Upload
nadia-elsinta
View
22
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
interna, dengue hemorragic fever, laporan kasus
Citation preview
PENDAHULUAN
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
disertai oleh renjatan/syok. 1
Dari 2,5 miliar orang di seluruh dunia hidup di negara-negara endemik
dengue dan beresiko tertular DF / DHF, 1,3 miliar hidup di 10 negara-negara
WHO Asia Tenggara (SEA) Daerah yang adalah daerah endemis DBD. Sampai
tahun 2003, hanya delapan negara di wilayah telah melaporkan kasus DBD. Pada
tahun 2009, Korea melaporkan wabah demam berdarah. Timor-Leste melaporkan
wabah pada tahun 2004 untuk pertama kalinya. Bhutan juga melaporkan Wabah
demam berdarah pertama di 2.004. Demikian pula, Nepal juga melaporkan kasus
dengue pada bulan November 2004.2
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41
tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah
provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota,
menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi
Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain
itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus
menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.3 Di Sulawesi, khususnya sulawesi
selatan, insidensi demam berdarah sebesar 44,71 % dan jumlah penderita
sebanyak 3411 jiwa.4
1
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 45 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Jln. Haji Kalla
Tgl. MRS : 10 Februari 2014 (pukul 21.00)
Dokter jaga : dr. KR
Nama RS : RS. Ibnu Sina
ANAMNESIS (Heteroanamnesis)
KU : Demam
AT : Dialami sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk RS, demam bersifat
terus-menerus, menggigil tidak ada, mimisan tidak ada, perdarahan
gusi tidak ada, sakit kepala ada, pusing ada, nyeri menelan tidak
ada, batuk tidak ada, sesak tidak ada, nyeri dada tidak ada, mual
ada, muntah tidak ada, nyeri ulu hati ada, dialami sejak 5 hari yang
lalu, nyeri menjalar sampai kebelakang, nyeri perut tidak ada,
bintik-bintik merah di kulit tidak ada, nyeri sendi ada, sejak 2 hari
yang lalu, nyeri terasa di seluruh sendi.
BAK : biasa, warna kuning
BAB : normal, warna kuning
Riwayat Penyakit dengan Keluhan Sama : Tidak ada
Riwayat Penyakit Sebelumnya : Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada
Riwayat Pengobatan : Tidak ada
Riwayat Kebiasaan : Merokok (+), minum alkohol (-)
Riwayat yang menderita penyakit yang sama di sekitar rumah : Tidak ada
Riwayat Pekerjaan : Buruh
2
PEMERIKSAAN FISIS
Status Generalisata : Sakit Sedang, Gizi Cukup, Compos mentis
BB= 60 Kg
TB= 175 cm
IMT = 19,59 kg/m2 (normal)
Status Vitalis : T = 100/70 mmHg
N = 90x/menit, a. Radialis, kuat angkat
P = 20x/menit, tipe thoraco – abdominal
S = 38,50C, axilla
Kepala : Bentuk : mesocephal
Ukuran : normocephal
Rambut : warna hitam, sukar dicabut
Mata : Konjunctiva anemis (-)/(-)
Sklera Ikterus (-)/(-)
Edema palpebra (-)/(-)
Hidung : Sekret (-)/(-)
Deviasi septum (-)
Epistaksis (-)/(-)
Bibir : Sianosis (-)
Stomatitis (-)
Mulut : Gigi : Caries (-)
Tonsil : T1 – T1 , Hiperemis (-)
Pharynx : Hiperemis (-)
Leher : Massa tumor (-)
Nyeri tekan (-)
Pembesaran KGB (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Deviasi trakea (-)
DVS = R-2cm H2O posisi 200
Thorax : I = Bentuk : normal
3
Pengembangan dada : simetris kiri=kanan,
Pelebaran pembuluh darah (-)
P = Massa tumor (-)
Nyeri tekan (-)
Fremitus raba kiri=kanan
P = Sonor kiri=kanan,
Batas paru-hepar : ICS V dextra
Batas paru belakang kiri: setinggi corpus Vertebra
thoracal X
Batas paru belakang kanan: setinggi corpus Vertebra
thoracal XI
A = BP : vesikular
BT Rh - - Wh : - -
- - - -
- -
Jantung : I = ictus cordis tidak tampak
P = ictus cordis teraba, thrill (-)
P = Pekak Batas kanan: linea parasternalis dextra
Batas kiri: linea parasternalis sinistra
Batas atas: ICS II
A = Bunyi jantung I/II murni reguler, bunyi tambahan (-)
Abdomen : I = datar, ikut gerak nafas, pelebaran pembuluh darah (-)
P = peristaltik (+), kesan normal
P = Massa tumor (-)
Nyeri tekan (+) regio epigastrium,
Hepar ttb, Lien ttb
A = Tympani (+), Ascites (-)
Ekstremitas : Edema -/-, Deformitas -/-, Fraktur -/-
Lain-lain : anus dan genitalia dbn, tes Rumple leede (+)
RESUME
4
Seorang laki-laki, 45 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan febris
continous sejak 4 hari yang lalu, cephalgia (+), vertigo (+), nausea (+), dyspepsia
(+) sejak 5 hari yang lalu, arthralgia (+) sejak 2 hari yang lalu terasa di seluruh
sendi.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan status generalis : sakit sedang, gizi
cukup, dan compos mentis. Status vitalis didapatkan TD: 100/70 mmHg, N:
90x/menit, P: 20 x/menit tipe abdominal-thoracal, suhu axilla 38,5oC. Pada
pemeriksaan fisis Kepala : dalam batas normal, Leher : dalam batas normal,
Thorax Bunyi pernafasan bronkial, bunyi tambahan tidak ada, Jantung dalam
batas normal, Abdomen terdapat nyeri tekan regio epigastrium, tes Rumple leede
(+)
DIAGNOSIS
Dengue Hemorrhagic Fever grade 1
Epigastric Pain Syndrome
DIAGNOSIS BANDING
Tonsilopharyngitis
Malaria
Demam Tifoid
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah rutin : RBC : 3,61 x 106 , interpretasi = normal (4,4-5,9 (x106/µl))
