28
MAKALAH EKOTOKSIKOLOGI Kadar Logam Berat Timbal (Pb) pada Akar Mangrove Avicennia marina di Perairan Teluk Kendari Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekotoksikologi Dosen : Sri Astuti Di Susun Oleh Budi Susanto 230110110085 Ratih 2301101100 Jeanever 230110110 Galih 230110110118 Rizki Yanuar 230110110 Universitas Padjadjaran Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prodi Perikanan

makalah ekotok

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: makalah ekotok

MAKALAH EKOTOKSIKOLOGI

Kadar Logam Berat Timbal (Pb) pada Akar Mangrove Avicennia marina di Perairan Teluk Kendari

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugasmata kuliah Ekotoksikologi

Dosen : Sri Astuti

Di Susun Oleh

Budi Susanto 230110110085Ratih 2301101100Jeanever 230110110Galih 230110110118Rizki Yanuar 230110110

Universitas PadjadjaranFakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prodi Perikanan

2013

BAB IPENDAHULUAN

Page 2: makalah ekotok

1.1 Latar BelakangPerairan pesisir merupakan salah satu dari lingkungan perairan yang banyak mendapat

pengaruh dari buangan limbah, baik yang berasal dari daratan maupun di laut lepas. Kenyataannya perairan pesisir dalam menampung dan mengurai limbah yang terbatas menimbulkan penumpukkan limbah yang lambat laun menimbulkan pencemaran.

Berkaitan dengan tingkat pencemaran di wilayah perairan khususnya di beberapa kawasan pesisir di Indonesia, sehingga dianggap perlu untuk melihat keterkaitan faktor penyebab timbulnya dampak terhadap kawasan tersebut. Salah satu kawasan pesisir di Indonesia adalah Teluk Kendari yang terletak di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Teluk Kendari merupakan salah satu kawasan yang berdekatan dengan pusat kegiatan masyarakat. Kondisi seperti ini akan menyebabkan terjadinya ancaman di sekitar teluk. Salah satu sumber pencemaran yang berasal dari aktivitas penduduk adalah dihasilkannya limbah logam berat seperti Timbal (Pb), Tembaga (Cu), Raksa (Hg), Besi (Fe), Mangan (Mn), Seng (Zn), Kromium (Cr), dan Nikel (Ni) yang mungkin saja telah ada disana.

Sifat – sifat logam berat yaitu sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan), dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi organisme tersebut. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air. Disamping itu sedimen mudah tersuspensi karena pergerakan masa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu tertentu (Sutamihardja dkk, 1982).

Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3. Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya.Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan kobalt (Co) (Sutamihardja dkk, 1982).

Timbal (Pb) merupakan salah satu logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia serta merupakan unsur logam berat yang tidak dapat terurai oleh proses alam (Zhang., et al, 2007). Putra (2002) menambahkan, secara alamiah, Pb dapat masuk ke dalam badan perairan melalui pengkristalan diudara dengan bantuan air hujan, melalui proses modifikasi dari batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin. Pb yang masuk ke dalam badan perairan merupakan dampak dari aktivitas kehidupan manusia. Diantaranya adalah air buangan (limbah) dari industri yang berkaitan dengan Pb.

Mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang mempunyai peranan penting di estuari. Ekosistem mangrove memiliki tingkat produktivitas paling tinggi dibandingkan dengan ekosistem lainnya. Secara ekologis mangrove memiliki banyak fungsi sebagai penghasil sejumlah detritus, perangkap sedimen, pelindung pantai dari hempasan gelombang air laut serta penyerap logam berat dan pestisidan yang menvemari laut.

Panjaitan (2009), mengemukakan bahwa mangrove memiliki kemampuan dalam menyerap bahan-bahan organik dan non organik dari lingkungannya kedalam tubuh melalui membran sel. Proses ini merupakan bentuk adaptasi mangrove terhadap kondisi

Page 3: makalah ekotok

lingkungan yang ekstrim. Amin (2001), menambahkan melalui akarnya, vegetasi ini dapat menyerap logam-logam berat yang terdapat pada sedimen maupun kolom air.

Satu diantara beberapa spesies mangrove yang memiliki kemampuan menyerap logam berat adalah Api-api (Avicennia marina). Rohmawati (2007), mengemukakan bahwa pohon A. marina memiliki upaya penanggulangan materi toksik lain diantaranya dengan melemahkan efek racun melalui pengenceran (dilusi), yaitu dengan menyimpan banyak air untuk mengencerkan konsentrasi logam berat dalam jaringan tubuhnya sehingga mengurangi toksisitas logam tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, telah dilakukan penelitian tentang Kadar Logam Berat Timbal (Pb) pada Akar Mangrove A. marina di Perairan Teluk Kendari. Meningkatnya berbagai kegiatan pembangunan berupa, pelabuhan, transportasi darat, pertanian, pemukiman, pelayaran dan penangkapan ikan di kawasan Teluk Kendari di duga dapat mempengaruhi kualitas perairannya. Limbah-limbah yang berasal dari aktivitas manusia dan kegiatan-kegiatan pembangunan tersebut dapat mencemari ekosistem mangrove khususnya mangrove jenis A. marina yang berada di Teluk Kendari. .

1.2 Tujuan PenelitianPenelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kadar logam berat Timbal

(Pb) pada akar mangrove jenis A. marina di perairan Teluk Kendari. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi peneliti mengenai

kemampuan mangrove jenis A. marina dalam meyerap logam berat, dapat memberikan gambaran dan informasi kepada masyarakat Kota Kendari tentang kondisi perairan Teluk Kendari dan dapat dijadikan acuan bagi pemerintah dalam melestarikan ekosistem mangrove jenis A. marina dalam mengantisipasi terjadinya pencemaran logam berat di perairan Teluk Kendari.

