih).

Lingkungan kebijakan (geografi, budaya, politik, struktural sosial dan ekonomi).

Sasaran kebijakan (masyarakat).

Elemen-elemen tersebut secara skematis dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Page 41: makalah DHF

Sejalan dengan teori sistem kebijakan maka keberhasilan program pemberantasan virus

Dengue sangat didukung dengan pembuatan peraturan perundang-undangan tentang

penyakit menular dan wabah. Perundang-undangan ini memberikan wewenang kepada

petugas kesehatan untuk mengambil tindakan yang diperlukan saat terjadi wabah atau

KLB di masyarakat (Koban, 2005).

Penyusunan undang-undang harus mempertimbangkan komponen penting dalam

program pencegahan dan pengawasan virus Dengue dan nyamuk Aedes aegypti, yaitu

mengkaji ulang dan mengevaluasi efektifitas undang-undang, dirumuskan berdasarkan

perundang-undangan sanitasi yang telah diatur oleh Departemen Kesehatan,

menggabungkan kewenangan daerah sebagai pelaksana, mencerminkan koordinasi lintas

sektor, mencakup seluruh aspek sanitasi lingkungan, mencerminkan kerangka

administrasi hukum yang ada dalam konteks administrasi secara nasional dan sosialisasi

undang-undang kepada masyarakat. Di Indonesia kelompok kerja pemberantasan DBD

disebut dengan POKJANAL DBD dan POKJA DBD tingkat Desa/Kelurahan (Koban,

2005).

Diharapkan perilaku masyarakat akan berubah jika ada peraturan dan kepastian hukum

(law enforcement) yang mengikat dan mewajibkan setiap anggota masyarakat untuk

melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit DBD di lingkungan keluarga dan

masyarakat. Apabila dilanggar akan dikenakan sanksi/hukuman yang sesuai dengan

peraturan yang berlaku (Koban, 2005).

Page 42: makalah DHF

Daftar Pustaka

http://www.mitrakeluarga.com/gading/tatalaksana-demam-dengue-demam-berdarah-dengue/

WHO.Demam Berdarah Dengue: Diagnosis, pengobatan, pencegahan, dan pengendalian.

Jakarta: EGC

Anonim.2011. http://kesehatan masyarakat /2011/11/upaya-pencegahan-demam-berdarah-

dbd.html. diakses tanggal 3 Januari 2013

http://www.equator-news.com/utama/20121130/dari-700-ke-800-kasus-bdb

http://dehever.blogspot.com/2009/12/epidemiologi-dhf.html

http://ainicahayamata.wordpress.com/nursing-only/keperawatan-medikal-bedah-kmb/askep-

dengue-hemoragic-fever-dhf/

http://caldok.blogspot.com/2010/04/dengue-hemorrhagic-fever.html

http://afghanaus.com/perinsip-umum-pengobatan-penyakit-dbd/

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=definisi

%20dhf&source=web&cd=1&ved=0CCsQFjAA&url=http://repository.usu.ac.id/bitstream/

123456789/21504/4/Chapter

%2520II.pdf&ei=hmTlUPekLsHKrAeN7YHoDw&usg=AFQjCNHvY00mYzAe_sK8Q6FTz

rpcRigYNA&bvm=bv.1355534169,d.bmk&cad=rja

WHO. Dengue Hemorrhagic Fever : diagnosis, treatment, prevention and control. Geneva,

1997.

WHO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in small hospitals.

New Delhi, 1999

Page 43: makalah DHF

Pedoman Diagnosa dan Terapi Berdasarkan Gejala dan Keluhan. Prosedur Tetap Standar

Pelayanan Medis IRD RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 1997.

Soegijanto S, et all. Demam Berdarah Dengue. Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Ilmu

Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 1994.

Soegijanto S, et all. Seminar Sehari Demam Berdarah Dengue. Surabaya. 1998.