WBC : 9 x 103, interpretasi = normal (4,8-10,8 (x103 µl))
PLT : 71.000, interpretasi = trombositopenia (150-450 (x103/µl))
HB : 11,1 gr/dl, interpretasi = normal, (11-17 gr/dl)
HCT : 35,1 %, interpretasi = normal, (35-55 %)
PEMERIKSAAN ANJURAN/PEMERIKSAAN TAMBAHAN
IgM & IgG Anti-Dengue
NS-1 Antigen
Tes Widal
DDR
5
RENCANA TERAPI/PENATALAKSANAAN
Bed Rest
IVFD RL 22 tpm -> 48 jam
Antipiretik : Paracetamol IV -> 1 botol/8jam
H2RA : Ranitidine IV -> 1 ampul/12 jam
PROGNOSIS
Quad ad vitam : dubia et bonam
Quad ad sanationem : dubia et bonam
6
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Demam dengue (DD) adalah suatu penyakit infeksi akut, yang disebabkan
oleh virus Dengue yang mempunyai 4 macam serotipe (DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4). Dengan ciri-ciri demam yang bersifat bifasik, mialgia, sakit kepala, nyeri
di beberapa bagian tubuh, rash, limfadenopati, dan leukopenia. Dalam
kebanyakan kasus, DD bersifat self-limited, akan tetapi ada resiko perkembangan
progresif menjadi demam berdarah dengue (DBD) atau sindrom syok dengue
(SSD). 5
DBD adalah suatu penyakit demam yang berat dengan ciri-ciri hemostasis
yang abnormal, dan meningkatnya permeabilitas vaskuler serta perkembangan
progresif dapat menjadi SSD. SSD adalah suatu kondisi syok hipovolemik yang
secara klinis dikaitkan dengan hemokonsentrasi dan dapat menyebabkan kematian
bila penanganan yang adekuat tidak diberikan. 5
II. Epidemiologi
Awal mula penyakit demam berdarah berasal dari Mesir yang kemudian
menyebar keseluruh dunia. Nyamuk hidup dengan subur di belahan dunia yang
mempunyai iklim tropis dan subtropik seperti Asia, Afrika, Australia dan
Amerika. Di Indonesia kasus demam berdarah pertama kali dilaporkan di Jakarta
dan Surabaya pada tahun 1968. Tahun-tahun selanjutnya kasus demam berdarah
berfluktuasi dan jumlahnya setiap tahun dan cenderung meningkat.5
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41
tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah
provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota,
menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi
Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain
itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus
menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.3 Di Sulawesi, khususnya sulawesi
selatan, insidensi demam berdarah sebesar 44,71 % dan jumlah penderita
sebanyak 3411 jiwa.4
7
Saat ini diperkirakan sekitar 50-100 juta kasus DD pertahun di seluruh
dunia, 500.000 di antaranya dalam bentuk penyakit yang berat, yaitu DBD dan
SSD. Suvei serologi yang telah dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa DEN-
1 dan DEN-2 merupakan serotipe virus yang paling dominan, namun epidemi
baru-baru ini telah terjadi pergeseran, yaitu virus DEN-3 yang dominan.5
III. Etiologi
1. Virus
Virus Dengue terdiri atas untaian tunggal RNA termasuk dalam keluarga
Flaviviridae. Virus dengue mempunyai diameter envelope 40-60 nm. Ditemukan
pertama kali oleh Albert Sabin tahun 1944, ada 4 macam serotipe yang
diklasifikasikan menurut kriteria biologis dan imunologis. Panjang genom virus
sekitar 11kb. Virion dewasa terdiri atas 3 struktural (inti, premembran, dan
envelop) dan 7 protein non-struktural, yaitu NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b,
dan NS5. Protein envelop diperlukan untuk berbagai fungsi biologis utama bagi
virus, yaitu berikatan dengan reseptor di permukaan sel inang, sehingga
memungkinkan virus masuk sel target. 5
2. Vektor
Aedes aegypti dan nyamuk lainnya memiliki siklus hidup yang kompleks
dengan perubahan dramatis dalam bentuk, fungsi , dan habitat . Nyamuk betina
bertelur di dalam, dinding basah wadah dengan air. Larva menetas saat air
menggenangi telur sebagai akibat dari hujan atau penambahan air oleh orang-
orang. Pada hari-hari berikutnya, larva akan memakan mikroorganisme dan bahan
organik partikulat , mencurahkan kulit mereka tiga kali untuk dapat tumbuh dari
awal sampai instar keempat. Ketika larva telah memperoleh cukup energi dan
ukuran dan dalam instar keempat , metamorfosis dipicu , mengubah larva menjadi
pupa. Pupa tidak makan ; mereka hanya mengubah dalam bentuk sampai tubuh
orang dewasa. Kemudian, orang dewasa yang baru terbentuk muncul dari air
setelah melanggar kulit kepompong. Seluruh siklus hidup berlangsung 8-10 hari
pada suhu kamar, tergantung pada tingkat makan . Dengan demikian , ada fase air
( larva , pupa ) dan fase terestrial ( telur , dewasa ) di siklus hidup Aedes aegypti.6
8
Gambar 2 : siklus hidup Aedes aegypti (Dikutip dari kepustakaan 6)
Aedes aegypti memiliki tubuh yang kecil, berwarna gelap dengan garis
punggung putih.nyamuk lebih memilih untuk menggigit dalam ruangan dan
terutama menggigit manusia. Nyamuk ini dapat menggunakan lokasi alami atau
habitat (misalnya lubang di pohon) dan wadah buatan dengan air untuk bertelur .
Mereka bertelur di siang hari dalam air yang mengandung bahan organik
(misalnya, daun membusuk, ganggang, dll) dalam wadah bermulut lebar dan lebih
memilih wadah berwarna gelap yang terletak di tempat teduh. Sekitar tiga hari
setelah menghisap darah, nyamuk meletakkan telur-telurnya di dalam wadah .