1.3 ManfaatDapat mengetahui seberapa besar pencemaran yang diakibatkan oleh logam berat

khususya timbal serta peran dari mangrove terhadap bahan pencemar logam berat.

Page 4: makalah ekotok

BAB IIISI

2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2012 bertempat di

perairan Teluk Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara. Analisis logam berat dan kualitas air dilakukan di laboratorium Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometric).

Alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Alat-alat yang digunakan No Alat Satuan Kegunaan Keterangan

1 Thermometer 0C Suhu Secara Exitu 2 Handrefraktometer ppt Salinitas Secara Exitu 3 pH meter pH air Secara Exitu 4 Botol sampel mg/L Sampel air Pb Secara Exitu 5 Pisau/parang Akar Avicennia marina Secara Exitu

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu larutan Asam Sulfat (H2SO4-) yang

digunakan sebagai pengawet sampel air. Kegiatan survei pendahuluan dilakukan untuk mengetahui gambaran umum lokasi penelitian berupa keberadaan mangrove jenis Avicennia marina di lokasi tersebut, sehingga lebih mudah untuk menetukan stasiun pengamatan

Penentuan stasiun penelitian dilakukan secara purposive sampling, yaitu stasiun penelitian ditentukan berdasarkan lokasi atau daerah yang memiliki jenis mangrove A. marina, penentuan stasiun pengambilan sampel di dasarkan pada karakteristik lingkungan sekitar Teluk Kendari yang dibagi ke dalam 3 stasiun pengamtan dengan karakteristik sebagai berikut :

Page 5: makalah ekotok

I. Stasiun I berada di Kelurahan Korumba yang merupakan daerah aliran Sungai Wanggu (03058 ’00.2” LS -122033’01.2” BT)

II. Stasiun II berada di Kelurahan Lahundape yang berada di sekitar Swisbell Hotel (03058’08.5” LS -122033 ’01.2” BT )

III. Stasiun III berada di Kelurahan Tipulu yang merupakan daerah yang berhubungan langsung dengan perairan Teluk Kendari (03058’48.9” LS -122031’49.4” BT).

Pada setiap stasiun tersebut dilakukan pengambilan sampel yang meliputi parameter kualitas air. Gambar lokasi penelitian tersaji pada gambar 1.

2.2 Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel air adalah untuk mengukur kualitas air berupa suhu, salinitas dan

pH. Pengukuran dan pengamatan dilakukan secara langsung dengan melakukan 3 kali ulangan pada setiap stasiun pengamatan.

Kadar logam berat Timbal (Pb) pada akar dapat diketahui dengan mengambil sampel akar mangrove A. marina dengan ukuran diameter batang berkisar 25-30 cm, tinggi berkisar 3-5 m. Sampel akar yang diambil dari 3 titik pengambilan dikeringkan selama beberapa minggu untuk menghilangkan kadar airnya. Kemudian sampel akar dihaluskan dengan menggunakan blender, sedangkan untuk air dapat langsung dianalisis.

Sampel akar ditimbang sebanyak 5 gr kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 450-5000C (pengabuan) selama ± 1 jam. Setelah proses pengabuan selesai selanjutnya sampel akar tersebut dilarutkan dengan menambahkan 10 ml HNO3. Kemudian ditambahkan akuades sampai volume menjadi 50 ml.

Larutan tersebut dipanaskan dengan hot plate sampai mendidih dan volume berkurang 30 ml. Bila belum terjadi kabut ulangi penambahan HNO3 sebanyak 20 ml pada larutan tersebut, kemudian dipanaskan kembali hingga terjadi kabut. Setelah terjadi kabut tambahkan kembali larutan dengan akuades sehingga volume sampel menjadi 50 ml, lalu diendapkan. Larutan yang telah diendapakan disaring fasa airnya dengan kertas saring. Larutan yang diperoleh siap dianalisis dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometric).

Untuk mengetahui kadar logam berat Timbal (Pb) pada air dapat diketahui dengan mengambil air dengan menggunakan botol sampel, dari setiap stasiun pengamatan dengan 3 kali ulangan. Sampel air laut di ukur 100 ml, kemudian di tambahkan 10 ml HNO3 pekat. Panaskan dalam hot plate sampai volume berkurang 30 ml. Tambahkan kembali larutan dengan akuades sampai volume menjadi 100 ml, kemudian di endapkan. Larutan yang telah diendapkan disaring frasa airnya dengan kertas saring. Larutan yang diperoleh siap dianalisis dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometric). Logam Timbal (Pb) ditimbang sebanyak 1 g. Kemudian dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 1000 ml. Larutan tersebut mengandung 1000 ppm yang dinamakan larutan induk. Sebanyak 10 ml dari larutan induk dipipet lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan akuades sampai garis tanda akhir. Larutan yang diperoleh mengandung kosentrasi 100 ppm. Dari larutan 100 ppm. Dari larutan 100 ppm dipipet sebanyak 10 ml lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan

Page 6: makalah ekotok

akuades sampai garis tanda akhir untuk mendapatkan larutan dengan kosentrasi 10 ppm. Dibuat larutan dengankosentrasi 10 ppm sebanyak 5 ulangan untuk mempermudah larutan standar berikutnya.

Untuk mendapatkan larutan standar dengan kosentrasi 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ppm, berturut-turut di pipet sebanyak 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml dan 10 ml dari larutan 10 ppm lalu masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kamudian ditambahkan akuades sampai garis tanda akhir. Alat AAS diset terlebih dahulu, kemudian dikaliberasikan dengan kurva standar dari logam Pb dengan kosentrasi 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ppm. Diukur absorbansi atau kosentrasi masing-masing sampel.