Telur diletakkan selama beberapa hari, tahan terhadap pengeringan dan dapat
bertahan untuk periode enam bulan atau lebih. Ketika hujan, telur banjir dengan
air, larva kemudian menetas. Umumnya larva makan organisme air kecil,
ganggang dan partikel tanaman dan hewan dalam wadah berisi air. Siklus di air
(telur hingga dewasa) dapat terjadi dalam waktu 7-8 hari . Rentang hidup untuk
nyamuk dewasa adalah sekitar tiga minggu. Tempat produksi telur berada di
dalam atau di dekat rumah. Aedes aegypti tidak dapat hidup dalam tahap telur di
iklim dingin.7
Habitat Aedes aegypti sangat umum di daerah yang kekurangan sistem air
perpipaan, dan sangat tergantung pada wadah penyimpanan air untuk bertelur.
Nyamuk Dewasa pria dan wanita memakan nektar tanaman; Namun, nyamuk
betina membutuhkan darah untuk menghasilkan telur, dan aktif di siang hari.
Telur memiliki kemampuan untuk bertahan dalam jangka waktu yang lama ,
memungkinkan telur untuk dapat dengan mudah menyebar ke lokasi baru. Wadah
penyimpanan air, pot bunga, ban bekas, piring di bawah pot tanaman, ember,
kaleng bekas, air mancur hias, drum, mangkuk air untuk hewan peliharaan yang
9
berada di dalam atau dekat dengan tempat di mana manusia hidup adalah habitat
ideal untuk larva nyamuk ini.7
Perilaku Menggigit Aedes aegypti menggigit terutama pada siang hari .
Jenis ini paling aktif selama kurang lebih dua jam setelah matahari terbit dan
beberapa jam sebelum matahari terbenam , tetapi dapat menggigit pada malam
hari di daerah baik menyala. Nyamuk ini bisa menggigit orang tanpa diketahui
karena mendekati dari belakang dan gigitan pada pergelangan kaki dan siku.
Aedes aegypti lebih suka menggigit orang tetapi juga gigitan anjing dan hewan
domestik lainnya, sebagian besar mamalia. Hanya betina menggigit untuk
mendapatkan darah untuk bertelur.7
Aedes albopictus - juga disebut nyamuk macan Asia - adalah nyamuk yang
dapat menularkan virus yang menyebabkan demam berdarah. Nyamuk betina
bertelur dalam wadah penampungan air di sekitar atau lebih jauh dari rumah ,
lubang pohon dan ruas bambu. Spesies ini dapat bertahan hidup sepanjang tahun
di iklim tropis dan subtropis. Aedes albopictus mempunyai badan yang kecil ,
nyamuk gelap dengan garis punggung putih. Nyamuk menggigit manusia, tapi
juga kucing, anjing , tupai , rusa dan mamalia lainnya, serta burung.8
Nyamuk ini dapat menggunakan lokasi alami atau habitat (misalnya
lubang pohon dan tanaman) dan kontainer buatan dengan air untuk bertelur.
Siklus hidup dari telur hingga dewasa dapat terjadi dalam waktu 7-9 hari .
Rentang hidup untuk nyamuk dewasa adalah sekitar tiga minggu. Mereka
memiliki jarak terbang pendek (kurang dari 200 m), sehingga lokasi produksi telur
cenderung dekat dengan tempat nyamuk ini ditemukan. Nyamuk Aedes albopictus
tetap hidup melalui musim dingin dalam tahap telur di daerah beriklim sedang
(daerah dengan empat musim ) tetapi aktif sepanjang tahun di lokasi yang tropis
dan subtropis. Perilaku menggigit Aedes albopictus adalah siang hari dan
penggigit sangat agresif. Kali makan puncaknya adalah pada pagi hari dan sore
hari. 8
IV. Patofisiologi
10
Mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah
dengue, dan sindrom renjatan dengue. Respon imun yang diketahui berperan
adalah: a) respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitoksisitas yang
dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat
replikasi virus pada monosit maupun makrofag. Hipotesis ini disebut antibody
dependent enhancement (ADE); b) limfosit T baik T helper (CD4) maupun T
sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue.
Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2, dan
limfokin, sedangkan TH2 akan memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10; c)
monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis bakteri dengan opsonisasi
antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan replikasi virus dan sekresi
sitokin oleh makrofag; d) selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun akan
menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.1
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterelogous
infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang
virus dengue tipe yang berbeda.Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik yang
tinggi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi. Kurane
dan Enis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain;
menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang
memfagositosis kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga virus
bereplikasi dalam makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue
mengakibatkan aktivasi sel T helper dan T sitotoksik sehingga diproduksi
limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit
sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-a, IL-1, PAF (platelet
activating factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi
endotel dan terjadi kebocoran plasma.1
Penyakit ini ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat virus Dengue.
Orang ini biasanya menunjukan gejala sakit tetapi juga tidak sakit yaitu jika
mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus Dengue. Jika orang digigit
nyamuk Ae. aegypti maka virus akan masuk bersama darah yang dihisapnya. Di
11
dalam tubuh nyamuk itu, virus Dengue akan berkembang biak dengan cara
membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk. Dalam waktu satu
minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan atau bahkan ratusan ribu sehingga
siap untuk ditularkan atau dipindahkan kepada orang lain. Selanjutnya pada waktu
nyamuk menggigit orang lain, maka setelah alat tusuk nyamuk (proboscis)
menemukan kapiler darah, sebelum darah orang tersebut dihisap terlebih dahulu
dikeluarkan air liur dari kelenjar air liur nyamuk agar darah yang dihisap tidak
membeku.5
Bersama dengan air liur nyamuk Ae. aegypti yang membawa virus Dengue
itu akan terserang penyakit demam berdarah, orang yang mempunyai kekebalan
yang cukup terhadap virus Dengue, tidak akan terserang penyakit ini, meskipun di
dalam darahnya terdapat virus tersebut. Sebaliknya pada orang yang tidak
mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus Dengue, dia akan sakit demam
ringan bahkan sakit berat yaitu demam tinggi disertai perdarahan bahkan syok,
tergantung dari tingkat kekebalan tubuh yang dimilikinya.5
Masa inkubasi 3-15 hari (rerata 7-10 hari). Begitu memasuki tubuh, virus
Dengue ikut dalam sirkulasi sistemik dan berusaha menemukan sel target.