2.3 Analisis DataUntuk mengetahui kosentrasi logam berat yang sebenarnya digunakan rumus Hutagalung dan Permana (1994) pada persamaan (1) berikut:

Dimana K. sebenarnya = Konsentrasi sebenarnya (mg/kg) K AAS = Konsentrasi Atomic Absorption Spectrophotometric (mg/L) V.p = Volume pelarut (L) W.s = Berat Sampel (mg)

Data yang diperoleh dari hasil perhitungan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan atau menggambarkan kadar logam berat Timbal (Pb) pada akar mangrove A. marina.

2.4 Hasil 2.4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara umum perairan Teluk Kendari terlindungi oleh daratan kota kendari. Luas perairan ini diperkirakan ±10,84 km2 dengan bentuk pantai yang berbentuk huruf U yang menyempit dan menghadap Laut Banda. Pada bagian depan mulut teluk terdapat pulau kecil Bungkutoko yang menjadikan bentuk perairan Teluk Kendari tertutup (Focil Indonesia, 2008).

Secara gegografis Perairan Teluk Kendari di kelilingi oleh daratan Kota Kendari sebagai ibu kota Propinsi Sulawesi Tenggara yang terletak diantara 3057’50”-3059’30” LS dan 122031’50”-122036’30” BT (Pemda Kota Kendari, 2000). Ditinjau dari segi administratif, teluk kendari mempunyai batasan wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kendari dan Kendari Barat; Sebelah Timur berbatasan dengan Pulau Bungkutoko; Sebelah Selatan berbatasan dengan

Page 7: makalah ekotok

Kecamatan Poasia dan Abeli; Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Mandonga dan Kambu. Kawasan Kota Kendari banyak dilalui sungai-sungai yang sebagian besar bermuara di perairan Teluk kendari, diantaranya Sungai Wanggu dan Sungai Kambu yang umumnya mengalir sepanjang tahun dengan debit aliran diperkirakan lebih dari 3 m3/detik (BAPPEDA Tingkat I Sulawesi Tenggara dan Universitas Haluoleo 1998 dalam Alirman, 2005).

2.4.2 Kondisi Lingkungan Perairan (Suhu Air, Salinitas dan pH Air) a. Suhu Air Kisaran nilai suhu dari tiap stasiun pengamatan di perairan Teluk Kendari dapat dilihat pada Gambar 2 berikut:

Gambar 2. Suhu pada setiap stasiun pengamatan

Kisaran nilai suhu tertinggi terdapat di terendah terdapat di stasiun III dengan kisaran stasiun I dengan kisaran 24-280C selanjutnya 22-240C. stasiun II dengan kisaran 23-250C dan suhu

b. SalinitasKisaran nilai salinitas dari tiap stasiun pengamatan di perairan Teluk Kendari dapat di liat pada gambar 3 berikut:

Gambar 3. Salinitas pada setiap stasiun pengamatan

3 Sub Stasiun

2 Sub Stasiun

1 Sub Stasiun

Stasiun Pengamatan

C)0 Suhu (

III III

30

25

20

15

10

5

0

3 Sub Stasiun

2 Sub Stasiun

1 Sub Stasiun

III III

14

12

10

8

6

4

2

0

Page 8: makalah ekotok

c.pH Air Kisaran Nilai pH dari tiap stasiun pengamatan di perairan Teluk Kendari dapat di lihat pada Gambar 4 berikut:

Gambar 4. pH pada setiap stasiun pengamatan

Kisaran nilai pH dari tiap stasiun tidak 6 stasiun II yaitu 5-7, dan stasiun III berkisar jauh berbeda dimana berturut-turut stasiun I yaitu antara 3-6.

4.2.3 Kadar Logam Berat Timbal (Pb) pada Air Berdsarkan hasil analisa data tentang kadar antara ketiga stasiun. Gambar 5 menunjukkan logam berat Pb pada air di sekitar area mangrove kisaran kadar logam berat Timbal (Pb) pada air. A. marina di peroleh hasil yang berbeda-beda

Kadar logam berat Timbal (Pb) di air pada stasiun III lebih tinggi dengan kisaran nilai 0,001x10-3-0,092x10-3 mg/L di bandingkan stasiun I dan II dengan kisaran berturut-turut 0,001x10-3-0,001x10-3 mg/L dan 0,001x10-30,052x10-3 mg/L.

Sub Stasiun 3

2 Sub Stasiun

1 Sub Stasiun pH Air

III III

8

7

6

5

4

3

2

1

0

3 Sub Stasiun

Sub Stasiun 2

1 Sub Stasiun

Stasiun Pengamatan

) 1000

Timbal (Pb) dalam air (mg/l x

III III

100 .0

090 .0

080 .0

070 .0

060.0

050.0

040.0

030 .0

020 .0

0.010

000 .0

logam berat timbal (Pb) pada air KadarGambar 5.