Makrofag merupakan sel target utama infeksi virus Dengue. Sebelum mencapai
makrofag, virus Dengue akan dihadang oleh respons imun. Berbagai komponen
imunitas non spesifik terlibat antara lain fagosit, sel NK, dan sistem komplemen
akan berusaha untuk menahan intervensi virus Dengue. Masuknya virus Dengue
akan direspons melalui mekanisme pertahanan nonspesifik dan spesifik. Pada
sistem imun nonspesifik akan melibatkan pertahanan humoral dan seluler.
Imuntas spesifik melalui respons limfosit timbul lebih lambat.5
Pada pertahanan humoral, berbagai komponen seperti komplemen,
interferon α dan interferon β dan kolektin ikut berperan dalam mekanisme
pertahanan. Untuk menghambat laju intervensi virus Dengue, interferon α dan
interferon β berusaha mencegah replikasi virus Dengue di intraseluler. Dengan
demikian diharapkan virus Dengue tidak mencapai sel target makrofag
berikutnya. Di sisi lain limfosit b, sel plasma akan merespon melalui
pembentukan antibodi guna mengeliminasi virus Dengue. Limfosit T yang
12
teraktivasi mengakibatkan ekspresi protein permukaan yang disebut ligan CD40
(CD40L atau CD154), yang kemudian mengikat CD40 pada limfosit B, makrofag,
sel dendritik, sel endotel serta mengaktivasi berbagai sel tersebut. CD40L
merupakan mediator penting terhadap berbagai fungsi efektor sel T helper,
termasuk menstimulasi sel B memproduksi antibodi dan aktivasi makrofag untuk
menghancurkan virus Dengue. Limfosit dan makrofag yang terpapar virus secara
perlahan sebagian akan mengalami kematian terprogram. Makrofag yang terpapar
virus Dengue mengalami aktivasi, meningkatkan produksi dan sekresi enzim
phospolipase A2-activating protein (PLA2). PLA2 mempunyai efek metabolik
dan memicu metabolisme asam arakhidonat. Pelepasan asam arakhidonat memicu
biosintesis eicosanoids, terjadi produksi dan sekresi mediator sekunder yang
antara lain adalah prostasiklin, prostaglandin E2, tromboksan A2, leukotrien.
Berbagai mediator ini berpengaruh dalam mempercepat pelebaran celah endotel.
Interleukin 1b dan interleukin-6 menyebabkan disfungsi endotel, tnf-α
menyebabkan destruksi endotel. Dengan demikian pengaruh komplemen, sitokin
dan mediator sekunder tersebut membuka peluang terjadi perpindahan plasma
yang berlangsung hebat.
Intervensi virus dengue menyebabkan gangguan pada sistem hematopoetik
sentral dan perifer. Di sentral hematopoeisis atau di sumsum tulang belakang,
terutama pada mekanisme aferen virus dengue yang mengintervensi makrofag,
memicu makrofag menjadi aktif melakukan fagositosis diikuti replikasi virus.5
Pada infeksi virus Dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya dalam beberapa
hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat tapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menyebabkan kematian karena
infeksi virus; kematian yang terjadi lebih disebabkan oleh gangguan metabolik.9
Mekanisme perdarahan
Manifestasi perdarahan pada DBD yang paling sering didapatkan berupa
petekie di kulit dan kadang-kadang pada submukosa. Tes tourniquet positif
merupakan peningkatan fragilitas kapiler yang dijumpai lebih awal. Gejala
perdarahan yang berat sering terjadi adalah perdarahan gastrointestinal dalam
13
bentuk hematemesis dan atau melena. Pada kasus dengan prolonged shock dapat
terjadi perdarahan masif di jantung, paru, hati, dan otak.5
Peningkatan nilai hematokrit merupakan manifestasi hemokonsentrasi
yang terjadi akibat kebocoran plasma ke ruang ekstravaskuler disertai efusi cairan
serosa, melalui kapiler yang rusak. Akibat kebocoran ini volume plasma menjadi
berkurang yang dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik dan kegagalan
sirkulasi. Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau sedikit
menurun. Tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti peningkatan
hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi paling awal yang dapat
ditemukan pada DBD.5
Vaskulopati
Karakterisktik DBD adalah adanya plasma leakage dengan manifestasi
hemokonsentrasi, efusi, dan atau asites. Sebelumnya plasma leakage diduga
akibat peningkatan permeabilitas vaskuler selain adanya penemuan baru, yaitu
menduga adanya destruksi sel endotel disertai pelepasan mediator inflamasi (il-6,
il-8) yang dilepas oleh virus Dengue. Virus Dengue juga mengaktivasi
komplemen dan menimbulkan ekspresi molekul adhesi seperti icam-1, ekspresi
dari icam-1 bersama dengan il-8 akan meningkatkan permeabilitas vaskuler pula.5
Trombopati dan trombositopenia merupakan salah satu kriteria sederhana
yang di ajukan oleh WHO sebagai diagnosis klinis DBD. Trombositopenia dan
hemokonsentrasi merupakan dua keadaan yang hampir selalu muncul akibat
infeksi virus Dengue.5 Empat mekanisme umum bertanggung jawab untuk
trombositopenia: penurunan produksi trombosit, penurunan kelangsungan hidup
platelet, penyerapan limpa, dan dilusi intravaskular sirkulasi trombosit.10
V. Gejala Klinis
1. Masa inkubasi biasanya berkisar antara 4 – 7 hari.11
2. Demam tinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung 2 – 7 hari. Panas
dapat turun pada hari ke-3 yang kemudian naik lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-
7 panas mendadak turun.11
3. Tanda-tanda perdarahan. Perdarahan ini terjadi di semua organ. Bentuk
perdarahan dapat hanya berupa uji Tourniquet (Rumple Leede) positif atau
14
dalam bentuk satu atau lebih manifestasi perdarahan sebagai berikut: petekie,
purpura, ekimosis, perdarahan konjungtiva, epistaksis, pendarahan gusi,
hematemesis, melena dan hematuri. petekie sering sulit dibedakan dengan
bekas gigitan nyamuk. untuk membedakannya regangkan kulit, jika hilang