Page 9: makalah ekotok

2.2.4 Kadar Logam Berat Timbal (Pb) pada Akar Avicennia marina Berdasarkan hasil pengukuran kadar logam berat Timbal (Pb) pada akar A. marina dengan menggunakan metode AAS menunjukkan bahwa dari tiap stasiun memiliki kadar logam berat yang berbeda. Untuk lebih jelasnya hasil pengukuran ketiga stasiun disajikan pada Gambar 6. menunjukkan bahwa kisaran tertinggi berada pada stasiun III yaitu 0,007-0,023 mg/L, kemudian pada stasiun II dengan kisaran 0,0050,013 mg/L dan kandungan logam berat Timbal (Pb) terendah terdapat di stasiun I dengan kisaran 0,005-0,010 mg/L. Kadar logam berat Timbal (Pb) pada akar mangrove A. marina dari ke tiga stasiun

Gambar 6. Kadar logam berat Timbal (Pb) pada akar A. marina

4.3 Pembahasan 4.3.1 Kondisi Lingkungan Perairan (Suhu Air, Salinitas, dan pH Air) a. Suhu Air

Mukhtasor (2007), mengemukakan suhu merupakan salah satu parameter untuk mempelajari transportasi dan penyebaran polutan yang masuk ke lingkungan laut. Sementara menurut Effendi (2000), berpendapat bahwa suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam satu hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman dari badan air.

Perubahan suhu berpengaruh terhadapa proses, fisika, kimia dan biologi badan air. Berdasarkan Gambar 2 Perbedaan suhu air pada tiap stasiun diakibatkan adanya perbedaan intensitas cahaya yang mengenai air ataupun di sebabkan karena jumlah vegetasi tutupan mangrove. Pada stasiun I tampak bahwa jumlah vegetasi mangrove lebih sedikit dibandingkan dengan stasiun II dan III. Selain itu tingginya suhu di stasiun I dipengaruhi oleh waktu pengambilan sampel dimana yang dilakukan pada siang hari.

Suhu merupakan salah satu parameter untuk mempelajari transportasi dan penyebaran polutan yang masuk ke lingkungan laut. Mukhtasor (2007), menyatakan bahwa biasanya suhu air laut berkisar antara -2 sampai 300C. Sedangkan kisaran suhu yang baik bagi kehidupan organisme adalah 18-30 0C.

Berdasarkan hal tersebut, maka suhu perairan di lokasi penelitian digolongkan masih baik serta dapat mendukung kehidupan organisme yang hidup di dalamnya.

3Sub Stasiun

2Sub Stasiun

1 Sub Stasiun

Stasiun Pengamatan III II I

025 .0

020 .0

0.015

010 .0

005 .0

000 .0

Page 10: makalah ekotok

b. Salinitas Salinitas adalah konsentrasi dari total ion yang terdapat di perairan Boyd (1988)

dalam Effendi (2000). Berdasarkan Gambar 3 kisaran salinitas tertinggi berada di stasiun III yaitu 5-12 ppt, hal ini disebabkan karena stasiun ini berada di Teluk Kendari sehingga masukkan air laut lebih besar di bandingkan dengan air tawar. Mukhtasor (2007), salinitas bertambah di permukaan laut karena evaporasi dan percampuran yang disebabkan oleh arus maupun oleh upwelling, sehingga air akan menjadi lebih kental. Sementara kisaran nilai salinitas terendah berada di stasiun I yaitu 3-9 ppt karena stasiun ini berada di kawasan perairan Sungai Wanggu. Burzynski and Zurek (2007) menambahkan nilai salinitas pada perairan pesisir sangat dipengaruhi oleh masukkan air tawar dari sungai.

Hutagalung (1991) dalam Mukhtasor (2007), mengemukakan bahwa nilai salinitas perairan laut dapat mempengaruhi faktor konsentrasi logam berat yang mencemari lingkungan laut, dimana penurunan salinitas pada perairan dapat menyebabkan tingkat bioakumulasi logam berat pada organisme semakin meningkat.

c. pH Air Kisaran pH air 6-8 masih dikatakan normal, sedangkan pH air tercemar

seperti air buangan berbeda-beda tergantung jenis air buangannya. Perubahan keasaman pada air buangan, baik kearah alkali (pH diatas 7) maupun ke arah asam (pH dibawah 7), akan sangat mengganggu kehidupan didalam perairan tersebut. Nilai pH suatu perairan menggambarkan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan yang diukur adalah konsentrasi ion hidrogen.

Berdasarkan Gambar 4, hasil penelitian menunjukkan bahwa kisaran nilai pH dari tiap stasiun tidak jauh berbeda dimana berturut-turut stasiun I yaitu 6 stasiun II yaitu 5-7, dan stasiun III berkisar antara 3-6. Secara umum nilai pH di setiap stasiun tidak jauh berbeda yang menunjukkan bahwa perairan tersebut bersifat asam. Hal ini disebabkan karena stasiun penelitian sebagian besar adalah daerah rawa yang memiliki nilai derajat keasaman yang rendah yang kemungkinan dipengaruhi oleh banyaknya bahan organik yang meningkatkan proses penguraian. Yan, et al., (2010) mengemukakan bahwa penurunan pH akan menyebabkan toksisitas logam berat menjadi semakin besar dimana sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan yang sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan. Namun secara umum pengukuran nilai derajat keasaman berdasarkan Kepmen LH NO. 51 tahun 2004, ke tiga stasiun penelitian tersebut masih mendukung kehidupan organisme perairan di sekitarnya.

4.3.2 Kadar Logam Berat Timbal (Pb) pada Air Sumber timbal bisa berasal dari kenderaan yang menggunakan bahan bakar bertimbal

dan juga dari biji logam hasil pertambangan, peleburan, pabrik pembuatan timbal atau recycling industri, debu, tanah, cat, mainan, perhiasan, air minum, permen, keramik, obat tradisional dan kosmetik (Marchand, et al., 2011).

Pencemaran laut terjadi karena laut menerima zat-zat pencemar baik yang merupakan zat padat maupun cair terutama yang dibawa oleh sungai sebagai tempat yang paling mudah membuang limbah yang akhirnya bermuara di laut. Banyaknya zat pencemar yang masuk ke laut telah melampaui daya dukungnya sehingga laut menjadi sangat kotor dan tercemar

Page 11: makalah ekotok

(MacFarlane, et al., 2000). Effendi (2000), menyatakan bahan pencemar memasuki badan air melalui berbagai

cara seperti pembuangan limbah oleh industri, pertanian, domestik dan perkotaan, dan lain-lain. Palar (2004) dalam Rohmawati (2007), juga menjelaskan logam-logam lingkungan perairan umumnya berada dalam bentuk ion. Ion-ion tersebut ada yang berupa ion bebas, pasangan ion organik, ion-ion kompleks dan bentuk-bentuk ion lainnya. Umumnya logam-logam yang terdapat dalam tanah dan perairan dalam bentuk persenyawaan, seperti senyawa hidroksida, senyawa oksida, senyawa karbonat dan senyawa sulfida. Senyawa-senyawa itu sangat mudah larut dalam air.

Berdasarkan Gambar 5, hasil analisa data tentang kadar logam berat Pb pada air di sekitar area mangrove A. marina dengan menggunakan metode AAS di peroleh hasil bahwa kadar logam berat Timbal (Pb) di air pada stasiun III lebih tinggi dengan kisaran nilai 0,001x10-3-0,092x10-3 mg/L di bandingkan stasiun I dan II dengan kisaran berturut-turut 0,001x10-3-0,001x10-3 mg/L dan 0,001x10-30,052x10-3 mg/L. Hasil analisis menunjukkan bahwa stasiun III lebih banyak menerima masukkan limbah yang mengandung Pb. Hal ini di pengaruhi oleh aktivitas perkapalan berupa sarana transportasi dan jalur pengangkutan barang, aktivitas pemukiman juga mempengaruhi jumlah kadar logam berat di lingkungan perairan Teluk Kendari. Umumnya kandungan logam yang terukur di setiap stasiun cenderung seragam dengan variasi konsentrasi yang relatif kecil.

Emiyarti (2004), mengemukakan bahwa hal tersebut di sebabkan oleh tipe perairan di daerah penelitian adalah semi tertutup yang terlindung oleh Pulau Bungkutoko sehingga sirkulasi air yang terjadi secara vertikal akan mendistribusikan unsur logam berat secara merata di perairan.

Berdasarkan kisaran nilai yang di dapatkan dari tiap stasiun selama penelitian bila dibandingkan dengan baku mutu yang telah ditetapkan Kempen LH No. 51 Tahun 2004 baku mutu logam berat Timbal (Pb) untuk air laut yaitu sebesar 0,005 mg/L dapat dinyatakan bahwa perairan tersebut masih berada di bawah ambang batas dan masih mendukung kehidupan organisme perairan.

4.3.3 Kadar Logam Berat Timbal (Pb) pada Akar Avicennia marina Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis, yang

didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Thampanya, et al., 2002). Secara alami Pb di perairan bersumber dari partikel udara berupa asap kendaraan yang dibawa hujan dan secara non alami akibat aktivitas manusia berupa buangan limbah cair dan padat yang memungkinkan terlapisnya pneumatophora dengan sampah yang akan mengakibatkan kematian pohon-pohon mangrove (Blackmore, 2000 dalam Joyeux, et al., 2004).

Mulyadi (2009), mengemukakan secara umum mangrove yang tumbuh di ujung sungai besar berperan sebagai penampungan terakhir bagi limbah dari aktivitas perkotaan yang terbawa aliran sungai. Limbah padat dan cair yang terlarut dalam air sungai terbawa arus menuju muara sungai dan laut lepas. Area hutan mangrove akan menjadi daerah penumpukan limbah, terutama jika polutan yang masuk ke dalam lingkungan estuari melampaui kemampuan pemurnian alami oleh air. Mangrove alami berperan efektif dalam melindungi pantai dari tekanan alam dan erosi.

Page 12: makalah ekotok

Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut (Defew, et al., 2004).

Berdasarkan hasil penelitian yang bahan-bahan organik dan non-organik sehingga dilakukan di ketahui bahwa tumbuhan A. marina mampu mengakumulasi logam berat Timbal (Pb) pada bagian akar. Amin (2001), mengemukakan bahwa logam-logam akan terserap oleh akar bersama-sama dengan nutrien lain yang kemudian di edarkan ke bagian lain. Menurut Fitter (1991), dua sifat penyerapan ion oleh tumbuhan adalah: 1) Faktor konsentrasi, kemampuan tumbuhan dalam mengakumulasi ion sampai tingkat konsentrasi tertentu, bahkan dapat mencapai beberapa tingkat lebih besar dari konsentrasi ion dalam mediumnya; 2) Perbedaan kuantitatif akan kebutuhan hara yang berbeda pada tiap jenis tumbuhan.

Secara umum, logam berat untuk pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan dibagi menjadi dua yaitu logam esensial dan non esensial. Cu dan Zn merupakan logam yang termasuk esensial, sedangkan Pb merupakan logam non esensial bagi tumbuhan (Yoon, et al., 2006). Hasil pengukuran kadar logam berat Timbal (Pb) pada akar mangrove A. marina dari ke tiga stasiun menunjukkan bahwa kisaran tertinggi berada pada stasiun III yaitu 0,007- 0,023 mg/L, kemudian pada stasiun II dengan kisaran 0,005-0,013 mg/L dan kandungan logam berat Timbal (Pb) terendah terdapat di stasiun I dengan kisaran 0,005-0,010 mg/L.