maka bukan petekie. Uji Tourniquet positif sebagai tanda perdarahan ringan,
dapat dinilai sebagai presumptif test (dugaan keras) oleh karena uji Tourniquet
positif pada hari-hari pertama demam terdapat pada sebagian besar penderita
DBD. Namun uji Tourniquet positif dapat juga dijumpai pada penyakit virus
lain (campak, demam chikungunya), infeksi bakteri (Typhus abdominalis) dan
lain-lain. Uji Tourniquet dinyatakan positif, jika terdapat 20 atau lebih petekie
pada seluas 1 inci persegi (2,5×2,5 cm) di lengan bawah bagian depan (volar)
dekat lipat siku.11
Gambar 2 : Tes Tourniquete positif (peteki) (Dikutip dari kepustakaan 11)
4. Pembesaran hati (hepatomegali). Pembesaran hati pada umumnya dapat
ditemukan pada permulaan penyakit Pembesaran hati tidak sejajar dengan
beratnya penyakit. Nyeri tekan sering ditemukan tanpa disertai ikterus.11
5. Renjatan (syok). Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung,
jari tangan dan kaki Penderita menjadi gelisah. Sianosis di sekitar mulut. Nadi
cepat, lemah, kecil sampai tak teraba. Tekanan nadi menurun, sistolik
menurun sampai 80 mmHg atau kurang.11
6. Trombositopeni. Jumlah trombosit 100.000 biasanya ditemukan diantara hari
ke 3 – 7 sakit. Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bag.
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit). Peningkatnya nilai hematokrit
(Ht) menggambarakan hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD,
merupakan indikator yang peka terjadinya perembesan plasma, sehingga
dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya penurunan
15
trombosit mendahului peningkatan hematokrit. Hemokonsentrasi dengan
peningkatan hematokrit > 20% (misalnya 35% menjadi 42%: 35/100 x 42 =
7, 35+7=42), mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan
perembesan plasma. Perlu mendapat perhatian, bahwa nilai hematokrit
dipengaruhi oleh penggantian cairan atau perdarahan. Penurunan nilai
hematokrit >20% setelah pemberian cairan yang adekuat, nilai Ht
diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian cairan.11
7. Gejala klinik lain. Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita DBD
ialah nyeri otot, anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau
konstipasi, dan kejang. Pada beberapa kasus terjadi hiperpireksia disertai
kejang dan penurunan kesadaran sehingga sering di diagnosis sebagai
ensefalitis.11
VI. Pemeriksaan Penunjang
Temuan laboratorium selama DF episode akut penyakit adalah sebagai
berikut :
Leukosit total biasanya normal pada awal demam; maka leukopenia
berkembang dengan penurunan neutrofil dan berlangsung selama periode
demam.2
Jumlah trombosit biasanya normal , seperti komponen lain dari mekanisme
pembekuan darah . Trombositopenia ringan (100 000-150 000 sel/mm3)
adalah umum dan sekitar setengah dari semua Pasien DF memiliki jumlah
trombosit di bawah 100 000 sel/mm3 ; tetapi trombositopenia berat (< 50 000
sel/mm3 ) jarang.2
kenaikan hematokrit ringan (≈ 10 %) dapat ditemukan sebagai akibat dari
dehidrasi terkait dengan demam tinggi , muntah , anoreksia dan asupan mulut
yang buruk.2
Serum biokimia biasanya normal tetapi enzim hati dan transferase aspartat
amino (AST ) mungkin meningkat.2
Perlu dicatat bahwa penggunaan obat-obatan seperti analgesik , antipiretik ,
anti -muntahdan antibiotik dapat mengganggu fungsi hati dan pembekuan
darah.2
16
Imunoserologi dilakukan pemeriksaaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM :
terdteksi mulai hari ke 3-5. Meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari. IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari
ke-14. 1
NS1 : antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai
hari ke delapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63%-93,4% dengan
spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standar kultur
virus. 1
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat ditemukan
pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus
kanan. Asites dan efusi pleura dapat pula ideteksi dengan pemeriksaan USG.1
VII. Diagnosis
Dengue viremia pada pasien pendek , biasanya terjadi 2-3 hari sebelum
timbulnya demam dan berlangsung selama empat sampai tujuh hari penyakit .
Selama periode ini virus dengue , asam nukleat dan beredar antigen virus dapat
dideteksi.5
Respon antibodi terhadap infeksi menyebabkan munculnya berbagai jenis
imunoglobulin; IgM dan IgG imunoglobulin isotypes memiliki nilai diagnostik.
Antibodi IgM terdeteksi pada hari 3-5 setelah onset penyakit , meningkat dengan
cepat sekitar dua minggu dan menolak untuk tidak terdeteksi setelah 2-3 bulan .
Antibodi IgG terdeteksi pada tingkat rendah pada akhir minggu pertama ,
kemudian meningkat dan tetap untuk jangka waktu lama (selama bertahun-tahun).
Karena penampilan akhir antibodi IgM, yaitu setelah lima hari sejak timbulnya
demam, tes serologi berdasarkan antibodi dilakukan selama lima hari pertama dari
penyakit klinis biasanya negatif.5
Selama infeksi Dengue sekunder (ketika tuan rumah sebelumnya telah
terinfeksi oleh DBD virus), titer antibodi meningkat pesat. Antibodi IgG
terdeteksi pada tingkat tinggi, bahkan di awal fase, dan bertahan dari beberapa
bulan sampai jangka waktu seumur hidup. Tingkat antibodi IgM secara signifikan
lebih rendah dalam kasus-kasus infeksi sekunder. Oleh karena itu, rasio IgM / IgG
17
umumnya digunakan untuk membedakan antara Infeksi dengue primer dan
sekunder. Trombositopenia biasanya diamati antara ketiga dan hari kedelapan
penyakit diikuti oleh perubahan hematokrit lainnya.5
Kriteria untuk diagnosis klinis DBD / DSS
Manifestasi klinis:2
Demam: onset akut, tinggi dan terus menerus, berlangsung dua sampai tujuh
hari dalam banyak kasus.
Salah satu manifestasi perdarahan berikut termasuk tourniquet positif test
(yang paling umum), petechiae, purpura (di lokasi venepuncture),
ecchymosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan / atau melena.
Pembesaran hati (hepatomegali) diamati pada beberapa tahap dari penyakit
pada 90% -98% dari anak-anak.
Syok, dimanifestasikan oleh takikardia, perfusi jaringan yang buruk dengan
denyut nadi lemah dan tekanan nadi menyempit (20 mmHg atau kurang) atau
hipotensi dengan kehadiran dingin, kulit lembab dan dingin dan / atau
kegelisahan.
Temuan Laboratorium:2
Trombositopenia (100 000 sel per mm3 atau kurang)
Hemokonsentrasi; Peningkatan hematokrit ≥ 20%
Dua kriteria klinis pertama, ditambah trombositopenia hemokonsentrasi
atau hematokrit meningkat, yang cukup untuk menetapkan diagnosis klinis DBD.
Pembesaran hati di samping dua kriteria klinis pertama adalah sugestif dari DBD
sebelum timbulnya kebocoran plasma. Kehadiran efusi pleura (dada X-ray atau
USG) adalah bukti yang paling obyektif kebocoran plasma sementara
hipoalbuminemia memberikan bukti pendukung.
DF/DHF Grade Tanda dan gejala Temuan laboratorium
DF (dengue
fever)
Demam dengan 2 gejala
dibawah ini :
Sakit kepala
Nyeri retro-orbital
Nyeri Otot
Leukopenia (WBC
≤500/mm3)
Tromobositopenia
(<150000/mm3)
Peningkatan
18
Ruam
Tidak ada bukti
kebocoran plasma
hematokrit (5%-10%)
Tidak ada bukti
kebocoran plasma
DHF (dengue
haemorrhagic
fever)
I Demam dan manifestasi
perdarahan (tes tourniquet
+) dan bukti kebocoran
plasma
Tromobositopenia
<100000/mm3,
hematokrit meningkat ≥
20%
DHF (dengue
haemorrhagic
fever)
II Grade 1 + perdarahan
spontan
Tromobositopenia
<100000/mm3,
hematokrit meningkat ≥
20%
DHF (dengue
haemorrhagic
fever)
III Grade 2 + tanda kegagalan
sirkulasi (kulit dingin dan
lembab serta gelisah)
Tromobositopenia
<100000/mm3,
hematokrit meningkat ≥
20%
DHF (dengue
haemorrhagic
fever)
IV Syok berat disertai dengan
tekanan darah dan nadi
yang tidak terukur
Tromobositopenia
<100000/mm3,
hematokrit meningkat ≥
20%
VIII. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah
terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan
tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan oral
pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan oral tidak mampu
dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah
dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.2
Parameter yang harus dimonitor:2
19
Keadaan umum, selera makan, muntah, perdarahan serta tanda dan gejala yang
lain
Perfusi perifer sebagai indikator terjadinya syok
Tanda vital dicek setiap 2-4 jam pada pasien tidak syok dan 1-2 jam pada pasien
syok
Hematokrit diperiksa setiap 4-6 jam pada pasien yang stabil dan lebih sering pada
pasien yang tidak stabil atau yangterjadi perdarahan.
Produksi urin setiap 8-12 jam
Terapi intravena untuk DHF selama periode kritis
Indikasi terapi intravena:2
Pasien tidak mendapat cairan oral yang adekuat atau muntah
Peningkatan hematokrit terus menerus 10-20% walaupun rehidrasi oral baik
Syok
Prinsip umum terapi cairan pada DHF yaitu:2
Cairan isotonik kristaloid harus digunakan selama periode kritis kecuali pada
bayi <6 bulan menggunakan NaCl 0,45%
Pasien dengan kebocoran plasma yang hebat dapat menggunakan dextran 40
atau gelatin.
Durasi terapi intravena tidak boleh lebih dari 24-48 jam untuk pasien syok.
Namun, pada pasien non-syok durasi terapi bisa lebih lama antara 60-72 jam.
Pada pasien obese, berat badan ideal menjadi patokan utama untuk terapi cairan
Berat
badan
ideal (Kg)
Maintenance
(ml)
M+5%
defisit (ml)
Berat
badan
ideal (kg)
Maintenanc
e (ml)
M+5%
5 500 750 35 1800 3550
10 1000 1500 40 1900 3900
15 1250 2000 45 2000 4250
20 1500 2500 50 2100 4600
25 1600 2850 55 2200 4950
30 1700 3200 60 2300 5300
DHF grade I dan II
20
Secara umum, tunjangan cairan (oral + IV) adalah tentang pemeliharaan
(untuk satu hari) + 5% defisit (oral dan cairan IV bersama-sama), yang akan
diberikan selama 48 jam. Sebagai contoh, pada anak dengan berat 20 kg, defisit
dari 5% adalah 50 ml / kg x 20 = 1000 ml. Pemeliharaan adalah 1500 ml untuk
satu hari. Oleh karena itu, total M + 5% adalah 2500 ml . Volume ini harus
diberikan selama 48 jam non syok pasien. Tingkat penggantian IV harus
disesuaikan sesuai dengan tingkat kehilangan plasma, dipandu oleh kondisi klinis,
tanda-tanda vital, produksi urine dan kadar hematokrit.2
DHF grade III
DSS adalah syok hipovolemik disebabkan oleh kebocoran plasma dan
ditandai dengan peningkatan vaskular sistemik resistensi, dimanifestasikan
dengan tekanan nadi menyempit (tekanan sistolik dipertahankan dengan
peningkatan tekanan diastolik, misalnya 100/90 mmHg). Bila hipotensi hadir, kita
harus menduga bahwa pendarahan parah, dan sering tersembunyi perdarahan
gastrointestinal, mungkin telah terjadi di samping. Sebagian besar kasus DSS akan
merespon 10 ml / kg pada anak-anak atau 300-500 ml pada orang dewasa lebih
satu jam atau dengan bolus, jika perlu. Selanjutnya, pemberian cairan harus
mengikuti grafik. Namun, sebelum mengurangi tingkat penggantian IV, kondisi
klinis, tanda-tanda vital, urine output dan hematokrit harus diperiksa untuk
memastikan perbaikan klinis.2
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan pada pasien syok dan non-syok
jika tidak ada perbaikan walaupun penggantian cairan sudah memadai2.