Pada stasiun III dan II kadar Pb lebih tinggi dibandingkan dengan kedua stasiun I. Hal ini disebabkan karena pada stasiun ini dipengaruhi oleh aktivitas Teluk Kendari berupa pelabuhan, industri, aktivitas pemukiman yang menjadi sumber adanya logam berat Timbal (Pb) di akar mangrove, disamping itu kondisi perairan teluk yang semi tertutup menyebabkan seluruh aktivitas daratan akan bermuara ke arah pantai. Pohon api-api (A. marina) memiliki akar yang tumbuh dengan jarak teratur secara vertikal dari akar horizontal yang terbenam di dalam tanah (Alongi, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa jumlah kadar logam berat Timbal (Pb) di akar dan kolom air menunjukkan perbedaan yang signifikan dimana jumlah akumulasi logam berat Timbal (Pb) pada akar mangrove A. marina lebih besar di bandingkan pada air yang berada di sekitar area mangrove. Dalam hal ini dapat di nyatakan bahwa tumbuhan A. marina mempunyai kemampuan dalam menyerap materi toksik di lingkungan. MacFarlane, et al., (2000), mangrove merupakan tumbuhan tingkat tinggi di kawasan pantai yang dapat berfungsi untuk menyerap bahan-bahan organik dan non-organik sehingga dilakukan di ketahui bahwa tumbuhan dapat dijadikan bioindikator logam berat.

Hal ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rohmawati (2007), menjelaskan bahwa tumbuhan A. marina mampu mengakumulasi logam berat. Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Amin (2001), juga menjelaskan bahwa tumbuhan A. marina juga mampu mengakumulasi logam berat Cu dan Pb pada bagian organ akar, dan juga mampu mengakumulasi dibagian daun, baik daun muda maupun daun tua.

Berdasarkan Kepmen LH No. 51 tahun 2004 kisaran nilai yang di dapatkan selama penelitian diketahui bahwa pencemaran logam berat Timbal Pb termasuk tingkat pencemaran

Page 13: makalah ekotok

Pada stasiun III dan II kadar Pb lebih tinggi dibandingkan dengan kedua stasiun I. Hal ini disebabkan karena pada stasiun ini dipengaruhi oleh aktivitas Teluk Kendari berupa pelabuhan, industri, aktivitas pemukiman yang menjadi polusi berat karena kandungan logam berat Pb telah melebihi ambang batas kandungan logam berat alamiah di perairan laut yaitu 0,008 mg/L. Menurut Darmono (2001) dalam Rohmawati (2007), suatu perairan dikatakan memiliki tingkat polusi berat jika kandungan logam berat dalam air dan organisme yang hidup di dalamnya cukup tinggi. Pada tingkat polusi sedang, kandungan logam berat dalam air dan biota yang hidup di dalamnya berada dalam batas marjinal. Sedangkan pada tingkat nonpolusi, kandungan logam berat dalam air dan organisme yang hidup di dalamnya sangat rendah, bahkan tidak terdeteksi.

Page 14: makalah ekotok

BAB IIIKESIMPULAN DAN CARA PENAGGULANGANYA

3.1 KesimpulanKadar logam berat Timbal (Pb) pada akar Avicennia marina di setiap stasiun

penelitian secara umum telah melewati ambang batas baku mutu yang ditetapkan oleh Kepmen LH No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut yaitu 0,008 mg/l.

Mangrove A. marina mampu mengakumulasi logam berat Timbal (Pb) sehingga dapat dijadikan sebagai indikator pencemaran logam berat Timbal (Pb).

Menurut Fitter dan Hay (1991) dalam Panjaitan, G.C. (2009), mekanisme yang mungkin dilakukan oleh tumbuhan untuk menghadapi konsentrasi toksik adalah : a) Penanggulangan, jika konsentrasi internal harus dihadapi maka ion-ion akan dipindah kan dari tempat sirkulasi dengan beberapa jalan atau menjadi toleran di dalam sitoplasma. Terdapat empat pendekatan dalan penanggulangan : (1) Lokalisasi (intraseluler dan ekstraseluler) pada umunnya di akar. (2) Ekskresi, secara aktif melalui kelenjar pada tajuk atau secara pasif melalui akumulasi pada daun-daun tua yang diikuti dengan absisi daun. 31 Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.2 No. 2 (3) Dilusi (melemahkan), yaitu melalui pengenceran. (4) Inaktivasi secara kimia.

3.2 Penanggulangan :Keberadaan kadar logam berat yang terlarut baik pada air laut, sediment

maupun Lokan (Geloina coaxans) sangat tergantung pada baik buruknya kondisi perairan tersebut. Semakin tinggi aktivitas yang terjadi disekitar perairan baik di darat maupun areal pantainya maka kadar logam berat dapat meningkat pula (Anonim, 2009). Pantai Timur Surabaya diberitakan telah tercemar oleh merkuri (Hg) dan timbal (Pb) saat ini, bila melihat data-data kesehatan dari beberapa hasil penelitian memberikan indikasi bahwa kadar logam berat dalam tubuh warga Surabaya telah di atas ambang batas. Pencemaran logam berat tersebut dapat mempengaruhi dan menyebabkan penyakit pada konsumen, karena di dalam tubuh unsur yang berlebihan akan mengalami detoksifikasi sehingga membahayakan manusia. Logam berat umumnya bersifat racun terhadap makhluk hidup walaupun beberapa diantaranya diperlukan dalam jumlah kecil. Melalui berbagai perantara, seperti udara, makanan, maupun air yang terkontaminasi oleh logam berat, logam tersebut dapat terdistribusi ke bagian tubuh manusia dan sebagian akan terakumulasikan. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus, dalam jangka waktu lama dapat mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan manusia (Anonim, 2007).

Menurut Bryan, 1976, logam berat yang masuk ke sistem perairan, baik di sungai maupun lautan akan dipindahkan dari badan airnya melalui tiga proses yaitu pengendapan,

Page 15: makalah ekotok

adsorbsi, dan absorbsi oleh organisme-organisme perairan. Pada saat buangan limbah industri masuk ke dalam suatu perairan maka akan terjadi proses pengendapan dalam sedimen. Hal ini menyebabkan konsentrasi bahan pencemar dalam sedimen meningkat. Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut (Anonim, 2009).

Komunitas mangrove sering kali mendapatkan suplai bahan polutan seperti logam berat yang berasal dari limbah industri, rumah tangga, dan pertanian. Tumbuhan mangrove ini termasuk jenis tumbuhan air yang mempunyai kemampuan sangat tinggi untuk mengakumulasi logam berat yang berada pada wilayah perairan.

Proses absorpsi pada tumbuhan terjadi seperti pada hewan dengan berbagai proses difusi, dan istilah yang digunakan adalah translokasi. Transpor ini terjadi dari sel ke sel menuju jaringan vaskuler agar dapat didistribusikan ke seluruh bagian tubuh.Menurut Soemirat (2003) dalam Panjaitan, G.C. (2009), menyatakan bahwa proses absorpsi dapat terjadilewat beberapa bagian tumbuhan, yaitu :1. Akar, terutama untuk zat anorganik dan zat hidrofilik.2. Daun bagi zat yang lipofilik.3. Stomata untuk masukan gas.

Tumbuhan mangrove mampu mengalirkan oksigen melalui akar ke dalam sedimen tanah untuk mengatasi kondisi anaerob pada sedimen tersebut. Jika logam berat memasuki jaringan, terdapat mekanisme yang sangat jelas, pengambilan (up taken) logam berat oleh tumbuhan di lahan basah adalah melalui penyerapan dari akar, setelah itu tumbuhan dapat melepaskan senyawa kelat, seperti protein dan gukosida yang berfungsi mengikat logam dan dikumpulkan ke jaringan tubuh kemudian ditransportasikan ke batang, daun dan bagian lainnya, sedangkan ekskresinya terjadi melalui transpirasi (Anonim, 2009).

Tumbuhan mempunyai kemampuan untuk menyerap ion-ion dari lingkungan ke dalam tubuh melalui membrane sel. Dua sifat penyarapan ion dari tumbuhan, yaitu:A. Faktor konsentrasi, yaitu kemampuan tumbuhan dalam mengakumulasi ion sampai tingkat konsentrasi tertentu bahkan dapat mencapai beberapa tingkat dari konsentrasi ion di dalam mediumnya.B. Perbedaal kuantitatif akan kebutuhan hara yang brebeda pada tiap jenis tumbuhan (Fitter dan Hay, 1991) dalam anonim (2009).Beraneka ragam unsur dapat ditemukan di dalam tubuh tumbuhan, tetapi tidak berarti bahwa seluruh unsur-unsur tersebut dibutuhkan tumbuhan untuk kelangsungan hidupnya.Unsur hara dapat kontak dengan pernukaan akar melalui :1) Secara difusi dalam larutan tanah.2) Secara pasif oleh aliran air tanah.3) Akar tumbuh ke arah posisis hara dalam matrik tanah.Serapan hara oleh akar dapat bersifat akumulatif, selektif, satu arah, dan tidak dapat jenuh. Penyerapan hara pada waktu yang lama menyebabkan konsentrasi hara dalam sel jauh lebuh tinggi ini disebut sebagai akumulasi hara.

Menurut Fitter dan Hay (1991) dalam Panjaitan, G.C. (2009), mekanisme yang mungkin dilakukan oleh tumbuhan untuk menghadapi konsentrasi toksik adalah :

Page 16: makalah ekotok

a) Penanggulangan, jika konsentrasi internal harus dihadapi maka ion-ion akan dipindah kan dari tempat sirkulasi dengan beberapa jalan atau menjadi toleran di dalam sitoplasma. Terdapat empat pendekatan dalan penanggulangan :(1) Lokalisasi (intraseluler dan ekstraseluler) pada umunnya di akar.(2) Ekskresi, secara aktif melalui kelenjar pada tajuk atau secara pasif melalui akumulasi pada daun-daun tua yang diikuti dengan absisi daun.(3) Dilusi (melemahkan), yaitu melalui pengenceran.(4) Inaktivasi secara kimia.b) Toleransi, yaitu tumbuhan mengembangkan sistem metabolik yang dapat berfungsi pada konsentrasi toksik.

Tumbuhan yang tumbuh di air akan terganggu oleh bahan kimia toksik dalam limbah. Pengaruh polutan terhadap tumbuhan dapat berbeda tergantung pada macam polutan, konsentrasinya, dan lamanya polutan itu berada. Disamping itu, sistem perakaran tumbuhan mangrove yang besar dan luas dapat menahan dan memantapkan sedimen tanah, sehingga mencegah tersebarnya bahan tercemar ke area yang lebih luas dan memungkinkan tersebarnya bahan pencemar secara fisik. Terserap dan tertahannya logam berat oleh lapisan rhizosfer disekitar akar menyebabkan terjadinya penurunan tajam konsentrasi logam berat pada permukaan atas lapisan sedimen dan mencegah perpindahan keperairan pantai disekitarnya.