Singkatan Pemeriksaan laboratorium Catatan
A (acidosis) Analisa gas darah (vena
maupun arteri)
Indikasi syok.
B (bleeding) Hematokrit Jika turun dibandingkan
dengan sebelumnya
nilai atau tidak naik,
cross-match darah yang
cepat
transfusi.
21
C (calcium) Elektrolit, kalsium Hipokalsemia ditemukan
hampir disetiap kasus
DHF tetapi asimptomatik.
Suplemen kalsium
diindikasikan pada kasus
yang berkomplikasi.
Dosis 1ml/kgbb, dengan
dosis maksimum
10ml/hari
S (blood sugar) Gula darah Pada kasus yang parah
pasien mempunyai nafsu
makan yang buruk dan
disertai muntah.
Sangat penting bahwa tingkat cairan IV dapat dikurangi sebagai perfusi
perifer meningkatkan; tetapi harus dilanjutkan untuk jangka waktu minimal 24
jam dan dihentikan sebesar 36 sampai 48 jam. Cairan yang berlebihan akan
menyebabkan efusi besar karena permeabilitas kapiler meningkat.
22
Penggantian Volume untuk pasien dengan DSS diilustrasikan di bawah ini :
Oksigen via mask atau nasal kanul
Penggantian cairan dengan cepat (kristaloid 10 ml/kg/jam iv selama 1-2 jam)
Turunkan menjadi 7, 5, 3, 1.5 ml/kg/jam Koreksi ABC
Hentikan terapi iv untuk 24-48 jam Koloid iv (dextran 40)
23
Tanda vital tidak stabil
Penurunan produki urin
Tanda-tanda syok
perbaikan Tanpa perbaikan
Perbaikan lebih lanjutHematokrit meningkat
Hematokrit menurun
Transfusi darah 10ml/kg/jam
Whole blood 10ml/kg/jam atau PRC 5ml/kg/jam
Turunkan menjadi 7, 5, 3, 1.5 ml/kg/jam
Alogaritma Penanganan Pasien DSS Di kutip dari kepustakaan 2
DHF grade IV
Resusitasi cairan awal di Kelas 4 DBD lebih kuat agar cepat
mengembalikan darah. Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sesegera
mungkin untuk ABC serta organ yang terlibat lainnya. Bahkan hipotensi ringan
harus ditangani secara agresif. Sepuluh ml / kg cairan bolus harus diberikan
secepat mungkin, idealnya dalam waktu 10 sampai 15 menit. Ketika tekanan
darah dipulihkan, cairan intravena selanjutnya dapat diberikan seperti di kelas 3.
Jika syok tidak reversibel setelah pertama 10 ml / kg, bolus ulangi 10 ml / kg dan
laboratorium hasil harus dikejar dan diperbaiki secepat mungkin.2
Transfusi darah darurat harus dianggap sebagai langkah berikutnya dan
diikuti dengan pemantauan lebih dekat, misalnya kateterisasi kandung kemih terus
menerus, kateterisasi arteri atau jalur vena sentral. Jika tekanan darah dipulihkan
setelah resusitasi cairan dengan atau tanpa transfusi darah, dan adanya gangguan
organ, pasien harus dikelola dengan tepat. Contoh dukungan organ adalah dialisis
peritoneal, terapi penggantian ginjal terus menerus dan ventilasi mekanik. Jika
akses intravena tidak dapat diperoleh, coba solusi elektrolit oral jika pasien sadar
atau rute intraosseous jika sebaliknya. Akses intraosseous adalah tindakan life-
24
perbaikan
saving dan harus dicoba setelah 2-5 menit atau setelah dua usaha yang gagal di
akses vena perifer atau setelah rute oral gagal.2
Penanganan perdarahan berat
Jika sumber perdarahan diidentifikasi, upaya harus dilakukan untuk
menghentikan perdarahan jika mungkin. Epistaksis berat, misalnya, dapat
dikendalikan oleh nasal packing. Transfusi tidak boleh ditunda sampai hematokrit
turun ke tingkat rendah. Jika darah yang hilang dapat diukur, harus diganti.
Namun, jika tidak dapat diukur, aliquot dari 10 ml / kg darah segar utuh atau 5
ml / kg sel darah merah baru dikemas harus ditransfusi dan respon dievaluasi.
Pada perdarahan gastrointestinal, H-2 antagonis dan inhibitor pompa proton telah
digunakan, namun belum ada studi yang tepat untuk menunjukkan
kemanjurannya. Tidak ada bukti untuk mendukung penggunaan komponen darah
seperti trombosit konsentrat, plasma beku segar atau kriopresipitat.
Penggunaannya dapat berkontribusi pada overload cairan. Recombinant Factor 7
mungkin bisa membantu dalam beberapa pasien tanpa kegagalan organ, tetapi
sangat mahal dan umumnya tidak tersedia.2
Penanganan pasien beresiko tinggi
Pasien obesitas memiliki cadangan kurang pernapasan dan perawatan
harus dilakukan untuk menghindari berlebihan infus cairan intravena . Berat
badan yang ideal harus digunakan untuk menghitung cairan resusitasi dan
penggantian dan koloid harus dipertimbangkan pada tahap awal cairan terapi.