Silva dkk, 1990 dalam anonim (2009), melaporkan bahwa sedimen dimana komunitas mangrove tumbuh di Teluk Sepetiba, Rio De Janerio, Brasil, logam beratb timbal (Pb) hampir mencapai 100% dari total kandungan logam berat pada ekosistem mangrove tersebut.

Penyerapan Logam Berat Timbal (Pb) dan Logam Berat Merkuri (Hg) pada Tanaman Mangrove

Tanaman mempunyai kemampuan mengakumulasi zat pencemaran Mangrove merupakan tumbuhan tingkat tinggi di kawasan pantai yang dapat berfungsi untuk menyerap bahan-bahan organik dan non-organik sehingga dapat dijadikan bioindikator logam berat (Wittig 1993). Melalui akarnya, vegetasi ini dapat menyerap logam- logam berat yang terdapat pada sedimen maupun kolom air dan pangkal ranting dan daun muda pada ujung ranting pohon tersebut. Menurut analisa penyerapan logam berat merkuri (Hg) pada akar mangrove yang tertinggi berada pada pemaparan logam berat pada jenis mangrove Rhizophora mucronata, Bruguiera gymnorrhiza, dan Avicennia marina dengan hasil berturut-turut sebesar 92,47 ppm, 80,44 ppm, dan 76,92 ppm. Maka tumbuhan mangrove yang mampu menyerap logam berat merkuri (Hg) paling tinggi terdapat pada akar tumbuhan mangrove jenis Rhizophora mucronata sebesar 92,47 ppm.

Page 17: makalah ekotok

DAFTAR PUSTAKA

Alirman, A. 2005. Pengaruh Limbah Organik Terhadap Kualitas Perairan Teluk Kendari Sulawesi Tenggara. Tesis Magister. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 111 hal.

Alongi, D. M. 2008. Mangrove forests: Resilience, Protection from Tsunamis, and Responses

to Global Climate Change. Estuarine, Coastal and Shelf Science 76: 1-13

Amin, B. 2001. Akumulasi dan Distribusi Logam Berat Pb Dan Cu pada Mangrove Avicennia marina di Perairan Pantai Dumai, Riau, 85 hal.

Burzynski, M., Zurek, A., 2007. Effects of copper and cadmium on photosynthesis in cucumber cotyledons. Photosynthetica 45, 239–244.

Defew, L. H.., M.M. James, and M.G. Hector. 2004. An Assessment of Metal Contamination in Mangrove Sediments and Leaves from Punta Mala Bay, Pacific Panama. Marine Pollution Bulletin. 50: 547-552.

Effendi, H. 2000. Telaahan Kualitas Air. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor, 258 hal.

Emiyarti. 2004. Karakteristik Fisika Kimia Substrat dan Hubungannya dengan Struktur

Komunitas Makrozoobentos di Perairan Teluk Kendari. Tesis Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Fitter, A.H dan Hay, R.K.M. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gajah Mada Universitas Press. Yogyakarta, 286 hal.

Focil Indonesia-Lestari. 2008. Cida Jaringan Guru PKLH Kota Kendari. Sulawesi Tenggara. 2-4p.

Joyeux, J.C., E. A. C. Filho, and C. De Jesus. 2004. Trash Metal Contamination in Estusrine Fishes from Vitoria Bay, ES, Brazil. Brazilian Archieves of Biology and Technology, 47 (5) : 765-774.

Page 18: makalah ekotok

MacFarlane, G.R., M.D. Burchett. 2000. Cellular Distribution of Copper, Lead and Zinc in the Grey Mangrove, Avicennia marina (Forsk.) Vierh. Aquatic Botany 68: 45 – 59.

Marchand, C., M. Allenbach, E. Lallier-Vergès, 2011. Relationships between heavy metals distribution and organic matter cycling in mangrove sediments (Conception Bay, New Caledonia). Geoderma, 160: 444–456.

Mukhtasor, 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Pradnya Paramita. Jakarta, 322 hal.

Mulyadi, E., Laksmono. R., Aprianti. D., 2009. Fungsi Mangrove Sebagai Pengendali Pencemar Logam Berat. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, 1:33-40.

Palar, H., 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta, 289 hal.

Panjaitan, G. Y., 2009. Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove. Skripsi. Departemen Kehutanan Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. 58 hal.

Putra, K. G. D., 2002. Petunjuk Teknis Pemantauan Kualitas Air. Undayana University Press. Denpasar, 275 hal.

Rohmawati, 2007. Daya Akumulasi Tumbuhan Avicennia marina Terhadap Logam Berat (Cu, Cd, Hg) Di Pantai Kenjeran Surabaya. Skripsi Jurusan Biologi Fakultas Sains Dan Biologi. Universitas Islam Negeri Malang. 53 hal.

Thampanya, U., J. E. Vermaat., J. Terrados. 2002. The Effect of Increasing Sediment Accretion on the Seedlings of Three Common Thai Mangrove Species.Aquatic Botany, 74: 315–325

Yan, Z. Z., L. Ke, N. F. Y. Tam. 2010. Lead Stress in Seedlings of Avicennia marina, a Common Mangrove Species in South China, with and without Cotyledons. Aquatic

Botany, 92: 112–118 Yoon, J., C. Xinde, Z. Qixing , and L.Q. Ma. 2006. Accumulation of Pb, Cu, and Zn in Native Plants Growing on a Contaminated Florida Site. Science of the Total

Environment: 456-464.

Zhang, F.Q., Wang, Y.S., Lou, Z.P., Dong, J.D., 2007. Effect of heavy metal stress on antioxidative enzymes and lipid peroxidation in leaves and roots of two mangrove plant seedlings (Kandelia candel and Bruguiera gymnorrhiza). Chemosphere 67, 44–50.