Setelah stabil, furosemide dapat diberikan untuk menginduksi diuresis .Bayi juga
memiliki cadangan kurang pernapasan dan lebih rentan terhadap kerusakan hati
dan ketidakseimbangan elektrolit. Mereka mungkin memiliki durasi yang lebih
singkat kebocoran plasma dan biasanya merespon dengan cepat untuk resusitasi
cairan. Karena itu, harus dievaluasi lebih sering untuk asupan cairan oral dan
output urin. Insulin intravena biasanya diperlukan untuk mengontrol kadar gula
darah pada pasien dengan diabetes mellitus. Ibu hamil dengan demam berdarah
harus dirawat dini. Perawatan bersama antara kebidanan, kedokteran dan pediatri
spesialisasi sangat penting. Keluarga mungkin harus diberi konseling dalam
beberapa situasi yang parah. Jumlah dan tingkat cairan IV untuk ibu hamil harus
25
sama dengan yang untuk wanita tidak hamil. Terapi anti - koagulan mungkin
harus dihentikan sementara selama periode kritis .Penyakit hemolitik dan
hemoglobinopati: Pasien-pasien ini beresiko hemolisis dan akan memerlukan
transfusi darah.2
Tanda-tanda perbaikan2
Stabil nadi, tekanan darah dan denyut pernapasan.
Suhu normal.
Tidak ada bukti perdarahan eksternal atau internal.
Kembali nafsu makan.
Tidak ada muntah, tidak ada rasa sakit perut.
output urin baik.
Stabil hematokrit pada tingkat dasar.
IX. Komplikasi
Komplikasi yang paling umum adalah overload cairan. Deteksi kelebihan
cairan pada pasien2 :
Tanda dan gejala awal termasuk kelopak mata bengkak , perut buncit
(ascites), takipnea, dispnea ringan.
Tanda dan gejala akhir mencakup semua hal di atas, distress , sesak napas dan
mengi (bukan karena asma) yang juga merupakan tanda awal edema paru
interstitial dan krepitasi. Kegelisahan / agitasi dan kebingungan yang tanda-
tanda hipoksia dan kegagalan pernafasan yang akan datang.
Manajemen overload cairan
Semua terapi cairan harus dihentikan .Pada tahap awal overload cairan ,
beralih dari kristaloid koloid solusi sebagai cairan bolus. Dekstran 40 efektif
sebagai 10 ml / kg infus bolus, tetapi dosisnya dibatasi untuk 30 ml / kg / hari
karena efek pada ginjal. Dekstran 40 diekskresikan dalam urin dan akan
mempengaruhi osmolaritas urine. Pada tahap akhir overload cairan atau mereka
dengan edema paru, furosemide mungkin diberikan jika pasien memiliki tanda-
tanda vital stabil. Jika syok, cairan 10ml / kg / jam koloid (dekstran) harus
26
diberikan. Ketika tekanan darah stabil, biasanya dalam waktu 10 sampai 30 menit,
injeksi IV furosemide 1 mg / kg / dosis dan lanjutkan dengan infus dekstran
sampai selesai. Cairan intravena harus dikurangi menjadi serendah 1 ml / kg / jam
sampai penghentian ketika hematokrit menurun untuk baseline atau di bawah
(dengan perbaikan klinis).2
Hal-hal berikut harus diperhatikan:2
Pasien-pasien ini harus memiliki kandung kemih kateter untuk memonitor
output urin per jam .
Furosemide harus diberikan selama infus dekstran karena hiperonkotik yang
sifat dekstran akan mempertahankan volume intravaskular sementara
furosemide menghabiskannya dalam kompartemen intravaskular .
Setelah pemberian furosemide, tanda-tanda vital harus dipantau setiap 15
menit selama satu jam untuk dicatat dampaknya .
Jika tidak ada output urin dalam menanggapi furosemide, memeriksa status
volume intravaskular. Pasien dalam keadaan gagal ginjal akut. Pasien-pasien
ini mungkin memerlukan dukungan ventilasi segera. Jika volume
intravaskular tidak memadai atau tekanan darah tidak stabil, periksa
laboratorium (ABC) dan ketidakseimbangan elektrolit lainnya.
Dalam kasus dengan tidak ada respon terhadap furosemide (tidak ada urin
yang diperoleh), dosis berulang furosemide dan dua kali lipat dari dosis yang
dianjurkan. Jika gagal ginjal, ginjal terapi penggantian yang harus dilakukan
sesegera mungkin . Kasus-kasus ini memiliki prognosis buruk.
Pada kasus-kasus gangguan pernafasan parah tindakan penyelamatan jiwa
harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena perdarahan traumatis adalah
komplikasi yang paling serius dan mengarah sampai mati. Informed consent
kepada keluarga sangat penting dilakukan.
X. Pencegahan dan Kontrol
Kunci kontrol dari demam berdarah dan DHF / DSS adalah kontrol dari
Aedes aegypti.12 Nyamuk ini berkembang biak terutama pada wadah yang
digunakan untuk penyimpanan air, vas bunga, guci tua, kaleng tipis, dan
27
menggunakan ban dalam dan di sekitar tempat tinggal manusia. penghapusan
tempat-tempat perkembangbiakan ini merupakan metode yang efektif dan definitif
pengendalian vektor dan mencegah penularan DBD.13 Penggunaan larvasida dan
insektisida selama wabah terbatas. upaya sekarang berfokus pada pendidikan
kesehatan dan partisipasi masyarakat dalam upaya untuk mengendalikan vektor
dengan mengurangi tempat perkembangbiakan. Vaksin dengue dilemahkan berada
dalam tahap akhir pembangunan dan telah menghasilkan hasil yang menjanjikan
dalam tes awal. Apakah vaksin dapat memberikan yang aman, tahan lama untuk
kekebalan penyakit immunopatologi seperti DHF / DSS di daerah endemik adalah
masalah yang harus diuji, namun diharapkan bahwa vaksinasi akan mengurangi
penularan.12
28